Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

P-ISSN: 1907-848X, E-ISSN: 2548-7647

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 129-146


DOI: 10.20885/komunikasi.vol16.iss2.art3

Bentuk-Bentuk Etika Bermedia Sosial Generasi Milenial

Forms of Millennial Generation Etiquette in Social Media


Sri Hapsari Wijayanti 1 *, Kasdin Sihotang 2,
Vanessa Emmily Dirgantara 3 dan Maytriyanti 4
1 Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, Indonesia, Email: sri.hapsari@atmajaya.ac.id
2 Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, Indonesia, Email: kasdin.sih@atmajaya.ac.id
3 Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, Indonesia, Email: vanessa.201901020111@atmajaya.ac.id
4 Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta, Indonesia, Email:may.201901020106@atmajaya.ac.id
* Penulis Korespondensi

Article Info Abstract: This study aims to reveal and identify the ethical forms of social
media for the millennial generation in Jakarta. Participants involved in this
Article History study amounted to 268 people from a private university in Jakarta. The
Received social media observed were Facebook, Instagram, WhatsApp, and Line. The
31 Jan 2021 research was carried out by distributing online questionnaires, online
Revised interviews, documentation, and non participant observation on the
24 Jan 2022 application of group lectures and student affairs group. The results show
Accepted that the use of language in social media is largely determined by the
12 Feb 2022 relationship between participants. Lecturer relations with students tend to
use formal language, while with non-formal colleagues. Forms of social
media etiquette include not offending other people, rereading messages
Keywords: before sent, choosing the right time, choosing polite words to ask for
‘alay’ language, permission, saying greetings, saying thank you, introducing yourself, and
ethic, politeness not interrupting the conversation. Nevertheless, violations of
language, social communication ethics in the form of dirty and rude speech (sarcasm)
media, sarcasm addressed to colleagues and the party being discussed are still found.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mengidentifikasi bentuk-


bentuk etika bermedia sosial generasi milenial di Jakarta. Partisipan yang
terlibat dalam penelitian ini berjumlah 268 orang dari satu perguruan tinggi
swasta di Jakarta. Media sosial yang diamati adalah Facebook, Instagram,
WhatsApp, dan Line. Penelitian dikerjakan dengan menyebarkan kuesioner
secara daring, wawancara daring, dokumentasi, dan pengamatan tidak
terlibat pada aplikasi grup perkuliahan dan kemahasiswaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan bahasa di media sosial sangat ditentukan
relasi di antara partisipan. Relasi dosen dengan mahasiswa cenderung
menggunakan bahasa formal, sedangkan dengan teman sejawat non formal.
Bentuk-bentuk etika bermedia sosial meliputi tidak menyinggung perasaan
orang lain, membaca ulang pesan sebelum dikirim, memilih waktu yang tepat,
Kata kunci: memilih kata yang sopan untuk meminta izin, mengucapkan salam,
bahasa alay, etika, mengucapkan terima kasih, memperkenalkan diri, dan tidak memotong
kesantunan bahasa, pembicaraan. Meskipun demikian, pelanggaran terhadap etika
media sosial, berkomunikasi berupa tuturan kotor dan kasar (sarkasme) yang ditujukan
sarkasme kepada teman sejawat dan pihak yang dibicarakan masih ditemukan .

