1 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

PENGALAMAN IBU YANG MENGALAMI BABY BLUES : LITERATURE REVIEW

Annisa Pir Laily Pazriani1 , Murtilita2 , Uray Fretty Hayati 3


1Mahasiswa, Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
2Dosen, Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
3Dosen, Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soedarso

e-mail : a.pirlaily@gmail.com

ABSTRACT
Background: For most women, pregnancy, and birth could be simply daily events or even the greatest gift
they have been waiting for, while for a small number of them, pregnancy and birth could become a life conflict
while they are becoming mothers. This eventually may affect their mental health. The mental health problem
might be related to an affective disorder where the most common type is baby blues. Baby blues in new
mothers is expressed as unhappiness and being overly sensitive. These unintentional behaviors may cause
mothers to neglect their babies which if left unmanaged it may harm the babies. The experience of baby
blues faced by mothers is different, therefore researchers want to see a variety of experiences of mothers
with baby blues.
Aim: To identify the experience of mothers with baby blues.
Method: This literature review was conducted by searching for articles from the database of Google Scholar,
Researchgate, Sciencedirect, and Sage Publishing. Keywords : experience of postpartum blues, a qualitative
study of postpartum blues. The SPIDER method was used for the analysis.
Result: The literature review yielded seven related articles that meet the criteria. From the articles, we found
the experience of baby blues includes factors causing baby blues, mothers‟ feelings experiencing baby blues,
and mothers‟ measures to overcome baby blues.
Conclusion: In this literature review, we include discussions about mothers‟ experiences that can be used as
an informative source for mothers, nurses, and midwives who treat baby blues, as well as for the general
population so that they know and be more aware of this issue.

Keywords: experience, baby blues, mother

ABSTRAK
Latar Belakang: Pada sebagian besar perempuan, mengandung dan melahirkan merupakan suatu hal yang
biasa atau bahkan merupakan anugerah, tapi pada sebagian kecil perempuan lainnya, mereka akan
mengalami konflik kehidupan saat menjadi seorang ibu. Hal tersebut memengaruhi kesehatan mental
mereka. Masalah mental tersebut berhubungan dengan gangguan afektif, dimana gangguan yang paling
sering ditemukan yaitu baby blues. Baby blues seringkali membuat ibu merasa tidak bahagia dan menjadi
lebih sensitif. Sikap ibu tersebut secara tidak sengaja akan membuat ibu menjauhi buah hatinya dan jika
dibiarkan begitu saja akan berdampak menyakiti bayinya. Pengalaman baby blues yang dihadapi ibu
berbeda-beda, oleh sebab itu peneliti ingin melihat berbagai pengalaman ibu selama baby blues.
Tujuan: Mengidentifikasi literatur pengalaman ibu yang mengalami baby blues.
Metode: Jenis penelitian literature review. Artikel diperoleh dari database dan search engine Google Scholar,
Research Gate, Science Direct, dan Sage Journal. Kata Kunci yang digunakan adalah pengalaman ibu baby
blues, artikel kualitatif baby blues. Analisa menggunakan Teknik SPIDER.
Hasil: Dari hasil literature review ditemukan tujuh artikel yang sesuai dengan kriteria. Ditemukan
pengalaman ibu yang mengalami baby blues mulai dari faktor penyebab terjadinya baby blues, perasaan ibu
selama mengalami baby blues, dan cara ibu mengatasi baby blues.
Kesimpulan: Dalam literature review ini terdapat berbagai pengalaman yang dapat dijadikan sumber
informasi bagi ibu, perawat atau bidan yang menangani ibu baby blues, serta masyarakat umum agar lebih
mengetahui dan sadar terhadap baby blues.

