Professional Documents
Culture Documents
2495 7194 1 PB
2495 7194 1 PB
2 Desember 2021
ISSN: 2086-6305 (print) ISSN: 2614-5863 (electronic)
doi: 10.46807/aspirasi.v12i2.2495
link online: http://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/index
Sulis Winurini
sulis.winurini@dpr.go.id
Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, 10270
Naskah diterima: 10 September 2021 | Naskah direvisi: 18 November 2021 | Naskah diterbitkan: 31 Desember 2021
Abstract: This study aimed to develop an instrument for education future orientation
among adolescents in Indonesia, namely by confirming the future orientation model of
Seginer, Nurmi, and Poole. The approach used is quantitative because statistical tests
are needed to meet the psychometric requirements of an instrument. The researcher
used Confirmatory Factor Analysis (CFA) with Lisrel program to test construct validity
and single trial method with Cronbach Alpha technique with SPSS program to test
reliability. Data collection was conducted online at the end of August 2021 for 3,238
adolescents in class XII of Public High School with a convenient sampling technique.
Through CFA, it was confirmed that a unidimensional model was acceptable (RMSEA
= 0.048, < 0.05), meaning that all items truly measure the education future orientation.
In addition, it was also confirmed that the education future orientation consists of
motivational, cognitive, and behavioral components according to the theoretical
model of future orientation built by Seginer, Nurmi, and Poole. Meanwhile, based on
the results of the reliability test, this instrument has high reliability, with a reliability
coefficient of 0.905. Henceforth, this instrument can be used for educational research
purposes on adolescents.
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 179
depan pendidikan terdiri dari komponen motivasi, kognitif, dan perilaku sesuai model
teoritikal orientasi masa depan yang dibangun Seginer, Nurmi, dan Poole. Sementara
berdasarkan hasil uji reliabilitas, instrumen ini memiliki reliabilitas tinggi, dengan
koefisien reliabilitas sebesar 0,905. Untuk selanjutnya, instrumen ini bisa digunakan
untuk tujuan riset pendidikan terhadap remaja.
Kata Kunci: orientasi masa depan; pendidikan; reliabilitas; remaja; skala psikologi;
validitas
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 181
lalu dan masa sekarang. Menurutnya, ori- bagi seseorang karena menyangkut kesia-
entasi masa depan dipengaruhi penilaian pannya dalam mengantisipasi hal-hal yang
masa depan berdasarkan penilaian kritis mungkin terjadi di masa depan (Nurmi,
dari masa lalu, serta konstruksi dari auto- 1989).
biografi di masa depan. Sementara Frank Sementara Seginer (1995) mengung-
(1939) memperkenalkan dua hal yang men- kapkan orientasi masa depan meliputi gam-
dasari orientasi masa depan, yaitu sejauh baran individu mengenai masa depannya
mana masa depan seseorang dapat mem- yang terefleksi dalam harapan dan kekha-
proyeksikan pemikirannya, dan bagaimana watiran. Orientasi masa depan menjadi
tahap perkembangan awal seseorang da- landasan bagi individu untuk menentukan
pat memengaruhi orientasi masa depan. masa depan dengan menetapkan tujuan,
Sementara Lewin (1948) menekankan bah- membuat perencanaan, menggali pilihan,
wa konsep orientasi masa depan tidak da- dan membuat komitmen yang mengarah-
pat dipisahkan dari tujuan ideal dan nilai kan perilaku dan perkembangan seseorang
individu, serta faktor lingkungan dari indi- (Bandura, 2001; Seginer, 2008; Nurmi,
vidu tersebut. 1991; Trommsdorff, 1986; Hideg et al. 2010
Pada tahun-tahun selanjutnya, konsep dalam Hejazi et al., 2013). Seginer, Nurmi,
orientasi masa depan berkembang dalam dan Poole (1991) mengangkat model orien-
berbagai perspektif. Misalnya, possible self tasi masa depan dengan tiga kompo-
theory model yang diangkat oleh Markus nen, yaitu motivasi, kognitif, dan perilaku.
