Paper Paud Inklusi

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

PAPER PAUD INKLUSI

ANALISIS HAMBATAN DAN SOLUSI UNTUK MENGEMBANGKAN


KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU DI SLB NEGERI BRANJANGAN
Sabrina Zakiyatul Mahsunah, Nadia Aura Azkiyah, Aulia Friandita
Islamiah, Nur Ainiya, Shillana Amalina
Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember
e-mail: sabrinazm19@gmail.com, araruarnadia@gmail.com,
auliafriandita84@gmail.com, nurainiya03@gmail.com,
shillanaamalina@gmail.com
Abstract

This study aims to describe the obstacles or problems in deaf children and the
solutions used in these problems as well as methods of developing communication
in deaf children. This type of research is a qualitative research. The research
subject in this study was one of the teachers who taught deaf children at the
elementary school level (SDLB-B) in the Branjangan State SLB, Bintoro Village,
Patrang District, Jember Regency. The data collection technique used is by
interview. This research is based on the author's curiosity about what obstacles or
problems are faced by deaf children, and the solutions used by teachers when
facing these obstacles or problems. The first problem is that it is difficult to
understand abstract words such as the word "Allah", designating places such as
there and other abstract words that are difficult for children to understand, and
deaf children who have difficulty pronouncing words clearly. Deaf children have
a lack of vocabulary, because at home parents find it difficult to teach children to
speak and sometimes children are also lazy to speak at home. Deaf children also
need to repeat words when explaining learning, therefore the learning model must
be "face to face", and use total communication language by providing
understanding and cues. The obstacles are that children often do not go to school,
do not do assignments, and parents do not support them. The solution to the above
problems is with a special program, namely BKPBI (Communication, Perception,
Sound and Rhythm Development), and evaluating parents how far their child's
development has gone.

Keywords: deaf child, obstacles, solution.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang hambatan atau


permasalahan pada anak tunarungu dan solusi yang digunakan dalam
permasalahan tersebut serta metode pengembangan komunikasi pada anak
tunarungu. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian
dalam penelitian ini adalah salah satu guru yang mengajar anak tunarungu pada
jenjang Sekolah Dasar (SDLB-B) di SLB Negeri Branjangan Kelurahan Bintoro,
Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan wawancara. Penelitian ini didasarkan pada rasa
keingintahuan penulis terhadap hambatan atau permasalahan apa saja yang
dihadapi oleh anak tunarungu, dan solusi yang digunakan guru ketika menghadapi
hambatan atau permasalahan tersebut. Permasalahan yang pertama yaitu sulit
memahami kata-kata abstrak seperti kata “Allah”, penunjukan tempat misalnya
disana dan kata-kata abstrak lainnya yang sulit dipahami oleh anak, serta anak
tunarungu sulit mengucapkan kata dengan jelas. Anak tunarungu memiliki
kekurangan kosakata, karena ketika dirumah orang tua sulit mengajari anak untuk
berbicara dan terkadang anak juga malas berbicara kettika dirumah. Anak
tunarungu juga perlu pengulangan kata saat menjelaskan pembelajaran, oleh karna
itu model pembelajaran harus “face to face”, dan menggunakan bahasa
komunikasi total dengan cara memberikan pemahaman dan isyarat. Hambatannya
yaitu anak sering tidak masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas, dan orangtua
yang tidak mendukung. Solusi dari permasalahan diatas adalah dengan program
khusus yaitu BKPBI (Bina Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama), dan
mengevaluasi orangtua sudah sejauh mana perkembangan anaknya.

Kata Kunci: anak tunarungu, hambatan, solusi.

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan paling utama bagi manusia


untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Semua manusia pasti dan berhak
mendapatkan pendidikan. Seperti yang terdapat dalam Undang-undang Dasar
1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan”. Tidak terkecuali untuk anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus. Hal tersebut terdapat dalam Undang-undang No. 23 Pasal
51 Tahun 2002 yaitu “anak berkelainan fisik dan/ mental diberikan kesempatan
yang sama dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan
luar biasa”. 1

Anak berkebutuhan khusus bisa mendapatkan pendidikan di sekolah


reguler yang menerapkan pendidikan inklusif maupun di sekolah luar biasa.
1
Ina Agustina, “Analisis Interaksi Sosial Siswa Tunarungu di Sekolah Dasar Penyelenggara
Pendidikan Inklusi”, Edustream: Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. IV, No. 1 (Mei 2020), 29.
Pendidikan inklusif menurut Permendiknas RI No. 70 Tahun 2009, yaitu sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ bakat
istimewa, untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama dengan peserta didik pada umumnya. Sekolah inklusif
adalah sekolah reguler yang menampung semua peserta didik dari latar belakang
yang berbeda di kelas yang sama. Sekolah ini juga menyediakan program
pendidikan yang layak dan disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan setiap
peserta didik.2 Hal ini juga sejalan dengan Pernyataan Salamanca tentang
Pendidikan Inklusi (The Salamnca Statement on Inclusive Education) Tahun
1994, yaitu sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah media yang paling
efektif untuk memerangi diskriminasi, menciptakan komunitas yang ramah,
membangun suatu masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk
semua.3