Copyright © 2022 Authors. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License (http://creativecommons.org/licences/by-sa/4.0/)
129
PENDAHULUAN atau emosi ke dalam kata-kata, gambar,
atau foto, bahkan meneruskan berita
Perkembangan pesat teknologi
(Wood, 2011). Keleluasaan ruang untuk
informasi dan komunikasi (TIK) telah
berbagi ini tidak jarang menyebabkan
mengubah gaya hidup manusia. Jejaring
ujaran yang menyinggung perasaan,
sosial, seperti media sosial, sudah
menyakiti secara tidak langsung, mem-
mendominasi komunikasi di dunia maya.
bully, baik kepada mitra bicara maupun
Media sosial memberi kemudahan dalam
pihak di luar mitra bicara. Inilah yang
berkomunikasi tanpa terhalang ruang dan
dikatakan dewasa ini telah terjadi krisis
waktu untuk menjalin pertemanan atau
etika (Astajaya, 2020).
sekadar bertukar informasi. Keberadaan
media sosial menggerakkan semua Arus komunikasi di media sosial
pengguna untuk bereaksi memberi umpan seperti dalam kehidupan nyata tidak luput
balik secara terang-terangan, dari pentingnya menjunjung tinggi etika
mengomentari, dan membagikan berkomunikasi. Kebebasan di media sosial
informasi dalam waktu yang cepat dan bukanlah kebebasan tanpa batas.
tidak terbatas (Cahyono, 2016; Wood, Sebaliknya, perlu tetap memperhatikan
2011). Pengguna media sosial secara tidak nilai, norma, dan aturan kemanusiaan
disadari telah membentuk suatu layaknya berinteraksi di dunia nyata
komunitas virtual (Fahrimal, 2018). (Besley & Chadwick, 1992; Fahrimal,
2018). Etika bukan sekadar tuturan yang
Pemakaian TIK yang begitu bebas
dituliskan, melainkan juga ada maksud
dan terbuka berdampak negatif bagi
baik yang dinyatakan dengan kesabaran
penggunanya. Misalnya, pengguna tidak
dan empati dalam berkomunikasi sehingga
selektif atas konten yang pantas atau tidak
menciptakan keharmonisan berkomuni-
pantas untuk disampaikan dan
kasi, saling menghargai, saling
disebarluaskan. Selain itu, penggunaan
mendukung, dan saling menghormati di
bahasa di media sosial sudah menyimpang
antara sesama pengguna media sosial
dari kaidah-kaidah bahasa Indonesia
(Johannesen et al., 2008; Mutiah et al.,
(Maulidi, 2015). Ini menunjukkan bahwa
2019).
sepertinya tidak ada koridor-koridor yang
ketat dalam berkomunikasi di media sosial Etika berkomunikasi erat
jikapun ada, hal itu tidak diperhatikan. kaitannya dengan penggunaan bahasa
Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran tata yang santun, tidak menjurus dan
krama dalam berkomunikasi (Syaeba, membangkitkan emosi negatif,
2016). menghindari SARA, berhati-hati
menyebarkan foto yang tidak umum
Media sosial dan internet telah
(Rachman & Jakob, 2020); tidak mem-
menimbulkan masalah pertentangan nilai
bully, mengatakan sesuatu dengan baik,
etis dan moral (Besley & Chadwick, 1992;
membaca kembali apa yang ditulis,
Fahrimal, 2018). Etika di media sosial
menyapa seseorang, dan mengecek pesan
dikesampingkan karena keleluasaan yang
sebelum dikirim (Chrystal, 2006;
difasilitasi media sosial sebagai ruang
Johannesen et al., 2008). Pranowo
untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
menambahkan bahwa untuk berbicara
Dengan media sosial, pengguna dengan
santun, perlu memperhatikan, antara lain
mudah mencari atau menambah teman,
kesadaran penutur dalam menjaga
menginformasikan sesuatu, mengemukakan
perasaan petutur, menjaga tuturan agar
perasaan atau ide, mengungkapkan rasa
dapat diterima petutur, menjaga tuturan

