Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai

Vol. xx, No. x, xxx xxx, xxx-xxx


DOI: xxxxxx
P-ISSN: P-ISSN: 2502-9541 E-ISSN: 2685-9386
Published by Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

HUKUM FIQIH DALAM HUKUM ISLAM


YANTO
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya
Palangka Raya, Kalimantan Tengah
email :llaincing@gmail.com

Submitted : Accepted :

Revision : Publish :

Abstract : Islamic law is something that is very necessary for all Muslims and Muslim
women. Many of us as Muslims still do not fully understand what Islamic law means.
Therefore, we as authors try to explain what is meant by Islamic law, especially in terms of
fiqh, ushul fiqh and fiqhiyah rules. By understanding Islamic law we will know things that we
did not understand before that we can apply in responding to social, economic, political and
cultural problems so that we can provide solutions to problems that often arise and develop in
society. Ushul fiqh has an understanding as a science that explains to the mujtahid the paths
that must be taken in deriving laws from the text and from other postulates that are based on
the text itself such as the Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', Qiyas, and others. The object of study
of Ushul Fiqh is discussing Sharia law, the sources of legal arguments, how to interpret the
law and the sources of these arguments as well as a discussion of ijtihad with the aim of
stating the conditions that must be possessed by a mujtahid in order to be able to explore
Sharia law. correctly and so on. The scope of ushul fiqh which is discussed globally is as a
source and legal argument with various problems, how to utilize these legal sources and
arguments and so on.
Keywords: Islamic Law, Ushul Fiqh

Abstrak: Hukum Islam merupakan suatu hal yang sangat diperlukan bagi seluruh umat
muslim dan muslimat. Banyak dari kita sebagai umat Islam masih belum memahami apa arti
hukum Islam dengan sempurna. Oleh karena itu, kami selaku penyusun mencoba untuk
menerangkan tentang apa yang dimaksud hukum Islam terutama dalam hal fiqh, ushul fiqh
dan kaidah fiqhiyah. Dengan memahami hukum Islam kita akan mengetahui hal-hal yang kita
belum pahami sebelumnya yang dapat kita terapkan dalam menyikapi masalah-masalah
sosial, ekonomi, politik, budaya sehingga kita dapat memberikan solusi terhadap masalah-
masalah yang kerap muncul dan berkembang dalam masyarakat.Ushul fiqh mempunyai
pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan kepada mujtahid tentang jalan-jalan yang harus
ditempuh dalam mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang
disandarkan kepada nash itu sendiri seperti Al-qur’an, As-sunnah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
Objek kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-sumber dalil
hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan
tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang
mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat dan lain-lain. Ruang lingkup ushul
fiqh yang dibahas secara global adalah sebagai sumber dan dalil hukum dengan berbagai
permasalahannya, bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.
Kata Kunci: Hukum Islam, Ushul Fiqh

218
Yanto

Pendahuluan
Hukum Islam merupakan suatu hal yang sangat diperlukan bagi seluruh umat
muslim dan muslimat. Banyak dari kita sebagai umat Islam masih belum memahami
apa arti hukum Islam dengan sempurna. Oleh karena itu, kami selaku penyusun
mencoba untuk menerangkan tentang apa yang dimaksud hukum Islam terutama
dalam hal fiqh, ushul fiqh dan kaidah fiqhiyah.
Dengan memahami hukum Islam kita akan mengetahui hal-hal yang kita belum
pahami sebelumnya yang dapat kita terapkan dalam menyikapi masalah-masalah
sosial, ekonomi, politik, budaya sehingga kita dapat memberikan solusi terhadap
masalah-masalah yang kerap muncul dan berkembang dalam masyarakat.
Untuk menguraikan beberapa hal terkait hukum fiqh dalam hukum Islam,
maka rumusan masalah yang digunakan sebagai berikut (1). Apa yang dimaksud
dengan fiqh ? (2) Bagaimana Proses Pembentukan Fiqiyah ? (3) Apa saja ruang
lingkup kajian fiqh ? (4) Bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqh
serta apa saja manfaat fiqh Islam bagi kehidupan ?
Penulisan artikel ini menggunakan metode literatur kajian pustaka (library
research)1 terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah yang
dibuat, dan juga bersumber dari kamus dan beberapa artikel dari internet.

