Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

PRODUK HALAL

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen
Prodi Hukum Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam
Institut Agama Islam Negeri Bone

Oleh
Kelompok 2
A.Wahyu Ramadhan (742342021077)
Akmal (742342021091)
A.Fitrah Nanda (742342021067)

Dosen Pengajar :
Nurfadhilah Rasyid,S.Pd., M.E.

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena

atas petunjuk dan kemudahan yang diberikan kepada kami dalam penyelesaian

salah satu tugas mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen. Materi yang kami

bahas mengenai “Produk Halal”.

Tak lupa kami curahkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW yang juga telah memberi petunjuk bagi kita semua, sehingga

bisa terselamatkan dari lembah kesesatan. Dalam penyusunan makalah ini, tak

semudah apa yang kami bayangkan. Banyak kesulitan dan hambatan yang kami

lalui dalam penyusunan makalah ini. Tapi berkat Izin dan Rahmat Allah SWT

saya mampu menyelesaikannya.

Harapan kami sebagai penyusun makalah, yaitu semoga apa yang terdapat

dalam lembaran kertas ini, dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Tak lupa

pula kami haturkan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat

dalam makalah ini. Karena pemilik kesempurnaan yang sesungguhnya adalah

Allah SWT.

Watampone, September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …......………………………………………………....... i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …..……………………………………..…… 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………….………..…. 2

C. Tujuan Makalah …………………………………….…………..….… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Produk Halal ....………..………………………………… 4

B. Dasar Hukum Produk Halal ……...………………………………….. 7

C. Prosedur Menjadi Produk Halal ……………………………………... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………….……………. 19

B. Saran ……………………………………………………………………

19

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tak pernah berpisah dengan lingkungan sekitarnya.

Allah SWT. menciptakan berbagai makhluk hidup, diantaranya manusia,hewan

dan tumbuhan. Makhluk hidup tersebut merupakan satu kesatuan dalam hubungan

sosial antar makhluk hidup. Manusia membutuhkan bahan yang dapat ia olah

menjadi makanan yang dapat membuat dia tidak letih dalam menjalankan

aktivitas kehidupannya atau dapat dikatakan manusia membutuhkan hewan dan

tumbuhan sebagai bahan untuk membuat olahan dari kulit ia dapat makan dan

dapat menambah energi tubuhnya yang akan habis,hewan juga membutuhkan

manusia namun ada juga hewan yang hidup di alam liar sehingga tidak

membutuhkan bantuan manusia dalam hidupnya. Makhluk hidup yang diciptakan

Allah SWT. diciptakan untuk tetap bertasbih dan bersujud kepada-Nya.,apakah itu

manusia,hewan maupun tumbuhan. Semuanya tetap harus mematuhi perintah dari

Tuhan-nya dan menjauhi segala larangannya. Terkhusus bagi manusia sebagai

khalifah di muka bumi ini.

Olehnya itu, manusia perlu menghindari setiap perbuatan/sikap dan

sifat yang berdampak negatif, tidak memakan makanan yang telah dilarang dalam

agama dan berbuat kebaikan seperti memakan makanan yang halal. Makanan

halal merupakan suatu makanan yang wajib dikomsumsi bagi Umat Islam dalam

kehidupan sehari-hari sebagai inpelementasi dari melaksanakan Syari’at

Agamanya. Oleh karena itu Pemerintah wajib memberikan pengayoman terhadap


1
Umat Islam yang mayoritas mendiami Nusantara ini dengan memberikan

Pembinaan,Perlindungan, Pengawasan dan pelayanan.

Pembinaan terhadap pelaku Usaha dengan mengadakan work shop

terhadap pelaku Usaha yang bersedia memberi label halal setiap produksinya

terutama yang bergerak dibidang makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dan

dll.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama beserta Instansi dan

Lembaga terkait wajib memberikan perlindungan terhadap Konsumen maupun

Produsen sebagai tanggung jawab yang diamanahkan oleh Allah S.W.T dan oleh

Peraturan dan Perundang-undangan.

