Professional Documents
Culture Documents
1558-Article Text-3171-1-10-20161029
1558-Article Text-3171-1-10-20161029
1
Alumni Sosial Ekonomi Peternakan, Universitas Hasanuddin
2
Staf Pengajar Sosial Ekonomi Peternakan, Universitas Hasanuddin
E-mail: rezkiyudhaprawira267@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the operating revenue based scale broiler breeder
of different businesses in the District Baranti, Sidrap. This study was conducted in November 2014
to February 2015. Located in the village of Sipodeceng, District Baranti, Sidrap. This research is
descriptive quantitative research is a type of research that will describe the level of operating revenues
of duck meat at different scale. Population broiler breeder ducks Sipodeceng Village, District Baranti,
Sidrap of 35 Breeders. The sampling technique was purposive with consideration that the farmers who
raise cattle broiler ducks during one period in 70 days conducted semi-intensive. The type of data in
the form of quantitative data, the data source in the form of primary data and secondary data. Data
collection techniques such as observation and interviews. Analysis of the data used to determine
the operating revenues of duck meat by using statistical analysis deskrektif ie deskreptif. Based on
the research results it can be seen that the average income of farmers in the village of broiler ducks
Sipodeceng District of Baranti Sidrap vary at each scale businesses owned, the largest revenue are on
a scale of 1001-1500 in the amount of Rp. 23,901,389, - per period at a cost of rupiah per cow. Rp. 18 389.
While the smallest on a scale of 100-300 is Rp. 1,460,875, - per period at a cost of rupiah per cow. Rp.
6,506. The difference in the income of farmers due to differences in the number of livestock owned
broiler ducks. The larger the scale of business, the higher the income.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan usaha peternak itik pedaging
berdasarkan skala usaha yang berbeda di Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari 2015. Bertempat di Desa
Sipodeceng, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang akan menggambarkan tentang tingkat pendapatan
usaha ternak itik pedaging pada berbagai skala usaha. Populasi peternak itik pedaging di Desa
Sipodeceng, Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap berjumlah 35 Peternak. Teknik pengambilan
sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa peternak yang memelihara ternak
itik pedaging selama 1 periode dalam 70 hari yang dilakukan secara semi-intensif. Jenis data berupa
data kuantitatif, sumber data berupa data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data
berupa observasi dan wawancara. Analisa data yang digunakan untuk mengetahui pendapatan
usaha ternak itik pedaging dengan menggunakan statistik deskrektif yaitu analisis deskreptif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan peternak itik
pedaging di Desa Sipodeceng Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap berbeda-beda pada setiap skala
usaha yang dimiliki, pendapatan yang terbesar adalah sebesar Rp. 23.901.389,- dengan skala 1001-
1500, dan yang terkecil adalah sebesar Rp. 1.460.875,- dengan skala 100-300. Perbedaan pendapatan
yang diperoleh peternak disebabkan karena perbedaan jumlah ternak itik pedaging yang dimiliki.
Semakin besar skala usaha maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh.
PENDAHULUAN METODE
Salah satu usaha perunggasan yang Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
cukup berkembang di Indonesia adalah usaha November 2014 sampai dengan bulan Februari
ternak itik. Meskipun tidak sepopuler ayam, 2015. Bertempat di Desa Sipodeceng, Kecamatan
itik mempunyai potensi yang cukup besar Baranti, Kabupaten Sidrap.Alasan penentuan
sebagai penghasil telur dan daging. Jika di lokasi karena daerah tersebut merupakan
bandingkan dengan ternak unggas yang lain, salah satu wilayah dengan populasi ternak
ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya itik yang terbesar kedua di Kecamatan Baranti
adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit. Kabupaten Sidrap.