Sedangkan Sekolah Luar Biasa adalah lembaga pendidikan yang


diselenggarakan secara khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental
sosial, atau yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sekolah Luar
Biasa menyelenggarakan pendidikan untuk peserta didik dengan kebutuhan
khusus seperti tunanetra, tunarungu dan tunawicara, tunadaksa, tunalaras,
tunaganda, tunagrahita, dan autis. 4

Dalam lembaga Sekolah Luar Biasa (SLB), terdapat berbagai macam kelas
sesuai dengan hambatan yang dimiliki oleh peserta didik. Salah satunya yaitu
SLB-B untuk anak dengan hambatan pendengaran atau tunarungu. Menurut
Somantri, tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan terutama melalu indera pendengarannya. Anak tunarungu dapat

2
Imam Yuwono dan Utomo, Pendidikan Inklusi, (Yogyakarta: Deepublish, 2021), 3.
3
Zulkifli Sidiq, “Pendidikan Inklusif Suatu Strategi Menuju Pendidikan untuk Semua”,
Bandung: Univeritas Pendidikan Indonesia, 10.
4
Fauziah Nasution, dkk, “Pengertian Pendidikan, Sistem Pendidikan Sekolah Luar Biasa, dan
Jenis-Jenis Sekolah Luar Biasa”, Jurnal Edukasi Nonformal, Vol. 3, No. 2 (2022), 422.
mengalami gangguan pendengaran ringan, sedang, maupun berat, dan hal tersebut
berdampak pada pendidikan anak sehingga membutuhkan layanan pendidikan
khusus. Menurut Diamond dan Hopson, mereka menjelaskan bahwa meskipun
anak dengan pendengaran berat, mereka tetap memiliki kemampuan kognitif yang
sama untuk belajar bahasa seperti pendengaran teman sebayanya. 5

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara dalam metode


kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 29 Mei 2023,
tepatnya di SLB Negeri Branjangan Kelurahan Bintoro Kecamatan Patrang
Kabupaten Jember. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang
menerapkan pendidikan inklusi di kabupaten Jember. Sumber data diperoleh dari
Ibu Dewi Sri Adriyani yaitu salah satu guru yang mengajar pada SLB Kelompok
B atau khusus tunarungu pada jenjang Sekolah Dasar (SD).

Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada


narasumber, diantaranya yaitu hambatan atau permasalahan apa saja yang terjadi
pada anak tunarungu di SLB Negeri Branjangan, solusi yang digunakan untuk
mengatasi hambatan atau permasalahan tersebut, serta metode yang digunakan
dalam pengembangan komunikasi anak tunarungu.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hambatan atau Permasalahan yang Terjadi di SLB Negeri Branjangan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, hambatan atau


permasalahan yang terjadi di SLB Negeri Branjangan diantaranya yaitu anak
dengan hambatan pendengaran atau anak tunarungu, sulit untuk memahami kata-
kata abstrak. Misalnya, kata “Allah”, penunjukan kata tempat seperti disana,
disitu, dan kata abstrak lainnya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), abstrak yaitu tidak berwujud dan tidak berbentuk. Jika kita sudah
mendengar kata tertentu yang sebenarnya sudah familiar, tapi tidak bisa

5
Ina Agustina, “Analisis Interaksi Sosial Siswa Tunarungu di Sekolah Dasar Penyelenggara
Pendidikan Inklusi”..., 29.
menemukan wujud dan bentuknya, maka kata tersebut merupakan contoh dari
kata abstrak.6

Yang kedua yaitu anak tunarungu kekurangan kosakata atau bahasa.


