40-54 Leslie

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Jurnal Riset Perkebunan (JRP)

P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

KARAKTERISTIK BUDIDAYA KAKAO (Theobroma cacao L.)


PADA PERKEBUNAN RAKYAT DI KECAMATAN TIMPEH
KABUPATEN DHARMASRAYA

CHARACTERISTICS OF CACAO (Theobroma cacao L.) CULTIVATION


IN THE SMALLHOLDER PLANTATIONS LOCATED IN TIMPEH SUB-DISTRICT
DHARMASRAYA DISTRICT

Leslie Selviana Purba1, Yulistriani1, Wulan Kumala Sari1*


1
Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Perkebunan, Fakultas Pertanian,
Kampus 3 Universitas Andalas, Dharmasraya 27573

*E-mail: wulanks@agr.unand.ac.id

ABSTRACT

Cacao (Theobroma cacao L.) is a plantation commodity that has high economic value. The
characteristics of cacao cultivation are used to describe the cultivation method or technique in
a cacao plantation. The objective of this study was to collect data about the characteristics of
cultivation in the smallholder cacao plantations in Timpeh Sub-district, Dharmasraya District.
This research was carried out from January until March 2021 located in Timpeh Sub-district,
Dharmasraya District, specific in Panyubarangan, Tabek, Timpeh and Ranah Palabi Village. This
research was a survey by interviews the cacao farmers, followed by collecting data directly to
the field by purposive sampling method with the criteria of respondents who having cacao
farm of > 0.25 ha. The data collected were the characteristics of cacao cultivation techniques,
i.e. planting material aspects (type of planting material/clone and its origin), land preparation
aspects (planting spacing, planting holes and shade plants), maintenance aspects (fertilization,
pruning and sanitation), aspects of pest and disease control (types of pests and diseases that
attack and types of control) and harvest aspects. The obtained data were analized and shown
descriptively. The results showed that the respondents (cacao farmers) in Timpeh Sub-district,
Dharmasraya District had not carried out the optimal cacao cultivation techniques as indicated
by the low cacao production there (50-200 kg/ha/year).

Key words : cultivation techniques, production, pruning, sanitation, shade plants

PENDAHULUAN Sebagian besar perkebunan kakao di


Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan Indonesia merupakan perkebunan rakyat.
bahan baku produk olahan yang dikenal Di Indonesia tanaman kakao dapat
sebagai cokelat. Kakao di Indonesia ditemukan di daerah Sulawesi, Sumatera,
merupakan tanaman perkebunan yang Jawa, Flores, serta Nusa Tenggara Timur.
berperan penting dalam perekonomian Sumatera Barat merupakan provinsi
nasional, menyediakan lapangan kerja, penghasil kakao dengan luas lahan pada
sumber pendapatan dan devisa negara. tahun 2017 dan 2018 masing-masing

40
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

132.577 ha dan 121.721 ha, sedangkan optimal tidak tercapai dan penggunaan
produksi kakao pada tahun 2017 sebesar bahan tanam yang tidak jelas asalnya.
46.052 ton dan 58.980 ton pada tahun 2018 Mubarak (2014) dalam penelitiannya
(Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera menyatakan bahwa ada banyak faktor yang
Barat, 2019). Kabupaten Dharmasraya mempengaruhi penurunan produktivitas
merupakan daerah penghasil kakao di kakao, salah satunya yaitu faktor teknik
Provinsi Sumatera Barat. Hal ini terlihat dari budidaya yang tidak diperhatikan. Budidaya
data tahun 2017 dengan luas perkebunan yang tidak tepat akan mengakibatkan
kakao sebesar 3.967,70 ha dengan produksi tanaman tidak dapat berproduksi secara
sebesar 2.551 ton/tahun, pada tahun 2018 optimal dan dapat meningkatkan serangan
luas perkebunan kakao menurun menjadi hama dan penyakit pada tanaman kakao
3.824,90 ha dengan produksi sebesar 2.325 yang dibudidayakan. Hasil penelitian
ton/tahun. Kecamatan Timpeh merupakan Sasmono (2017) memperlihatkan bahwa
salah satu kecamatan di Kab. Dharmasraya permasalahan utama yang dihadapi petani
yang mempunyai luas lahan kakao sebesar kakao di Kabupaten Luwu antara lain masih
377 ha dengan produksi mencapai 416 ton rendahnya produktivitas dan kualitas biji
pada tahun 2018 (Dinas Perkebunan kakao yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
Dharmasraya, 2019). oleh serangan hama dan penyakit,
Perkebunan kakao rakyat di Kabupaten degradasi lahan, penggunaan bibit tanaman
Dharmasraya khususnya di Kecamatan yang bukan klon unggul dan faktor panen
Timpeh memiliki peluang yang cukup besar yang terkait dengan waktu dan rotasi panen
untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari yang tidak terlaksana dengan baik.
kehidupan masyarakat yang umumnya Karakteristik budidaya pada perkebunan
masih mengandalkan tanaman kakao kakao bertujuan untuk menggambarkan
sebagai pilihan untuk dibudidayakan dan cara/teknik budidaya yang digunakan pada
sering ditanam sebagai tanaman suatu perkebunan kakao. Adapun aspek
pekarangan, serta lahan yang tersedia yang termasuk ke dalam karakteristik
masih cukup luas di daerah tersebut. budidaya tanaman kakao yaitu teknik
Namun terdapat beberapa permasalahan persiapan lahan, pemilihan bibit/benih
yang perlu dikaji terkait dengan budidaya kakao, pemeliharaan dan panen.
kakao pada perkebunan rakyat yakni Berdasarkan kegiatan tersebut, dapat
rendahnya tingkat produktivitas dan diketahui informasi mengenai teknik
kualitas kakao yang dihasilkan. Dari hasil budidaya kakao yang baik dan benar untuk
pra-survei yang dilakukan, ada beberapa menghasilkan produksi kakao yang optimal.
masalah yang sering dialami oleh petani
kakao di Kecamatan Timpeh, antara lain: BAHAN DAN METODE
minimnya modal usaha petani, minimnya
Penelitian ini telah dilaksanakan di
pengetahuan dan keterampilan petani
Kecamatan Timpeh, Kabupaten
mengenai teknik budidaya tanaman kakao
Dharmasraya selama 3 bulan yaitu pada
(mulai dari pembukaan lahan hingga proses
Januari sampai dengan Maret 2021. Alat
panen) yang baik dan benar, serta
yang digunakan adalah alat tulis, kamera,
kurangnya pemanfaatan teknologi
dan global position system (GPS). Bahan
pertanian, sehingga produksi kakao yang