Kata Kunci: Pengalaman, baby blues, ibu

1
PENDAHULUAN Baby Blues Syndrome seringkali
dianggap tidak terlalu penting dan jarang
Hadirnya seorang bayi dapat membuat diperhatikan di Indonesia. Kalaupun banyak
perubahan besar di kehidupan ibu terutama yang mengalaminya, sering hanya dianggap
hubungannya dengan suami, orang tua, sebagai efek samping dari keletihan setelah
maupun anggota keluarga lainnya. melahirkan (Oktiriani, 2017). Tidak sedikit
Perubahan ini akan kembali secara perlahan orang yang menganggap baby blues
setelah ibu menyesuaikan diri dengan peran syndrome hanya dialami oleh perempuan-
barunya dan akan hilang sekitar 10 sampai perempuan di luar Indonesia. Menurut
14 hari setelah ibu melahirkan (Maritalia, Henshaw (2007) dalam Chasanah (2016)
2017). Masalah emosional telah diamati baby blues syndrome dapat terjadi pada
muncul jauh lebih sering selama kehamilan semua ibu postpartum dari etnik dan ras
dan persalinan, dibandingkan dengan manapun, dan dapat terjadi pada
periode lain dalam kehidupan seorang ibu primipara maupun multipara
perempuan (Maliszewska, Freund, Bidzan, (Chasanah, Pratiwi, & Martuti, 2016).
& Prels, 2016). Studi pendahuluan dilakukan di RSUD
Pada sebagian kecil perempuan, mereka Dr.Soedarso Pontianak. RSUD Soedarso
akan mengalami konflik kehidupan, dimana adalah RS Tipe B yang mana merupakan
terjadi lingkaran masalah kehidupan saat ia Rumah Sakit rujukan 14 Kabupaten dan 2
harus mencoba menjadi seorang ibu. Hal Kota di Kalimantan Barat. Ibu yang
tersebut memengaruhi kesehatan mental melahirkan di RSUD Dr.Soedarso dari
mereka (Aryana, 2014). Masalah mental januari sampai desember 2019 secara
tersebut berhubungan dengan gangguan normal berjumlah 578 orang dan yang
afektif, dimana masalah pada ibu melahirkan secara SC berjumlah 564 orang
postpartum antara lain yaitu postpartum (Medical Record, 2020).
blues (baby blues syndrome), postpartum Hasil wawancara pada 5 ibu nifas
hypomania (baby pinks), depresi menggunakan kuesioner EPDS didapatkan
postpartum, dan psikosis postpartum. 3 orang terdeteksi baby blues. Hasil studi
Gangguan yang paling sering ditemukan pendahuluan ditemukan bahwa ibu yang
yaitu baby blues atau postpartum blues mengalami baby blues disebabkan karena ia
(Maliszewska, Freund, Bidzan, & Prels, melahirkan primipara, secara SC, dan
2016). kurangnya dukungan dari suami.
Menurut Arfian (2012) Baby Blues atau Banyak faktor yang menyebabkan baby
postpartum blues merupakan suatu sindrom blues, serta terdapat perbedaan pendapat
gangguan afek ringan yaitu perasaan sedih dari para ahli yang melakukan penelitian
dan gundah yang sering tampak pada tentang baby blues, membuat peneliti ingin
minggu pertama setelah persalinan dan menelaah lebih lanjut tentang artikel
memuncak pada hari ke 3 sampai hari ke 5 penelitian yang sudah dilakukan yaitu
dan menyerang dalam rentang waktu 14 dengan melakukan tinjauan lebih dalam lagi
hari terhitung setelah persalinan (Susanti & dengan cara menganalisis melalui literatur
Sulistiyanti, 2017). Baby Blues dialami review.
sekitar 50-80% perempuan setelah Tujuan literatur review ini adalah untuk
melahirkan (Dewi, 2018). Karakteristik baby mengidentifikasi literatur tentang
blues syndrome meliputi mudah menangis, pengalaman ibu yang mengalami baby
merasa letih karena melahirkan, gelisah, blues.
perubahan alam perasaan, menarik diri,
serta reaksi negatif terhadap bayi dan
keluarga (Mansyur & Dahlan, 2014).
METODE PENELITIAN perkembangan (adaptasi menjadi ibu), 3
Jenis penelitian ini adalah penelitian artikel karena kelelahan merawat anak
kepustakaan atau kajian pustaka. Kajian sendirian, 3 artikel karena dihakimi sebagai
pustaka disebut juga kajian literatur ibu yang tidak bisa mengurus anaknya, 3
(literature review). Literature review artikel karena tidak mendapat dukungan dari
merupakan sebuah overview atau analisa suami, 2 artikel karena bertengkar dengan
kritis dari literatur dalam waktu tertentu yang suami atau anggota keluarga lain, 2 artikel
berhubungan mengenai topik atau bidang karena kurang waktu untuk diri sendiri, 2
tertentu (Suryani, 2016). Framework yang artikel karena pola tidur yang berantakan, 2
digunakan dalam penelusuran literatur ini artikel karena perubahan mood yang tidak
adalah analisis SPIDER. SPIDER adalah menyenangkan, 2 artikel karena takut air
singkatan dari Sample, Phenomenon of susu ibu (ASI) yang belum keluar, 2 artikel
Interest, Design, Evaluation, Research type. karena pikiran kurang mampu merawat bayi,
Sample yaitu perempuan pasca 2 artikel karena belum mengerti cara
persalinan yang mengalami baby blues. merawat bayi, 1 artikel karena belum pernah
Phenomenon of Interest yaitu pengalaman menyusui, 1 artikel karena waktu istirahat
baby blues. Design yaitu menggunakan ibu yang berkurang, 1 artikel karena
desain fenomonologi (phenomenology) dan kesakitan saat memberikan ASI, 1 artikel
studi kasus (case studies). Evaluation yaitu karena jauh dari keluarga, 1 artikel karena
diharapkan dalam evaluasi mendapatkan mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, 1
infomasi pengalaman ibu baby blues dari artikel karena tradisi daerah yang
berbagai tempat dengan daerah, ras, dan menyatakan bahwa sebelum selapan (25
budaya yang berbeda. Research type yaitu hari) ibu yang habis melahirkan dilarang
menggunakan artikel kualitatif dan mixed tidur siang, 1 artikel karena terjadi
method (Cooke, Smith, & Booth, 2012). perubahan dalam diri, 1 artikel karena belum
Kata kunci yang digunakan adalah memiliki pengalaman sebagai orang tua, 1
“pengalaman ibu baby blues”, “artikel artikel karena melahirkan secara section
kualitatif baby blues” dalam Bahasa caesarea (SC), 1 artikel karena merasa
Indonesia, “experience of postpartum blues”, tidak menjadi perempuan seutuhnya, 1
“a qualitative study of postpartum blues” artikel karena berat badan berlebih setelah
dalam Bahasa Inggris. melahirkan, 1 artikel karena menambah
Database dan search engine yang beban perekonomian keluarga. Selain faktor
digunakan adalah : Google Scholar, penyebab ada pula faktor lainnya yaitu
Research Gate, Science Direct, dan Sage faktor peluang. Faktor peluang terjadinya
Journals. Didapatkan artikel sebanyak baby blues yaitu 4 artikel karena ibu
15.198 untuk 10 tahun terakhir (tahun 2011- primipara, 1 artikel karena usia ibu dibawah
2020). Setelah itu peneliti menyaring dan 20 tahun, dan 1 artikel karena ibu tamat
memilah artikel dan didapatkan 7 artikel sekolah dasar (SD).
yang sesuai dengan kriteria inklusi yang Perasaan ibu selama mengalami baby
dibutuhkan. blues yaitu 6 artikel berupa perubahan
emosional berupa marah, menangis,
tersinggung, gelisah, sedih, senang, cemas,
HASIL bingung, dan emosi. 2 artikel mengatakan
Dari 7 artikel tersebut ditemukan jawaban ibu merasakan kelam dan galau, 1 artikel
sesuai dengan rumusan masalah yang telah mengatakan sering uring-uringan, 1 artikel
dibuat. Faktor penyebab terjadinya baby mengatakan ibu kehilangan nafsu makan, 1
blues adalah sebagai berikut, 3 artikel artikel mengatakan ibu sering menangis
mengatakan karena perubahan tugas tanpa sebab, 1 artikel mengatakan ibu

