Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal SEMIOTIKA

Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020


Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

ANALISIS SEMIOTIKA MEME ‘PROFESI YANG TIDAK DAPAT


WORK FROM HOME’ SELAMA PANDEMI COVID-19

Anindita Widiastuti1), Muhammad Richard Ismail2), Alya Zahrani Iswanto3*


1)
Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran
2)
Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran
3)
Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran

ABSTRACT

A meme is capable of picturing a phenomenon which is generally arranged through a picture that is
followed by a description that adds up to the representation of a meaning that is intended to be conveyed by a
meme creator. A meme may be perceived as unique since it has the ability to express numerous points of view,
such as one’s or a group of society’s political view. The COVID-19 pandemic which is currently threatening
the world’s public health starting from the end of 2019 introduces an enormous disruption in various fields,
including the social aspect in Indonesia. One of the difficulties that the citizens felt is their obligation to do their
work from home, as a form of health quarantine, along with physical distancing avoiding interactions that
occurred in workplaces. As a government policy, it’s only normal that a pro-contra rises in the society. One of
the flaws in the policy is the existence of professions which doesn’t allow their work to be done at home,
specifically for professions such as fishermen, farmers, and construction workers that are also found at the
memes which this study analysed. To look at how a public discourse is done through a meme, the study uses
Barthes’ Semiotic Analysis Model in revealing the myth that exists in the meme found in the social media
platforms during the COVID-19 pandemic. The study finds how the memes in the analysis represent a perceived
flaw in the Work From Home policy when the policy is directed to several types of professions in Indonesia, as
well as it is a form of political critique.
Keywords: Work From Home, COVID-19, semiotic, meme

ABSTRAK

Suatu meme mampu menggambarkan sebuah fenomena yang pada umumnya dirangkai melalui suatu
gambar yang diikuti dengan deskripsi yang mendukung representasi suatu makna yang hendak disampaikan
seorang pembuat meme. Meme juga dianggap unik oleh karena kemampuannya mengekspresikan berbagai
sudut pandang, seperti pandangan politik seseorang atau sekelompok masyarakat. Pandemi COVID-19 yang
tengah mengancam kesehatan masyarakat dunia sejak akhir tahun 2019 menghadirkan disrupsi yang besar
dalam berbagai sektor, termasuk aspek sosial di Indonesia. Salah satu kesulitan yang dialami masyarakat adalah
kewajiban setiap individu untuk melaksanakan pekerjaan mereka dari rumah masing-masing atau yang sering
disebut sebagai “Work From Home”, sebagai bentuk kekarantinaan kesehatan dengan pembatasan fisik dari
interaksi yang terjadi di tempat berbagai pekerjaan dilakukan. Selayaknya suatu kebijakan pemerintah, resolusi
kesehatan ini menimbulkan pro-kontra bagi masyarakat Indonesia. Salah satu kekurangan dari kebijakan ini
adalah keberadaan profesi yang tidak memungkinkan pekerjaannya untuk dikerjakan di rumah, khususnya
untuk profesi seperti nelayan, petani, dan tukang bangunan yang juga ditemukan pada ketiga meme yang
dianalisis pada penelitian ini. Untuk melihat bagaimana ruang publik dimanfaatkan melalui meme, penelitian
menggunakan Model Analisis Semiotika Barthes dalam mengulik mitos yang terdapat pada beberapa meme
yang hidup di media sosial selama rangkaian pandemi COVID-19. Studi menemukan keberadaan meme yang
menunjukkan ketidaksesuaian perwujudan Work From Home bagi beberapa jenis profesi milik masyarakat

*
Korespondensi Penulis
Email: aninditawidiastuti@gmail.com,
richardisbdg@gmail.com,
alyazahranii@gmail.com
1
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

Indonesia, sebagai bentuk kritik politis. Selain memenuhi fungsi hiburan, sebuah meme juga memiliki potensi
untuk menjadi ruang publik bagi masyarakat melalui berbagai saluran dimana meme dapat hidup, yakni media
sosial.
Kata Kunci: Bekerja dari Rumah, COVID-19, semiotika, meme