Pembahasan

A. Pengertian Fiqh
Fiqh secara bahasa memiliki arti paham, sedangkan secara istilah fiqh berarti
ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang disyariatkan Allah Swt yang
berkesinambungan dengan lisan dan perbuatan umat Islam yang bersumber dari
dalil-dalil Al-qur’an, As- sunnah, ijma’ (kesepakatan) dan ijtihad dari ulama muslim.
Adapun tujuan dari fiqh dalam Islam ialah untuk mencegah terjadinya kerusakan
diantara kaum muslimin. Berdasarkan sumber-sumber hukumIslam, diperoleh tujuh
kitab yang membahas hukum- hukum dalam kehidupan sebagai berikut:

_________________________________

219
Hukum Fiqh dalam Hukum Islam

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah atau yang disebut
juga dengan fiqh ibadah. Hukum ini membahas hal-hal seperti wudhu, shalat,
puasa, haji dan yang lainnya.
2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan atau yang disebut
juga dengan fiqh al-ahwal as-sakhsiyah. Hal yang dibahas dalam hukum ini
meliputi pernikahan, talak, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainnya.
3. Hukum fiqh muamalah yakni hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia
dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa,
pengadilan dan yang lainnya.
4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala
negara) yang disebut juga dengan fiqhsiasah syar’iah. Hukum ini membahas hal-
hal yang berkaitan dengan penegakkan keadilan, penerapan hukum-hukum
syari’at.
5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku
kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban yang disebut juga dengan
fiqhal-ukubat.
6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya,
hukum ini disebut juga dengan fiqhas-siyar. Hukum ini membahas tentang perang
atau damai dan yang lainnya.
7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun
yang buruk. Hukum ini disebut dengan adab dan akhlak.

B. Proses Pembentukan Kaidah Fiqhiyah


Kaidah fiqh tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Harus melawati metode
dan proses sehingga terbentuk suatu kaidah fiqh yang berlandaskan hukum Alquran.
Menurut Syaikh Yasin, ada dua metode yang dapat diterapkan dalam membentuk
suatu kaidah fiqh, yaitu sebagai berikut:
1. Metode pertama yang dapat dilakukan adalah dengan cara menciptakan kaidah-
kaidah yang telah ditentukan mujtahid dalam proses pengambilan hukum dari
sumbernya yaitu Alquran, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Konsep ini disebut dengan
ushul fiqh.
2. Motode kedua yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengeluarkan kaidah-kaidah
fqhiyah yang bersifat universal dari tiap-tiap bab dari ilmu fiqh.

220
Yanto

Dalam pembentukan kaidah fiqh, ada beberapa proses yang harus dilakukan,
diantaranya adalah:
1) Sumber yang di ambil berasal dari sumber hukum Islam seperti Al-qur’an, As-
sunnah, Ijma, dan Qiyas.
2) Metodologi yang di gunakan berasal dari ushul fiqh.
3) Menggunakan ilmu fiqh yang mengandung banyak materi.
4) Kumpulan masalah yang serupa kemudian disimpulkan menjadi kaidah fiqh,
kemudian di kritisi kembali.
5) Suatu kaidah fiqh di anggap sempurna ketika sesuai dengan Alquran dan Hadits
6) Kaidah fiqh di gunakan untuk menjawab tantangan dalam masyarakat
7) Setelah melakukan serangkaian diatas, maka kaidah fiqh di harapkan mampu
menjawab persoalan dan masalah-masalah dalam masyarakat.

