Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata

Usaha Negara
Asmuni
Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
Email: firzhal@yahoo.com

Abstract: The research discusses the issues that emerge from executing the postponement
stipulation of the administrative decision implementation and the concept of regulating the
execution of postponement stipulation of the administrative decision implementation that
can protect the interests of litigants. The research constitutes a normatively legal research.
The used approach is the conceptual and statute approaches. The result of the research
shows that postponing the administrative decision implementation makes applicable power
of the sued administrative decision suspended temporarily; postponing the administrative
decision implementation makes legal circumstances back to the first position, prior to the
administrative decision disputed; and postponing the administrative decision
implementation restricts to apply the principle of the legal presumption. Due to the
influence of the postponement stipulation of the administrative decision implementation, it
is necessary to put philosophically and theoretically and juridically legal reasons on the
judge decision. The public interest reason is not required, because the administrative
decision on the public interest has not become the State Administrative Court authority
since the first time. The legal instruments used to postpone the execution of the
administrative decision is an interlocutory decision not stipulation.

Keywords: Executability, Postponement Stipulation, the Administrative Decision


Implementation.

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang masalah-masalah yang timbul dalam


pelaksanaan (eksekusi) penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara
dan konsep pengaturan eksekusi penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
Negara ke depan yang dapat melindungi kepentingan pencari keadilan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan perundang-undangan
(statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penundaan pelaksanaan
Keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan daya laku (gelding) terhadap Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat terhenti untuk sementara waktu (tijdelijk); penundaan
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan suasana/keadaan hukumnya
(rechtstoestand) kembali pada keadaan atau posisi semula (restitutio in integrum) sebelum
adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan; dan penundaan pelaksanaan
Keputusan Tata Usaha Negara memberi batasan (restricteren) berlakunya asas praduga sah
(praesumtio iustae causa/vermoeden van rechtmatigheid). Mengingat pengaruh yang
ditimbulkan oleh adanya putusan penundaan pelaksaan Keputusan Tata Usaha Negara,
maka dalam pertimbangan hukum hakim diperlukan alasan-alasan hukum secara filosofis,
teoritis dan yuridis. Alasan kepentingan umum tidak diperlukan, karena sejak semula
Keputusan Tata Usaha Negara yang terkait dengan kepentingan umum bukan mejadi
wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara. Instrumen hukum yang dipergunakan untuk
menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara adalah putusan sela/putusan antara
bukan penetapan.

Kata Kunci : Eksekutabilitas, Penetapan Penundaan, Pelaksanaan KTUN.

99
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

Pendahuluan Belanda dikenal dengan istilah het recht


Ditinjau dari aspek historis dan tegen het bestuur4 merupakan salah satu
filosofis tujuan pembentukan Peradilan konsep dasar hukum administrasi yaitu
Tata Usaha Negara menurut Keterangan hukum yang menyangkut perlindungan
Pemerintah di hadapan Sidang Paripurna hukum bagi rakyat atas tindakan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik pemerintah. Di sisi lain perlindungan
Indonesia mengenai Rancangan Undang- terhadap rakyat didasarkan pula pada
Undang tentang Peradilan Tata Usaha konsep penghormatan dan penghargaan
Negara, bahwa Peradilan Tata Usaha terhadap hak asasi manusia yang berlaku
Negara itu diadakan dalam rangka secara universal di seluruh dunia. Kon-
memberi perlindungan kepada rakyat.1 kritisasi perlindungan terhadap rakyat di
Hal ini dipertegas kembali di dalam dalam Undang-Undang Dasar 1945
penjelasan umum Undang-Undang Perubahan Kedua Pasal 28G ayat (1)
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan secara tegas dikatakan: “Setiap orang
Tata Usaha Negara angka 1 (satu) alinea berhak atas perlindungan diri pribadi,
8 (delapan) yang mengatakan, Peradilan keluarga, kehormatan, martabat, dan
Tata Usaha Negara itu diadakan dalam harta benda yang di bawah kekuasa-
rangka memberikan perlindungan kepada annya, serta berhak atas rasa aman dan
rakyat pencari keadilan, yang merasa perlindungan dari ancaman dan perlin-
dirinya dirugikan akibat suatu Keputusan dungan dari ancaman ketakutan untuk
Tata Usaha Negara.2 berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
Pemberian perlindungan kepada merupakan hak asasi”.5
rakyat merupakan amanat dan Pembuka- Peradilan Tata Usaha Negara atau
an (Preambule) Undang-Undang Dasar dapat disebut (sinonim) dengan Peradilan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Administrasi Negara sebagaimana di-
alinea ke 4 (empat) yang menentukan: maksud di dalam Pasal 144 Undang-
”....untuk membentuk suatu Pemerintahan Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang di-
Negara Indonesia yang melindungi se- undangkan pada tanggal 29 Desember
genap bangsa Indonesia..”.3 Perlindungan 1986 Lembaran Negara Republik
terhadap segenap bangsa indonesia tidak Indonesia (LN RI) Tahun 1986 Nomor
hanya dari ancaman pihak luar, akan 77, Tambahan Lembaran Negara
tetapi termasuk pula terhadap tindakan Republik Indonesia (TLN RI) Nomor
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara 3344, yang dinyatakan mulai diterapkan
yang berimplikasi merugikan rakyat. secara efektif tanggal 14 Januari 1991
Perlindungan hukum terhadap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
rakyat atas tindakan Pemerintah, di 43 Tahun 1991 Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 8
1
Menteri Kehakiman RI, Keterangan Pemerintah dan kini sudah memasuki usia 20 (dua
di hadapan Sidang Paripurna DPR RI Mengenai
RUU Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
4
tanggal 29April 1986, hal. 9. Philipus M. Dadjon, et.al., 2010, Hukum
2
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Administrasi dan Good Governance, Jakarta:
Peradilan Tata Usaha Negara, Penjelasan Umum Universitas Trisakti, hal. 19.
5
angka 1 alinea 8. Undang-Undang Dasar Negara Republik
3
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua Pasal
Tahun 1945, Pembukaan (Preambule) Alinea 4. 28G.
100
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

puluh) tahun dwi dasawarsa 14 Januari sistem pemerintah daerah bersifat hierar-
1991-2011. khi sehingga dalam jiwa dan Pasal 116
Dibandingkan dengan lingkungan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
peradilan yang lain di bawah Mahkamah eksekusi bersifat hierarkhis. Berlakunya
Agung Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Peradilan Umum (Peradilan Negeri), tentang Pemerintah Daerah, bahwa
Peradilan Agama, dan Peradilan Militer Daerah kabupaten bukan lagi di bawah
dari segi usia perjalanannya, Peradilan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Tata Usaha Negara atau Peradilan Propinsi tidak mempunyai hierarkhi
Administrasi dapat dikatakan masih dengan Pemerintah Pusat membuat
relatif muda. Meskipun relatif muda, eksekusi sesuai Pasal 116 Undang Nomor
Undang-Undang yang mengaturnya telah 9 Tahun 2004 tidak lagi bersifat sesuai
mengalami 2 (dua) kali perubahan yaitu, jenjang hierarkhis.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Pengadilan Tata Usaha Negara
tentang Perubahan Atas Undang-Undang mempunyai tugas pokok yaitu memerik-
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan sa, memutus dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara yang diundangkan Tata Usaha Negara sesuai ketentuan
pada tanggal 29 Maret 2004 Lembaran Pasal 47 Undang-Undang Nomor 51
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Nomor 35 dan Undang-Undang Nomor Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
51 Tahun 2009 tentang Perbuahan Kedua 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Atas Undang-Undang Nompr 5 Tahun Negara. Frasa “menyelesaikan sengketa
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Tata Usaha Negara” bermakna bahwa
Negara yang diundangkan pada tanggal perlindungan hukum terhadap rakyat
29 Oktober 2009 Lembaran Negara khsusunya yustisiabelen (pencari keadil-
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor an) harus tuntas dan final sampai kepada
160. pelaksanaan produk dari lembaga
Perubahah-perubahan terhadap peradilan yaitu berupa penetapan dan
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha putusan, jangan sampai ada penetapan
Negara merupakan implikasi terkait pengadilan dan putusan lembaga per-
dengan perubahan konstitusi Undang- adilan yang bersifat floating (meng-
Undang dasar Tahun 1945 yang berkaitan ambang). Jika hal ini terjadi, fungsi
dengan sistem kekuasaan kehakiman. perlindungan negara khususnya per-
Sebelum era reformasi lembaga Peradilan lindungan oleh lembaga peradilan sama
untuk urusan yang bersifat organisatoris dengan tidak bermakna.
dipegang oleh Pemerintah, sedangkan Problem yang mendasar dalam
urusan yang bersifat teknis diurus oleh perjalanan lembaga Peradilan Tata Usaha
Mahkamah Agung, setelah era reformasi Negara dalam kurun waktu dwi
urusan organisatoris dan teknis kesemua- dasawarsa 14 Januari 1991 sampai
nya menjadi urusan Mahkamah Agung dengan 2011 di antaranya adalah
(satu atap). Perubahan sistem otonomi berkaitan dengan eksekusi. Pada Per-
daerah berpengaruh pula terhadap meka- adilan Tata Usaha Negara, eksekusi tidak
nisme eksekusi. Sebelum era reformasi saja terkait dengan putusan pengadilan