PENDAHULUAN mendukung gagasan bagaimana meme dapat


membentuk pola pikir hingga perilaku tertentu
Istilah meme berasal dari kata Yunani dari suatu kelompok sosial. Maka dari itu,
“mīmēma”, dengan arti “sesuatu yang ditiru”, Shifman (2013) menyatakan bahwa
yang kemudian disingkat Dawkins menjadi pembuatan meme dapat dijadikan sebagai
“meme” sehingga beritme dengan “gene”. penyaluran sebuah kritik sosial. Salah satu
(Hull, 2000) Seiring dengan implementasinya ditemukan pada ‘Diaosi’,
perkembangannya, Knobel & Lankshear sebuah meme internet yang terkenal di China
(2007) mengungkapkan bahwa istilah meme pada tahun 2012 lalu. (Szablewicz, 2014)
banyak digunakan oleh pengguna internet Selain berguna sebagai kritik sosial, bentuk
untuk menggambarkan penyerapan dan meme ini juga ditemukan sebagai wujud
penyebaran cepat dari suatu ide yang disajikan partisipasi masyarakat dengan mengkritisi
melalui tulisan, gambar, dan berbagai unit kebijakan yang dibuat oleh institusi
budaya lainnya. Selain itu, Cahya & Triputra pemerintah saat menghadapi isu tertentu.
(2017) menyebutkan bahwa meme adalah Sejak Desember 2019, berpusat di
produk budaya populer yang bertumbuh subur Wuhan, China, muncul sebuah sindrom
di masyarakat. Meme ini menyebar melalui pernapasan akut pada manusia yang
media sosial seperti e-mail, blog, YouTube dan disebabkan oleh Corona Virus Disease 2019
semacamnya. atau COVID-19 (Zhou, et al., 2020). COVID-
Penyebaran meme dianalogikan 19 akhirnya mulai tersebar dan kian meluas ke
sebagai sebuah virus. Menurut Alvarez (2004) berbagai negara di dunia. Pada tanggal 13
hal ini didasari atas kemiripan antara meme Januari 2020, Thailand menjadi negara
dengan agen penyakitnya, dengan pertama di luar China yang mendeteksi kasus
mengibaratkan meme sebagai flu bacilli yang positif COVID-19.
disebarkan melalui bersin. Bagaimanapun, Di Indonesia sendiri, bulan Maret
sebaliknya Jenkins et al. (2009) merasa 2020 menjadi awal terungkapnya dua kasus
metafora ini kurang tepat berhubung audiens positif COVID-19. (Ihsanuddin, 2020) Karena
diibaratkan sebagai makhluk pasif dan tak hal di atas, terbitlah Keputusan Presiden
berdaya yang rentan terhadap dominasi media Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
yang menginfeksi pikiran mereka. Uses and tentang penetapan COVID-19 sebagai jenis
Gratifications Theory mengajukan perilaku penyakit yang menimbulkan Kedaruratan
audiens dimana manusia memiliki kesadaran Kesehatan Masyarakat. Dimana keputusan
dalam penggunaan media, serta bersifat aktif menimbang Undang-Undang Nomor 6 Tahun
dan memiliki tujuan dalam pemanfaatannya 2018, yang mengharuskan Indonesia untuk
(Katz, Blumer, & Gurevitch, 1974). melakukan kekarantinaan kesehatan sebagai
Pernyataan ini kembali dipertegas oleh Rubin upaya pencegahan dan penangkalan keluar
et al. (2003) yang menyatakan bagaimana atau masuknya penyakit.
aktor dalam media memiliki motivasi tertentu, Dengan penetapan kebijakan tersebut,
serta pilihan konten media seseorang pemerintah perlu menghimbau seluruh lapisan
didasarkan pada pencukupan kebutuhan dan masyarakat untuk mengurangi aktivitas sosial,
keinginan dari masing-masing mereka. salah satunya dengan mengadopsi konsep
Knobel & Lankshear (2007) work from home atau ‘bekerja dari rumah’
mengungkapkan bagaimana meme sebagai dalam aktivitas kerja yang biasa dilakukan.
unit dari informasi budaya telah menyebar Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada
pada jaringan sosial dan berevolusi secara 15 Maret 2020 kembali menekankan
bertahap menjadi fenomena sosial. Ini
2
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