130 Jurnal Komunikasi


agar memperlihatkan posisi petutur mengontrol apakah komunikasi di dunia
berada lebih tinggi daripada penutur, apa maya sudah sesuai dengan norma dan
yang dikatakan petutur turut dirasakan bermanfaat (Rianto, 2019). Upaya
penutur (Pranowo, 2012). memandu diperlukan agar mereka
terbentuk menjadi generasi muda yang
Menurut Searle, setiap ujaran
berbudaya atau berkarakter (Latif, 2020).
mempunyai fungsi represif, direktif,
ekspresif, komisif, atau deklaratif (Chaer, Penelitian ini menggunakan data
2010; Searle, 1969). Dari fungsi-fungsi empiris dari pengguna media sosial
yang digunakan tersebut, terdapat terbanyak,yaitu generasi milenial yang
tanggung jawab penutur untuk menjaga duduk di bangku kuliah. Berbeda dengan
kesantunan berkomunikasi (Wood, 2011). penelitian sebelumnya yang hanya
Ujaran dikatakan santun apabila tidak menggunakan data dari satu platform
terdengar memaksa atau angkuh, memberi media sosial dan berfokus pada
pilihan atau tindakan kepada mitra bicara, pembelajaran bahasa (Abbas et al., 2019;
dan mitra bicara merasa senang (Chaer, Abbasova, 2019; Diana, 2016; Manan,
2010). 2018; Maulidi, 2015), penelitian ini
menggunakan data lebih dari satu
Kesantunan juga ditunjukkan
platform media sosial dan
dengan ketepatan dan kejelasan tuturan,
menggabungkan metode deskriptif
saling mematuhi dan saling menghargai
kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
pihak lain, berusaha menyelamatkan
Penelitian ini diharapkan dapat
muka, dan terbentuk kerja sama yang baik
memperkaya dan mengungkap etika
(Diana, 2016; Hyun & Ru, 2021). Brown
berbahasa generasi milenial. Penelitian ini
dan Levinson mengatakan bahwa dalam
bertujuan mengungkap pilihan bahasa
berkomunikasi, penutur perlu
yang digunakan mahasiswa di salah satu
membedakan muka positif dan muka
perguruan tinggi swasta di Jakarta serta
negatif. Muka positif mengacu pada citra
mengidentifikasi bentuk-bentuk etika
diri sesorang tentang apa yang dilakukan,
dalam bermedia sosial.
dimiliki, atau nilai yang diyakini diakui
orang lain sebagai hal yang baik atau patut
dihargai. Sebaliknya, muka negatif
METODE
merujuk pada citra diri seseorang untuk
dihargai dengan cara membiarkannya Partisipan penelitian ini adalah
secara leluasa melakukan sesuatu (Brown mahasiswa dari sebuah universitas swasta
& Levinson, 1987). di Jakarta berjumlah 268 orang, dengan
karakteristik: mayoritas perempuan (68%)
Dewasa ini, seperti dilaporkan We
dan berusia 19--21 tahun (79%). Kriteria
Are Social (perusahaan media sosial asal
utama pemilihan partisipan adalah
Inggris) dan Hootsuite, ada 160 juta
mahasiswa aktif pada semester ganjil
pengguna media sosial di Indonesia pada
2020/2021 dari berbagai fakultas atau
Januari 2020, dan pengguna umumnya
program studi. Dalam penelitian ini,
berusia 18--34 tahun (Pertiwi, 2019).
penulis mendeskripsikan fakta berbahasa
Mereka digolongkan generasi milenial atau
generasi milenial dalam latar ilmiah dari
generasi digital, yaitu generasi yang
sumber primer, yaitu percakapan di media
tumbuh pada era internet (Santoso et al.,
sosial yang digunakan mahasiswa untuk
2020). Keingintahuan mereka yang besar
berkomunikasi.
terhadap teknologi seyogianya diimbangi
dengan etika yang memandu mereka untuk