& Nurius (1986), hopes and fear model Komponen motivasi terdiri dari dua aspek,
yang diangkat oleh Nurmi (1989), future yaitu nilai, harapan, dan kontrol; komponen
time perspective model yang diangkat oleh kognitif terdiri dari dua aspek, yaitu isi dan
Trommsdorff dan Lamm (1983), dan future valensi dan komponen perilaku terdiri dari
orientation model yang diangkat oleh Se- dua aspek, yaitu eksplorasi dan komitmen.
giner (Seginer, 2009). Pendekatan yang digunakan Seginer,
Nurmi, dan Poole (1991) seperti yang
Definisi Orientasi Masa Depan banyak dilakukan peneliti orientasi masa
Menurut Trommsdorff dan Lamm (1983), depan dalam lima dekade terakhir. Sejalan
orientasi masa depan adalah fenomena dengan Bandura (2001, dalam Seginer,
kognisi motivasi yang kompleks di mana 2009), orientasi masa depan disebut tidak
seseorang melakukan antisipasi dan evalu- hanya mengenai tujuan yang abstrak,
asi terhadap masa depan dalam interaksi- tetapi juga memiliki gambaran spesifik
nya dengan lingkungan. Sementara menu- dalam untuk dapat memengaruhi perilaku
rut Nurmi (1989), orientasi masa depan individu. Pendidikan adalah salah satu
berkaitan dengan harapan, tujuan, standar, tujuan spesifik dalam bidang kehidupan
perencanaan, dan strategi yang dilakukan remaja yang ikut mendapat perhatian
untuk mencapai tujuan, mimpi-mimpi, dan Seginer, Nurmi, dan Poole (1991) di
cita-cita seseorang. Harapan, tujuan, stan- dalam model teoritikalnya. Oleh karena
dar, perencanaan, dan strategi ini dapat alasan inilah, peneliti menggunakan model
dikaitkan dalam aspek masa depan yang teoritikal masa depan yang dibangun oleh
luas menyangkut berbagai bidang, misal- Seginer, Nurmi, dan Poole (1991).
nya pendidikan, pekerjaan, pernikahan,
dan lain-lain. Orientasi masa depan ber- Komponen Orientasi Masa Depan
fungsi sebagai kerangka berpikir yang Orientasi masa depan bidang pendidik-
mengarahkan individu untuk melakukan an didefinisikan sebagai interaksi dari tiga
hal-hal yang diperlukan untuk mencapai komponen dalam diri individu, yaitu moti-
harapan-harapan di masa depan. Dengan vasi, kognitif, dan perilaku (Seginer, Nur-
demikian, orientasi masa depan penting mi, & Poole, 1991) terhadap pendidikan.
Masing-masing komponen memiliki beber- kehidupan tidak akan lepas dari harapan-
apa aspek sebagai indikator perilaku. harapan dan antisipasi ketakutan yang
Komponen motivasi terdiri dari nilai, eks- mungkin akan dihadapinya (Seginer, 2009).
pektasi, dan kontrol terhadap pendidikan; Komponen perilaku berisi dua aspek,
komponen kognitif terdiri dari dua aspek, yaitu eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi
yaitu isi dan valensi terhadap pendidikan; merupakan perilaku individu yang berorien-
dan komponen perilaku terdiri dari dua tasi pada lingkungan eksternal untuk men-
aspek, yaitu eksplorasi dan komitmen ter- cari dan mengumpulkan informasi, menye-
hadap pendidikan (Gambar 1). lidiki kesesuaiannya dengan karakteristik
Komponen motivasi berkaitan dengan pribadi individu, dan keadaan di lingkung-
segala hal yang paling mendorong individu an hidupnya. Komitmen berkaitan erat de-
untuk memikirkan masa depannya terkait ngan pengambilan keputusan. Individu yang
pendidikan. Ada tiga aspek komponen mo- telah memutuskan mempersiapkan jenjang
tivasi, yaitu nilai, ekspektasi, dan kontrol. pendidikan selanjutnya akan menyertakan
Nilai pendidikan berisi tentang hal-hal yang komitmen dalam pengambilan keputusan-
dianggap penting oleh individu dan perlu- nya.