101
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

yang telah memperoleh kekuatan hukum 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
tetap (vonnis in kracht van gewisjde), Negara, Undang-Undang Nomor 9 Tahun
akan tetapi eksekusi terkait pula dengan 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Penetapan Penundaan pelaksanaan Ke- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
putusan Tata Usaha Negara. Di negara- Peradilan Tata Usaha Negara, dan
negara dengan sistem hukum civil law, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
penetapan penundaan pelaksanaan Ke- tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
putusan Tata Usaha Negara seperti di Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Belanda dikenal dengan istilah schorsing, Peradilan Tata Usaha Negara. Kondisi
sedangkan di Perancis dikenal dengan yang demikian dapat dikatagorikan
istilah le sursis d’exetcution ties actes Undang-Undang dalam keadaan diam
administratifs. (silentio of wet) atau terjadi kekosongan
Penetapan penundaan pelaksana- hukum (Ieemten in het recht) terkait
an Keputusan Tata Usaha Negara dalam dengan mekanisme maupun upaya yang
praktik Peradilan Tata Usaha Negara di dapat dilakukan jika penetapan penunda-
Indonesia lebih populer dengan istilah an pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
schorsing, yaitu suatu tindakan atau sikap Negara tidak dilaksanakan oleh Badan
yang diambil oleh Pengadilan Tata Usaha atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Negara, dalam hal ini bisa dilakukan oleh Tidak saja terjadi kekosongan
Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Tata hukum (leemten in het recht) dalam
Usaha Negara, Majelis Hakim, Hakim eksekusi Penetapan Penundaan Pelak-
Tunggal atas dasar permohonan dari sanaan Keputusan Tata Usaha Negara
pihak penggugat untuk menunda pe- (aspek substansi hukum), problem yang
laksanaan Keputusan Tata Usaha Negara lain adalah keengganan Badan atau
yang menjadi obyek sengketa selama Pejabat Tata Usaha untuk melaksanakan
pemeriksaan sengketa berlangsung sam- penetapan penundaan pelaksanaan Ke-
pai ada putusan pengadilan yang mem- putusan Tata Usaha Negara (aspek
peroleh kekuatan hukum tetap yang di- kultur/budaya hukum) yang dikeluarkan
tuangkan dalam bentuk penetapan. oleh Pengadilan Tata Usaha Negara turut
Konsekuensi yuridis dengan adanya menambah problem eksekusi pada
penetapan penundaan pelaksanaan Ke- lembaga Peradilan Tata Usaha Negara.
putusan Tata Usaha Negara (schorsing) Pengaruh dan aspek substansi hukum dan
adalah bahwa seluruh tindakan pelak- dan aspek kultur/budaya hukum adalah
sanaan Keputusan Tata Usaha Negara bahwa penegakan hukum (law enforce-
terhenti oleh karena yang ditunda adalah ment) di bidang eksekusi pelaksanaan
daya berlakunya. putusan/penetapan tidak dapat berjalan
Tidak terdapat adanya pengaturan sesuai dengan tujuan dibentuknya Per-
secara yuridis normatif berkaitan dengan adilan Tata Usaha Negara yaitu memberi-
eksekusi terhadap Penetapan Penundaan kan perlindungan kepada rakyat pencari
Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha keadilan (yutisiabelen).
Negara dalam Hukum Acara Peradilan Problem eksekusi di lembaga
Tata Usaha Negara sebagaimana diatur Peradilan Tata Usaha Negara merupakan
dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun suatu gejala yang bersifat umum sebagai-

102
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

mana dikatakan oleh Paulus Effendie Di samping terdapat problem di


Lotulung bahwa masalah eksekusi di atas, ada pula beberapa faktor yang
berbagai negara, sekalipun diatur dengan menyebabkan lemahnya eksekusi putusan
berbagai peraturan dan mekanisme, tetap Pengadilan TUN yang telah berkekuatan
tidak tersedia upaya paksa dari segi hukum tetap, antara lain: pertama,
yuridis yang cukup efektif untuk ketiadaan aturan hukum yang memaksa
memaksakan instansi atau pejabat yang bagi Pejabat TUN untuk melaksanakan
bersangkutan agar menaati isi putusan.6 putusan Pengadilan yang telah ber-
Menurut Ismail Rumadhan, kekuatan hukum tetap; kedua, faktor
problem yang ditemukan terkait dengan amar putusan hakim yang tidak berani
eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha mencantumkan pembayaran uang paksa
Negara adalah: pertama, mekanisme apabila pejabat TUN yang bersangkutan
eksekusi yang ditempuh masih meng- tidak melaksanakan putusan Pengadilan,
ambang, tidak ada penyelesaian akhir dan ketiga, adalah faktor kepatuhan
dalam pelaksanaan putusan Pengdilan Pejabat TUN dalam menjalankan putusan
TUN yang memperoleh kekuatan hukum Pengadilan yang telah berkekuatan
tetap, ketika Presiden mendiamkan upaya hukum tetap.8
terakhir yang dilakukan oleh Ketua Untuk mengisi kekosongan
PTUN. Problem semacam ini pun di- hukum (leemten in het recht) terhadap
hadapkan pada model eksekusi melalui eksekusi Penetapan Penundaan Pelak-
instansi atasan yang selama ini tidak sanaan Keputusan Tata Usaha Negara,
dapat dijalankan. Kedua, mengenai uang Mahkamah Agung memberikan solusi
paksa, terhadap siapa uang paksa jalan keluar yaitu, jika Penundaan
dibebankan dan berapa jumlah uang yang Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
harus di bayar, dan mana sumber Negara tidak dipatuhi oleh Badan atau
pembiayaannya apabila dibebankan Pejabat Tata Usaha Negara, maka
kepada instansi atau badan pemerintah digunakan instrumen Surat Edaran
pejabat TUN tersebut. Ketiga, problem Mahkamah Agung Republik Indonesia
eksekusi putusan Pengadilan TUN terkait Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk
dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam
khususnya bagi Bupati atau Walikota Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
sebagai pejabat TUN yang tidak pernah tentang Peradilan Tata Usaha Negara
mengakui dirinya sebagai bawahan dari tanggal 9 Juli 1991. Pada angka VI.4
Gubernur.7 Surat Edaran Mahkamah Agung RI
tersebut ditentukan:
Apabila ada Penetapan Penundaan
6
Raulus Effendi Lotulung, 2003, Peradilan Tata dimaksud yang tidak dipatuhi
Usaha Negara di Indonesia Dibandingkan den
gan Peradilan Administrasi yang Berlaku Di
oleh Tergugat, maka ketentuan
Berbagai Negara dalam Mengkaji Kembali Pasal 116 ayat (4), (5) dan (6)
Pokok-Pokok Pikiran Pembentukan Peradilan dapat dijadikan pedoman dan
Tata Usaha Negara, Cet. Pertama, Jakarta: LPP- dengan menyampaikan tembusan-
HAN, hal. 64.
7
Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang
Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2010, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan
Eksekutabilitas Putusan Peradilan Tata Usaha ahkamah Agung RI, hal. vii.
8 Ibid.
Negara Laporan Penelitian, Jakarta: Balitbang
103
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

nya kepada: Ketua Mahkamah Negara, jika Badan atau Pejabat Tata
Agung RI, Menteri Kehakiman Usaha Negara tidak mematuhi Penundaan
RI, Menteri Pendayagunaan Apa- Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
ratur Negara RI (Surat Menpan
Negara yang dikeluarkan oleh lembaga
Nomor B.471/4/1991 tanggal 29
Mei 1991 tentang Pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara, didasarkan
Putusan Tata Usaha Negara. atas argumentum a silentio, artinya
pengambilan kesimpulan berdasar diam-
Tidak cukup dengan SEMA RI nya undang-undang.9 Lintong Oloan
tersebut di atas, Mahkamah Agung RI Siahaan mengemukakan bahwa berbicara
dalam Pedoman Teknis Administrasi dan tentang pelaksanaan putusan penundaan,
Teknis Peradilan Tata Usaha Negara berarti secara tidak langsung juga mem-
Buku II yang pemberlakuannya bicarakan ketentuan-ketentuan hukum
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah tentang bagaimana seharusnya putusan
Agung RI Nomor: KMA/O32/SSK/IV/ itu dilaksanakan (hukum formil atau
2006 tanggal 4 April 2006 huruf H angka hukum acara). Undang-undang tidak
5. r. menentukan: mengatur secara khusus tentang pelak-
Penetapan Penundaan yang tidak sanaan putusan penundaan itu. Hal itu
dipatuhi oleh Tergugat, secara berkembang sendiri di dalam praktik
kasuistis dapat diterapkan PasaI dengan mempedomani segala ketentuan
116 Undang-Undang PERATUN tentang hukum eksekusi.10 Isu pelaksana-
sebagaimana yang diterapkan
an putusan PTUN sebetulnya meliputi
terhadap putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum pelaksanaan putusan penundaan.11
tetap. Dikaji dari perspektif filsafat
hukum, realitas tersebut di atas
Dengan demikian, Surat Edaran dimungkinkan terjadi. Immanuel Kant
Mahkamah Agung Republik Indonesia penganut mazhab hukum alam rasional
Nomor 2 Tahun 1991 angka VI.4 tanggal berpandangan bahwa hukum alam ber-
9 Juli 1991 dan Keputusan Ketua sumber kepada katagorische imperatif
Mahkamah Agung Republik Indonesia (hukum sebagai suatu keharusan) yang
Nomor KMA/032/SSKK/IV/2006 huruf mempunyai dua sifat, yaitu rasionalitas
H angka 5.r tanggal 4 April 2006 menjadi dan idealistis. Dalam sifatnya yang
landasan pembenar (justifikasi) berlaku- idealitas dimungkinkan terjadi tindakan
nya ketentuan Pasal 116 Undang-Undang manusia yang berbeda dengan apa yang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 9
N.E. Algra, H.R.W. Gokkel (terjemahan Saleh
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Adiwinata, et. Al), 1983, Kamus lstilah Hukum
Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Binacipta,
Negara terkait dengan pelaksanaan hal. 34.
(eksekusi) terhadap penetapan penundaan 10
Lintong Oloan Siahaan, 2005, Prospek PTUN
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa
Administrasi di Indonesia Studi tentang
Negara. Keberadaan PTUN Selama Satya Dasawarsa
Dalam Perspektif teori ilmu 1991-2001, Jakarta: Perum Percetakanan Negara
Rl, hal. 235.
hukum, penggunaan ketentuan Pasal 116 11
Adrian W. Bedner, 2010, Peradilan Tata
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Usaha Negara Di Indonesia, Jakarta: Huma Van
Vollen Insitute KITLV, hal. 364.
104
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