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 131


Selain pendekatan kualitatif rungan partisipan dalam bertatakrama di
deskriptif yang memotret pemakaian media sosial. Untuk mendokumentasikan
bahasa yang sebenarnya, penulis data media sosial, penulis
menggunakan pendekatan kuantitatif menyembunyikan identitas penutur-
dengan menyebarkan kuesioner secara petutur (Townsend & Wallace, 2017).
daring melalui g-form. Partisipan yang Penelitian ini dibatasi pada platform
mengisi g-form dipilih secara acak tanpa Facebook, Instagram, Line, dan
memandang asal fakultas, program studi, WhatsApp.
gender, dan tahun masuk kuliah. G-form
berisi pertanyaan tertutup terkait
pandangan partisipan mengenai bahasa HASIL DAN PEMBAHASAN
dan etika berkomunikasi di media sosial. Komunikasi di Media Sosial
Setelah menyebarkan g-form, Partisipan penelitian ini
langkah berikutnya untuk mendapatkan menggunakan minimal dua platform
data adalah wawancara. Di sini, penulis media sosial. Sebagai mahasiswa, mereka
menggunakan teknik purposive sampling, memiliki grup WhatsApp atau Line dengan
yaitu memilih delapan partisipan untuk teman-teman kuliah. Selain itu, mereka
diwawancarai secara mendalam melalui memiliki grup WhatsApp atau Line dengan
aplikasi Zoom. Partisipan wawancara keluarga, teman-teman sekolah, atau
diseleksi dari g-form sesuai dengan lainnya. Adapun Facebook dan Line
kriteria pengguna aktif media sosial lebih digunakan untuk berbagi pengalaman atau
dari delapan jam per hari dan pengguna informasi dengan teman sejawat.
lebih dari satu platform media sosial.
Wawancara bersifat semi terstruktur. Dalam berkomunikasi, faktor siapa
penutur, siapa petutur, apa pokok
Di samping menyebarkan g-form pembicaraan, di mana pembicaraan
dan wawancara mendalam, teknik berlangsung, dan dalam suasana apa turut
pengumpulan data dilakukan melalui studi memengaruhi pemilihan bahasa yang
dokumen terhadap data partisipan di digunakan (Hymes, 1974). Dalam grup
media sosial antara partisipan partisipan WhatsApp dan Line perkuliahan,
dan dosen serta antara partisipan dan mahasiswa sebagai partisipan bergabung
teman sejawat di dalam grup perkuliahan dengan dosen, maka topik pembicaraan
dan grup kemahasiswaan. Penulis berlatar serius seputar perkuliahan. Hal itu
mengobservasi interaksi percakapan di berpengaruh pada bahasa yang digunakan,
media sosial tempat penulis bergabung. yaitu cenderung formal karena adanya
Untuk dapat mengamati, penulis terlebih kesadaran partisipan akan kedudukan
dahulu meminta izin kepada koordinator dosen yang lebih tinggi daripada mereka.
unit kemahasiswaan tersebut. Lama
pengamatan percakapan di media sosial Sebaliknya, ketika berinteraksi
adalah tiga bulan (April sampai dengan melalui WhatsApp atau Line bersama
Juni 2020). teman-teman sebaya dalam satu
kelas/seksi, mereka lebih leluasa bercakap-
Hasil kuesioner diolah dalam cakap. Dengan bahasa yang santai, mereka
bentuk persentase frekuensi yang bercanda, menyapa, mengejek, menggoda,
ditampilkan dalam grafik batang atau pie, mengungkapkan rasa senang atau tidak
sedangkan transkripsi hasil wawancara senang seperti sedang bertatap muka.
diamati dan dikategorisasikan sesuai Kendati demikian, partisipan menganggap
isi/tema untuk mengetahui kecende- berbicara di media sosial tidak lebih

132 Jurnal Komunikasi


leluasa daripada bertatap muka (40%) ditulis dalam perangkat sehingga tidak
(Gambar 1). Hal itu karena ada heran mereka banyak menggunakan
keterbatasan jumlah kata yang harus singkatan dan akronim (Chrystal, 2006).

40%

60%

Ya Tidak

Gambar 1. Keleluasaan Bermedia Sosial

Pemilihan bahasa dalam media bahasa yang baku, kalau udah dekat,
sosial didasari atas siapa dan bagaimana saya lebih santai gitu Bu, tapi tetep
status sosial mitra bicara. Dengan dosen, bahasa Indonesia yang baik (A,
misalnya, partisipan menggunakan bahasa perempuan,2020)
Indonesia formal agar terkesan santun;
begitu pula kepada orang yang belum Pada Gambar 2 (a) topik
dikenal. Sebaliknya, dengan teman sejawat percakapan mengenai masalah
digunakan bahasa Indonesia nonformal. perkuliahan dan mitra bicara adalah
Hal itu terungkap dalam cuplikan dosen, maka mahasiswa cenderung
wawancara berikut. menggunakan bahasa Indonesia formal.
Untuk menunjukkan keakraban, meskipun
dosen menggunakan bahasa formal,
… saya bedakan atau misalnya
mahasiswa menanggapi secukupnya
seperti tadi chattingan sama dosen ee
mau tanya tentang mata kuliah dengan bahasa sehari-hari bercampur
misalnya di WA saya ketik dulu dengan bahasa internet, yaitu bahasa
bahasanya agar supaya sopan gitu Indonesia nonformal dengan penulisan
Bu, supaya lebih gimana bahasa yang disingkat dan ada perpanjangan
Indonesianya lebih baik. Huruf vokal/konsonan (Chrystal, 2006) (Gambar
kapitalnya ee ada yang besar kalau
2b)
misalnya kalau temen seumuran
kalau saya belum kenal saya pake

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 133


(a) (b)

Gambar 2. Percakapan Dosen-Mahasiswa

Dengan teman sejawat, selain pemakaian emotikon atau stiker untuk


menggunakan bahasa Indonesia informal, menggantikan atau mendukung kata-kata
mahasiswa menggunakan bahasa Inggris (Gambar 3).
dan bahasa alay. Di samping itu, ada juga