Karena orangtua sulit mengajari anak untuk berbicara. Selain itu, anak juga malas
berbicara ketika dirumah dan malas ketika diajari oleh orangtua. Misalnya, guru
memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah, lalu tugas tersebut dibiarkan.
Padahal waktu anak lebih banyak digunakan dirumah daripada di sekolah. Apabila
hal tersebut dibiarkan terus-menerus, maka anak akan sulit berkembang. Anak
tunarungu tidak mampu berkomunikasi dengan baik dikarenakan minimnya
kosakata yang dimiliki atau yang didapatkan oleh anak tersebut. Kosakata maupun
perbendaharaan kata sangat diperlukan dalam komunikasi bahasa dengan orang
lain. Kemampuan bahasa yang digunakan seseorang juga terkait dengan sedikit-
banyaknya kosakata maupun perbendaharaan kata yang dimilikinya. Seseorang
yang tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup, maka akan kesulitan dalam
melakukan komunikasi atau berbicara dengan orang lain. Hubungan antara
keterampilan berbahasa dengan penguasaan kosakata memiliki peranan yang
sangat penting. Semakin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, semakin baik
juga keterampilan berbahasanya. Dengan demikian, penguasaan kosakata yang
baik dapat memperlancar komunikasi. 7

Yang ketiga yaitu perlu pengulangan kata-kata. Guru yang mengajar anak
tunarungu perlu lebih lama lagi untuk mengulangi kata-kata atau kalimat yang
diucapkan. Agar anak tersebut mampu memahami kata-kata atau kalimat yang
disampaikan oleh gurunya. Cara pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
anak tunarungu yaitu memerlukan pengulangan agar dapat menguasai materi
dengan baik. Pernyataan ini sesuai dengan Hukum Latihan pada Teori Belajar
Thorhndiki dalam Suprihatiningrum yang menyatakan bahwa, semakin sering

6
Putri Khairana, “Menemukan Kata-kata Konkret Puisi dan Kata Abstrak dalam Sebuah
Paragraf”, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Dalam
https://www.studocu.com/id/document/universitas-syiah-kuala/pengembangan-media-
pembelajaran-bahasa-dan-sastra/menemukan-kata-kata-konkret-puisi-dan-kata-abstrak-dalam-
sebuah-paragraf/33625925/diakses 12 Juni 2022.
7
Puput Noviawati, “Mengembangkan Penguasaan Kosakata pada Anak Tunarungu (Studi
Kasus Menggunakan Media Swishmax)”, (Skripsi—Universitas Negeri Semarang, 2017), 4.
tingkah laku diulang atau dilatih ataupun digunakan, maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat. Semakin sering diulang, maka materi pembelajaran akan semakin
dikuasai. 8 Pengulangan kata-kata dalam pembelajaran ini sejalan dengan hasil
penelitian Toe dan Paatsch (2010) bahwa anak tunarungu membutuhkan
pengulangan kata untuk memahami pertanyaan atau pembelajaran yang diberikan.
Pengulangan ini memungkinkan anak untuk mencerna kosakata yang dimaksud. 9

Yang terakhir yaitu anak sering tidak masuk sekolah. Akibat dari hal
tersebut, maka anak tunarungu akan semakin sulit untuk berkembang. Menurut
Kartono (2020), ia mengemukakan bahwa perilaku membolos atau sering tidak
masuk sekolah berakibat pada dirinya sendiri dan bagi orang lain. Bagi dirinya
sendiri, maka ia akan ketinggalan pelajaran. Hal ini akan menyebabkan siswa
mengalami kegagalan dalam pelajaran, tidak naik kelas, nilainya jelek, dan
kegagalan lain di sekolah. Sedangkan bagi orang lain, terutama teman sekelasnya,
mereka akan terganggu dengan siswa yang membolos karena kemungkinan guru
akan menegur siswa yang membolos pada pertemuan selanjutnya sehingga
menyita waktu pembelajaran. Guru juga akan menjelaskan kembali materi
pembelajaran yang sudah diajarkan pada pertemuan sebelumnya apabila ada anak
yang belum paham. 10