41
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dianggap lebih efektif dan efisien. Selain itu,
kuisioner untuk wawancara responden. para responden masih belum memahami
Penelitian ini berbentuk survei dengan bagaimana cara melakukan perbanyakan
menggunakan metode purposive sampling kakao secara vegetatif. Bahan tanam
dengan kriteria petani responden yang berupa benih tersebut kebanyakan dibeli di
dipilih merupakan petani kakao rakyat di pasaran yang ditawarkan dengan harga
Kecamatan Timpeh yang memiliki tanaman yang relatif murah, karena itu banyak petani
kakao yang telah menghasilkan dengan luas yang tertarik untuk membelinya tanpa
lahan ± 2.500 m². Data yang diperoleh mengetahui kualitas dari benih tersebut.
adalah teknik budidaya tanaman kakao yang Bahan tanam kakao dapat diperoleh dari
digunakan oleh petani (responden), hasil perbanyakan secara generatif (seksual)
kemudian disajikan secara deskriptif untuk berupa biji/benih dan secara vegetatif
melihat, membandingkan serta memberi (aseksual) seperti okulasi, stek dan sambung
gambaran mengenai teknik budidaya yang pucuk. Kesalahan dalam memilih dan
digunakan oleh petani di daerah tersebut. menggunakan bahan tanam mengakibatkan
Teknik analisis data yang digunakan kerugian jangka panjang. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini adalah berupa metode pemilihan bahan tanam merupakan langkah
analisis deskriptif (Miles dan Huberman, awal yang sangat penting dalam proses
1992). Teknik analisis data ini diterapkan budidaya kakao. Hasil penelitian Pradipta
melalui tiga tahap, yaitu: (1). reduksi data: (2018) menunjukkan bahwa tanaman hasil
tahap merangkum atau menyederhanakan perbanyakan vegetatif menghasilkan
data kasar yang diperoleh di lapangan yang produksi bobot kering kopi yang lebih tinggi
dianggap penting; (2). penyajian data: data dibandingkan dengan tanaman hasil
yang diperoleh dari pengamatan di perbanyakan generatif, hal ini disebabkan
lapangan ditampilkan dalam bentuk tabel, tanaman hasil perbanyakan vegetatif
sehingga dari tabel nantinya akan tampak memiliki sifat-sifat unggul yang sesuai
perbandingan objek yang diamati; dan (3). dengan induknya dan fase pertumbuhan
penarikan kesimpulan: tahap ini merupakan vegetatif relatif lebih pendek dibandingkan
tahap penarikan kesimpulan dari semua tanaman dari hasil perbanyakan generatif
data yang telah diperoleh sebagai hasil dari sehingga tanaman lebih cepat berproduksi.
penelitian. b. Jenis klon dan asal bahan tanam
Klon unggul merupakan hasil pemuliaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
materi genetik yang dilakukan secara
1. Aspek bahan tanam periodik dan berkesinambungan. Kriteria
a. Jenis bahan tanam pemilihan bahan tanam dalam program
Bahan tanam merupakan bagian dari pemuliaan adalah produktivitas tinggi (>2
tanaman yang digunakan untuk memulai ton/ha/tahun), komponen dan mutu hasil
atau mengawali proses budidaya tanaman. sesuai dengan permintaan konsumen dan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produsen yakni berat per biji kering >1
semua petani responden menggunakan gram, kadar lemak >50%, kadar kulit ari
jenis bahan tanam yang berasal dari benih <12% dan tahan terhadap hama dan
dengan persentase 100%. Menurut mereka, penyakit (Jaya et al., 2004).
penggunaan bahan tanam berupa benih

42
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

Tabel 1 menunjukkan bahwa 15% petani namun kenyataannya tidak demikian. Benih
responden di Nagari Ranah Palabi yang tidak jelas asalnya juga dapat
menggunakan jenis klon kakao Sca 6 yang menghasilkan buah, tetapi hanya dapat
dibeli dari distributor resmi dan sudah berproduksi sebanyak 50% dari hasil yang
bersertifikat yakni berasal dari PT Tri Bakti bisa dicapai jika menggunakan benih unggul
Sarimas yang berlokasi di Kota Pekanbaru (Pudji, 2011). Oleh sebab itu kerugian yang
Provinsi Riau. Sedangkan 85% petani timbul akibat penggunaan benih palsu tidak
responden tidak mengetahui jenis klon selalu dikaitkan dengan tanaman yang tidak
kakao yang mereka gunakan, benih tersebut produktif melainkan produktivitasnya jauh
diperoleh dari pedagang yang tidak jelas lebih rendah dibandingkan tanaman yang
asalnya. Hal ini terjadi karena kurangnya berasal dari benih bermutu.
pengetahuan petani mengenai jenis-jenis
2. Aspek persiapan lahan
klon unggul yang tersebar di Indonesia dan
a. Jarak tanam
produsen benih resmi yang belum tersedia
Tabel 2 memperlihatkan bahwa dalam
di daerah tersebut.
praktik budidaya yang dilakukan, 61% dari
Tabel 1. Jenis klon dan asal bahan tanam
petani responden menerapkan jarak tanam
kakao yang digunakan responden
yang tidak sesuai anjuran. Sebanyak 46%
Jumlah
Jenis Asal bahan Persentase responden menggunakan jarak tanam 3 x 3
petani
klon tanam (%) m dan 15% menggunakan jarak tanam 2 x 2
(orang)
ICS 1 0 0 0 m. Hal ini dilakukan petani agar jumlah
pohon yang ditanam jumlahnya lebih
ICS 13 0 0 0
banyak, sehingga nantinya petani dapat
TSH
0 0 0 memperoleh hasil yang banyak pula.
858
TSH Tabel 2. Jarak tanam kakao di lokasi
0 0 0 penelitian
908
Distributor Jarak Jumlah petani Persentase
Sca 6 2 15 tanam (orang) (%)
resmi
Tidak Dibeli asal 5mx5m 1 8
11 85
tahu di pasaran
4mx4m 4 31
Jumlah 13 100
3mx3m 6 46

Penggunaan benih unggul memberikan 2mx2m 2 15


banyak manfaat bagi petani, antara lain Jumlah 13 100
berkurangnya resiko benih gagal tumbuh
karena benih unggul dapat tumbuh dengan Teknik budidaya tanaman kakao yang
baik pada kondisi lahan yang kurang baik menurut Puslitkoka (2010), jarak tanam
menguntungkan, bebas dari hama dan yang dianjurkan untuk tanaman kakao
penyakit sehingga hasil panen yang adalah 4 x 4 m sampai 5 x 5 m. Hal tersebut
diperoleh sesuai dengan harapan. Banyak hanya dilakukan oleh 39% dari seluruh
petani yang menggunakan benih asalan responden yang lokasi kebunnya berada di
namun tidak merasa dirugikan, karena Nagari Ranah Palabi dan Nagari
mereka beranggapan bahwa benih palsu Panyubarangan.
dipastikan tidak akan menghasilkan buah

