Indonesian Treasury Review

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

INDONESIAN TREASURY REVIEW

JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN


BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

Marwanto Harjowiryono
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
Alamat Korespondensi: marwantohw@yahoo.com

ABSTRACT
Tax revenue is the main source of funding for national development. It contributes to nearly 80 percent of the government
revenue. However shortfall in tax revenue repeatedly occurs despite The Ministry of Finance’s effort in intensifying and
extending tax revenue. The Ministry emphizes on tax compliance expecially from the local government. Tax revenue from APBN
and APBD expenditure which is still quite minimal at around 8 percent (or about Rp. 86 trillion) of total tax revenue in 2015
and 2016, while taxes paid by local treasurers from APBD expenditure are only 3.6 percent. This study aims to analyze the
factors that influence the compliance of the Local Government Treasurer in depositing tax revenue by referring to the Fritz
Heider’s Attribution Theory which has relevance in determining the factors that influence a person in decision making. This
research was conducted by distributing questionnaires to the Local Treasurer covering the Java Island and using the Treasurer
Tax-Compliance as the dependent variable and the independent variables consisting of the Taxation Knowledge, the Attitudes
towards Tax Obligations, the Quality of Tax Services, the Ease of Tax Application, and the Role of the Directorate General of
Treasury. The analytical method used is logistic regression. The results showed that all variables simultaneously affected the
Local Government Treasurer Tax-Compliance. Partially, the Taxation Knowledge, the Attitudes towards Tax Obligations, the
Quality of Tax Services and the Ease of Tax Application affect Tax Compliance of Local Government Treasurers.

KATA KUNCI:
Pajak, Bendahara Pemerintah, Teori Atribusi, Regresi Logistik

ABSTRAK
Penerimaan pajak masih merupakan sumber pendanaan untuk pembangunan nasional yaitu 80 persen penerimaan negara
berasal dari penerimaan pajak. Akan tetapi, shortfall penerimaan pajak masih membayangi setiap tahun di tengah usaha
pemerintah c.q. Kementerian Keuangan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak. Dalam upaya
intensifikasi penerimaan pajak, Menteri Keuangan secara khusus memberikan perhatian atas upaya untuk meningkatkan
penerimaan pajak dengan menyoroti kepatuhan pajak bendahara pemerintah, khususnya pemerintah daerah yang masih
belum tertib dalam melakukan penyetoran pajak. Indikasinya antara lain penerimaan pajak dari Belanja Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih cukup minim pada
kisaran 8 persen (sekitar Rp86 triliun) dari total penerimaan pajak tahun 2015 dan 2016, sementara pajak yang dibayarkan
oleh bendahara daerah dari belanja APBD hanya 3,6 persen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi kepatuhan bendahara pemerintah daerah dalam melakukan penyetoran penerimaan pajak dengan mengacu
pada Teori Atribusi Fritz Heider yang memiliki relevansi dalam menemukan faktor-faktor yang memengaruhi seseorang
dalam memilih suatu keputusan. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner terhadap bendahara pemerintah
daerah lingkup Pulau Jawa dengan menggunakan kepatuhan pajak bendahara pemerintah sebagai variabel terikat dan
variabel bebas terdiri dari pengetahuan perpajakan, sikap terhadap kewajiban perpajakan, kualitas pelayanan pajak,
kemudahan aplikasi pajak, dan peran Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi
logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan seluruh variabel berpengaruh terhadap kepatuhan pajak
bendahara pemerintah daerah. Secara parsial, pengetahuan perpajakan, sikap terhadap kewajiban perpajakan, kualitas
pelayanan pajak, dan kemudahan aplikasi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak bendahara pemerintah daerah.

KLASIFIKASI JEL:
E62

CARA MENGUTIP:
Harjowiryono, M. (2019). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan bendahara pemerintah dalam penyetoran
pajak. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara Dan Kebijakan Publik, 4(3),195-217.

195
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

196

baru mencapai 50 persen dari potensi yang ada


1. PENDAHULUAN sehingga berakibat tax ratio menjadi tidak
1.1. Latar Belakang optimal. Berdasarkan penelitiannya, indikator
tax effort atau rasio antara penerimaan pajak
Pembangunan nasional merupakan upaya terhadap potensinya masih menempatkan angka
untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa tax effort Indonesia tahun 2018 baru mencapai
Indonesia yakni bangsa yang maju, mandiri, 43 persen hingga 59 persen dari kapasitasnya.
sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan Dengan demikian terdapat 41 persen hingga 57
takwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam persen aktivitas ekonomi yang berpotensi
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea terkena pajak namun belum dikenai pajak oleh
keempat disebutkan bahwa hakikat tujuan pemerintah.
pembangunan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan Tabel 1. Penerimaan Pajak Tahun 2004
umum, melindungi seluruh tumpah darah s.d. 2018
Indonesia, dan membantu melaksanakan (triliun rupiah)
ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Agar
pembangunan nasional dapat terlaksana dengan Tahun
Penerima
Pendapat
an &
%
Pendapatan
Belanja % Belanja
an Pajak*) Negara Negara
baik dan mampu mencapai tujuan pembangunan Hibah APBN

yang digariskan dalam UUD 1945 tersebut tentu


saja pemerintah membutuhkan sumber 2004 239 403 59,16 427 55,87
pendanaaan yang besar.
2005 299 495 60,28 510 58,58
Sumber pendanaan pembangunan 2006 371 638 58,22 667 55,68
terbesar selama ini berasal dari sektor pajak.
Peran penerimaan pajak sebagai tulang 2007 425 708 60,10 758 56,14
punggung sumber pendanaan pembangunan 2008 571 982 58,18 986 57,94
tercermin antara lain dalam data I-Account
2009 545 849 64,16 937 58,09
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Berdasarkan data I-Account APBN 2010 628 995 63,12 1.042 60,28
terpublikasi per tanggal 28 Mei 2019, pada tahun
2011 743 1.211 61,35 1.295 57,35
anggaran 2018 penerimaan pajak mencapai
Rp1.313,32 triliun atau 67,57 persen dari total 2012 836 1.338 62,46 1.491 56,04
pendapatan dan hibah APBN tahun anggaran 2013 921 1.439 64,04 1.651 55,82
2018 dan berkontribusi sebesar 59,34 persen
dalam membiayai belanja negara pada Tahun 2014 985 1.551 63,53 1.767 55,74
Anggaran 2018. Jumlah penerimaan pajak 2015 1.061 1.508 70,35 1.806 58,73
tersebut meningkat sebesar 14,10 persen dari
2016 1.106 1.556 71,08 1.864 59,32
penerimaan pajak tahun anggaran 2017. Dengan
mempertimbangkan jumlah penerimaan dari 2017 1.151 1.666 69,07 2.007 57,34
sektor non pajak seperti penerimaan bea masuk,
2018 1.313 1.944 67,57 2.213 59,34
pungutan ekspor dan cukai, penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) serta hibah yang masih (Sumber: I-Account APBN Tahun 2004-2018)
belum optimal, maka performa penerimaan dari *) Di luar Cukai, Bea Masuk, dan Bea Keluar
sektor pajak akan sangat memengaruhi kinerja Masih belum optimalnya kinerja
APBN serta kelancaran pembangunan nasional penerimaan pajak selain dari sisi potensi
secara keseluruhan. penerimaan yang belum maksimal juga
Kontribusi penerimaan pajak dalam APBN ditunjukkan dengan angka tax ratio yang masih
yang sangat dominan dari sisi persentase relatif rendah dibandingkan negara lain.
tersebut sebetulnya belum mencerminkan Ngadiman & Huslin (2015) menyebutkan bahwa
kinerja optimal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) permasalahan rendahnya penerimaan pajak
selaku otoritas pajak dalam menggali potensi yang terus terjadi di Indonesia ditunjukkan
penerimaan pajak. Kalangan pengamat ekonomi dengan rendahnya rasio pajak terhadap
dan perpajakan mayoritas cenderung Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia
berpendapat bahwa potensi penerimaan pajak yang berada pada kisaran angka 11 hingga 12,3
masih dapat digali lebih dalam. Danny persen selama 2009-2012. Angka ini menurut
Darussalam Tax Center (DDTC) yang rilis pada Ngadiman & Huslin (2015) relatif rendah jika
bulan April 2019 menyebutkan bahwa dibandingkan dengan angka rata-rata tax ratio
penerimaan pajak di Indonesia diperkirakan dunia, bahkan juga relatif rendah jika
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
197

dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara- meningkatkan mutu pendataan potensi pajak
negara lingkup ASEAN. Danny Darussalam Tax baik dalam maupun luar negeri dan penegakan
Center (DDTC) yang rilis pada bulan April 2019 hukum perpajakan secara lebih tegas.
juga menyebutkan bahwa akibat dari penggalian
Selain beberapa strategi tersebut, salah
potensi pajak yang tidak maksimal menyebabkan
satu sisi peluang untuk meningkatkan
tax ratio di Indonesia baru mencapai 10,3 persen
penerimaan pajak adalah dengan melakukan
dari PDB atau masih di bawah rentang
intensifikasi penerimaan pajak melalui
International Monetary Fund (IMF) yakni 12,75
bendahara pemerintah. Dalam pelaksanaan
persen hingga 15 persen.
APBN dan APBD, bendahara pemerintah
Tabel 2. Tax Ratio Negara ASEAN Tahun berperan sebagai pemungut dan penyetor pajak
2011 s.d. 2017 dari aktivitas belanja APBN dan APBD. Secara
(persen) teoritis, dengan jumlah APBN dan APBD yang
Tahun Indonesia Singapura Filipina Thailand sangat besar dan terus meningkat setiap tahun
maka jumlah pajak yang dipungut dan disetor
2011 12,17 13,27 N/A 17,74
oleh bendahara instansi pemerintah seharusnya
2012 12,48 13,79 13,76 16,76 juga semakin besar.
2013 12,49 13,41 14,14 18,44 1.2. Rumusan Masalah
2014 12,15 13,7 14,46 17,25 Subandi & Fadhil (2018) menyebutkan hal
2015 12,04 13,31 14,52 17,62 yang kontradiktif masih terjadi terkait dengan
pemungutan pajak yang berasal dari belanja
2016 11,6 13,71 14,56 16,86
APBN dan APBD. Meskipun belanja pada APBN
2017 11,2 14,83 15,13 16,31 dan APBD semakin besar namun pemungutan
(Sumber: Government Finance Statistic, 2019) pajak dari belanja APBN dan APBD masih kecil.
Bahkan Menteri Keuangan dalam Subandi &
Dibandingkan dengan empat negara Fadhil (2018) menyebutkan bahwa penerimaan
terkemuka lainnya di kawasan ASEAN yaitu pajak dari pelaksanaan APBN dan APBD masih
Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand, tergolong kecil yaitu kurang dari 8 persen
angka tax ratio Indonesia merupakan yang paling terhadap total penerimaan pajak tahun 2015 dan
rendah. Berdasarkan Tabel 2, tax ratio Indonesia 2016. Menurut Menteri Keuangan, jika kewajiban
pada tahun 2016 dan 2017 cenderung perpajakan lingkup belanja APBN dan APBD
mengalami penurunan. dilakukan dengan benar oleh bendahara, maka
Penyebab rendahnya angka tax ratio jumlah penerimaannya akan jauh lebih besar
Indonesia tersebut menjadi perhatian berbagai dari penerimaan saat ini yang sekitar Rp86
pihak. Pusat Studi Ekonomi dan Perpajakan triliun.
(PSEP) pada rilis bulan Maret 2019 Masih rendahnya penerimaan pajak dari
mengidentifikasi tiga penyebab utama belanja APBN dan APBD menurut Menteri
rendahnya angka tax ratio Indonesia yaitu masih Keuangan antara lain disebabkan adanya
rendahnya tingkat kepatuhan karena biaya kendala pada penyetoran dan pelaporan pajak
kepatuhan wajib pajak yang masih cukup tinggi; oleh bendahara satuan kerja. Hal tersebut
kurangnya kepastian hukum dengan masih menurut Subandi & Fadhil (2018) cukup
terjadinya kebijakan yang diterapkan secara kontradiktif dikarenakan seharusnya
inkonsisten seperti peraturan terkait pengumpulan, penyetoran, dan pelaporan pajak
pemungutan tarif jalan tol yang hanya berlaku oleh bendahara satuan kerja dapat dilakukan
tiga minggu kemudian dicabut; dan adanya peer dengan lebih mudah karena bendahara satuan
country pressure yaitu kurang bersaingnya tarif kerja merupakan bagian dari unsur pemerintah.
pajak di Indonesia dibanding negara lain di Menteri Keuangan dalam rilis bulan
ASEAN. September 2017, kembali menyebutkan bahwa
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian salah satu indikasi titik lemah dalam
Keuangan terus berupaya meningkatkan angka mengumpulkan pajak dari kegiatan APBN dan
tax ratio dan penerimaan pajak dengan APBD adalah peranan bendahara pemerintah.
melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi Banyak bendahara pemerintah yang belum
pajak seperti melalui penyediaan aplikasi pajak memahami transaksi keuangan khususnya
online melalui fasilitas e-Billing dan e-Filing terkait pemungutan pajak. Bahkan Menteri
untuk memudahkan pembayaran dan pelaporan Keuangan tidak memungkiri adanya faktor
pajak, memudahkan pelaksanaan amnesti pajak kesengajaan yang membuat bendahara
untuk meluaskan basis wajib pajak, pemerintah tidak menyetorkan pajaknya.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