dinyatakan oleh oleh katagorische Pembahasan


imperatif (hukum sebagai suatu keharus- Teori Negara Hukum
an). Dengan menggunakan pendekatan
Berdasarkan uraian latar belakang konstitusi Undang-Undang Dasar Negara
di atas, maka masalah yang diteliti di sini Republik Indonesia tahun 1945, analisis
adalah eksekusi penetapan penundaan menunjukkan bahwa di Indonesia di
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha samping berlaku kedaulatan rakyat juga
menurut Undang-Undang tentang Per- berlaku kedaulatan hukum. Hal ini secara
adilan Tata Usaha Negara, problem- kongkrit dapat dilihat di dalam Undang-
problem yang timbul dalam pelaksanaan Undang Dasar Negara Republik
(eksekusi) penetapan penundaan pelak- Indonesia BAB I Bentuk dan Kedaulatan.
sanaan Keputusan Tata Usaha Negara, Pasal 1 menentukan:
dan konsep pengaturan eksekusi penetap- (1) Negara Indonesia ialah Negara
an penundaan pelaksanaan Keputusan Kesatuan yang berbentuk Republik.
Tata Usaha Negara ke depan yang dapat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-
melindungi kepentingan pencari keadilan.
Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah negara
Metode Penelitian hukum.
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian hukum normatif. Atas dasar Pasal 1 ayat (3)
Menurut B Arief Sidharta, penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik
hukum normatif adalah jenis penelitian Indonesia Tahun 1945 tersebut yang
yang lazim dipergunakan dalam kegiatan merupakan hasil perubahan ketiga dapat
pengembangan ilmu hukum. Pendekatan dipahami bahwa di Negara Kesatuan
yang digunakan adalah konseptual (con- Republik Indonesia, hukum mempunyai
septual approach), yaitu untuk mengkaji kedaulatan. Kedaulatan hukum bermakna
kejelasan yang berkaitan dengan konsep bahwa setiap orang termasuk penyeleng-
kepentingan umum, konsep tentang gara negara baik eksekutif, legislatif, dan
pejabat yang dikenakan uang paksa, yudikatif maupun komisi-komisi negara
konsep tanggung jawab mengenai uang harus tunduk dan taat kepda hukum tanpa
pembayaran uang paksa, pengertian ada pengecualian.
sanksi administratif, jenis-jenisnya dan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
pejabat yang berwenang menjatuhkan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
sanksi administratif; dan pendekatan 1945 juga mempunyai makna bahwa
perundang-undangan (statute approach), negara Indonesia merupakan negara yang
yaitu untuk mengkaji peraturan per- berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),
undang-undangan yang mempunyai kore- tidak semata-mata berdasarkan atas
lasi dengan aspek-aspek yang berkaitan kekuasaan (machtsstaat), serta pemerin-
dengan penundaan pelaksanaan Keputus- tahan berdasarkan konstitusi bukan ber-
an Tata Usaha Negara. dasarkan absolutisme (kekuasaan tanpa
batas).

105
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

Menurut F. J. Sthall, prinsip- (2) UUD 1945 tentang kebebasan


prinsip suatu negara hukum (rechsstaat) beragama yang merupakan salah satu
adalah sebagai berikut: hak yang paling asasi di antara hak-
a. Pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.
hak-hak asasi manusia; 3. Pembagian kekuasaan negara dan
b. Pemisahan/pembagian kekuasaan wewenang pemerintahan menurut
negara; UUD 1945 dan peraturan perundang-
c. Pemerintahan berdasarkan undang- undangan lainnya dalam Lembaga
undang; dan Tertinggi dan Lembaga-lembaga
d. Adanya peradilan administrasi. Tinggi Negara dan tidak dikon-
sentarsikan dalam satu tangan me-
Seiring prinsip-prinsip suatu lainkan berada dalam berbagai
negara hukum (rechsstaat), Satjipto macam tangan aparat-aparat ke-
Rahardjo mengemukakan bahwa salah negaraan yang selalu menjaga ter-
satu prinsip penting negara hukum adalah laksananya roda pemerintahan ini
adanya jaminan penyelenggaraan ke- selalu dalam keadaan keseimbangan
kuasaan lembaga peradilan yang dan saling mengawasi.
merdeka, bebas dari segala campur 4. Adanya kekuasaan kehakiman yang
tangan pihak ekstra yudisial untuk bebas, yang terlepas dari pengaruh
menyelenggarakan peradilan guna mene- kekuasaan Pemerintah seperti yang
gakkan ketertiban, keadilan, kebenaran, telah diatur dalam UUD 1945
dan kepastian hukum yang mampu maupun UU No.14 Tahun 1970 di
memberikan pengayoman kepada se- mana suatu perbuatan Pemerintah
genap warga masyarakat.12 dapat diajukan kemuka Pengadilan
Indroharto dengan memperhati- untuk dinilai apakah perbuatan
kan hukum positif yang berlaku di pemerintah yang bersangkutan itu
Indonesia memberikan kesimpulan telah bersifat melawan hukum.13
diletakkan prinsip-prinsip dasar cita-cita
suatu negara hukum, seperti: Disandingkan dengan konsep rule
1. Asas legalitas, di mana pemerintah of law sebagaimana dikemukakan oleh A
dan lembaga-lembaga negara yang V Dicey, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari
lain dalam melaksanakan tindakan suatu negara hukum yang harus tercermin
apa pun harus dilandasai oleh hukum di dalam suatu konstitusi, yaitu:
atau harus dapat dipertanggungjawab- a. The absolute supremacy or pre-
kan secara hukum. Disini tekanan dominance of regular law;
diletakkan pada hukum yang b. Equality before the law, or the equal
dihadapkan sebagai lawan dan subjection of alls cassestothe or-
tekanan. dinary law of the lad administrated
2. Dihormatinya hak-hak asasi manusia by ordinary law courts;
yang tercermin dalam Pasal 29 ayat
13
lndroharto, 1994, Usaha Memahami Undang-
12
Satjipto Rahardjo, 2003, Ilmu Hukum: Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, , Buku I: Beberapa Pengertian DasarHukum Tata
Semarang: Program Doktor Universitas Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
Diponegoro, hal. 2. hal. 38.
106
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

c. A formula expressing the fact that membawa kita kepada pemikiran bahwa
with us the law of constitution, the penegakan hukum selalu dengan force
rules which in foreighn countries sehingga ada yang berpendapat, bahwa
naturally form part of a constitutional penegakan hukum hanya bersangkutan
code, are not the source but the dengan hukum pidana saja. Pikiran
consequence of the right of individual seperti ini diperkuat dengan kebiasaan
as defined and enforced by the kita menyebut penegak hukum itu polisi,
courts.14 jaksa, dan hakim. Tidak disebut pejabat
administrasi yang sebenarnya juga
Memperhatikan konsep rechts- menegakkan hukum. Penegakan hukum
staat dan konsep rule of law tidak dalam hal eksekusi terhadap penetapan
terdapat perbedaan yang mendasar, justru penundaan pelaksananan Keputusan Tata
persamaan yang menonjol, dimana sama- Usaha Negara dan penegakan hukum
sama menekankan pada adanya sup- terhadap eksekusi putusan Pengadilan
remasi hukum dalam setiap tindakan Tata Usaha Negara yang telah mem-
yang dilakukan oleh penguasa negara peroleh kekuatan hukum tetap sangat
yang harus tunduk kepada hukum yang ditentukan oleh Badan atau Pejabat Tata
berlaku. Usaha Negara itu sendiri.
Supremasi hukum harus diikuti Berdasarkan diskripsi tentang
pula dengan penegakan hukum (law penegakan hukum tersebut, penegakan
enforcement/rechtshandhaving), dalam hukum tidak saja merupakan domain dan
Black’s Law Dictionary yang dimaksud penegak hukum, seperti lembaga
dengan law enforcement adalah, the Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan
detection and punishment of violation of akn teapi juga menjadi domain dan
the law. This term is not limited to the Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
enforcement of criminal laws.15 Penegak- itu sendiri bahkan masyarakat ikut ber-
an hukum dimaksud tidak hanya terbatas peran serta peraturan perundang-
pada penegakan hukum pidana saja, akan undangannya. Intinya fungsi eksekutif,
tetapi dalam arti yang luas yaitu deteksi legislatif dan fungsi yudikatif ber-
dan penjatuhan sanksi atas pelanggaran- pengaruh dalam fungsi penegakan
pelanggaran hukum. Menurut Muladi, hukum.
penegakan hukum merupakan usaha Berbicara tentang Penegakan
untuk menegakkan norma-norma hukum hukum dilihat aspek lembaga peradilan,
dan sekaligus nilai-nilai yang ada di bisa dilaksanakan secara ideal hanya
belakang norma tersebut.16 Dalam dapat dilaksanakan oleh suatu sistem
pandangan Andi Hamzah istilah penegak- peradilan yang baik. Menurut Bagir
an hukum dalam bahasa Indonesia Manan fungsi pengadilan dan peradilan
dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu:
14
A V Diecy, 1962, Introduction to the study of 1. Segi tujuan bernegara. Negara dan
the law of the Constitution, London: Macmilland
and Co, hal. 202-203. Pemerintah RI didirikan dengan
15
Bryn A.Garner (eds), 1999, Black’s Law tujuan antara lain, memajukan ke-
Dictionary, sevent edition, West Group, p, 549. sejahteraan umum dalam wujud se-
16
Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan
Sistem Peradilan Pidana, Cet. Ke-2, Semarang: besar-besarnya kemakmuran dan
BP Undip, hal. 69-70.
107
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Penegakan hukum terhadap