C. Latar Belakang Lahirnya Fiqh dan Pandangan serta Karya-Karya Ulama


Terhadap Fiqh
Ilmu fiqh dengan berbagai ruang lingkup kajiannya bukanlah sesuatu yang
bersifat dogmatis melainkan sesuatu yang bersifat ijtihadiyah. Ilmu fiqh ini
merupakan hasil ijtihad yang memakan waktu yang cukup panjang. Hal ini dapat
ditelusuri dari sejarah perkembangan fiqh. Sejarah perkembangan fiqh dapat dibagi
ke dalam lima periode yaitu periode Nabi Muhammad SAW, periode Khulafaur
Rasyidin (sahabat), periode Umayyah dan Abbasiyah, periode taqlid (penutupan
pintu ijtihad), dan periode kebangkitan :
1. Ilmu Fiqh Pada Periode Nabi Muhammad SAW

Pada periode Nabi Muhammad Saw ini, sumber hukum Islam yang utama yaitu
Al-qur’an masih dalam proses turun yang memakan waktu kurang lebih 23 tahun
(tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22 hari). Proses turunnya Al-qur’an ini dilakukan
dengancara berangsur-angsur. Berdasarkan wahyu yang diturunkan itulah, Nabi
Muhammad SAW menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam
masyarakat Islam pada waktu itu. Namun ada kalanya timbul persoalan hukum
dalam masyarakat yang cara penyelesaiannya belum terdapat di dalam Al-qur’an.
Dalam keadaan demikian, maka Nabi Muhammad SAW menyelesaikannya dengan
menggunakan ijtihad atau pendapat yang dihasilkan dari pemikiran yang mendalam.

221
Hukum Fiqh dalam Hukum Islam

Apabila hasil ijtihad Nabi Muhammad SAW itu benar, maka tidak lagi mendapat
tentangan dengan turunnya ayat Al-qur’an untuk memperbaikinya. Namun apabila
hasil ijtihadnya tidak benar, maka akan turun ayat untuk menjelaskan hukum yang
sebenarnya. Oleh karena itu, ijtihad nabi dipandang mendapat lindungan dari Allah
dan tidak akan salah (al-ma’shum). Ijtihad yang dibuat nabi diturunkan kepada
generasi-generasi selanjutnya melalui sunnah yang selanjutnya disebut pula hadits.
Dengan demikian, sumber hukum yang terdapat pada periode Nabi Muhammad
SAW adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi.
2. Ilmu Fiqh Pada Periode Khulafaur Rasyidin (sahabat)
Pada periode sahabat, persoalan hukum yang harus diselesaikan semakin luas
dan berkembang serta lebih sulit untuk diselesaikan. Hal ini disebabkan karena pada
periode ini daerah yang dikuasai Islam semakin bertambah luas dan termasuk ke
dalamnya daerah-daerah yang di luar Semenanjung Arabia yang telah mempunyai
kebudayaan yang tinggi dan susunan masyarakat yang tidak sederhana
dibandingkan dengan masyarakat Arab saat itu. Dalam menyelesaikan persoalan
hukum yang demikian berat, luas, dan baru itu para sahabat menggunakan Al-qur’an
dan sunnah sebagai rujukan utama. Namun demikian, penggunaan Al-qur’an
sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan persolan fiqh tidak mengalami masalah
yang berarti karena Al-qur’an telah dihafal oleh para sahabat dan telah
dibukukan pada zaman Abu Bakar R.A. Akan tetapi berbeda halnya dengan masalah
sunnah. Penggunaan sunnah sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan masalah
fiqh bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena sunnah tidak dihafal
dan belum dibukukan pada waktu itu. Sehingga timbullah hadist-hadist yang
diragukan berasal dari Nabi Saw yang selanjutnya dikenal sebagai hadist buatan.
Persoalan lainnya adalah bahwa ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan
hukum hanya berjumlah 368 ayat. Oleh karena itu tidak semua persoalan hukum
dapat dikembalikan pada Al-qur’an atau sunnah.
Untuk menyelesaikan persoalan yang tidak dijumpai dalam kedua sumber
hukumini, maka khalifah dan para sahabat mengadakan ijtihad. Namun karena
turunnya wahyu sudah berhenti dan para sahabat tidak mengetahui apakah hasil
ijtihadnya benar atau salah sehingga untuk menguatkan hasil ijtihadnya itu maka