3
tampak lesu, 1 artikel mengatakan ibu saat melahirkan sehingga membuat ibu
memukul atau menyakiti anaknya, 1 artikel stress dan tidak tenang (Dewi, 2018).
mengatakan ibu merasa tidak percaya diri, 1 Ditemukan dari 4 artikel penelitian yang
artikel mengatakan ibu menjadi sulit tidur, 1 dilakukan literature review bahwa primipara
artikel mengatakan ibu merasakan sering sebagai faktor peluang penyebab terjadinya
sakit kepala, 1 artikel mengatakan ibu baby blues, hal ini diperkuat dengan 3
menjadi sulit konsentrasi. penelitian lainnya yaitu pada penelitian
Dalam menghadapi baby blues yang Girsang, dkk (2015) yang mengatakan
dihadapinya, ibu melakukan berbagai cara. bahwa 13% perempuan yang melahirkan
Cara ibu mengatasi baby blues yaitu dari 4 anak pertama mengalami baby blues,
artikel dengan mendapat dukungan dari penelitian Anggasari (2017) yang
suami, 4 artikel dengan mendapat dukungan menyatakan bahwa dari 22 responden
sosial dari orang tua, mertua, adik, teman primipara sebanyak (86,4%) mengalami
atau tetangga. Selain dengan cara tersebut, baby blues, dibandingkan dengan
3 artikel mengatakan dengan cara bercerita responden multipara dan grandemultipara
dengan orang terdekat seperti suami, dimana hanya (57,1%) dari 7 responden
keluarga, teman-teman atau tetangga, 3 multipara mengalami baby blues, dan
artikel dengan mendapat arahan dari (66,7%) dari 3 responden grandemultipara
orangtua, 1 artikel mengatakan dengan cara mengalami baby blues, dan penelitan
bertemu dengan banyak orang, 2 artikel Chasanah, dkk (2016) didapatkan sebagian
dengan cara berkonsultasi dengan ahlinya besar responden yang mengalami
seperti perawat atau bidan, 1 artikel dengan postpartum blues adalah primipara dengan
membaca buku, majalah, atau informasi hasil 63,6%.
lainnya. 1 artikel dengan cara berfikiran Pada ibu yang baru mengalami
positif, 2 artikel dengan cara kehamilan pertama tentu saja perlu
mendengarkan musik seperti musik klasik menyesuaikan diri dengan beberapa
Mozart, 1 artikel dengan keyakinan spiritual perubahan yang terjadi selama hamil dan
(percaya kepada tuhan, berdoa, berserah), bersalin. Hal ini dikarenakan peran barunya
1 artikel dengan melakukan olahraga ringan, sebagai seorang ‘ibu’ yang menyebabkan
1 artikel dengan kepercayaan ritual atau terjadinya perubahan dan tidak siap untuk
mitos seperti dengan air yang didoakan, 1 menjalaninya. Didukung dengan artikel yang
artikel dengan menjadikan anaknya sebagai dilakukan telaah bahwa 3 artikel
motivasi untuk melawan kelelahan dan mengatakan tugas perkembangan (adaptasi
gangguan perasaanya. 3 artikel dengan menjadi ibu), 2 artikel karena pikiran kurang
melakukan pengalihan pikiran seperti mampu merawat bayi, dan 2 artikel karena
bermain handphone, menonton televisi, belum mengerti cara merawat bayi
membuka youtube, mencari hiburan, merupakan faktor penyebab terjadinya baby
menuliskan perasaannya dikertas, blues. Perubahan yang terjadi termasuk
menggambar, dan meminta dibuatkan dalam menjalankan aktivitas dan peran
makanan. barunya sebagai ibu pada minggu hingga
bulan pertama (Ningrum, 2017).
PEMBAHASAN Menurut data dari Ningrum (2017) ibu
Beberapa ahli menduga baby blues yang mengalami baby blues adalah ibu
terjadi karena tubuh ibu sedang mengalami yang tidak siap menjadi orang tua. Sesuai
perubahan secara fisik dan hormon-hormon dengan salah satu artikel yang ditelaah
dalam tubuh mengalami perubahan yang menyatakan bahwa belum memiliki
besar ditambah kelelahan yang dirasakan pengalaman sebagai orang tua merupakan
faktor penyebab baby blues. Hal tersebut

