Professional Documents
Culture Documents
Tugas Jurnal Akhir Stunting Afdal
Tugas Jurnal Akhir Stunting Afdal
Tugas Jurnal Akhir Stunting Afdal
Afdal Assalam
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Garut
afdalassalam@gmail.com
Abstract
Based on the results of the 2021 Indonesian Nutrition Status Study (SSGI) from the
Ministry of Health, Garut Regency is the area with the highest stunting rate, reaching
35.3% than other districts in West Java. In an effort to reduce the stunting toddler rate
in Garut Regency, YBM PLN launched the Nutrition Village Program. The problem in
this study is what are the supporting factors and inhibiting factors faced by YBM PLN
in the program so that it affects the effectiveness of the program in reducing stunting
rates in Mulyajaya Village. The purpose of this study was to determine the level of
effectiveness of the Tangguh Nutrition Village program through supporting and
inhibiting factors in the program. The method used in this research is a qualitative
method with a descriptive type, the data collection technique used includes interviews
(interviews) by purposive sampling, documentation study, and observation. The
research location was conducted in Mulyajaya Village where this program was
implemented. The results of the research program were quite effective in reducing the
stunting rate where out of the total number of stunted toddlers, namely as many as 16
children, 13 children were free from stunting to become normal toddlers. While the
remaining 3 children are still in the stunting toddler category. There are two factors,
namely supporting factors and inhibiting factors that affect the effectiveness of the
Tangguh Nutrition Village Program in reducing stunting rates in Banjarwangi District.
The supporting factor that plays a role in this program is the good cooperation between
the nutrition officers from the Community Health Center and the Banjarwangi
Posyandu. While the inhibiting factors in running this program are the lack of
enthusiasm and awareness of the community, the lack of insight and education from
parents, the low economic welfare of stunting toddler families and the lack of
socialization regarding good parenting.
Keywords: program, effectivity, stunting, decreasing stunting
Abstrak
Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tahun
2021 memperlihatkan bahwa Kabupaten Garut merupakan daerah dengan angka
stunting tertinggi mencapai 35,3% dari Kabupaten lainnya di Jawa Barat. Dalam upaya
untuk menurunkan angka balita stunting di Kabupaten Garut, YBM PLN meluncurkan
Program Kampung Gizi. Permasalahan pada penelitian ini adalah apa faktor pendukung
dan faktor penghambat yang dihadapi YBM PLN pada program tersebut sehingga
mempengaruhi efektivitas programnya dalam menurunkan angka stunting di Desa
Mulyajaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas
program Kampung Gizi Tangguh melalui faktor pendukung dan penghambat pada
program tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif
dengan tipe deskriptif, teknik pengumpulan data yang diterapkan meliputi wawancara
(interview) secara purposive sampling, studi dokumentasi, dan observasi. Lokasi
penelitian dilakukan di Desa Mulyajaya dimana Program ini di-implementasikan. Hasil
penelitian program tersebut cukup efektif dalam menurunkan angka stunting dimana
dari keseluruhan jumlah angka balita stunting yaitu sebanyak 16 anak, sebanyak 13
anak terbebas dari stunting menjadi balita normal. Sedangkan sisanya terdapat 3 anak
yang masih dalam kategori balita stunting. Terdapat dua faktor yaitu faktor pendukung
dan faktor penghambat yang mempengaruhi efektivitas Program Kampung Gizi
Tangguh dalam menurunkan angka stunting di Kecamatan Banjarwangi. Faktor
pendukung yang berperan dalam program ini adalah kerjasama yang baik antara
petugas gizi dari Puskesmas dan Posyandu Banjarwangi. Sedangkan faktor penghambat
dalam menjalankan program ini adalah minimnya antusiasme dan kesadaran
masyarakat, rendahnya wawasan dan pendidikan dari pihak orang tua, rendahnya
kesejahteraan ekonomi keluarga balita stunting dan minimnya sosialisasi mengenai pola
asuh anak yang baik.