222
Yanto

dipakailah ijma’ atau konsensus sahabat. Dalam hal ini, khalifah tidak memutuskan
sendiri mengenai ketentuan hukumnya tetapi terlebih dahulu bertanya kepada para
sahabat.
3. Ilmu Fiqh pada periode Umayyah dan Abbasiyah
Pada periode ini, yang juga disebut sebagai periode ijtihad, persoalan hukum
semakin bertambah kompleks dan luas. Hal ini terjadi karena wilayah Islam semakin
luas, hingga mencapai Afrika, Spanyol, dan Asia Tengah. Selain itu, hal ini juga
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan, dan
peradaban yang semakin berkembang pula. Pada masa ini kegiatan pengumpulan,
penyeleksian, pembuatan hadits palsu, dan pembukuan hadits semakin
berkembang. Demikian pula ilmu di bidang bahasa Arab, ilmu Al-qur’an, dan ilmu
hadits dengan berbagai cabangnya yang juga semakin berkembang. Demikian pula
dengan berbagai adat istiadat, tradisi, dan sistem kemasyarakatan yang terdapat di
berbagai daerah tersebut makin beragam. Keadaan ini memberikan pengaruh yang
besar bagi perkembangan hukum Islam.
Masalah hukum yang dihadapi umat makin beragam pula. Untuk mengatasi
keadaan ini, para ulama semakin meningkatkan ijtihadnya dengan berdasarkan pada
Al-qur’an, Sunnah Nabi, dan ijma’ Sahabat. Pada periode inilah lahir para ahli hukum
(mujtahid) yang selanjutnya dikenal sebagai imam atau faqih dalam Islam dan empat
mazhab yang dikenal saat ini yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali juga
lahir pada periode ijtihad ini.
4. Ilmu Fiqh Pada Periode Taqlid atau Penutupan Pintu Ijtihad
Periode ini dapat pula disebut periode kemunduran dalam sejarah kebudayaan
Islam, yang dimulai sejak abad keempat hijriah (kesebelas masehi). Pada masa ini,
mazhab yang empat telah memiliki kedudukan yang stabil dalam masyarakat dan
perhatian bukan lagi ditujukan kepada Al-qur’an, As-sunnah, dan sumber-sumber
hukum Islam tersebut, melainkan pada buku-buku fiqh yang ditulis oleh para ulama
fiqh. Ulama-ulama mempertahankan mazhab imamnya masing-masing dan
menganggap mazhab imamnya yang terbenar dan yang lainnya kurang benar.
Dengan demikian perhatian dipusatkan pada usaha mempertahankan kebenaran
mazhab masing-masing. Dalam hubungan ini, Sobhi Mahmassani mengemukakan