bagaimana bahwa inilah saatnya seluruh ataupun keresahan yang terletak dalam
warga Indonesia untuk bekerja dari rumah, masyarakat, dengan bentuk sindiran kepada
belajar dari rumah, dan ibadah dari rumah. pemerintah, yang dianggap masih kurang
(Nurita, 2020) Dengan disrupsi ini, mampu untuk memberikan solusi alternatif
masyarakat perlu menyesuaikan diri, entah bagi para profesi yang menjadi subjek pada
dengan lingkungan rumah alias ruang kerja meme-meme terpilih.
barunya, atau dengan bentuk pekerjaan beserta
pengerjaannya yang tentu perlu penyesuaian METODE PENELITIAN
juga dengan situasi yang terjadi.
Penyesuaian ini dapat diikuti dengan Komunikasi adalah proses
lebih mudah oleh beberapa lapisan penggunaan tanda-tanda dan simbol-simbol
masyarakat, bagaimanapun terdapat juga yang mendatangkan makna bagi kelompok
beberapa lapisan masyarakat lainnya yang tertentu. (Sarbaugh, 1993) Berasal dari istilah
benar-benar tidak dapat bekerja di rumah, Yunani, seemion, yang berarti “tanda”, Daniel
seperti petani ataupun nelayan, padahal Chandler menyebut semiotika sebagai ilmu
tentang tanda-tanda. Menurut Paul Colbey,
Indonesia sendiri adalah negara maritim
kata dasar semiotika berasal dari kata dasar
maupun agraris. Keresahan ini disalurkan oleh
seme yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika
masyarakat Indonesia melalui teks, yang salah juga dapat disebut sebagai studi tentang
satu bentuknya adalah meme. Teks seringkali bagaimana masyarakat memproduksi makna
diterima audiens tanpa dipersoalkan lebih dan nilai-nilai dalam sebuah sistem
lanjut secara kritis. (Burton, 2010) Meme komunikasi. (Dadan, 2005) Semiotika
umumnya sekedar dianggap sebagai bahan mengeksplorasi perolehan makna yang
hiburan, bagaimanapun sebuah meme mampu dibangun oleh teks tertentu, melalui cara
merepresentasikan pemikiran dari seorang tertentu dalam penataan tanda serta
pembuat konten maupun para audiensnya yang penggunaan kode-kode budaya. (Barker,
berkontribusi dalam membuat meme tertentu 2004)
viral. Berdasarkan pengertian Barthes,
Meme dapat berperan penting saat semiologi mempelajari bagaimana
kemanusiaan memaknai berbagai hal.
mengekspresikan pandangan politik, seperti
Memaknai berarti bahwa objek-objek selain
yang digambarkan oleh Pusanti (2015) yang
membawa informasi, juga hendak
menggunakan Model Analisis Semiotika berkomunikasi, serta mengkonstitusi sistem
Charles Sanders Peirce dalam menganalisis terstruktur dari tanda. Signifikansi dilihat
meme politik yang merepresentasikan kritik sebagai sebuah proses yang total dengan suatu
terhadap beberapa peristiwa politik di susunan yang sudah terstruktur. Barthes juga
Indonesia selama pemilu 2014. Pada peristiwa menganggap kehidupan sosial, dalam segala
yang sama, menggunakan Model Analisis bentuknya, yang juga adalah suatu sistem
Semiotika Roland Barthes, Safitri (2015) tanda tersendiri, sebagai sebuah bentuk
menemukan beberapa makna capres boneka signifikansi. (Kurniawan, 2001)
melalui analisis yang dilakukannya. Dengan Selaku filsuf, kritikus sastra, dan
model yang sama, yakni model Barthes, semolog Prancis, Roland Barthes
Rorong dan Suci (2019) menemukan makna mengembangkan semiologi menjadi metode
feminisme pada sampul majalah Vogue versi dalam menganalisis kebudayaan. Barthes
Arabia Edisi Juni 2018. mengutamakan tiga hal sebagai inti dalam
Dengan Analisis Semiotika Barthes, analisisnya, yakni makna denotatif, konotatif,
penulis hendak menganalisis beberapa meme dan mitos. Dalam konsep Barthes, tanda
yang menyindir keberadaan beberapa profesi konotatif bukan sekedar memiliki makna
di Indonesia yang tidak dapat bekerja sesuai tambahan, namun juga mengandung kedua
dengan arahan pemerintah, yakni bekerja dari bagian tanda denotatif yang melandasi
rumah selama pandemi COVID-19. Analisis keberadaannya. Barthes menggunakan teori
ini hendak membuktikan keberadaan masalah significant-signifie, yang dikembangkan