Stunting adalah suatu kondisi masalah gizi yang krusial, terutama di Negara-
negara miskin dan berkembang (WHO, 2016). Stunting adalah masalah kurang gizi
kronis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan linear pada balita yang diakibatkan
oleh ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama, mulai dari masa kehamilan sampai
usia 24 bulan (Kemkes, 2018). Kurangnya asupan gizi anak pada masa tumbuh
kembangnya di usia dini akan mengakibatkan penghambatan dalam perkembangan
fisik, meningkatnya kesakitan, menghambat perkembangan mental anak, dan bahkan
kematian. Permasalahan stunting pada balita dapat memicu resiko terjadinya penurunan
intelektual, produktivitas, dan kemungkinan resiko mengalami penyakit degenerative di
masa yang akan datang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
mengatakan bahwa dasar dari standar pertumbuhan anak adalah indeks panjang badan
disbanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-
score) kurang dari -2 SD. Anak atau balita yang mengidap stunting akan diketahui bila
tinggi badan anak sudah diukur, kemudian dibandingkan dengan standar sehingga
dicapai hasil pengukuran yang berada pada kisaran titik normal (Kemkes, 2018).
Stunting merupakan permasalahan gizi yang memerlukan perhatian khusus
baik bagi pemerintah maupun masyarakatnya itu sendiri, karena stunting sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan dimana ini menjadi reaksi berantai yang berakibat pada
masalah kesehatan pangan di tingkat rumah tangga serta minimnya pengetahuan dan
pendidikan mengenai perilaku hidup sehat (World Health Organization, 2016). Apabila
kondisi gizi masyarakat buruk, maka tingkat kesehatan dan harapan hidup masyarakat
akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan terganggunya salah satu unsur utama dalam
penentuan keberhasilan pembangunan dalam menciptakan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang sehat, cerdas, dan priduktif.
Menurut data WHO, Indonesia berada pada peringkat ketiga dengan angka
prevalensi stunting tertinggi di Asia dengan angka mencapai 36,4 % pada tahun 2017.
Namun, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, angka stunting di
Indonesia mengalami penurunan menyentuh angka 23,6 % (Data Riskesdas dirilis
setiap 5 tahun sekali). Penurunan angka stunting berdasarkan data Riskesdas tersebut
bisa dikatakan sebagai angin segar, namun angka tersebut masih belum menyentuh
standar angka batas maksimal yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20 % atau seperlima
dari jumlah total anak balita (Riskesdas, 2013).
Dalam Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepata Perbaikan Gizi, pemerintah menetapkan terdapat 160 Kabupaten/Kota yang
menjadi daerah prioritas penanganan stunting yang mencakup 1.600 desa. Di Provinsi
Jawa Barat sendiri, berdasarkan pada hasil Study Status Gizi Indonesia (SSGI),
Kabupaten Garut tercatat sebagai wilayah di Jawa Barat dengan prevalensi balita
stunting tertinggi mencapai angka 35,3 % disbanding kabupaten lainnya.
Dalam menanggulangi masalah stunting, pemerintah berupaya dalam
meningkatkan gizi masyarakat, salah satu upaya pemerintah tersebut melalui program
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk memperbaiki dan meningkatkan status
gizi anak. Di Kabupaten Garut itu sendiri, khususnya di Kecamatan Banjarwangi sudah
memiliki program untuk meningkatkan dan memperbaiki status gizi anak dengan
Pemberian Makanan Tambahan melalui Program Kampung Gizi Tangguh (Pemda
Garut, 2022).
Pada tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Garut kian gencar dalam
menanggulangi stunting. Salah satu inovasi yang diluncurkan oleh Pemda Garut adalah
inovasi program T.O.S.S (Temukan, Obati, Sayangi, dan anak Stunting) dengan
gelontoran dana sebesar 5,9 milyar rupiah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD). Hal ini sekaligus merupakan amanah dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Visi Misi Bupati Kabupaten Garut adalah
terwujudnya Kabupaten Garut yang maju dan sejahtera melalui pengembangan Sumber
Daya Manusia. Berdasarkan Laporan Konvergensi Pencegahan Stunting Tingkat Desa
di Kecamatan Banjarwangi, khususnya di desa Mulyajaya terdapat 13 anak yang
dikategorikan stunting dari total 160 anak yang sudah dimonitor (Puskesmas
Banjarwangi, 2021).
Dalam upaya melakukan kajian dan analisis mengenai efektivitas Program
Kampung Gizi dalam menurunkan angka stunting di Kecamatan Banjarwangi
Kabupaten Garut maka penulis perlu mendalami dan memahami mengenai konsep
efektivitas program. Menurut Ensiklopedi Umum Administrasi, etimologi dari kata
efektivitas berasal dari kata kerja efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang
dikehendaki dalam suatu perbuatan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi, efektivitas
disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya”. (Dyah Mutiarin, 2014).