43
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

Pengaturan jarak tanam dengan tanaman akan terganggu dan menyebabkan


kerapatan tertentu bertujuan memberi pembusukan pada batang yang berdampak
ruang tumbuh untuk setiap tanaman agar terhadap kesehatan tanaman, sedangkan
dapat tumbuh dengan baik. Jarak tanam apabila terlalu dangkal akan mengakibatkan
akan mempengaruhi kerapatan dan efisiensi benih dimakan oleh hewan atau hama
penggunaan cahaya, persaingan antar pengganggu tanaman dan sistem
tanaman dalam penggunaan air dan unsur perakarannya tidak cukup kuat sehingga
hara yang mempengaruhi produktivitas tanaman mudah tumbang/rebah yang
tanaman (Hidayat, 2008). Hasil penelitian mengakibatkan gagal panen.
Hayata dan Febrina (2019) menunjukkan Tabel 3. Ukuran lubang tanam kakao di
bahwa produktivitas kakao dengan lokasi penelitian
perlakuan jarak tanam 5,5 m x 6,0 m lebih Ukuran Jumlah
Persentase
tinggi dibandingkan tanaman kakao dengan lubang petani
(%)
perlakuan jarak tanam 4,2 m x 4,5 m, hal ini tanam (cm) (orang)
dikarenakan jarak tanam yang lebih luas 30 x 30 x 30 3 23
memungkinkan tanaman kakao 40 x 40 x 40 0 0
mendapatkan nutrisi, air dan cahaya 50 x 50 x 50 4 31
matahari optimal yang dibutuhkan dalam 60 x 60 x 60 6 46
proses fotosintesis guna memacu Jumlah 13 100
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta meningkatkan jumlah dan bobot buah. c. Tanaman penaung
b. Lubang tanam Tanaman penaung sangat dibutuhkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan dalam budidaya kakao agar berproduksi
responden diperoleh hasil 46% ukuran optimal. Tanaman penaung berfungsi untuk
lubang tanam yang digunakan yaitu 60 x 60 menaungi, meredam suhu maksimum dan
x 60 cm (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan minimum yang dapat merusak tanaman
ukuran lubang tanam kakao yang dianjurkan kakao, mencegah pencucian hara,
oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao memperbaiki kandungan hara tanah, dan
Indonesia karena ukuran ini dianggap sudah menahan terpaan angin terutama pada
memadai untuk mendukung adaptasi tanaman kakao muda. Jika memungkinkan
perakaran bibit kakao dengan kondisi di sebaiknya tanaman penaung juga
lapangan, sedangkan 54% petani responden dimanfaatkan segi ekonomisnya, agar areal
lainnya masih belum menggunakan ukuran pertanaman kakao dan tanaman penaung
lubang tanam kakao yang sesuai anjuran memiliki nilai tambah (Ermiati et al., 2014).
dikarenakan mereka beranggapan bahwa Berdasarkan hasil wawancara dengan
ukuran lubang tanam tidaklah petani responden diperoleh hasil seperti
mempengaruhi produktivitas tanaman Tabel 4, yaitu 38% responden menggunakan
kakao yang dibudidayakan. Hal ini pohon pisang sebagai tanaman penaung
berbanding terbalik dengan pernyataan sementara karena mudah untuk
Suhaidi (2005) dimana pada saat menanam dibudidayakan, dan 62% petani responden
benih atau bibit kedalaman lubang tanam tidak menggunakan tanaman penaung
harus tepat (tidak terlalu dalam atau terlalu sementara karena dirasa tidak perlu dan
dangkal). Jika terlalu dalam pertumbuhan

44
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

tidak memberikan pengaruh apapun yang dapat dijual sehingga menambah


terhadap pertumbuhan kakao. pendapatan petani, sedangkan untuk pohon
Tabel 4. Jenis tanaman penaung di lokasi gamal dapat dimanfaatkan sebagai kayu
penelitian bakar dan pakan ternak.
Penaung Sementara Penaung Tetap
Jenis Jumlah petani Persentase Jumlah petani Persentase 3. Aspek pemeliharaan
(orang) (%) (orang) (%)
Kelapa 0 0 5 38
a. Pemupukan
Pisang 5 38 0 0 Pemupukan merupakan pemberian
Gamal 0 0 4 31
Dadap 0 0 0 0
bahan/unsur-unsur kimia organik dan
Lamtoro 0 0 0 0 anorganik yang bertujuan untuk
Tidak ada 8 62 4 31
Jumlah 13 100 13 100
memperbaiki kondisi kimia tanah dan
mengganti unsur hara yang hilang dalam
tanah serta memenuhi kebutuhan tanaman
Adapun nilai ekonomis yang diperoleh
akan unsur hara guna meningkatkan
petani responden dari penggunaan pohon
produktivitas tanaman (Rizkananda, 2011).
pisang sebagai tanaman penaung yaitu hasil
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh
produksi buah dan daun pisang dapat dijual
hasil 85% responden hanya menggunakan
sebagai sumber pendapatan petani serta
pupuk anorganik dan 15% menggunakan
sebagai sumber bahan organik untuk
kombinasi pupuk organik dan anorganik.
tanaman kakao. Pohon penaung tetap
Jenis pupuk organik yang digunakan petani
keberadaannya harus bertahan selama
responden berasal dari kotoran sapi hasil
pohon kakao hidup dan berproduksi. Jenis
ternak petani tersebut, sedangkan pupuk
pohon yang biasanya digunakan sebagai
anorganik yang banyak digunakan oleh
penaung tetap yaitu pohon lamtoro
petani yaitu pupuk Urea, ZA, KCl, NPK dan
(Leucaena sp.), gamal (Gliricidia sp.), dadap
SP36, yang meskipun harganya relatif mahal
(Erythrina variegata), kelapa (Cocos
tetapi pemberian pupuk anorganik tersebut
nucifera), dan pinang (Areca catechu).
menurut petani selalu memberikan
Dalam hal penaung tetap diperoleh hasil
pengaruh yang sangat nyata pada tanaman.
sebanyak 38% responden menggunakan
Akan tetapi penggunaan pupuk anorganik
pohon kelapa sebagai tanaman penaung
secara terus menerus dengan cara dan dosis
tetap, 31% menggunakan pohon gamal, dan
yang tidak tepat akan berdampak buruk
31% responden tidak menggunakan
bagi lingkungan.
tanaman penaung tetap karena petani
Peran pupuk anorganik tersebut menjadi
merasa bahwa tanaman penaung tetap itu
tidak efektif karena tanah pada areal
tidak terlalu penting dalam budidaya kakao,
pertanaman sudah jenuh akibat residu
padahal tanaman penaung tetap sangat
bahan kimia. Astiningrum (2005)
berguna bagi tanaman kakao. Para
menyatakan bahwa penggunaan pupuk
responden belum mengerti fungsi dari
kimia yang berlebihan menyebabkan
tanaman penaung tetap bagi tanaman
tertinggalnya residu yang berasal dari zat
kakao sehingga mereka tidak memberikan
pembawa (carrier) pupuk anorganik yang
pohon penaung tetap. Adapun keuntungan
mengakibatkan penurunan kualitas dan
yang diperoleh petani responden dari
kuantitas hasil budidaya, oleh karena itu
pemanfaatan pohon kelapa sebagai
penggunaan pupuk organik perlu dilakukan
tanaman penaung yaitu hasil buah kelapa
untuk memperbaiki struktur tanah yang