Gambar 3. Percakapan Sejawat

Partisipan penelitian ini mengakui kepada siapa pun yang menjadi mitra
mengutamakan tatakrama dalam berko- bicara. Artinya, kaidah bahasa Indonesia
munikasi di media sosial dibandingkan formal tidak menjadi perhatian utama.
dengan kaidah bahasa Indonesia baku Partisipan mengedepankan unsur etika

134 Jurnal Komunikasi


berkomunikasi dengan penggunaan keformalan bahasa Indonesia, yaitu
bahasa yang mudah dipahami (Gambar 4). penggunaan kata-kata yang baku, ejaan
Tidak heran apabila percakapan dalam yang disempurnakan, penulisan huruf
media sosial menggunakan bahasa yang kapital atau huruf miring, dan sebagainya.
diciptakan sendiri, jauh dari ciri-ciri

9%

28%

kaidah berbahasa etika berbahasa

Gambar 4. Pengutamaan Bermedia Sosial

Bentuk-bentuk Etika Berkomunikasi terus kalau etika, ya sih, Bu,


karena zaman sekarang banyak
Pengutamaan pada etika digitalnya kita bisa ngibuli
berkomunikasi menjadi perhatian utama orang secara verbal, secara
untuk lebih berhati-hati mengirim atau digital bahkan orang yang gak
menanggapi informasi mengingat sudah kita kenal sama sekali pun
diterbitkan Undang-Undang Informasi karena kita ikut-ikutan. Orang
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa juga, Bu; jadi yang
namanya etika itu penting (J,
mengatur bagaimana berkomunikasi di
laki-laki, 2020).
media sosial beserta sanksi sosialnya.
Mereka menyadari bahwa kecanggihan Soalnya kan kata-katanya
teknologi membuat percakapan di media terekam, ada jejak rekam jadi
sosial mudah untuk ditelusuri asal- gak berani ngomong
muasalnya. Ungkapan partisipan berikut sembarangan (I, perempuan,
menekankan pentingnya berhati-hati 2020).
dalam bermedia sosial.
Pemberlakuan UU ITE menjadi
koridor bagi partisipan agar secara sadar
Ee menurut saya perlu etika, dan bertanggung jawab menggunakan
apalagi di zaman sekarang itu di
media sosial dengan bijaksana. Caranya
medsos orang bisa menggunakan
bisa memanfaatkan apa pun dimulai dari diri sendiri untuk memilih
untuk menyerang orang lain. kata-kata yang lebih bijak dan santun
Terus kalau beretika kita juga sebelum disebarluaskan (Hyun & Ru,
hati-hati, Bu. Karena sekarang 2021; Surniandari, 2018).
mainnya undang-undang ITE

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 135


Dalam penelitian ini, etika Di platform yang terbuka dan
berkomunikasi ditunjukkan partisipan banyak orang yang tidak saling mengenal,
dengan memakai bahasa Indonesia yang seperti Instagram dan Facebook,
santun, tidak menggunakan kata-kata partisipan sangat berhati-hati dalam
negatif, seperti kata-kata kasar atau berbau memilih kata-kata dan menyadari efek
pornografi, dan tidak menyinggung yang akan terjadi jika terlibat dalam suatu
perasaan orang lain. Ini dibuktikan dalam percakapan. Hal itu karena kemungkinan
cuplikan wawancara berikut: orang lain akan menginterpretasikan
ujaran secara berbeda terhadap suatu
informasi, seperti dinyatakan partisipan
Bahasa yang sopan sih itu berikut.
sebenernya menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan
benar dan juga walaupun
emang udah dimodifikasi ke Kalau di IG atau platform yang
bahasa yang lebih gaul gitu, tapi semua orang bisa liat, ya dijaga
yang itu tetep mempunyai karena di-chat lebih privat, saya
maknanya sopan sih gak ada sama temen-temen saya
yang bentuknya kasar atau yang misalnya saya mau ngomong
lain–lain. Contohnya misalnya apa pun, mau bahasa apa pun
kan kalo bahasa Indonesia yang gak- biasa aja buat mereka, tapi
baik dan benar nih kita mau kalau di IG banyak yang ngeliat,
beristirahat kan, tapi kan ada orang lain kan yang gak
mungkin kalau orang yang gaul saya kenal, kalau ada oom saya.
bilangnya mau santai–santai Lebih terjaga kalau di media
gitu, itu kan hanya mengubah sosial daripada di-chat (B, laki-
kata–katanya, tapi maknanya laki, 2020).
tetep positif (R, laki-laki,2020).
WhatsApp kan lebih privasi,
Kalau gak lakuin, gak ngomong kalo di Instagram lebih dibuka
ee pornografi sama cewek gitu secara umum, ga tau kata-kata
atau negatif kita gak ngomong yang dilontarkan itu
keluarga gimana, ya, pokoknya menyinggung dia atau gak.
gak ngomong kalimat-kalimat Ujung-ujungnya bisa berantem
yang negatif di lingkungan kita (I, perempuan, 2020).
dengan mereka (B, laki-
laki,2020). Kehati-hatian partisipan dalam
bermedia sosial, terutama dalam memilih
kata, juga dibuktikan dari hasil kuesioner
yang memperlihatkan bahwa mereka lebih
mengutamakan memilih kata yang akan
ditulis (66%) daripada efek keterlibatan
dalam interaksi (Gambar 5).

