Professional Documents
Culture Documents
Adeputri 2016
Adeputri 2016
ABSTRACT
Bacterial wilt (Ralstonia solanacearum) is the most important tomato diseases which can reduce
tomato yield up to 100%. One most prospective control measure is the development of high yielding varieties
tolerance to bacterial wilt. Donor parent carrying bacterial wilt controlling gene(s) is required to develop
such varieties. The objectives of this study were to screen thirty-seven tomato genotypes for tolerance to R.
solanacearum and to obtain RAPD markers of resistance to bacterial wilt. The experiment was arranged
without the experimental design. Each tomato genotypes consisting of 5 control uninoculated plants and
10 plants were inoculated with R. solanacearum with a concentration of 106 cfu / ml inoculum of 10 mL
per plant. Scoring was done on the severity of disease symptom; and the plants were grouped according to
scoring class. Molecular analysis was done by using Bulk Segregant Analysis (BSA). The results showed
there were six genotypes considerd very tolerant i.e. genotype Pearl, Opal, Cung, Syu and Kudamati I;
tolerant genotypes consisting of five genotypes; medium tolerant groups consisting of eight genotypes;
medium sensitives groups consisting of 14 genotypes; and sensitive class consisting of four genotypes,
namely Aceh Local Tomatoes I, Tanah Datar Local Tomato, Tomato Meranti I and Tomato Meranti II. Of
the 20 primers used only 8 primers showed visible DNA bands, they were E1, E7, E10, H2, H5, H13, H16
and H19. However there no polymorphics bands observed for bacterial wilt tolerance.
ABSTRAK
Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) dapat menurunkan produktivitas tanaman tomat
hingga 100%. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan merakit varietas unggul toleran layu
bakteri. Untuk itu, diperlukan jenis tomat toleran layu bakteri. Hal tersebut dapat diperoleh dengan cara
penapisan tanaman koleksi dan analisis molekuler gen penanda sifat ketahanan terhadap layu bakteri.
Penelitian ini bertujuan menyeleksi tiga puluh tujuh genotipe tomat untuk toleransi terhadap R. solanacearum
dan mendapatkan primer RAPD penanda ketahanan terhadap layu bakteri. Percobaan disusun tanpa
rancangan percobaan. Masing-masing genotipe tomat terdiri dari 15 tanaman yaitu 5 tanaman kontrol dan
10 tanaman yang diinokulasi R. solanacearum dengan konsentrasi 106 cfu/mL sebanyak 10 mL inokulum
per tanaman. Skoring tanaman dilakukan menurut Winstead dan Kelman (1952). Berdasarkan data skoring
tanaman dikelompokkan sesuai kelasnya dengan metode Tiwari dkk (2012). Analisis molekuler dilakukan
Akta Agrosia Vol. 19 No. 1 hlm 28 - 42 Januari - Juni 2016 29
dengan teknik Bulk Segregant Analysis (BSA). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima kelas toleransi
yaitu kelas Sangat Toleran yang terdiri dari 6 genotipe yaitu tomat Mutiara, Opal, Cung, Syu dan Tomat
Lokal Kudamati I, kelas Toleran terdiri dari 5 genotipe, kelas Agak Toleran terdiri dari 8 genotipe, kelas
Agak Peka terdiri dari 14 genotipe dan kelas Peka terdiri dari 4 genotipe yaitu Tomat Lokal Aceh I, Tomat
Lokal Tanah Datar, Tomat Meranti I dan Tomat Meranti II. Dari 20 primer yang digunakan hanya 8 primer
yang terlihat pita DNAnya yaitu E1, E7, E10, H2, H5, H13, H16 dan H19 namun tidak ditemukan yang polimorfik.
menentukan keragaman jenis tomat koleksi tuk menyeleksi 37 genotipe tomat untuk
tersebut perlu dilakukan karakterisasi. Ka- toleransi terhadap R. solanacearum dan
rakterisasi secara molekuler sangat akurat mendapatkan primer RAPD penanda sifat
karena tidak dipengaruhi oleh lingkungan toleran layu bakteri.
dan fase pertumbuhan tanaman.