Disamping itu yang tidak kalah pentingnya selalu mensosialisasikan

kepada masyarakat luas utamanya bagi masyarakat Muslim untuk extra hati-hati

dalam memilih bahan makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika untuk

memilih yang sudah bersertifikat halal dengan berlabel halal dalam artian

produk-produk halal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasar dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

penyusun merumuskan beberapa poin masalah, yakni :

1. Apakah pengertian dari Produk Halal ?

2. Bagaimanakah Dasar Hukum Produk Halal ?

3. Bagaimanakah Prosedur Menjadi Produk Halal ?

2
C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian dari produk halal

2. Mengetahui dasar hukum produk halal

3. Mengetahui dan memahami prosedur menjadi produk halal

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Produk Halal

Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia, dari sisi bisnis kedua jenis usaha ini akan terus berlangsung

sepanjang manusia itu masih hidup, dan yang terpenting dalam

menjanjikan makanan dan minuman sebagi lahan bisnis berusaha keras

jangan sampai tercampur unsur yang merugikan orang lain (beracun,

kadarluarsa dan haram).1 Makan merupakan aktifitas yang dipandang

dari segi dzat dan hakikatnya adalah tunggal. Adapun jika disebut buruk,

maka hal tersebut hanyalah karena membawa implikasi buruk, atau

memang sebab-sebabnya buruk.2 Pada hakikatnya mengkonsumsi

daging babi atau darah sama dengan mengkonsumsi nasi. Tetapi daging

babi dan darah diharamkan karena membawa pengaruh yang amat buruk.

Menurut hukum Islam, secara garis besar perkara (benda) haram

terbagi men-jadi dua, haram li-zatih dan haram li-gairih. Kelompok

pertama, subtansi benda tersebut diharamkan; sedangkan yang kedua,

subtansi bendanya halal (tidak haram) namun cara penanganan atau


1
Ali Hasan, Manajemen Bisnis Syariah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2009), h.201

2
Syeikh Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Kaidah-Kaidah Hukum Islam
dalam Kemaslahatan Manusia, (Bandung Nusa Media, 2011), h 470

4
3
memperolehnya tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Dengan demikian, benda

haram jenis kedua terbagi dua. Pertama, bendanya halal tapi cara penangananya

tidak dibenarkan oleh ajaran Islam; misalnya kambing yang tidak dipotong secara

syar‟i, sedangkan yang kedua, bendanya halal tapi diperoleh dengan jalan atau

cara yang dilarang oleh agama, misalnya hasil korupsi, menipu dan sebagainya.

Mengenai benda haram ini di jelaskan, antara lain dalam firman Allah.4

Barang yang haram karena sifat-sifatnya atau sebab memperolehnya atau

oleh sebab keduanya, tidak dapat dihalalkan lagi. Sebaliknya barang yang telah

halal karena sifat-sifatnya, maka tidak dapat diharamkan kecuali berdasarkan cara

(sebab) memperolehnya.5

Produk halal menjelaskan bahawa produk halal adalah Produk yang telah
dinyatakan halal sesuai dengan syariat.6 Menurut Pasal 1 Angka 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan
bahwa :
“Panganan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan

yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut

bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong

lainnya termasuk bahan pangan yang di olah melalui proses rekayasa genetik dan

iridasi pangan, dan yang pengelolaanya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum

agama Islam”.

3
Tim Penyusun, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta : Erlangga
2011). h. 948

4
Ibid h. 949

5
Syeikh Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Kaidah-Kaidah Hukum h. 75

6
Pasal 1 undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tetang Produk halal
5
Setiap musim meyakini bahwa Islam adalah salah satu agama yang

membawa petunjuk kebaikan bagi umat manusia. Islam memberikan petunjuk

kepada manusia dalam setiap kehidupannya termasuk dalam hal makanan.

