Isi Dan Pembahasan B Indo 233345

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

FILSAFAT ,BENTUK, MODEL PELAKSANAAN DAN PERAN “BASIRU”

DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUMBAWA

1)Mellatul Husna, 2)Alifiya Nur Anggraini, 3)Melina, 4)Gusti Ayu

1)mellatulhusna14@gmail.com, 2)

ABSTRACT

The strategy that is widely applied to encourage the development of the


Sumbawa region is the "tradition of mutual cooperation". The people of Sumbawa
Regency call it “Basiru”. Currently, only a few villages in Sumbawa still claim and
preserve "Basiru" as a valuable tradition. This research was conducted from
September to October 2023 and aims to analyze and describe the philosophy, form,
implementation model and role of “Basiru” in the life of the Sumbawa community.
Data is collected via participant observation, in-depth interviews, and Focus Group
Discussion (FGD). The informant is ten years old; they are village officials,
community leaders and residents who have basic knowledge and understanding of
Sumbawa culture. Data is analyzed by organizing it, describing it, synthesizing it,
sorting it into patterns, selecting what is important, and drawing conclusions.The
results of the research show that there are three forms of “Basiru” applied in
Sumbawa, namely: (1)”Basiru” services, (2)”Basiru” money, and (3) “Basiru”
goods.This form of “Basiru” is implemented in the fields of agriculture,
infrastructure development, social activities, animal husbandry and educational
activities. “Basiru” is used as a tool for developing rural development in developing
infrastructure, economic structure, social and cultural characteristics, one of which is
in Boak village.
Keywords: Basiru; village; rural development; community
PENDAHULUAN
Menurut Koentijaraningrat (1984) yang dikutip Rasada (2019), istilah
gotong royong adalah suatu sistem gotong royong yang dilakukan secara adat dan
sukarela dalam berbagai urusan kemasyarakatan, khususnya dalam kehidupan
masyarakat yang tinggal di pedesaan. Bagi penduduk desa tersebut, saling membantu
adalah bagian dari tradisi budaya mereka sehari-hari. Rochmadi (2012) berpendapat
bahwa gotong royong merupakan bentuk partisipasi aktif setiap individu dalam
memberikan nilai tambah atau positif terhadap suatu hal, mulai dari menjaga
keamanan, kebersihan kemauan, memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan
lain-lain.
Basiru merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dilaksanakan khusus di
wilayah Sumbawa. Basiru merupakan tradisi gotong royong masyarakat Sumbawa
untuk membantu pembangunan dan perbaikan rumah bagi masyarakat kurang
mampu. Biasanya, ketika anggota masyarakat tidak mampu membangun atau
memperbaiki rumah, masyarakat setempat akan secara sukarela bekerja sama dan
menyelesaikan proyek tersebut bersama-sama.
Koentijanegrat (1990) mendefinisikan pembangunan pedesaan sebagai
upaya pemerintah dan swasta melalui program terencana untuk mengubah gaya
hidup, budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Nain (2019) menemukan
bahwa kearifan lokal seperti budaya tolong menolong bisa dijadikan instrumen
pendukung pembangunan desa namun penerapannya sudah mulai tergeser. Syahrul et
al. (2020) mengungkapkan, gotong royong merupakan salah satu instrumen baru
pembangunan daerah.
Tradisi Basiru di Sumbawa tidak hanya melibatkan pekerjaan fisik, tetapi
juga mencakup aspek sosial dan budaya. Aktivitas ini memainkan peran penting
dalam membangun kebersamaan, solidaritas, dan persatuan di antara masyarakat.
Latar belakang Basiru sebagai tradisi gotong royong di Sumbawa dapat dikaitkan
dengan nilai-nilai budaya lokal yang menghargai kebersamaan, saling membantu, dan
persatuan dalam menghadapi tantangan dan memperbaiki kondisi hidup bersama.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian etnografi dengan menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif. Barker etal.( 2006) mendefinisikan penelitian
etnografi sebagai suatu pendekatan empiris dan teoritis yang mengkaji tentang sosial
budaya dimana para etnografer terfokus pada proses kehidupan lokal yang
dihubungkan dengan kehidupan sosial yang lebih luas. Terkait dengan pernyataan
tersebut, penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan
November dan mengkaji secara mendalam kegiatan “basiru” yang mencerminkan
nilai budaya bagi masyarakat Sumbawa, serta mendeskripsikan secara komperhensif ,
filsafat, bentuk, pola pelaksanaan, dan peran “basiru” dalam pembangunan pedesaan
di Desa Boak. Penyusunan instrumen dilaksanakan setelah mendapatkan gambaran
awal tetang budaya “basiru” di desa Boak. Instrumen yang disediakan yaitu lembar
observasi, pedoman in- depth interview dan Fokus Group Discussion( FGD).Data
dikumpulkan melalui beberapa tahapan yaitu a) Observasi Pelibatan, observasi
pelibatan yang dimaksud adalah suatu proses pengamatan dimana peneliti sebagai
salah satu penutur bahasa Sumbawa terlibat langsung dalam kegiatan- kegiatan
kemasyarakatan untuk mencermati bentuk, pola pelaksanaan dan peran “basiru “
dalam pembangnan di Desa Boak. b) Wawancara Mendalam, wawancara mendalam
dilaksanakan selama tiga hari untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut tentang
filsafat, bentuk, pola, dan peran “basiru “ yang didapatkan dari hasil pengamatan.
Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara adalah pertanyaan terbuka dimana
informan bebas memberikan jawaban secara rinci terhadap pertanyaan yang diajukan.
c) Focus Group Discussion( FGD), setelah dilaksanakan wawancara mendalam,
selanjutnya data akan dikumpulkan melalui kegiatan Focus Group Discussion( FGD)
yang melibatkan 10 informan yang telah diinterview.Kegiatan FGD dianggap sebagai
Forum yang diperlukan menggabungkan pemahaman masyarakat tentang bentuk,
desain dan peran “basiru” menjadi satu alat pembangunan pedesaan. Data dari
observasi keterlibatan, wawancara mendalam dan FGD dianalisis interaktif dan
berlangsung terus menerus hingga akhir, sehingga datanya jenuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Filsafat Basiru