198

Padahal peran bendahara pemerintah sangat penelitian Lee (2016), Purwidyasari &
penting dalam rangka pengumpulan penerimaan Syafruddin (2017) serta Kustiawan, Solikin &
pajak, baik yang berasal dari pusat maupun Zulhaimi (2018) variabel peran Direktorat
daerah. Menurut Menteri Keuangan, Jenderal Perbendaharaan (DJPb).
ketidakpahaman dan ketidakpatuhan bendahara Peran DJPb merupakan unsur kebaruan
pemerintah ini perlu diawasi oleh Aparat dari penelitian ini dimana dalam pelaksanaan
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dari setiap APBN, DJPb melalui instansi vertikalnya di
kementerian/lembaga/pemerintah daerah. daerah yaitu KPPN yang bersinggungan langsung
Indikasi ketidakpatuhan bendahara dengan bendahara pemerintah dalam pencairan
pemerintah dalam menjalankan kewajiban APBN. Dengan posisi yang sangat strategis
perpajakan juga disebutkan oleh Kustiawan, tersebut, DJPb dapat memiliki peran yang
Solikin & Zulhaimi (2018). Badan Pemeriksa penting dalam melakukan pembinaaan ke
Keuangan (BPK) dalam Kustiawan, Solikin & bendahara pemerintah. Secara khusus, Menteri
Zulhaimi (2018) menemukan permasalahan Keuangan dalam berbagai kesempatan Rapat
penyetoran pajak senilai Rp859,64 miliar dan Pimpinan Eselon I Kementerian Keuangan
sanksi senilai Rp13,69 miliar atas 11 K/L, 9 mengharapkan peran besar DJPb dalam
pemerintah provinsi dan 10 pemerintah membina bendahara pemerintah untuk
kota/kabupaten. Tindakan tidak menyetor pajak meningkatkan kepatuhan bendahara pemerintah
yang dilakukan bendahara pemerintah tersebut dalam penyetoran pajak.
dilakukan dalam bentuk setoran pajak fiktif
1.3. Penelitian Sebelumnya
dan/atau terlambat menyetor pajak sehingga
menyebabkan keterlambatan pelimpahan pajak Dalam literatur terdahulu, terdapat
oleh bank persepsi. Sebagai contoh, terkait beberapa penelitian baik yang terkait topik
indikasi setoran fiktif oleh bendahara kepatuhan pajak wajib pajak secara umum
pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun penelitian terkait kepatuhan pajak
menemukan perbuatan melawan hukum yang bendahara pemerintah dalam melakukan
dilakukan bendahara pemerintah senilai penyetoran pajak. Dharma & Ariyanto (2014)
Rp674,6 juta. Bendahara pemerintah diduga melakukan penelitian terhadap Wajib Pajak
memiliki Surat Setoran Pajak (SSP) fiktif Orang Pribadi (WPOP) lingkup Kantor Pelayanan
berdasarkan hasil uji silang terhadap Modul Pajak Pratama Tigaraksa Tangerang dengan
Penerimaan Negara (MPN) dan konfirmasi ke menggunakan kuisioner dan data sekunder. Hasil
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara penelitian menyimpulkan bahwa variabel tingkat
(KPPN) dan bank persepsi. BPK juga menemukan kesadaran membayar pajak, pemahaman wajib
permasalahan keterlambatan penyampaian SPT pajak terhadap manfaat pajak, pemahaman
dan adanya bendahara yang tidak tentang sanksi pajak dan kualitas pelayanan
menyampaikan SPT dengan potensi sanksi fiskus secara simultan berpengaruh terhadap
senilai Rp3,1 miliar. tingkat kepatuhan wajib pajak. Sedangkan secara
Berdasarkan permasalahan tersebut, parsial, terdapat pengaruh antara pemahaman
penelitian ini bermaksud untuk menganalisis sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib
faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pajak.
bendahara pemerintah dalam melakukan Terkait topik penelitian kepatuhan pajak
penyetoran penerimaan pajak. Penelitian ini bendahara pemerintah, Ratnafuri & Herawati
berpijak pada pengembangan hasil penelitian (2012) melakukan penelitian kepada
terdahulu dalam topik sejenis dengan bendaharawan Dinas Pendidikan Kabupaten
merumuskan variabel-variabel yang diduga Bangkalan. Metode penelitian kualitatif dengan
berpengaruh terhadap kepatuhan bendahara menggunakan wawancara, observasi dan studi
pemerintah dalam melakukan penyetoran pajak, dokumentasi. Hasil penelitian menyimpulkan
yaitu variabel pengetahuan perpajakan bahwa pelaksanaan pemotongan dan
berdasarkan penelitian Hardiningsih & pemungutan pajak yang dilakukan Dinas
Yulianawati (2011) serta Suyapto & Lasmana Pendidikan Kabupaten Bangkalan belum optimal
(2014), variabel sikap terhadap kewajiban dan tidak sesuai dengan ketentuan pajak yang
perpajakan berdasarkan penelitian Hardiningsih berlaku. Bentuk ketidaksesuaian tersebut antara
& Yulianawati (2011), Suyapto & Lasmana lain berupa ketentuan tarif 2 persen dirubah
(2014) dan Subandi & Fadhil (2018), variabel menjadi 4 persen pada pemotongan PPh Pasal 23
kualitas pelayanan perpajakan berdasarkan atas imbalan jasa konsultan, jumlah penghasilan
penelitian Hardiningsih & Yulianawati (2011) neto perhitungannya berubah dari 100 persen
dan Suyapto & Lasmana (2014), variabel menjadi 95 persen; adanya persamaan
kemudahan aplikasi perpajakan berdasarkan pemotongan tarif untuk honorarium antara PNS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
199

yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Setiyaji & Amir (2005) menarik
(NPWP) dan yang tidak memiliki NPWP serta kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa
adanya penggelembungan nilai minimal yang aspek dasar yaitu: pertama, pembayaran pajak
ditetapkan untuk dasar pemungutan PPN. harus berdasarkan ketentuan perundang-
Afni (2013) melakukan penelitian undangan; kedua, sifatnya dapat dipaksakan;
terhadap Wajib Pajak Bendaharawan ketiga, tidak ada balas jasa secara langsung
Pengeluaran di Kabupaten Rokan Hilir dengan kepada pembayar pajak; keempat, pungutan
menggunakan metode survei kuisioner dengan pajak dilakukan oleh institusi negara secara
jumlah 30 responden. Hasil penelitian resmi dan kelima, pajak digunakan untuk
menyimpulkan variabel Pengetahuan membiayai pengeluaran pemerintah bagi
Perpajakan, Pelayanan Perpajakan dan Sanksi kepentingan masyarakat umum.
Pajak secara simultan maupun parsial Terkait dengan asas pemungutan pajak,
berpengaruh terhadap Kepatuhan Perpajakan. Stiglitz (2000) menyebutkan bahwa asas
Kustiawan, Solikin & Zulhaimi (2018) pemungutan pajak harus memperhatikan
melakukan penelitian terhadap Bendaharawan beberapa prinsip : pertama, economic efficiency
Universitas Negeri Jakarta dengan menggunakan yaitu pengenaan pajak tidak boleh mendistorsi
metode wawancara dan deskriptif analistik kondisi perekonomian; kedua, administration
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian simplicity yaitu adanya kesederhanaan proses
menyimpulkan Bendaharawan Pemerintah administrasi dalam pemungutan pajak; ketiga,
sudah berupaya semaksimal mungkin dalam flexibility yaitu kebijakan pengenaan pajak dapat
memenuhi kewajiban perpajakannya terutama berubah-ubah sesuai dengan kondisi
dalam pemotongan dan pemungutan pajak perekonomian; keempat, political responsibility
penghasilan namun upaya tersebut harus yaitu pemungutan pajak dan hasilnya harus
didukung oleh sistem informasi yang memadai dapat dipertanggungjawabkan kepada
dan terintegrasi di lingkungan perguruan tinggi masyarakat; dan kelima, fairness yaitu
sehingga memudahkan pemenuhan kewajiban pengenaan pajak dikenakan secara adil baik
perpajakan bendaharawan. secara vertikal maupun horizontal.
Subandi & Fadhil (2018) melakukan Musgrave & Musgrave (1989) membagi
penelitian terhadap Bendahara Desa di Kota Batu fungsi pajak menjadi tiga fungsi utama yaitu:
dengan menggunakan metode survei dengan a. Fungsi Alokasi
kuisioner kepada 38 responden. Hasil penelitian Pajak merupakan jenis sumber daya
menyimpulkan terdapat pengaruh antara pemerintah dalam melakukan pelayanan
Pengetahuan Pajak, Pelayanan Pajak dan Sanksi kepada warga negara melalui penyediaan
Pajak terhadap kepatuhan pajak Bendahara Desa barang publik secara seimbang dengan
di Kota Batu. komposisi sumber daya yang paling efisien.
b. Fungsi Distribusi
2. TINJAUAN PUSTAKA Pajak digunakan pemerintah dalam rangka
melakukan penyesuaian terhadap distribusi
2.1. Konsep Pajak pendapatan dan kekayaan masyarkat agar
Adam Smith (1898:302) mendefinisikan lebih merata melalui pengenaan sistem pajak
pengertian pajak sebagai “a contribution from the yang progesif.
citizens to support of the state” sedangkan c. Fungsi Stabilisasi
Sommerfield (1983:1) mendefinisikan pajak Pajak merupakan salah satu alat kebijakan
sebagai “any nonpenal yet compulsory transfer of fiskal untuk dapat mengurangi
resources from the private to public sector, levied pengangguran, menstabilkan harga,
on the basis of predetermined criteria and without mengatasi kelangkaan produksi dan
receipt of specific benefit of equal value in order to mengurangi tingkat inflasi.
accomplish some of nation’s economic and social Dalam literatur lainnya, Sukirno (2000) dan
objectives” (Setiyaji & Amir, 2005). Prof. Dr. juga oleh Nurmantu (2005:30), Suandy
Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip dari buku (2008:13), Mardiasmo (2011:1-2) dan Resmi
Perpajakan karangan Prof. Mardiasmo (2011:1) (2011:3) menyebutkan bahwa pajak memiliki
mendefinisikan pajak sebagai iuran atau dua fungsi yaitu:
pungutan rakyat kepada pemerintah dengan a. Fungsi Budgetair
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku atau Pajak merupakan salah satu sumber
peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada penerimaan pemerintah untuk membiayai
sektor publik yang dapat untuk dipaksakan serta belanjanya.
yang langsung ditunjuk dan dipakai gunakan b. Fungsi Regulerend
untuk membiayai pengeluaran umum.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

200

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau dan kemudian dikembangkan oleh Harold Kelly
melaksanakan kebijakan pemerintah serta pada tahun 1972 (Susherdianto, 2014). Atribusi
mencapai tujuan – tujuan tertentu. Dengan adalah proses pembentukan kesan dari
fungsi ini pemerintah dapat mengatur seseorang dimana dimana seseorang menarik
pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan kesimpulan tentang faktor-faktor yang
pajak. memengaruhi perilaku orang lain. Teori atribusi
Hubungan tarif pajak dengan pendapatan mencoba untuk menemukan hal yang
pemerintah ditunjukkan dengan Kurva Laffer. menyebabkan atau memotivasi seseorang untuk
Kurva ini menggambarkan konsep dari melakukan sesuatu (Kelley, 1973 dalam Kamil,
elastisitas penghasilan kena pajak dimana 2015). Teori atribusi sangat relevan untuk
penghasilan kena pajak berubah sesuai dengan menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan tarif pajak. kepatuhan wajib pajak dalam mengambil
keputusan (Susherdianto, 2014).
Grafik 1. Kurva Laffer
Teori atribusi ini relevan dalam
pengembangan hipotesis penelitian ini. Dalam
meneliti suatu fenomena, maka diperlukan
pengetahuan lebih lanjut alasan seseorang ketika
melakukan perbuatan tertentu. Begitu juga
dengan perilaku yang kita tampilkan di hadapan
orang lain. Dalam psikologi sosial, hal ini
dinamakan dengan atribusi. Yang dimaksud
dengan atribusi adalah proses dimana individu
menjelaskan penyebab dari berbagai kejadian
dan perilaku orang lain. Baron dan Byrne
mendefinisikan atribusi adalah proses
(Sumber: Tucker, 2010)
menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik
Kurva Laffer menjelaskan bahwa pajak
orang lain dengan melihat pada perilakunya yang
penghasilan tidak akan naik pada tarif pajak
tampak (Rakhmat, 2001:93).
ekstrim 0 persen dan 100 persen dan harus ada
setidaknya satu tarif yang memaksimalkan pajak 2.3. Bendahara Pemerintah
pendapatan pemerintah. Kurva Laffer ini
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
biasanya direpresentasikan dalam bentuk
2004 tentang Perbendaharaan Negara
sebuah grafik yang dimulai pada 0 persen pajak
disebutkan pengertian bendahara adalah setiap
dengan nol pendapatan, naik ke tingkat
orang atau badan yang diberi tugas untuk dan
maksimum pendapatan dengan tarif pajak
atas nama negara/daerah, menerima,
menengah, dan kemudian jatuh kembali ke nol
menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang
pendapatan dengan tarif pajak sebesar 100
atau surat berharga atau barang-barang
persen.
negara/daerah.
Salah satu implikasi dari kurva Laffer
Bendahara Penerimaan dan Bendahara
adalah bahwa peningkatan tarif pajak yang
Pengeluaran merupakan pejabat
melampaui titik tertentu akan menjadi kontra-
perbendaharaan yang secara fungsional
produktif dalam meningkatkan penerimaan
bertanggung jawab kepada Kuasa Bendahara
pajak bahkan pada titik paling ekstrim
Umum Negara/Daerah dan secara pribadi
pendapatan pemerintah akan menjadi 0 ketika
bertanggung jawab atas seluruh pengurusan
tarif pajak 100 persen dikarenakan masyarakat
uang maupun surat berharga yang dikelolanya
lebih memilih menghabiskan waktu dengan
dalam rangka pelaksanaan APBN. Bendahara
bersantai (leisure) daripada bekerja. Dengan
Pengeluaran Pembantu (BPP) bertanggung
demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan-
jawab secara pribadi atas uang yang berada
kebijakan yang diambil pemerintah misalnya
dalam pengelolaannya dan wajib menyampaikan
terkait tarif akan memengaruhi perilaku
laporan pengelolaan dan pertanggungjawaban
masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
atas uang dalam pengelolaannya kepada
perpajakannya. Motivasi atau sebab seseorang
Bendahara Pengeluaran. BPP dapat ditunjuk
dalam melakukan sebuah perilaku lazim
pada suatu satuan kerja jika memang dalam
dipelajari dalam konsep teori atribusi.
kondisi dibutuhkan.
2.2. Teori Atribusi Dalam pelaksanaan belanja APBN/APBD,
Bendahara Pengeluaran dan BPP merupakan
Teori atribusi merupakan teori yang
wajib pungut atas pajak yang timbul karena
dikemukakan oleh Fritz Heider pada tahun 1958
adanya pembayaran Uang Persediaan (UP).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
201