nya mencapai tujuan yang spesifik pada
bidang pendidikan. Ekspektasi pendidikan Penyusunan Skala Psikologi
adalah keyakinan individu untuk mewujud- Sebagai alat ukur, skala psikologi me-
kan keinginan, tujuan, dan perencanaan miliki karakteristik khusus yang membeda-
yang spesifik terkait pendidikan. Hal ini ju- kannya dengan instrumen pengumpulan
ga berhubungan dengan emosi, terutama data yang lain, seperti angket, daftar isian,
optimisme individu untuk mewujudkan ke- inventori, dan lain-lainnya. Meskipun sering
inginan, harapan, tujuan, dan perencanaan, kali disamakan dengan istilah tes, namun
serta tekad kuat untuk memenuhi perenca- umumnya istilah tes merujuk kepada alat
naan pendidikan. Kontrol atas pendidik- ukur kemampuan kognitif, sedangkan isti-
an berkaitan dengan sejauh mana individu lah skala lebih banyak digunakan untuk
memiliki kuasa atau tidak atas apa yang menamakan alat ukur atribut nonkognitif
terjadi dengan dirinya (Lefcourt, 1966) un- (Azwar, 2018: 4).
tuk mencapai tujuan (Weiner, 1996) di bi- Beberapa karakteristik skala sebagai
dang pendidikan. alat ukur psikologi, yaitu: (1) berupa perta-
Komponen kognitif memiliki dua aspek, nyaan atau pernyataan yang tidak lang-
yaitu isi dan valensi. Isi berkaitan dengan sung untuk mengungkap atribut yang hen-
bagaimana individu mengkonstruksi bidang dak diukur dan mengungkap indikator peri-
kehidupan pendidikan, sementara valensi laku dari atribut yang bersangkutan; (2) se-
berkaitan dengan pendekatan dan peng- lalu berisi banyak butir karena atribut
hindaran yang dilakukan oleh individu yang psikologi diungkap secara tidak langsung
diungkapkan melalui hopes and fears ter- melalui indikator-indikator perilaku dan in-
hadap pendidikan. Individu dalam meren- dikator perilaku diterjemahkan dalam ben-
canakan masa depan di berbagai bidang
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 183
tuk butir-butir; (3) respons subjek tidak di- evaluasi kualitatif; (6) melakukan evaluasi
klasifikasikan sebagai jawaban “benar” kuantitatif; (7) melakukan seleksi butir; (8)
atau “salah”, dan semua jawaban dapat melakukan validasi konstruk; dan (9) mela-
diterima sepanjang diberikan secara jujur kukan kompilasi final (Azwar, 2018: 15).
dan sungguh-sungguh (Azwar, 2018: 6).
Untuk mencapai tingkat objektivitas Penyusunan Skala Orientasi Masa
yang tinggi, skala psikologi harus menggu- Depan Pendidikan
nakan prosedur pengumpulan data yang Penyusunan Skala Orientasi Masa De-
akurat dan terpercaya. Untuk itu, ada be- pan Bidang Pendidikan diawali dengan me-
berapa tahapan yang harus diikuti dalam netapkan definisi, komponen, serta indika-
penyusunan skala psikologi, yaitu: (1) tor orientasi masa depan pendidikan. Pe-
mengidentifikasi tujuan ukur; (2) melakukan neliti menggunakan model teoritikal orien-
pembatasan domain; (3) menjabarkan indi- tasi masa depan yang dibangun oleh Segi-
kator; (4) menuliskan butir sekaligus blue- ner, Nurmi, dan Poole (1991, dalam Segi-
print dan spesifikasi skala; (5) melakukan ner, 2009). Orientasi masa depan pendidik-
Tabel 1.
