Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/264327594

The utilization of resistivity and GPS methods in landslide monitoring: Case


study at Panawangan area – Ciamis, Indonesia (in Indonesian)

Conference Paper · November 2007


DOI: 10.13140/2.1.2484.0324

CITATION READS

1 338

5 authors, including:

Rachmat Sule Febrin Dokmasari Sitorus


Bandung Institute of Technology Universitas Gunadarma
88 PUBLICATIONS 154 CITATIONS 1 PUBLICATION 1 CITATION

SEE PROFILE SEE PROFILE

Dina Sarsito Imam A. Sadisun


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
16 PUBLICATIONS 755 CITATIONS 106 PUBLICATIONS 371 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Imam A. Sadisun on 30 July 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

THE UTILIZATION OF RESISTIVITY AND GPS METHODS IN LANDSLIDE


MONITORING: CASE STUDY AT PANAWANGAN AREA – CIAMIS, INDONESIA

R. Sule1, Syamsuddin2, F. Sitorus1, D. A. Sarsito3 and I. A. Sadisun4


1
Geophysical Science and Engineering Research Division – ITB, Basic Science Center B Building, Jl.
Ganeca 10, Bandung 40135, Indonesia.
2
Department of Physics - Hasanuddin University
3
Geodesy Research Division – ITB
4
Applied Geology Research Division – ITB

ABSTRACT

The combination of resistivity and GPS (Global Positioning System) methods in landslide monitoring was
carried out in Panawangan area, Ciamis, Indonesia. The resistivity method is a powerful method in
determining resistivity distribution below subsurface. The resistivity of Halang (dominated by claystone)
and Cijulang (dominated by breccia) formations can be clearly distinguished from the inversion results of
resistivity data. The interfaces between both formations could act as sliding planes. The low resistivity
spots in some sections show the possibility of surface water incharge, which penetrate from the surface to
the subsurface. Some low resistivity spots are situated below ponds, which are commonly found on the
study area. These spots could act as trigger for landslide occurrence, since water incharge from surface
into subsurface could be caused by rainfall that infiltrate through fractures and water leakage inside
ponds. The GPS surveys are carried out in three separate times, namely on October 2005, May 2006 and
February 2007. The results show significant movement/displacement of the ground in the study area, with
a maximum horizontal displacement of 175 mm and a maximum vertical displacement of 6 mm. Thus, the
quantitative results obtained from those methods are combined to judge the potency of landslide in the
study area in a better way.

Keywords: resistivity, GPR, GPS methods, landslide potency.

PENDAHULUAN longsor, banjir, dan sebagainya), jumlah jiwa dan


harta benda tidak sedikit yang terkorbankan,
Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng apabila bencana tersebut terjadi. Selain itu, perlu
tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia- pula kita sadari, bahwa aktifitas tektonik di batas
Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di lempeng dapat menjadi pemicu terjadinya
sekitar batas lempeng inilah pada umumnya beberapa jenis bencana alam geologi sekunder,
aktifitas tektonik utama berlangsung, seperti seperti yang sering terjadi pada kejadian tanah
misalnya subduksi, tumbukan (collision), longsor di beberapa daerah di tanah air.
pemekaran punggung tengah samudra, dan sesar
transform. Akibat adanya aktifitas-aktifitas Hampir semua bencana alam geologi sebenarnya
tektonik tersebut, biasanya gempa bumi dan dapat diprediksi kejadiannya, meskipun pada
letusan gunung api akan terjadi tidak jauh dari umumnya manusia hanya bisa
batas-batas lempeng tersebut. Oleh karena itu, memprediksikannya dalam rentang waktu yang
tidaklah mengherankan apabila jumlah bencana cukup lama (bukan dalam skala hari atau jam).
alam yang terjadi di Indonesia sangat banyak Usaha-usaha yang berkaitan dengan mencegah
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. dan/atau menghindari terjadinya bencana alam
Akibat aktifitas tektonik di batas-batas lempeng geologi disebut dengan mitigasi. Mitigasi atau
tersebut, ditambah dengan akibat bencana alam penanggulangan dapat dilakukan dengan
geologi lainnya yang tidak berhubungan langsung melakukan studi ilmiah yang berkaitan dengan
dengan batas-batas lempeng (misalnya tanah potensi terjadinya bencana alam geologi.
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