Bendahara Pengeluaran dan BPP harus SPT Wajib Pajak Badan dan SPT Wajib Pajak
menatausahakan uang dari kegiatannya sebagai Orang Pribadi.
wajib pungut dimaksud. Bendahara dalam pelaporannya hanya
Bendahara Pengeluaran/BPP harus membuat SPT Masa. Dalam melakukan
memperhitungkan dan memungut/memotong penyetoran dan pelaporan pajak dalam SPT
pajak atas pembayaran yang bersumber dari SPM Masa, bendahara dibatasi tenggat waktu yang
Langsung (LS) Bendahara. Bendahara diatur sebagai berikut:
Pengeluaran/BPP harus menyetorkan pajak
Tabel 3. Batas Waktu Penyetoran dan
dimaksud ke Kas Negara menggunakan
Pelaporan Pajak Bulanan
SSP/dokumen lain yang dipersamakan dengan
SSP. Jenis SPT Batas Waktu Batas Waktu
Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun No
Masa Pembayaran Pelaporan
2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan PPh Pasal 4 Tgl. 10 bulan Tgl. 20 bulan
(KUP), jenis pajak yang dipotong/dipungut 1.
ayat (2) berikut berikut
Bendahara Pemerintah meliputi : PPh Pasal Tgl. 10 bulan Tgl. 20 bulan
a. PPh Pasal 21, yaitu pemotongan atas 2.
21/26 berikut berikut
penghasilan yg dibayarkan kepada orang PPh Pasal Tgl. 10 bulan Tgl. 20 bulan
3.
pribadi sehubungan dengan pekerjaan, 23/26 berikut berikut
jabatan, jasa, dan kegiatan; Hari yang
b. PPh Pasal 22, yaitu pemungutan atas sama saat Tgl. 14 bulan
4. PPh Pasal 22
penghasilan yg dibayarkan sehubungan penyerahan berikut
dengan pembelian barang; barang
c. PPh Pasal 23, yaitu pemotongan atas PPN dan PPn Tgl. 7 bulan Tgl. 14 bulan
5.
penghasilan yg dibayarkan berupa hadiah, BM berikut berikut
bunga, deviden, sewa, royalti, dan jasa-jasa (Sumber: Undang-undang Nomor 28 Tahun
lainnya selain Objek PPh Pasal 21; 2007 tentang KUP)
d. PPh Pasal 4 (2), yaitu pemotongan atas
penghasilan yang dibayarkan sehubungan Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa
jasa tertentu dan sumber tertentu (jasa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00
konstruksi, sewa tanah/bangunan, (lima ratus ribu rupiah) dan untuk SPT Masa
pengalihan hak atas tanah/bangunan, hadiah lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00
undian, dan lainnya); (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk
e. PPN, yaitu pemungutan atas pajak konsumsi keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
yang dibayar sendiri sehubungan penyerahan khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak; denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
f. Bea Materei, yaitu pembayaran atas rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan
pemanfaatan dokumen-dokumen tertentu denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(kuitansi, kontrak). 2.4. Kepatuhan Pajak
Surat Pemberitahuan (SPT) berfungsi
sebagai sarana bagi wajib pajak Bendahara Kepatuhan Pajak dapat diartikan sebagai
Pemerintah dalam melaporkan dan kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan
mempertanggungjawabkan penghitungan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan
jumlah pajak terutang. Secara umum SPT terdiri perundang-undangan perpajakan secara baik
dari beberapa jenis yaitu: dan benar (Subandi & Fadhil, 2018). Menurut
a. SPT Masa James & Alley (2002) dalam Saad (2014)
SPT Masa adalah SPT yang digunakan kepatuhan pajak mengacu pada kesediaan
untuk melakukan pelaporan atas pembayaran individu untuk bertindak sesuai peraturan
Pajak bulanan. Terdapat beberapa jenis pajak perundang-undangan dan administrasi
yang dilaporkan dalam SPT Masa yaitu PPh perpajakan tanpa diperlukan adanya penegakan
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh hokum dari otoritas pajak. Dengan demikian,
Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Kepatuhan Pajak Bendahara Pemerintah dapat
Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut didefinisikan sebagai kesadaran Bendahara
PPN. Pemerintah dalam melaksanakan kewajiban
b. SPT Tahunan perpajakannya sesuai peraturan perpajakan
SPT Tahunan adalah SPT yang secara baik dan benar.
digunakan untuk pelaporan tahunan. Pada PMK Nomor 192/PMK.03/2007
Terdapat beberapa jenis SPT Tahunan yaitu disebutkan kriteria wajib pajak tertentu yang
disamakan sebagai wajib pajak patuh yaitu:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

202

pertama, tepat waktu dalam menyampaikan yang melakukan pembayaran atas beban APBN
surat pemberitahuan; kedua, tidak mempunyai ditetapkan sebagai wajib pungut pajak sesuai
tunggakan pajak untuk semua jenis pajak; ketiga, dengan ketentuan Peraturan Perundang-
tidak pernah dipidana dalam lima tahun terakhir undangan (Pasal 47 Ayat 1 Peraturan
dan keempat, melakukan kewajiban perpajakan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata
secara sukarela sesuai dengan peraturan Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
perpajakan yang berlaku di Indonesia. Belanja Negara). Dalam lingkup pelaksanaan
APBD, Bendahara pengeluaran sebagai wajib
2.5. Pengetahuan Perpajakan
pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak
Kamil (2015) mendefiniskan Pengetahuan lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
Perpajakan sebagai penalaran dan pemaknaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
dari pemahaman atas peraturan perundang- rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau
undangan perpajakan. Menurut Hardiningsih & bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan
Yulianawati (2011), peningkatan pengetahuan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka
peraturan perpajakan masyarakat melalui waktu sesuai ketentuan perundang-undangan
pendidikan formal maupun non formal akan (Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 58
berdampak positif terhadap kesadaran wajib Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
pajak untuk membayar pajak. Daerah).
Saad (2014) menyebutkan bahwa dengan Secara umum proses bisnis kewajiban
sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia bendahara pemerintah meliputi tiga hal yaitu:
bertumpu pada kemampuan dari setiap wajib pertama, melakukan pendaftaran/update data;
pajak (self assessment system), maka kedua, melakukan pemotongan/pemungutan
Pengetahuan Perpajakan merupakan hal yang pajak; dan ketiga, melaporkannya dalam SPT
sangat penting untuk menentukan apakah Masa.
kewajiban pajak dilakukan secara akurat atau
2.7. Kualitas Pelayanan Perpajakan
tidak. Dengan tingkat pengetahuan dan
pemahaman tentang peraturan pajak yang Hardiningsih dan Yulianawati (2011)
memadai, masyarakat akan berpikiran terbuka menyebutkan definisi kualitas adalah suatu
dan positif bahwa pajak adalah murni digunakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan
untuk kebutuhan bangsa dan manfaatnya akan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan
dikembalikan lagi sebesar-besarnya bagi seluruh yang memenuhi atau melebihi harapan pihak
masyarakat. Dengan tingkat pengetahuan dan yang menginginkannya. Menurut Fuadi dan
pemahaman pajak yang memadai diharapkan Mangoting (2013), Pelayanan Pajak merupakan
tingkat kepatuhan wajib pajak untuk membayar faktor eksternal yang dapat memengaruhi
pajak akan meningkat. tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Fuadi
2.6. Sikap Terhadap Kewajiban Perpajakan
dan Mangoting (2013) mendefinisikan Kualitas
Robbins (2007) mendefinisikan sikap Pelayanan sebagai bentuk pelayanan yang dapat
sebagai pernyataan evaluatif terhadap objek, memberikan kepuasan kepada pelanggan dan
orang atau peristiwa dimana hal tersebut tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan
mencerminkan perasaan seseorang terhadap yang dapat dipertangggungjawabkan serta harus
sesuatu. Breckler (1984) menyebutkan sikap dilakukan secara terus-menerus. Dengan
mempunyai tiga komponen utama yaitu demikian Kualitas Pelayanan Perpajakan adalah
kesadaran, perasaan dan perilaku dalam pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
melaksanakan suatu kewajiban. Hardiningsih & kepada wajib pajak dan tetap dalam batas
Yulianawati (2011) mendefinisikan sikap wajib memenuhi standar pelayanan yang dapat
pajak sebagai kesadaran dan keadaan dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan
mengetahui atau mengerti dari wajib pajak secara terus-menerus.
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Susherdianto (2014) menyebutkan bahwa
Dengan demikian Sikap Terhadap Kewajiban pemerintah dalam hal ini otoritas pajak harus
Perpajakan merupakan kesadaran, perasaan dan menjalankan fungsi pelayanan dengan baik
perilaku seseorang dalam melaksanakan untuk meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak
kewajiban-kewajiban perpajakannya. agar penerimaan pajak bisa terus ditingkatkan.
Kewajiban Perpajakan Bendahara Dalam memberikan pelayanan terbaik yang
Pemerintah meliputi lingkup pelaksaanaan harus dilakukan adalah mengetahui kewajiban
APBN dan APBD. Dalam lingkup pelaksanaan dan haknya dalam menjalankan tugas sebagai
APBN, setiap Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa aparatur pajak.
Pengguna Anggaran (KPA) dan/atau Bendahara
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
203