136 Jurnal Komunikasi


36%

66%

Memilih kata yang digunakan Memikirkan efek keterlibatan

Gambar 5. Pengutamaan Pilihan Partisipan

Untuk mengurangi respon negatif kan ada orang yang suka, ada
dari pesan yang akan disampaikan, orang yang gak suka opini saya,
partisipan mencermati kembali kata-kata Jadi, saya harus baca dulu
yang digunakan dengan membaca ulang takutnya saya salah ngomong
lagi (E, perempuan, 2020).
pesan sebelum dikirim. Hal yang sama
diungkapkan oleh Chrystal (2006). Penelitian ini menemukan bahwa
Namun, jika hanya memberi tanggapan partisipan menganggap berkomunikasi
singkat, partisipan tidak merasa perlu secara etis ditujukan kepada siapa pun,
membaca ulang sebelum dikirim, seperti tidak memandang usia dan status.
dinyatakan partisipan berikut. Perbedaannya hanya pada penggunaan
bahasa. Kepada yang lebih tua, bahasa
Tergantung, kalau kontennya yang digunakan lebih formal, sedangkan
untuk seru-seruan doang, e kepada yang sebaya lebih santai,
saya gak baca lagi, tapi untuk
menggunakan bahasa sehari-hari, seperti
sifatnya informatif yang
pengaruhi orang banyak, itu diungkap berikut.
saya baca lagi, ada kalimat yang
perlu saya tulis lagi, ada lagi Beretika ya kepada orang yang
kalimat yang perlu saya lebih tua, dosen pengajar, terus
tambahkan (J, laki-laki, 2020). lebih lagi ke orang yang tidak
kenal dekat gitu loh, Pak…(V,
Ya, di media sosial dibaca ulang perempuan, 2020).
lagi, masalahnya kalau kita
posting sesuatu, saya bukannya …kalo kesopanan itu gak
ngomong panjang saya maen tergantung dari orang tua atau
aman, saya fotonya di satu sebaya karna kesopanan itu kan
tempat saya cuma kasih tulisan seharusnya dilakukan ke setiap
apa caption itu yang pendek saat gitu, kan, Pak, jadi saya
aja, cuma tempat sama tahun. sendiri kalau berkomunikasi
Biar gak- gak- kalau panjang- dengan teman sebaya juga tetap
panjang takutnya entar kayak menjaga kesopanan gitu, tapi
sekarang, lagi ngebahas materi kan berbeda kan dari segi
apa trus saya post tulisan saya bahasa yang dipakai aja kalo
yang agak panjang, takutnya itu saya. (V, perempuan, 2020)