Seorang Muslim harus memakan makanan yang sehat dan halal.7

Allah SWT, berfirman dalam QS. Al-A‟raf: 157 :

Artinya : “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al-A‟raf: 157).8

Halal adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan


9
mendapatkan siksaan. Kehalalan untuk melakukan atau memakan sesuatu telah
10
ditetapkan secara jelas dalam nash Al-Quran dan hadis Rasulullah Saw. Halal

dapat ditinjau dari segi pandangan hukum dan thayyib yaitu yang melekat pada

materi (Produk). Oleh karena itu halal harus mencakup dua aspek, yaitu halal

secara lahiriah dan batiniah. Halal secara lahiriah dikaitkan dengan yang dapat

diketahui dengan panca indera, khususnya penglihatan, penciuman dan

pendengaran. Menyangkut status kesehatan, pemeriksaan laboratorium dan lain-

lain. Di samping itu, peralatan yang dipergunakan pada proses pembuatan produk

tersebut tidak digunakan juga untuk mengolah suatu bahan yang haram. Jenis

bahan baku, pekerja dan teknik mengerjakan harus memenuhi kriteria halal.

7
F.M Nashshar, Antara Halal Dan Haram,(Bandung : Angkasa 2013), h. 10
8
Al-Quran dan Terjamahannya
9
Sopan, Sertifikatsi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi Atas Fatwa Halal MUI Terhadap Produk
Makanan, Obat Obatan Dan Kosmetik, (Jakarta: GP perss, 2013), h. 13
10
Enizar “Hadis Ekonomi” (Jakarta : Rajawali Pers, 2013) h. 109
6
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

halal, dijelaskan bahwa produk merupakan barang dan/ jasa yang terkait dengan

makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk

rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau

dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan pengertian produk halal adalah

produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat Islam.

B. Dasar Hukum Produk Halal

Pada dasarnya semua bahan yang berasal dari hewan, tumbuhan, tanaman

atau bahan tambahan yang diperoleh melalui proses kimia yang digunakan untuk

memproduksi makanan, minuman, obat, kosmotika dan produk lainnya adalah

halal kecuali bahan yang dilarang oleh syari’at Islam. Seperti yang terkandung

dalam QS. Al-A‟raf: 157 :

Artinya : “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan


mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al-A‟raf:
157). 11

Dan Hadist Nabi Muhammad SAW yang mengatakan :

11
Al-Qur’an dan Terjemahannya
7
Artinya : “Dari Abu Abdillah Nu‟man bin Basyir r.a,”Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, „Sesungguhnya yang halal itu jelas dan
yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara
yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak.
Maka, barang siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang
terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam
perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang
menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang
dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan
memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan
larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa
dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah
seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa dia adalah hati” 12

Halal adalah sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan

mendapatkan siksaan.13 Kehalalan untuk melakukan atau memakan sesuatu telah

ditetapkan secara jelas dalam nash Al-Quran dan hadis Rasulullah Saw.14 Halal

dapat ditinjau dari segi pandangan hukum dan thayyib yaitu yang melekat pada

materi (Produk). Oleh karena itu halal harus mencakup dua aspek, yaitu halal

secara lahiriah dan batiniah. Halal secara lahiriah dikaitkan dengan yang dapat

diketahui dengan panca indera, khususnya penglihatan, penciuman dan

12
Abu Isa Muhammad bin Isya at-Tirmidzi, Ensiklopedia Hadits 6 : Jami‟ at-Tirmidzi, (Jakarta : Almahira,
2013), h. 428

13
Sopan, Sertifikatsi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi Atas Fatwa Halal MUI Terhadap Produk Makanan,
Obat Obatan Dan Kosmetik, (Jakarta: GP perss, 2013), h. 13

14
Enizar “Hadis Ekonomi” (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), h. 109
8
pendengaran. Menyangkut status kesehatan, pemeriksaan laboratorium dan lain-

lain. Di samping itu, peralatan yang dipergunakan pada proses pembuatan produk

tersebut tidak digunakan juga untuk mengolah suatu bahan yang haram. Jenis

bahan baku, pekerja dan teknik mengerjakan harus memenuhi kriteria halal.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

halal, dijelaskan bahwa produk merupakan barang dan/ jasa yang terkait dengan

makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk

rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau

dimanfaatkan oleh masyarakat.