3
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

menjadi teori tentang metabahasa dan Mitos dalam konotasi identik sebagai
konotasi. Istilah significant menjadi ekspresi operasi ideologi. Mitos dapat mengungkapkan
(E) dan signifie menjadi isi (C), namun dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
Barthes mengatakan bahwa antara E dan C dominan yang berlaku dalam periode tertentu.
harus ada relasi (R) tertentu, sehingga (Budiman, 2001) Konotasi yang sudah lama
membentuk tanda (sign). Konsep relasi ini terbentuk di masyarakat juga disebut dengan
membuat teori tentang tanda mudah “mitos”. (Hoed, 2008) Ciri-ciri mitos sendiri
berkembang, karena relasi ditetapkan oleh menurut Roland Barthes adalah deformatif,
pemakai tanda. (Danesi, 2010) intensional, dan memiliki motivasi. (Barthes,
Barthes juga dikenal sebagai salah 1972) Gejala suatu budaya dipercayai dapat
seorang pemikir strukturalis yang kerap memperoleh konotasi sesuai dengan sudut
mempraktikkan model linguistik dan pandang suatu masyarakat. Jika konotasi kuat,
semiologi Ferdinand Saussure. Teori semiotik maka ia akan menjadi mitos. Jika mitos sudah
Barthes diturunkan dari teori bahasa menurut kuat, ia akan menjadi ideologi. (Dadan, 2005)
Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah
sistem tanda yang mencerminkan asumsi- HASIL DAN PEMBAHASAN
asumi dari masyarakat tertentu dalam waktu
tertentu. (Sobur, 2013) Bagaimanapun, Mitos yang merepresentasi ketidaksesuaian
Saussure hanya menekankan penandaan dalam Work From Home bagi beberapa jenis
tataran denotatif. Maka itu, Roland Barthes pekerjaan di masyarakat, termasuk tukang
menyempurnakan semiologi Sassure dengan bangunan, nelayan, dan petani digambarkan
mengembangkan sistem penandaan pada melalui tiga meme yang dianalisis pada studi
tingkat konotatif, dimana aspek lain dari ini.
penandaan berupa “mitos”, atau sesuatu yang
menandai suatu masyarakat.

Tabel 1. Peta Tanda Roland Barthes

Sumber : Barthes, Roland. 1991. Mythologies.


New York: The Noonday Press..

Peta Barthes menunjukkan bagaimana


tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan
pertanda (2). Pada saat bersamaan, tanda
denotatif juga adalah penanda konotatif (4).
Denotasi merupakan tataran pertama yang
Gambar 1. Ketika Tukang Bangunan Kerja
maknanya bersifat tertutup, yang disepakati
dari Rumah. Sumber: https://9gag.com/
bersama secara sosial, yang rujukannya pada
realitas. Denotasi dimengerti sebagai makna
Pada meme pertama, secara makna denotasi
yang sesungguhnya, bahkan kadang kala juga
(realitas dan bahasa), terdapat seorang pria
dirancukan dengan referensi atau acuan.
yang sedang duduk di ruang makan rumah
Tanda konotatif, di sisi lain, terbuka terhadap
dengan beragam alat dan bahan bangunan
kemungkinan adanya penafsiran-penafsiran
seperti semen, molen pengaduk semen, serta
yang baru. Penandanya mempunyai
perkakas lainnya. Secara makna konotasi,
keterbukaan makna atau yang disebut implisit,
gambar tersebut menunjukkan hal yang tidak
secara tidak langsung, dan tidak pasti.
biasa dilakukan oleh seorang tukang bangunan

4
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

yaitu melakukan pekerjaan rutinnya di rumah.


Adapun petanda konotatif dari gambar
tersebut hendak menyampaikan sebuah
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dari
rumah.