Dalam tradisi masyarakat Tana Samawa, pada zaman dahulu kita mengenal
bayar siru atau disingkat Basiru. Basiru merupakan tradisi masyarakat yang berbentuk
hubungan sosial, yang diwujudkan dalam bentuk kerja sama antar masyarakat dan
gotong royong. Basiru merupakan sistem sosial yang berlaku pada masyarakat
Sumbawa dan secara otomatis menjadi subsistem lembaga sosial yang mengatur tata
cara memulai kerjasama antar suatu komunitas. Meski tidak diatur sebagai produk
hukum dalam dokumen resmi, basiru menerapkan sanksi sosial yang kemudian secara
implisit diterima dan didukung oleh seluruh masyarakat Samawa.

Dalam sistem Basiru, setiap warga membantu warga lainnya merayakan dan
ketika warga lain mengadakan pesta maka warga binaan harus membantu warga lain,
dan sebagainya,dalam kehidupan masyarakat.Selain itu sanksi sosial diterapkan pada
hubungan gotong royong/gotong royong antar warga, jika ada warga yang belum
pernah ikut basiru maka warga tersebut tidak akan pernah menerima bantuan dari
warga lainnya. Kalaupun ada masyarakat yang datang membantu, tidak berjalan baik
karena sanksi sosial. Kerjasama dapat berbentuk pemberian energi/fisik, finansial dan
spiritual. Kita melihatnya dalam berbagai acara sosial seperti pernikahan, khitanan,
sedekah, ta’ziah, naik haji, serta kegiatan pembangunan rumah, pembersihan
prasarana umum dan masih banyak lagi kegiatan sosial masyarakat lainnya.Kegiatan
Basiru tidak dilakukan karena paksaan atau tekanan, melainkan dilandasi rasa
persaudaraan, kebersamaan dan saling peduli.