Blueprint Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 185
responden adalah 3.238 responden. Se- yaitu sebagai berikut: (1) Bahwa terdapat
mua adalah siswa kelas XII SMAN, terdiri sebuah trait atau konsep yang didefinisikan
dari 1.072 laki-laki (33,1%), 2.166 perem- secara operasional sehingga dapat disu-
puan (66,9%). Pada praktiknya, responden sun pertanyaan atau pernyataan yang di-
diminta mengisi kuesioner secara daring gunakan untuk mengukurnya. Konsep ini
sesuai dengan apa yang mereka rasakan disebut faktor, sedangkan pengukuran pa-
dan mereka alami. Data yang didapat lalu da faktor ini dilakukan melalui analisis ter-
diolah dan dievaluasi secara kuantitatif. hadap respons atas butir-butir yang ada
Evaluasi kuantitatif dilakukan dengan (Umar & Nissa, 2020). (2) Diteorikan setiap
menentukan butir mana yang dikeluarkan butir hanya mengukur satu faktor saja
dan mana yang dipertahankan untuk me- (Umar & Nissa, 2020). (3) Data yang terse-
menuhi persyaratan psikometrik. Dalam hal dia dapat digunakan untuk mengestimasi
ini, evaluasi kuantitatif dilakukan untuk me- matriks korelasi antarbutir yang seharus-
mastikan bahwa skala akurat dan dapat nya diperoleh apabila memang berbentuk
diandalkan sehingga memiliki tingkat ob- unidimensional. Matriks korelasi ini disebut
jektivitas tinggi. Evaluasi kuantitatif dilaku- sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
kan melalui pengujian validitas dan reliabil- matriks data empiris (hasil yang didapat-
itas skala. kan dari uji di lapangan) yang disebut de-
Uji validitas dimaksudkan untuk me- ngan matriks S. Jika teori tersebut benar
mastikan ketepatan skala dalam menjalan- (unidimensional), maka tentunya tidak ada
kan fungsi ukurnya, dalam artian memasti- perbedaan antara matriks ∑ dan matriks
kan apakah skala sudah tepat atau belum S, artinya bisa dikatakan bahwa ∑ - S = 0.
mengukur konstruk yang dimaksudkan. Ini disebut hipotesis nihil (H0) yaitu ‘Tidak
Validitas yang digunakan dalam penelitian ada perbedaan antara matriks korelasi dari
ini adalah validitas konstruk melalui Confir- teori (∑) dan matriks korelasi yang didapat-
matory Factor Analysis (CFA) dengan ban- kan dari responden atau lapangan (S)’
tuan Lisrel. CFA adalah suatu metode ana- (Umar & Nissa, 2020). (4) Pernyataan terse-
lisis untuk menemukan apakah terdapat but dijadikan hipotesis nihil yang kemu-
satu atau beberapa variabel laten (kons- dian diuji dengan chi-square. Apabila nilai
truknya) yang menjadi penyebab menga- chi-square tersebut tidak signifikan p >
pa sehimpunan variabel saling berkorela- 0.05, maka hipotesis nihil tersebut “diteri-
si. Dengan kata lain, CFA bertujuan untuk ma”. Artinya teori unidimensional terse-
menguji apakah indikator-indikator yang but dapat diterima bahwa butir ataupun
sudah dikelompokkan berdasarkan varia- subtes instrumen hanya mengukur satu
bel laten (konstruknya) konsisten berada faktor saja. Namun, dalam kasus pene-
dalam konstruknya tersebut atau tidak. litian dengan jumlah sampel yang besar,
Ada dua kegiatan statistika dalam CFA, chi-square cenderung signifikan p < 0,05.