Solusi yang Diberikan Terhadap Hambatan dan Permasalahan yang Terjadi

Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, solusi yang
diberikan dari beberapa hambatan atau permasalahan diatas yaitu memberikan
evaluasi kepada orangtua dari anak berkebutuhan khusus tersebut. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara memberi informasi kepada orangtua bahwa sejauh mana
kemampuan anak mereka sudah berkembang. Dan evaluasi ini biasanya dilakukan
8
Okki Cah Yusuf, “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap
Pemahaman Kosakata Bahasa Indonesia Anak Tunarungu Kelas I di SDLB”, Jurnal Pendidikan
Khusus, 10.
9
Maria Helena G, dkk, “Pola Komunikasi Anak Usia Dini Tunarungu Bukan Bawaan”, Nusa
Tenggara Timur : Universitas Nusa Cendana. Dalam
https://www.researchgate.net/profile/Indra_Kiling/publication/324007126_Pola_komunikasi_anak
_usia_dini_tunarungu_bukan_bawaan/links/5b04ea4f4585154aeb080033/Pola-komunikasi-anak-
usia-dini-tunarungu-bukan-bawaan.pdf?origin=publication_detail
10
Siti Ma’rifah Setiawati, “Perilaku Membolos: Penyebab, Dampak, dan Solusi”, Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Bimbingan dan Konseling, (2020), 103.
ketika kenaikan kelas atau pada saat pembagian rapor. Evaluasi yaitu suatu
tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. Kegiatan evaluasi dilakukan
oleh guru dengan tujuan untuk memperoleh kepastian mengenai keberhasilan
belajar siswa dan memberikan informasi kepada orangtua mengenai apa yang
telah diajarkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi harus dilakukan
secara sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan para siswa
yang dievaluasi. Hasil evaluasi ini, dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk
mengetahui kemajuan belajar anak, membimbing kegiatan belajar anak dirumah,
serta menentukan tindak lanjut pendidikan yang sesuai dengan kemampuan
anaknya. 11

Selain itu, solusi yang diberikan guru kepada orangtua yaitu orangtua
diberi tugas untuk menamai barang-barang yang ada dirumah, agar anak bisa
membaca tulisan tersebut dan memudahkan mereka mengenal barang-barang yang
ada di sekitar. Kemudian orang tua atau guru bisa memberikan reward kepada
anak agar mereka merasa dihargai dan bangga akan pencapaiannya. Menurut
Maria J. Wantah (2005), ia mengemukakan bahwa fungsi dari pemberian reward
diantaranya yaitu, yang pertama reward mempunyai nilai mendidik. Penghargaan
yang diberikan kepada anak menunjukkan bahwa perilaku yang dilakukan oleh
anak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Yang kedua, reward berfungsi
sebagai motivasi pada anak untuk mengulangi atau mempertahankan perilaku
yang disetujui secara sosial. Yang ketiga, reward berfungsi memperkuat perilaku
yang disetujui secara sosial. Apabila anak bertingkah laku sesuai yang diharapkan
secara berkesinambungan dan konsisten, ketika perilaku itu dihargai, anak akan
merasa bangga. 12

11
Ina Magdalena, dkk, “Pentingnya Evaluasi dalam Pembelajaran dan Akibat
Memanipulasinya”, Bintang: Jurnal Pendidikan dan Sains, Vol. 2, No. 2 (Agustus 2020), 248.
12
Rinda Puspita Dewi, “Penggunaan Punishment dan Reward untuk Mengurangi Perilaku
Hiperaktif pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas II di SlB Widya Mulia Pundong”, (Skripsi—
Universitas Negeri Yogyakarta, 2017), 13.
Pengembangan Komunikasi Anak Tunarungu

Komunikasi adalah kebutuhan dasar manusia untuk melakukan interaksi


antara orang satu dengan orang lain. Karena kehidupan kita tidak akan lepas dari
komunikasi satu sama lain, baik dalam hal yang penting maupun hal yang biasa.
Dalam berkomunikasi, hal yang penting yaitu pendengaran dan pengucapan harus
disampaikan jelas kepada lawan bicara. Dalam berinteraksi, indera yang paling
penting adalah pendengaran dan pengucapan, dengan begitu seseorang dapat
tersambung komunikasi yang jelas antara satu sama lain. Komunikasi merupakan
upaya penyampaian secara sadar dari manusia satu dengan manusia lainnya untuk
meyakinkan, memengaruhi dan mengukuhkan sikap dan perilaku sesuai kehendak
mereka.13

Komunikasi yang biasa kita gunakan yaitu komunukasi lisan. Sedangkan


bagi anak berkebutuhan khusus diperlukan adanya terapi terhadap hambatan yang
dialaminya. Anak yang memiliki hambatan pada pendengaran adalah anak
berkebutuhan khusus yang disebut tunarungu. Selain anak tunarungu ini
mempunyai hambatan pendengaran, ia juga memiliki kekurangan dalam
menggunakan kosakata bahasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, anak tunarungu ini perlu diberikan pendidikan khusus supaya dapat
mengetahui tentang kosakata bahasa agar dia dapat berinteraksi dengan orang lain
dengan baik. Melalui pendidikan inklusi inilah anak berkebutuhan khusus
mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keterbatasannya dan menangani
masalah dari hambatannya tersebut.14

Pendidikan inklusi di SLB Negeri Branjangan menyediakan metode


pembelajaran yang sesuai dengan hambatan perkembangan anak. Dalam
menangani permasalahan anak tunarungu, sekolah tersebut mempunyai program
khusus untuk pengembangan komunikasi anak tunarungu. Program khusus yang
dimaksud adalah program BKPBI (Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama),