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 137


Seperti percakapan tatap muka, Etikanya itu dalam- misalnya
tatakrama di media sosial diperlihatkan kita berkata-kata kita pikir dulu
dengan tidak menginterupsi percakapan. yang mau diomongin, usahakan
Cuplikan wawancara berikut memberi apa yang mau kita omongin
nyambung sama topik yang kita
bukti yang dimaksud. omongin juga.… (J, laki-laki,
2020).
…wujud dari etika dalam- di
media sosial adalah gimana … kalo menurut saya tuh itu
seseorang tuh menyampaikan juga cocok sih diterapkan di
pendapat ke orang lain atau media sosial, misalnya kayak
cara merespon orang lain. kalo menghubungi orang lain
Contohnya misalnya kita kan itu sebisa mungkin di waktu
tidak boleh ya untuk misalnya yang tepat gak kayak yang
orang lagi menjelaskan sesuatu malam–malam apalagi
trus tiba –tiba dipotong, nih gak orangnya itu lagi sibuk atau
bener kaya gitu. Itu kan gak gimana, Pak. Kalo malam hari
boleh, itu kan salah satu bentuk pasti mengganggu waktu
dari etika, ya. Mungkin kita bisa istirahat, kan kayak gitu. Trus
menerapkan dari segi seperti itu juga yang tadi saya bilang
itu jadi kita tunggu orang lain kaya memperkenalkan diri itu
berbicara, kita kasih kan juga salah satu etikanya,
kesempatan ketika sudah terus menggunakan bahasa
selesai berbicaranya, baru kita yang baik dan santun gitu – gitu
bisa merespons atau Pak (V, perempuan, 2020).
memberikan pendapat apa
yang kita pikirkan (R, laki-laki, Penutur juga mengawali
2020). percakapan dengan ucapan salam: selamat
malam atau p (permisi), lalu menyebutkan
Bentuk komunikasi etis
nama mitra bicara. Di akhir tuturan,
ditunjukkan bukan hanya melalui
muncul ucapan terima kasih baik kepada
penggunaan bahasa yang lebih santun dan
orang yang dihormati maupun teman
kata-kata yang terpilih, melainkan juga
sejawat. Selain itu, penggunaan kata boleh
memperhatikan faktor luar bahasa, seperti
untuk bertanya dan meminta izin juga
relevansinya dengan apa yang sedang
menandakan bentuk kesantunan bahasa.
dibicarakan, waktu mengirim pesan, dan
membuka ujaran dengan memperkenalkan Begitu pula, bentuk sapaan kak (kakak),
Pak/Bu (Bapak/Ibu) menandakan mitra
diri, seperti diungkap berikut.
bicara menghormati orang yang lebih tua
(Gambar 6a, 6b).
(a) (b)

Gambar 6. Bentuk Kesantunan

138 Jurnal Komunikasi


Karena belum mengenal siapa yang menyinggung lebih kayak
mitra bicara, partisipan meminta izin pada buat eh… kayak lebih kita bisa
pembuka tuturan dengan menggunakan mengerti sebagai orang-orang oh
prapermintaan (pre-offer), yaitu strategi iya ini, gak terbawa pancing
emosi karena, kan jaman
bertutur untuk menghindari penolakan sekarang cepet emosi (I,
pada tuturan berikutnya (Tsui, 1995). Hal perempuan, 2020).
itu untuk mengantisipasi kemungkinan
mitra bicara tidak menanggapi, di samping Yang kalo lagi bicara itu sesuai
menjaga muka mitra bicara. dengan pokok pembicaraan, jadi
gak melenceng-melenceng gitu,
… misalnya, misalnya sama orang Bu (I, perempuan, 2020).
yang belum kita kenal
sebelumnya. ‘Halo perkenalkan Kehati-hatian partisipan dalam
aku Arlinda’, gitu, ‘mau tanya menjunjung kesantunan berbahasa
boleh, gak? Lagi sibuk, gak?’ Atau dibuktikan dengan sikap tidak
gini, Bu, misalnya saya mau tanya berkomentar negatif. Misalnya, tidak
soal, saya mau tanya teman yang mengutarakan kata-kata yang kotor, tidak
gak ngerti jawabannya gimana. senonoh, menyakiti mitra bicara, atau
‘A, lagi sibuk gak, aku boleh
mem-bully.
tanya?’ Jadi gak langsung gak
langsung hehehe kirim gambar Kehati-hatian dalam memilih kata
soal ini cara kerjainnya gimana juga diakui dengan sikap partisipan yang
sih. Kan, siapa tahu orang itu lagi
membaca ulang pesan sebelum dikirim
sibuk, gitu (A, perempuan, 2020).
atau mengedit kata-kata jika diperlukan.
Di tengah percakapan yang Hal itu dilakukan oleh 65% partisipan,
berlangsung, kemampuan mengendalikan sedangkan 28% kadang-kadang
emosi dan mengontrol pokok pembicaraan melontarkan kata-kata negatif dan 7%
agar tidak menyimpang juga tergolong menggunakan kata-kata negatif (Gambar
bentuk tatakrama yang ditunjukkan 7). Temuan tersebut mendukung
partisipan di media sosial. Wahyudin dan Karimah yang mengungkap
bahwa pesan perlu diperiksa ulang dan
Mungkin kalo buat di media dipertimbangkan sebelum dikirim
sosial sih eh… kata-katanya sih (Wahyudin & Karimah, 2017).

