Bab Air

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

‫‪Mukadimah‬‬

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬


‫مقدمة‬
‫ص َحابَته هه أ ْ‬ ‫ب العال هَم ْي وصلَّى هللا َعلَى سيه هد َن ُمَ َّمد النه ه ه ه ه‬ ‫ه‬
‫ي‪.‬‬ ‫َْجَ هع ْ َ‬ ‫َّب َوآله الطَّاه هريْ َن َو َ‬ ‫َ‬ ‫احلَ ْمد لل َر ه َ َ َ َ‬
‫َص َف َه هان َرهمحَه هللا تَ َع َاَل‪َ :‬سأَل هَن بَ ْعض‬ ‫ي بْ هن ْ‬
‫أمحَ َد األ ْ‬ ‫َمحَد بْ هن احل َس ْ ه‬‫اضي أَبو ش َجاع أ ْ‬ ‫ال ال َق ه‬ ‫قَ َ‬
‫الشافه هعي ر ْمحَة ه‬
‫هللا‬ ‫ب ا هإل َم هام َّ‬ ‫َص هدقَ هاء ح هفظَهم هللا تَع َاَل أَ ْن أَ ْعمل ُمْتَصرا هف ه‬
‫الف ْق هه َعلَى َم ْذ َه ه‬ ‫األ ْ‬
‫َ‬ ‫ََ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫املب تَ هد هئ‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه ه‬ ‫ضوانه هف غَاي هة ه ه‬ ‫ه‬
‫ب َعلَى املتَ َعل هم َد ْرسه َويَ ْسه َل َعلَى ْ‬ ‫صا هر َو ِنَايَة ا هإل ْيَا هز ليَ ْقر َ‬
‫اال ْخت َ‬ ‫َ‬ ‫َعلَْيه َوهر ْ َ‬
‫اغبا إه ََل ه‬ ‫اب ر ه‬ ‫ال فَأَجب ته إه ََل ذَله َ ه ه‬ ‫ات وح ْ ه‬ ‫ه ه‬ ‫ه ههه‬ ‫ه‬
‫هللا‬ ‫ك طَالبا للث ََّو ه َ‬ ‫ص ه َْ‬ ‫ص هر اخل َ‬ ‫ح ْفظه َوأَ ْن أ ْكث َر ف ْيه م َن التَّ ْقس ْي َم َ َ‬
‫َط ْيف َخبه ْْي‪.‬‬ ‫ادهه ل ه‬ ‫اب إهنَّه َعلَى ما ي َشاء قَ هدي ر وبه هعب ه‬ ‫تَ َع َاَل هف الت َّْوفه ْي هق له َّ‬
‫لص َو ه‬
‫ْ َ َ‬ ‫َ َ‬
‫‪Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada junjungan kita,‬‬
‫‪Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya. Al-Qadhi Abu‬‬
‫‪Syuja’ Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Ashfahany berkata:‬‬
‫‪Beberapa orang teman—semoga Allah menjaga mereka—memintaku untuk membuat sebuah kitab‬‬
‫‪ringkas tentang fikih madzhab Syafii—semoga rahmat Allah dan keridaan Allah Ta’ala terlimpahkan‬‬
‫‪kepadanya—yang benar-benar ringkas dan pendek sehingga mempermudah bagi pelajar dalam‬‬
‫‪mempelajari dan menghafalnya. Mereka juga memintaku untuk memperbanyak pembagian-‬‬
‫‪pembagiannya dan membatasi permasalahannya. Karenanya aku menyambutnya seraya mengharapkan‬‬
‫‪pahala dan taufik Allah Ta’ala menuju kebenaran. Sesungguhnya Allah mampu melakukan apa yang‬‬
‫‪diinginkan-Nya, Maha Lemah Lembut kepada para hamba-Nya dan Maha Mengetahui.‬‬