Oleh karena itu usaha ternak itik memiliki Jenis penelitian ini adalah penelitian
resiko yang relatif lebih kecil. kuantitatif deskriptif yaitu suatu jenis
Dalam usaha peternakan itik, skala penelitian yang akan menggambarkan tentang
usaha menjadi penting untuk diperhitungkan tingkat pendapatan usaha ternak itik pedaging
pada kegiatan usaha perdagangan ternak pada berbagai skala usaha.
unggas dalam kaitan untuk mencapai apa Populasi peternak itik pedaging
yang diistilahkan sebagai suatu economic di Desa Sipodeceng, Kecamatan Baranti,
of scale atau skala usaha yang ekonomis Kabupaten Sidrap berjumlah 35 Peternak.
dan menguntungkan (Soekartawi, 1995). Teknik pengambilan sampel dilakukan
Usaha ternak itik telah banyak digeluti oleh secara purposive dengan pertimbangan
masyarakat dibeberapa daerah Sulawesi bahwa peternak yang memelihara ternak itik
Selatan khususnya di daerah Kabupaten pedaging selama 1 periode dalam 70 hari yang
Sidenreng Rappang. Ternak itik sangat cocok dilakukan secara semi-intensif. Karna populasi
untuk dikembangkan di Kabupaten Sidrap, bersifat heterogen yaitu jumlah kepeilikan
hal ini karena Kabupaten Sidrap merupakan ternak itik berbeda-beda, maka dilakukan
daerah yang sebahagian besar luas wilayahnya stratifikasi (stratified) yaitu populasi dibagi ke
terdiri dari area persawahan sehingga sangat dalam beberapa skala antara lain :
cocok untuk mengembangkan ternak itik 1. Skala pemeliharan 100 – 300 ekor itik, Ter-
(Yunus, 2012). dapat sebanyak 18 Peternak
Berdasarkan survey awal pada peternak 2. Skala pemeliharan 301 – 500 ekor itik, Ter-
yang berada di lokasi penelitian desa dapat sebanyak 7 Peternak
Sipodeceng, pemeliharaan dilakukan dengan 3. Skala pemeliharan 501 – 1.000 ekor itik, Ter-
sistem pemeliharaan secara semi intensif dapat sebanyak 4 Peternak
dimana ternak itik dikandangkan disore hari 4. Skala pemeliharan 1.001 – 1.500 ekor itik,
dan dilepaskan dipagi hari untuk mencari Terdapat sebanyak 6 Peternak
makan sendiri. Adapun rata-rata skala usaha Karena jumlah pendapatan peternak
peternak itik didesa tersebut adalah 300 sampai didalam suatu skala pemeliharaan di
1500 ekor. Pemeliharaan ternak itik dilakukan anggap homogen, maka untuk memperoleh
selama 1 periode dalam 70 hari, setelah itu jumlah sampel dipergunakan teori Gay yang
dijual. Pada dasarnya mereka memelihara itik menyatakan bahwa ukuran sampel yang dapat
pedaging tanpa mengetahui seberapa besar diterima berdasarkan pada desain penelitian
sebenarnya pendapatan yang diperolehnya yang digunakan yaitu untuk populasi yang
baik dalam kurun waktu satu periode. jumlahnya relative kecil, minimal sampel
Pada dasarnya usaha peternakan itik yang diambil adalah sebesar 20% dari jumlah
pedaging diusahakan untuk menghasilkan populasi (Umar, 2007). Berdasarkan pada teori
pendapatan yang maksimal dan pada tersebut maka diambil sampel sebesar 20%
akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dan per skala usaha, maka dapat diperoleh sampel
kesejahteraan pada khususnya masyarakat Desa yaitu:
Sipodeceng, Kecamatan Baranti, Kabupaten 1. Stratum A jumlah sampel sebanyak : 18 x 20
Sidrap. Skala usaha dalam usaha peternakan % = 4 Peternak
menjadi penting di perhatikan karena 2. Stratum B jumlah sampel sebanyak : 7 x 20
berhubungan dengan jumlah produk serta % = 1 Peternak
pendapatan yang akan diperoleh. Hal inilah 3. Stratum C jumlah sampel sebanyak : 4 x 20
yang menjadi landasan sehingga dilakukan % = 1 Peternak
penelitian tentang pendapatan usaha peternak 4. Stratum D jumlah sampel sebanyak : 6 x 20
itik pedaging berdasarkan skala usaha yang % = 1 Peternak
berbeda di Kecamatan Baranti, Kabupaten Sampel setiap stratum diacak secara
Sidrap. sederhana (Simple Random Sampling).