Salah satu bencana alam geologi di Indonesia umumnya, kehadiran air di bawah permukaan
yang banyak menelan korban jiwa dan harta bumi akan menyebabkan berkurangnya harga
benda adalah tanah longsor. Beberapa contoh tahanan jenis yang terukur, karena air adalah
kasus yang baru-baru saja terjadi di wilayah material yang mudah menghantarkan arus listrik.
Indonesia ialah yang terjadi di Sumatra Barat Apabila harga resistivitas di bawah permukaan
sekitar bulan September 2005 yang lalu, serta di bumi menjadi rendah, maka hal ini dapat
Sumatra Utara pada bulan Desember 2006. dikaitkan dengan bertambahnya volume air di
Longsoran yang terjadi di daerah-daerah tersebut bawah permukaan bumi, sehingga beban material
menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak yang akan dilongsorkan menjadi bertambah. Hal
sedikit. Puluhan keluarga kehilangan tempat inilah yang dijadikan dasar penggunaan metode
tinggal karena tertimpa longsoran yang cukup resistivitas tahanan jenis untuk memonitor potensi
besar dari bukit yang terjal. Longsoran diduga bahaya tanah longsor.
akibat tanah lapuk yang tidak terkonsolidasi dan
tidak terkompaksi akibat tidak adanya vegetasi Awalnya, metode ini akan dijadikan sebagai
pepohonan yang memperkuat struktur tanah di metode utama untuk memonitor potensi bahaya
daerah tersebut. tanah longsor, berdasarkan penurunan harga
resistivitas yang terukur di lokasi penelitian dari
Aplikasi metode geofisika untuk memonitor waktu ke waktu. Namun, sayangnya di lokasi
potensi bencana longsor merupakan topik utama penelitian terjadi musim kemarau yang
dari riset yang telah dilakukan ini. Jawa Barat berkepanjangan setelah survey yang pertama
merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang dilakukan pada bulan Mei 2006 (musim kemarau
memiliki potensi bencana tanah longsor yang baru berakhir pada akhir bulan November 2006),
tertinggi. Gambar 1 memperlihatkan peta rawan sehingga dikhawatirkan perubahan harga
longsor di Jawa Barat. Salah satu lokasi yang resistivitas yang cenderung menurun tidak terjadi.
telah dikenal sebagai titik rawan longsor di Jawa
Barat adalah daerah Panawangan di Kabupaten Sebagai gantinya, potensi bahaya tanah longsor
Ciamis, sehingga daerah ini dipilih sebagai lokasi dapat dimonitor dari pengukuran GPS berkala. Di
penelitian karena mempunyai kerentanan terhadap dalam penelitian ini, tiga set data GPS digunakan,
bahaya tanah longsor. Kerentanan ini disebabkan yaitu dari satu set data dari survey yang
oleh topografi di daerah tersebut yang cukup dilaksanakan pada bulan Oktober 2005 (dilakukan
terjal. Hal lainnya adalah bahwa daerah tersebut oleh Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana
tersusun atas lapisan tanah yang belum Geologi), serta dua set data berikutnya dilakukan
terkompaksi, sehingga rentan tanah longsor. pada bulan Mei 2006 dan Februari 2007 (didanai
Selain itu, masyarakat dan Pemda setempat harus oleh Riset ITB 2006).
menghadapi suatu kenyataan, bahwa di bawah
lereng yang akan diteliti ini, terdapat prasarana DATA DAN ANALISIS DATA
sipil berupa jalan raya lintas propinsi yang cukup
padat. Monitoring kawasan yang rawan akan Pengambilan data geofisika terpadu (geolistrik
bencana longsor sangatlah penting untuk tahanan jenis dan pengukuran kedua GPS)
dilakukan, mengingat kerugian yang timbul dapat dilaksanakan pada tanggal 9 s.d. 14 Mei 2006.
menggoyahkan kondisi sosial-ekonomi Lokasi penelitian terletak di daerah Kampung
masyarakat setempat. Kondang dan Cirikip, Desa Cinyasag, Kecamatan
Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
METODOLOGI (±158 km dari Bandung atau ±38 km dari Kota
Ciamis). Secara geografis, daerah pemantauan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian terletak pada koordinat 108°22’15” BT dan
yang dilakukan melibatkan aplikasi beberapa 07°5’55” LS.
metode geofisika, yaitu metode geolistrik tahanan Secara Geomorfologi, daerah Cinyasag secara
jenis dan GPS. Metode geolistrik tahanan jenis umum berada pada kaki lereng Gunung Cijulang
digunakan pada penelitian ini karena sebelah tenggara (±1393 m dari muka air laut),
kemampuannya dalam mendeteksi harga tahanan yang membentuk perbukitan melandai ke arah
jenis material bumi (tanah dan batuan). Pada sungai Sungai Cigede dan bermuara ke Sungai
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