Salah satu teknologi untuk mengi-
dentifikasi molekuler tanaman yang umum METODE PENELITIAN
dilakukan adalah Random Amplified Pol-
ymorphic DNA (RAPD) (Waldron et al., Penelitian ini dilaksanakan pada bu-
2002). Marka molekuler yang dihasilkan lan September sampai Desember 2013 di
dapat mendeteksi keragaman tanaman Kelurahan Kandang Limun, Kecamatan
pada tingkat DNA genom. Penanda RAPD Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu. Tomat
dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA yang diuji sebanyak 37 genotipe yang ber-
menggunakan primer oligonukleotida (de- asal dari berbagai daerah di Indonesia. Tiap
ngan panjang 10 basa) yang sekuennya genotipe tomat ditanam 15 tanaman. Sepu-
dibuat secara acak. Genom hampir setiap luh tanaman diinokulasi bakteri R. solana-
organisme tersusun dari jutaan nukleotida, cearum dan lima tanaman sebagai kontrol.
yang secara teoritis akan banyak yang se- Inokulum R. solanacearum yang
kuen DNAnya sama dengan sekuen dari digunakan pada penelitian ini merupakan
random oligonukleotida primer. Jika ge- isolat yang diperoleh dari Kecamatan Ujan
nom tersebut dipakai sebagai templat un- Mas, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
tuk reaksi PCR, maka DNA genom yang Bengkulu yang telah dimurnikan di Labo-
sekuennya sama dengan sekuen random ratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
oligonukleotida primer yang orientasinya Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
berlawanan arah (inverted orientation) dan Isolat bakteri ini selanjutnya disuspensikan
yang hanya berjarak beberapa ratus atau dalam 1 L air sebagai inokulum dengan ke-
ribu pasang basa antara satu dengan yang pekatan 106 cfu/mL.
lain akan teramplifikasi. Berbagai ukuran Benih tomat disemai pada tray dan
potongan DNA hasil amplifikasi akan da- dipelihara selama 4 minggu. Bibit dipin-
pat dengan mudah dipisahkan berdasarkan dahkan ke polibag yang berisi media tanah
ukurannya dengan menggunakan teknik sebanyak 1 Kg. Tiga hari setelah pindah
elektroforesis dan hasilnya dapat dilihat tanam dilakukan inokulasi bakteri R. so-
sebagai pita-pita DNA dengan berbagai lanacearum dengan cara menyiram cairan
ukuran (Williams et al., 1990). Pengguna- inokulum sebanyak 10 mL per tanaman.
an RAPD mampu menghasilkan potongan- Sebelum inokulasi media tanaman ditusuk-
potongan DNA hasil pelipatgandaan yang tusuk dengan kayu agar terjadi pelukaan
masing-masing potongan DNA dapat di- pada bagian akar tanaman. Polibag-polibag
gunakan sebagai karakter untuk keperluan ini diletakkan dengan jarak antar polibag
analisis (Dumeke dan Adam, 1994). Pada 10 cm.
tomat, penanda RAPD berhasil diketahui Tanaman dipupuk dengan dosis seta-
terkait dengan gen pembawa sifat ketahan- ra dengan 200 kg urea ha-1, 200 kg SP36
an terhadap nematoda (Klein-Lankhorst et ha-1 dan 100 kg KCl ha-1. Pengairan dila-
al., 1991). Penanda RAPD juga terkait de- kukan pagi dan sore hari apabila tidak tu-
ngan gen Fom 2 untuk sifat ketahanan pada run hujan. Pengendalian gulma dilakukan
fusarium pada muskmelon MR1 (Wechter secara manual, sedangkan pengendalian
et al., 1995). Penelitian ini bertujuan un- terhadap hama dan jamur dilakukan secara
Akta Agrosia Vol. 19 No. 1 hlm 28 - 42 Januari - Juni 2016 31
Tabel 1. Skoring gejala serangan R. solanacearum menurut Winstead dan Kelman (1952)
Intensitas Serangan Gejala
0 Tidak ada gejala
1 Satu daun layu
2 Dua atau tiga daun layu
3 Semua daun layu kecuali dua atau tiga daun teratas
4 Semua daun layu
5 Tanaman mati
notipe yang tahan terhadap layu bakteri di Hasil pengamatan ini mendukung
daerah asalnya belum tentu menunjukkan adanya sifat rentan pada genotipe-genotipe
sifat toleransi yang sama apabila ditanam dalam kelas peka yang menyebabkan pe-
di daerah lain. nurunan jumlah daun hingga hampir 80%.