52
Prawira, dkk: Analisis Pendapatan Peternak Itik Pedaging
53
JIIP Vol. 2 Nomor 1, Juni 2015, h. 51-60
54
Prawira, dkk: Analisis Pendapatan Peternak Itik Pedaging
Tabel 3. Rata-Rata Biaya Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Skala Usaha
Peternakan Itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap
digunakan adalah DOD hasil produksi sebuah b.3. Biaya Vaksin dan Obat-Obatan
perusahaan peternakan. Jumlah DOD yang Tabel 7, menunjukkan bahwa rata-
dibutuhkan dikalikan dengan harga DOD itu. rata biaya vaksin dan obat-obatan yang
Dengan melihat kualitas fisik ternak itik, maka dikeluarkan oleh responden di Kecamatan
peternak memilih untuk menggunakan itik Baranti, Kabupaten Sidrap. Biaya vaksin
sebagai bibit. Hal ini sesuai dengan pendapat dan obat obatan tertinggi berada pada skala
Siregar (1996) yang menyatakan bahwa itik 1001-1500 ekor dengan jumlah Rp 247.500 per
pedaging adalah jenis itik yang sangat efisien periode dengan biaya rupiah per ekor sebesar
diternakkan sebagai penghasil daging. Rp. 0,19 sedangkan terendah berada pada skala
100-300 ekor dengan jumlah Rp 56.250 per
b.2. Biaya Pakan periode dengan biaya rupiah per ekor sebesar
Tabel 6, menunjukkan bahwa rata-rata Rp. 0,27. Untuk memperoleh hasil produksi
biaya pakan yang dikeluarkan oleh responden yang maksimal maka peternak juga harus
di Kecamatan Baranti, Kabupaten. Biaya memperhatikan kesehatan ternak karena itik
pakan tertinggi berada pada skala 1000-1500 pada umur muda sangat rentang terhadap
ekor dengan jumlah Rp. 10.900.000 per periode penyakit. Kondisi lingkungan atau cuaca yang
dengan biaya rupiah per ekor sebesar Rp. berubah seperti suhu, kelembaban dan curah
8.385 sedangkan terendah berada pada skala hujan yang tidak menentu dapat menyebabkan
100-300 ekor dengan jumlah Rp. 3.000.000 per itik sakit bahkan bisa menyebabkan kematian.
periode dengan biaya rupiah per ekor sebesar Hal tersebut harus diantisipasi sejak dini
Rp. 14.483 Pakan merupakan komponen biaya dengan melakukan upaya pencegahan dan
variebel yang paling besar. DOD diberikan pemberantasan penyakit berupa vaksinasi,
pakan butiran sampai umur 1sampai 4 minggu. pemberian vitamin dan obat.
Selanjutnya ternak diberikan pakan campuran
berupa jagung, dan dedak. Jumlah pakan yang b.4. Biaya Tenaga Kerja
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan Tabel 8, menjelaskan bahwa rata-
ternak dan jumlah ternak. rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
oleh responden di Kecamatan Baranti,
Tabel 4. Rata-rata Biaya Tetap Berdasarkan Skala Usaha Peternakan Itik di Kecamatan
Baranti Kabupaten Sidrap.
55
JIIP Vol. 2 Nomor 1, Juni 2015, h. 51-60
Tabel 5. Rata-rata Biaya Bibit Berdasarkan Skala Usaha Peternakan Itik Pedaging di
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap.
Kabupaten Sidrap berdasarkan skala usaha 40.000 sedangkan terendah berada pada skala
100- 300 ekor, kala 301 – 500, dan skala 501 100-300 ekor dengan jumlah Rp 7.596.000 per
–1000 ekor. Besarnya biaya tenaga kerja yang periode dengan biaya rupiah per ekor sebesar
dikeluarkan berdasarkan dengan UMK (Upah Rp. 43.125. Besarnya biaya variabel yang
Minimum Kerja) dikarenakan peternak hanya dikeluarkan oleh peternak sangat dipengaruhi
menggunakan tenaga sendiri. oleh besar kecilnya jumlah ternak. Semakin
b.5. Biaya Transportasi besar jumlah ternak maka semakin besar pula
Tabel 9, menunjukkan bahwa rata- biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh
rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh peternak. Biaya variabel dapat ditekan dengan
responden di Kecamatan Baranti, Kabupaten efisiensi biaya misalnya biaya pakan yang pada
Sidrap Biaya transport tertinggi berada akhirnya akan meningkatkan penerimaan.
