Professional Documents
Culture Documents
6284 10362 1 SM
6284 10362 1 SM
Abstract
A research to determine the effect of Pb-Acetate in the drinking water on
fat and protein in meat of growing quail was conducted from 3rd december 2014
until 1st January 2015 at the poultry house, Faculty of Animal Husbandry,
Universitas Padjadjaran. The data was analyzed in Laboratory of Animal
Physiologi and Biochemistry, Faculty of Animal Husbandry, Universitas
Padjadjaran. The purpose of research was to find out about the effect of Pb-acetate
in drinking water on concentration of fat and protein in meat of growing quail.
This research used an experimental method specifically a Completely
Randomized Design (CRD) with three treatment, P0 = 0 ppm (without Pb-acetate
in 4 liter drinking water), P1 = 50 ppm (0,36 g Pb in 4 liter drinking water), P2 =
100 ppm (0,73 g Pb in 4 liter drinking water) and eight replications. The results of
statistical analysis showed that Pb-Acetat at 0 ppm, 50 ppm, and 100 ppm in
drinking water does not influence (P > 0,05) the content of fat and protein in meat
of growing quail.
Abstrak
Penelitian mengenai pengaruh pemberian Pb-Asetat dalam air minum
terhadap lemak dan protein daging puyuh fase grower telah dilaksanakan pada
tanggal 3 Desember 2014 sampai 1 Januari 2015 di Kandang Kelompok Profesi
Ternak Unggas (KPTU), Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran dan telah
dianalisis di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian Pb-Asetat dalam air minum terhadap kadar lemak dan protein daging
Pendahuluan
Aktivitas manusia dalam bidang industri, seperti pertambangan batu bara,
peleburan besi dan baja, pengabuan sampah, semen, tekstil, pestisida, gelas, dan
pakan tepung ikan mengandung cemaran Pb yang cukup tinggi, demikian pula
untuk air tawar yang digunakan sebagai air minum ternak dapat tercemar Pb
karena tercampur dengan buangan air limbah, pestisida, dan dari udara secara
langsung.
sangat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya
(Purnomo dan Muchyiddin, 2007). Pb bisa terkandung di dalam air, makanan, dan
udara. Pb di atmosfer berasal dari senyawa hasil pembakaran bensin reguler dan
Logam berat Pb bila kadarnya dalam tubuh melebihi ambang batas yang
tanah berkisar 5-25 ppm, dalam air tanah 1-60 ppm dan agak lebih rendah dalam
bahan organik tanah rendah. Jika logam lain tidak mampu menghambat
logam berat yang beracun, dapat dideteksi pada seluruh benda mati di lingkungan
Sejumlah sumber makanan yang berasal dari laut seperti ikan, kerang,
memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh dengan cara
berikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi enzim pada jaringan tubuh
akan terganggu kerjanya. Pb juga dapat berikatan dengan enzim pada siklus
Krebs, sehingga proses oksidasi fosforilasi tidak terjadi. Namun yang paling
degenerasi pada hati dan ginjal. Tubuh dapat menyerap Pb melalui permukaan
kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran nafas. Akumulasi pada jaringan
tubuh dapat menimbulkan keracunan bagi ternak apabila melebihi batas toleransi
(Wardyahyani, 2006).
Batas normal penggunaan Pb pada pakan unggas adalah sebesar 1-10 ppm,
sedangkan batas ambang tinggi sebesar 20-200 ppm dan batas ambang toksik
sebesar lebih dari 200 ppm (Underwood dan Suttle, 1999). Tingkat maksimum
(NRC)). Pb yang disuplementasi sebesar 10 ppm dalam bentuk yang larut dalam
kandungan logam esensial seperti besi (Fe), kalsium (Ca), seng (Zn), selenium
(Se), tembaga (Cu), dan khrom (Cr). Pada umumnya, defisiensi mineral esensial
dapat menghambat penyerapan mineral oleh tubuh (Yushui, 2012), selain itu Pb
jaringan dan sel mengarah pada terjadinya kerusakan organ (Wang Lin, 2010).
Tempat Penelitian
Materi Penelitian
Ternak yang diamati pada penilitian ini adalah ternak puyuh usia 2 minggu
dengan bobot badan relatif sama (koefisien variasi <10%). Puyuh diperoleh dari
yang terdiri dari 24 unit kandang dengan masing-masing kandang berisi 5 ekor
puyuh. Sehingga jumlah total keseluruhan puyuh adalah 120 ekor. Pemeliharaan
puyuh dilakukan selama 31 hari yang terdiri dari 10 hari adaptasi dan 21 hari
perlakuan.