Cijulang dengan pola aliran sungai “sub jenis (setelah dilakukan koreksi topografi)
dendritik”. Sedangkan ketinggian daerah ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.
penelitian berkisar antara 600 s.d. 755 m di atas
permukaan laut. Puncak-puncak bukit yang dapat Satu hal yang menarik untuk diamati di kedua
dikenali antara lain Pasir Heulang (±731 m), Pasir hasil pengolahan data yang ditampilkan di
Simpur (±550 m) dan Gunung Datar (±735 m). Gambar 4 dan 5, bahwa batas antara formasi
Hasil pengamatan curah hujan di sekitar daerah Halang dan Cinyasag dapat digambarkan dengan
penelitian antara tahun 2000 s.d. 2005 (data jelas dari hasil pengukuran metode ini. Bidang
diambil dari stasiun penakar hujan di Kecamatan longsor berkemungkinan terletak di batas antara
Panawangan yang berjarak lebih kurang 1 km dari kedua formasi ini.
lokasi penelitian) menunjukkan bahwa curah
hujan terendah terjadi pada bulan April sampai Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
September yaitu sekitar 142,00 – 201,00 mm/bln. mengenai keadaan bawah permukaan di kedua
Sementara intensitas curah hujan bulanan tertinggi blok ini, model resistivitas dapat ditampilkan
ialah di antara bulan Oktober s.d. Maret, yaitu dalam bentuk 3-dimensi, seperti terlihat pada
sebesar 279,00 mm/bln sampai 578,50 mm/bln. Gambar 6. Model 3D ini dihasilkan dari
interpolasi beberapa penampang 2D yang
Geologi regional daerah penelitian tersusun oleh memotong satu sama lain dan terletak berdekatan.
dua formasi utama, yaitu Formasi Halang dan Dari model 3D ini keadaan bawah permukaan
Formasi Cijulang. Formasi Halang (Tmph) bumi dapat diketahui dengan lebih jelas.
merupakan batuan sedimen yang terdiri atas Dari hasil-hasil yang telah dicapai, terlihat dengan
perselingan batu pasir, batu lempung dan batu jelas, bahwa metode ini sangat baik dan berhasil
lanau dengan sisipan breksi dan batupasir guna dalam mendeskripsi bawah permukaan bumi
gampingan yang memiliki ketebalan melebihi 400 ke dalam parameter-parameter resistivitas batuan.
m. Pada Formasi Halang, tersingkap Anggota Secara umum, resistivitas batuan di formasi
Gununghurip (Tmhg) yang tersusun oleh breksi Halang dan Cijulang dapat dibedakan secara jelas
gunungapi, batu pasar, serpih, dan konglomerat dengan metode ini. Jalur atau spot resistivitas
dengan tebal sekitar 200 – 400 m. Sementara itu, rendah di kawasan formasi Cijulang (lihat Gambar
Formasi Cijulang (Tmhg) terdiri atas breksi 4, 5 dan 6) berkorelasi dengan baik saluran irigasi
gunungapi, aliran lava, dan retas bersusun andesit, yang ditemui di lapangan. Sementara spot
tufa, dan batu pasir tufaan dengan ketebalan resistivitas rendah yang dijumpai di kawasan
paling besar 1000 m. Breksi gunungapi tersebut formasi Halang dapat diidentifikasikan dengan
tersingkap di daerah Cirikip yang menumpang di bagian batuan lempung yang saturasi airnya
atas batulempung dan batulanau secara tidak tinggi. Dari hasil-hasil yang dicapai ini, daerah-
selaras. daerah yang memiliki harga resistivitas yang
rencah dan batas antara kedua formasi ini harus
Hasil Pengukuran Metode Resistivitas mendapat perhatian yang lebih banyak, mengingat
Tahanan Jenis daerah-daerah inilah yang berpotensi untuk
menjadi trigger bahaya tanah longsor.
Lokasi pengambilan data geolistrik tahanan jenis
dapat dilihat pada Gambar 3. Jumlah lintasan total Hasil Pengukuran Metode Global Positioning
di kedua blok tersebut ialah 7 buah, di mana di System (GPS)
setiap lintasan dilakukan pengambilan data 2D
dengan konfigurasi wenner alpha dan wenner Pemantauan gerakan tanah dilakukan di Desa
betha. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui Cinyasag, Kecamatan Panawangan, Kabupaten
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing Ciamis, Jawa Barat. Jumlah pengamatan ialah 3
konfigurasi. Seperti diketahui dari beberapa kala, (Tabel 1)
publikasi, konfigurasi wenner alpha mempunyai
sensitifitas yang baik ke arah vertikal, sedangkan Strategi Pengamatan adalah dengan menggunakan
konfigurasi wenner betha ke arah horizontal. Dua metode pantau radial, yaitu mengikatkan seluruh
buah hasil pengolahan data geolistrik tahanan titik pantau pada satu titik ikat (GD). Dengan
demikian, dalam pengolahan data, mode perataan
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