Indonesia. Tujuan ini melekat juga produk dan lembaga peradilan pada
pada pengadilan dan Peradilan se- umumnya dan khususnya terhadap pe-
bagai institusi yang menjalankan netapan penundaan pelaksanaan Keputus-
fungsi negara. Pengertian kesejahtera- an Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
an, kemakmuran, dan keadilan sosial oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
tidak semata-mata dalam arti eko- merupakan indikator bagi terlaksananya
nomi, melainkan meliputi juga hak- supremasi hukum, oleh karena penetapan
hak seperti pelaksanaan hukum yang penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
baik, perlindungan hukum atas segala Usaha Negara selain merupakan perintah
hak seseorang dan memperoleh Undang-Undang juga merupakan hukum
perlakuan dan kesempatan yang sama dalam arti judge made law bagi semua
tanpa membedakan kedudukan dan orang termasuk bagi penyelenggara
latar belakang. negara.
2. Segi mewujudkan tujuan-tujuan Dalam Hukum Acara Peradilan
hukum seperti keadilan, ketertiban, Tata Usaha Negara, penegakan hukum
keseimbangan sosial, kepuasan pen- khususnya dalam hal pelaksanaan
cari keadilan, dan lain-lain. Fungsi ini (eksekusi) suatu penetapan atau putusan
dipandang sebagai fungsi tradisionil pengadilan tidak saja terjadi dan
pengadilan dan peradilan, yaitu suatu berlangsung dalam internal rangkaian
kepastian. Kenyataan, tidaklah mudah proses peradilan, akan tetapi dapat saja
mewujudkan fungsi tradisionil ini. terjadi diluar rangkaian proses peradilan
Berbagai tujuan hukum tidak selalu yaitu pada institusi badan-badan ad-
berjalan seiring. Pada suatu kondisi, ministrasi itu sendiri seperti dilak-
bisa saja terjadi pertentangan antara sanakannya eksekusi sukarela (parate
keadilan dan ketertiban. Keadilan eksekusi) tanpa harus menunggu perintah
brsifat kasuistik dan individual, dari Pengadilan Tata Usaha Negara.
sementara ketertiban bersifat untuk Memperhatikan pihak-pihak yang
kepentingan oorang banyak. terkait dalam pelaksanaan eksekusi ter-
3. Segi menegakkan hukum. Esensi hadap penetapan atau putusan Pengadilan
penegakan hukum adalah menjalan- Tata Usaha Negara, lndroharto memberi-
kan dan mempertahankan hukum. kan pengertian atau definisi tentang.
Sebagai konsekuensinya, pengadilan eksekusi putusan pengadilan adalah pe-
dan peradilan wajib memutus suatu laksanaan putusan Pengadilan oleh atau
perkara menurut hukum. Dalam dengan bantuan pihak luar dari para
praktik, kewajiban memutus menurut pihak.18
hukum acap kali menghadapkan Terdapat perbedaan karakter
pengadilan dan peradilan pada aneka hukum yang signifikan antara eksekusi
ragam makna hukum.17 penetapan atau putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara dengan eksekusi penetapan
18
Indroharjo, 1994, Usaha Memahami Undang-
Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
17
Bagir Manan, 2007, Menjadi Hakim yang Baik, Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha
Jakarta: Mahkamah Agung RI, hal. 20-21. Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 243.
108
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

atau Putusan Pengadilan Negeri atau Perubahan Kedua Atas Undang-Undang


Putusan Pengadilan Agama yang, Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
perbedaan tersebut adalah pada “riel Tata Usaha Negara yang mengatur
eksekusi”, dalam Undang-Undang ten- mekanisme eksekusi melalui upaya paksa
tang Peradilan Tata Usaha Negara tidak (dwang midelen) yaitu berupa pem-
dikenal rie eksekusi, yaitu eksekusi paksa bayaran ganti rugi dan atau sanksi
dengan menggunakan bantuan pihak luar administratif maupun pengumuman tidak
yaitu pihak yang berwajib diluar para disertai dengan unsur pemaksa jika hal
pihak itu sendiri. Eksekusi secara riel tersebut tidak dilaksanakan oleh Badan
terhadap pemerintah itu merupakan hal atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan
yang mustahil dapat terjadi.19 Kondisi demikian berhasil tidaknya eksekusi
yang harus diingat dalam pelaksanaan tergantung dan self respect dari Badan
eksekusi terhadap penetapan atau putusan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
pengadilan adalah: Berdasarkan penelitian yang di-
1. Harta benda yang digunakan untuk lakukan oleh Bidang Penelitian dan
kepentingan umum itu tidak dapat Pengembangan Hukum Administrasi
diletakkan sita dalam suatu sitaan Komisi Hukum Nasional (HKN)
eksekusi; disimpulkan bahwa faktor-faktor peng-
2. Memperoleh kuasa untuk melaksana- hambat jalannya eksekusi putusan
kan sendiri atas beban pemerintah Pengadilan Tata Usaha Negara disebab-
(pihak tereksekusi) akan merupakan kan oleh amar putusan, hambatan teknis
hal yang bertentangan dengan asas ekekusi putusan melalui instansi atasan,
legalitas yang mengatakan, bahwa dan hambatan eksekusi melalui teknis
berbuat atau memutuskan sesuatu eksekusi pencabutan Keputusan Tata
berdasarkan hukum publik itu Usaha Negara yang bersangkutan.
semata-mata hanya dapat dilakukan Selanjutnya, faktor lain yang turut
oleh Badan atau Jabatan TUN yang bepengaruh terhadap jalannya putusan
diberi wewenang atau berdasar pada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah
suatu ketentuan peraturan perundang- berkaitan dengan pelaksanaan otonomi
undangan; daerah, dan faktor kesadaran pejabat Tata
3. Merampas kebebasan orang-orang Usaha Negara sendiri untuk menjalankan
yang sedang memangku jabatan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.21
pemerintahan sebagai sarana paksaan
akan berakibat pantulan-pantulan Teori Negara Hukum Kesejahteraan
yang hebat terhadap jalannya peme- (Welfare State)
rintahan Teori negara hukum kesejahtera-
4. Pemerintah itu selalu dianggap dapat an merupakan perpaduan antara konsep
dan mampu membayar (solvabel).20 negara hukum dan negara kesejahtera-
an. Menurut Burkens Negara hukum
Ketentuan Pasal 116 Undang- (rechtsstaat) ialah negara yang
Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang menempatkan hukum sebagai dasar

19 21
Ibid, hal. 244. Komisi NasionaI, 2010, Dalam Puslitbang
20
Ibid. Hukum dan Peradilan, Jakarta: MA RI, hal. 19.
109
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

kekuasaannya dan penyelenggaraan ke- peranan kaum berjois dalam mengatur


kuasaan tersebut dalam segala bentuk- negara menjadi semakin besar. Oleh
nya dilakukan di bawah kekuasaan karena itu konsep negara hukum hasil
hukum.”22 Sedangkan konsep negara pemikiran kaum borjois ini dikenal
kesejahteraan adalah negara atau peme- dengan konsep negara hukum Liberal.24
rintah tidak semata-mata sebagai Tipe negara hukum liberal ini
penjaga keamanan atau ketertiban menghendaki agar negara berstatus pasif.
masyarakat, tetapi pemikul utama Artinya, rakyat harus tunduk pada
tanggung jawab mewujudkan keadilan peraturan-peraturan negara. Penguasa
sosial, kesejahteraan umum dan bertindak sesuai dengan hukum. Di sini,
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. kaum liberal menghendaki agar antara
Negara hukum kesejahteraan lahir penguasa dan yang dikuasai ada
sebagai reaksi terhadap gagalnya persetujuan dalam bentuk hukum. Kaum
konsep negara hukum klasik dan negara borjois dalam hal ini menginginkan agar
hukum sosialis. Kedua konsep dan tipe hak-hak dan kebebasan pribadi masing-
negara hukum tersebut, memiliki dasar masing tidak diganggu, mereka tidak ingin
dan bentuk penguasaan negara atas dirugikan. Mereka menginginkan agar
sumber daya ekonomi yang berbeda. penyelenggaraan perekonomian atau
Secara teoritik perbedaan itu dilatar kesejahteraan diserahkan kepada mereka.
belakangi dan dipengaruhi oleh ideologi Negara tidak boleh turut campur dalam
atau paham-paham yang dianutnya. Pada perekonomian tersebut. Jadi fungsi negara
negara hukum liberalis klasik dipengaruhi dalam negara hukum liberal hanya
oleh paham liberalisme dan negara hukum menjaga tata tertib dan keamanan, karena
sosialis dipengaruhi oleh paham Marxis- itu disebut juga negara hukum penjaga
me23. malam (Nachtwachter Staat).25
Negara hukum liberal klasik lahir Penyelenggaraan perekonomian/
dari sejarah negara hukum di Perancis penguasaan atas sumber daya alam pada
sejak revolusi 4 Juli 1789. Pada masa negara liberalis klasik berdasarkan prinsip
sebelumnya yang berperan dalam persaingan bebas yang berasaskan
kehidupan kenegaraan bersama raja hanya laisseiz-faire dimana peranan negara
kaum bangsawan dan para pendeta saja, sangat dibatasi (minimal government
maka sejak saat itu kaum borjuis mulai intervene). Negara tidak boleh men-
memegang peranan dalam kehidupan campuri urusan dan kegiatan ekonomi
bernegara. Semakin lama peran kaum masyarakat. Secara berat sebelah kemer-
berjois semakin besar, terutama ketika raja dekaanlah yang dipuja-puja, kebebasan
memerlukan dana untuk membiayai berkompetisi (free competition) secara
peperangan. Raja memerlukan dana yang perorangan terutama dilapangan ekonomi
cukup besar dari kaum borjuis akibatnya,