‫‪Kitab Thaharah‬‬
‫كهتَاب الطَّهارةه‬
‫ََ‬
‫أَنْ َواع الهميَاهه‪:‬‬
‫املهيَاه الَّهت َي ْوز هِبَا التَّطْه ْْي َس ْبع هميَاه‪:‬‬
‫الَبهد ؛ ثَّ‬ ‫الع ْ ه‬ ‫ه‬ ‫ماء َّ ه‬
‫‪،‬وَماء ََ‬ ‫ْج َ‬ ‫ي ‪َ ،‬وَماء الثَّل ه‬ ‫‪،‬وَماء َ‬ ‫‪،‬وَماء الب ْئ هر َ‬ ‫َّه هر َ‬ ‫‪،‬وَماء البَ ْح هر َ‬
‫‪،‬وَماء الن ْ‬ ‫الس َماء َ‬ ‫َ‬
‫ه‬ ‫ه‬
‫ْسام ‪:‬‬ ‫الميَاه َعلَى أ َْربَ َعة أَق َ‬
‫اهر مطَ ه ر غَ ْْي َم ْكرْوه َوه َو املاء املطْلَق‬ ‫طَ ه‬
‫اهر مطَ ه ر َم ْكرْوه َوه َو املاء امل َش َّمس ‪،‬‬ ‫طَ ه‬
‫اهر ه‬ ‫ه َّ ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ات ‪،‬‬ ‫املستَ ْع َمل ‪ ،‬واملتَ غَهْي ِبَا َخالَطَه م َن الط َ‬ ‫َوطَاهر غَ ْْي مطَ ه ر ؛ َوه َو املاء ْ‬
‫ْي‬ ‫ي أ َْو َكا َن ق لَّتَ ْ ه‬
‫اسة َوه َو د ْو َن القلَّتَ ْ ه‬ ‫وماء َهَنس وهو الَّ هذي حلَّ ْ ه ه‬
‫ي فَ تَ غَ ََّ‬ ‫ت ف ْيه ََنَ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫ََ‬
‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
َ ‫ َوالقلَّتَان ََخْس همائَة هرطْل بَغْ َداد هي تَ ْق هريْبا هف األ‬.
.‫َص هح‬
Kitab Thaharah (Bersuci)
Air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh yaitu:
1. Air hujan
2. Air laut
3. Air sungai
4. Air sumur
5. Mata air
6. Air salju
7. Air embun
Kemudian, air itu dibagi menjadi empat:
Pertama: Air thohir muthohhir ghoiru makruh, air yang suci dan menyucikan serta tidak makruh untuk
bersuci. Air ini disebut juga air muthlaq.
Kedua: Air thohir muthohhir makruh, air yang suci, tetapi makruh untuk menyucikan, yaitu air
musyammas.
Ketiga: Air thohir ghoiru muthohhir, air yang suci, tetapi tidak menyucikan, yaitu: (a) air musta’mal, dan
(b) air yang berubah karena bercampur dengan sesuatu yang suci.
Keempat: Air najis, yaitu air yang kemasukan najis dan air tersebut kurang dari dua qullah atau air
tersebut sudah mencapai dua qullah lantas berubah.
Air dua qullah adalah air berukuran 500 rithl Baghdad berdasarkan pendapat paling benar.

Penjelasan
Ath-thaharah secara bahasa berarti an-nazhofah, yaitu bersih, suci.
Secara syari, thaharah berarti:

‫َرفْع َح َدث أ َْو إه َزال هَة ََنَس أ َْو َما هف َم ْعنَاُهَا أ َْو َعلَى ص ْوَرهِته َما‬
“Mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang semakna dengannya atau dengan bentuk
keduanya.”
Yang semakna dengannya: istijmar (istinja dengan batu), tayamum.
Dengan bentuk keduanya: mengulangi wudhu, mandi sunnah.
Wasail thaharah:
1. Air
2. Debu
3. Dhabigh, penyamak kulit
4. Batu istinja’
Maqashid thaharah:
1. Wudhu
2. Mandi
3. Tayamum
4. Izalatun najasah (menghilangkan najis)

Air yang boleh digunakan untuk bersuci


Air yang boleh digunakan untuk bersuci terhimpun dalam kalimat:

‫َص هل اخله ْل َق هة‬ ‫ه‬ ‫َي ه‬


ْ ‫ص َفة َكا َن م ْن أ‬ ‫الس َم هاء أ َْونَبَ َع هم َن األ َْر ه‬
‫ض َعلَى أ ه‬ َّ ‫َما نَ َز َل هم َن‬
“Segala air yang turun dari langit atau keluar dari dalam bumi dengan bentuk apa pun dalam bentuk
yang masih asli.” Inilah yang disebut air mutlak dalam bahasan selanjutnya.