Gambar 2. Nelayan kerja dari rumah. Gambar 3. Petani kerja dari rumah. Sumber:
Sumber:https://www.facebook.com/srahmahn https://twitter.com/finrul/status/12429991699
ur.rhmhns/posts/1850720545060925 18238720?s=20

Meme kedua ini adalah sebuah unggahan Serupa dengan gambar sebelumnya, pada
facebook oleh akun Siti Rahman Nur dengan meme ini dapat dilihat sebuah unggahan dari
tulisan “Pemerintah: Kerja dari rumah, akun dengan nama “direktur tpa” dan
Nelayan:”, dilengkapi dengan ilustrasi seorang username “@finrul” dengan keterangan
bapak bersarung yang sedang memancing tulisan “Pemerintah: Kerja dari rumah,
namun menggunakan joran pancingan, petani:” disertai dengan gambar jari-jari
mengarah ke aquarium di ruang tamu. Hal tangan, tanah, dan tanaman yang ada pada
tersebut adalah makna denotasi dari meme kuku. Hal tersebut adalah makna denotasi
tersebut. Adapun makna konotasi yang dapat bersamaan dengan analisis adanya beberapa
tanaman yang ditanam di ujung kuku jari
dianalisis adalah seorang bapak yang
tangan seseorang. Adapun makna konotasi
diibaratkan sebagai nelayan dan melakukan
dari meme tersebut adalah gambar jari tangan
pekerjaannya di tempat yang tidak biasa atau yang diibaratkan tangan petani yang terpaksa
sesuai dengan yang seharusnya. Aktivitas menanam tanaman di sedikit tempat yang
memancing ikan dilakukan ke arah aquarium tersisa, yakni melakukan hal yang di luar
di rumah dan menerjemahkan secara petanda kebiasaannya akibat kebijakan yang
konotatif bahwa pekerjaan dirinya sebagai diberlakukan.
nelayan tidak sesuai bila dilakukan dari rumah. Mitos yang terdapat pada ketiga meme
memperlihatkan bagaimana di tengah
keharusan melaksanakan Work Form Home
seperti yang disampaikan pemerintah, masih
terdapat segelintir kalangan di masyarakat
yang tidak dapat menjalankannya. Seperti
halnya tukang bangunan yang hanya bisa
bekerja bila berada di tempat proyek
bangunannya, nelayan yang secara normal
memancing dan mencari ikan di perairan
5
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

