Professional Documents
Culture Documents
2 Budaya Literasi Di Kalangan Jurnal Ui
2 Budaya Literasi Di Kalangan Jurnal Ui
Alfi Syahriani adalah mahasiswa Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia. Lahir di kota Serang pada 25 April 1989. Ia memulai
studinya pada tahun 2007. Mahasiswa yang menjadi juara 2 Mapres (Mahasiswa
Berprestasi) di tingkat FIB ini memiliki ketertarikan di bidang menulis. Karyanya yang
pernah menjuarai lomba salah satunya adalah “Sastrawan: Penamu Lebih Tajam dari
Pedang.
68 Volume 1, Desember 2010
Abstract
This literature reviews on the importance of the culture of literacy among the university students.
The research purposes are to seek how enthusiastic the university students towards the culture of
literacy, how intensive the Indonesians publish their article in media, and how to enhance the culture
of literacy among the students. Library research was used in this study by collecting data from
books, journal, and articles. The findings show that one of the indicators of the country progress
is the reading interest level and the international publication in media. As young intellectual icon,
students have an obligation to enhance the scientific culture according to the university functions
which are the institute of education, research, and social contribution. Therefore, increasing the
literacy culture is one of the ways to deal with the low rank of the reading interest level in Indonesia,
and also to compete in global level. However, the literacy culture is still optimally applied by the
professors, but not too intensively applied by the students. This study finds the condition of the
literacy culture in university and what are the alternative ways to increase the reading interest
among the students. Moreover, in global context, the ability to be able to master English is a positive
way to support the rise of the international publication. Finally, since the reading interests of the
Indonesians is worse than the closest countries’ and other progressive countries’, the university
students have an obligation to contribute to the society having the low interest in reading.
mengadopsi nilai-nilai positif dari bangsa yang diciptakannya bersifat wajar dan
maju. Belajar dari sejarah peradaban murni (Berly, 2000: 69)
besar, menggiatkan budaya literasi dapat Lebih jauh, Botomore menjelaskan
mendorong tumbuhnya inovasi baru bahwa intelektual adalah kelompok kecil
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. yang secara langsung memberikan
Pada masa Socrates, misalnya, para kontribusi kepada pengembangan,
siswa di Yunani (kota lahirnya para transmisi, dan kritik gagasan-gagasan
filsuf), diperkenalkan dengan budaya (Azra, 1998: 33). Dengan demikian,
membaca, bukan budaya mendengar. tugas seorang mahasiswa sejatinya
Begitu juga di zaman peradaban Islam, adalah menyampaikan gagasan kritis
budaya literasi semakin berkembang tersebut dan menuangkannya menjadi
ketika Khalifah al-Ma’mun membangun sebuah tulisan. Kemampuan menulis
akademi terbesar di dunia bernama Bayt tentu saja harus didukung dengan
al-Hikmah, yaitu pusat penerjemahan budaya membaca. Jika budaya literasi
yang berfungsi sebagai pusat studi, dapat digiatkan secara optimal, bukan
perpustakaan yang lengkap dengan tidak mungkin para mahasiswa mampu
kegiatan keilmuan lainnya (Zarkasyi, menjadi opinion leader, baik di tingkat
2009: 94). Alhasil, banyak penemuan lokal, maupun tingkat global.
baru dalam perkembangan sains dan
disiplin ilmu lainnya. Metode dan Teknik
Bercermin dari sejarah, dalam Penelitian ini menggunakan
konteks perguruan tinggi, budaya literasi pendekatan kualitatif, yaitu dengan
merupakan hal yang sangat penting metode kepustakaan (library research).
digiatkan. Semakin zaman berkembang, Data diperoleh dari buku, jurnal ilmiah,
tentu saja tantangan yang ada semakin dan media massa lainnya. Selanjutnya,
menuntut mahasiswa untuk bisa data-data yang telah dikumpulkan lewat
menjembatani jurang realitas. Para penelitian dideskripsikan dan dianalisis
intelektual muda diharapkan mampu agar permasalahan penelitian dapat
memberikan gagasan yang segar untuk dijawab secara sistematis dan terarah.