Rancangan Percobaan
sebagai berikut :
crumble yang dibeli dari PT. Shinta Prima Feedmill, dengan komposisi bahan-
bahan zat makanan terdiri dari Jagung, Dedak, Gluten, Pollard, Tepung Ikan,
Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa, Tepung Daging dan Tulang, Bungkil Kacang
dengan pemberian Pb dalam air minum yang diberikan selama 3 minggu adalah
sebagai berikut:
Tabel 2. Pengaruh Pemberian Pb dalam Air Minum terhadap Kadar Lemak
Daging Puyuh
Ulangan Kadar Lemak Daging Puyuh Total
P0 P1 P2
-------------------- % --------------------
1 24,891 20,603 22,481
2 25,188 19,845 21,013
3 21,224 25,160 22,227
4 20,844 25,439 24,833
5 26,270 19,624 23,911
6 20,513 21,571 21,555
7 26,064 25,729 20,421
8 23,473 24,811 24,192
Jumlah 188,467 182,782 180,633 551,882
Rataan 23,558 22,848 22,579
Ket: P0 : Tanpa Pb-Asetat dalam air minum.
P1 : 50 ppm Pb-Asetat dalam air minum.
P2 : 100 ppm Pb-Asetat dalam air minum.
Pb-Asetat dalam air minum, yaitu P0 sebesar 23,558 persen, P1 sebesar 22,848
persen dan P2 sebesar 22,579 persen. Rataan kadar lemak daging puyuh tertinggi
didapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 23,558 persen sedangkan yang terendah
(P>0,05), walau demikian telah terjadi penurunan kadar lemak pada daging.
Menurut Hariono (2005) Pb yang terdapat pada makanan dan minuman akan ikut
dimetabolisme oleh tubuh dan sebagian lainnya akan diekskresikan melalui ginjal
dan usus besar. Dengan kata lain Pb yang dikonsumsi ternak setiap harinya akan
23,800
Rataan Kadar Lemak Daging (%)
23,600
23,400
23,200
23,000
22,800
22,600
22,400
22,200
22,000
0 50 100
Perlakuan Pemberian Pb-Asetat dalam Air Minum (ppm)
daging, hal ini disebabkan oleh terganggunya sistem metabolisme lemak yang
terjadi. Berkurangnya daya kerja dari enzim pemecah lemak bisa menjadi salah
satu penyebab terjadi penurunan kadar lemak daging, hal tersebut dapat terjadi
menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai ko-faktor enzim, oleh karena
gugus logam lain yang berperan penting sebagai ko-faktor enzim. Defisiensi
mineral juga dapat disebabkan oleh menurunnya absorbsi vitamin, seperti vitamin
A, B2, B6, C, dan vitamin D yang berperan penting dalam metabolisme lemak,
asam lemak, dan penyerapan mineral-mineral seperti besi, tembaga, kalsium, dan
lipoprotein lipase, enzim ini berfungsi untuk menghidrolisis satu atau lebih asam
lemak dari triasilgliserol pada kilomikron yang terdapat pada jaringan adiposa.
Lipoprotein lipase membebaskan asam lemak bebas yang kemudian diserap dalam
dalam jumlah banyak akan berikatan dengan protein, dimana protein itu
salahsatunya terdiri dari enzim lipase yang berperan penting dalam metabolisme
lemak, ketika Pb berikatan dengan enzim tersebut maka kerja enzim tersebut ekan
yang dihasilkan semakin menurun, maka vitamin larut lemak yang berfungsi
dalam penyerapan mineral esensial yang terlibat sebagai kofaktor enzim dalam
proses metabolisme lemak akan terganggu juga, hal tersebut akan menurunkan
yang diberi perlakuan Pb-Asetat dalam air minum, hal ini dapat disebabkan salah
kofaktor enzim lipoprotein lipase, hal ini menyebabkan kerja enzim menjadi tidak
triasilgliserol.
berbeda tidak nyata. Hal ini juga disebabkan oleh Pb yang terkonsumsi ternak
yang ada pada reseptor tertentu telah habis, sehingga reseptor tersebut kembali ke
kedudukan normal, hal ini berhubungan erat dengan fungsi homeostasis tubuh
ternak, dimana homeostasis ini terjadi apabila ternak mengalami stres dan zona
kondisi sebelum terjadi karena pengaruh gangguan Pb. Oleh karena itu, pemberian
Pb-Asetat pada penelitian ini memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar
lemak daging puyuh.