Halal merupakan istilah dari bahasa Arab yang artinya diperbolehkan,

legal, dan sesuai hukum Islam atau syariah. Jika dikaitkan dengan produk

farmasetik, makanan, dan minuman, maka halal dapat dimaknai sebagai produk

farmasetik, makanan atau minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh

seorang muslim. 15 Aturan syariah memperbolehkan setiap orang untuk makan dan

minum atau mengkonsumsi segala sesuatu, termasuk produk farmasetik, yang

disukai sepanjang produk tersebut tidak bersifat haram.

Berikut berbagai aturan tentang kehalalan dan keharaman suatu produk :

1. segala sesuatu pada dasarnya adalah diperbolehkan, dengan beberapa

pengecualian yang dilarang secara khusus.

2. mengahalalkan dan mengharamkan suatu produk apapun merupakan hak

Allah SWT semata.

3. mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram serupa dengan


15
Abdul Rohman, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),
hal. 1.
9
syirik (mensekutukan Allah SWT).

4. alasan mendasar diharamkannya segala sesuatu adalah timbulnya keburukan

dan bahaya.

5. pada yang halal terdapat sesuatu yang bisa menghindarkan dari yang haram.

Allah SWT hanya melarang segala sesuatu yang diperlukan dengan

menggantinya dengan sesuatu pilihan yang lebih baik.

6. apapun yang membawa ke produk non-halal adalah tidak diperbolehkan.

7. bersiasat atas produk yang non-halal adalah tidak dibenarkan.

8. niat yang baik tidak dapat membenarkan yang haram.

9. menjauhkan diri dari sesuatu atau produk yang syubhat (meragukan) adalah

dianjurkan karena takut terjatuh pada produk yang non-halal.

10. tidak ada memilah-milah terhadap suatu produk non halal. 16

Sedangkan menurut UU JPH, produk halal adalah produk yang telah

dinyatakan halal sesuai syariat Islam dan jaminan produk halal adalah kepastian

hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.

Sedangkan di dalam Al-Qurán ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang

diharamkan adalah bangkai, darah, babi, dan daging hewan yang disembelih

dengan menyebut nama selain Allah SWT, serta Khamr atau minuman yang

memabukkan.17 Sebenarnya apa yang diharamkan Allah SWT untuk dimakan

jumlahnya sangat sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka bumi ini pada

16
Ibid, hal. 2-3

17
“Kewajiban Mengkonsumsi Makanan Halal”, (http:// www.halalmui.org/
newMUI/index.php/main / go_to_ section/14/39/page/1, diakses 20 Maret 2014).

10
dasarnya adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan

Hadits. Jadi secara umum dapat diartikan bahwa produk halal adalah produk yang

memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam yaitu :

1. tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

2. tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan yang

berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran, dan lain sebagainya.

3. semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara

syariat Islam.

4. semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, dan

transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan

untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus

dibersihkan dengan tata cara yang diatur dalam syariat Islam semua makanan

yang tidak mengandung khamr. 18

Namun perkembangan teknologi telah menciptakan

aneka produk olahan yang kehalalannya diragukan. Banyak dari bahan-bahan

haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan, atau

bahan penolong pada berbagai produk olahan, karena dianggap lebih ekonomis.

Akibatnya kehalalan dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena

bercampur aduk dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini

menyebabkan berbagai macam produk olahan menjadi syubhat atau meragukan

dan tidak jelas status kehalalannya.19

18
Ahmad Yusro Arifin, “Urgensi Sertifikasi Halal Bagi Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Skripsi,
Fakultas Hukum, Universitas Islam Insonesia, 2011, hal. 19-20.