223
Hukum Fiqh dalam Hukum Islam

sebagai berikut: Pada masa terakhir dari kekuasaan daulah Abbasiyah,


perkembangan ilmu fiqh mulai terhenti.
5. Ulama-ulama pada waktu itu sudah merasa cukup dengan pengumpulan karya-
karya mazhab saja dan mereka membatasi diri dalam ijtihad hanya pada soal-soal
furu’ belaka. Setelah jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad ketujuh hijriah
(13M), ulama-ulama fiqh sepakat untuk menutup pintu ijtihad hanya karena rasa
kekhawatiran dengan adanya perselisihan pendapat. Kemudian peradaban
bangsa Arab mulai menurun dan berangsur-angsur menderita kemundurannya
sehingga akhirnya mengalami kemunduran dalam segala bidang. Disusul
pula dengan meluasnya taqlid yang berakibat terhentinya ijtihad dalam ilmu fiqh.
Ulama-ulama fiqh sudah merasa cukup dengan ikhtisar kitab-kitab syariat,
dengan syarah-syarahnya, ataupun kitab fatwa saja. Pada masa itu, ulama-ulama
sekaliber Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali sudah tidak
terdapat lagi.
6. Ilmu Fiqh Pada Periode Kebangkitan
Pada masa itu, yakni abad ke-14 masehi, terdapat sejumlah ulama yang
tidak menerima taqlid. Mereka bangkit menyerukan kewajiban ijtihad kepada dunia
Islam dan menyerukan ajakannya untuk kembali kepada sumber-sumber syariat
yang asli, yakni Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Ulama-ulama ini kemudian
terkenal dengan sebutan mazhab Salaf, sebagai para mujadid yang mengadakan
pembaruan dari alam taqlid dan penyelewengan ke alam ijtihad dan keaslian.
Mereka itu antara lain Taqiyuddin ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyah.
Selanjutnya pada abad ke-19 Hijriah, lahirlah Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh yang menyerukan kepada dunia Islam untuk meninggalkan
taqlid. Gerakan membuka kembali pintu ijtihad dengan merujuk langsung kepada
Al-qur’an dan Sunnah ini dilakukan oleh dunia Islam yang bersentuhan dengan
peradaban modern seperti Turki, India, Mesir, dan Indonesia. Tokoh pembaharu
Islam dari Turki seperti Zia Gokalf dan Sultan Mahmud II. Di India terdapat nama
Ahmad Khan dan Sayyid Ameer Ali. Di Mesir terdapat Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha sedangkan di Indonesia terdapat KH. Ahmad Dahlan dan Ahmad
Syurkati.

224
Yanto

D. Ruang Lingkup Kajian Fiqh

Berdasarkan berbagai pemaparan diatas, terutama berbagai definisi yang


dipaparkan oleh para ulama ahli ushul fiqh, dapat diketahui ruang lingkup kajian (
maudhu’) dari ushul fiqh secara global diantaranya:
1. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4. Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan
berbagai permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya yang bertajuk Al-Mustashfa (tanpa tahun,
1:8) ruang lingkup kajian ushul fiqh ada empat, yaitu:
1) Hukum-hukum syara’ karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah atau hasil)
yang dicari oleh ushul fiqh.
2) Dalil-dalil hukum syara’ seperti al-kitab, ijma’ karena semuanya ini adalah mutsmir
(pohon).
3) Sisi penunjukan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah) karena ini adalah thariq al-
istitsmar (jalan atau proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil ini ada empat
yaitu, dalalah bil-manthuq (tersurat), dalalah bil-mafhum (tersirat), dalalah bil-
dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil-ma’na al-ma’qul (makna rasional).
4) Mustatsmir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum-hukum

berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib

mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan

mujtahid serta sifat-sifat keduanya.

Kesimpulan
Ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan kepada
mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-hukum
dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu sendiri seperti Al-
qur’an, As-sunnah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
Objek kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-
sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil

225
Hukum Fiqh dalam Hukum Islam

itu serta pembahasan tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat


yang harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’
secara tepat dan lain-lain.
Ruang lingkup ushul fiqhyang dibahas secara global adalah sebagai sumber
dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan
sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.

Daftar Pustaka

Afif, Abdul Wahab. 1995. Pengantar Studi Perbandingan Madzhab.


Jakarta: Darul Ulum Press

Al-Bugha, Mushthafa, Mushthafa Al-Khan & Ali Al-Syurnaji’. 2012. Fiqh Manhaji:
Kitab Fiqh Lengkap Imam Syafi’i. Yogyakarta: Darul Uswah

Anwar, Syahrul. 2010. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia

Asmawi. 2006. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: UIN Jakarta Press

As-Saayis, Syekh Muhammad Ali. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum


Fiqh: Hasil Refleksi Ijtihad. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Haq, Abdul dkk. 2009. Formulasi Nalar Fiqh. Surabaya: Santri Salaf

Majelis Syura Partai Bulan Bintang. 2008. Syariat Islam dalam Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Zuhaili, Wahbah. 2012.Fiqh Imam Syafi’i. Edisi Indonesia. Jakarta Timur: Almahira

Rohayana, Ade Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqh. Pekalongan: STAIN Press Rasjid,
Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Aglensindo

226

You might also like