4
diperkuat oleh penelitian Susanti & maupun keluarga sebanyak 23 responden
Sulistiyanti (2017) yang mengatakan bahwa (67,64%) mengalami baby blues.
sebagian besar responden yang mengalami Dukungan sosial memiliki nilai yang positif
baby blues tidak siap menjadi orang tua namun tidak signifikan pada baby blues, hal
karena perubahan peran yang dialaminya, ini disebabkan dukungan suami tidak
dimana ketidaksiapan tersebut dapat menjadi indikator dari dukungan sosial,
memengaruhi pola fikir ibu terhadap dimana dukungan sosial adalah dukungan
perubahan tugas perkembangan sebagai dari keluarga dan kerabat, sementara
ibu. Karena perubahan tugas tersebut, ibu dukungan yang paling diharapkan oleh ibu
akan mengalami waktu lebih sedikit untuk primipara adalah dukungan yang berasal
tidur, dan menyebabkan kualitas tidurnya dari suami (Oktaputrining, 2017). Dukungan
lebih rendah dari sebelumnya. 2 artikel yang suami sangat diperlukan oleh ibu untuk
di telaah menyatakan pola tidur yang membantunya menjaga bayi, seperti yang
berantakan merupakan faktor penyebab dikemukakan dalam jurnal Kurniasari &
baby blues dan 1 artikel karena waktu Astuti (2014) dimana ditemukan hasil bahwa
istirahat ibu yang berkurang, Kualitas tidur ada hubungan yang bermakna antara
yang lebih rendah adalah faktor risiko lain dukungan suami dengan kejadian baby
penyebab baby blues, sejalan dengan blues dan penelitian Ningrum (2017) yang
penelitian Maliszewska dkk (2016) bahwa menyatakan sebagian besar ibu baby blues
didapatkan korelasi antara gangguan adalah ibu yang tidak mendapatkan
tidur dan ibu baby blues, tetapi tidak dukungan dari suami.
ditemukan sebab-akibat secara pasti. Maka dari itu, diharapkan suami dan
Selain itu ditemukan bahwa hubungan yang keluarga terdekat dari ibu yang baru saja
tidak memuaskan atau kurangnya melahirkan harus memberikan cukup
dukungan sosial memengaruhi keadaan dukungan dan bantuan yang diperlukan bagi
emosi ibu dengan kejadian baby blues ibu untuk mencegah terjadina baby blues.
(Maliszewska, Freund, Bidzan, & Prels, Dukungan sosial yang diberikan kepada ibu
2016). dapat berupa ungkapan emosional seperti
Perempuan yang mengalami baby blues memberikan ungkapan empati, kepedulian
berpikir mereka akan menerima lebih sedikit dan perhatian terhadapnya. Hal ini dapat
dukungan dari keluarga dan sosial sekitar, dilakukan dengan kesediaan orang-orang
padahal ibu merasa bahwa mereka lebih terdekat mendengar keluhan ibu, sehingga
membutuhkannya. Kejadian baby blues juga memberikan dampak positif sebagai sarana
disebabkan oleh faktor psikologis, salah pelepasan emosi, mengurangi kecemasan,
satunya karena dukungan sosial dari membuat ibu merasa nyaman dan tentram,
lingkungannya termasuk suami dan diperhatikan serta dicintai saat menghadapi
keluarga. Peran suami dan keluarga dalam berbagai tekanan dalam hidup mereka
merawat bayi dapat mengurangi rasa lelah (Yuniwati, Fithriany, & Fahriany, 2016).
yang dirasakan ibu sehingga dapat Menjalani masa postpartum, maka
mengurangi kejadian baby blues. Hal ini dukungan sosial sangat dibutuhkan karena
dibuktikan dalam penelitian Susanti (2016) dapat meringankan beban ibu. Pada masa
yang menyatakan bahwa 34 responden ini seorang ibu sangat membutuhkan
yang mendapatkan dukungan suami dan perhatian dan kasih sayang yang besar. Jika
keluarga dalam membantu merawat bayi seorang perempuan yang sudah mengalami
sebanyak 11 responden (32,36 %) baby blues tidak diberikan dukungan sosial
mengalami baby blues, sedangkan yang yang cukup dari orang-orang terdekatnya,
tidak mendapat dukungan dari suami maka tahap ini akan terus berlanjut menjadi
depresi bahkan dapat mencapai tahapan

5
psikotik, yaitu membunuh bayinya tanpa melahirkan secara normal dengan tindakan
sadar (Susanti, 2016). mengalami baby blues (Ningrum, 2017),
Ada hubungan yang sangat didukung dengan penelitian Abadan (2015)
signifikan antara dukungan sosial dan yang menyatakan ada hubungan persalinan
kepuasan pernikahan dengan buatan dengan terjadinya baby blues. Hal ini
kecenderungan terjadinya baby blues disebabkan karena persalinan secara SC
(Oktaputrining, 2017). Menurut Shirjang & dan persalinan normal dengan tindakan
Garechahi (2013) kepuasan pernikahan menyebabkan trauma dimana ibu merasa
menjadi faktor utama dalam membantu ibu tidak berguna karena ketidakmampuannya
melewati proses adaptasi pasca melahirkan. untuk melahirkan secara normal. Prosedur
Seorang suami yang memberikan ini mengurangi kepercayaan diri bagi ibu
perhatiannya dengan membantu merawat dalam melaksanakan perannya,
bayi, memandikan, dan ikut serta bangun mengganggu proses perlekatan alami dan
dimalam hari mampu membantu meningkatkan baby blues menjadi depresi
pencegahan dari timbulnya gejala baby postpartum (Purnamaningrum, dkk 2018).
blues. Selain menimbulkan trauma, persalinan
Selain faktor tersebut, persalinan Sectio dengan SC dapat menambah beban
Caesaria (SC) juga merupakan salah satu perekonomian keluarga, dimana hal ini juga
faktor penyebab terjadinya baby blues. Ibu dapat menyebabkan terjadinya baby blues.
postpartum dengan jenis persalinan SC Keadaan ekonomi yang kurang
lebih rentan terkena baby blues bahkan menyebabkan ibu merasa kawatir tentang
dapat berlanjut menjadi depresi postpartum masa depan anaknya sehingga ibu
dibandingkan ibu yang melahirkan secara mengalami tekanan yang mengakibatkan
spontan. Hal ini diperkuat dengan penelitian terjadinya baby blues. Berdasarkan
Abadan, dkk (2015) yang menunjukkan penelitian Susanti (2016), ibu yang paling
bahwa 21 dari 29 responden SC mengalami banyak mengalami baby blues adalah
baby blues, penelitian Sari & Utami (2019) kelompok pendapatan keluarga
yang menyatakan dari 57 ibu baby blues, Rp1.000.000 – 2.000.000 perbulan,
yang melahirkan secara SC sebanyak 28 sedangkan 5 responden lain yang
responden (49,1%), penelitian mengalami baby blues memiliki pendapatan
Purnamaningrum, dkk, (2018) yang Rp500.000 – 1.000.000 sehingga dapat
menyatakan 31 dari 50 responden baby disimpulkan bahwa keadaan ekonomi
blues melahirkan secara SC, penelitian merupakan faktor penyebab terjadinya baby
Susanti & Sulistiyanti (2017) yang blues pada ibu nifas ( Susanti, 2016).
menyatakan bahwa terdapat 24 ibu Korelasi antara baby blues dengan usia
terindikasi baby blues dari 72 orang ibu saat melahirkan adalah bermakna. Dalam
yang melahirkan secara SC, dan penelitian artikel yang ditelaah ditemukan usia ibu
Ningrum (2017) yang menyatakan terdapat kurang dari 20 tahun menjadi faktor
21 ibu terindikasi baby blues dari 24 orang penyebab terjadinya baby blues. Selain usia
ibu yang melahirkan secara SC. kurang dari 20 tahun, usia lebih dari 35
Selain persalinan sectio caesarea (SC), tahun juga memicu terjadinya baby blues.
persalinan normal dengan tindakan (pacu, Besar resiko penderita baby blues pada
vakum dan forsep) juga berpotensi umur < 20 tahun atau > 35 tahun 3,5 lebih
mengalami baby blues, dimana sebanyak 34 besar dibandingkan penderita yang berumur
ibu dari 72 ibu yang melahirkan secara 20 sampai 35 tahun. Usia ibu yang terlalu
normal dengan tindakan mengalami baby tua tidak baik untuk hamil lagi, hal ini
blues (Susanti & Sulistiyanti, 2017), dan disebabkan karena pengalaman dan jumlah
terdapat 32 ibu dari 34 ibu ibu yang anak yang banyak dapat menyebabkan