45
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

rusak. Pada umumnya tanaman kakao pertumbuhan dan perkembangan tanaman


membutuhkan 2 jenis pupuk yaitu pupuk dapat terganggu akibat dari kekurangan
organik dan anorganik. Pupuk organik dapat atau kelebihan unsur hara makro dan mikro.
diaplikasikan terlebih dahulu, hal ini Banyak faktor pemupukan yang
dikarenakan pupuk organik berfungsi untuk mempengaruhi produksi kakao, selain jenis
memperbaiki aerasi, tekstur serta struktur dan dosis yang tepat, cara pemupukan juga
tanah sehingga dapat meningkatkan mempengaruhi. Berdasarkan hasil
efisiensi penyerapan hara yang berasal dari wawancara diketahui bahwa 62% petani
pupuk anorganik. responden melakukan pemupukan dengan
Dalam hal jenis pupuk yang digunakan, cara disebar di sekitar batang karena
sebanyak 54% petani memberikan pupuk dianggap lebih mudah dan menghemat
anorganik majemuk NPK dengan dosis 500- waktu pemupukan, 23% menggunakan cara
1000 g/pohon, pemberian pupuk majemuk tugal dengan membenamkan pupuk ke
dianggap lebih efektif dan efisien oleh dalam tanah, dan 15% dengan cara larikan.
petani. Sedangkan 46% nya memberikan Faradilla (2018) mengungkapkan bahwa
pupuk anorganik tunggal, hal ini disebabkan pemberian pupuk dengan cara ditugal
karena mereka menduga bahwa dengan memberikan pengaruh secara signifikan
menggunakan pupuk anorganik tunggal terhadap produktivitas tanaman kakao yang
lebih memberikan hasil/produksi yang lebih dicapai dibandingkan dengan cara disebar di
baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan sekitar batang. Hal ini terjadi karena pupuk
Nasaruddin (2009) bahwa penggunaan tidak mengalami penguapan sehingga
pupuk tunggal lebih menguntungkan karena semuanya terserap ke dalam tanah dan
dapat diberikan secara tepat jumlah dan tanaman, sedangkan aplikasi pupuk dengan
tepat jenis sesuai kebutuhan. cara disebar mengakibatkan jumlah pupuk
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang terserap oleh tanaman menjadi
petani menggunakan pupuk yang beragam rendah akibat peluang kehilangan pupuk
dengan dosis rata-rata yang diberikan lewat penguapan, aliran permukaan (run
sebanyak 100-150 g/pohon. Jika off), erosi dan pencucian (leaching).
dibandingkan dengan kebutuhan pupuk
Tabel 5. Frekuensi pemupukan yang
tanaman kakao 220 g/pohon Urea, 180
dilakukan responden
g/pohon TSP dan 170 g/pohon KCl jumlah
Jumlah
tersebut masih kurang untuk memenuhi Frekuensi Persentase
petani
kebutuhan pupuk tanaman kakao pemupukan (%)
(orang)
(Puslitkoka, 2010). Pemberian pupuk yang 2 x 1 tahun 7 54
terlalu sedikit hanya akan dimanfaatkan 3 x 1 tahun 3 23
oleh gulma dan mikroorganisme di dalam 4 x 1 tahun 3 23
tanah, sedangkan tanaman utama tidak bisa Jumlah 13 100
memanfaatkannya dengan optimal.
Sebaliknya pemberian pupuk yang terlalu Frekuensi pemberian pupuk juga
banyak akan menyebabkan kerugian pupuk mempunyai peranan yang penting dalam
dan penyerapan unsur hara lainnya juga meningkatkan produktivitas tanaman
akan terganggu. Hal ini sejalan dengan kakao, dimana efisiensi dalam pemberian
pendapat Lingga et al. (2005) bahwa pupuk dapat menunjang produksi tanaman