Di lapangan, tanaman tomat dari kelas ini
Karakteristik Morfologi pada Tiap Ke- tetap menumbuhkan daun namun jarak an-
las Toleransi tar daun tidak rapat sehingga jumlah daun
Hasil pengamatan pada persen rata- berkurang dibandingkan jumlah daun pada
rata penurunan jumlah daun menunjukkan tanaman kontrol. Hal ini berlaku pada se-
bahwa kelas dengan persen penurunan ter- mua kelas toleransi, termasuk kelas sangat
besar sebesar 78.76% yaitu kelas peka dan toleran. Dengan demikian, infeksi layu
persen penurunan terkecil yaitu 35.69% bakteri menurunkan jumlah daun meski-
pada kelas toleran (Gambar 2). Pada ke- pun dari hasil skoring tanaman tergolong
las sangat toleran meskipun tanaman tidak sangat toleran.
menunjukkan gejala layu tetapi mengalami Zat hijau daun (klorofil) berperan
penurunan pada variabel jumlah daun sebe- bagi proses fotosintesis. Tingkat kehijau-
sar 47.12%. Tidak terdapat perbedaan yang an daun menjadi indikator jumlah klorofil
nyata antara kelas sangat toleran, toleran, yang dimiliki tanaman dan jumlah atau laju
agak toleran dan agak peka. Sedangkan ke- fotosintesis. Tingkat kehijauan daun juga
las peka satu-satunya kelas yang berbeda mengindikasikan kesuburan tanaman atau
dari kelas lainnya secara statistik. defisiensi terhadap suatu unsur. Semakin
Penurunan jumlah daun terjadi pada banyak klorofil maka semakin banyak ca-
tanaman terinfeksi dikarenakan layu bakte- haya yang diterima daun untuk melakukan
ri menyebabkan layu pada daun terutama fotosintesis (Adhitya et al., 2013).
daun teratas sehingga daun layu, mengu- Pada diagram penurunan tingkat ke-
ning, dan lama-kelamaan kering/mati, atau hijauan tanaman dari kelas sangat toleran
tanaman mengalami kerdil sehingga daun dengan persen penurunan terkecil 7.07%
tidak tumbuh sempurna (Martin dan Fren- meningkat terus hingga kelas peka dengan
ch, 1985). Hal lain yang juga berpotensi persen penurunan sebesar 64.19% (Gam-
menghambat tanaman dalam memproduk- bar 3). Secara statistik hanya kelas peka
si daun adalah karena tanaman membentuk yang berbeda tingkat penurunan kehijau-
akar adventif untuk menyerap air dan hara an daun dibandingkan kelas-kelas lainnya.
ke batang tanpa melalui pembuluh angkut Hal ini membuktikan bahwa semakin ren-
terinfeksi. tan tanaman terhadap layu bakteri maka se-
Akta Agrosia Vol. 19 No. 1 hlm 28 - 42 Januari - Juni 2016 35
makin sedikit pula kandungan klorofilnya. al. (2013) bahwa pemberian naungan hing-
Akibatnya energi cahaya yang diterima un- ga 50% akan meningkatkan luas daun. Pe-
tuk melakukan fotosintesis berkurang, laju ningkatan luas daun terjadi agar tanaman
fotosintesis menurun, metabolisme tanam- dapat menangkap cahaya matahari secara
an terganggu dan tanaman lebih cepat ter- maksimal untuk melakukan fotosintesis.
