Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 4

KHOIRUN NUHA

2281131005
A21
Kelompok 2
MK : Cirebon Studies
https://youtu.be/f0vAFyQ4Oa8?si=r8CuDzMoM0dR7qde

Sistem Kebudayaan Cirebon Sistem Kepercayaan dan Ritus Keagamaan


(Syawalan, Muludan, Suroan, Saparan)

Budaya adalah cipta rasa karsa manusia yang terbentuk dalam setiap daerah.
Budaya akan terus berkembang karena mengakomodir banyak hal dimulai dari
kehidupan sosial masyrakat yang hidup di daerah tersebut maupun budaya
baru yang datang dan bersosialisasi bersama dalam satu daerah. Dalam
perkembangannya budaya Cirebon sangat kental dipengaruhi oleh agama
Islam sehingga melahirkan adat yang dijaga oleh masyarakat Cirebon. Berbagai
praktik ritual adat di Cirebon dipahami sebagai warisan turun temurun dari
para leluhur sehingga pantas untuk dilestarikan dan dijaga. Beberapa adat
yang masih bisa disaksikan di Cirebon yaitu; Syawalan, Mauludan Suroan,
Saparan, , dan lain sebagainya.

Tradisi Syawalan adalah sebuah upacara komunal yang tumbuh dari nilai-nilai
Islam dengan kentalnya nuansa budaya Cirebon. Meskipun tidak ada catatan
tertulis yang mengungkapkan awal mula tradisi ini, namun ia terus berlangsung
secara turun-temurun melalui lisan, mengikuti aturan yang diturunkan oleh
leluhur. Menurut Agus Zulkarnaen, seorang pengurus keraton Cirebon, tradisi
ini sudah ada sejak lama.
Tradisi ini terjadi pada tanggal 7 Syawal dalam kalender Islam, yang merupakan
tanda berakhirnya puasa sunnah pada bulan Syawal. Grebeg Syawal, sebutan
lain untuk acara ini, merupakan momen yang dihadiri oleh pihak Kerabat
Keraton Cirebon dan juga warga setempat. Selain itu, masyarakat juga turut
serta dalam acara ini dengan melakukan ziarah ke Makam Sunan Gunung Jati,
menambah kekayaan tradisi dan kearifan lokal di Cirebon.

Tradisi Syawalan berlangsung di kompleks makam Sunan Gunung Jati, yang


terletak di Desa Astana, Kecamatan Gunung Djati, Kabupaten Cirebon, Jawa
Barat. Lokasi ini juga dikenal sebagai kompleks makam Gunung Sembung oleh
masyarakat Cirebon. Upacara Syawalan, atau yang dikenal dengan Grebeg
Syawal, diprakarsai oleh Keraton Kanoman dan diselenggarakan setiap tanggal
8 Syawal, yaitu seminggu setelah hari raya Idul Fitr
Tradisi ini sudah dilakukan ratusan tahun yang lalu semejak Sunan Gunung Jati
atau Syeih Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568. Selain untuk
menghormati jasa Sunan Gunung Jati sebagai ulama penyebar agama Islam di
Jawa, para penziarah juga berharap mendapat barokah setelah berziarah.

Tradisi yang hidup di Cirebon adalah Mauludan. Biasanya dilakukan pada saat
bulan Mulud (Rabiul awwal). Adat ini diniatkan untuk memperingati hari
kelahiran nabi Muhammad. Puncak dari mauludan yakni panjang jimat yang
diadakan keraton Kasepuhan Cirebon. Tujuannya untuk menjaga keberadaan
alat-alat pusaka yang dimiliki keratin. Sesuai dengan namanya, adat ini juga
bertujuan untuk panjang (tiada henti) jimat (siji kang dirumat). Jadi proses adat
panjang jimat ini merupakan simbol kepedulian untuk mempertahankan
sepanjang hayat atau tanpa henti dari kalimat syahadat atau agama Islam