13
Endang Suhartini, dkk, Optimalisasi Pelayanan Bina Komunikasi Melalui Program Persepsi
Bunyi dan Irama (BKPBI), untuk Anak yang Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SDLB Negeri
Jenangan Ponorogo”, Journal of Primary Education, Vol.1 No.1 (Juni 2021), 59.
program khusus ini diberikan kepada mereka yang memiliki hambatan
pendengaran di jenjang SDLB-B. Penerapan program Bina Komunikasi Persepsi
Bunyi dan Irama yang dilakukan peneliti di Sekolah Luar Biasa Negeri
Branjangan yaitu guru menyampaikan materi berupa latihan suara-suara dan
menghitung bunyi yang dilakukan oleh anak tunarungu. Usaha dilakukannya
program khusus ini agar anak tunarungu mampu berkomunikasi dengan baik
dengan temannya maupun lingkungan sekitarnya. Program khusus BKPBI ini
bermacam-macam, tergantung tingkat ketunarunguannya. Diantaranya yaitu
tunarungu dengan kategori ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Jika anak
tunarungu termasuk dalam kategori sangat berat yaitu lebih dari 100 dB, anak
tersebut biasanya sudah tidak bisa mendengar sama sekali dan sulit untuk
menangkap pembelajaran. Kecuali jika orangtua dari anak tersebut memberikan
les tambahan. Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan anak dan lebih
memfokuskan waktunya untuk anak. Kemungkinan anak tersebut akan lebih
mampu untuk memahami ucapan dari orang lain. Sedangkan jika anak tunarungu
termasuk dalam kategori ringan, anak akan lebih cepat menangkap pembelajaran
dibandingkan dengan kategori atau tingkatan yang lain. Karena anak tersebut
masih memiliki sisa pendengaran.

Program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) adalah


suatu pembinaan atau latihan yang dilakukan dengan sengaja maupun terprogram
sehingga dari pendengaran dan perasaan vibrasi (getaran) yang masih dimiliki
anak tunarungu tersebut dapat digunakan sebaik-baiknya untuk berinteraksi atau
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.15 Tujuan pengembangan komunikasi
dalam pendidikan inklusi anak tunarungu ini merupakan aspek penting dalam
kehidupannya terutama dalam hal berinteraksi dengan sesama manusia. Anak
dengan hambatan pendengaran diharapkan bisa berkomunikasi dengan baik dan
menggunakan bahasa yang benar, maka dari itu dalam program BKPBI
merupakan cara untuk mencapai suatu proses pembelajaran yang dapat dipahami

15
Weni Winarti, dkk, “Penerapan Pengembangan Komunikasi Persepi Bunyi dan Irama untuk
Meningkatkan Kemampuan Pengucapan Fonem /ng/ pada Anak dengan Hambatan Pendengaran
di SLBN B Kabupaten Garut”, Jurnal JASSI_anakku, Vol. 20 No. 2 (Desember 2019), 54.
oleh anak tunarungu. Program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama
(BKPBI) ini bertujuan agar anak tunarungu mampu memiliki dasar ucapan yang
baik dan benar, mampu membentuk bunyi bahasa (vocal dan konsonan) dalam
berkomunikasi dengan benar, memberikan pemahaman terhadap orang yang
diajak berbicara, memberikan keyakinan pada anak tunarungu bahwa bunyi suara
yang diproduksi dari alat bicaranya harus mempunyai makna, mampu mengoreksi
ucapannya yang salah, serta dapat membedakan ucapan yang satu dengan ucapan
yang lainnya.

Program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama mempunyai


beberapa tahapan dalam pelaksananannya:

1) Tahapan deteksi bunyi, yaitu kemampuan siswa untuk menyadari ada dan tidak
adanya bunyi, dengan menggunakan alat bantu mendengar maupun tidak
menggunakannya. Misalnya, anak dilatih dengan diperdengarkan bebagai bunyi.

2) Tahapan diskriminasi bunyi, yaitu kemampuan siswa mencari arah bunyi,


dalam membedakan berbagai macam sifat bunyi, membedakan sumber bunyi.

3) Tahapan identifikasi bunyi, yaitu kemampuan siswa dalam mengenal ciri-ciri


berbagai sumber dan sifat bunyi.