46
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

kakao yang optimal. Tabel 5 di atas bersinar terik, sebelum pukul 09.00 WIB
menunjukkan bahwa 54% petani responden atau sesudah pukul 15.00 WIB.
melakukan pemupukan dengan frekuensi 2 Hal tersebut sejalan dengan Tettrinica et
x 1 tahun, 23% dengan frekuensi 3 x 1 al. (2009) bahwa waktu pemupukan pada
tahun, dan 23% dengan frekuensi 4 x 1 pagi dan sore hari berpengaruh nyata
tahun. Kebanyakan responden melakukan terhadap berat basah polong, berat basah
pemupukan secara tidak menentu sesuai dan berat kering biji kedelai yang
kapan ketersediaan pupuk yang mereka menyebabkan produktivitas tanaman
miliki, bahkan terkadang beberapa petani kedelai lebih tinggi dibandingkan
melakukan pemupukan lebih dari 2 kali pemupukan pada siang hari. Pemupukan
setahun, bahkan ada yang frekuensi tidak dianjurkan pada siang hari dan saat
pemupukannya 4 kali dalam setahun. hujan karena jika pemupukan dilakukan
Menurut Puslitkoka (2010), frekuensi siang hari pupuk akan cepat menguap dan
pemberian pupuk yang baik cukup 2 kali hilang sebelum dimanfaatkan oleh
setahun. Pada tanaman tahunan seperti tanaman, sedangkan saat hujan pupuk akan
tanaman kakao ini, pemberian pupuk yang hanyut atau tercuci akibat aliran air atau
disarankan adalah 2 kali dalam setahun aktivitas lainnya.
dengan dosis yang sesuai, karena frekuensi
b. Pemangkasan
pemberian pupuk akan menentukan
Pemangkasan tanaman kakao terdiri dari
efektivitas terhadap produktivitas tanaman,
tiga jenis, yaitu pemangkasan bentuk,
dimana apabila pemberian pupuk sekali
pemangkasan pemeliharaan dan
dalam jumlah besar akan memberikan atau
pemangkasan produksi. Berdasarkan hasil
mengakibatkan pemborosan pupuk. Hal ini
wawancara diperoleh hasil 54% petani
sesuai dengan pendapat Harjadi (2009)
responden melakukan 2 jenis pemangkasan
yang menyatakan bahwa pada tanaman
kakao yaitu pemangkasan pemeliharaan
tahunan atau tanaman setahun yang
dan pemangkasan produksi, 31% hanya
berumur panjang, ketersediaan hara lebih
melakukan pemangkasan pemeliharaan dan
efisien jika diatur dengan pemberian pupuk
15% hanya melakukan pemangkasan
berulang atau bertahap (frekuensi lebih dari
produksi (Tabel 6). Petani responden di
sekali) selama masa tanam.
daerah penelitian tidak melakukan
Iklim merupakan salah satu yang
pemangkasan bentuk karena masih belum
mempengaruhi keberhasilan pemupukan,
mengetahui manfaat dan bagaimana cara
hal ini penting untuk diketahui agar pupuk
melakukan pemangkasan bentuk tersebut,
yang digunakan dapat bekerja dengan
mereka hanya melakukan pemangkasan
optimal mengingat harga pupuk yang cukup
saat daun tanaman kakao sudah mulai
mahal, sangat disayangkan bila pupuk yang
terlihat rimbun.
kita beli tidak efektif dan efisien. Dari segi
waktu pemupukan diperoleh data bahwa
100% petani responden melakukan
pemupukan di pagi hari dan hal tersebut
sudah baik (sesuai anjuran). Menurut
Puslitkoka (2010) pemupukan sebaiknya
dilakukan sebelum atau sesudah matahari

47
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

Tabel 6. Jenis pemangkasan yang dilakukan Berdasarkan hasil wawancara diketahui


responden bahwa 77% petani responden melakukan
Jumlah pemangkasan secara rutin sebanyak 3-4 kali
Jenis petani Persentase per tahun, dan 23% responden jarang
pemangkasan (orang) (%) melakukan pemangkasan, biasanya
dilakukan hanya apabila tanaman kakao
Pemangkasan
0 0 sudah mulai terlihat rimbun.
bentuk
Pemangkasan yang berlebihan
Pemangkasan
4 31 (terlalu berat) dapat mengakibatkan cabang
pemeliharaan
menjadi lemah dan mati, serta tanaman
Pemangkasan
2 15 rentan terserang hama dan penyakit. Di sisi
produksi
lain, pemangkasan yang tidak memadai
Melakukan 2
(terlalu ringan) dapat menyebabkan iklim
jenis 7 54
mikro yang tidak sehat, peningkatan
pemangkasan
serangan hama/penyakit dan terjadi
Melakukan 3
penurunan produksi buah. Pemangkasan
jenis 0 0
pemeliharaan dilakukan secara ringan
pemangkasan
dengan frekuensi 1-2 bulan sekali dan untuk
Tidak
pemangkasan produksi dilakukan dengan
melakukan 0 0
frekuensi 2 kali setahun (Puslitkoka, 2010).
pemangkasan
c. Sanitasi
Jumlah 13 100
Sanitasi adalah kegiatan membersihkan
areal perkebunan dari segala sampah atau
Hasil penelitian Yuvi (2013)
limbah seperti ranting, cabang, dan daun,
menunjukkan bahwa perlakuan
serta bahan-bahan lain yang tidak
pemangkasan berpengaruh nyata terhadap
diinginkan seperti sisa-sisa kulit buah yang
berat kering biji per buah kakao. Berat
sudah dipanen termasuk buah kakao yang
kering biji per buah kakao dengan perlakuan
terserang hama dan penyakit. Tabel 7 di
pemangkasan menunjukkan hasil yang lebih
bawah ini menunjukkan bahwa 46% petani
tinggi yaitu 38,77 g dibandingkan perlakuan
responden melakukan kegiatan sanitasi
tanpa dipangkas yaitu hanya 31,86 g. Hal ini
dengan mengumpulkan sampah daun dan
sesuai dengan pendapat Baihaqi et al.
kulit buah kakao di sekitar lahan, 46%
(2015) yang mengemukakan bahwa
menimbun sampah daun dan kulit buah,
pemangkasan bertujuan meningkatkan
dan 8% membenamkan sampah daun dan
produktivitas, mempertahankan umur
kulit buah, dan memetik buah yang
ekonomis tanaman, mengendalikan hama
terserang hama dan penyakit. Dari data
penyakit, dan memelihara tanaman yang
tersebut diketahui bahwa 92% responden
berperan memacu produksi dan mengatur
belum melakukan kegiatan sanitasi dengan
iklim mikro yang tepat bagi tanaman.
baik dan benar, karena hanya 1 orang
Prinsip dasar pemangkasan kakao
responden (8%) yang melakukan sanitasi
adalah memangkas secara ringan dengan
sesuai anjuran yaitu petani yang berlokasi di
frekuensi yang sering. Berat ringannya
Nagari Ranah Palabi.
pangkasan biasanya terletak pada ukuran
ranting dan jumlah daun yang dipangkas.