19
Ibid.
11
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Komisi Fatwa MUI

menyimpulkan bahwa semua produk olahan pada dasarnya adalah syubhat. Oleh

karena itu diperlukan kajian dan penelaahan sebelum menetapkan status halal atau

haramnya suatu produk. Hal ini dilakukan untuk melindungi umat Islam dalam

mengkonsumsi suatu produk.20

C. Prosedur Menjadi Produk Halal

Dalam Proses pengelolaan produk halal yang diatur dalam fatwa Majelis

Ulama Indonesia Nomor 4 tahun 2003 Tentang Standardisasi fatwa halal adalah

sebagai berikut :

a. Khamr

1) Khamr adalah setiap yang memabukkan, baik berupa minuman, makanan

maupun lainnya. Hukumnya adalah haram

2) Minuman yang termasuk dalam kategori khamr adalah minuman yang

mengandung ethanol (C2H5OH) minimal 1%.

3) Minuman yang termasuk dalam kategori khamr adalah najis.

4) Minuman yang mengandung ethanol di bawah 1% sebagai hasil fermentasi

yang direkayasa adalah haram atas dasar ‫ة‬J ‫د الذريع‬JJ‫( س‬preventif), tapi tidak

najis.

5) Minuman keras yang dibuat dari air perasan tape dengan kandungan ethanol

minimal 1% termasuk kategori khamr.

6) Tape dan air tape tidak termasuk khamr, kecuali apabila memabukkan.

20
Ibid.
12
b. Ethanol, fulse oil, ragi, dan cuka

1. Ethanol yang merupakan senyawa murni yang bukan berasal dari industri

khamr adalah suci.

2. Penggunaan ethanol yang merupakan senyawa murni yang bukan berasal

dari industri khamr untuk proses produksi industri pangan hukumnya :

a) Mubah, apabila dalam hasil produk akhirnya tidak terdeteksi.

b) Haram, apabila dalam hasil produk akhirnya masih terdeteksi.

c) Penggunaan ethanol yang merupakan senyawa murni yang berasal dari

industri khamr untuk proses produksi industri hukumnya haram.

d) Fusel oil yang bukan berasal dari khamr adalah halal dan suci.

e) Fusel oil yang berasal dari khamr adalah haram dan najis.

f) Komponen yang dipisahkan secara fsik dari fusel oil yang berasal dari

khamr hukumnya haram.

g) Komponen yang dipisahkan secara fsik dari fusel oil yang berasal dari

khamr dan direaksikan secara kimiawi sehingga berubah menjadi

senyawa baru hukumnya halal dan suci.

h) Cuka yang berasal dari khamr baik terjadi dengan sendirinya maupun

melalui rekayasa, hukumnya halal dan suci.

i) Ragi yang dipisahkan dari proses pembuatan khamr setelah dicuci

sehingga hilang rasa, bau dan warna khamrnya, hukumnya halal dan

suci.

c. Pemotongan hewan

13
1. Penyembelih adalah orang yang beragama Islam dan akil balig.

2. Cara penyembelihan adalah sah apabila dilakukan dengan cara :

a) Membaca basmalah saat menyembelih

b) Alat (perkakas) menyembelih, yaitu semua barang tajam, melukakan,

besi, bambu, atau lain-lainnya kecuali gigi dan kuku, begitu juga segala

macam tulang.

c) Memotong sekaligus sampai putus saluran per-nafasan/ tenggorokan

(hulqum), saluran makanan (mari‟), dan kedua urat nadi (wadajain);

dan

d) Pada saat penyembelihan, hewan tersebut harus masih hidup.

3. Pada dasarnya pemingsanan hewan (stunning) hukumnya boleh dengan

syarat : tidak menyakiti hewan yang bersangkutan dan sesudah di-stunning

statusnya masih hidup (hayat mustaqirrah).