6
baby blues. Semakin bertambah umur ibu, rendah lebih banyak memiliki apresiasi yang
maka akan semakin menurun fungsi alat negatif, hal ini karena pendidikan seseorang
reproduksi. Sehingga dapat menyebabkan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan
resiko yang tinggi untuk mengalami baby dan kesiapan seorang ibu dalam menjalani
blues (Yuniwati, dkk, 2016). kehamilan dan persalinan (Abadan,
Melahirkan di bawah usia 20 tahun Khasanah, & Sari, 2015). Hal ini didukung
menyebabkan kurangnya kematangan dengan penelitian Chasanah (2016) yang
dalam berpikir, sehingga menyebabkan menyatakan pendidikan terbanyak yang
kurang siapnya mental ibu dalam mengurus mengalami baby blues adalah SD-SMP,
anak dan rumah tangga. Dalam kurun yaitu 12 dari 33 responden (54,5%).
reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman Sedangkan menurut Purnamaningrum,
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20- dkk (2018) pendidikan tidak memiliki
30 tahun (Chasanah, Pratiwi, & Martuti, hubungan yang signifikan dengan baby
2016). Pada penelitian Purnamaningrum blues. Seorang perempuan berpendidikan
(2018), kehamilan di usia kurang dari 20 tinggi menghadapi masalah sosial tekanan
tahun ditemukan pada 15 dari 50 responden dan konflik peran antara tuntutan untuk
mengalami baby blues. Perempuan dengan bekerja, untuk melakukan kegiatan di luar
kehamilan usia muda memiliki risiko 3,80 rumah dan peran ibu rumah tangga atau
kali lipat mengalami baby blues orang tua untuk anak-anaknya
dibandingkan dengan ibu dengan kehamilan (Purnamaningrum, dkk, 2018). Hal ini
pada usia lebih dari 20 tahun. Kehamilan didukung oleh penelitian Sari & Utami
usia muda mempercepat risiko fisik dan (2019) mayoritas responden memiliki
psikologis bagi seorang perempuan dan jenjang pendidikan perguruan tinggi, yaitu
bayinya selama kehamilan dan persalinan. sebanyak 31 dari 57 responden (54,4%)
Selain itu, kehamilan usia muda mengalami baby blues. Perempuan yang
meningkatkan risiko biomedis, mengarah berpendidikan tinggi menghadapi tekanan
pada pola perilaku yang kurang optimal sosial dan konflik peran antara tuntutan
untuk seorang ibu dan bayinya yang baru sebagai perempuan berpendidikan tinggi
lahir (Purnamaningrum, dkk, 2018). dengan dorongan untuk bekerja dan
Kehamilan usia muda juga membuat orang memiliki peran sebagai orang tua atau
tua kurang siap terhadap kelahiran bayinya. ibu jika memiliki anak (Sari & Utami,
Dimana hal ini juga menjadi pemicu kejadian 2019).
baby blues. Seperti hasil penelitian Susanti Berdasarkan hasil penelitian Sari &
& Sulistiyanti (2017) yang menyatakan Utami (2019) sebanyak 36 responden
sebagian besar ibu baby blues tidak siap (63,2%) mampu menyusui bayinya,
menjadi orang tua. Kesiapan ibu menjadi sedangkan sebanyak 21 responden (36,8%)
orang tua juga dipengaruhi oleh Pendidikan mengalami kesukaran dalam menyusui
atau pengetahuannya. bayinya. Kemampuan menyusui merupakan
Semakin tinggi pendidikan seseorang kemampuan ibu dalam memberikan
semakin baik dalam memberi dukungan makanan yang terbaik bagi bayi, yang
pada masa nifas. Menurut penelitian bermanfaat untuk psikologis serta fisiologis
Abadan, Khasanah, & Sari (2015) ibu dan bayi. Dari 57 responden, sebanyak
responden dengan pendidikan tinggi lebih 30 responden (52,6%) yang mengalami
memahami kondisi ibu nifas, hal ini baby blues ringan mampu menyusui bayinya
dikarenakan responden mudah menyerap sedangkan sebanyak 9 responden (15,8%)
informasi yang diaplikasikan dalam bentuk mengalami kesukaran dalam menyusui,
dukungan yang diberikan pada ibu di masa kemudian 6 responden (10,5%) mengalami
nifas. Responden yang berpendidikan baby blues sedang mampu menyusui