2.8. Kemudahan Aplikasi Perpajakan Pembayaran dan penyetoran pajak


dilakukan langsung ke kas negara melalui dua
Penggunaan aplikasi merupakan bentuk
cara yaitu secara elektronik/online dan
dari kemajuan teknologi informasi. Williams &
melalui layanan pada loket/teller (over the
Sawyer (2007) dalam Sigit (2019)
counter) pada pada Bank Persepsi/Pos
mendefinisikan teknologi informasi sebagai
Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank
bentuk teknologi dan semua pengembangannya
Persepsi Mata Uang Asing.
yang dapat membantu manusia dalam membuat,
Pembayaran pajak secara online
mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan
merupakan usaha pemerintah untuk
dan atau menyebarkan informasi. Lienert (2009)
memudahkan wajib pajak dalam membayar
dalam Sigit (2019) menyebutkan bahwa semakin
pajak. Sistem pembayaran pajak secara online
kompleks suatu informasi yang diproses maka
dilakukan dengan menggunakan e-Billing.
semakin besar kebutuhan sistem aplikasi yang
Sistem e-Billing merupakan metode
berkualitas tinggi. Dengan demikian, Kemudahan
pembayaran pajak secara elektronik dengan
Aplikasi Perpajakan adalah penggunaan aplikasi
menggunakan kode billing atau ID-Billing.
yang berkualitas tinggi sehingga memudahkan
Billing System adalah sistem yang
wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban
menerbitkan kode billing untuk pembayaran
perpajakannya.
atau penyetoran penerimaan negara secara
Dari beberapa studi literatur,
elektronik, tanpa perlu membuat Surat
implementasi penggunaan teknologi/aplikasi di
Setoran (SSP, SSBP, SSPB) manual.
beberapa negara dalam sistem pembayaran
Sistem e-Billing berbasis sistem Modul
pajak dapat memengaruhi tingkat kepatuhan
Penerimaan Negara (MPN) yang
wajib pajak. Yilmaz dan Coolidge (2013)
dikembangkan oleh DJPb untuk memfasilitasi
menganalisis efek dari penerapan e-Filing
wajib pajak membayarkan pajaknya dengan
terhadap biaya kepatuhan pajak di negara-
lebih mudah, lebih cepat dan lebih akurat.
negara berkembang dan menunjukkan bahwa
Pengembangan MPN diarahkan pada
penerapan e-Filing dapat meningkatkan
penyediaan fleksibilitas lebih bagi wajib
kepatuhan wajib pajak. Namun, jika
pajak/ bayar. Sistem MPN yang saat ini sudah
implementasi e-Filing tidak dikelola secara tepat
pada fase pengembangan generasi ketiga
menurut Yilmaz dan Coolidge (2013) misalnya
(MPN G-3) membuat wajib pajak/bayar dapat
dengan masih mengharuskan wajib pajak untuk
melakukan pengisian billing secara mandiri
melaporkan pajak e-Filing dan secara paper/fisik
melalui portal yang disediakan secara online.
menyebabkan meningkatnya biaya kepatuhan
Pembayaran atas billing dapat dilakukan
pajak secara keseluruhan. Bird and Oldman
melalui berbagai channel pembayaran secara
(2000) dengan konteks negara Singapura
elektronik seperti ATM, e-Banking, Kartu
menyebutkan bahwa Singapura berhasil
Debit/Kartu Kredit dan Phone Banking.
menerapkan integrasi dan komputerisasi
Dengan menggunakan e-Billing, wajib
administrasi pajak bukan hanya dengan
pajak akan memperoleh banyak manfaat,
memperkenalkan teknologi baru pada sistem
antara lain kemudahan membayar pajak
administrasi pajaknya tetapi juga dengan
dengan membuat ID-Billing di mana saja dan
melakukan rekayasa ulang sistem administrasi
kapan saja, menghindari terjadinya kesalahan
pajak sehingga meningkatkan layanan wajib
pencatatan transaksi yang masih sering
pajak dan kepatuhan. Price Waterhouse Coopers
terjadi jika pembayaran dilakukan secara
(2010) mempresentasikan mandatory einvoicing
manual dan transaksi dilakukan secara real
secara elektronik sebagai salah satu metode
time dimana data dan hasil transaksi akan
alternatif pengumpulan PPN kepada Komisi
langsung tersimpan di sistem DJP.
Eropa dan menunjukkan bahwa dengan metode
tersebut otoritas pajak mendapatkan akses b. Aplikasi Pelaporan Pajak
informasi tentang transaksi penjualan pada
Selain dilakukan secara manual di
tahap yang sangat awal yaitu pada saat faktur
Kantor Pelayanan Pajak (KPP), pelaporan
dibuat.
pajak saat ini sudah difasilitasi secara online
Dalam konteks sistem pajak di Indonesia,
melalui aplikasi e-Filling. Aplikasi e-Filing
DJP mengembangkan sistem aplikasi yang
adalah suatu cara penyampaian Surat
dipergunakan oleh wajib pajak mulai dari
Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang
pembayaran dan penyetoran sampai dengan
dilakukan secara online dan real time melalui
pelaporan pajak.
internet pada website DJP
(http://www.pajak.go.id) atau Penyedia
a. Pembayaran dan Penyetoran Pajak
Layanan SPT Elektronik atau Application
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

204

Service Provider (ASP). Layanan e-Filling peran penting dalam turut mengatasi
melalui website DJP telah terintegrasi dalam permasalahan kepatuhan Bendahara Pemerintah
layanan DJP Online. Bagi wajib pajak yang dalam menyetorkan penerimaan pajaknya.
hendak menyampaikan laporan SPT Tahunan Dengan adanya interaksi erat antara KPPN
PPh Orang Pribadi maupun SPT Tahunan PPh dengan bendahara, DJPb c.q. KPPN dapat menjadi
Badan dapat mengisi dan menyampaikan figur pembina bagi bendahara termasuk dalam
laporan SPT-nya pada aplikasi e-Filing pada kaitan pelaksanaan kewajiban perpajakan
laman DJP Online. bendahara. DJPb juga menjadi penanggungjawab
pelaksanaan sertifikasi bagi Bendahara Satker
2.9. Peran Direktorat Jenderal
Pusat. Sertifikasi Bendahara merupakan amanat
Perbendaharaan (DJPb)
dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
Komarudin (1994:768) mendefinisikan 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
peran sebagai tindakan yang dilakukan orang Pendapatan dan Belanja Negara dimana
atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa. pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai
Konsep tentang peran menurut Komarudin Bendahara Penerimaan atau Bendahara
(1994:768) meliputi aspek tugas utama yang Pengeluaran harus memiliki Sertifikat
harus dilakukan oleh suatu manajemen, bagian Bendahara yang diterbitkan oleh Menteri
suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau Keuangan atau pejabat yang ditunjuk.
pranata dan pola perilaku yang diharapkan dapat Digunakannya Peran DJPb sebagai
menyertai pelaksanaan suatu fungsi atau tugas. variabel dalam penelitian ini juga didasari
Peran yang ideal menurut Soekanto (2002:24), kewenangan DJPb sebagai regulator sistem
dapat didefinisikan sebagai peran yang penerimaan ke kas negara sebagaimana diatur
dilakukan dengan baik oleh pemegang peranan dalam PMK Nomor 234 /PMK.01/2015 pasal
tersebut. 941. DJPb mengembangkan konsep Modul
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Penerimaan Negara (MPN) sebagai bentuk
(DJPb) merupakan unit Eselon I di bawah modernisasi pengelolaan perbendaharaan
Kementerian Keuangan. Dalam Peraturan negara untuk menjalankan salah satu fungsi
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 234 treasury yaitu menghimpun seluruh penerimaan
/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata negara. Saat ini fase pengembangan MPN sudah
Kerja Kementerian Keuangan, DJPb memiliki mencapai MPN Generasi Ketiga (MPN G-3)
tugas dan fungsi menyelenggarakan perumusan dengan berbagai kemudahan layanan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang penerimaan negara secara elektronik yang
pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas dan semakin berkembang dibandingkan MPN G-1
investasi, pembinaan pengelolaan keuangan dan MPN G-2 sebelumnya.
Badan Layanan Umum, dan akuntansi dan Dalam sistem MPN, DJPb menjalankan
pelaporan keuangan pemerintah sesuai dengan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai
ketentuan peraturan perundang-undangan mediator atas berbagai pihak seperti bank/pos
Berdasarkan tugas dan fungsi tersebut, persepsi, biller dan wajib pajak/bayar.
DJPb memang tidak memiliki peran secara Penerimaan negara yang disetor melalui
langsung dalam pelaksanaan tugas terkait bank/pos persepsi diikat dengan suatu kontrak
kewajiban perpajakan Bendahara Pemerintah. yang mengatur kewajiban pihak bank/pos untuk
Namun, DJPb memiliki peran strategis selaku menyediakan mekanisme layanan pembayaran
pembina Bendahara Satuan Kerja terkait dengan termasuk pelaporannya dan hak atas fee dari
pelaksanaan APBN. Hal tersebut tertuang dalam layanan tersebut (www.djpb.kemenkeu.go.id).
PMK Nomor 262/PMK.01 /2016 Tentang Namun sistem MPN yang dikembangkan
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DJPb tersebut tentu membutuhkan kerja sama
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dimana dan kepatuhan dari wajib setor termasuk dalam
disebutkan bahwa fungsi dari Bidang Supervisi hal ini Bendahara Satker Pusat maupun
KPPN dan Kepatuhan Internal pada Kanwil DJPb Bendahara Pemda dalam melakukan penyetoran
dan Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan penerimaan negara. Oleh karena itu selaku
Internal pada KPPN selaku unit vertikal DJPb di regulator sistem penerimaan negara dan
daerah adalah melakukan pembinaan pengelola kas negara, DJPb juga sangat
pertanggungjawaban bendahara. berkepentingan terhadap kepatuhan Bendahara
Dengan demikian, secara kultur DJPb Pemerintah dalam melakukan penyetoran
memiliki hubungan dan interaksi yang erat penerimaan pajaknya.
dengan Bendahara Pemerintah. Dengan bentuk Selain dua faktor di atas, penggunaan
kewenangan dan interaksi erat yang dimilikinya variabel Peran DJPb juga didasarkan adanya
tersebut maka DJPb diharapkan dapat memiliki perintah Menteri Keuangan kepada penulis
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
205

sewaktu menjabat sebagai Direktur Jenderal 2.11. Hipotesis Penelitian


Perbendaharaan (2013-2019) dalam berbagai
Penelitian ini dilakukan dengan
forum rapat pimpinan tingkat Kementerian
pengembangan hipotesis secara umum diduga
Keuangan yang menugaskan kepada DJPb agar
Pengetahuan Perpajakan, Sikap Terhadap
melakukan koordinasi dengan Pemda untuk
Kewajiban Perpajakan, Kualitas Pelayanan
memastikan seluruh Bendahara Pemda
Perpajakan, Kemudahan Aplikasi Perpajakan dan
melakukan kewajiban perpajakan dengan benar.
Peran DJPb secara bersama-sama memiliki
Perintah tersebut menjadi motivasi bagi penulis
pengaruh terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara
untuk meneliti peran yang dapat dilaksanakan
Pemda dengan hipotesis secara parsialnya
oleh DJPb terkait dengan permasalahan
sebagai berikut:
kewajiban perpajakan Bendahara Pemda dan
diharapkan nantinya dapat diberikan H1 : Diduga Pengetahuan Perpajakan
rekomendasi yang konstruktif terhadap tugas berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
yang diamanahkan Menteri Keuangan tersebut. Pajak Bendahara Pemda.
Dengan demikian berdasarkan uraian di H2 : Diduga Sikap Terhadap Kewajiban
atas, variabel Peran DJPb dapat didefinisikan Perpajakan berpengaruh positif terhadap
sebagai bentuk aktivitas yang dilaksanakan oleh Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda.
DJPb dalam rangka melakukan pembinaan H3 : Diduga Kualitas Pelayanan Perpajakan
kepada Bendahara Pemerintah untuk berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
meningkatkan kepatuhan dalam memenuhi Pajak Bendahara Pemda.
kewajiban perpajakannya. H4 : Diduga Kemudahan Aplikasi Perpajakan
berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
2.10. Kerangka Penelitian
Pajak Bendahara Pemda.
Dalam penelitian ini penulis H5 : Diduga Peran DJPb berpengaruh positif
menggunakan variabel bebas yang terdiri dari terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara
Pengetahuan Perpajakan, Sikap Terhadap Pemda.
Kewajiban Perpajakan, Kualitas Pelayanan
Perpajakan, Kemudahan Aplikasi Perpajakan dan 3. METODE PENELITIAN
Peran DJPb dan variabel terikat Kepatuhan Pajak
Bendahara Pemda yang berdasarkan penelitian 3.1. Jenis Penelitian
Subandi & Fadhil (2018) memiliki tingkat Jenis penelitian ini adalah penelitian
kepatuhan pajak lebih rendah dibandingkan kuantitatif deskriptif dengan menggunakan data
Bendahara Pemerintah Pusat. Penulis ingin primer dan data sekunder. Penelitian kuantitatif
menganalisis pengaruh dan hubungan antara adalah suatu proses menemukan pengetahuan
variabel bebas secara simultan maupun secara yang menggunakan data berupa angka sebagai
parsial terhadap variabel terikat. Berdasarkan alat menganalisis keterangan mengenai apa yang
studi literatur terdahulu, seluruh variabel bebas ingin diketahui (Kasiram, 2008:149).
diduga memiliki pengaruh positif terhadap
variabel terikat. Berdasarkan hal tersebut, 3.2. Jenis dan Sumber Data
pengembangan hipotesis dapat digambarkan Jenis data yang digunakan dalam penelitian
dalam skema berikut ini : ini adalah data primer dan data sekunder. Data
Grafik 2. Kerangka Penelitian primer dalam penelitian ini adalah data
kuisioner. Data kuisioner yang digunakan terdiri
dari data interval terkait persepsi Bendahara
Pemda terhadap indikator-indikator dari
variabel bebas dan variabel terikat dimana data
tersebut merupakan data kualitatif yang akan
dikuantisir dengan skala likerts. Persepsi akan
dikelompokkan menjadi lima yaitu Sangat Setuju,
Setuju, Netral, Tidak Setuju dan Sangat Tidak
Setuju dengan nilai 5, 4, 3, 2 dan 1. Total indikator
dalam kuisioner berjumlah 44 indikator.
Penyebaran kuisioner akan dilakukan secara
online kepada responden penelitian.
(Sumber: data diolah)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