22
Mochtar Kusumaatmadja, ”Pemantapan Cita
Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional di Masa
Kini dan Masa yang Akan Datang ”, Makalah, 24
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia
Jakarta, hal. 1. Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-
23
Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan, Unsurnya, Jakarta: UI Press, hal. 19.
25
Yogyakarta: UII Press, hal. 10. Ibid, hal. 55.
110
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

dipandangnya paling baik sesuai dengan andalkan tenaga kerja tidak memiliki
ajaran Adam Smith.26 bargaining position. Kondisi yang
Pada negara hukum liberalis atau demikian didukung oleh corak hukum
negara hukum klasik yang diutamakan yang mencerminkan aturan-aturan yang
ialah terjaminnya hak-hak asasi berupa menjamin dan memperkuat posisi
kemerdekaan baik dalam bidang politik kegiatan ekonomi kapitalisme30
maupun dalam bidang sosial-ekonomi. Masyarakat kapitalis semakin hari
Diakuinya dan adanya jaminan kebebasan semakin kuat, sebaliknya masyarakat
individu (individual freedom), kemer- buruh (masyarakat kebanyakan)
dekaan mendapatkan hak milik semakin lemah dan tidak berdaya.
27
(ownership of property). Dengan demikian dalam negara
Dalam negara hukum klasik, selain hukum klasik yang mengagung-
jaminan pemilikan individu, juga dijamin agungkan kebebasan (freedom) dan
kebebasan bersaing dan melakukan per- keadilan (equity), tetapi tidak dapat
janjian/kontrak (freedom of contract).28 menciptakan kesejahteraan bagi semua
Akibat kemerdekaan bersaing dalam warga negara. Bahkan sebaliknya,
hubungannya dengan kebebasan ber- justeru menimbulkan penderitaan dan
serikat dan berkontrak, menimbulkan penyengsaraan rakyat banyak. Inilah
kelompok-kelompok usaha raksasa sebagian bukti keburukan dan ke-
yang memonopoli penguasaan peng- kurangan dari tipe negara liberalis atau
gunaan sumber daya alam, akhirnya negara hukum klasik.
membunuh kemerdekaan bersaing itu Sedangkan negara hukum
sendiri. Terjadilah hal yang tragis: sosialis merupakan konsep yang dianut
kemerdekaan membunuh kemerdeka- oleh negara-negara komunis/sosialis.
an.29 Konsep negara hukum sosialis berbeda
Meskipun demikian, tidak dengan konsep Barat, karena dalam
berarti kegiatan ekonomi hanya bagi socialist legality hukum ditempatkan di
warga negara yang menguasai sumber bawah sosialisme. Hukum adalah
daya ekonomi, melainkan juga terbagi sebagai alat untuk mencapai sosialisme.
pada setiap warga negara. Akan tetapi Hak perseorangan dapat disalurkan
interaksi antara warga negara yang kepada prinsip-prinsip sosialisme,
menguasai sumber daya alam (kapitalis) meskipun hak tersebut patut mendapat
dengan warga negara yang tidak perlindungan.31
menguasai sumber daya alam (buruh) Karena itu, konsep socialist
terdapat ketimpangan, sebab bagi warga legality sulit dikatakan sebagai suatu
negara (buruh) yang hanya meng- konsep negara hukum yang bersifat
universal. Konsep ini dilihat dari
26
Le Sueur AP & Herberg JR', 1995, kepentingan negara-negara komunis/
Constitutional & Administrative Law, London:
Cavendish Publishing Limited, p. 53. sosialis merupakan konsep yang mereka
27
Mustanun Daeng Matutu, 1972, “Selayang pandang sesuai dengan doktrin
Pandang (Tentang) Perkembangan Tipe-Tipe
Negara Modern,” (Orasi Ilmiah), Ujung Pandang:
FH-UNHAS, hal. 9.
28
Le Sueur AP & Herberg JW, Loc. Cit. -
30
Ronald Z. Titahelu, Op. cit., hal. 90. Bagir Manan, Politik........ Op. cit. hal. 9.
29 31
Mustamin Daeng Matutu, Op. cit. hal. 10. Muhammad Tahir Azhary, Op., cit, hal. 91.
111
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

komunisme/sosialisme. 32 Berbeda ajaran hukum dan negara. Berdasarkan


dengan konsep Barat baik rechtsstaat teori ini, hanya dengan pemilikan negara
maupun rule of law yang bertujuan atas sumber daya alam dapat men-
untuk melindungi hak asasi manusia ciptakan suatu sistem baru dalam
dari tindakan kesewenang-wenangan hubungan produktif berdasarkan pro-
penguasa. duksi untuk penggunaan bersama dan
Dalam kaitannya dengan peng- tidak untuk keuntungan perseorangan.35
uasaan terhadap sumber daya, menurut Namun pemilikan negara yang pada
konsep sosialis terutama aliran sosialis mulanya bertujuan untuk menjamin
ilmiah yang dipelopori oleh Karl Marx, distribusi hasil produksi sumber daya
keburukan-keburukan sosial-ekonomi ekonomi bagi kepentingan rakyat banyak,
yang timbul dalam sistem kapitalisme, secara berangsur-angsur dimanfaatkan
berakar pada dibenarkannya hak milik oleh penguasa negara untuk memper-
perorangan atas sumber daya alam dan tahankan kekuasaan dan diubah menjadi
diberikannya kebebasan berusaha tanpa monopoli negara (state monopoly). Hal
batas bagi pengusaha perseorangan ini dimungkinkan pada tipe negara
untuk mengejar kepentingan pribadi. 33 sosialis, karena corak hukumnya men-
Oleh karena itu, paham cerminkan aturan-aturan yang selalu
Marxisme dengan suatu thesis, bahwa memberikan tempat pada negara atau
semua sumber daya alam harus dikuasai pemerintah untuk mempengaruhi ke-
oleh negara untuk menjamin distribusi, giatan ekonomi36 Akibat dari monopoli
sedangkan anti tesisnya ialah pemilikan negara atas sumber daya ekonomi,
perorangan atas sumber daya alam aktivitas ekonomi masyarakat tidak
dihapuskan atau dilarang dan sintesisnya berkembang, sementara beban negara
ialah sumber daya alam menjadi milik bertambah berat karena harus me-
bersama yang secara konkrit dimiliki nanggung semua kebutuhan masyara-
negara (etatisme). Oleh karena itu, pada kat.37 Akibatnya menimbulkan penderita-
negara-negara sosialis (komunis) yang an dan penyengsaraan rakyat banyak.
berpaham Marxisme, pemilikan indi- Inilah sebagian keburukan dan ke-
vidual (individual ownership) atas kurangan negara hukum sosialis yang
sumber daya alam tidak dikenal dan berlandaskan paham Marxisme yang
tidak pernah diakui secara hukum. dalam konteks Indonesia diperbaharui
Teori pemilikan negara atas oleh Moh. Hatta dengan sosialisme
sumber daya alam diajukan oleh Karl kooperatif yang dituangkan dalam Pasal
Marx dan Friedrich Engels. 34 Teori ini 33 UUD NRI Tahun 1945.
bertolak dari teori-teori ekonomi, Kekurangan-kekurangan tipe
khususnya nilai buruh (arbeidswaarde- negara hukum dengan paham Libe-
theorie), yang diatasnya diletakkan ralisme-individualis dan paham
Marxisme-sosialis telah menarik perhati-
32
Ibid, hal. 92. an dan menimbulkan reaksi yang
33
Mustamin Daeng Matutu, Op. cit. hal. 23.
34
Ronald Z. Titahelu, Op. cit., hal. 99; Lihat juga, 35
Ignas Kleden, 1999, “Legislasi .Antikomunis Ibid.
36
atau Antiketidakadilan”, Kompas, Jakarta, 21 Bagir Manan, Politik.... Loc. cit.
37
April, hal. 4. Ellydar Chaidir, Op., cit, hal. 39.
112
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