jaring tidak dilakukan antar baseline. Akusisi pergeseran vertikan (vertikal displacement) dari
menggunakan receiver GPS tipe Leica SR 520 kala-1 ke kala-2 maupun dari kala-2 ke kala-3
(Dual Frequency), dengan rata-rata pengamatan dapat ditentukan, di mana diagram bar pergeseran
kurang lebih selama 1 jam. Titik pemantauan vertikal tersebut dapat dilihap pada Gambar 9.
berjumlah 10 titik dengan kriteria 9 titik pantau
dan 1 titik ikat yang tersebar dari mulai lereng Gambar 10 memperlihatkan kartun kondisi
Bukit Cijolang sampai dengan areal persawahan. bentang alam di daerah penelitian, berdasarkan
Pemilihan titik didasarkan oleh prediksi areal hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Seperti
longsoran tanah di Desa Cinyasang. terlihat pada Gambar tersebut, dapat terlihat
dengan jelas, bahwa berdasarkan pergeseran-
Dalam proses pelaksanaan perhitungan untuk pergeseran di titik-titik pantau, dapat
penentuan vektor pergeseran GPS meliputi dua diindikasikan bahwa gejala longsoran yang terjadi
tahapan hitungan, yaitu pengolahan data GPS dan di daerah penelitian adalah tipe nendatan.
penentuan vektor pergeseran. Sedangkan, teknik
pengambilan data adalah Relative Static KESIMPULAN
Positioning. Secara skematis tahapan-tahapan
pelaksanaan hitungan data GPS dengan metode Kombinasi penelitian geofisika yang melibatkan
radial dapat dijelaskan seperti tertera pada metode-metode resistivitas tahanan jenis dan GPS
Gambar 7. di daerah Panawangan, Ciamis telah berhasil
dalam mengidentifikasi bawah permukaan bumi
Pengolahan data GPS dilakukan dengan yang menunjukkan potensi bahaya tanah longsor
menggunakan perangkat lunak SKI PRO 2.1. dengan gambaran kuantitatif yang lebih baik.
Karekterisasi dan strategi pengolahan data pada Bagian dari subsurface yang menunjukkan nilai
saat pengolahan data GPS untuk analisis vektor resistivitas yang rendah menunjukkan kandungan
pergeseran GPS di Kampung Kondang, Desa air di bawah permukaan bumi yang tinggi, yang
Cinyasag, Kecamatan Panawangan, Kabupaten dapat menjadi trigger terjadinya longsor di daerah
Ciamis, Jawa Barat adalah Gambar 7. tersebut di masa yang datang. Sedangkan metode
GPS dapat menunjukkan pergerakan tanah secara
Hasil akhir dari pengolahan data survai GPS kuantitatif dari masa ke masa.
adalah berupa titik-titik yang diperoleh dari vektor
baseline antar titik pengamatan. Karena ACKNOWLEDGEMENT
perhitungan dilakukan dengan metode radial,
maka vektor baseline yang diperoleh tidak perlu Penelitian ini dibiayai oleh Riset ITB No.
dilakukan perataan jaring. Titik tetap (lokal) yang 0004/K01.03.2/PL2.1.5/I/2006
digunakan adalah titik GD yang berada di bukit
Cijulang dan dianggap sebagai titik yang tidak DAFTAR PUSTAKA
mengalami pergerakan. Koordinat dari titik GD
dalam sistem WGS’84 (World Geodetic System Baker, R., and Moore, J., 1998, The application of
1984). (Tabel 3). time-lapse electrical tomography in groundwater
studies, The Leading Edge, 17, 1454-1458.
Hasil akhir dari survey GPS ini adalah
diketahuinya koordinat toposentrik untuk semua Johansson, S., and Dahlin, T., 1996, Seepage
titik pantau, baik untuk kala-1, 2 maupun 3. monitoring in an earth embankment dam by
Koordinat-koordinat toposentrik tersebut dapat repeated resistivity measurements. European
dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan koordinat- Journal of Engineering and Geophysics, 1, 229-
koordinat toposentrik tersebut, pergeseran 247.
horizontal (horizontal displacement) dari kali-1 ke
kala-2 maupun dari kala-2 ke kala-3 dapat Loke, M. H., and Baker, R. D., 1995, Least-square
ditentukan. Gambar 8 memperlihatkan vektor deconvolution of apparent resistivity
pergeseran horizontal tersebut. Selain itu pula, pseudosections, Geophysics, 1682-1690.
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