4) Tahapan komprehensi bunyi, yaitu gabungan dari ketiga tahapan diatas maka
dari itu pada tahap ini anak sudah mampu memahami dan mendeteksi berbagai
bahasa dan bunyi. 16

Terdapat dua jenis metode komunikasi yang digunakan di SLB Negeri


Branjangan pada anak dengan hambatan pendengaran atau tunarungu, yaitu
metode komunikasi total dan metode komunikasi bahasa isyarat. Metode
komunikasi total tidak lepas dari komunikasi bahasa isyarat, kedua metode ini
digunakan secara bersamaan agar anak tunarungu dapat memberikan bentuk
ekspresi komunikasi manusia pada umumnya. Metode komunikasi total yaitu

16
Endang Suhartini, dkk, “Optimalisasi Pelayanan Bina Komunikasi Melalui Program
Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), untuk Anak yang Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SDLB
Negeri Jenangan Ponorogo”..., 67.
metode untuk melatih anak tunarungu agar dapat berinteraksi dengan orang lain,
metode ini biasa digunakan dalam sehari-hari atau biasa disebut komunikasi lisan.
Dalam metode ini anak tunarungu dilatih untuk berbicara ketika berinteraksi
dengan orang lain, maka dibutuhkan banyak kosa kata yang harus dimilikinya.
Pelaksanaan metode ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pembentukan dan
pelatihan berbicara, membaca ujaran, serta latihan pendengaran.17 Sedangkan
metode komunikasi bahasa isyarat yaitu penerapannya dilakukan melalui gerakan
tangan (gestur) dan dipersepsi melalui alat penglihatan (visual). Dalam karya
Cratylus, ia menyatakan bahwa penggunaan bahasa isyarat diberikan kepada
seseorang yang mempunyai hambatan dalam berbicara dan juga pendengaran,
bahasa isyaratnya menggunakan tangan, kepala, dan tubuh. Sehingga dalam
metode komunikasi isyarat ini diharapkan guru bisa menggunakannya bersamaan
dengan metode komunikasi total.18 Berdasarkan penelitian yang diperoleh, bahwa
penerapan metode komunikasi yang digunakan oleh guru kelas SLB-B di SLB
Negeri Branjangan, yaitu dengan menggunakan komunikasi total dan komunikasi
isyarat serta memberikan pemahaman kata kata yang diucapkan oleh guru, seperti:
“siapa namamu?”, dan sebagainya.

Selain program khusus dan dua jenis metode komunikasi tersebut, proses
pembelajaran anak tunarungu di SLB Negeri Branjangan ini dilakukan dengan
tatap muka (face to face) untuk mempermudah anak memahami pengucapan guru
saat menyampaikan pembelajaran dan anak tunarungu ini ditempatkan di dekat
sumber pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru yaitu dengan pembelajaran face to face yaitu dengan
menempatkan anak tunarungu duduk di depan guru atau berhadapan dengan guru.
Dengan begitu anak tunarungu dapat membaca gerakan bibir atau ucapan yang
disampaikan oleh gurunya. Sehingga dalam menjelaskan materi terhadap anak
tunarungu, guru diharapkan dapat berbicara secara jelas, tidak terlalu cepat, dan
17
Endang Suhartini, dkk, “Optimalisasi Pelayanan Bina Komunikasi Melalui Program
Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), untuk Anak yang Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SDLB
Negeri Jenangan Ponorogo”..., 62.
18
Silva Tenrisara Isma, “Meneliti Bahasa Isyarat dalam Perspektif Variasi Bahasa, Artikel
Kongres Bahasa Indonesia, Oktober 2018, 1-2.
https://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/dokumen_makalah/dokumen_makalah_1540468871.pdf
juga harus sesuai dengan pelafalan hurufnya. 19 Dalam pembelajaran tersebut guru
memberikan pemahaman kosakata abstrak guna menambah kosakata bahasa anak.
Ketika melakukan proses penerimaan bahasa, anak tunarungu lebih
mengedepankan fungsi indra visual yaitu penglihatannya. Perkembangan
berbicara dan kemampuan bahasa anak tunarungu ini memerlukan bimbingan
secara khusus dan intensif yang menyesuaikan dengan sejauh mana kemampuan
dan taraf ketunarunguan anak.20