48
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

Tabel 7. Jenis kegiatan sanitasi yang tanaman berarti mengurangi populasi hama
dilakukan responden yang berpotensi merusak tanaman dan
Jumlah memutus siklus hama dan penyakit
Kegiatan Persentase
petani sehingga pertumbuhan dan perkembangan
sanitasi (%)
(orang) tanaman tidak akan terganggu.
Membenamkan 1 8
sampah daun 4. Aspek pengendalian hama dan penyakit
dan kulit buah a. Jenis hama dan penyakit yang menyerang
sehabis panen Tabel 8. Jenis hama dan penyakit yang
dan memetik menyerang tanaman kakao di
buah yang
lokasi penelitian
terserang
hama dan Jenis hama Jumlah Persentase
penyakit dan penyakit lahan (%)
Sampah daun 6 46 Penggerek buah
dan kulit buah kakao – PBK
8 62
dikumpulkan di (Conopomorpha
sekitar lahan cramerella Snellen)
Kepik penghisap
Sampah daun 6 46
buah 3 23
dan kulit buah
(Helopeltis sp.)
ditimbun
Kutu putih 0 0
Tidak 0 0
Hama penggerek
melakukan
batang (Zeuzera 0 0
sanitasi
coffeae Nietn.)
Jumlah 13 100
Penyakit busuk
2 15
buah
Adapun kegiatan sanitasi yang baik dan Vascular Streak
benar menurut Puslitkoka (2010) adalah 0 0
Dieback (VSD)
dengan membenamkan kulit buah, Jumlah 13 100
plasenta, buah busuk dan semua sisa panen
ke dalam lubang setelah proses panen, lalu Berdasarkan tabel di atas diketahui
ditutup kembali dengan tanah hingga bahwa 62% dari jumlah responden
ketinggian 20 cm, hal ini bertujuan untuk menyatakan tanaman kakaonya diserang
membunuh larva PBK yang terdapat pada hama PBK. Gejala yang timbul akibat
buah kakao. serangan hama PBK antara lain: kulit buah
Menurut Sukamto (2003), sanitasi memudar dan guratan berwarna jingga dan
memberikan kontribusi secara tidak bila digoyang tidak berbunyi, saat dibelah
langsung terhadap produksi tanaman kakao. daging buah berwarna hitam, biji
Adanya sanitasi dapat mengurangi tingkat menempel, tidak berkembang dan
perkembangan hama (terutama PBK) dan berukuran kecil (Masnilah, 2019). Sebanyak
penyakit yang dapat menurunkan produksi 23% tanaman kakao petani responden
tanaman. Buah kakao yang terserang hama diserang oleh kepik penghisap buah. Hama
dan penyakit dapat menjadi sumber infeksi ini menyerang buah dan tunas dengan cara
yang memicu terjadinya serangan menghisap cairan dari bagian tanaman yang
hama/penyakit pada tanaman kakao lainnya menyebabkan kematian pada buah muda
yang sehat. Membersihkan sisa-sisa dan tunas (die back). Kerugian yang

49
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

diakibatkan dapat menurunkan produksi pestisida kimia yang dianggap


hingga 60%. Gejala yang disebabkan oleh menguntungkan karena dapat
hama ini yaitu timbulnya bercak dan mengendalikan OPT dengan cepat dan
guratan berwarna cokelat kehitaman pengaplikasiannya juga mudah.
(Siswanto, 2012). Jenis OPT utama kakao di daerah
Sebanyak 15% tanaman kakao petani penelitian meliputi penggerek buah kakao
responden juga diserang oleh penyakit (Conopomorpha cramerella), kepik
busuk buah. Penyakit ini disebabkan oleh penghisap buah (Helopeltis sp.) dan
Phytophthora palmivora Butl, sejenis jamur penyakit busuk buah yang disebabkan oleh
yang dapat bertahan hidup di dalam tanah jamur Phytophthora palmivora.
selama bertahun-tahun. Jamur dapat Pengendalian hama dan penyakit yang
menyebar dari satu buah ke buah lainnya dilakukan petani di daerah penelitian
melalui berbagai cara seperti percikan air umumnya menggunakan pestisida dengan
hujan, kontak langsung antara buah sakit bahan aktif Sipermetrin (merk dagang
dan buah sehat dan melalui hewan seperti Sidamethrin) untuk pengendalian hama
tikus, tupai atau keong. Buah yang terinfeksi Helopeltis sp. yang merupakan pestisida
akan membusuk dan disertai bercak cokelat racun kontak dan lambung. Pestisida ini
kehitaman yang dimulai dari ujung atau berbentuk pekatan berwarna kuning
pangkal buah. Kerugian akibat penyakit ini dengan dosis 1-2 liter/ha. Selain pestisida
cukup besar dengan persentase mencapai Sidamethrin, digunakan juga pestisida jenis
30-50% (Konam et al., 2019). Regent dengan bahan aktif Fipronil untuk
Secara umum petani (responden) yang mengendalikan hama penggerek buah
tanaman kakaonya terserang hama dan kakao (Conopomorpha cramerella). Bahan
penyakit adalah petani-petani yang tidak aktif Fipronil merupakan pestisida sistemik
melakukan kegiatan pemeliharaan dengan racun kontak dan lambung berupa pekatan
baik, seperti pemupukan, pemangkasan dan suspensi berwarna putih dengan
sanitasi. Akibatnya, tanaman kakao tersebut konsentrasi 0.25-0.5 ml/liter air
menjadi rentan terserang hama dan (Djafaruddin, 2000).
penyakit hingga diperoleh data seperti di Pestisida kimia sebagai bahan beracun
atas. termasuk polutan yang berbahaya bagi
b. Jenis pengendalian hama dan penyakit lingkungan dan kesehatan masyarakat,
Dalam hal pengendalian hama dan karena sifatnya yang beracun dan relatif
penyakit diketahui bahwa 92% responden persisten di lingkungan, residu pestisida
melakukan pengendalian hama dan yang tertinggal dapat menimbulkan
penyakit yang menyerang tanaman kakao masalah. Pesitisida yang digunakan secara
dengan menggunakan bahan kimia, dan berlebihan dalam jangka waktu yang lama
sebanyak 8% responden menggunakan mengakibatkan terbunuhnya musuh alami,
kombinasi pengendalian secara mekanik peledakan populasi dan resistensi hama
(melakukan kegiatan sanitasi) dan juga serta pencemaran lingkungan akibat residu
secara kimiawi. Tingginya penggunaan yang ditinggalkan (Nuriadi et al., 2013).
bahan kimia sebagai tindakan pengendalian
hama dan penyakit disebabkan oleh
persepsi petani mengenai penggunaan