TABEL 1. 3 kala pengamatan

Parameter SKI PRO 2.1


Sudut elevasi 15°
Interval data pengamatan 30 detik
Informasi orbit Precise Ephemeris
Gelombang yang digunakan L1 dan L2
Metode pemecahan ambiguitas Fast Ambiguity Resolution
Approach (FARA)
Penanganan bias troposfir Model Hopfield

TABEL 2. Karekterisasi dan strategi pengolahan data untuk analisis vektor pergeseran GPS

TABEL 3. Koordinat dari titik GD dalam sistem WGS’84


PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

TABEL 4. Koordinat Toposentrik kala-1 (atas), kala-2 (tengah) dan kala-3 (bawah).
Sd adalah standard deviasi. Pada kala-3, titik pantau M2 sudah menghilang.
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

GAMBAR 1. Peta potensi tanah longsor di Jawa Barat dan Banten (PVMBG, 2005)

(a) (b) (c)

GAMBAR 2. Keadaan bentang alam di daerah penelitian; (a) Morfologi perbukitan dengan berbagai
macam tumbuhan, (b) tanaguna lahan sebagai persawahan, (c) kolam atau tambak air tawar
sebagai salah satu kegunaan lahan
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

GAMBAR 3. Dua buah blok penelitian geolistrik tahanan jenis yang dipilih.

GAMBAR 4. Profil 2D hasil inverse data geolistrik di lintasan 2,


yang diambil di kampung kondang, Cinyasag, kecamatan Panawangan, Ciamis.
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

GAMBAR 5. Profil 2D hasil inverse data geolistrik di lintasan 4,


yang diambil di kampung kondang, Cinyasag, kecamatan Panawangan, Ciamis.

GAMBAR 6. Beberapa irisan penampang berarah Barat-Timur yang dipotong dari model 3D di blok I
(dibangun dari model resistivitas lintasan 1 – 4 di kampong Kondang dengan konfigurasi
Wenner Alpha)
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

GAMBAR 7. Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Hitungan

GAMBAR 8. Vektor pergeseran horizontal di setiap stasion pengamatan GPS, baik dari kala-1 ke kala-2
(kiri) maupun dari kala-2 ke kala-3 (kanan).
PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition

GAMBAR 9. Vektor pergeseran vertikal di setiap stasion pengamatan GPS, baik dari kala-1 ke kala-2
(kiri) maupun dari kala-2 ke kala-3 (kanan).

GAMBAR 10. Interpretasi potensi longsor berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di
daerah penelitian. Kemungkinan tipe longsoran yang terjadi di daerah penelitian adalah
tipe nendatan.

View publication stats

You might also like