yaitu: (1) menguji hipotesis apakah model Hal ini dikarenakan chi-square sensitif ter-
teori yang ditetapkan (dimana banyaknya hadap jumlah sampel. Sebagai alterna-
na banyaknya faktor serta variabel yang di- tif, peneliti juga dapat melihat nilai indeks
gunakan untuk “mengukur” masing-ma- lainnya. Dalam hal ini, peneliti mengguna-
sing faktor itu telah ditetapkan, adalah fit kan RMSEA sebagai badness-of-fit index,
(sesuai) dengan data; dan (2) jika suatu mo- karena dinilai masih bersifat uji statistik
del teoretis tentang faktor telah terbukti fit seperti yang dikemukakan oleh Umar &
dengan data (dinyatakan diterima), maka Nissa (2020). Apabila nilai RMSEA < 0.05,
dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis maka model dinyatakan fit. Selain meng-
(tes signifikan) terhadap setiap parameter gunakan RMSEA, peneliti juga menggu-
dari model tersebut (Umar & Nissa, 2020). nakan GFI sebagai absolute fit index, NFI
Adapun logika yang digunakan dalam CFA, sebagai incremental fit index, CFI sebagai
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 187
Hasil awal analisis menggunakan data yang Setelah dilakukan beberapa kali modi-
dikumpulkan, menunjukkan bahwa model fikasi terhadap model dengan cara mem-
tidak fit, dengan chi-square = 5017,84, df bebaskan korelasi antarkesalahan butir,
= 132, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,107 maka diperoleh model yang fit, dengan
(Gambar 1). chi-square = 846,83; df = 96; P-value =
Y1 38,15
19,12
22,52 Y2 39,78 7,74
9,85
35,10 Y3 37,99 -7,58
10,32
PERILAKU 40,91 Y4 31,14 -7,33
9,92
39,20 Y5 33,66 5,12
42,38 Y6 27,74 -5,59
39,08 7,11
Y7 30,88 -6,04
-8,27
55,31 Y8 34,82 -9,22
7,79 6,03 7,85
55,24 Y9 34,36
0,00 OMD -8,42 -5,32
52,47 KOGNITIF 50,54 Y10 33,83
-6,50
61,62 Y11 31,86 9,12
8,38 -6,43
47,13 Y12 33,12 7,87
8,88 -5,18
38,34 Y13 37,56
-11,49 5,73
44,10 Y14 9,68
-8,91 -5,43
37,94 Y15 26,20 -5,66
13,83
Chi-Square = 846,83 MOTIVASI 37,21 Y16 27,67 -7,79
df = 96 13,71
22,24 Y17 38,17 8,63
P-value = 0,00000 -11,11
RMSEA = 0,049 1,25 Y18 40,32
Y1 37,87
19,16
22,25 Y2 39,87 8,59
9,76
35,14 Y3 37,98 -6,24
10,53-5,21
PERILAKU 41,24 Y4 30,98
8,97
38,23 Y5 33,10 5,30
42,75 Y6 27,81 -4,66
39,44 7,29
Y7 30,80 -5,64
-9,34 -4,22
55,58 Y8 34,45
7,08
55,22 Y9 34,32 6,26
-7,91 4,90
0,00 OMD 52,45 34,01
KOGNITIF 50,36 Y10
-6,71 -5,80
61,82 Y11 32,00 6,07 -8,18
8,39 -7,70
47,35 Y12 33,24 9,63
39,94 10,80 -6,90
Y13 36,13
5,88
45,41 Y14 22,69 6,50
Chi-Square = 726,61 36,85 Y15 35,57
df = 82 MOTIVASI 23,74
35,75 Y16 36,43 10,79
P-value = 0,00000 17,15
RMSEA = 0,049 22,61 Y17 39,29
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 189
Tabel 5. Korelasi Antara Kesalahan Butir nitif dalam menata rangkaian situasi di ma-
sa depan secara berurutan, termasuk di
Total
Butir Korelasi dengan Butir dalamnya mengatur dan menyusun lang-
Korelasi
kah-langkah antisipatif terhadap masa de-
Y1 Y3,Y17,Y5 3 pan, memperluas atau menyederhanakan
Y2 Y3,Y4,Y11,Y14,Y13,Y9 6
Y3 Y13,Y2,Y4,Y1, 4 situasi di masa depan, membanding-
Y4 Y4,Y5,Y3,Y17,Y10,Y8 6 kan pilihan-pilihan yang tersedia di masa
Y5 Y4,Y13,Y1 3 depan, dan membantu individu untuk men-
Y6 Y7,Y17 2 dapatkan gambaran masa depan yang
Y7 Y6,Y10,Y12,Y13 4 lebih realistis. Bisa dikatakan komponen
Y8 Y9,Y15,Y4 3
Y9 Y8,Y12,Y2 3 kognitif adalah inti dari orientasi masa de-
Y10 Y7,Y4,Y16 3 pan yang akan membantu individu berfo-
Y11 Y14,Y2 2 kus pada komponen-komponen lainnya.