Macam-macam air
Kita lihat macam-macam air yang dibagi dalam matan Taqrib.
Pertama adalah:
‫طَ ه‬
‫اهر مطَهر غَ ْْي َم ْكرْوه َوه َو املاء املطْلَق‬
Air yang suci untuk dirinya sendiri dan menyucikan yang lain, air ini tidak makruh untuk digunakan.
Itulah yang disebut dengan air mutlak. Air ini kita sebut dengan air, tanpa ada embel-embel
tambahan. Air sumur masih tetap kita sebut dengan air, maka tidaklah masalah tambahan penyebutan
air sumur.
Syaikh Dr. Labib Najib mengungkapkan air mutlak dengan kalimat:
‫ف واللهس ه‬
‫ه‬ ‫ه هه ه‬ ‫ه‬
‫ان‬ َ ‫َما ي َس َّمى َماء بهلَ قَ ْيد َال هزم ع ْن َد‬
َ َ ‫الع هال ِبَاله م ْن أ َْه هل الع ْر‬
Air tanpa qaid (tanpa embel-embel) menurut seorang alim dari ahli ‘urf dan lisan yang mengetahui
keadaannya.
Kedua adalah:
‫طَ ه‬
، ‫اهر مطَ ه ر َم ْكرْوه َوه َو املاء امل َش َّمس‬
Air yang suci untuk dirinya sendiri, tetapi makruh untuk menyucikan yang lain. Itulah air musyammas.
Air ini makruh digunakan pada badan, bukan pada pakaian.
Air musyammas adalah air yang terpapar matahari, yakni air panas akibat pengaruh sinar matahari.
Penggunaan air ini dimakruhkan secara syariat hanya di wilayah panas dalam wadah yang tertutup,
kecuali bejana dari naqdain (emas dan perak) mengingat jernihnya inti dua logam mulia ini. Apabila
air tersebut dingin, pemakaiannya hilang kemakruhannya.
• Catatan:
Imam Nawawi rahimahullah memilih pendapat tidak dimakruhkan (menggunakannya) secara
mutlak.
• Penggunaan air yang sangat panas dan sangat dingin tetap dimakruhkan.
Dalam Asna Al-Mathalib Mamzujan bi Raudh Ath-Thalib dalam Fikih Syafii disebutkan bahwa:

‫ نعم إن فقد غْيه وضاق‬.‫(ويكره) تنزيها (شديد حرارة و) شديد (برودة) ملنع كل منها اإلسباغ‬
‫ انتهى‬.‫ وهو واضح‬،‫الوقت وجب استعماله أو خاف منه ضررا حرم‬
Dimakruhkan (makruh tanzih) menggunakan air yang sangat panas atau sangat dingin karena
keduanya mengakibatkan berwudhu tidak bisa sempurna. Jika tidak ada air selain keduanya dan
waktu sangat sempit, maka wajib menggunakannya. Akan tetapi, jika khawatir ada mudarat, haram
digunakan. Ini jelas sekali.
Fatwa Islamweb
https://www.islamweb.net/ar/fatwa/70531/
Ketiga adalah :
‫ه َّ ه‬
‫اهر ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
، ‫ات‬َ ‫ واملتَ غَهْي ِبَا َخالَطَه م َن الط‬، ‫املستَ ْع َمل‬
ْ ‫َوطَاهر غَ ْْي مطَ ه ر ؛ َوه َو املاء‬
Air thohir ghoiru muthohhir, air yang suci, tetapi tidak menyucikan, yaitu: (a) air musta’mal, dan (b) air
yang berubah karena bercampur dengan sesuatu yang suci.
Air musta’mal
Penjelasan air mustakmal dari Al-Mukhtashar Al-Lathif (Al-Mukhtashar Ash-Shaghir li Al-Muqaddimah
Al-Hadramiyyah).

.‫ارة هِبَا تطه َر به هه هم ْن َح َدث َوََنَس‬ ‫ه‬


َ ‫َوالَ تَصح الطَّ َه‬
Tidak sah bersuci menggunakan air yang sudah dipakai untuk bersuci dari hadats dan najis.
Catatan:
Air mustakmal adalah:

‫ارة َوَكا َن قَلهْيل‬ ‫است ْع هم َل هف فَ ْر ه‬


َ ‫ض طَ َه‬ ْ ‫َما‬
air yang digunakan untuk bersuci yang wajib dan airnya termasuk air qalil (kurang dari dua qullah).
Air mustakmal ada dua macam:
1. Air yang digunakan untuk menyucikan hadats.
2. Air yang digunakan untuk menghilangkan najis dan terpisah tanpa berubah setelah
menyucikan tempat najis. Namun, jika berubah setelah membersihkan najis, maka air tersebut
najis secara ijmak.
Lihat Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-
Thaharah ila Al-Hajj, karya Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad bin Husain Al-Qadiri, hlm. 18-19.
Syarat air mustakmal:
1. Bekas bersuci yang wajib.
2. Airnya termasuk qalil (kurang dari dua qullah).
Dalam Hasyiyah Al-Baijuri (1:183) disebutkan tambahan syarat air mustakmal:
3. Tidak terpisah dari anggota tubuh. Hal ini berbeda dengan sebelum terpisah, maka tidak termasuk
mustakmal. Karena selama air masih berputar di anggota tubuh (belum terpisah), tidak disebut air
mustakmal.
Imam Nawawi mengatakan bahwa air mustakmal tidak lagi disebut air mutlak.

Air kecampuran benda suci


Penjelasan air yang kecampuran benda suci dari Al-Mukhtashar Al-Lathif (Al-Mukhtashar Ash-Shaghir
li Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah) karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Bafadhal.

َّ ‫اهر يَ ْستَ غْ هن املاَء َع ْنه َك‬


‫الز ْع َف َران‬ ‫احشا هِب َخالَطَ هة َشيء طَ ه‬ ‫فَهإذَا تَغَ َّْي طَعم ه‬
‫املاء أَو لَونه أَو هرْْيه تَغَْيا فَ ه‬
ْ ْ ْ ْ ْ
.‫ارة به هه‬ ‫ص والن ه‬ ‫ان واجله ه‬ ‫واأل ْشنَ ه‬
َ ‫ورة والك ْح هل َلْ ََت هز الطَّ َه‬
َ َ
.‫ب َوَما هف َم َق هرهه َوَمََ هرهه‬ ‫اب َوالط ْحل ه‬‫الُّت ه‬ ‫ه‬
َ ‫َوالَ يَضر التَّ غَْي هِبمل ْكث َو‬
.‫ب‬ ‫ َكالع ْو هد والد ْه هن املطَيَّ ه‬،‫َوالَ يَضر التَّ غَْي هِبجملَ َاوَرةه‬
Bila air telah berubah rasanya, warnanya, atau baunya, dengan perubahan yang banyak karena
tercampur dengan benda suci yang mana air tidak biasa bersinggungan dengannya, seperti minyak
za’faran, potas, batu kapur, kapur, atau celak, maka air tersebut tidak boleh dipakai untuk bersuci
(sudah berubah menjadi air THOHIR, suci untuk dirinya saja, tidak menyucikan lainnya)
Adapun jika air berubah karena didiamkan dalam waktu lama, bercampur lumpur, lumut, atau benda-
benda yang biasa ada di tempat berdiamnya air dan tempat mengalirnya, maka air tersebut boleh
digunakan bersuci (masih THOHUR, suci dan menyucikan).
Juga boleh digunakan bersuci (masih THOHUR, suci dan menyucikan) bila air berubah sifatnya karena
bersinggungan dengan benda suci yang tidak larut dalam air, seperti kayu gaharu dan minyak wangi
(yang tidak larut dalam air).

Air itu ada yang bercampur dengan:


• Mukholith = larut dalam air, tidak bisa dipisah.
• Mujaawir = tidak larut dalam air, bisa dipisah.

Bahasan air menjadi THOHIR (suci saja secara zatnya) diringkas dengan kalimat:

‫صافه هه تَغَْيا َكثه ْْيا‬ ‫ه َّ ه ه‬


َ ‫َح َد أ َْو‬
َ ‫ْي أ‬
ََّ َ‫َماء َخالَطَه َش ْيء م َن الطاه َرات فَ غ‬
“Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci lantas berubah salah satu sifatnya dengan perubahan
yang banyak.”
Air yang tetap dalam keadaan THOHUR adalah:
1. Air yang diam dalam waktu yang lama.
2. Air yang berdiam di tempat berdiamnya atau tempat mengalirnya.
3. Air yang bercampur dengan sesuatu yang sulit dihindari seperti daun dan lumut.
4. Air yang berubah sedikit dengan mukholith, yang tidak mungkin dipisah.
5. Air yang berubah dengan mujaawir, sesuatu yang mungkin dipisah seperti dengan kayu.
6. Air yang berubah dengan tanah atau sesuatu yang asin.
(Tahqiq Ar-Raghbaat bi At-Taqsiimaat wa At-Tasyjiiroot li Tholabah Al-Fiqh Asy-Syafii, Syaikh Dr. Labib
Najib, hlm. 9)

Keempat adalah:
‫ي أ َْو َكا َن ق لَّتَ ْ ه‬
‫ي فَ تَ غَ َّْي‬ ‫اسة َوه َو د ْو َن القلَّتَ ْ ه‬ ‫وماء َهَنس وهو الَّ هذي حلَّ ْ ه ه‬
َ َ‫ت ف ْيه ََن‬ َ َ َ ََ
Air najis, yaitu air yang kemasukan najis dan air tersebut kurang dari dua qullah atau air tersebut sudah
.mencapai dua qullah lantas berubah
Untuk memahami air dua qullah, kita lihat pembagian air dari Matan Safinah An-Naja.