4) Pemingsanan secara mekanik, dengan listrik, secara kimiawi ataupun cara

lain yang dianggap menyakiti hewan, hukumnya tidak boleh.

d. Penggunaan nama dan bahan

1) Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-

simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

2) Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-

simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama

benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang

telah mentradisi („urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang

diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

14
3) Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi

komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour)

benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi,

bacon flavour, dll.

4) Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-

nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer,

dan lain-lain. 21

Standard Operating Procedure Halal (SOP Halal)

Kebijakan-kebijakan perusahaan tentang produksi halal secara

operasional dirumuskan dalam Prosedur Pelaksanaan Baku (SOP). SOP tersebut

menguraikan hal-hal atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh bagian

operasional sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalnya SOP untuk R&D

menguraikan prosedur perubahan formula, penggantian bahan, dan pengembangan

produk. SOP untuk bagian purchasing akan menjelaskan ketentuan tentang

penentuan supplier, penggantian supplier, dan syarat-syarat kelengkapan order

bahan, dsb. SOP untuk bagian QA/QC menguraikan tentang prosedur penggunaan

bahan barn, dst.

Adapun aplikasi Proses Produksi Pangan Halal yakni :

Proses Produksi Halal Untuk RPH (Rumah Potong Hewan) :

Pokok-pokok Standar Operating Procedure (SOP) :

a) Pra Penyembelihan.

• Kandang hewan yang halal disembelih harus dijauhkan dari kandang

21
Tim penyusun, Himpunan Fatwa MUI., h. 700
15
hewan-hewan haram.

• Ruang Pemotongan harus dipisah antara hewan halal dan hewan haram.

• Alat yang digunakan untuk menyembelih hanya digunakan untuk

menyembelih hewan halal saja.

b) Proses penyembelihan

• Harus dipastikan bahwa yang melakukan penyembelihan adalah seorang

muslim.

• Hendaklah sebelum menyembelih membaca basmalah.

• Pisau yang digunakan menyembelih harus tajam

• Hewan yang disembelih hewan yang masih hidup.

• Bila menggunakan pemingsanan harus dipastikan hewan tidak mati.

• Penyembelihan dipastikan telah memutus saluran nafas, saluran cerna, dan

jalan darah.

• Hendaklah melakukan satu kali sembelih (tidak mengangkat pisau ketika

menyembelih).

c) Pasca Penyembelihan

• Tidak melakukan pengulitan sebelum hewan dipastikan telah mati.

• Pada proses pengulitan, pemotongan daging dan pengepakan ruangan harus

dipisahkan dari kontaminasi hewan haram (Babi).

• Wadah pengemas dan ruangan penyimpanan tidak dicampurkan dengan

ruang penyimpanan untuk daging hewan haram.

• Pada proses pendistribusian harus dipisahkan antara daging dari hewan halal

dan haram (Babi).

16
Proses Produksi Halal dalam Industri Pengolahan dan Rumah Makan

Pokok-pokok Standar operating Procedure (SOP) :

a) Perencanaan.

• Bagian R & D menyusun formula baik formula baru maupun

pengembangan.

• Dalam menyusun formula ditetapkan bagan alir proses.

• Berkoordinasi dengan komite halal menentukan titik kendali kritis baik

menyangkut bahan maupun proses.

• Bila ada hal-hal yang tidak diketahui, pihak auditor internal halal melakukan

koordinasi dengan LPPOM MUI.

• Semua bahan-bahan yang akan diuji cobakan harus dipastikan telah

halal.Peralatan yang digunakan untuk uji coba produk halal dipisahkan

dengan produk non halal, bila perusahaan tidak hanya memproduksi bahan

halal saja.

b) Pengadaan Bahan Baku Setelah ditetapkan bahan baku yang

direkomendasikan oleh bagian R&D bagian pembelian akan melakukan

pemesanan.Ketetuan dalam pemesanan sebagai berikut.