Y12 Y14,Y7,Y9,Y16 4 Apa yang dikonstruksikan mengenai masa
Y13 Y3,Y7,Y5,Y2,Y14 5 depan akan membantu individu menetap-
Y14 Y12,Y11,Y2,Y13 4
Y15 Y8 1 kan prioritas sekaligus kontrol atas dirinya,
Y16 Y12,Y10 2 mengembangkan harapan, serta menyu-
Y17 Y4,Y6,Y1 3 sun perilaku yang mengarah pada penca-
paian tujuan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada mo- Pada remaja, kemampuan kognitif se-
del ini tidak ada kesalahan pengukuran dang mengalami perkembangan. Piaget
yang tidak berkorelasi. Pada penelitian ini, (1994) menggolongkan remaja dalam ta-
peneliti menetapkan jumlah maksimal total hapan berpikir formal operasional yang di-
korelasi antarkesalahan pengukuran yang tandai dengan adanya aktivitas berpikir
bisa ditolerir adalah 6 sehingga semua bu- yang lebih abstrak dengan penalaran hipo-
tir pada Tabel 5 dapat diterima. Dengan tesis-deduktif. Pada tahapannya ini, rema-
demikian, dari total 18 butir, 17 butir yang ja mampu merumuskan proporsi perma-
masuk dalam instrumen ini, yaitu 5 butir salahan secara logis, mengantisipasi masa
motivasi, 6 butir kognitif, dan 6 butir depannya dengan membuat skema kogni-
perilaku. tif untuk merumuskan rencana bagi masa
Selain itu, terlihat juga bahwa nilai η ti- depannya, sekaligus melakukan evaluasi
ap komponen valid mengukur orientasi terhadap rencananya tersebut (Desmita,
masa depan (t > 1.96 dan bermuatan posi- 2008). Remaja dituntut untuk berpikir dan
tif), di mana η untuk komponen perilaku a- merencanakan masa depannya karena ke-
dalah 39,44, η untuk komponen kognitif a- putusan yang diambil akan memengaruhi
dalah 52,45, η untuk komponen motivasi keberhasilan hidup dalam perkembangan
adalah 39,94. Dengan demikian, terkonfir- selanjutnya (Nurmi, 1991), termasuk persi-
masi bahwa Skala Orientasi Masa Depan apannya sebagai orang dewasa (Hurlock,
Pendidikan terdiri dari tiga komponen, ya- 2011).
itu perilaku, kognitif, dan motivasi seba- Pendidikan adalah salah satu bidang
gaimana model teoritikal yang dibangun kehidupan yang esensial bagi remaja, ter-
Seginer, Nurmi, dan Poole (1991), di mana utama mereka yang duduk di kelas XII
komponen kognitif memiliki peran paling SMA. Keberhasilan di bidang pendidikan
besar di dalam skala dibanding komponen akan memperkuat keyakinan mereka untuk
lainnya, yaitu motivasi dan perilaku. mandiri secara ekonomi di masa menda-
Trommsdorff dan Lamm (1983) menje- tang karena lebih siap menjalankan peker-
laskan bahwa skema kognitif di dalam jaan. Dengan kesiapan ini, mereka memi-
orientasi masa depan berarti proses kog- liki keyakinan untuk menikah dan membi-
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 191
Terima Kasih Husman, J., & Lens, W. (1999). The role of the
future in student motivation. Educational
Penulis mengucapkan terima kasih ke- Psychologist, 34(2), 113–125.