206

Tabel 4. Jumlah Indikator Per Variabel 2016 38,92 1.106 3,5

No Variabel Jumlah 2017 44,73 1.151 3,9

1 Pengetahuan Perpajakan 10 (Sumber: Ditjen Pajak, 2018)


Sikap terhadap Kewajiban Lokasi penelitian difokuskan pada
2 10
Perpajakan Bendahara Pemda dalam lingkup pulau Jawa
3 Kualitas Pelayanan Perpajakan 7 yang meliputi enam propinsi besar yaitu Banten,
4 Kemudahan Aplikasi Perpajakan 6 Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta dan Jawa Timur. Pemilihan pulau
5 Peran DJPb 6
Jawa sebagai lokasi penelitian didasarkan pada
6 Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda 5 data kontribusi realisasi penerimaan pajak atas
Total 44 belanja APBD terbesar berada di pulau Jawa
(Sumber: data diolah) dengan kontribusi sebesar Rp19,8 triliun. Namun
secara persentase dibandingkan dengan wilayah
Data sekunder yang digunakan dalam lain, persentase penerimaan pajak atas belanja
penelitian ini antara lain terkait data populasi APBD terhadap total penerimaan pajak lingkup
dan data penyetoran pajak yang dilakukan oleh pulau Jawa yang sebesar Rp444,6 triliun
Bendahara Pemerintah. Data-data tersebut merupakan yang paling rendah dibandingkan
diperoleh penulis dari KPPN Penerimaan, wilayah regional lainnya yaitu hanya sebesar
Direktorat Jenderal perimbangan Keuangan 4,4%. Hal ini tentu saja perlu dilakukan
(DJPK) dan DJP. penelitian agar dapat disusun rekomendasi
kebijakan secara tepat.
3.3. Obyek, Lokasi dan Waktu Penelitian
Obyek penelitian ini difokuskan pada Tabel 6. Kontribusi Penerimaan Pajak
Atas Belanja APBD Yang Disetor Bendahara
Bendahara Pemda yang diduga memiliki tingkat
Pemda Terhadap Total Penerimaan Pajak
kepatuhan pajak yang lebih rendah
dibandingkan Bendahara Pemerintah Pusat. Regional Tahun 2017 Berdasar Sebaran
Wilayah
Lebih rendahnya tingkat kepatuhan Bendahara
(triliun)
Pemda disebutkan oleh Subandi dan Fadhil
Penerimaan Total
(2018) berdasarkan pernyataan Direktur
Wilayah Pajak Atas Penerimaan
Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak %
(Pulau) Belanja Pajak
yang menyebutkan bahwa meskipun dana APBD Regional
Transfer Ke Daerah dan Dana Desa terus Sumatera 10,3 75,4 13,7
meningkat secara signifikan namun penerimaan
Jawa 19,8 444,6 4,4
pajak dari aktivitas di daerah masih rendah dan
berada pada kisaran 3,6 persen. Bali Nusa
2,8 13,3 20,7
Tenggara
Hal tersebut diperkuat dengan data dari Kalimantan 4,2 33,6 12,4
DJP Dalam kurun waktu tahun 2013 s.d. 2017 Sulawesi 4,9 19,4 25,3
kontribusi penerimaan pajak atas belanja APBD Maluku
terhadap total penerimaan pajak nasional masih 1,8 9,4 19,1
Papua
dalam kisaran 3 persen. Angka tersebut tentu (Sumber: Ditjen Pajak, 2018)
saja masih belum optimal.
Tabel 5. Kontribusi Penerimaan Pajak Jumlah populasi Bendahara Pemda lingkup
Atas Belanja APBD Yang Disetor Bendahara Pulau Jawa (Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa
Pemda Terhadap Total Penerimaan Pajak Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa
Tahun 2017 Timur) berdasarkan data NPWP yang diunduh
dari database aplikasi Modul Penerimaan Negara
(triliun) (MPN) pada KPPN Penerimaan pada bulan
Penerimaan Agustus 2019 berjumlah 7.482 bendahara.
Penerimaan
Pajak Atas
Tahun Pajak % Berdasarkan rumus Slovin dengan menggunakan
Belanja
APBD
Nasional margin error 5 persen maka jumlah sampel
penelitian yang dibutuhkan minimal berjumlah
2013 27,18 921 3,0 380 responden.
2014 30,31 982 3,1 Penyebaran kuisioner dilakukan pada
tanggal 28 Oktober s.d. 6 November 2019.
2015 38,46 1.061 3,6
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik stratified proportional
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
207

random sampling. Teknik proportional stratified b. Regresi Logistik


random sampling adalah teknik pengambilan
Data primer yang dihasilkan dari
sampel pada populasi yang berstrata dengan
kuisioner dianalisis dengan menggunakan
mengambil sampel dari tiap-tiap sub populasi
Analisis Multivariat. Menurut Suliyanto (2005),
yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
Analisis Multivariat merupakan suatu metode
anggota dari masing-masing sub populasi secara
statistika yang tujuan penggunaannya adalah
acak atau serampangan. Dalam teknik stratified
untuk menganalisis data yang terdiri dari
proportional random sampling, elemen populasi
banyak variabel serta diduga antar variabel
dikelompokkan pada tingkatan-tingkatan
tersebut saling berhubungan satu sama lain.
tertentu dengan tujuan pengambilan sampel
Jenis Analisis Multivariat yang digunakan
merata pada seluruh tingkatan dan sampel
dalam penelitian ini adalah regresi logistik.
mewakili karakter seluruh elemen populasi
Penggunaan regresi logistik dalam penelitian
3.4. Metode Analisis Data menurut Ghozali (2016) dikarenakan adanya
asumsi multivariate normal distribution yang
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner
tidak dapat dipenuhi karena variabel bebas
Ghozali (2016) menyebutkan kuisioner harus
merupakan campuran antara variabel kontinyu
dilakukan uji reliabilitas dan uji validitas
(metrik) dan kategorial (non-metrik). Dalam
terlebih dahulu sebelum disebarkan kepada
regresi logistik, variabel terikat adalah data
responden.
nominal/kategorial khususnya data binary
(1) Uji Validitas
(Santoso, 2016).
Uji Validitas dilakukan untuk mengukur
Kategori paling dasar dari model logit
valid tidaknya item pertanyaan atau
menghasilkan binary value misalnya angka 0
pernyataan suatu kuesioner. Suatu
dan 1. Angka yang dihasilkan mewakili suatu
kuesioner dikatakan valid jika
kategori tertentu yang diperoleh dari
pertanyaan pada kuesioner mampu
perhitungan probabilitas terjadinya kategori
untuk mengungkapkan sesuatu yang
tersebut. Bentuk dasar probabilitas dalam
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
model logit dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Ghozali (2016) menyebutkan untuk
mengukur validitas kuisioner dengan Tabel 7. Probabilitas Model Logit
cara melakukan korelasi bivariat antara
Y1 Probabilitas
masing-masing skor indikator dengan
total skor variabel. Suatu butir 0 1-Pi
pertanyaan/indikator pada kuesioner 1 Pi
dinyatakan valid apabila pada bagian
Total Korelasi Pearson masing-masing Total 1
indikator mempunyai koefisien korelasi (Sumber: Gujarati, 2003)
lebih besar dari nilai r tabel.
(2) Uji Reliabilitas Penggunaan model logit digunakan dalam
Uji Reliabilitas dilakukan untuk penelitian Sigit (2019) untuk mengevaluasi
mengukur konsistensi jawaban dari kondisi RPD Harian akurat dan RPD Harian
responden. Suatu kuisioner reliabel atau tidak akurat. Dalam kategori capaian Rencana
handal jika jawaban responden terhadap Penarikan Dana (RPD) Harian dimana nilai 0
pernyataan adalah konsisten dari waktu memiliki arti RPD Harian tidak akurat dan nilai
ke waktu. Ghozali (2016) menyebutkan 1 memiliki arti RPD Harian akurat. Penentuan
pengukuran reliabilitas dapat dilakukan terjadinya RPD Harian Akurat atau tidak akurat
dengan cara One Shot Measures dimana dipengaruhi oleh variabel bebas (Sigit, 2019).
pengukuran hanya dilakukan sekali dan Persamaan regeresi model logit diperoleh
kemudian hasilnya dibandingkan dari penurunan persamaan probabilitas dari
dengan pertanyaan lain atau mengukur kategori-kategori yang akan diestimasi.
korelasi antar jawaban pertanyaan. Hasil Persamaan Regresi Logit adalah sebagai
dari uji ini akan terlihat pada nilai uji berikut :
statistik Cronbach Alpha (α). Hair et al Li = ln { } = Zi = β1 + β2 Xi
(2010) menyebutkan bahwa suatu
variabel dikatakan memiliki reliabilitas Persamaan disebut dengan rasio
yang moderat/cukup jika memberikan kecenderungan (odds ratio) terjadinya kategori
nilai Croncbach Alpha > nilai 0,5. dengan nilai 1 atau dalam penelitian ini adalah
terjadinya kondisi Bendahara Pemerintah
Patuh dalam menyetorkan pajak. Apabila Pi =
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

208

0.8 maka kecenderungan terjadinya kondisi ₀


G2 = -2 ln

Bendahara Pemerintah Patuh semakin besar.
Statistik G mengikuti distribusi chi-
c. Evaluasi Model Dalam Regresi Logit square dengan derajat bebas p sehingga
Santoso (2016) menyebutkan evaluasi hipotesis ditolak jika nilai probabilitas ≥ chi-
model yang akan dilakukan dalam regresi square atau p-value ≤ α yang berarti variabel
logistik antara lain: bebas X secara bersama-sama
memengaruhi variabel terikat Y.
(1) Omnibus Tests of Model Coefficients
Hipotesisnya dapat dituliskan sebagai
Nilai signifikansi Omnibus Tests berikut:
dengan jumlah variabel bebas sebanyak x H0 : β1 = β2 = …. = βp = 0 (tidak ada
harus berada di bawah 0,05 (taraf pengaruh variabel bebas secara
signifikansi 5 persen). Hal tersebut simultan terhadap variabel terikat)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh H1 : Minimal ada satu βi ≠ 0 ; i = 1, 2, …, p
yang signifikan dari x variabel bebas (ada pengaruh variabel bebas secara
secara simultan memengaruhi variabel simultan terhadap variabel terikat)
terikat. Hipotesis yang dikembangkan Uji parsial digunakan untuk mencari
adalah : model yang cocok dan keterkaitan kuat
antara model dengan datanya atau untuk
H0 : penambahan variabel bebas tidak
mengetahui pengaruh koefisien β
dapat memberikan pengaruh nyata
dibandingkan dengan standar erornya. Uji
terhadap model.
parsial akan menggunakan uji wald.
H1 : penambahan variabel bebas dapat Statistik uji yang digunakan adalah:
memberikan pengaruh nyata
W=
terhadap model. ( )
Hipotesis yang digunakan adalah :
(2) Nagelkerke’s R Square H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh variabel
Nagelkerke’s R Square juga dikenal bebas terhadap variabel terikat)
dengan Koefisien Determinasi (R2) yang H1 :βi ≠ 0 (ada pengaruh variabel bebas
digunakan untuk mengetahui seberapa terhadap variabel terikat)
besar variabilitas variabel bebas mampu Hipotesis nol akan ditolak jika p-value ≤ α
menjelaskan variabel terikat. yang berarti secara parsial variabel bebas X
memengaruhi variabel terikat Y.
(3) Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit (5) Odds Ratio
Test
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Odds ratio (rasio peluang) merupakan
Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data ukuran risiko atau kecenderungan untuk
empiris cocok atau sesuai dengan model mengalami kejadian sukses antara satu
(tidak ada perbedaan antara model kategori dengan kategori lainnya. Regresi
dengan data sehingga model dapat logistik binary akan menghasilkan odds
dikatakan fit). Hipotesis yang ratio terkait dengan nilai setiap prediktor.
dikembangkan adalah : Rasio peluang bagi prediktor diartikan
H0 : Tidak ada perbedaan nyata antara sebagai jumlah relatif dimana peluang hasil
klasifikasi yang diprediksi dan meningkat (dimana rasio peluang > 1) atau
klasifikasi yang diamati atau model turun (dimana rasio peluang < 1) ketika
fit dengan data. variabel bebas mengalami peningkatan
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara sebesar 1 unit.
klasifikasi yang diprediksi dan 3.5. Model Penelitian
klasifikasi yang diamati atau model
tidak fit dengan data. Variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pengetahuan Perpajakan,
(4) Uji Simultan dan Uji Parsial Sikap Terhadap Kewajiban Perpajakan, Kualitas
Untuk mengetahui pengaruh variabel Pelayanan Perpajakan, Kemudahan Aplikasi
bebas terhadap variabel terikat secara Perpajakan dan Peran DJPb sedangkan sebagai
bersama-sama di dalam model dapat variabel terikat adalah Kepatuhan Pajak
menggunakan uji G atau Likelihood Ratio Bendahara Pemda. Variabel Kepatuhan Pajak
Test. Statistik uji yang digunakan adalah : Bendahara Pemda nantinya merupakan data
kategorial dengan kriteria 1 = Bendahara Patuh
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
209