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara keseluruhan tentang


hambatan dan solusi untuk mengembangkan komunikasi anak tunarungu di SLB
Negeri Branjangan Jember dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hambatan atau permasalahan yang terjadi yaitu anak dengan hambatan


pendengaran atau anak tunarungu, sulit untuk memahami kata-kata abstrak.
Misalnya, kata “Allah”, penunjukan kata tempat seperti disana, disitu, dan
kata abstrak lainnya. Yang kedua yaitu anak tunarungu kekurangan kosakata
atau bahasa. Karena orangtua sulit mengajari anak untuk berbicara. Selain itu,
anak juga malas berbicara ketika dirumah dan malas ketika diajari oleh
orangtua. Misalnya, guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah, lalu
tugas tersebut dibiarkan. Padahal waktu anak lebih banyak digunakan
dirumah daripada di sekolah. Apabila hal tersebut dibiarkan terus-menerus,
maka anak akan sulit berkembang. Yang ketiga yaitu perlu pengulangan kata-
kata. Guru yang mengajar anak tunarungu perlu lebih lama lagi untuk
mengulangi kata-kata atau kalimat yang diucapkan. Agar anak tersebut
mampu memahami kata-kata atau kalimat yang disampaikan oleh gurunya.
Yang terakhir yaitu anak sering tidak masuk sekolah. Akibat dari hal tersebut,
maka anak tunarungu akan semakin sulit untuk berkembang.

Tati Hernawati, “Pendidian Anak Tunarungu”, Jurnal Pendidikan Luar Biasa, 2-3.
19

Anriani, Vivik, “Strategi Pembinaan Anak Tunarungu Dalam Pengembangan Interaksi


20

Sosial (Studi Kasus di SLB Negeri Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai)”, (Skripsi--UIN
Alauddin, Makassar, 2016), 57.
2. Solusi yang diberikan dari beberapa hambatan atau permasalahan diatas yaitu
memberikan evaluasi kepada orangtua dari anak berkebutuhan khusus
tersebut. Evaluasi ini dilakukan dengan cara memberi informasi kepada
orangtua bahwa sejauh mana kemampuan anak mereka sudah berkembang.
Dan evaluasi ini biasanya dilakukan ketika kenaikan kelas atau pada saat
pembagian rapor. Selain itu, solusi yang diberikan guru kepada orangtua yaitu
orangtua diberi tugas untuk menamai barang-barang yang ada dirumah, agar
anak bisa membaca tulisan tersebut dan memudahkan mereka mengenal
barang-barang yang ada di sekitar. Kemudian orang tua atau guru bisa
memberikan reward kepada anak agar mereka merasa dihargai dan bangga
akan pencapaiannya.
3. Dalam menangani permasalahan anak tunarungu, sekolah ini mempunyai
program khusus untuk pengembangan komunikasi anak tunarungu. Program
khusus yang dimaksud adalah program BKPBI (Bina Komunikasi Persepsi
Bunyi dan Irama), program khusus ini diberikan kepada mereka yang
memiliki hambatan pendengaran di jenjang SDLB-B. Penerapan program
Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama yang dilakukan peneliti di
Sekolah Luar Biasa Negeri Branjangan yaitu guru menyampaikan materi
berupa latihan suara-suara dan menghitung bunyi yang dilakukan oleh anak
tunarungu. Usaha dilakukannya program khusus ini agar anak tunarungu
mampu berkomunikasi dengan baik dengan temannya maupun lingkungan
sekitarnya. Terdapat dua jenis metode komunikasi yang digunakan di SLB
Negeri Branjangan pada anak dengan hambatan pendengaran atau tunarungu,
yaitu metode komunikasi total dan metode komunikasi bahasa isyarat.
Metode komunikasi total tidak lepas dari komunikasi bahasa isyarat, kedua
metode ini digunakan secara bersamaan agar anak tunarungu dapat
memberikan bentuk ekspresi komunikasi manusia pada umumnya. Selain
program khusus dan dua jenis metode komunikasi tersebut, proses
pembelajaran anak tunarungu di SLB Negeri Branjangan ini dilakukan
dengan tatap muka (face to face) untuk mempermudah anak memahami
pengucapan guru saat menyampaikan pembelajaran dan anak tunarungu
tersebut ditempatkan di dekat sumber pembelajaran yang disampaikan oleh
guru. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yaitu dengan
pembelajaran face to face yaitu dengan menempatkan anak tunarungu duduk
di depan guru atau berhadapan dengan guru.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara keseluruhan diatas,


penulis menyampaikan saran yang dapat dijadikan sebuah kontribusi untuk SLB
Negeri Branjangan, yaitu:

1. Sebaiknya guru dan orang tua harus selalu berkomunikasi tentang


perkembangan anak, khususnya dalam pemberian tugas yang diberikan oleh
guru untuk dikerjakan dirumah. Agar anak tersebut dapat berkembang tidak
hanya saat belajar di sekolah tetapi juga pada saat dirumah anak dapat
mengembangkan kemampuannya.
2. Dalam program Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), guru
dapat menggunakan lagu atau musik dengan bernyanyi untuk menambah
kosakata bahasa anak, dengan begitu anak tunarungu juga tidak merasa jenuh
dalam mengikuti pembelajaran. Dan juga berfungsi sebagai terapi untuk
mengoptimalkan sisa pendengaran dari anak tersebut.