diwujudkan dalam usaha dan ataupun yang berorientasi politis, sehingga


mengganti sama sekali dengan sistem peranan eksekutif lebih besar dari
lain. Dalam usaha itu tampaklah konsep pada legislatif;
baru yang bersifat pragmatis, yang 3. Hak milik tidak bersifat mutlak;
berusaha mempertahankan kebebasan 4. Negara tidak hanya menjaga
dalam negara hukum sambil membenar- ketertiban dan keamanan atau
kan negara campur tangan untuk sekedar penjaga malam
penyelenggaraan kesejahteraan rakyat (Nachtwakerstaat), melainkan
(citizenry welfare) dan kesejahteraan negara turut serta dalam usaha-
umum (public welfare). Konsep yang usaha sosial maupun ekonomi;
berusaha memadukan paham liberalis- 5. Kaidah-kaidah hukum adminis-
individualis dengan paham kolektivis. trasi semakin banyak mengatur
Paham tersebut melahirkan sosial ekonomi dan membeban-
konsepsi tentang socio capitalis state kan kewajiban tertentu kepada
atau newliberalism yang mengutamakan warganegara.
fungsi welfare.38 Konsepsi yang 6. Peranan Hukum Publik condong
demikian, menurut Mac Iver, 39 negara mendesak Hukum Privat, se-
tidak dipandang lagi sebagai alat bagai konsekuensi semakin luas-
kekuasaan (instrument of power) nya peranan negara;
semata-mata, tetapi mulai dipandang 7. Lebih bersifat negara hukum
sebagai alat pelayanan (an agency of materiil yang mengutamakan
services). Paham yang pragmatis ini keadilan sosial yang materiil
melahirkan konsepsi negara kesejah- pula.
teraan (welfare state)40 atau negara
hukum modern atau negara hukum Berdasarkan ciri-ciri di atas,
materiil yang ciri-cirinya sebagai jelaslah bahwa dalam konsep negara
berikut: kesejahteraan peranan negara pada
1. Dalam negara hukum kesejahteraan posisi yang kuat dan besar dalam
yang diutamakan adalah terjaminnya menciptakan kesejahteraan umum
hak-hak asasi sosial-ekonomi (public welfare) dan keadilan sosial
rakyat; (social justice). Konsepsi negara yang
2. Pertimbangan-pertimbangan efisien- demikian dalam berbagai literatur
si dan manajemen lebih diutamakan disebut dengan berbagai istilah antara
dibanding pembagian kekuasaan lain; social services state atau agency
of services" (negara sebagai alat
38
Le Sueur AP & Herberg JW, Op. cit, hal. 54. pelayanan).
39
Mac Iver, 1950, The Modern State, London:
Oxford University Press, hal. 4.
Konsep negara hukum modern
40
Negara kesejahteraan lahir akibat adanya the selain mengharuskan setiap tindakan
great depression yang melanda negara-negara negara/pemerintah berdasarkan atas
Barat yang menganut asas laissez faire. Pada
tahun 1930-an muncul seorang ekonom Inggris, hukum, juga negara/pemerintah diserahi
John Maynard Keynes yang menganjurkan bahwa pula peran, tugas dan tanggung jawab
pemerintah dapat mencampuri kegiatan ekonomi yang luas untuk mensejahterakan masya-
rakyat dengan tujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum. Dari pandangan inilah rakat. Dari berbagai konsepsi negara
kemudian muncul konsep negara kesejahteraan.
113
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

hukum modern, menurut Bagir Manan41 kekuasaan. Penghormatan terhadap hak-


pada pokoknya, termuat tiga aspek hak asasi manusia dan memposisikan
utama yaitu; aspek politik, konsep bangsa Indonesia sebagai negara hukum
hukum itu sendiri dan aspek sosial- menimbulkan konsekuensi yang harus
ekonomi. Dari aspek politik antara lain ditaati dan dilaksanakan oleh pemerintah
pembatasan kekuasaan negara, dari sebagai penyelenggara negara. Philipus
aspek hukum, antara lain, supremasi M. Hadjon dengan menggunakan konsep
hukum, asas legalitas dan the rule of barat sebagai kerangka pikir dan landasan
law, sedangkan dari aspek sosial-eko- pijak pada Pancasila merumuskan prinsip
nomi adalah keadilan sosial (social pengakuan dan perlindungan terhadap
justice) dan kesejahteraan umum (public harkat dan martabat manusia yang
welfare). Titik tolak dari ketiga aspek bersumber pada Pancasila dan prinsip
tersebut di atas adalah hak asasi dan negara hukum yang berdasarkan
43
kesejahteraan sosial-ekonomi. Berbeda Pancasila.
halnya dengan konsepsi negara hukum Perlindungan hukum secara gra-
klasik, dimana hak asasi hanya matikal ”perlindungan” berasal dari kata
ditekankan pada hak-hak politik saja, hal ”lindung” yang berarti mendapatkan
ini dianggap tidak memuaskan, sehingga dirinya dibawah sesuatu supaya jangan
hak asasi diperluas ke lapangan sosial kelihatan. Arti perlindungan adalah
yaitu hak asasi sosial (sociale grond- segala upaya yang dilakukan untuk
rechten atau sociale mensenrechten). 42 melindungi subyek tertentu, juga dapat
Karena hak asasi sosial memberikan diartikan sebagai tempat berlindung dari
wewenang, tugas dan tanggung jawab segala sesuatu yang mengancam.44
pada negara atau pemerintah untuk Black’s Law Dictionary memberi-
memasuki atau ikut serta dalam peri kan pengertian protection sebagai
kehidupan individu maupun masyarakat. berikut: 1) the act of protecting (tindakan
Pengertian yang demikian melahirkan melindungi), 2) protectionism (protek-
paham demokrasi ekonomi atau kerak- sionisme), 3) coverage (menutupi), 4) a
yatan di bidang ekonomi. document given by a notary public to
sailors and other persons who travel
Teori Perlindungan Hukum abroad, certifying that the bearer is a U.S
Landasan pijak perlindungan citizen. (suatu dokumen yang diberikan
hukum bagi rakyat (masyarakat) di oleh seorang notaris kepada pelaut atau
Indonesia adalah Pancasila dan UUD orang lain yang melakukan perjalanan ke
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945), karena merupakan
dasar ideologi dan falsafah bangsa
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-
43
nilai kemanusiaan dengan menempatkan Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Suatu studi
hukum sebagai panglima dan bukan tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganan oleh
Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum
41
Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pusat dan dan Pembentukan Peradilan Administrasi
Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Negara, Surabaya: PT. Bina Ilmu, hal. 20.
Harapan, hal. 38. 44
Marwan Mas, 2004, Pengantar Ilmu Hukum,
42
Ibid. Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 74.
114
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

luar negeri, yang menegaskan pemegang- penguasa, Philipus M. Hadjon membeda-


nya adalah warga negara AS).45 kan dalam dua macam, yaitu:50
Perlindungan hukum bagi 1. Perlindungan hukum preventif adalah
masyarakat dalam kepustakaan berbahasa perlindungan hukum dimana rakyat
Belanda disebut dengan ”rechts- diberikan kesempatan untuk mengaju-
bescherming van de burgers tegen de kan keberatan (inspraak) atau pen-
everhead” dan dalam kepustakaan ber- dapatnya sebelum sesuatu keputusan
bahasa Inggris disebut ”legal protection pemerintah mendapat bentuk yang
of the individual in relation to acts of definitif. Dengan demikian perlin-
administrative authorities”46 dungan hukum preventif bertujuan
Satjipto Rahardjo, mengemuka- untuk mencegah terjadinya sengketa.
kan perlindungan hukum adalah mem- Perlindungan hukum preventif sangat
berikan pengayoman terhadap hak asasi besar artinya bagi tindakan pe-
manusia yang dirugikan orang lain dan merintah yang didasarkan pada
perlindungan itu diberikan kepada kebebasan bertindak karena dengan
masyarakat agar dapat menikmati semua perlindungan hukum tersebut, peme-
hak-hak yang diberikan hukum.47 rintah didorong untuk bersikap hati-
Adnan Buyung Nasution men- hati dalam pengambilan keputusan.
jelaskan bahwa perlindungan hukum 2. Perlindungan hukum represif, yaitu
adalah melindungi harkat dan martabat upaya perlindungan hukum yang
manusia dari pemerkosaan yang pada dilakukan melalui badan peradilan,
dasarnya serangan hak pada orang lain baik peradilan umum maupun per-
telah melanggar aturan norma hukum dan adilan administrasi negara. Per-
Undang-Undang.48 lindungan hukum represif bertujuan
Menurut Peter Mahmud, per- untuk menyelesaikan sengketa.
lindungan hukum adalah suatu upaya
yang dilakukan oleh hukum dalam Perlindungan hukum oleh negara/
menanggulangi pelanggaran, yang terdiri pemerintah lebih ditekankan pada unsur
dari dua jenis, yaitu perlindungan hukum negara/pemerintah sebagai pemegang
yang bersifat represif dan perlindungan kedaulatan. Untuk itu, perlindungan
hukum yang bersifat preventif.49 hukum yang diberikan oleh negara/
Berkaitan dengan perlindungan pemerintah kepada warga negara dapat
hukum yang dilakukan oleh pemerintah/ dilihat dalam instrumen hukum dan
kebijakan yang dikeluarkan oleh
45
Bryan A Garner (ed), 2004, Black’s Law pemerintah.
Dictionary, Eight Edition, A Thomson Business, Kaitannya dengan perlindungan
hal. 1259.
46
Philipus M. Hadjon, Op.cit, hal. 1.
preventif, pemerintah telah memberikan
47
Satjipto Rahardjo, “Penyelenggaraan Keadilan saluran melalui Undang-undang No. 12
dalam Masyarakat yang Sedang Berubah” Tahun 2011 tentang Pembentukan
Masalah-masalah Hukum, No. 1-6 Tahun
X/10/2007 Peraturan Perundang-undangan. Pasal 53
48
Adnan Buyung Nasution, Hukum dan Keadilan, UU No. 12 tahun 2011 menyebutkan
No. 1 Tahun 1996
49
Peter Mahmud dalam Philipus M. Hadjon,
50
1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum
Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, hal. 2. Bagi.......,Op.cit, hal. 39.
115
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