7
bayinya sedangkan 9 responden (15,8%) berkontribusi sekitar 11,60% (Sari, Salimo,
kesukaran dalam menyusui bayinya, dan 3 & Budihastuti, 2017). Baby blues adalah
responden (5,3%) mengalami baby blues faktor risiko utama untuk kejadian depresi
berat mengalami kesukaran dalam pasca persalinan dan berhenti menyusui.
menyusui bayinya. (WHO, 2017).
Terdapat hubungan yang signifikan Ada bukti bahwa hipotalamus-hipofisis-
antara kejadian baby blues dengan adrenal (HPA) menunjukkan respons yang
kemampuan menyusui bayinya. Dapat lemah terhadap stres pada wanita
disimpulkan bahwa semakin berat derajat menyusui. Hal ini terkait dengan
baby blues ibu postpartum maka ibu perkembangan depresi setelah melahirkan.
mengalami kesukaran dalam menyusui Dengan demikian, menyusui mengurangi
bayinya (Sari & Utami, 2019). Hal tersebut respons terhadap stres dan ketegangan,
menunjukkan terdapat hubungan antara sehingga mengurangi kejadian depresi
postpartum blues dengan motivasi ibu pasca persalinan. Hormon juga dapat
menyusui pada ibu postpartum. Hal ini berpengaruh pada hubungan antara
didukung dengan penelitian Aminah, dkk menyusui dan fungsi mental. Sebagai
(2019) dimana semakin tinggi kejadian baby contoh, oksitosin memberikan efek
blues maka akan semakin rendah motivasi antidepresif dan ansiolitik. Prolaktin dapat
ibu untuk menyusui bayinya (Aminah, berperan dalam hubungan antara menyusui
Fatmawat, & Gartika, 2019). Kecemasan dan depresi (WHO, 2017).
yang sering muncul di kalangan ibu nifas Pada sebagian ibu yang mengalami
adalah kecemasan untuk merawat bayi kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
mereka. Sindrom ketakutan tidak aktivitas dan peran barunya, akan
menghasilkan ASI yang cukup sehingga ibu mengalami perubahan suasana hati,
menganggap bahwa bayi mereka belum kemudian menimbulkan perubahan
cukup puas setiap kali mereka emosional atau gangguan mood seperti
menyusui, bayi yang sering menangis perasaan stress, takut, khawatir, sedih, dan
atau bayi yang menolak untuk menyusu merasa sendirian (Ningrum, 2017). Stress
(Sari, Salimo, & Budihastuti, 2017). adalah respon non spesifik dari tubuh,
Stres psikologi, sosial, dan spiritual akan dimana respon pertama terhadap setiap
memengaruhi hipotalamus dan kemudian jenis stress adalah kecemasan. Selanjutnya,
akan memengaruhi kelenjar hipofisis untuk kecemasan akan diikuti oleh tahap
mengekspresikan Hormon perlawanan dan pengerahan kimiawi dari
Adrenokortikotropik (ACTH). Hal tersebut sistem pertahanan tubuh. Bila ancaman
dapat memengaruhi hormon adrenalin terjadi secara berkepanjangan, maka tubuh
(hormon yang memengaruhi stres) dan akan kehabisan energi untuk melawan
menghasilkan hormon kortisol. Ketika ancaman itu dan sistem pertahanan tubuh
jumlah hormon kortisol tinggi, produksi ASI akan berkurang (Dewi, 2018).
akan terhambat (Christian, 2012). Sumber stres dikenal sebagai stressor.
Kecemasan yang dialami ibu nifas Stressor dapat dibagi menjadi tiga golongan
merupakan faktor risiko yang memengaruhi yaitu stressor fisik biologis yang berasal dari
terhambatnya proses menyusui. kondisi fisik seseorang misalnya dingin,
Penghentian awal proses menyusui akan panas, infeksi, nyeri; stressor psikologis
menyebabkan tingginya tingkat kegagalan yang bersumber dari psikis, misalnya takut,
ASI eksklusif di Indonesia. Berdasarkan cemas, marah, khawatir; stressor sosial
analisis WHO (2014), tampak bahwa praktik budaya yang berasal dari kultur yang
menyusui yang kurang optimal, termasuk melatarbelakangi kehidupan seseorang,
tidak memberikan ASI eksklusif, misalnya perceraian, perselisihan,

8
pengangguran. Stressor fisik biologis yaitu oksigen, dan sel darah putih dihasilkan lebih
perubahan hormon secara drastis, rasa banyak untuk melawan infeksi. Sebagian
nyeri pada payudara yang besar perubahan psikologis tersbut terjadi
membengkak (kesakitan saat memberikan akibat aktivitas dari dua sistem neuro
ASI), nyeri pada daerah sekitar jalan lahir endokrin yang dikendalikan oleh
dan rahim (akibat luka post SC), kesulitan hipotalamus, yaitu sistem simpatetik dan
menurunkan berat badan, serta kelelahan sistem korteks adrenal. Hipotalamus
yang memuncak karena merawat bayi. merupakan bagian dari otak yang menjadi
Stressor psikologis yaitu rasa takut (dihakimi pusat stress karena fungsi gandanya dalam
oleh orang sekitar), cemas dikarenakan keadaan darurat, yaitu mengaktivasi cabang
menghadapi konfilk antara peran sebagai simpatis dari sistem saraf otonom, dan
ibu dan tuntutan sebagai perempuan karier, melakukan aktivasi sistem korteks adrenal
khawatir berlebihan dalam perannya dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis
sebagai ibu (merasa kurang mampu agar mensekresikan ACTH atau
merawat bayi), merasa kurang waktu untuk adrenocorticotropin (Dewi, 2018).
diri sendiri hingga merasa tidak bebas lagi, Hormon ACTH menstimulasi lapisan
hilangnya rasa percaya diri, merasa kelam luar kelenjar adrenal (korteks adrenal)
dan galau, dan sulit untuk berkonsentrasi. yang menyebabkan pelepasan sekelompok
Stressor sosial budaya yaitu bertengkar hormon kortiso) yang meregulasi kadar
dengan suami dan keluarga, kurangnya glukosa dan mineral tertentu di dalam darah.
perhatian dari suami dan orang terdekat Efek dari kortisol adalah sebagai
dalam membantu merawat diri dan bayinya, Kalorigenik, dimana kortisol meningkatkan
dan tuntutan dari adat setempat. pembentukan energi dari pemecahan
Akibat dari tubuh yang bereaksi terhadap cadangan karbohidrat, lemak dan protein, ini
stressor tersebut, maka akan terjadi akan menyebabkan penurunan berat badan
seurutan kompleks respons bawaan yang cukup bermakna; meningkatkan
terhadap ancaman yang dihadapi. Jika respon simpatis, respon ini akan
ancaman dapat segera dihentikan, maka meningkatkan curah jantung yang akan
respons darurat tersebut akan seketika memberikan keluhan berupa dada berdebar-
menghilang dan kondisi fisiologis kembali debar; menurunkan akumulasi sel darah
menjadi normal, namun apabila tidak segera putih dan reaksi peradangan pada tempat
ditangani, akan menyebabkan kerugian cedera. Hal ini akan menyebabkan
dalam aspek emosional ibu dimana akan kerentanan terjadinya infeksi dan
merasa pesimis dan kurang percaya diri memperlama proses penyembuhan luka;
sehingga akan menarik diri dari lingkungan merangsang sekresi lambung, hal ini
sosialnya, memiliki niat bunuh diri, dan menyebabkan rusaknya mukosa lambung,
membunuh anaknya sendiri. Pada saat biasanya terbentuk ulkus peptikum,
seperti itu dibutuhkan energi yang cepat menurunkan hormone gonadotropin
sehingga hati melepaskan lebih banyak releasing factor, pada perempuan akan
glukosa sebagai sumber energi. menghambat ovulasi (Dewi, 2018).
Metabolisme meningkat sebagai persiapan Salah satu cara untuk mengatasi baby
untuk pemakaian energi, terjadi peningkatan blues yaitu dengan melakukan konseling
kecepatan denyut jantung, peningkatan bersama ahlinya. Hal ini dibuktikan dengan
tekanan darah, dan peningkatan pernafasan penelitian Tindaon & Anggeria (2018) yang
(Dewi, 2018). menyatakan bahwa ada efektivitas
Demikian pula saat endhorphin konseling terhadap baby blues pada ibu
disekresikan, sel darah merah lebih banyak primipara. Hasil penelitian menunjukkan
dilepaskan untuk membantu membawa bahwa sebagian besar responden