Daftar Pustaka

Agustina, Ina. “Analisis Interaksi Sosial Siswa Tunarungu di Sekolah Dasar


Penyelenggara Pendidikan Inklusi”, Edustream: Jurnal Pendidikan Dasar,
Vol. IV, No. 1 Mei 2020.
Dewi, Rinda Puspita, Penggunaan Punishment dan Reward untuk Mengurangi
Perilaku Hiperaktif pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas II di SlB Widya
Mulia Pundong”. Skripsi-Universitas Negeri Yogyakarta, 2017.
Helena G, Maria, dkk. “Pola Komunikasi Anak Usia Dini Tunarungu Bukan
Bawaan”, Nusa Tenggara Timur : Universitas Nusa Cendana. Dalam
https://www.researchgate.net/profile/Indra_Kiling/publication/324007126
_Pola_komunikasi_anak_usia_dini_tunarungu_bukan_bawaan/links/5b04e
a4f4585154aeb080033/Pola-komunikasi-anak-usia-dini-tunarungu-bukan-
bawaan.pdf?origin=publication_detail
Hernawati, Tati, “Pendidian Anak Tunarungu”, Jurnal Pendidikan Luar Biasa.

Isma, Silva Tenrisara, “Meneliti Bahasa Isyarat dalam Perspektif Variasi Bahasa,
Artikel Kongres Bahasa Indonesia, Oktober 2018.
https://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/dokumen_makalah/dokumen_m
akalah_1540468871.pdf

Magdalena, Ina dkk. “Pentingnya Evaluasi dalam Pembelajaran dan Akibat


Memanipulasinya”, Bintang: Jurnal Pendidikan dan Sains, Vol. 2, No. 2
Agustus 2020.
Nasution Fauziah, dkk. “Pengertian Pendidikan, Sistem Pendidikan Sekolah Luar
Biasa, dan Jenis-Jenis Sekolah Luar Biasa”, Jurnal Edukasi Nonformal,
Vol. 3, No. 2 2022.
Noviawati, Puput, Mengembangkan Penguasaan Kosakata pada Anak Tunarungu
(Studi Kasus Menggunakan Media Swishmax). Skripsi-Universitas Negeri
Semarang, 2017.
Putri Khairana, “Menemukan Kata-kata Konkret Puisi dan Kata Abstrak dalam
Sebuah Paragraf”, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Dalam
https://www.studocu.com/id/document/universitas-syiah-
kuala/pengembangan-media-pembelajaran-bahasa-dan-sastra/menemukan-
kata-kata-konkret-puisi-dan-kata-abstrak-dalam-sebuah-
paragraf/33625925/diakses 12 Juni 2022

Setiawati, Siti Ma’rifah, “Perilaku Membolos: Penyebab, Dampak, dan Solusi”,


Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Bimbingan dan Konseling,
2020.
Sidiq, Zulkifli, “Pendidikan Inklusif Suatu Strategi Menuju Pendidikan untuk
Semua”, Bandung: Univeritas Pendidikan Indonesia, 10.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196010151
987101-
ZULKIFLI_SIDIQ/PENDIDIKAN_INKLUSIF_SUATU_STRATEGI_M
ENUJU_PENDIDIKAN_UNT__1_.pdf
Suhartini Endang, dkk. “Optimalisasi Pelayanan Bina Komunikasi Melalui
Program Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI), untuk Anak yang
Berkebutuhan Khusus Tunarungu di SDLB Negeri Jenangan Ponorogo”,
Journal of Primary Education, Vol.1 No.1 Juni 2021.
Vivik, Anriani, Strategi Pembinaan Anak Tunarungu Dalam Pengembangan
Interaksi Sosial (Studi Kasus di SLB Negeri Kecamatan Sinjai Utara
Kabupaten Sinjai), Skripsi-UIN Alauddin Makassar, 2016.
Winarti, Weni, dkk. “Penerapan Pengembangan Komunikasi Persepi Bunyi dan
Irama untuk Meningkatkan Kemampuan Pengucapan Fonem /ng/ pada
Anak dengan Hambatan Pendengaran di SLBN B Kabupaten Garut”,
Jurnal JASSI_anakku, Vol. 20 No. 2 Desember 2019.
Yusuf, Okki Cah. “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match
Terhadap Pemahaman Kosakata Bahasa Indonesia Anak Tunarungu
Kelas I di SDLB”, Jurnal Pendidikan Khusus.
Yuwono Imam, dan Utomo. Pendidikan Inklusi. Yogyakarta: Deepublish, 2021.

You might also like