bahwa “masyarakat berhak memberikan 222/Td.TUN/X/1993 yang dirumus-


masukan secara lisan dan tertulis dalam kan dalam Pelatihan Peningkatan
rangka penetapan maupun pembahasan Keterampilan Hakim Peradilan Tata
rancangan undang-undang dan rancangan Usaha Negara Tahap II tahun 1992.
peraturan daerah”. Selain itu, dalam Pasal 4. Juklak Mahkamah Agung RI Nomor:
5 UU No. 12 Tahun 2011 juga disebutkan 223/Td.TUN/X/1993 yang dirumus-
asas-asas dalam pembentukan peraturan kan dalam Pelatihan Keterampilan
perundang-undangan yang salah satunya Hakim Pengadilan Tata Usaha
adalah asas keterbukaan. Asas keter- Negara Tahap II Angkatan II tahun
bukaan menjelaskan bahwa dalam proses 1992.
pembentukan peraturan perundang- 5. Juklak Mahkamah Agung RI Nomor:
undangan mulai dari perencanaan, per- 224/Td.TUN/X/1993 yang dirumus-
siapan, penyusunan dan pembahasan kan dalam Pelatihan Pemantapan
bersifat transparan dan terbuka sehingga Keterampilan Hakim Peradilan Tata
seluruh lapisan masyarakat mempunyai Usaha Negara Tahap III Angkatan II
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tahun 1993.
memberikan masukan dalam proses pem- 6. Surat Edaran Mahkamah RI Nomor:
buatan peraturan perundang-undangan 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk
tersebut. Pelaksanaan Pasal 67 Undang-
Undang Nomor Tahun 1986 tanggal
Dasar Hukum Penundaan Pelaksanaan 30 April 2001.
Keputusan Tata Usaha Negara 7. Petunjuk Pelaksanaan Nomor: 1
Dalam praktik Peradilan Tata Tahun 2005 tentang Penundaan
Usaha Negara instrumen hukum yang Pelaksanaan Keputusan TUN Yang
dipergunakan dalam menunda pelaksana- Digugat (Pasal 67 Undang-Undang
an Keputusan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986) tanggal 7
sepanjang yang penulis amati adalah Desember 2005
semuanya menggunakan “Penetapan”. 8. Pedoman Teknis Administrasi Dan
Hal ini didasarkan pada: Teknis Peradilan Tata Usaha Negara
1. Surat Edaran Mahkamah Agung Buku II Edisi 2009.
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bukan di dasarkan atas ketentuan
Beberapa Ketentuan Dalam Undang- Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Negara sebagaimana dimaksud di dalam
tentang Peradilan Tata Usaha Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986,
Negara. apa yang menjadi rasio dipergunakannya
2. Juklak Mahkamah Agung RI Nomor: instrumen hukum “Penetapan” untuk
052/Td/TUN/III/1992 tanggal 14 menunda pelaksanaaan Keputusan Tata
Maret 1992 yang dirumuskan dalam Usaha Negara.
Pelatihan Peningkatan Keterampilan Di dalam Surat Edaran
Hakim Peradilan TUN II Tahun Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun
1991. 1991 angka VI Penundaan Pelaksanaan
3. Juklak Mahkamah Agung RI Nomor: Keputusan Tata Usaha Negara

116
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

ditentukan: permohonan sebagaimana dimaksud


1. Setiap tindakan prosedural per- dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus
sidangan dituangkan dalam bentuk dalam gugatan dan dapat diputus
“Penetapan”, kecuali putusan akhir terlebih dahulu dari pokok sengketa.
yang harus berkepala “Putusan”. (kursif dari penulis).
2. Dan seterusnya. Dengan adanya frasa “dapat
Dari sinilah awal mula peng- diputus terlebih dahulu” menurut
gunaan instrumen hukum “Penetapan” penulis bermakna mengabulkan atau
untuk menunda pelaksanaan Keputusan menolak permohonan penundaan pelak-
Tata Usaha Negara yang kemudian sanaan Keputusan Tata Usaha Negara
diikuti oleh Petunjuk Pelaksanaan SEMA dilakukan dengan instrumen hukum
RI yang lain sampai ke Pedoman Tekhnis “Putusan Sela” bukan dengan instrumen
Administrasi dan Tekhnis Peradilan Tata hukum “Penetapan”. Selain itu, asas
Usaha Negara Buku II Edisi 2009. prefensi hukum mengajarkan kepada kita
Ketentuan dalam SEMA RI “Lex superior derogat legi inferiori”
Nomor 2 Tahun 1991 angka VI. 1 yang yang artinya Undang-Undang yang lebih
mengecualikan penggunaan “Putusan” tinggi menguasai atau mengalahkan
hanya untuk putusan akhir bertentangan peraturan yang lebih rendah.
dengan ketentuan di dalam Pasal 113 ayat Eksekusi atau pelaksanaan
(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun putusan pengadilan merupakan akhir dari
1986 tentang Peradilan Tata Usaha seluruh proses rangkaian bersengketa
Negara yang secara jelas dan tegas disemua lembaga Peradilan manapun.
menetukan bahwa putusan pengadilan Berbeda halnya dengan eksekusi putusan
yang bukan putusan akhir meskipun penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
diucapkan dalam sidang, tidak dibuat Usaha Negara bukanlah akhir dari
sebagai putusan tersendiri melainkan seluruh proses rangkaian bersengketa
hanya dicantumkan dalam berita acara akan tetapi bersifat sementara sampai
sidang. dengan adanya putusan Pengadilan yang
Berdasarkan ketentuan Pasal 113 memperoleh keuatan hukum tetap (kracht
ayat (1) tersebut di atas, putusan dibagi van gewijsde), bahkan setiap saat putusan
menjadi 2 (dua), yaitu putusan akhir penundaan pelaksaan Keputusan Tata
dan bukan putusan akhir yang dalam Usaha Negara bisa dicabut.
praktik disebut dengan putusan sela/ Pembentuk Undang-Undang (wet-
putusan antara yang berkepala “Putusan”. gever) tidak membayangkan bahwa
Dengan demikian, ketentuan SEMA RI Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Nomor 2 Tahun 1991 angka VI. 1 telah tidak akan melaksanakan putusan penun-
menafikan ketentuan Pasal 113 ayat (1) daan pelaksanaan keputusan Tata Usaha
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Negara. Bayangannya ideal bahwa Badan
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. atau Pejabat Tata Usaha Negara akan
Dalam ketentuan lain masih di selalu dan taat untuk melaksanakan
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun putusan penundaan pelaksanaan Keputus-
1986 tentang Peradilan Tata Usaha an Tata Usaha Negara. Asumsi penulis
Negara disebutkan dalam Pasal 67 bahwa didasarkan atas suatu kenyataan di dalam

117
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Peradilan Tata Usaha Negara sudah dua
Negara di mana tidak diatur sama sekali kali dilakukan perubahan masing-masing
mekanisme eksekusi putusan penundaan dengan Undang Nomor 9 tahun 2004
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Negara. Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Mahkamah Agung RI sebagai Tata Usaha Negara dan terakhir dengan
pengadilan negara tertinggi dari badan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009
peradilan di dalam keempat lingkungan tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
peradilan telah mengeluarkan petunjuk Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
jika tergugat tidak mau mematuhi Peradilan Tata Usaha Negara.
putusan penundaan pelaksanaan Keputus- Prinsip eksekusi (pelaksanaan
an Tata Usaha Negara yang disengketa- putusan) yang dianut oleh ketiga Undang-
kan yaitu: Undang tersebut di atas adalah bersifat
1. Surat Edaran Mahkamah Agung RI self resfect tergantung atas kehendak
Nomor 2 Tahun 1991 angka VI. 4. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Menentukan: yang berkedudukan sebagai Tergugat,
Apabila ada Penetapan Penundaan artinya Badan atau Pejabat Tata Usaha
dimaksud yang tidak dipatuhi oleh Negara adalah sebagai eksekutor bagi
Tergugat, maka ketentuan Pasal 116 dirinya sendiri, sedangkan Fungsi Ketua
ayat (4), (5) dan (6) dapat dijadikan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam hal
pedoman dan dengan menyampaikan pelaksanaan putusan Pengadilan hanya
tembusannya kepada : ketua bersifat mengawasi sebagaimana di-
Mahkamah Agung RI, Menteri maksudkan di dalam Pasal 119 Undang-
Kehakiman RI, Menteri Undang Nomor 5 tahun 1986 sebagai
Pendayagunaan Aparatur Negara RI berikut: “Ketua Pengadilan wajib
(Surat Menpan Nomor B.471/4/1991 mengawasi pelaksanaan putusan yang
tanggal 29 Mei 1991 tentang telah memperoleh kekuatan hukum
Pelaksanaan Putusan Tata Usaha tetap”.
Negara). Menurut Pasal 116 Undang-
2. Buku II Pedoman Tekhnis Undang Nomor 5 Tahun 1986, sistem
Administrasi dan Pedoman Tekhnis eksekusi yang dianut adalah sistem
Peradilan Tata Usaha Negara Edisi hirarkhi jabatan, sedangkan sistem
2009 halaman 52 huruf r. eksekusi yang dianut oleh Pasal 116
Menentukan: Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004
Penetapan penundaan yang tidak tentang Perubahan Atas Undang-Undang
dipatuhi oleh tergugat, secara Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
kasuistis dapat diterapkan Pasal 116 Tata Usaha Negara adalah sistem upaya
Undang-Undang Nomor tentang paksa. Dengan diundangkannya Undang-
PERATUN sebagimana yang Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
diterapkan terhadap putusan yang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
telah berkekuatan hukum tetap. Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Ketentuan Pasal 116 Undang- Tata Usaha Negara, sistem eksekusi
Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang menggunakan sistem campuran antara