Ikatan kekeluargaan masyarakat Sumbawa pada saat itu sangat erat sehingga
kita mudah bergaul dan berkumpul dalam kehidupan bermasyarakat khususnya
masyarakat Kabupaten Sumbawa. Dalam sistem basiru, tokoh adat akan memberikan
petunjuk dan peringatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial masyarakat dan
kemudian ada kesadaran dari warga yang bersangkutan. Dalam kehidupan
masyarakat Kabupaten Sumbawa tradisi basiru masih bisa kita jumpai hingga saat ini,
namun jumlahnya sedikit. Kita secara sadar dapat mengetahui penyebab terjadinya
hubungan sosial dalam masyarakat di era globalisasi saat ini. Globalisasi telah
mendorong perkembangan manusia modern dalam persaingan global yang ketat dan
menciptakan kehidupan sosial yang individualistis. Akulturasi budaya dengan cepat
mulai menjadi bagian dari kehidupan Indonesia. Kehidupan perekonomian
masyarakat berangsur-angsur berubah dari sektor pertanian ke sektor industri.
Industri berkembang jauh dan tatanan kehidupan saat ini lebih banyak bertumpu pada
aspek ekonomi sehingga bersifat materialistis.

Karakteristik Informan

Informan penelitian ini berjumlah 10 orang. Menentukan informan melakukan


hal ini metode pengambilan sampel purposif.

No Nama Peran Usia Pendidikan Pekerjaan

1 Kepala Desa

2 Tokoh Agama

3 Tokoh Masyarakat

4 Tokoh Masyarakat

5 Tokoh Masyarakat

6 Tokoh Masyarakat

7 Tokoh Agama

8 Masyarakat

9 Masyarakat

10 Masyarakat
Bentuk, Model Pelaksanaan dan Peran “Basiru”.

Basiru warga desa dipandang sebagai salah satu tradisi budaya diterapkan
secara turun temurun sejak zaman nenek moyang.Konsep “Basiru” diterapkan oleh
masyarakat desa Boak merupakan kegiatan gotong royong warga setempat perjanjian
asli antara penerima bantuan atau keluarga dengan pemberi bantuan.Dalam hal ini,
“basiru” yang dilakukan adalah wajib. Di sisi lain juga ada istilah “basiru” tanpa
adanya perjanjian gotong royong terlebih dahulu antara para pihak. “Basiru” di ruang
ini tidak wajib. Istilah “basiru” di desa Boak terbagi menjadi dua yaitu “ete siru” dan
“bayar siru”. Artinya ada isiatif memberi bantuan sebelum menerima bantuan. Tradisi
basiru yang dilakukan masyarakat setempat dikelompokkan menjadi tiga bentuk,
diterapkan dalam berbagai kegiatan masyarakat dan berperan penting dalam
pembangunan desa seperti dijelaskan dibawah ini:

1. Bentuk “Basiru” di Desa Boak

Bapak Aminollah selaku kepala desa menyampaikan bahwa “pada dasarnya


konsep basiru sama dengan konsep memberi dan menerima pinjaman tanpa bantuan
tambahan untuk dikembalikan dan tanpa batas waktu pengembalian”.