Suroan adalah salah satu adat yang dilakukan masyarakat Cirebon pada saat
bulan asyura. Kata suro sendiri merupakan kata yang berasal dari kata suro
dalam bahasa jawa kuno (kawi) berarti ‘raksasa’ dalam bahasa sansekerta
berarti ‘dewa’ atau ‘dewi’. Dalam prakteknya, memang agak sulit untuk
menghubungkan arti keduanya dengan konteks adat yang dilakukan. Adat
membiasakan pembuatan bubur suro untuk peringatan suroan
menghubungkan kemuliaan bulan asyura sebagai wujud syukur kepada Tuhan.
Dalam sejarah Cirebon Walangsusang putra pertama Prabu Siliwangi pergi
meninggalkan kerajaan juga terjadi pada bulan Asyura. Walangsungsang
mengembara mencari ilmu hingga bertemu dengan Syaikh Datu Kahfi yang
menuntunnya masuk Islam. Dari sinilah akhirnya masyarakat Cirebon
mengadakan adat Suroan dengan membuat bubur sura dan dibagi bagikan
kepada yang membutuhkan.

Tradisi lain yang hidup di masyarakat Cirebon adalah Saparan. Yakni adat yang
dilakukan masyarakat Cirebon untuk memperingati bulan shafar, bulan kedua
dalam kalender Islam dan Jawa. Mereka mempercayai bahwa pada bulan
shafar ini Allah memberikan banyak ujian dan cobaan baik berupa kecelakaan,
kematian, kemal angan bencana dan kerugian. Dalam memperingati bulan
tersebut, masyarakat mengadakan saparan dengan mengadakan ngapem,
proses pembuatan apem untuk dibagikan kepada saudara, kerabat dekat,
tetangga, dan orang-orang yang berada di sekitar rumah dengan niatan
bershodaqoh. Tradisi yang kedua yaitu ngirap; proses ngirap sendiri yaitu
berhubungan dengan penyucian diri dari segala macam salah dan dosa dengan
bertaubat agar terhindar dari marabahaya. Dan yang terakhir yakni rebo
wekasan, adat rebo wekasan biasanya dimulai dari ba’da isya sampai
menjelang shubuh di mana serombongan antara sempat sampai sepuluh orang
laki-laki membaca Al-Qur’an di tajug (mushala) kemudian berkeliling desa dari
rumah ke rumah untuk mendoakan rumah yang dikunjungi dan biasanya pihak
rumah memberikan sedekah berupa apa saja pada mereka yang datang.

Dalam membaca budaya dan adat Cirebon tentu tidak hanya terbatas pada
adat istiadat yang berlaku dan dijalankan oleh masyarakatnya. Perlu juga
kiranya melihat bagaimana kepercayaan masyarakat Cirebon terhadap Tuhan
sehingga mereka dapat melahirkan adat yang bernuansa religi baik dari segi
kemanfaatan atau dari segi proses upacara adat tersebut. Bagi masyarakat
Cirebon, orang suci atau wali yang notabene membangun dan menjaga
budaya di Cirebon memiliki penilaian yang tersendiri. Masyarakat Cirebon
sangat menghormati bahkan memuliakan mereka baik sebagai wali maupun
sebagai pendiri kerajaan. Sehingga banyak sekali tempat-tempat wali atau
leluhur yang berpengaruh di Cirebon dijadikan tempat keramat yang biasa
diziarahi baik dari masyarakat Cirebon ataupun dari luar Cirebon. Termasuk di
dalamnya pesantren yang merupakan poros kuat dalam proses penyebaran
tradisi keagamaan semua ini saling menopang antara pemerintahan dan juga
tradisi keagamaan yang dimiliki masyarakat Cirebon.

Sumber: https://www.nu.or.id/opini/tradisi-lokal-keagamaan-di-bumi-cirebon-
9rVyb

You might also like