9
memerlukan bantuan dari tenaga medis Mekanisme musik dapat menurunkan
untuk masalah yang dihadapi pada baby gejala baby blues karena musik akan
blues. Konseling merupakan suatu bantuan merangsang pengeluaran gelombang otak
yang diberikan oleh konselor pada individu yang dikenal sebagai gelombang alpha (α)
yang mengalami masalah secara tatap yang memiliki frekuensi 8-12 cps (cycles per
muka dengan tujuan agar individu tersebut second). Saat gelombang α dikeluarkan,
dapat mengambil keputusan secara mandiri otak memroduksi serotonin yang membantu
atas permasalahan yang dihadapinya baik menjaga perasaan bahagia dan membantu
masalah psikologis, sosial, dan lain-lain dalam menjaga mood, dengan cara
dengan harapan dapat memecahkan membantu tidur, perasaan tenang serta
masalahnya, memahami dirinya, melepaskan depresi dan endorphin yang
mengarahkan dirinya sesuai dengan menyebabkan seseorang merasa nyaman,
kemampuan dan potensinya sehingga tenang, dan euphoria. Pemberian intervensi
mencapai penyesuaian diri dan terapi musik klasik dapat membuat
lingkungannya (Tindaon & Anggeria, 2018). seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa
Selain itu, cara mengatasi baby blues aman dan sejahtera, melepaskan rasa
yaitu dengan terapi musik klasik. Hasil gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit
penelitian terapi musik klasik Mozart pada dan menurunkan tingkat stres, sehingga
ibu post partum yang mengalami baby blues dapat menurunkan kecemasan. Hal tersebut
menunjukkan nilai EPDS 10 pada klien 1 terjadi karena peningkatan serotonin dan
dan nilai EPDS 12 pada klien 2 sebelum penurunan ACTH yang merupakan hormon
diberikan terapi musik klasik Mozart. Setelah stres (Permatasari, Misrawat, & Hasanah,
diberikan terapi musik klasik Mozart selama 2015).
tiga hari berturut-turut nilai EPDS pada klien
1 menurun menjadi 5 dan pada klien 2 nilai KETERBATASAN PENELITIAN
EPDS menurun menjadi 7. Hal ini sesuai Keterbatasan dari literature review ini
dengan hasil penelitian Permatasari, dkk adalah, karena merupakan penelitian
(2015), bahwa terapi musik klasik Mozart sekunder, peneliti tidak dapat turun
yang diberikan pada hari ke 7 postpartum langsung ke lapangan untuk melihat
satu kali sehari selama tujuh hari berturut- pengalaman langsung dari ibu yang
turut dengan menggunakan Earphone dan mengalami baby blues.
MP3 Player selama 30 menit mendapatkan
perbedaan yang signifikan antara gejala KESIMPULAN DAN SARAN
postpartum blues sebelum dan sesudah Untuk menghindari terjadinya baby blues,
terapi dengan menggunakan pengukuran maka ibu dapat mempersiapkan persalinan
EPDS. secara lebih dalam lagi. Salah satu cara
Terapi musik sering digunakan karena yang dapat ibu lakukan adalah dengan
sangat mudah dilakukan dan efektifitasnya mencari informasi dari berbagai sumber
menunjukkan pengaruh yang signifikan seperti buku, majalah, artikel, dan
terhadap kondisi rileks pada diri seseorang. sebagaina sebagai sumber pengetahuan
Terapi musik membantu ibu postpartum bagi ibu. Selain itu ibu juga dapat
yang mengalami baby blues mengeluarkan mengonsultasikan perasaannya kepada
perasaan mereka, membuat perubahan yang lebih ahli seperti perawat, bidan, atau
positif dengan suasana hati, membantu dokter.
memecahkan masalah,mengurangi stress,
dan mengalihkan perhatian klien dari gejala DAFTAR PUSTAKA
yang tidak menyenangkan (Santy & Wahid, Abadan, C. R., Khasanah, N. A., & Sari, D.
2019). P. (2015). Persalinan Buatan Dengan