.‫املَاء قَله ْيل َوَكثه ْْي‬


‫ َما د ْو َن الْقلَّتَ ْ ه‬:‫فَالْ َقله ْيل‬
.‫ي‬
.‫ان فَأ ْكثَر‬ ‫ ق لَّتَ ه‬:‫والْ َكثه ْْي‬
َ
.‫ َوإهن َلْ يَتَ غَ َّْْي‬،‫اس هة فه ْي هه‬ ‫ه‬
َ ‫َّج‬ َ ‫ يَتَ نَ َّجس بهوق ْو هع الن‬:‫َوال َقل ْيل‬
.‫ ْأو هرْْيه‬،‫ أ َْو ل َْونه‬،‫ْي طَ ْعمه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
ََّ َ‫ الَ يَتَ نَ َّجس إالَّ إذا تَغ‬:‫َوال َْماء الْ َكث ْْي‬
Air sedikit dan banyak. Air sedikit itu jika kurang dari dua kulah dan air banyak jika lebih dari dua
kulah. Air sedikit menjadi najis dengan jatuhnya benda najis ke dalamnya meskipun tidak berubah.
Sementara air banyak tidak menjadi najis dengan jatuhnya benda najis ke dalamnya kecuali jika
berubah rasanya, warnanya, atau aromanya.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda,
‫ي َلْ ي نَ هج ْسه َش ْىء‬
‫إه َذا بَلَ َغ ال َْماء ق لَّتَ ْ ه‬
“Jika air telah mencapai dua qullah, tidak ada sesuatu pun yang menajiskannya.” (HR. Ibnu Majah, no.
424. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Faedah:
• Air itu ada dua macam, yaitu air qolil (sedikit) dan air katsir (banyak). Patokannya adalah air
dua qullah.
• Ukuran dua qullah itu air seukuran kurang lebih 500 rithl Baghdadiyyah, mendekati 200 Liter
(1 m x 1 m x 20 cm).
• Satu rithl Baghdad adalah 128 dirham ditambah 4/7 dirham sebagaimana pendapat dari
Imam Nawawi.
• Air sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah.
• Air banyak adalah air yang telah mencapai dua qullah atau lebih dari itu.

Hukum fikih
• Air sedikit menjadi najis dengan sekadar mulaaqoh (bertemu) najis, walau air tersebut tidak
berubah.
• Air banyak menjadi najis hanyalah jika terjadi perubahan rasa, warna, atau bau karena
kemasukan najis.

Air yang tidak dihukumi najis adalah:


• Air kemasukan bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir ketika dibunuh atau salah satu
organnya terputus, seperti lalat yang tidak sengaja dimasukkan ke dalamnya, dan tidak
mengubah (salah satu dari tiga sifatnya)nya.
• Najis yang tidak terlihat oleh mata.

Referensi:
• Fath Al-Qarib Al-Mujib. Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Penerbit
Thaha Semarang.
• Hasyiyah Al-Baijuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan
kedua, Tahun 1441 H. Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri. Penerbit Dar Al-Minhaj.
• Mukhtashar Abu Syuja’. Cetakan pertama, Tahun 1428 H. Al-Imam Al-‘Aalim Al-‘Aalamah
Ahmad bin Al-Husain Al-Ashfahani Asy-Syafi’i (433-593 H). Penerbit Dar Al-Minhaj.
• Tahqiq Ar-Raghbaat bi At-Taqsiimaat wa At-Tasyjiiroot li Tholabah Al-Fiqh Asy-Syafii. Syaikh
Dr. Labib Najib ‘Abdullah Ghalib.
• Tashil Al-Intifa’ bi Matn Abi Syuja’ wa Syai’ mimma Ta’allaqa bihi min Dalilin wa Ijma’ min Ath-
Thaharah ila Al-Hajj. Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad bin Husain Al-Qadiri. www.alukah.net.

You might also like