perubahan bangsa. Bagaimanapun,
sebagai intelektual muda di perguruan PEMBAHASAN
tinggi, mahasiswa mendasari Budaya Literasi: Kegiatan Ilmiah yang
gerakannya dengan karakterisitik Tereduksi
keilmuan yang memiliki berbagai sifat, Tak dapat dipungkiri bahwa ada
antara lain; Pertama, universalisme kaitan antara lembaga pendidikan dan
(berlaku universal, tidak di satu tempat), dunia intelektual. Keduanya sangat
menyentuh dasar-dasar hati nurani dan interaktif (saling mempengaruhi) dan
akal sehat; Kedua, uninterestedness interdependen (saling tergantung dan
(ketanpapamrihan), tidak berdasarkan membutuhkan) (Azra, 1998). Salah satu
tendensi politik sesaat, serta memberikan cara untuk membangun tradisi ilmiah
ruang terbuka untuk menguji objektifitas di lingkungan perguruan tinggi adalah
kebenarannya. Oleh karena sifatnya mengoptimalkan budaya literasi di
yang masih idealis, respon intelektual kalangan mahasiswa. Kemajuan sebuah
72 Volume 1, Desember 2010
literasi belum berjalan secara optimal. efek yang global, tanpa menghilangkan
Sebaliknya, mahasiswa kini tengah identitas lokal, serta karakter pergerakan
mengalami kecenderungan delitenisme masif yang kritis, dinamis.
dan bahkan pendangkalan berpikir.
Mereka hanya cukup tahu tema umum Optimalisasi Budaya Literasi: Antara
tanpa mengetahui detail-detail informasi Tantangan dan Tuntutan
yang masuk. Salah satu indikator yang Optimalisasi budaya literasi
paling mungkin didiagnosa adalah merupakan agenda yang perlu terus
adanya budaya plagiarisme. Di ITB diperhatikan. Bagaimanapun juga,
pada April 2010 silam terjadi kasus kegiatan tersebut merupakan salah
memalukan terkait pencopotan gelar satu upaya untuk meretas komunikasi
‘Doktor’ seorang alumnus program global. Melalui budaya literasi, transfer
doktoral STEI angkatan 2003 karena ilmu pengetahuan dari satu negara ke
plagiarisme penelitian. Sekalipun telah negara yang lain dapat berjalan secara
tertulis sanksi yang tegas, namun copy optimal. Selain itu, tanpa kemampuan
paste penelitian belum sepenuhnya membaca dan menulis, sebuah bangsa
hilang. tidak akan dipandang sebagai bangsa
Kemampuan literasi juga yang bermartabat. Dalam konteks yang
berbanding lurus dengan kemampuan lebih sempit, menyemai budaya literasi
daya nalar. Prof.Dr.Sartono Kartodirdjo, di perguruan tinggi merupakan langkah
sejarawan UGM menyatakan bahwa yang baik untuk memulai perubahan
kemacetan seminar-seminar intern global. Belajar dari sejarah, universitas
yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan lahan yang subur untuk
pascasarjana bukan karena mahasiswa menciptakan para intelektual organik,
tidak mempunyai data, namun mereka yaitu intelektual yang, menurut Gramsci,
kesulitan menyampaikan gagasan always on the move, on the make,
pemikiran secara logis, analitis, dan tidak pernah diam, senantiasa berbuat
kritis. Artinya, kemampuan seseorang sesuatu untuk masyarakatnya.
dalam berbahasa tulis juga dipengaruhi Lebih jauh lagi, ciri paling
kemampuan bernalarnya (Suroso, 2007: penting dari kaum intelektual adalah
32). keberaniannya untuk menyampaikan
Selain itu, bentuk pendangkalan sesuatu yang benar itu benar dan yang
berpikir juga terjadi dalam bentuk aksi- salah itu salah (intellectual courage).
aksi mahasiswa yang cenderung anarkis. Di era informasi seperti saat ini, media
Aksi tersebut pada akhirnya malah massa memegang peranan penting
menciptakan stigma buruk di kalangan dalam segala aspek kehidupan. Media,
masyarakat. Alhasil, tujuan yang pada tanpa disadari, mengkonstruksi realitas
mulanya ingin mengubah kehidupan objektif dan menggiring opini publik.