• Bahan-bahan yang dipesan adalah bahan-bahan yang telah memenuhi

persyaratan halal.

• Setiap bahan yang dipesan harus dimintakan dokumen halal (spesifikasi asal

usul bahan dan sertifikat halal)

• Setiap penggantian bahan atau suplier harus dipastikan bahwa bahan

pengganti telah jelas kehalalannya dengan menyertakan dokumen halal dari

17
bahan yang bersangkutan.

• Setiap bahan baku harus terdokumentasi nama produsen dan supplier.

c) Tahap Proses Produksi

• Bila ada Produksi non sertifikasi halal harus dipisahkan dari produksi

bersertifikasi hahal.

• Area produksi harus dihindarkan dari masuknya kontaminan najis ke dalam

proses.

d) Tahap Penyimpanan dan Pengangkutan.

• Gudang bahan baku dibuat terpisah dari gudang bahan jadi.

• Bahan baku untuk produksi halal harus dipisah dari bahan baku produksi

non halal.

• Bahan jadi produk halal harus dipisahkan dari bahan jadi produk non halal.

• Proses pengangkutan produk halal harus diatur sedemikian rupa sehingga

tidak terkontaminasi dengan produk haram atau najis. 22

22
Anwar, Ali (2007). Tinjauan Islam terhadap Makanan dan Minuman. Tersedia di
http://www.unpas.ac.id/file:///D:/aims/pangan%20halal/pangan%20dalam%20pandangan%20islam.htm.
Diakses 6 Desember 2007
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat tarik kesimpulan bahwa Produk

Halal artinya adalah aman, bersih, berkualitas, dan bergizi untuk segala objek atau

kegiatan yang di izinkan untuk dipergunakan atau dilaksanakan, sesuai dengan

syariat agama Islam.

Sebagai khalifah di bumi, manusia harus bisa menjaga sumber daya

produksi agar tidak menimbulkan kerusakan bagi masyarakat, makhuk hidup

lainnya maupun alam itu sendiri. Memperhatikan Maqashid syariah dalam etika

memproduksi merupakan keharusan bagi umat muslim agar tercapai tujuan

mashlahah.

B. Saran

Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari

koreksi para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini

sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini akan

menjadi lebih sempurna dan baik untuk dikonsumsi otak kita.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya

Anwar, Ali, 2007. Tinjauan Islam terhadap Makanan dan Minuman. Tersedia di
http://www.unpas.ac.id/file:///D:/aims/pangan%20halal/pangan
%20dalam%20pandangan%20islam.htm. Diakses 6 Desember 2007

Arifin, Ahmad Yusro, “Urgensi Sertifikasi Halal Bagi Upaya Perlindungan


Konsumen di Indonesia”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Islam
Insonesia, 2011

At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isya, Ensiklopedia Hadits 6 : Jami‟ at-
Tirmidzi, Jakarta : Almahira, 2013

Enizar “Hadis Ekonomi”, Jakarta : Rajawali Pers, 2013

Hasan, Ali, Manajemen Bisnis Syariah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2009

“Kewajiban Mengkonsumsi Makanan Halal”, (http:// www.halalmui.org/


newMUI/index.php/main / go_to_ section/14/39/page/1, diakses 20
Maret 2014).

Nashshar, F.M, Antara Halal Dan Haram, Bandung : Angkasa 2013

Pasal 1 undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tetang Produk


halal

Rohman, Abdul, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2012

Salam, Syeikh Izzuddin Ibnu Abdis, Kaidah-Kaidah Hukum.

Salam, Syeikh Izzuddin Ibnu Abdis, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam


Kemaslahatan Manusia, Bandung Nusa Media, 2011

Sopan, Sertifikatsi Halal Majelis Ulama Indonesia Studi Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan, Obat Obatan Dan Kosmetik, Jakarta: GP
perss, 2013

Tim Penyusun, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975,


Jakarta : Erlangga 2011

20

You might also like