dan 0 = Bendahara Tidak Patuh. Dengan 5 Jawa Tengah 213


demikian model persamaan penelitian adalah 6 Jawa Timur 271
sebagai berikut :
Total 877
Ln { } = α + β1 PPi + β2 SKPi +β3 KPPi + β4 (Sumber: data diolah)
KAPi + β5 PDi b. Hasil Deskriptif Kuisioner Variabel
dengan penjelasan : Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda
Ln : Mengacu pada probabilitas untuk
Berdasarkan hasil pengolahan data
Bendahara Pemda patuh kuisioner diketahui bahwa dari 877 responden
dibandingkan dengan Bendahara sebanyak 489 responden (55,76%) tidak
Pemda tidak patuh memiliki kepatuhan dalam pelaksanaan
PP : Pengetahuan Perpajakan kewajiban perpajakan Bendahara Pemda
SKP : Sikap Terhadap Kewajiban dengan capaian nilai < dari nilai rata-rata total
Perpajakan yang menjadi treshold yang sebesar 20,46
KPP : Kualitas Pelayanan Perpajakan sedangkan sebanyak 388 responden (44,24%)
KAP : Kemudahan Aplikasi Perpajakan memiliki kepatuhan dalam pelaksanaan
PD : Peran DJPb kewajiban perpajakan Bendahara Pemda
i : (1,2 ………..877) dengan capaian nilai ≥ dari nilai rata-rata total
20,46.
Tabel 9: Hasil Kuisioner Indikator
4. HASIL PENELITIAN Kepatuhan Bendahara Dalam Logit
4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Kriteria Jumlah %
Penyebaran kuisioner untuk uji validitas
Tidak Patuh 489 55,76%
dan reliabilitas dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 21 Oktober 2019 kepada responden Patuh 388 44,24%
Bendahara Pengeluaran lingkup Pemerintah Jumlah 877 100,00%
Kota Bogor bertempat di KPPN Bogor dengan (Sumber: data diolah)
jumlah total 37 responden.
Setelah dilakukan tabulasi data dan Hasil tersebut sesuai dengan indikasi awal
dilakukan uji validitas dan uji reabilitas dengan dimana antara lain Subandi dan Fadhil (2018)
menggunakan alat pengolah data, seluruh yang menyebutkan bahwa Kepatuhan Pajak
indikator variabel pada kuisioner dinyatakan Bendahara Pemda dalam lingkup Pulau Jawa
valid dengan Nilai Corrected Item-Total masih cukup rendah.
Correlation seluruhnya lebih besar dari nilai 4.3. Analisis Hasil Regresi Logistik
tabel r yang sebesar 0,36 dan seluruh variabel
dinyatakan reliabel dengan capaian nilai a. Omnibus Test of Model Coefficients
Croncbach’s Alpha lebih besar dari 0,6. Hasil dari nilai chi-square hitung sebesar
4.2. Deskripsi Data Penelitian 891.840 > nilai chi-square tabel pada Degree of
Freedom (DF) sejumlah variabel bebas yang
a. Responden Penelitian berjumlah 5 yaitu 11.071. Jika mengacu pada
Setelah seluruh kuisioner dinyatakan nilai signifikansinya, maka nilai 0.000 < 0.05 (α
valid dan reliabel, dilakukan penyebaran = 5%) sehingga H0 ditolak.
kuisioner kepada Bendahara Pemda lingkup Hasil tersebut menunjukkan bahwa
Pulau Jawa. Total data responden yang berhasil penambahan variabel independen dapat
dilakukan tabulasi berjumlah 877 responden memberikan pengaruh nyata terhadap model
dengan rincian sebagai berikut : atau dengan kata lain model dinyatakan Fit.

Tabel 8. Sebaran Responden Per b. Nagelkerke R Square


Propinsi Nilai Nagelkerke R Square yang dihasilkan
adalah sebesar 0,855. Hal tersebut menunjukkan
No Propinsi Jumlah Responden
bahwa kemampuan variabel bebas dalam
1 Banten 24 menjelaskan variabel terikat adalah sebesar 85,5
2 DI Yogyakarta 42 persen dan terdapat 14,5 persen faktor-faktor
lainnya di luar model yang menjelaskan variabel
3 DKI Jakarta 82
terikat.
4 Jawa Barat 245
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

210

c. Hosmer and Lemeshow Test (Sumber: data diolah)


Nilai chi-square tabel untuk DF 8 pada α = Berdasarkan nilai-nilai pada koefisien B
0.05 adalah sebesar 15.507. Karena nilai chi- pada tabel di atas, maka model persamaan yang
square Hosmer and Lemeshow hitung sebesar dapat dibentuk adalah sebagai berikut:
10.995, maka nilai chi-square Hosmer and Ln { } = -67,817 + 0,774 PP* + 0,169 SKP* +
Lemeshow hitung < nilai chi-square tabel. Jika
1,004 KPP* + 0,222 KAP* + 0,024
mengacu pada nilai signifikansinya maka
PD
menghasilkan nilai 0.202 > 0.05 sehingga H0
Dari tabel hasil Uji Wald di atas
gagal untuk ditolak.
menunjukkan bahwa terdapat empat variabel
Hasil tersebut menunjukkan bahwa model
bebas yang memiliki nilai P-value uji wald dengan
dapat diterima dan pengujian hipotesis dapat
nilai Sig < α 5%, yang berarti empat variabel
dilakukan dikarenakan tidak ada perbedaan
bebas tersebut secara parsial memiliki pengaruh
signifikan antara model dengan nilai
terhadap variabel terikat di dalam model.
observasinya.
Keempat variabel bebas yang memiliki
d. Tabel Klasifikasi pengaruh secara parsial terhadap Kepatuhan
Pajak Bendahara Pemda tersebut adalah
Nilai overall percentage penelitian ini
Pengetahuan Perpajakan (PP), Sikap Terhadap
sebesar 0.922 yang berarti ketepatan model yang
Kewajiban Perpajakan (SKP), Kualitas Pelayanan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar
Perpajakan (KPP) dan Kemudahan Aplikasi
92.2 persen.
Perpajakan (KAP). Sedangkan variabel Peran
e. Hasil Uji Simultan DJPb (PD) tidak memiliki pengaruh secara
statistik terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara
Untuk menguji secara simultan pada regresi
Pemda.
logistik menggunakan pengujian maximum
Besarnya pengaruh variabel bebas
likelihood. Uji simultan ditunjukkan dengan nilai
ditunjukkan dengan nilai EXP (B) atau odds ratio
G2 dimana nilainya = -2 ln (L0) – [-2ln(L1)] =
dengan rincian sebagai berikut :
1204.123 – 312.283 = 891.84. Untuk melihat
signifikansinya, hasil dari nilai G2 dibandingkan (1) Pengaruh Pengetahuan Perpajakan
dengan nilai chi-square tabel dengan derajat Terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara
bebas sebesar banyaknya variabel bebas (DF = 5) Pemda
yaitu sebesar 11.070. Karena nilai G2 yaitu
Pengetahuan Perpajakan mempunyai
sebesar 891.84 > nilai chi-square yaitu sebesar
nilai sig wald 0,000 < 0,05 (α=5%) sehingga
11.070 maka H0 ditolak.
H0 ditolak atau berarti Pengetahuan
Hasil tersebut berarti bahwa variabel
Perpajakan mempunyai pengaruh terhadap
Pengetahuan Perpajakan, Sikap Terhadap
terjadinya kondisi Bendahara Pemerintah
Kewajiban Perpajakan, Kualitas Pelayanan
yang patuh. Pengetahuan Perpajakan
Perpajakan, Kemudahan Aplikasi Perpajakan dan
memiliki nilai odds ratio sebesar 2,168 yang
Peran DJPb secara bersama-sama berpengaruh
berarti jika Pengetahuan Perpajakan yang
terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda.
dimiliki tinggi maka memiliki
f. Hasil Uji Parsial kecenderungan terjadinya Bendahara
Pemerintah yang patuh sebesar 2,168 kali
Uji Parsial dilakukan dengan menggunakan
lipat dibandingkan ketika Pengetahuan
hasil uji wald. Hasil dari uji wald ditunjukkan
Perpajakan yang dimiliki rendah. Nilai B
dalam tabel berikut ini:
sebesar 0,774 merupakan Logaritma
Tabel 10. Hasil Uji Wald Natural dari Exp (B) sebesar 2,168. Karena
nilai B bernilai positif maka variabel
Variables in the Equation Pengetahuan Perpajakan mempunyai
Var B S.E. Wald df Sig. Exp(B) hubungan positif dengan Kepatuhan Pajak
PP ,774 ,112 47,834 1 ,000 2,168 Bendahara Pemda.
SKP
Hasil penelitian ini sama dengan
,169 ,057 8,825 1 ,003 1,184
penelitian sebelumnya antara lain
KPP 1,004 ,118 72,874 1 ,000 2,728 Hardiningsih dan Yulianawati (2011), Afni
KAP ,222 ,083 7,212 1 ,007 1,249 (2013), Suyapto dan Lasmana (2014) serta
PD Asfa dan Meiranto (2017) yang
,024 ,059 ,170 1 ,681 1,024
menyimpulkan Pengetahuan Perpajakan
Cons - berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib
5,737 139,734 1 ,000 ,000
67,817
Pajak.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
211

(2) Pengaruh Sikap Terhadap Kewajiban Hasil penelitian ini sama dengan
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pajak penelitian sebelumnya antara lain
Bendahara Pemda Hardiningsih dan Yulianawati (2011), Fuadi
dan Mangoting (2013), Suyapto dan
Sikap Terhadap Kewajiban Perpajakan
Lasmana (2014) serta Susherdianto (2014)
mempunyai nilai sig wald 0,003 < 0,05
yang menyimpulkan bahwa fungsi
(α=5%) sehingga H0 ditolak atau berarti
pelayanan yang berjalan dengan baik
Sikap Terhadap Kewajiban Perpajakan
meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak.
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
kondisi Bendahara Pemerintah yang patuh. (4) Pengaruh Kemudahan Aplikasi Perpajakan
Sikap Terhadap Kewajiban Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara
memiliki nilai odds ratio sebesar 1,184 yang Pemda
berarti jika Sikap terhadap Kewajiban
Kemudahan Aplikasi Perpajakan
Perpajakan yang dimiliki tinggi maka
mempunyai nilai sig wald 0,007 < 0,05
memiliki kecenderungan terjadinya
(α=5%) sehingga H0 ditolak atau berarti
Bendahara Pemerintah yang patuh sebesar
Kemudahan Aplikasi Perpajakan
1,184 kali lipat dibandingkan ketika Sikap
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
Terhadap Kewajiban Perpajakan yang
kondisi Bendahara Pemerintah yang patuh.
dimiliki rendah. Nilai B sebesar 0,169
Kemudahan Aplikasi Perpajakan memiliki
merupakan Logaritma Natural dari Exp (B)
nilai odds ratio sebesar 1,249 yang berarti
sebesar 1,184. Karena nilai B bernilai positif
jika Kemudahan Aplikasi Perpajakan yang
maka variabel Sikap Terhadap Kewajiban
dimiliki tinggi maka memiliki
Perpajakan mempunyai hubungan positif
kecenderungan terjadinya Bendahara
dengan Kepatuhan Bendahara Pemerintah.
Pemerintah yang patuh sebesar 1,249 kali
Hasil penelitian ini sama dengan
lipat dibandingkan ketika Kemudahan
penelitian sebelumnya antara lain
Aplikasi Perpajakan yang dimiliki rendah.
Hardiningsih dan Yulianawati (2011),
Nilai B sebesar 0,222 merupakan Logaritma
Suyapto dan Lasmana (2014), Dharma dan
Natural dari Exp (B) sebesar 1,249. Karena
Ariyanto (2014), Asfa dan Meiranto (2017),
nilai B bernilai positif maka variabel
Subandi dan Fadhil (2018) serta Listyowati,
Kemudahan Aplikasi Perpajakan
Samrotun dan Suhendro (2018) yang
mempunyai hubungan positif dengan
menyimpulkan bahwa Sikap Kesadaran
Kepatuhan Bendahara Pemerintah.
Dalam Membayar pajak berpengaruh
Hasil penelitian ini sama dengan
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
penelitian sebelumnya antara lain Lee
(3) Pengaruh Kualitas Pelayanan Perpajakan (2016) yang menyimpulkan bahwa
Terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara pengenaan sistem pemungutan pajak secara
Pemda elekronik meningkatkan Kepatuhan Wajib
Pajak di Korea Selatan.
Kualitas Pelayanan Perpajakan
mempunyai nilai sig wald 0,000 < 0,05 (5) Pengaruh Peran DJPb Terhadap Kepatuhan
(α=5%) sehingga H0 ditolak atau berarti Pajak Bendahara Pemda
Kualitas Pelayanan Perpajakan mempunyai
Peran DJPb mempunyai nilai sig wald
pengaruh terhadap terjadinya kondisi
0,6818 > 0,05 (α=5%) sehingga H0 gagal
Bendahara Pemerintah yang patuh.
untuk ditolak atau berarti tidak ada
Kualitas Pelayanan Perpajakan memiliki
pengaruh secara statistik variabel Peran
nilai odds ratio sebesar 2,728 yang berarti
DJPb terhadap kondisi Bendahara
jika Kualitas Pelayanan Perpajakan yang
Pemerintah yang patuh. Tidak
dimiliki tinggi maka memiliki
berpengaruhnya secara statistik variabel
kecenderungan terjadinya Bendahara
Peran DJPb dapat disebabkan varian
Pemerintah yang patuh sebesar 2,728 kali
jawaban responden yang cenderung sama
lipat dibandingkan ketika Kualitas
besar antara responden yang memilih Ya
Pelayanan Perpajakan yang dimiliki rendah.
dan responden yang memilih Netral&Tidak
Nilai B sebesar 1,004 merupakan Logaritma
dalam setiap pertanyaan indikator sehingga
Natural dari Exp (B) sebesar 2,728. Karena
hal tersebut dapat memengaruhi pengaruh
nilai B bernilai positif maka variabel
variabel Peran DJPb secara keseluruhan.
Kualitas Pelayanan Perpajakan mempunyai
Hal tersebut terlihat dari hasil olah data
hubungan positif dengan Kepatuhan
per indikator kuisoner dalam tabel di bawah
Bendahara Pemerintah.
ini :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