sekitar agar menjadi lebih baik, justru Berbagai permasalahan bangsa di
malah menampilkan citra yang lebih dunia bahkan terekam di media dengan
buruk. Dengan kata lain, mahasiswa saat beragam kepentingan dan nilai tersendiri.
ini membutuhkan inovasi gerakan yang Namun, seorang intelektual yang baik
segar, bertanggungjawab, dan memiliki adalah mereka yang selalu menguji
74 Volume 1, Desember 2010
individual contacts being made daily all para peserta didik dapat mewacanakan
over the globe.” pendapat mereka di tingkat global. Lebih
jauh, jika para intelektual muda dapat
Bahasa Inggris merupakan menguasai bahasa Inggris dengan
jembatan literasi global. Tanpa baik, maka akan terbangun interhuman
penguasaan bahasa Inggris, communication yang baik, kepekaan
bangsa Indonesia akan tertinggal terhadap budaya bangsa lain, serta
jauh. Universitas, sebagai tempat terbangunnya budaya literasi yang baik.
tumbuhnya para intelektual muda, perlu
menyadari hal ini secara serius. Penulis KESIMPULAN
mengapresiasi beberapa universitas Dari paparan di atas, terlihat
yang sudah menerapkan kemampuan bahwa budaya literasi di kalangan
bahasa Inggris sebagai syarat kelulusan. mahasiswa merupakan kegiatan yang
Misalnya, pada 1996, Rektor Universitas perlu terus dioptimalisasi di perguruan
Lampung (Unila) mengharuskan tinggi. Sebagai mana halnya akademi
mahasiswanya mencapai nilai TOEFL dalam sejarah tiap peradaban besar,
minimal 450 untuk bisa diwisuda. perguruan tinggi sejatinya dapat menjadi
Kebijakan serupa juga diberlakukan oleh dapur akademik sekaligus produsen
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) karya yang secara signifikan mengasah
Prof. Drs.Haris Mudjiman PhD, yang kompetensi anak bangsa, agar memiliki
mewajibkan semua mahasiswa UNS kecakapan khusus, membangun iklim
mengikuti kuliah ekstra bahasa Inggris yang lebih produktif, berperadaban,
(Suroso, 45:2007). Saat ini, kurikulum serta bermartabat. Selain itu, dengan
bahasa Inggris memang sudah menjadi meningkatnya budaya literasi,
mata kuliah wajib di universitas. Namun, mahasiswa dapat sekaligus berperan
alangkah lebih baik jika mata kuliah aktif dalam menyemai budaya membaca
bahasa Inggris diberlakukan secara dan menulis di lingkungan sekitar.
berjenjang dan kontinu di tiap semester, Pada akhirnya, globalisasi mau
sehingga universitas dapat mencetak tak mau harus diterima dengan segala
lulusan yang bisa menjadi opinion leader konsekuensinya. Tugas para intelektual
di tataran global. muda saat ini adalah menjawab tantangan
Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersebut. Bagaimanapun, kepribadian
tersendiri bagi pihak universitas, kuat seorang mahasiswa terbentuk
terutama skill dan jumlah tenaga karena realitas yang mendukung mereka
pengajar yang mendukung. Selain itu, untuk melakukan transformasi sosial:
pendapat pro-kontra terhadap hegemoni tantangan dan tuntutan. Ketika eksistensi
bahasa Inggris yang diasumsikan dapat bangsa ini semakin rapuh, maka seorang
menggerus bahasa nasional juga intelektual muda berkewajiban untuk
menjadi PR tersendiri. Namun, terlepas melakukan satu pembaruan. Sederet
dari itu, hemat penulis, jika bahasa daftar panjang permasalahan negeri ini
Inggris digunakan secara proporsional, membutuhkan sentuhan para intelektual
seperti menyimak, membaca, menulis, muda yang kritis dengan sikap yang bisa
berbicara, dan menerjemahkan maka dipertanggungjawabkan.
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 77
DAFTAR ACUAN