Setiap daerah mempunyai syarat dan bentuk gotong royong yang diterapkannya
masing-masing kehidupan komunitas. Bentuk “basiru” yang dilestarikan oleh
penduduk desa Boak terbagi-bagi menjadi 3 bentuk yaitu “basiru uang “, “basiru
barang”, “basiru jasa”. Uang “Basiru” diterapkan dari warga desa yang merupakan
salah satu bentuk bantuan tersebut seseorang atau sekelompok orang kepada orang
lain dalam bentuk uang. Jumlah uang berdasarkan kesepakatan atau tidak, tapi
besarnya dukungan finansial memberi mempengaruhi jumlah uang yang
dikembalikan orang tersebut mendapatkan bantuan. Barang “Basiru” merupakan
salah satu bentuk bantuan perlengkapan dasar rumah tangga. Keluarga membantu
keluarga lainnya dalam bentuk beras, padi, minyak dan kebutuhan pokok lainnya.
“Basiru” jasa adalah jenis “basiru”, berupa jasa atau energi yang diberikan secara
sukarela kepada warga desa yang membutuhkan bantuan. Suatu bentuk bantuan jasa
yang dapat membantu masyarakat yang mengatur hajatan, membangun rumah,
merawat dan memberi makan hewan peliharaan.

2. Model Pelaksanaan “Basiru” di desa

Setiap desa mempunyai model tersendiri dalam memenuhi tradisi gotong


royong. Aplikasi 'basiru' di desa diterapkan dalam berbagai aktivitas masyarakat
sehari-hari diantaranya dalam kegiatan pertanian, kegiatan sosial kemasyarakatan,
kegiatan pembangunan infrastruktur, kegiatan kegiatan peternakan dan pendidikan.
Pola saling membantu juga ditemukan Sinaini dan Iwe (2020) dalam penelitiannya
yang menjelaskan bahwa penerapan “basiru” bisa dapat ditemukan dalam aktivitas
pertanian sehari-hari masyarakat desa dan di bidang sosial budaya. Selain itu ada pula
praktik menerapkan “basiru” atau saling membantu Maryani (2013) mengungkapkan
gotong royong tidak hanya dilaksanakan di lapangan di bidang pertanian, tetapi juga
berlaku untuk kegiatan lain seperti perkawinan, kematian dan masyarakat membantu
dengan cepat. Penelitian Hannah dkk (2021) berpendapat bahwa dalam tradisi
“Magido tolong” atau menolong masyarakat Mandailing kabupaten Pasama Barat
kegiatan sosial menjelang pernikahan yang bertujuan untuk meringankan beban biaya
pihak yang menyelenggarakan pernikahan.

Berbagai kalangan umur turut serta dalam "Basiru" di desa . Penduduk desa
yang baik laki-laki maupun perempuan mulai dari remaja, dewasa,tua, dan lanjut usia
ikut serta dalam kegiatan “Basiru”. 3 bentuk 'basiru' tersebut adalah; "basiru uang ",
"basiru barang " dan "basiru jasa ". Penerapannya pada berbagai kegiatan masyarakat
desa dan model penerapannya hampir sama yaitu, gotong royong ditawarkan dengan
atau tanpa persetujuan sebelumnya. Secara rinci, model implementasi ketiga bentuk
“basiru” tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. “Basiru” dalam kegiatan pertanian


“Basiru” merupakan gotong royong warga terhadap sesamanya dalam kegiatan
pertanian komunitas yang melakukan aktivitas pertanian tertentu seperti menanam,
membajak, membuka lahan, dan memanen hasil pertanian. Tiga bentuk "basiru"
adalah "basiru" uang, barang dan jasa yang digunakan dalam pertanian sebagaimana
dijelaskan dalam "uang basiru" dalam kegiatan pertanian.

Tentu saja masyarakat membutuhkan biaya operasional untuk pelaksanaan


kegiatan tersebut. Kegiatan pertanian seperti biaya tanam, biaya sewa lahan, biaya
panen dan biaya operasional lain. Namun dalam praktiknya, dana yang tersedia
terkadang tidak cukup untuk menutupi semuanya karena tidak adanya sumber
keuangan, maka biaya operasional penduduk desa, misalnya pada saat menanam
jagung,biasanya dengan bantuan saudara atau teman mereka.

1) Basiru Barang dalam kegiatan pertanian.