212

Tabel 11. Hasil Kuisioner Indikator Dana Desa dan DAK Fisik. Dengan
Peran DJPb terbatasnya jenis pencairan belanja
yang dilakukan Pemda di KPPN
Peran DJPb Ya Tidak Netral Jumlah tersebut, hubungan yang dibangun
Asistensi KPPN kepada Pemda masih relatif
Pembuatan Kode 389 89 399 877 terbatas.
Billing
(b) Belum adanya sinergi yang cukup
Asistensi
antara DJP c.q. KPP dengan DJPb c.q.
Perhitungan 344 100 433 877
Pajak KPPN dalam hal pembagian tugas
Sosialisasi pembinaan kepatuhan perpajakan
Kewajiban 438 67 372 877 Bendahara Pemerintah. Menteri
Perpajakan Keuangan dalam berbagai kesempatan
Pelatihan Rapat Pimpinan Kementerian
398 74 405 877
Aplikasi Keuangan yang diikuti oleh penulis
Mengetahui mengharapkan intensifikasi dan
311 294 272 877
Fasilitas HaiDJPb pembinaan perpajakan kepada
Memanfaatkan Bendahara Pemerintah dilakukan DJPb
259 259 359 877
Fasilitas HaiDJPb
sebagai pembina Bendahara
(Sumber: data diolah) Pemerintah sedangkan DJP fokus pada
Berdasarkan Tabel 11, Peran DJPb relatif intensifikasi dan ekstensifikasi
cukup besar dengan penilaian responden perpajakan di luar Bendahara
rata-rata mencapai 40 persen untuk setiap Pemerintah (sektor swasta).
indikator. Misalnya terkait adanya peran (c) Tidak adanya koordinator yang
KPPN dalam pembuatan kode billing, menjadi leader dalam koordinasi
sebanyak 389 responden (44,35%) kebijakan fiskal di daerah. Hal tersebut
menyebutkan mereka pernah mendapatkan menyebabkan akselerasi penyelesaian
asistensi dari KPPN dalam pembuatan kode berbagai permasalahan di daerah baik
billing sebelum melakukan penyetoran terkait penerimaan ataupun
pajak. Begitu juga terkait sosialisasi KPPN pengeluaran relatif tidak maksimal.
dalam kewajiban perpajakan Bendahara
Pemda, sebanyak 438 responden (49,94%) Menyikapi berbagai permasalahan tersebut,
menyebutkan mereka pernah mendapatkan penulis mengusulkan rekomendasi sebagai
sosialisasi kewajiban perpajakan dari KPPN. berikut:
Begitu juga terkait pelatihan aplikasi (1) Dalam jangka pendek, untuk mengamankan
penyetoran dan pelaporan pajak, sebanyak penerimaan pajak agar dapat masuk ke kas
398 responden (45,38%) menyebutkan negara secara tepat waktu dan tepat jumlah
bahwa mereka pernah mendapatkan dengan kondisi Kepatuhan Pajak Bendahara
pelatihan aplikasi penyetoran dan Pemda yang masih cukup rendah, dapat
pelaporan pajak. diterapkan Kebijakan Penyetoran Pajak
Capaian KPPN dalam data-data tersebut Terintegrasi Pencairan Dana Belanja Daerah
menunjukkan DJPb c.q. KPPN sudah (SP2D Online). Dengan penerapan SP2D
berperan dalam pelaksanaan kewajiban Online, Penyetoran Pajak dilakukan
perpajakan Bendahara Pemda meskipun bersamaan penyaluran dana ke pihak ketiga
belum maksimal. pada mekanisme Pembayaran secara
Terdapat beberapa hal yang langsung (LS). Saat ini penerapan SP2D
menyebabkan Peran DJPb masih belum Online baru dilakukan uji coba secara
maksimal dalam hal pelaksanaan kewajiban terbatas pada bank persepsi di Propinsi DKI
Bendahara Pemda ini, antara lain: Jakarta yaitu Bank DKI dan Propinsi
(a) DJPb c.q. KPPN belum memiliki akses Sumatera Utara yaitu Bank Sumut. Dengan
kewenangan yang cukup dalam memperhatikan kondisi kepatuhaan pajak
melakukan pembinaan Bendahara Bendahara Pemda dalam menyetorkan
Pemda dikarenakan hubungan antara pajak yang masih cukup rendah, kebijakan
KPPN dengan Pemda baru sebatas penerapan SP2D Online dapat diperluas di
pencairan Dana Desa dan DAK Fisik Propinsi lainnya.
sebagaimana diatur dalam PMK Nomor (2) Perlu dilakukan kajian kembali terkait
50/PMK.07/2017 dimana Kepala kewenangan KPPN dalam melakukan
KPPN berperan sebagai Kuasa penyaluran seluruh jenis Dana Transfer Ke
Pengguna Anggaran (KPA) Penyalur Daerah dengan tidak hanya terbatas pada
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
213

penyaluran Dana Desa dan DAK Fisik. Perpajakan, Kemudahan Aplikasi Perpajakan
Dengan melakukan penyaluran seluruh dan Peran DJPb secara bersama-sama
Dana Transfer Ke Daerah maka KPPN akan memiliki pengaruh terhadap Kepatuhan
memiliki kewenangan yang besar dalam Pajak Bendahara Pemda.
melakukan pembinaan dan pengawasan 2. Secara parsial, pengaruh dari tiap-tiap
terhadap Bendahara Pemda termasuk di variabel adalah sebagai berikut:
dalamnya melakukan pengawasan terkait a. Pengetahuan Perpajakan, Sikap Terhadap
kepatuhan kewajiban perpajakan Kewajiban Perpajakan, Kualitas Pelayanan
Bendahara Pemda. Agar hal tersebut dapat Perpajakan, Kemudahan Aplikasi
dilaksanakan, maka perlu adanya Perpajakan mampu memberikan
pengaturan pemberian kewenangan kepada pengaruh positif terhadap Kepatuhan
DJPb melalui PMK. Berdasarkan Pajak Bendahara Pemda.
kewenangan yang diatur dalam PMK b. Variabel Peran DJPb tidak memiliki
tersebut, DJPb c.q. Kanwil DJPb dan KPPN pengaruh secara statistik terhadap
akan dapat melaksanakan review dan Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda.
evaluasi penyaluran Dana Transfer Ke 3. Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner
Daerah dan Dana Desa yang disalurkan di diketahui bahwa dari 877 responden
wilayah kerjanya. Hal tersebut diharapkan sebanyak 489 responden (55,76%) tidak
akan dapat meningkatkan efisiensi dan memiliki kepatuhan dalam pelaksanaan
efektivitas pelaksanaan APBN di daerah. kewajiban perpajakan Bendahara Pemda
(3) Perlunya peningkatan sinergi antara KPPN dengan capaian nilai < dari nilai rata-rata
dengan KPP melalui adanya kesepakatan total yang menjadi treshold yang sebesar
bersama pada level pimpinan DJPb dan DJP 20,46 sedangkan sebanyak 388 responden
(44,24%) memiliki kepatuhan dalam
sehingga dalam implementasi di lapangan
pelaksanaan kewajiban perpajakan
KPPN mendapatkan dukungan yang cukup Bendahara Pemda dengan capaian nilai ≥ dari
dalam melakukan kegiatan pembinaan nilai rata-rata total 20,46.
kewajiban perpajakan Bendahara Pemda.
5.2. Saran
(4) Perlu adanya penugasan kepada salah satu
Kanwil dari Eselon I Kementerian Keuangan Berkaitan dengan hasil pengujian dan
untuk setiap propinsi yang berfungsi kesimpulan tersebut, diberikan rekomendasi
sebagai koordinator dalam kegiatan sebagai berikut:
koordinasi kebijakan fiskal di daerah. Salah 1. Untuk mengatasi permasalahan Kepatuhan
satu pilihan yang dapat diambil adalah Pajak Bendahara Pemda yang masih cukup
dengan menunjuk Kanwil DJPb sebagai rendah, dalam jangka pendek dapat
koordinator tersebut karena selama ini diterapkan Kebijakan Penyetoran Pajak
Kanwil DJPb sudah berperan sebagai Terintegrasi Pencairan Dana Belanja Daerah
pelaksana fungsi treasury di daerah. Peran (SP2D Online) dimana penyetoran pajak
sebagai fungsi treasury tersebut penting dilakukan bersamaan penyaluran dana ke
dilakukan oleh Kanwil DJPb di daerah untuk pihak ketiga pada mekanisme Pembayaran
memastikan pelaksanaan cash management secara langsung (LS).
dapat terlaksana dengan baik. Kanwil DJPb 2. Dengan berpengaruhnya Pengetahuan
selama ini juga sudah rutin mendapatkan Perpajakan, Sikap Terhadap Kewajiban
berbagai pelimpahan tugas dari unit Eselon Perpajakan, Kualitas Pelayanan Perpajakan
I lainnya seperti DJPK, DJPPR dan BKF dan Kemudahan Aplikasi Perpajakan
dalam pelaksanaan tugas tertentu. Hal-hal terhadap Kepatuhan Pajak Bendahara Pemda,
tersebut menurut penulis menjadikan DJP perlu terus meningkatkan sosialisasi dan
Kanwil DJPb layak untuk menjadi penyuluhan terkait pemahaman dan
koordinator kebijakan fiskal di daerah. kesadaran pajak kepada wajib apajak. DJP
juga perlu terus menjaga dan meningkatkan
5. KESIMPULAN kualitas pelayanan kepada wajib pajak
5.1. Kesimpulan terutama di KPP. DJP juga perlu terus
bekerjasama dengan stakeholder terkait
Berdasarkan hasil analisis dapat seperti DJPb untuk melakukan
disimpulkan sebagai berikut: penyempurnaan aplikasi penyetoran dan
1. Pengetahuan Perpajakan, Sikap Terhadap pelaporan pajak sehingga semakin
Kewajiban Perpajakan, Kualitas Pelayanan
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

214

memberikan kemudahan kepada wajib pajak DJPb, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
dalam melakukan pembayaran pajak. BPPK, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
3. Perlu dilakukan kajian terkait perluasan DKI Jakarta, Kanwil Ditjen Perbendaharaan
kewenangan KPPN dalam melakukan Provinsi Jawa Barat, Kanwil Ditjen
penyaluran seluruh jenis Dana Transfer Ke Perbendaharaan Provinsi Jawa Tengah, Kanwil
Daerah dan Dana Desa dengan tidak hanya Ditjen Perbendaharaan Provinsi DI Yogyakarta,
terbatas pada penyaluran Dana Desa dan DAK Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa
Fisik sehingga KPPN akan memiliki Timur dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan
kewenangan yang lebih besar dalam Provinsi Banten serta pihak-pihak lain yang tidak
melakukan pembinaan kepada Bendahara dapat kami sebutkan satu per satu.
Pemda termasuk dalam pelaksanaan
kewajiban perpajakannya.
4. Perlunya peningkatan sinergi antara KPPN REFERENSI
dengan KPP melalui adanya kesepakatan
bersama pada level pimpinan DJPb dan DJP Afni, M. (2013). Faktor-faktor yang
sehingga KPPN akan mendapatkan dukungan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
yang cukup dalam melakukan kegiatan bendaharawan pemerintah di Kabupaten
pembinaan kewajiban perpajakan Bendahara Rokan Hilir. (Skripsi Tidak
Pemda. Dipublikasikan). Universitas Islam Negeri
5. Perlu adanya penugasan kepada salah satu Sultan Syarif Kasim Riau.
Kanwil dari Eselon I Kementerian Keuangan Asfa, E. R., & Meiranto, W. (2017). Pengaruh
untuk setiap propinsi yang berfungsi sebagai sanksi perpajakan, pelayanan fiskus,
koordinator dalam kegiatan koordinasi pengetahuan dan pemahaman
kebijakan fiskal di daerah dengan opsi yang perpajakan, kesadaran perpajakan
dapat dipilih adalah Kanwil DJPb selaku terhadap kepatuhan wajib pajak.
pelaksana fungsi treasury di daerah dan Diponegoro Journal of Accounting 6(3), 1-
Kanwil DJPb sudah rutin mendapatkan 13.
berbagai pelimpahan tugas dari unit Eselon I Biaya kepatuhan dan digitalisasi pelayanan
lainnya seperti DJPK, DJPPR dan BKF dalam (2019). Diakses 28 Agustus 2019 dari
pelaksanaan tugas tertentu. http://punditax.com/biaya-kepatuhan-
dan-digitalisasi-pelayanan/.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Bird, R. M., & Oldman, O. (2000). Improving
taxpayer service and facilitating
6.1. Implikasi Penelitian compliance in singapore. The World Bank
Implikasi penelitian ini dari aspek praktis Prem Note, 48 (December).
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Breckler, S. J. (1984). Empirical validation of
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal affect, behavior, and cognition as distinct
Pajak, Direktorat Jenderal Perimbangan component of attitude. Journal of
Keuangan dan Direktorat Jenderal Personality and Social Psychology.
Perbendaharaan serta Pemerintah Daerah dalam Halaman 1191-1205.
ranah implementasi dan evaluasi kebijakan Dharma, M.T., & Ariyanto, S. (2014). Analisis
terkait kepatuhan penyetoran pajak Bendahara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Pemerintah Daerah. kepatuhan wajib pajak orang pribadi di
lingkungan Kantor Pelayanan Pajak
6.2. Keterbatasan Penelitian Pratama Tigaraksa Tangerang. Binus
Penelitian ini terbatas pada responden Business Review 5(2).
Bendahara Pemerintah Daerah lingkup Pulau Dirjen Pajak: strategi dan capaian penerimaan
Jawa. Penelitian ini juga berfokus pada evaluasi pajak tahun 2018. (2018). Diakses 16
Peran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Agustus 2019 https://www.online-
sehingga tidak memasukkan variabel Peran pajak.com/dirjen-pajak-strategi-dan-
Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan capaian-penerimaan-pajak-tahun-2018.
Pajak. Fuadi, A. O., & Yenni, M. (2013). Pengaruh
kualitas pelayanan petugas pajak, sanksi
PENGHARGAAN perpajakan dan biaya kepatuhan pajak
(ACKNOWLEDGEMENT) terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Jurnal Tax & Accounting Review Volume 1
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan No.1.
rekan-rekan Direktorat Pengelolaan Kas Negara
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
215