pada skala 1001-1500 ekor dengan jumlah Rp Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dalam
3.000.000 per periode dengan biaya rupiah per total berubah secara langsung dengan adanya
ekor sebesar Rp. 2.307 sedangkan terendah perubahan tingkat kegiatan atau volume, baik
berada pada skala 501-1000 ekor dengan jumlah volume produksi ataupun volume penjualan
Rp. 1.000.000 per periode dengan biaya rupiah (Firdaus, 2009). Menurut Nafarin (2007), biaya
per ekor sebesar Rp. 1.333 hal ini dikarenakan variabel adalah biaya-biaya yang selalu berubah
ternak itik yang berpindah tempat sehingga secara proporsional (sebanding) sesuai dengan
membutuhkan alat transportasi. perbandingan volume kegiatan perusahaan.
56
Prawira, dkk: Analisis Pendapatan Peternak Itik Pedaging
biaya total yang dikeluarkan oleh peternak di seperti biaya tenaga kerja, biaya vaksin dan
Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap. Total obat-obatan, penyusutan kandang, dan PBB.
biaya variabel tertinggi berada pada skala Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2000)
1001-1500 ekor dengan jumlah Rp 28.098.611 bahwa biaya yang dikeluarkan oleh peternak
per periode dengan biaya rupiah per ekor tergantung pada beberapa hal berikut:
sebesar Rp. 21.691 sedangkan terendah berada a. Biaya yang dikeluarkan tergantung pada
pada skala 100-300 per ekor dengan jumlah jenis ternak, dalam hal ini spesifikasi
Rp 7.632.625 per periode dengan biaya rupiah tiap ternak jelas menghasilkan biaya
per ekor sebesar Rp. 36.647. Semakin tinggi yang berbeda-beda.
kepemilikan ternak itik semakin tinggi pula b. Biaya yang dikeluarkan tergantung
biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode, besar kecilnya usaha peternakan.
Sedangkan semakin tinggi kepemilikan itik c. Biaya yang dikeluarkan tergantung
semakin rendah biaya yang dikeluarkan per pada kemampuan manajemen dan ad-
ekor dalam satu periode, hal ini dikarenakan ministrasi peternakan.
terdapat beberapa biaya yang mempengaruhi
57
JIIP Vol. 2 Nomor 1, Juni 2015, h. 51-60
Penerimaan Usaha Peternakan Itik di yang diperoleh negatif berarti usaha tersebut
Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap mengalami kerugian. Adapun besarnya
Penerimaan merupakan seluruh hasil pendapatan yang diperoleh peternak itik di
yang diperoleh dari proses produksi meliputi Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap dapat
penerimaan dari hasil penjualan itik. Peneri- dilihat pada Tabel 13.
maan yang diperoleh peternak selanjutnya di- Tabel 13. dapat dilihat bahwa rata-rata
gunakan untuk menutupi biaya total yang te- pendapatan peternak itik di Kecamatan Baranti,
lah dikeluarkan. Oleh karena itu dalam usaha Kabupaten Sidrap. Pendapatan tertinggi
peternakan itik perlu dilakukan efesiensi biaya berada pada skala usaha 1001-1500 ekor
untuk meningkatkan pendapatan. Adapun be- sebesar Rp 23.901.389 per periode dengan biaya
sarnya penerimaan yang diperoleh peternak rupiah per ekor sebesar Rp. 18.386 sedangkan
itik di Kecamatan Baranti, Kabupaten Sidrap terendah pada skala 100-300 sebesar 1.460.875
dapat dilihat pada Tabel 12. per periode dengan biaya rupiah per ekor
Tabel 12. menunjukkan rata-rata sebesar Rp. 6.506. Hal ini menunjukkan bahwa
total hasil penjualan itik yang diterima oleh usaha peternakan itik merupakan usaha yang
peternak di Kecamatan Baranti, Kabupaten potensial dan memberikan pendapatan yang
Sidrap. Total penerimaan tertinggi berada besar.