lihat gejala serangannya. Sehingga, tingkat Hal ini berarti bahwa semakin luas daun
kehijauan daun dapat digunakan sebagai maka semakin banyak cahaya matahari
indikator tingkat kepekaan tanaman terha- yang diterima dan laju fotosintesis sema-
dap layu bakteri. kin tinggi. Demikian halnya dengan proses
Serangan layu bakteri yang menye- transpirasi. Pada saat suhu harian tinggi laju
rang daun sebagai indikator pertama gejala transpirasi akan meningkat, namun bakteri
penyakit menyebabkan daun layu dan ker- menyerang pembuluh angkut menghalangi
dil sehingga luasan daun berkurang. Luas- asupan air dari akar ke daun sehingga daun
an daun penting untuk proses fotosintesis menjadi layu atau luas daunnya berkurang
dan transpirasi. Hasil penelitian Adhitya et dibandingkan tanaman kontrol.
36 Eriana Adeputri, Rustikawati, Dotti Suryati dan Catur Herison : Penapisan Tiga Puluh
Penurunan luas daun terkecil pada karena adanya penurunan luas daun. Se-
kelas toleransi agak toleran dan penurun- rangan layu bakteri menyebabkan penyem-
an luas daun terbesar pada kelas toleran- pitan luas daun sehingga jumlah stomata
si peka. Sedangkan kelas sangat toleran menjadi lebih rapat pada satu bidang pan-
mengalami penurunan hingga 50.82% dang dan jumlahnya terlihat lebih banyak.
(Gambar 4). Sedangkan secara statistik, Bobot brangkasan kering merupa-
seperti pada variabel kerapatan stomata kan penampilan jumlah bahan kering/non
dan kehijauan daun, kelas peka merupa- air yang dapat diserap dari dalam tanah
kan satu-satunya kelas yang berbeda. Hal atau dihasilkan tanaman selama hidup dan
ini mengindikasikan bahwa serangan layu berfotosintesis menjadi jaringan tanaman.
bakteri berdampak pada penurunan luas Pengukuran bobot brangkasan kering juga
daun termasuk terhadap tanaman sangat digunakan untuk mengetahui kadar air ta-
toleran dan terutama pada tanaman peka. naman. Pada variabel kerapatan stomata
Penurunan luas daun dapat dijadikan indi- disebutkan bahwa semakin banyak jumlah
kator serangan layu bakteri secara umum. stomata maka semakin sedikit bahan ke-
Suhu harian dan intensitas penyinar- ring yang terdapat pada tanaman.
an yang tinggi dapat memicu peningkatan Kandungan bahan kering pada ta-
suhu tanaman. Suhu tinggi tersebut dapat naman dipengaruhi oleh kerapatan sto-
merusak protein dan mengganggu meta- mata. Sumenda et al. (2011) menyatakan
bolisme tanaman. Transpirasi dilakukan bahwa semakin banyak stomata menye-
sebagai salah satu mekanisme tanaman babkan semakin sedikit bahan kering pada
terhadap suhu tinggi. Transpirasi terjadi tanaman. Hal ini terbukti pada pengamatan
di stomata pada daun dan lentisel pada ba- kerapatan stomata dan bobot kering brang-
tang. Dengan demikian, stomata berperan kasan, kelas yang menunjukkan respon
penting bagi kelangsungan hidup tanam- penurunan tertinggi adalah kelas toleran.