“Basiru” barang dalam kegiatan pertanian dilakukan dengan cara saling


menyumbang bantuan berupa bibit tanaman. Jenis "basiru" ini biasanya terjadi ketika
orang sedang bersenang-senang menyelesaikan penanaman dan mereka kekurangan
benih yang diperlukan selama proses tersebut penanaman sedang berlangsung, misal
kebutuhan bibit sebanyak lima kotak mereka hanya mempunyai empat kotak,
sehingga warga lain membantu menutupinya kekurangan benih, atas kesepakatan
para pihak, maka barangnya dapat dikembalikan jika pemberi pinjaman
menginvestasikannya dan dikembalikan dalam bentuk dan jumlah yang sama.

2) Basiru Jasa dalam kegiatan pertanian

“Basiru” Jasa yang diterapkan dalam kegiatan pertanian sangat membantu dalam
bentuk pekerjaan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada yang
membutuhkan membantu dalam operasional pertanian seperti menanam dan
memanen hasil pertanian. Maka akan terjadi istilah "ete siru" dan "bayar siru"
digunakan jika terdapat sepuluh pekerja di desa tersebut orang, satu diantaranya
adalah petani penerima bantuan dan sembilan orang orang lain adalah orang yang
menawarkan bantuan. Berapa banyak orang dari sembilan beberapa dari mereka
membantu "bayar siru" dan yang lain "ete siru". Bagi orang yang “ete siru”, yang
mereka maksud adalah pertolongan terdahulu kepada pemiliknya tanah dengan
perjanjian bahwa pemilik tanah akan membantu mereka bila mereka memerlukannya
dalam melakukan pekerjaan serupa nanti.

b. “Basiru” Dalam kegiatan sosial masyarakat

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan masyarakat desa antara lain, misalnya


ada acara pernikahan, khitanan, akikah, acara kematian dan perayaan lainnya. Ketiga
Suatu bentuk "basiru" yang diterapkan pada aktivitas yang terdapat model aplikasinya
dijelaskan sebagai berikut:

1) “Basiru” jasa dalam kegiatan sosial masyarakat

Dalam kegiatan sosial seperti hajatan, masyarakat saling membantu dari awal
persiapan hingga akhir acara. “Basiru jasa “ dalam hal ini meliputi laki-laki dan
perempuan mulai dari usia remaja hingga usia lanjut. Bantuan jasa yang diberikan
warga desa kepada pihak yang merayakannya berupa tenaga untuk menyiapkan menu
yang ditawarkan pada pesta tersebut. Bagi ibu-ibu yang belum pernah mengadakan
pesta di rumahnya, maka mereka mengambil bantuan inisiatif atau “ete siru”. Yang
lain ditawari bantuan layanan untuk tujuan "bayar siru".

2) “Basiru” uang dalam kegiatan sosial masyarakat


“Basiru” uang dalam kegiatan sosial masyarakat seperti acara pernikahan, khitan,
akikah, dan lain-lain diterapkan melalui acara yang disebut dengan istilah “tokal
adat”. Tokal adat adalah sebuah tradisi pertemuan atau perkumpulan warga desa
yang diadakan di rumah orang yang akan melaksanakan hajatan. Acara tersebut
dilaksanakan sekitar lima hari sebelum acara hajatan terlaksana dan undangan untuk
“tokal adat” itu diumumkan melalui speaker masjid oleh pengurus masjid.Namun
kebiasaan masyarakat setempat biasanya keluarga yang akan melaksanakan hajatan
tersebut mencatat nama-nama orang yang memberikan bantuan dan jumlah uang yang
diberikan sehingga mempermudah mereka untuk “bayar siru‟ atau mengganti secara
sukarela sesuai dengan jumlah uang yang diterimanya atau boleh juga lebih dari
jumlah itu. Tidak ada kesepakatan yang mengikat terkait hal tersebut. Namun sanksi
sosial bisa dirasakan oleh masyarakat yang tidak bepartisipasi dalam melestarikan
tradisi “bayar siru” atau “ete siru’’.