Definisi efektivitas menurut Robbins yaitu sebagai “sebagai tingkat pencapaian
organisasi atas tujuan jangka pendek (tujuan) dan jangka panjang (cara)”. Sedangkan
menurut Siagian, pengertian efektivitas yaitu “penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu
yang telah ditetapkan. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak,
terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya
yang diperlukan untuk itu”. (Indrawijaya, 2014). Efektivitas mengacu “pada
kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah cara pencapaian tujuan atau
hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasi yang diperoleh, tingkat daya
fungsi unsur atau komponen serta masalah tingkat kepuasan pengguna/client”.
(Wardiah, 2016)
Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan
tahun 2021 memperlihatkan bahwa Kabupaten Garut merupakan daerah dengan angka
stunting tertinggi mencapai 35,3% dari Kabupaten lainnya di Jawa Barat. Pada
observasi yang telah dilakukan oleh penulis ke Kecamatan Banjarwangi, Banjarwangi
menjadi salah satu kecamatan dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Kabupaten
Garut. Dalam ikut serta dalam menurunkan angka stunting di Kabupaten Garut, YBM
PLN meluncurkan program Kampung Gizi Tangguh di desa Mulyajaya. Dalam upaya
untuk menyukseskan peng-implementasian program ini terdapat beberapa kendala dan
masalah yang dihadapi. Masalah – masalah tersebut yaitu orang tua tidak menerima
fakta akan hasil diagnosis stunting pada anak-anaknya, minimnya antusiasme dan
kesadaran masyarakat, rendahnya wawasan dan pendidikan dari pihak orang tua,
rendahnya kesejahteraan ekonomi keluarga balita stunting dan minimnya sosialisasi
mengenai pola asuh anak yang baik.
Berdasarkan permasalahan – permasalahan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian berjudul “Efektivitas Program Kampung Gizi Tangguh dalam
Menurunkan Angka Stunting di Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut (Studi Kasus
Pada Desa Mulyajaya)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan dari
program Kampung Gizi Tangguh dari YBM PLN dalam upaya menurunkan angka
stunting.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, metode kualitatif menjadi pendekatan yang digunakan.
Pendekatan ini dipilih karena permasalahan yang dianalisa ada erat kaitannya dengan
efektivitas Program Kampung Gizi pada Kecamatan Banjarwangi (studi kasus pada
desa Mulyajaya).
Mengarah pada berbagai variasi penelitian kualitatif, maka penelitian yang
digunakan bersifat deskriptif. Pengertian metodologi kualitatif menurut Bogdan &
Taylor (Lexy J. Moleong, 2013: 04) mengatakan bahwa metode kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pihak yang terlibat sebagai populasi penelitian adalah pihak yang ikut andil dan
bekerjasama dalam pelaksanaan Program Kampung Gizi Tangguh dalam upaya
menurunkan angka stunting di Kabupaten Garut terutama di Kecamatan Banjarwangi
yang meliputi Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, petugas gizi dari Puskesmas
Banjarwangi, kepala desa, bidan desa, kader Gizi Tangguh serta masyarakat yang
menjadi sasaran program ini. Jumlah informan pada penelitian yaitu berjumlah 10
orang. Dalam upaya untuk mendapatkan data yang akurat sebagaimana yang
diharapkan maka teknik pengumpulan data yang diterapkan meliputi wawancara
(interview) secara purposive sampling, studi dokumentasi, dan observasi.
Model analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles and
Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 91-99). Seluruh data yang dikumpulkan kemudian
dianalisis dalam beberapa tahapan yaitu data reduction, data display dan conclusion
drawing/verification sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dari penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Yayasan Baitul Maal PLN (YBM PLN)
Yayasan Baitul Maal PLN (YBM PLN) dahulu LAZIS PLN berdiri di tahun
2006 melalui Surat Keputusan Direksi No 132 dan 133 yang diterbitkan pada tanggal
11 September 2006. Kemudian di tahun 2009 menjadi Yayasan LAZIS PLN
berdasarkan akta notaris Teddy Yunaldi SH No. 8 tanggal 9 Juni 2009. Anggaran dasar
Yayasan telah mengalami perubahan, pertama kali dengan Notaris Teddy Yunaldi, SH.