50
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

5. Aspek panen fisiologis yang optimal dalam hal


a. Umur tanaman mulai berbuah pembentukan senyawa penyusun lemak
Berdasarkan hasil wawancara dengan pada biji. Pemanenan buah yang terlalu
petani responden diperoleh hasil sebanyak matang akan mengurangi hasil lemak dan
46% tanaman kakao milik petani mulai dapat meningkatkan persentase biji cacat,
berbuah pada umur 2 - 3 tahun, 46% mulai sedangkan memanen buah muda akan
berbuah pada umur 3 - 4 tahun, dan 8% menghasilkan biji kakao dengan cita rasa
mulai berbuah pada umur >4 tahun. coklat yang rendah, rendemen yang rendah,
Kecepatan tanaman dalam memproduksi persentase biji pipih (flat bean) dan kadar
buah umumnya tergantung dari seberapa kulit biji yang tinggi (Yusianto et al., 2015).
rutin dan telaten seorang petani dalam c. Cara panen
merawat tanaman kakaonya. Hal yang sangat penting diperhatikan
Menurut Puslitkoka (2010) umumnya dalam pemanenan kakao adalah cara
tanaman kakao mulai memproduksi buah pemetikan buah. Cara pemetikan buah yang
pada umur 2,5 - 3 tahun setelah tanam. tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya
Adapun faktor lain yang dapat penurunan produktivitas tanaman kakao
mempengaruhi kecepatan tanaman kakao pada bulan berikutnya karena rusaknya
dalam memproduksi buah antara lain bantalan buah pada batang atau cabang.
adanya serangan hama dan penyakit pada Berikut ini disajikan cara panen yang
tanaman kakao muda pada saat masa dilakukan petani kakao di lokasi penelitian.
pertumbuhan, buah seringkali mengalami Tabel 9. Cara panen kakao yang dilakukan
kerusakan karena adanya mikroorganisme responden
parasit, dan juga perubahan cuaca yang Jumlah
Persentase
ekstrim (Rahardjo et al., 2008). Cara panen petani
(%)
b. Kriteria panen (orang)
Buah kakao dipanen apabila sudah Menggunakan
alat khusus 9 69
memenuhi kriteria panen yang ditandai
panen
dengan perubahan warna pada kulit buah. Menggunakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan 1 8
tangan
petani responden diperoleh hasil 100% Menggunakan
3 23
petani memetik buah kakao yang siap parang
panen dengan kriteria buah masak Jumlah 13 100
kuning/kemerahan. Hal ini sesuai dengan
Cahyono (2010) yang menjelaskan kriteria Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
buah masak yaitu buah yang ketika masih bahwa 69% responden menggunakan alat
muda berwarna hijau bila sudah matang khusus panen untuk memetik buah kakao,
akan menjadi kuning dan buah yang ketika 23% menggunakan parang, dan 8% petani
masih muda berwarna merah bila sudah menggunakan tangan dengan cara
matang akan menjadi jingga. memelintir buah kakao. Dalfi (2012)
Pemanenan buah muda atau terlalu menjelaskan bahwa memetik atau
matang harus dihindari karena akan memotong buah kakao dengan cara yang
mengurangi kualitas biji kakao kering. Buah salah, dapat menimbulkan penurunan
matang yang tepat memiliki kondisi produksi buah pada pohon kakao selama

51
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

berbulan-bulan kemudian. Maka dari itu, penyebab rendahnya produktivitas kakao


teknik memetik buah kakao harus yang dihasilkan petani yang mengakibatkan
diperhatikan dan dilakukan dengan benar. adanya peluang bagi OPT untuk
Pemetikan buah yang tepat dapat berkembangbiak khususnya bagi hama PBK
dilakukan dengan cara memotong tangkai yang dapat meletakkan telurnya pada alur
buah dengan menggunakan bantuan alat buah kakao (Matondang, 2014).
seperti gunting pangkas atau sabit. Tangkai Buah kakao yang siap panen, harus
buah dipotong sedekat mungkin dengan segera dipanen agar mutu bijinya tidak
buah, menyisakan tangkai buah sekitar 1- menurun. Pemanenan dapat dilakukan
1,5 cm yang nantinya akan menjadi tempat sesering mungkin, minimal 7-10 hari sekali,
tumbuhnya bunga kakao baru. Hindari hal ini bertujuan untuk menghindari
melakukan pemanenan dengan cara serangan hama penggerek buah dan
memelintir, menendang, ataupun menarik penyakit busuk buah yang biasanya
buah karena akan merusak tangkai buah menyerang pohon dan buah kakao.
dan melukai tanaman sehingga bunga kakao Keterlambatan petani dalam memanen
tidak dapat lagi tumbuh dan kulit tanaman buah kakao dapat meningkatkan intensitas
yang terluka akan mudah terinfeksi jamur serangan hama dan penyakit yang
patogen, dapat juga menggunakan gunting menyerang, oleh karena itu untuk
pangkas bergalah untuk memanen buah mengurangi dampak dari serangan OPT
yang sulit dijangkau (Murtiningrum et al., dilakukan teknik panen sering (Asrul, 2010).
2016). e. Produksi tanaman
d. Frekuensi panen Tabel 11 menunjukkan bahwa 39%
Tabel 10. Frekuensi panen yang dilakukan petani responden memiliki produksi buah
responden kakao <50 kg, 46% dengan produksi 50-100
Jumlah kg, dan 15% dengan produksi 150-200 kg,
Frekuensi Persentase
petani Tabel 11. Produksi kakao rata-rata/tahun di
panen (%)
(orang) lokasi penelitian
2 x 1 bulan 7 54 Jumlah
3 x 1 bulan 4 31 Produksi/ Persentase
petani
4 x 1 bulan 2 15 tahun (Kg) (%)
(orang)
Jumlah 13 100 < 50 5 39
50 – 100 6 46
Panen merupakan hal yang penting 150 – 200 2 15
dalam budidaya tanaman kakao yang > 200 0 0
berpengaruh terhadap mutu biji kakao yang Jumlah 13 100
dihasilkan. Berdasarkan hasil wawancara
diperoleh hasil 54% petani melakukan Jika dibandingkan dengan produksi
pemanenan buah dengan frekuensi 2 x 1 kakao pada umumnya yang dapat mencapai
bulan, 31% dengan frekuensi 3 x 1 bulan, 1 ton/ha/tahun, maka produktivitas kakao
dan 15% dengan frekuensi 4 x 1 bulan. di daerah penelitian tergolong sangat
Kebanyakan petani melakukan panen sering rendah. Peningkatan produktivitas tanaman
hanya ketika saat musim berbuah kakao kakao dipengaruhi oleh faktor teknik
saja, pemanenan di hari-hari biasa kurang budidaya. Pertumbuhan dan produksi akan
diperhatikan. Hal ini menjadi salah satu

52
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

meningkat apabila efisiensi dari semua Baihaqi, A., A. Hamid, A. Anhar, Y.