3) “Basiru” barang dalam kegiatan sosial masyarakat


Sama halnya dengan “basiru” uang, basiru barang diberikan pada saat warga desa
melaksanakan hajatan atau acara sosial masyarakat lainnya. “Basiru” barang dapat
berupa beras, padi, gula, telur atau jenis-jenis sembakau lainnya. Istilah yang
digunakan oleh masyarakat desa dalam basiru barang adalah “nuja rame”. Nuja rame
adalah suatu tradisi dimana ibu-ibu warga desa beramai-ramai mengantarkan bantuan
utama berupa padi dan bantuan tambahan berupa sembakau ke rumah orang yang
akan melaksanakan hajatan sekitar tiga atau empat hari sebelum terlaksananya
hajatan tersebut. Nama orang yang memberikan barang dan jumlah bantuan biasanya
dicatat oleh keluarga yang melaksanakan hajatan sehingga mempermudah untuk
membayar pada saat orang yang bersangkutan melaksanakan hajatan namun bisa juga
dikembalikan dalam bentuk dan jumlah yang berbeda tergantung kemampuan
masing-masing keluarga. “Basiru” jasa dalam hal ini bersifat tidak mengikat namun
berdampak secara sosial bagi interaksi sosial masyarakat setempat.

c. “Basiru” dalam kegiatan pembangunan infrestruktur


Kegiatan infrastruktur di desa meliputi pembangunan prasarana umum dan
pembangunan rumah tinggal warga setempat. Tradisi basiru kerap diterapkan dalam
proses pembangunan tersebut. Bentuk basiru yang dilaksanakan dalam kegiatan
pembangunan prasarana umum dan pembangunan rumah tinggal warga adalah basiru
jasa.Pola pelaksanaan basiru jasa dalam kegiatan ini dijabarkan sebagai berikut:

1) “Basiru” jasa dalam kegiatan pembangunan infrastruktur


“Basiru” jasa dalam kehidupan masyarakat desa juga diterapkan dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana prasarana umum dan rumah
tinggal bagi masyarakat setempat. Masyarakat secara bersama-sama melaksanakan
kegiatan tolong menolong dalam membangun masjid, jalan atau perbaikan jalan,
perbaikan tanggul yang merupakan prasarana untuk kepentingan umum masyarakat
setempat. Masyarakat juga secara inisiatif memberikan bantuan jasa kepada warga
desa yang sedang membangun rumah tinggal mereka. Masyarakat bergotong royong
dalam mengangkat material, membangun pondasi rumah dan menyelesaikan
pembangunan rumah panggung bagi warga yang sedang membangun.

2) “Basiru” uang dan barang dalam kegiatan pembangunan infrastruktur

Selain “basiru” jasa, basiru uang dan barang juga kerap kali diterapkan oleh
masyarakat desa dalam proses pembangunan infrastruktur namun hal ini biasanya
dilaksanakan antar kerabat atau teman dekat. Basiru uang diberikan dalam bentuk
bantuan tambahan atau menutupi kekurangan biaya. Bantuan barang yang diberikan
biasanya berupa material bangunan seperti kayu yang biasanya diambil dari lahan
sendiri, semen, dan barang-barang lain yang diperlukan.

d. “Basiru”dalam kegiatan peternakan


Selain bekerja sebagai petani, sebagian besar masyarakat desa juga memelihara
hewan ternak berupa sapi dan kerbau. Sapi ternak yang dimiliki biasanya dipelihara
atau dilepas dilahan-lahan yang berdekatan dengan ladang atau sawah mereka
sehingga mudah untuk dipelihara dan diberikan pakan. Pada musim tanam dan panen,
sapi dan kerbau ternak itu ditempatkan di dalam kandang. Setelah musim panen,
hewan ternak itu dilepas sekitar empat bulan agar bisa mencari pakan sendiri dari
sisa-sisa panen dilahan-lahan pertanian.