pada skala 1001-1500 ekor dengan jumlah Rp Untuk mengetahui besarnya
52.000.000 per periode dengan biaya rupiah per pendapatan yang diperoleh peternak maka
ekor sebesar Rp. 40.000 sedangkan terendah harus ada keseimbangan antara penerimaan
berada pada skala 100-300 ekor dengan jumlah dan biaya yang di keluarkan dengan
Rp 9.093.750 per periode dengan biaya rupiah menggunakan alat analisis PD=TR-TC, dimana
per ekor sebesar Rp. 43.125. Total penerimaan PD adalah pendapatan, TR adalah total revenue
harus tinggi dibandingkan total biaya karena (total penerimaan) dan TC adalah total cost
total penerimaan akan dikurangi dengan (total biaya). Namun sebelum menggunakan
biaya total untuk memperoleh pendapatan. alat analisis tersebut maka terleih dahulu
Tabel 10. Rata-rata Total Biaya Variabel Berdasarkan Skala Usaha Peternakan Itik di
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap.
58
Prawira, dkk: Analisis Pendapatan Peternak Itik Pedaging
Tabel 11. Rata-rata Biaya Total Berdasarkan Skala Usaha Peternaka Itik di
Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap.
Tabel 12. Rata-rata Total Penerimaan Hasil Penjualan Itik Pedaging Berdasarkan
Skala Usaha Peternakan Itik di Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap
peternak/responden. Hal ini sesuai dengan rata pendapatan peternak itik pedaging di Desa
pendapat (Harnanto, 1992) menyatakan Sipodeceng Kecamatan Baranti Kabupaten
bahwa penerimaan setiap peternak bervariasi Sidrap berbeda-beda pada setiap skala usaha
tergantung pada jumlah populasi ternak yang dimiliki, pendapatan yang terbesar yaitu
yang dimiliki oleh setiap peternak dengan senilai Rp. 18.389 per ekornya dengan skala
menggunakan hubungan antara penerimaan 1001-1500 dengan jumlah total pendapatannya
dan biaya maka dapat di ketahui cabang cabang sebesar Rp. 23.901.389,-. Sedangkan yang terkecil
usaha tani yang menguntungkan untuk di yaitu senilai Rp. 6.506 per ekornya dengan skala
usahakan. 100-300 dengan jumlah total pendapatannya
sebesar Rp. 1.460.875,- Perbedaan pendapatan
PENUTUP yang diperoleh peternak disebabkan karena
Berdasarkan hasil dan pembahasan perbedaan jumlah ternak itik pedaging yang
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rata- dimiliki. Semakin besar skala usaha (jumlah
59
JIIP Vol. 2 Nomor 1, Juni 2015, h. 51-60
ternak) maka semakin tinggi pula pendapatan Nafarin, M. 2007. Penganggaran Perusahaan.
yang diperoleh. Jakarta: Salemba Empat.
Dalam usaha ternakan itik pedaging
di Desa Sipodeceng Kecamatan Baranti Kabu- Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik. Kanisius.
paten Sidrap, disarankan agar para peternak Yogyakarta.
dapat melakukan sistem pencatatan atau pem- Siregar. 1996. Efisiensi Usaha Peternakan Dalam
bukuan supaya pendapatan lebih jelas dan juga Mengahadapi Era Perdagangan
sistem pemeliharaan seperti pemberian pakan, Bebas. Balai penelitian ternak. Bogor.
dan meminimalkan biaya-biaya variabel lain Vol 5. No.1 tahun 1996.
sehingga pendapatan akan semakin besar.
Soekartawi, A. Soeharjo, J. I. Dillon, J. B.
DAFTAR PUSTAKA Hardaker.1986. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian untuk Pengembangan
Boediono. 2002. Ekonomi Mikro. BPFE. Petani Kecil. Universitas Indonesia
Yogyakarta. (UI-Press), Jakarta.
Cahyono. B. 1994. Beternak Itik Ras Petelur _______.1995. Analisis Usaha Tani. Universitas
Dalam Kandang Baterai. CV. Aneka. Indonesia Press, Jakarta.
Solo.
Firdaus. A, D, W. 2009. Akuntansi Biaya Edisi 2. Yunus. R. S. 2012. Strategi Pengembangan
Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Peternakan Itik. http://blogspot.htm/
strategi-pengembangan-peternakan-
Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya Perhitungan itik.html. Di akses tanggal 17 Mei
Harga Pokok Produk. Edisi Pertama. 2014.
BPFE, Yogyakarta.
60