an. Kerapatan stomata merupakan perban- Sedangkan kelas sangat toleran mengalami
dingan jumlah stomata pada suatu luasan penurunan sebesar 39.36% dan kelas peka
bidang pandang tertentu. Jumlah stomata hanya sebesar 22.81% (Gambar 6). Secara
berbanding lurus dengan laju transpirasi statistik penurunan bobot brangkasan pada
pada daun. Semakin banyak stomata juga kelas sangat toleran tidak berbeda dengan
dapat menyebabkan semakin sedikit bahan kelas toleran, begitu pula kelas peka, agak
kering pada tanaman. Jumlah stomata di- peka, dan agak toleran tergolong seragam.
pengaruhi oleh genetik tanaman. Dengan demikian dari beberapa variabel di
Indikator infeksi R. solanacearum atas infeksi layu bakteri dapat menurunkan
secara visual salah satunya adalah gejala jumlah daun, luas daun dan bobot brangka-
layu pada daun. Kerapatan stomata rata- san kering pada kelas sangat toleran namun
rata pada tanaman terinfeksi di semua kelas tidak menunjukkan penurunan yang men-
lebih tinggi dibandingkan dengan kerapat- colok pada variabel kehijauan daun.
an stomata tanaman kontrol. Bahkan ke-
las toleran mencapai angka 87.43% lebih Seleksi primer RAPD untuk toleransi
rendah dibanding tanaman yang terinfeksi terhadap layu bakteri
(Gambar 5), sedangkan kelas sangat tole- Dari operon E, H dan M terdapat 10
ran menempati angka penurunan terkecil primer yang dapat mengamplifikasi DNA
dari kelas toleransi lainnya yaitu -28.41%. tomat. Ke sepuluh primer tersebut yaitu
Secara statistik hanya kelas toleran berbe- E1, E7, E10, H2, H5, H13 , H16, H19, dan M1
da dengan kelas lain. Hal ini diduga terjadi (Tabel 4). Dari 20 primer pada operon E,
Akta Agrosia Vol. 19 No. 1 hlm 28 - 42 Januari - Juni 2016 37
Gambar 5. Kerapatan stomata pada tanaman terinfeksi layu bakteri dan tanaman kontrol tiap
kelas toleransi
Keterangan : ST = Sangat Toleran, T = Toleran, AT = Agak Toleran, AP = Agak Peka, P =
Peka.
empat primer yang mengamplifikasi bulk muncul 9, 7, 8, 10, dan 8 pita DNA. Primer
DNA sangat toleran yaitu E1, E7, E10, dan M18 menghasilkan 8 pita DNA sehingga to-
E19 berturut-turut menghasilkan 11, 10, 14, tal 109 pita DNA pada bulk peka. Hal ini
dan 9 pita DNA. Sedangkan pada operon berarti primer E7, H2,dan H5 memunculkan
H, primer H2, H5, H13, H16, dan H19 masing- pita DNA yang polimorfis terhadap bulk
masing menghasilkan 8, 4, 8, 10, dan 8 peka.
pita DNA. Primer M18 menghasilkan 8 pita Rostiana et al. (2010) menyatakan
DNA (Tabel 5). Total jumlah pita DNA ada- bahwa bisa saja tidak terjadi amplifikasi ka-
lah 90 pita DNA, namun belum diperoleh rena sifat DNA yang spesifik. Primer hanya
polimorfisme dengan bulk sangat toleran. akan menempel pada bagian DNA single
Sedangkan terhadap bulk peka pita DNA strand yang cocok urutan basanya. DNA
yang muncul lebih banyak. Primer E1, E7, yang ditempeli primer akan menjadi DNA
E10, dan E19 masing-masing menghasilkan template dan berlipat jumlahnya sesuai ba-
11, 23, 14, dan 9 pita DNA. Pada primer nyak siklus yang dilakukan (amplifikasi).