Nomor. 12 tanggal 16 November 2009, lalu perubahan kedua dengan notaris Zulkifli
Harahap, SH. Nomor. 19 tanggal 22 Desember 2016 dengan mengubah nama Yayasan
LAZIS PLN menjadi Yayasan Baitul Maal (YBM) PLN. Yayasan telah dikukuhkan
sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, No. AHU.679.AH.01.04. Tahun 2010 pada 24 Februari
2010. Yayasan didirikan dengan tujuan untuk menghimpun dana zakat, infak,
shodaqoh, dan wakaf (ZISWAF) dari masyarakat Muslim dan dana-dana halal lainnya.
Pendayagunaan hasil pengumpulan ZISWAF berdasarkan skala prioritas Mustahik dan
dapat dimanfaatkannya untuk usaha yang produktif.
Hasil menjadi patokan pada suatu program jika program tersebut ingin
dikatakan efektif. Hasil dari suatu program dikatakan efektif jika tujuan atau
kondisi ideal program tersebut dapat dicapai. Kondisi ideal yang dimaksud
dalam Program Kampung Gizi Tangguh ini adalah kondisi dimana terjadinya
penurunan angka pada anak balita yang mengalami stunting. Di Desa Mulyajaya
Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut, program Kampung Gizi Tangguh ini
dinilai cukup efektif dalam menurunkan angka stunting. Dari 160 anak yang
telah termonitor, terdapat 16 anak yang mengidap stunting dan dari 16 anak
yang mengidap stunting tersebut, 5 anak sudah terbebas dari stunting menjadi
anak dengan kondisi normal yang gizinya sudah diperbaiki.
Tabel 2
Rekapitulasi Evaluasi PMT Pemulihan Stunting Pada Desa Mulyajaya Kecamatan
Banjarwangi
Mulyajaya 16 13 3 81,25%
Sumber: Laporan Konvergensi Pencegahan Stunting Desa Mulyajaya 2021
2. Faktor-faktor penghambat
a. Minimnya antusiasme dan kesadaran masyarakat. Minimnya antusiasme
masyarakat menjadi salah satu faktor penghambat dalam melaksanakan
program Kampung Gizi Tangguh dalam menurunkan angka stunting di Desa
Mulyajaya Kecamatan Banjarwangi. Misalnya saja dalam acara kegiatan
sosialisasi dan penyuluhan, masyarakat cenderung akan ikut berpartisipasi
jika ada insentif untuk mereka.
b. Rendahnya wawasan dan pendidikan orang tua. Rendahnya wawasan dan
pendidikan orang tua juga menjadi salah satu faktor penghambat program ini
karena pola asuh dan cara mendidik anak tergantung pada bagaimana
wawasan dan pendidikan orang tuanya. Orang tua dengan wawasan dan
pendidikan yang baik biasanya memiliki pengetahuan dan wawasan yang
baik mengenai bagaimana pola asuh dan asupan gizi anak yang baik.
c. Faktor ekonomi. Faktor ekonomi keluarga menjadi faktor penghambat
ketiga dalam pelaksanaan program Kampung Gizi Tangguh dalam
menurunkan angka stunting ini. Peningkatan gizi anak melalui Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) pada kenyataannya hanya memenuhi sebagian
dari kebutuhan nutrisi anak. Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi
penyebab orang tua tidak begitu memperhatikan keseimbangan nutrisi
makanan pada anak.
d. Minimnya sosialisasi mengenai pola asuh anak yang baik. Wawasan dan
pengetahuan orangtua mengenai pola asuh anak yang baik memiliki peran
yang cukup vital dalam pelaksanaan program Kampung Gizi Tangguh dalam
menurunkan angka stunting. Minimnya wawasan orang tua mengenai pola
asuh anak yang baik disebabkan oleh jarangnya sosialisasi dari kader
program Kampung Gizi Tangguh kepada orangtua yang memiliki anak
balita. Hal ini juga diperparah dengan adanya beberapa kader yang masih
belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai bina keluarga
balita.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kemkes. (2018). Mengenal Stunting dan Gizi Buruk. Penyebab, Gejala, Dan
MencegahNo Title. https://promkes.kemkes.go.id/?p=8486
Pemda Garut. (2022). Pemdakab Garut Siap Penuhi Kebutuhan Pemberian Makanan
Tambahan Bagi Balita Stunting. https://jabarprov.go.id/berita/pemdakab-garut-
siap-penuhi-kebutuhan-pemberian-makanan-tambahan-bagi-balita-stunting-6487