lepas, serta petani yang menanam tanaman di Social Media Path Audience of
kebun atau bekerja di sawah dan lahan yang Postgraduate Communication
luas. Students University of Indonesia).
Seperti halnya di China, Meng (2011) Interact.
membuktikan bagaimana diskusi politik Alvarez, A. (2004). Memetics: An
tengah berada dalam ruang wacana dan praktik evolutionary theory of cultural
komunikasi di internet, begitu juga ketiga transmission. Sorites, 15, 24–28.
meme dari Indonesia ini merupakan kritik Jenkins, H., Li, X., Krauskopf, A., & Grean,
politis dan pengingat bagi para pemangku J. (2009). If it doesn’t spread, it’s
dead (part one): Media viruses and
kebijakan untuk tetap memperhatikan
memes .
kemungkinan yang ada atas dampak kebijakan
Katz, E., Blumer, J. G., & Gurevitch, M.
dan himbauan terhadap seluruh lapisan (1974). "Utilization of Mass
masyarakat dengan segala jenis pekerjaannya. Communication by the Individual”,
in the uses of mass communications:
SIMPULAN Current perspectives on
Gratifications research. Sage Annual
Mitos bagaimana eksekusi Work Reviews of Communication Research.
From Home tidak sesuai bagi beberapa jenis Rubin, A. M., Haridakis, P. M., Hullman, G.
pekerjaan di masyarakat Indonesia A., Sun, S., Chikombero, P. M., &
direpresentasikan melalui beberapa meme Pornsakulvanich, V. (2003).
yang beredar selama rangkaian pandemi Television exposure not predictive of
COVID-19. Eksistensi klasifikasi meme ini terrorism fear. Newspaper Research
Journal, 24, 128-145.
menggambarkan keberadaan pendapat di
Shifman, L. (2013). Memes in a Digital
masyarakat yang melihat kekurangan dalam World: Reconciling with a
kebijakan Work From Home terkait Conceptual Troublemaker. Journal of
dampaknya terhadap kalangan masyarakat Computer Mediated Communication.
tertentu. Masyarakat mengharapkan Szablewicz, M. (2014). The ‘losers’ of
penanganan yang lebih baik yang dapat China’s Internet: Memes as
melindungi seluruh kalangan masyarakat yang ‘structures of feeling’ for
terdampak oleh pandemi ini. Analisis pada disillusioned young netizens. China
studi ini menambahkan bukti bagaimana Information.
meme yang hidup di media sosial tidak hanya Zhou, F., Yu, T., Du, R., Fan, G., Liu, Y., Z.,
berfungsi sebagai hiburan, namun juga L., . . . Cao, B. (2020). Clinical
berpotensi sebagai ruang publik untuk course and risk factors for mortality
of adult inpatients with COVID-19 in
berbagai fungsinya, salah satunya sebagai
Wuhan, China: a retrospective cohort
ruang penyampaian kritik politis.
study. Lancet, 395, 1054– 1062.
Ihsanuddin. (2020, 3 3). Fakta Lengkap
DAFTAR PUSTAKA Kasus Pertama Virus Corona di
Indonesia. Diambil kembali dari
Hull, D. (2000). Taking memetics seriously: Kompas:
Memetics will be what we make it. https://nasional.kompas.com/read/202
Dalam R. Aunger, Darwinizing 0/03/03/06314981/fakta-lengkap-
culture: The status of memetics as a kasus-pertama-virus-corona-di-
science (hal. 43-168). Oxford, indonesia?page=all
England: Oxford University Press. Burton, G. (2010). Media And Society:
Knobel, M., & Lankshear, C. (2007). A new Critical Perspectives. UK: McGraw-
literacies sampler. New York: Hill Education.
Penguin. Pusanti, R. R. (2015). Representasi Kritik
Cahya, M. B., & Triputra, P. (2017). Motives dalam Meme Politik (Studi Semiotika
that Influence Participatory Culture Meme Politik dalam Masa Pemilu
Internet Meme (A Case Study of 2014 pada Jejaring Sosial ”Path”
6
Jurnal SEMIOTIKA
Versi Online: http://journal.ubm.ac.id/ Vol.14 (No. 1 ) : no. 1 - 7. Th. 2020
Hasil Penelitian p-ISSN: 1978-7413
e-ISSN: 2579-8146

sebagai Media Kritik di Era Siber). Budiman, K. (2001). Kosa Semiotika.


Skripsi. Yogyakarta: LKis.
Rorong, M. J., & Suci, D. (2019). Hoed, B. H. (2008). Semiotik dan Dinamika
Representasi Makna Feminisme pada Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu
Sampul Majalah Vogue Versi Arabia Pengetahuan Budaya, Universitas
Edisi Juni 2018 (Analisis Semiotika Indonesia.
dengan Perspektif Roland Barthes). Barthes, R. (1972). Mythologies: Roland
Semiotika. Barthes. New York: Hill and Wang.
Sarbaugh, L. E. (1993). Intercultural Nurita, D. (2020, 3 15). Ini Pidato Lengkap
Communication. USA: Library of Jokowi Soal Kerja dan Ibadah di
Congress Catalog. Rumah. Diambil kembali dari
Barker, C. (2004). Cultural Studies. Tempo:
Yogyakarta: Kreasi Wacana. https://nasional.tempo.co/read/13198
Dadan, R. (2005). Tokoh dan Pemikiran 40/ini-pidato-lengkap-jokowi-soal-
Semiotika. Jakarta: Tazkiya Press. kerja-dan-ibadah-di-rumah
Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Meng, B. (2011). From Steamed Bun to
Barthes. Magelang: Indonesiatera. Grass Mud Horse: E Gao as
Danesi, M. (2010). Pengantar Memahami alternative political discourse on the
Semiotika Media. Yogyakarta: Chinese Internet. Global Media and
Jalansutra. Communication.
Sobur, A. (2013). Filsafat Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

You might also like