10
Postpartum Blues. Padang: Laporan Soedirman Journal of Nursing),
Penelitian. Volume 10, No.2, 114-120.
Aminah, A., Fatmawat, A., & Gartika, N. Kurniasari, D., & Astuti, Y. A. (2014).
(2019). Hubungan Kejadian Hubungan Antara Karakteristik Ibu,
Postpartum Blues dengan Motivasi Kondisi Bayi Dan Dukungan Sosial
Ibu dalam Menyusui. Jurnal Suami Dengan Postpartum Blues
Keperawatan „Aisyiyah Volume 6 | Pada Ibu Dengan Persalinan Sc Di
Nomor 2 , 35 - 40 . e-ISSN : 2477- Rumah Sakit Umum Ahmad Yani
4405 p-ISSN : 2355-6773. Metro Tahun 2014 . Jurnal Kesehatan
Anggasari, Y. (2017). The Event Maternity Holistik Vol 9, No 3, Juli 2015: 115-
Blues Been Reviewed From Paritas 125, 115-125.
Ibu Nifas in BPM Nanik Cholid Maliszewska, K., Freund, M. S., Bidzan, M.,
Sidoarjo. Proceeding of Surabaya & Prels, K. (2016). Relationship,
International Health Conference, 489- social support, and personality as
496. psychosocial determinants of the risk
Aryana, M. B. (2014). Postpartum Blues. for postpartum blues. Ginekologia
Sari Pustaka, SMF Obstetri dan Polska 2016, vol. 87, no. 6, 442–447.
Ginekologi RSUP Sanglah, Fakultas DOI: 10.5603/GP.2016.0023.
Kedokteran, Universitas Udayana, Maritalia, D. (2017). Asuhan Kebidanan
Denpasar. Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Gosyen
Chasanah, I. N., Pratiwi, K., & Martuti, S. Publishing.
(2016). Postpartum Blues Pada Ningrum, S. P. (2017). Faktor-Faktor
Persalinan Di Bawahh Usia Dua Psikologis yang Mempengaruhi
Puluh Tahun. Jurnal Psikologi Undip Postpartum Blues. Psympathic, Jurnal
Vol.15 No.2 Oktober 2016, 117-123. Ilmiah Psikologi Desember 2017, Vol.
Christian, L. M. (2012). 4, No. 2, 205 – 218 . DOI:
Phsyconeuroimunology in pregnancy: 10.15575/psy.v4i2.1589 , ISSN : 2086
immune pathways linking stress with - 2628.
maternal health, adverse birth Oktaputrining, D., C, S., & Suroso. (2017).
outcomes, and fetal development. Post Partum Blues: Pentingnya
Cooke, A., Smith, D., & Booth, A. (2012). Dukungan Sosial Dan Kepuasan
Beyond PICO: The SPIDER Tool for Pernikahan Pada Ibu Primipara.
Qualitative Evidence Synthesis. Psikodimensia, Vol. 16; No. 2 ISSN
Qualitative Health Research 22(10), cetak : 1411-6073 ISSN online :
1435-1444 DOI: 2579-6321 , 151-157.
10.1177/1049732312452938. Oktiriani, I. (2017, September).
Dewi, N. W. (2018). Penyembuhan Baby PerilakuBaby Blues Syndrome
Blues Syndrome Dan Post-Partum PadaIbu Pasca Melahirkan Di
Depression Melalui Chandra Kelurahan Sekaran, Kecamatan
Namaskara Dan Brahmari Gunung Pati. Unversitas Negeri
Pranayama . Yoga dan Kesehatan Semarang, p. 16.
Volume 1, No.1, Maret 2018, 1-14. Permatasari, I. D., Misrawat, & Hasanah, O.
Girsang , B. M., Novalina, M., & Jaji. (2015). (2015). Efektivitas Terapi Musik
Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Klasik Mozart Terhadap Penurunan
Tingkat Postpartum Blues Ibu Gejala Post Partum Blues. JOM Vol.
Primipara Berusia Remaja . Jurnal 2 No. 2, 1160-1168.
Keperawatan Soedirman (The Purnamaningrum, Y. E., Kusmiyati, Y.,
Nugraheni, H. T., & Waryana. (2018).

11
Young age pregnancy and Susanti, L. W., & Sulistiyanti, A. (2017).
postpartum blues incidences. Analisis Faktor-Faktor Penyebab
International Journal of Scientific Terjadinya Baby Blues Syndrom Pada
Research And Education, Volume 6 Ibu Nifas. Jurnal Ilmiah Rekam Medis
Issue 02, 7812-7819 . ISSN(e) : 2321- dan Informatika Kesehatan,
7545. INFOKES, VOL 7 NO 2, September
RSUD Dr. Soedarso, Pontianak, Kalimantan 2017, 121-132. ISSN : 2407 - 2656 .
Barat. (2020). Buku Catatan Medical Tindaon, R. L., & Anggeria, E. (2018).
Record Ruang Nifas. Efektivitas Konseling Terhadap Post
Santy, F. N., & Wahid, S. N. (2019). Partum Blues Pada Ibu Primipara .
Penurunan Gejala Baby Blues Melalui Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 , 115-
Terapi Musik Klasik Mozart Pada Ibu 126.
Post Partum. Jurnal Kesehatan World Health Organization (WHO). (2017).
Panca Bhakti Lampung, Volume VII, Eastern Mediterranean Health
No. 2, 34-41 . P-ISSN : No. 2338- Journal. Volume 23. No.12., 793-858.
0020 E-ISSN : No. 2615-8604. (https://creativecommons.org/licenses
Sari, D. N., & Utami, R. A. (2019). /by-nc-sa/3.0/igo).
Hubungan Kejadian Post Partum Yuniwati, C., Fithriany, & Fahriany, C.
Blues dengan Kemampuan Menyusui (2016). Usia Ibu Saat Persalinan Dan
Pada Ibu Postpartum di RS PKU Dukungan Sosial Dengan Kejadian
Muhammadiyah Gamping Baby Blues Syndrome Pada Ibu Post
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Al- Partum Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Irsyad Vol XII, No. 2 , 71-82. Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah
Sari, L. P., Salimo, H., & Budihastuti, U. R. PANNMED Vol.10 No.3 Januari -
(2017). Optimizing the Combination of April 2016 , 305-3
Oxytocin Massage and
Hypnobreastfeeding for Breast Milk
Production among Post-Partum
Mothers. Journal of Maternal and
Child Health , 20-29.
https://doi.org/10.26911/thejmch.2017
.02.01.03.
Shirjang, L., & Garechahi, M. (2013).
Relationship between social
adjustment and marital satisfaction
with postpartum depression.
American Journal of Sustainable
Cities and Society Issue 2, Vol. 1 ,
140-147, ISSN : 2319 – 7277.
Suryani. (2016). Mencegah Plagiarism : Ilmu
dan Seni Melakukan Literature
Review. Bandung: Unpad Press.
Susanti, L. W. (2016). Faktor Terjadinya
Baby Blues Syndrome Pada Ibu Nifas
di BPM Suhatmi Puji Lestari. Jurnal
Kebidanan dan Ilmu Kesehatan
Volume 3 / Nomor 2 , 35-44 . ISSN :
2407 - 2656.

12

You might also like