Fungsi pajak. (2019). Diakses pada tanggal 16 Musgrave, Richard P., & Musgrave, Peggy B.
Agustus 2019 dari (1989). Public finance in theory and
https://pajak.go.id/id/fungsi-pajak. practice (5th ed.). New York: McGraw-Hill
Ghozali, I. (2016). Aplikasi analisis multivariete Book Co.
edisi 8. Semarang: Badan Penerbit Ngadiman dan Huslin, D. (2015). Pengaruh
Universitas Diponegoro. sunset policy, tax amnesty, dan sanksi
Gujarati, D. (2003). Ekonometri dasar (Sumarno pajak terhadap kepatuhan wajib pajak
Zain, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. (studi empiris di Kantor Pelayanan Pajak
Hair et al. (2010). Multivariate data analysis, Pratama Jakarta Kembangan). Jurnal
seventh edition. New York : Prentice Hall Akuntansi Vol.19 No. 2 Halaman 225-241.
Hardiningsih, P., & Yulianawati, N. (2011). Nurmantu, S. (2005). Pengantar perpajakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Jakarta: Granit.
kemauan membayar pajak. Jurnal Pembayaran dan penyetoran pajak. (2019).
Dinamika Keuangan dan Perbankan Diakses pada tanggal 20 Agustus 2019
Volume 3 Nomor 1 Halaman 126 - 142. dari
Haq, A. A. (2017). Kedudukan dan tanggung https://www.pajak.go.id/id/pembayaran
jawab bendahara. Diakses 28 Agustus -dan-penyetoran-pajak.
2019 dari https://www.wikiapbn.org/ Pengamat: Penerimaan Pajak Baru 50 Persen
kedudukan-dan-tanggung-jawab- dari Potensi (2019). Diakses pada tanggal
bendahara/. 14 Agustus 2019 dari
Hidayat, A. (2017). Cara hitung rumus slovin https://www.cnnindonesia.com/ekonomi
besar sampel. Diakses 20 Agustus 2019 /20190405124641-532-
dari https://www.statistikian.com/2017/ 383660/pengamat-penerimaan-pajak-
12/hitung-rumus-slovin-sampel.html. baru-50-persen-dari-potensi.
Kamil, N. I. (2015). The effect of taxpayer Peraturan Menteri Keuangan Nomor
awarness, knowledge, tax penalties and 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
tax authorities services on the tax Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria
compliance: (survey on the individual Tertentu Dalam Rangka Pengembalian
taxpayer at Jabodetabek & Bandung. Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Research Journal of Finance and Pajak. Jakarta: Kementerian Keuangan.
Accounting Vol 6. No 2 2015. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234
Kasiram, M. (2008). Metodologi penelitian /PMK.01/2015 tentang Organisasi dan
kualitatif dan kuantitatif. Malang: UIN Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Maliki Press. Jakarta: Kementerian Keuangan.
Komarudin. (1994). Ensiklopedia manajemen. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Jakarta: Bumi Aksara. 262/PMK.01 /2016 Tentang Organisasi
Kurva laffer. (2019). Diakses pada tanggal 14 dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat
Agustus 2019 dari Jenderal Perbendaharaan. Jakarta:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kurva_Laff Kementerian Keuangan.
er. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Kustiawan, M., Solikin, I., & Zulhaimi, H. (2018). 50/PMK.07/2017 Tentang Pengelolaan
Perguruan tinggi sebagai role model Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa.
kepatuhan bendaharawan pemerintah Jakarta: Kementerian Keuangan.
dalam pemotongan dan pemungutan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013
pajak penghasilan. Jurnal Aset (Akuntansi tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran
Riset) 10 Volume 2 Halaman 177-18. Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta:
Lee, H. C. (2016). Can electronic tax invoicing Republik Indonesia.
improve tax?. World Bank Group: Policy Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
Research Working Paper Compliance. tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Listyowati, S., Chomsatun, Y., & Suhendro. Jakarta: Republik Indonesia.
(2018). Faktor-faktor yang PricewaterhouseCoopers. (2010). Study on the
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak feasibility of alternative methods for
dalam membayar pajak. Jurnal Riset improving and simplifying the collection of
Akuntansi dan Bisnis Airlangga Volume 3. vat through the means of modern
Nomor 1. technologies and/or financial
Mardiasmo. (2011). Perpajakan edisi revisi. intermediaries.
Yogyakarta: Penerbit Andi. Purwidyasari, A., & Syafruddin, M. (2017).
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.3, (2019), Hal.195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK

216

kepuasan pengguna layanan e- Stratified random sampling: pengertian dan


government: studi kasus pada modul konsep dasar. (2018). Diakses pada
penerimaan negara generasi 2. tanggal 28 Agustus 2019
Diponegoro Journal Of Accounting Volume https://statmat.id/stratified-random-
6 Nomor 4 Halaman 1-9. sampling-adalah.
Rakhmat, J. (2000). Psikologi komunikasi edisi Suandy, E. (2008). Hukum pajak edisi 4. Jakarta:
revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Salemba Empat.
Ramdan, D. M. (2019). Tax ratio Indonesia Subandi, H., & Fadhil, M. I. I. (2018). Analisis
rendah, ini yang harus dilakukan otoritas faktor-faktor yang memengaruhi
pajak. Diaksesl dari kepatuhan pajak bendahara desa di Kota
https://nasional.kontan.co.id/news/tax- Batu. Berkala Akuntansi dan Keuangan
ratio-indonesia-rendah-ini-yang-harus- Indonesia Volume 03 Nomor 01.
dilakukan-otoritas-pajak. Sukirno, S. (2000). Makroekonomi modern.
Ratnafuri, K. dan Herawati, N. (2012). Jakarta: PT Raja Drafindo Persada.
Malpraktek pemotongan dan pemungutan Sulistiyono, S. T. (2017). Menkeu keluhkan
pajak oleh bendaharawan pemerintah. kurangnya pengetahuan pajak dari
Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume 3 bendahara kementerian dan lembaga.
Nomor 3 Halaman 471-492. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2019
Resmi, S. (2011). Perpajakan: teori dan kasus. dari
Jakarta: Salemba Empat. https://www.tribunnews.com/bisnis/20
Robbins, S. P. (2007). Perilaku organisasi buku 1. 17/09/12/menkeu-keluhkan-kurangnya-
Jakarta: Salemba Empat. pengetahuan-pajak-dari-bendahara-
Saad, N. (2014). Tax knowledge, tax complexity, kementerian-dan-lembaga.
tax compliance: tax payers’ view. procedia- Suliyanto. (2005). Analisis Data Dalam Aplikasi
social and behavioral sciences 109 (2014). Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Elsevier Ltd. Susherdianto, R. (2014). Analisis faktor-faktor
Safrina, N., Julkawait & Qalbiah, N. (2018). yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Account representative “dua kaki yang wajib pajak (studi WPOP yang memiliki
berdiri di dua perahu” dalam rangka usaha di Kota Kudus). (Skripsi Tidak
pencapaian target penerimaan pajak Dipublikasikan). Universitas Diponegoro.
tahun 2018 (studi kasus di Kantor Suyapto, M., & Lasmana, M. S. (2014). Analisis
Pelayanan Pajak Pratama Gresik Utara. faktor-faktor yang mempengaruhi
Jurnal INTEKNA Volume 18 Nomor 2. kepatuhan wajib pajak badan di Kantor
Santoso, S. (2016). Statistik multivariat dengan Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
SPSS. Jakarta: Kompas Gramedia. Timur I. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Tahun
Sembiring, L.J. (2017). Jadi titik lemah, Sri XXIV Nomor 2.
Mulyani sebut bendahara di institusi Teori atribusi - pengertian – jenis – penerapan.
negara sering lalai setor pajak. Diakses (2019). Diakses pada tanggal 19 Agustus
pada tanggal 14 Agustus 2019 dari 2019 dari
https://economy.okezone.com/read/201 https://pakarkomunikasi.com/teori-
7/09/12/320/1774399/jadi-titik-lemah- atribusi.
sri-mulyani-sebut-bendahara-di-institusi- Tucker, I. B. (2010). Survey of economics. Cengage
negara-sering-lalai-setor-pajak. Learning Halaman 341.
Setiyaji, G., & Amir, H. (2005). Evaluasi kinerja Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
sistem perpajakan Indonesia. Jurnal Perbendaharaan Negara. Jakarta:
Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul. Republik Indonesia.
Sigit. T. A. (2019). Faktor-faktor yang Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
memengaruhi tingkat akurasi rencana Ketentuan Umum Perpajakan.. Jakarta:
penarikan dana (RPD) harian satuan kerja Republik Indonesia.
kementerian/lembaga. Indonesian Yilmaz, F., & Coolidge, J. (2013). “Can E-filing
Treasury Review, 4(2), 145-161. Reduce Tax Compliance Costs in Developing
Sikap. (2019). Diakses pada tanggal 15 Agustus Countries?”. The World Bank Policy
2019 dari Research Working Paper (WPS6647).
https://id.wikipedia.org/wiki/Sikap.
Soekanto, S. (2002). Teori peranan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Stiglitz, J. E. (2000). Economics of the public
sector. New York: WW Norton&Co.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.2, (2019), Hal. 195-217
BENDAHARA PEMERINTAH DALAM PENYETORAN PAJAK
217

LAMPIRAN

Iteration Historya,b,c
Coefficient
-2 Log s
Iteration likelihood Cons tant
Step 0 1 1204,123 -,230
2 1204,123 -,231
3 1204,123 -,231

Iteration Historya,b,c,d

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Cons tant PP SKP KPP KAP PD
Step 1 1 554,187 -16,733 ,091 ,068 ,356 ,041 ,032
2 403,371 -29,398 ,212 ,113 ,553 ,092 ,035
3 338,432 -43,643 ,398 ,142 ,738 ,149 ,026
4 316,119 -57,418 ,608 ,158 ,895 ,194 ,021
5 312,416 -65,762 ,741 ,167 ,982 ,216 ,023
6 312,283 -67,733 ,772 ,169 1,003 ,222 ,024
7 312,283 -67,817 ,774 ,169 1,004 ,222 ,024
8 312,283 -67,817 ,774 ,169 1,004 ,222 ,024

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-
s quare df Sig.
Step 1 Step 891,840 5 ,000
Block 891,840 5 ,000
Model 891,840 5 ,000

Model Summary
Cox & Nagelkerk
-2 Log Snell R eR
Step likelihood Square Square
1 312.283a ,638 ,855

Hosmer and Lemeshow Test


Chi-
Step s quare df Sig.
1 10,995 8 ,202

Classification Tablea
Predicted
KB Percentag
Obs erved 0 1 e Correct
Step 1 KB 0 455 34 93,0
1 34 354 91,2
Overall Percentage 92,2

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a PP ,774 ,112 47,834 1 ,000 2,168 1,741 2,699
SKP ,169 ,057 8,825 1 ,003 1,184 1,059 1,324
KPP 1,004 ,118 72,874 1 ,000 2,728 2,167 3,435
KAP ,222 ,083 7,212 1 ,007 1,249 1,062 1,468
PD ,024 ,059 ,170 1 ,681 1,024 ,913 1,149
Constant -67,817 5,737 139,734 1 ,000 ,000

You might also like