pada Muhammad Fajrul Akhyar dan Abdur-
rahman Faiz yang telah membantu dalam Israeli, N. (1932). The social psychology of
time, comparative rating of and emotional
mengolah data penelitian. Terima kasih ju-
reactions of the past, present, and future.
ga diucapkan kepada Desi Yustari Much-
The Journal of Abnormal and Social
tar, Lukman Nul Hakim, Dinar Wahyuni, Psychology, 27(2), 209–213.
Hartini Retnaningsih, dan Nur Sholikah Pu-
teri Suni yang telah membantu jalannya Jembarwati, O. (2015). Pelatihan orientasi
masa depan dan harapan keberhasilan
penelitian dan memberikan banyak saran
studi pada siswa SMA. Humanitas: Jurnal
dalam penyusunan instrumen, serta pihak Psikologi Indonesia, 12(1), 45–51.
lain yang membantu dalam mengumpulkan
data penelitian. Kerpelman, J. L., & Mosher, L. S. (2004). Rural
African American adolescents’ future
orientation: the importance of self-efficacy,
control and responsibility, and identity
Daftar Pustaka development. Identity: An International
Journal of Theory and Research, 4(2): 187-
208. doi: 10.1207/s1532706xid0402_5
Azwar, S. (2018). Penyusunan skala psikologi
(Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piaget, J. (1994). Cognitive development in
children: Piaget development and learning.
Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2009).
Journal of Research in Science Teaching,
Psychological testing and assessment: an
2, 176–186.
introduction to tests and measurement (7th
ed.). USA: McGraw-Hill. Lefcourt, H. M. (1966). Belief in personal
control: research and implications. Journal
Desmita. (2008). Psikologi perkembangan.
of Individual Psychology, 22(2), 185–195.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Leonardi, A. (2007). Future time perspective,
Erikson, E. H. (1968). Identity: youth and crisis.
possible selves, and academic
New York: Norton.
achievement. New Directions for Adult and
Frank, L. K. (1939). Time perspectives. Journal Continuing Education, 114, 17–26.
of social philosophy, 4, 293–312.
Lewin, K. (1948). Time perspective and morale.
Guilford, J. P., & Frucher, B. (1978). In K. Lewin (Ed). Resolving social conflict
Fundamental statistics in psychology (103-124). New York, NY: Harper &
and education. Tokyo: McGraw-Hill Brothers Publishers.
Kogakusha, Ltd.
Markus, H., & Nurius, P. (1986). Possible
Hair Jr, J. F., William, C., Babin, B. J., & selves. American psychologist, 41(9), 954.
Anderson, R. E. (2014). Multivariate data
Matsumoto, D. (Ed.). (2009). The Cambridge
analysis (7th ed.). Harlow: Pearson.
dictionary of psychology. UK: Cambridge
Havighurst, R.J. (1974). Development tasks University Press.
and education (3rd ed.). New York: McKay.
Nurmi, J. E. (1989). Adolescent’s orientation
Hejazi, E., Naghsh, Z., Moghadam, A., & to the future: development of interest
Saki, S. S. (2013). Validation of the future and plans, and related attributions and
orientation questionnaire among Iranian effects in the life span context (Thesis
adolescents. Journal of Educational Dissertation). Finnish Society of Science,
Management Studies, 3(4), 487–491. Helsinski.
Hurlock, E.B. (2011). Psikologi perkembangan: Nurmi, J. E. (1991). How do adolescents see
Suatu pendekatan sepanjang rentang their future? A review of the development
kehidupan. Jakarta: Erlangga. of future orientation and planning.
Developmental Review, 11, 1–59.
Sulis Winurini Pengembangan Skala Orientasi Masa Depan Pendidikan pada Remaja Indonesia 193