H2, H5, H13, H16, dan H19 berturut-turut Hasilnya diperoleh copy DNA yang sama
Tabel 4. Urutan Basa pada Random Primer OPE, OPH dan OPM
No Operon Urutan Basa
1 OPE-1 CCCAAGGTCC
2 OPE-7 AGATGCAGCC
3 OPE-10 CACCAGGTGA
4 OPE-19 ACGGCGTATG
5 OPH-2 TCGGACGTGA
6 OPH-5 AGTCGTCCCC
7 OPH-13 GACGCCACAC
8 OPH-16 TCTCAGCTGG
9 OPH-19 CTGACCAGCC
10 OPM-18 CACCATCCGT
Gambar 7. Visualisasi penanda RAPD dengan primer E10 dan M18 menggunakan template
bulk DNA sangat tahan (ST), toleran (T), agak tahan (AT), agak peka (AP), peka (P)
dan marker (M)
Akta Agrosia Vol. 19 No. 1 hlm 28 - 42 Januari - Juni 2016 39
Tabel 5. Daftar hasil amplifikasi Bulk DNA sangat toleran dan Bulk DNA peka menggunakan 10
primer
Bulk Sangat Penanda RAPD Bulk Sangat
No Penanda RAPD (bp) Bulk Peka No Bulk Peka
Toleran (bp) Toleran
1 E1 300 1 1 56 E19 750 1 1
2 E1 350 1 1 57 E19 800 1 1
3 E1 550 1 1 58 E19 900 1 1
4 E1 750 1 1 59 E19 1000 1 1
5 E1 800 1 1 60 H2 300 1 1
6 E1 900 1 1 61 H2 500 1 1
7 E1 950 1 1 62 H2 550 1 1
8 E1 1000 1 1 63 H2 650 0 1
9 E1 1100 1 1 64 H2 850 1 1
10 E1 1150 1 1 65 H2 900 1 1
11 E1 1750 1 1 66 H2 1100 1 1
12 E7 300 0 1 67 H2 1150 1 1
13 E7 350 1 1 68 H2 1200 1 1
14 E7 400 1 1 69 H5 200 1 1
15 E7 450 1 1 70 H5 300 1 1
16 E7 500 1 1 71 H5 500 0 1
17 E7 550 1 1 72 H5 600 1 1
18 E7 600 0 1 73 H5 650 0 1
19 E7 650 0 1 74 H5 700 1 1
20 E7 700 1 1 75 H5 1100 0 1
21 E7 800 0 1 76 H13 200 1 1
22 E7 850 0 1 77 H13 350 1 1
23 E7 900 1 1 78 H13 450 1 1
24 E7 950 1 1 79 H13 550 1 1
25 E7 1000 1 1 80 H13 600 1 1
26 E7 1100 1 1 81 H13 750 1 1
27 E7 1150 0 1 82 H13 900 1 1
28 E7 1200 0 1 83 H13 1400 1 1
29 E7 1250 0 1 84 H16 200 1 1
30 E7 1300 0 1 85 H16 350 1 1
31 E7 1350 0 1 86 H16 450 1 1
32 E7 1400 0 1 87 H16 550 1 1
33 E7 1450 0 1 88 H16 800 1 1
34 E7 1500 0 1 89 H16 1000 1 1
35 E7 1600 0 1 90 H16 1100 1 1
36 E7 1700 0 1 91 H16 1300 1 1
37 E10 300 1 1 92 H16 1500 1 1
38 E10 350 1 1 93 H16 1600 1 1
39 E10 500 1 1 94 H19 400 1 1
40 E10 550 1 1 95 H19 500 1 1
41 E10 650 1 1 96 H19 900 1 1
42 E10 700 1 1 97 H19 950 1 1
43 E10 800 1 1 98 H19 1000 1 1
44 E10 850 1 1 99 H19 1100 1 1
45 E10 1000 1 1 100 H19 1200 1 1
46 E10 1100 1 1 101 H19 1400 1 1
47 E10 1500 1 1 102 M18 600 1 1
48 E10 1700 1 1 103 M18 700 1 1
49 E10 1900 1 1 104 M18 800 1 1
50 E10 2000 1 1 105 M18 1100 1 1
51 E19 200 1 1 106 M18 1200 1 1
52 E19 400 1 1 107 M18 1300 1 1
53 E19 450 1 1 108 M18 1400 1 1
54 E19 500 1 1 109 M18 1900 1 1
55 E19 650 1 1
Jumlah 40 55 50 54
Total 90 109
rum. Technical Information Bulletin Scott, J.W., G.C. Somodi, dan J.B. Jones.