e. “Basiru” dalam kegiatan pendidikan


Saat ini, rata-rata generasi muda desa memiliki tingkat pendidikan yang cukup
tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Semakin banyak masyarakat yang paham
akan pentingnya pendidikan sehingga mereka bekerja keras untuk bisa
menyekolahkan anak-anak mereka samapi kejenjang perguruan tinggi. Biaya
pendidikan yang semakin mahal menuntut masyarakat untuk bekerja keras. Hasil
pertanian yang digunakan untuk menopang kehidupan terkadang tidak tercukupi
untuk membiayai semua kebutuhan hidup sehingga warga desa harus memikirkan
alternatif lain. Sebagian warga menerapkan sistem “basiru”dalam membiayai
pendidikan anak-anak mereka. Bentuk basiru dalam hal ini biasanya dijalankan antar
keluarga atau sahabat tanpa adanya perjanjian yang mengikat.

3. Peran ‘Basiru’ dalam Pembangunan Pedesaan


Penerapan “basiru” atau tolong menolong dalam kehidupan masyarakat di
wilayah pedesaan terbukti memberikan kontribusi bagi pembangunan pedesaan.

a. Peran ‘Basiru’ dalam pembangunan infrastruktur


Pembangunan infrastruktur merupakan kegiatan yang meliputi pembangunan
dan perbaikan sarana prasarana umum dan pribadi seperti pembangunan masjid,
tanggul, jalan dan rumah tinggal bagi masyarakat. Kegiatan ini sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Warga desa secara bersama-sama
mengerjakan atau membangun dan melakukan perbaikan terhadap infrastruktur yang
ada di desa dan rumah tinggal mayarakat desa. Budaya “basiru”atau saling tolong
menolong yang diterapkan oleh masyarakat desa dalam kegiatan pembangunan
infrastruktur tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat secara merata.
Melaksanakan kegiatan pembangunan secara bersama-sama membuat pekerjaan
tersebut selesai dengan cepat dan meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan.

a. Peran “Basiru” dalam tatanan ekonomi masyarakat


Mayoritas masyarakat desa bekerja sebagai petani, sebagian kecil sebagai
pedagang, ASN, dan kariawan swasta. Hasil panen padi diperoleh rata-rata tiga kali
dalam setahun dan tanaman jagung satu kali dalam setahun. Hasil pertanian itu
kemudian dimanfaatkan warga untuk membiayai kehidupan sehari-hari mereka.
Sebagian dari hasil panen dijual dan sebagian lainnya disimpan untuk konsumsi
harian. Tidak jarang para petani mengalami gagal panen dikarenakan berbagai
kendala sehingga hasil yang diproleh sangat minim bahkan mengalami kerugian. Di
sisi lain, modal pertanian rata-rata diperoleh dari hasil pinjaman bank, koperasi,
bahkan rentenir. Pada kondisi hasil pertanian kurang bagus atau gagal panen, para
petani tetap harus mengembalikan uang pinjaman sesuai dengan waktu yang telah
disepakati.

b. Peran “Basiru” dalam pembangunan karakter sosial dan budaya


Ciri khas kehidupan masyarakat di wilayah pedesaan adalah hidup dalam
kebersamaan. Kebersamaan tersebut identik dengan aktivitas gotong royong atau
tolong menolong yang bisa dijadikan salah satu modal pembangunan desa.
Pembangunan pedesaan memiliki ruang lingkup yang luas yang tidak hanya fokus
pada perbaikan bangunan atau fasilitas fisik desa tetapi juga mengupayakan
perbaikan karakter masyarakat di wilayah pedesaan.
Budaya basiru atau tolong menolong yang diterapkan di desa memberikan
dampak sosial dan budaya bagi masyarakat setempat. Sikap saling tolong menolong
yang selalu dilestarikan oleh masyarakat desa dalam berbagai kegiatan dapat
membentuk karakter sosial masyarakat di antaranya membangun hubungan sosial
yang harmonis antar warga desa, menumbuhkan rasa rela berkorban, rasa
kekeluargaan, rasa kepedulian, cinta damai, dan rendahati, serta membentuk sikap
tanggung jawab dan inisitif dalam memberikan pertolongan.

You might also like