faktor tersebut meningkat. Abubakar, T. Anwar dan Y. Zazunar.
Ada beberapa hal yang dapat 2015. Penerapan Teknik Budidaya
serta Hubungan antara Pemangkasan
menyebabkan rendahnya produktivitas
dan Peningkatan Kesuburan Tanah
tanaman kakao. Faktor dominan yang terhadap Peningkatan Produktivitas
menyebabkan rendahnya produktivitas Kakao di Kabupaten Pidie. Jurnal
tersebut antara lain yaitu rendahnya Agrisep. 16 (2): 54–61.
penerapan teknologi budidaya di lapangan, Cahyono, B. 2010. Buku Terlengkap Sukses
teknik budidaya kakao yang tidak tepat, Bertanam Kakao. Jakarta: Pustaka
tingkat kesuburan tanah yang rendah, Mina.
eksplorasi potensi genetik tanaman yang Dalfi, H. 2012. Studi Kelayakan Bisnis
masih belum optimal. Selain itu, juga Perkebunan Kakao. [Skripsi]. Padang.
terdapat faktor ekosistem yang Fakultas Pertanian. Universitas
mempengaruhi produktivitas yaitu Andalas.
intensitas cahaya, suhu, air, tanah, Dinas Perkebunan Dharmasraya. 2019. Luas
kelembaban, gas karbon dioksida, dan Areal Produksi dan Tanaman
ketersediaan hara (Lumbantoruan, 2016). Perkebunan Kakao. Dharmasraya.
Faradilla, L. 2018. Analisis Teknik
KESIMPULAN Pemangkasan, Pemupukan, Panen
Sering dan Sanitasi (P3S) terhadap
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Produktivitas dan Pendapatan Usaha
dilakukan dapat disimpulkan bahwa petani Tani Kakao (Theobroma cacao L.) di
kakao di Kecamatan Timpeh, Kabupaten Kabupaten Pinrang, Bantaeng dan
Dharmasraya belum melakukan teknik Luwu Timur. [Skripsi]. Makassar.
budidaya kakao yang baik dan benar secara Universitas Hasanuddin.
optimal yang mengakibatkan rendahnya Harjadi, S. dan I. W. Winasa. 2009.
produktivitas kakao yang dibudidayakan Identifikasi Permasalahan dan Solusi
petani di daerah tersebut. Pengembangan Perkebunan Kakao
Rakyat di Kabupaten Luwu Utara,
Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding
DAFTAR PUSTAKA Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB.
Asrul, L. 2010. Kajian Monitoring dan Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Evaluasi Gerakan Nasional Hayata, H., dan S. Febrina. 2019. Pengaruh
Peningkatan Produksi dan Mutu Jarak Tanam terhadap Produktivitas
Kakao. Sulawesi Selatan. 67 hal. Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa
Astiningrum, M. 2005. Manajemen Betung Kecamatan Kumpeh. Jurnal
Persampahan. Majalah Ilmiah Media Pertanian. 4 (2), 59-63.
Dinamika. Magelang. Universitas Hidayat, N. 2008. Pertumbuhan dan
Tidar. 8 hal. Produksi Kakao: Varietas Lokal
Azwar. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Madura pada Berbagai Jarak Tanam
Jakarta: Balai Besar Pengkajian dan dan Pupuk Fosfor. Madura. Fakultas
Pengembangan Teknologi Pertanian. Pertanian Universitas Trunojoyo.
Agrovivor. Vol. 1 (1): 55-63.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera
Barat. 2019. Luas Areal Tanaman dan
Produksi Kakao di Sumatera Barat.

53
Jurnal Riset Perkebunan (JRP)
P – ISSN 2723-780X
Vol 2, Nomor 1 Maret 2021

Lingga, P., dan Marsono. 2005. Petunjuk Elevasi. [Skripsi]. Purwokerto.


Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Universitas Jenderal Soedirman.
Swadaya. Pudji, R. 2011. Menghasilkan Benih dan
Lukito, M. 2010. Budidaya Kakao. Jakarta: Bibit Kakao Unggul. Jakarta: Penebar
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Swadaya.
Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Lumbantoruan, R. U. E. 2016. Analisis 2010. Panduan Lengkap Budidaya
Strategi Peningkatan Produksi Kakao. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Komoditi Kakao Rakyat di Kecamatan Rahardjo, P. dan Wahyudi, T. 2008. Kakao:
Silau Laut (Studi Kasus: Desa Lubuk Manajemen Agribisnis dari Hulu
Palas Kecamatan Silau Laut hingga Hilir. Jakarta: Penebar
Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Swadaya.
Utara). [Skripsi]. Medan. Universitas
Sumatera Utara. Rizkananda, F.R. 2011. Kesuburan Tanah
dan Nutrisi Tanaman. Jakarta:
Masnilah. 2019. Organisme Pengganggu; Penebar Swadaya Pustaka.
Penyakit pada Tanaman Kakao dan
Teknik Pengendaliannya. Jurnal Sasmono, M. S. 2017. Alternatif Strategi
Pengendalian Hayati. 153 hal. Peningkatan Produktivitas Tanaman
Kakao (Theobroma cacao L.) di
Matondang, C. O. 2014. Analisis Pengaruh Kabupaten Luwu. [Disertasi].
Faktor-Faktor Produksi terhadap Makassar. Fakultas Pertanian.
Produksi Kakao (Theobroma cacao L.) Universitas Hasanuddin.
dengan Penerapan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). [Skripsi]. Siswanto. 2012. Pengendalian Hama Utama
Medan. Universitas Sumatera Utara. Kakao. Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 11(2): 103-112.
Miles, M. B. and A. M. Huberman. 1992.
Qualitative Data Analysis. Jakarta: UI Suhaidi, E. 2005. Pengembangan Budidaya
Press. Kakao dan Pengolahan Kakao.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Mubarak, S. 2014. Penyempurnaan Sistem
Budidaya untuk Peningkatan Produksi Sukamto, S. 2003. Pengenalan dan Metode
dan Produktivitas Tanaman Kakao Pengamatan Penyakit Tanaman
(Theobroma cacao L.) dengan Kakao. Jember. Pusat Penelitian Kopi
menggunakan AHP. [Skripsi]. dan Kakao.
Makassar. Jurusan Budidaya Tettrinica, Meirina., S. Darmanti, dan S.
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Haryanti. 2009. Produktivitas Kedelai
Nasaruddin. 2009. Budidaya Kakao dan (Glycine max L. Merril var. Lokon)
Beberapa Aspek Fisiologisnya. Depok: yang diperlakukan dengan Pupuk
Yayasan Forest Indonesia. Organik Cair Lengkap pada Dosis dan
Waktu Pemupukan yang Berbeda.
Nuriadi dan Gusnawati. 2013. Kaji Tindak
Bioma: Berkala Ilmiah Biologi. 11(1).
Pengendalian Hama Penggerek Buah Semarang. Universitas Diponegoro.
Kakao (Conopomorpha cramerella
Snellen) dengan Pestisida Nabati. Yuvi, Z. 2013. Pengaruh Pemangkasan
Jurnal Agroteknologi. 3(1): 14-18. terhadap Komponen Hasil Kakao
(Theobroma cacao L.). [Skripsi].
Pradipta, F. J. 2018. Produktivitas Kopi Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala.
Robusta Hasil Perbanyakan Vegetatif
dan Generatif pada Tiga Strata

54

You might also like