(13) : 1-8. 1993. Testing tomato genotypes and
breeding for resistance to bacterial
Mew, T.W., and W.C. Ho. 1977. Effect wilt in Florida. Dalam Hartman, G.L.
of soil temperature on resistance of dan A.C. Haywood (eds.). Bacteri-
omato cultivars to bacterial wilt. Ph- al Wilt Proceedings of International
ytopathology 67:909-911. Symposium Kaohsiung, Taiwan 28-
31 Oktober 1992. Prosiding ACIAR
Monma, S. dan Y. Sakata. 1993. Inheri- (45) : 126-131.
tance of resistance to Bacterial Wilt
in Tomato. Bacterial Wilt Procee- Siagian, A. 2005. Lycopene : senyawa fi-
dings of International Symposium tokimia pada tomat dan semangka.
Kaohsiung, Taiwan 28-31 Oktober USU e-Journal 9(2).
1992. Prosiding ACIAR (45) : 149-
153 Stansburry, C., S. McKirdy, A. Mackie,
dan G. Power. 2001. Bacterial wilt
Nurhayati, A., Mazid, dan Y. Serliana. Ralstonia solanacearum-race 3 Exo-
2011. Pengaruh umur tanaman dan tic threat to Western Australia. Fact
dosis pupuk kalium terhadap infeksi Sheet e-Journal (7) http://www.agric.
penyakit bulai. Majalah Ilmiah Sri- wa.gov.au/objtwr/imported_assets/
wijaya XIX (12): 682-686. content/pw/ph/dis/veg/fs00701.pdf
Diakses 30 Januari 2014.
Pratiwi, R. 2001. Mengenal metode elek-
troforesis. Oseana XXVI (1): 25-31. Sumenda, L., H.L. Ramped and F.R. Man-
tiri. 2011. Analisis kandungan kloro-
Purwati, E. 2008. Hubungan antara karakter- fil daun mangga (Mangifera indica
istik fenotipik buah tomat dengan jum- L.) pada tingkat perkembangan daun
lah biji. J. Agrivivor 7(3): 222-229. yang berbeda. J. Bioslogos 1(1): 20-
24
Purwati, E., B.A. H.P. Jaya, dan S. Sahat.
2001. Tiga varietas unggul baru to- Tiwari, J.K., N. Mehta, M.K. Singh, and
mat dataran rendah. J. Hortikultura P.S. Tiwari. 2012. Screening of to-
11(1): 71-75. mato genotypes against bacterial wilt
(Ralstonia solanacearum) under fi-
Rostiana, T., S.F. Chaidamsari, Syahid, W. eld condition for Chhattisgarh. Glo-
Hayudin, dan S. Aisyah. 2010. Iso- bal Journal of Bio-science and Bio-
lasi dan karakterisasi gen penyan- technology 1(2): 168-170.
di sifat tahan terhadap bakteri layu
pada jahe. Laporan Teknis Penelitian USDA-NRI. 2009. Bacterial wilt of tomato.
Balai Penelitian Tanaman Obat dan R. solanacearum race 3 biovar 2: de-
Aromatik. Bogor. tection, exclusion and analysis of a se-
lect agent educational modules. 11 p.
Sastra, D.R. 2013. Masa inkubasi bakteri
patogenik Ralstonia solanacearum Waldron, J., C.P. Peace, I.R. Searle, A.
ras 3 pada beberapa klon kentang. J. Furtado, N. Wade, I. Findlay, M.W.
Agronomi 8(1): 63-67. Graham, and B.J. Carroll. 2002.
42 Eriana Adeputri, Rustikawati, Dotti Suryati dan Catur Herison : Penapisan Tiga Puluh