dengan pemberian Pb dalam air minum yang diberikan selama 3 minggu adalah
sebagai berikut :
diberi Pb-Asetat dalam air minum, yaitu P0 sebesar 17,78 persen, P1 sebesar
15,20 persen dan P2 sebesar 15,80 persen. Rataan kadar lemak daging puyuh
tertinggi didapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 17,78 persen sedangkan yang
terendah pada perlakuan P1 yaitu 15,20 persen. Hasil analisis ragam menunjukkan
18,00
Rataan Kadar Protein Daging (%)
17,50
17,00
16,50
16,00
15,50
15,00
14,50
14,00
13,50
0 50 100
Perlakuan Pemberian Pb-Asetat dalam Air Minum (ppm)
Ilustrasi 2. Grafik Persentase Kadar Protein dalam Daging Puyuh
daging, hal ini disebabkan oleh terganggunya sistem metabolisme protein yang
terjadi. Berkurangnya daya kerja dari enzim pendegradasi asam amino dan
protein ini bisa menjadi salah satu penyebab terjadi penurunan kadar protein
daging, hal tersebut dapat terjadi apabila ternak mengalami defisiensi mineral
yang disebabkan mineral tersebut berikatan dengan Pb, salah satunya Mg yang
menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai kofaktor enzim, oleh karena
gugus logam lain yang berperan penting sebagai kofaktor enzim. Defisiensi
mineral juga dapat disebabkan oleh menurunnya absorbsi vitamin, seperti vitamin
asam amino, serta penyerapan mineral-mineral seperti besi, tembaga, kalsium, dan
Menurut Linder (2006) asam amino bebas masuk ke dalam darah portal
untuk didistribusi, dan juga masuk ke dalam hati sebgai prosesor asam amino
utama untuk degradasi asam amino berlebih. Ketika Pb telah berikatan dengan
menyebabkan nekrosis atau kerusakan sel, hal tersebut akan mengganggu kerja
hati dalam dalam melakukan metabolisme protein, hal tersebut akan menurunkan
produksi enzim pendegradasi asam amino yang ada dalam hati seperti oksigenase-
yang masuk dengan jalan berakumulasi sampai level substratnya kembali normal.
karena memiliki zat-zat kekebalan tubuh. Ketika Pb masuk ke dalam tubuh dan
beredar sebagai senyawa toksik yang kemudian terlibat dalam proses metabolisme
protein, saat itulah protein berfungsi sebagai zat-zat kekebalan tubuh. Ternak
dalam penelitian ini mendapat konsumsi protein lebih dari kebutuhan, artinya
Pb yang masuk ke dalam tubuh akan merusak organ-organ seperti hati dan
yang terbentuk akan mengalami penurunan, disinilah peran protein sebagai zat-zat
yang rusak. Jaringan tubuh yang rusak akan diperbaiki oleh protein yang
penilitian ini mengandung protein lebih dari yang dibutuhkan oleh ternak pada
karena itu, pemberian Pb-Asetat pada 0, 50, 100 ppm pada penelitian ini tidak
Kesimpulan
daging puyuh.
Daftar Pustaka
Charlena. 2004. Pencemaran logam berat timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada
sayur sayuran[TRANSLATION: Lead contamination on vegetables in
Indonesia] [IN INDONESIAN] Falsafah sains Institute Pertanian Bogor
Jawa Barat , Thesis, 30th April 2004, www.rudyct.com/PPS702-
iPb/09145/charlena.pdf
Lehninger, 1995, Dasar-dasar Biokimia, Jilid I, II, dan III diterjemahkan oleh
Maggy Thenajaya, Erlangga, Jakarta.
Piliang, G. W. 2000. Nutrisi Mineral, Edisi ke-3. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Underwood, E.J. dan F.F. Suttle. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock.
3rdEdition. CABI Publishing. UK.
Yushui M, Fu Da, Liu Zongping, 2012. Effect of lead an apoptosis in cultured rat
primary osteoblast.Toxicology and Industrial Health. 28(2) : 136-146.
Wardhayani, Sutji, 2006. Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb)
Pada Sapi Potong Di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah
Jatibarang Semarang. Magister Kesehatan Lingkungan, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro, Konsentrasi Kesehatan Lingkungan
Industri. Semarang.