118
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

hierarkhi jabatan tidak murni dan dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a,
sistem Upaya Paksa. keputusan tata usaha negara yang
Mekanisme hierarkhi jabatan pada disengketakan itu tidak mempunyai
era Pasal 116 Undang-Undang Nomor 5 kekuatan hukum lagi;
tahun 1986 adalah cocok dengan sistem (3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus
pemerintahan pada waktu itu zaman orde melaksanakan kewajiban sebagai-
baru yang serba sentralistik pengaruh mana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
atasan secara berjenjang sangat kuat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian
sekali. Setelah masa reformasi dengan setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja
lahirnya Undang-Undang Nomor 22 ternyata kewajiban tersebut tidak
tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dilaksanakan, maka penggugat meng-
tidak lagi menganut sistem sentralistik ajukan permohonan kepada ketua
tapi menganut sistem otonomisasi pengadilan sebagaimana dimaksud
sehingga tidak ada lagi hierarkhi jabatan pada ayat (1), agar pengadilan meme-
antara Pemerintah Kabupaten/Kota rintahkan tergugat melaksanakan
dengan Pemerintah Provinsi sehingga putusan pengadilan tersebut;
tepat menggunakan sidstem upaya paksa. (4) Dalam hal tergugat tidak bersedia
Dengan diberikannya petunjuk melaksanakan putusan pengadilan
oleh Mahkamah Agung RI untuk yang telah memperoleh kekuatan
menerapkan secara kasuistis ketentuan hukum tetap, terhadap pejabat yang
Pasal 116 tentang PERATUN jika bersangkutan dikenakan upaya paksa
Tergugat tidak mau melaksanakan berupa pembayaran sejumlah uang
putusan penundaan pelaksanaan paksa dan/atau sanksi administratif;
Keputusan Tata Usaha Negara, maka (5) Pejabat yang tidak melaksanakan
perlu dilihat mekanisme yang diatur di putusan pengadilan sebagaimana di-
dalam Pasal 116 tersebut sehingga maksud pada ayat (4) diumumkan
didapat gambaran yang menyeluruh. pada media massa cetak setempat
Di dalam Pasal 116 disebutkan: oleh panitera sejak tidak terpenuhinya
(1) Salinan putusan pengadilan yang ketentuan sebagaimana dimaksud
telah memperoleh kekuatan hukum pada ayat (3);
tetap, dikirimkan kepada para pihak (6) Disamping diumumkan pada media
dengan surat tercatat oleh panitera massa cetak setempat sebagaimana
pengadilan setempat atas perintah dimaksud pada ayat (5), ketua
Ketua Pengadilan yang mengadilinya pengadilan harus mengajukan hal ini
pada tingkat pertama selambat- kepada Presiden sebagai pemegang
lambatnya dalam waktu 14 (empat) kekuasaan tertinggi untuk meme-
hari kerja; rintahkan pejabat tersebut melaksana-
(2) Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kan putusan pengadilan, dan kepada
kerja putusan pengadilan yang telah lembaga perwakilan rakyat untuk
memperolehkekuatan hukum tetap menjalankan fungsi pengawasan;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (7) Ketentuan mengenai besaran uang
diterima tergugat tidak melaksanakan paksa, jenis sanksi administratif, dan
kewajibannya sebagaimana dimaksud tata cara pelaksanaan pembayaran

119
Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

uang paksa dan atau sanksi putusan penundaan pelaksanaan


administratif diatur dengan peraturan keputusan Tata Usaha Negara yang
perundang-undangan. dituntut kepada Badan atau Pejabat
Sampai saat ini ketentuan yang Tata Usaha Negara adalah untuk tidak
dimaksud di dalam Pasal 116 ayat (7) berbuat sesuatu yang bersifat pasif.
belum keluar peraturan perundang-
undanganya, sehingga upaya paksa belum Kesimpulan
bisa diterapkan, dengan demikian katup Berdasarkan hasil pembahasan
penekannya belum bisa dilaksanakan permasalahan tersebut dapat diperoleh
sehingga. kesimpulan bahwa penundaan pelaksana-
Delegasi perundang-undangan di an Keputusan Tata Usaha Negara
dalam Pasal 116 ayat (7) bersifat blangko mengakibatkan daya laku (gelding)
kosong, oleh karena tidak disebutkan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara
bentuk peraturan perundang-undangan yang digugat terhenti untuk sementara
yang dimaksud. Di dalam Undang- waktu (tijdelijk). Di samping itu,
Undang tentang Pembentukan Peraturan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata
perundang-Undangan disebutkan jika Usaha Negara mengakibatkan suasana/
dilakukan delegasi peraturan perundang- keadaan hukumnya (rechtstoestand) kem-
undangan harus jelas bentuk peraturan bali pada keadaan atau posisi semula
perundang-undangan yang dimaksud. (restitutio in integrum) sebelum adanya
Memperhatikan mekanisme ekse- Keputusan Tata Usaha Negara yang
kusi yang di atur di dalam Pasal 116 disengketakan. Penundaan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Keputusan Tata Usaha Negara memberi
tentang Perubahan Kedua Atas Undang- batasan (restricteren) berlakunya asas
Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang praduga Sah (praesumtio iustae causa/
Peradilan Tata Usaha Negara menurut vermoeden van rechtmatigheid).
penulis tidak bisa diterapkan di dalam Mengingat pengaruh yang
eksekusi putusan penundaan pelaksanaan ditimbulkan oleh adanya putusan
Keputusan Tata Usaha Negara jika penundaan pelaksaan Keputusan Tata
Tergugat tidak mau melaksanakannya Usaha Negara, maka dalam pertimbangan
dengan alasan: hukum hakim diperlukan alasan-alasan
1. Tenggang-tenggang waktu (time hukum secara filosofis, teoritis dan
limit) tahapan-tahapan sangat panjang yuridis. Alasan kepentingan umum tidak
waktunya, sedangkan penundaan diperlukan di dalam Pasal 67 ayat (4)
pelaksanaan Keputusan Tata Usaha huruf b oleh karena sejak semula
Negara karena adanya keadaan yang Keputusan Tata Usaha Negara yang
sangat mendesak; terkait dengan kepentingan umum bukan
2. Eksekusi di dalam Pasal 116 adalah mejadi wewenang Pengadilan Tata Usaha
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Instrumen Hukum yang diper-
Negara sebagai Tergugat adalah gunakan untuk menunda pelaksanaan
untuk berbuat sesuatu yang bersifat Keputusan Tata Usaha Negara adalah
aktif yaitu menerbitkan Keputusan Putusan Sela/Putusan Antara bukan
Tata Usaha negara baru, sedangkan Penetapan.

120
Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

Daftar Bacaan Mertokusumo, Sudikno, 2002, Hukum


Acara Perdata Indonesia, Edisi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Keenam, Cetakan Petama,
Indonesia Tahun 1945 Yogyakarta: Liberty.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Supandi, 2010, Ganti Rugi Akibat


tentang Peradilan Tata Usaha Tindakan Pejabat Pemerintah
Negara Dalam RUU Administrasi
Pemerintahan dan Prospek
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Peradilan Tata Usaha Negara,
tentang Pemerintahan Daerah dalam Sophia Hadyanto (editor)
Peradigma Kebijakan Hukum
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Pasca Refprmasi Dalam Rangka
tentang Perubahan Kedua Atas Ultah ke-80 Prof. Solly Lubis,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun Medan: PT. Sofemdia.
1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara

Algra, N.E., et. al., 1983, Kamus Istilah


Hukum Fockema Andreae
Belanda-Indonesia, cet. Pertama,
Binacipta.

Basah, Sjahran, 1992, Perlindungan


Hukum terhadap Sikap-Tindak
Administrasi Negara, cetakan II,
Bandung: Alumni.

Elpah, Dani, 2011, “Penundaan


Pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara”, Makalah
disampaikan pada Pelatihan
Hakim Peradilan Tata Usaha
Negara, Diklat Kumdil MA RI,
Megamendung.

Hamidjojo, O Noto, 2011, Soal-Soal


Pokok Fisafat Hukum, Salatiga:
Griya Media.

Hart, H.L.A., 2009, Konsep Hukum (The


Concept Of Law), Penerjemah M.
Khoizin, Bandung: Nusa Media.

Menteri Kehakiman RI, Keterangan


Pemerintah di Hadapan Sidang
Paripurna DPRI Mengenai RUU
Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, tanggal 29 April 1986.

121

You might also like