7%

28%

65%

Ya kadang tidak

Gambar 7. Berkomentar Negatif

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 139


Dari hasil kuesioner, dapat pula perasaan mitra bicara (68%), menyapa
diamati bahwa partisipan menyatakan nama mitra bicara (57%), dan memberikan
wujud etika yang mereka terapkan adalah salam ketika mengawali percakapan (56%)
memilih kata yang tepat (84%), menjaga (Gambar 8).

84%

68%

57% 56%

45% 44%
38%

sapa nama kenalkan diri awali dengan tutup dengan pilih kata yang jaga perasaan berkata jujur
mitra salam sopan tepat mitra

Gambar 8. Bentuk Etiket Bermedia Sosial

Berdasarkan hasil wawancara etika komunikasi generasi milenial di


dan kuesioner yang telah dijabarkan media sosial (Tabel 1).
sebelumnya, disusun ringkasan bentuk

Tabel 1. Bentuk Etika di Media Sosial

No. Bentuk
1 Tidak menyinggung perasaan orang lain
2 Membaca ulang pesan sebelum dikirim
3 Memilih waktu pengiriman yang tepat
4 Memilih kata-kata yang sopan dan positif
5 Mengucapkan salam
6 Mengucapkan terima kasih
7 Memperkenalkan diri
8 Tidak menginterupsi
9 Berkata jujur
10 Menyapa dengan hormat
11 Meminta izin dengan menggunakan kata boleh
12 Menggunakan prapermintaan
13 Mengendalikan emosi

140 Jurnal Komunikasi


Menariknya, kendatipun menurut kadang-kadang melontarkan kata-kata
partisipan, etika dijaga dalam negatif dan 7% menggunakan kata-kata
berkomunikasi dengan siapa saja, dari negatif (Gambar 7). Ketidaksantunan
pengamatan terhadap bahasa di media yang ditemukan ditunjukkan dengan
sosial, ditemukan ketidaksantunan penggunaan kata-kata kasar dan kotor,
berbahasa. Bukti tersebut menguatkan seperti goblok, bloon, bangsad, tai,
hasil kuesioner penelitian ini yang kntl (kelamin laki-laki), kampret, babi,
menyatakan masih ada 28% partisipan dan anjir (Gambar 9).

Gambar 9. Bentuk Ketidaksantunan

Kata-kata tersebut dituturkan mitra bicara lainnya yang tergabung dalam


sebagai bentuk emosi kekesalan, grup media sosial.
ketidakpuasan untuk meledek dan
Partisipan menyadari bentuk-
merendahkan mitra bicara atau pihak yang
bentuk etika bermedia sosial yang perlu
sedang dibincangkan. Bentuk sarkasme ini
dijaga, seperti diungkap berikut: “tidak
mengandung maksud tertentu, seperti
komentar-komentar buruk tentang
memaki, membentak, mengancam,
postingan dia atau nge-judge, atau body-
menghujat, mengejek, melecehkan,
shaming’ (A, perempuan, 2020); “- apa
menjelek-jelekkan, menyudutkan,
bakal ini melukai hatinya?” (I, laki-laki,
mendiskriminasi, mengintimidasi, menakut-
2020); “jangan ngomong kasar di chat,
nakuti, memaksa, menghasut, dan
‘oi.. kebun binatang’” (J, laki-laki, 2020);
membuat orang lain malu (Marliadi, 2019).
“…yang tidak … menulis kata – kata kasar
Ketidaksantunan dalam bentuk atau maki – makian” (V, perempuan,
sarkasme terjadi dalam percakapan di 2020).
media sosial, khususnya Line dan
Ketika ketidaknyamanan terjadi
WhatsApp, di antara teman sejawat yang
karena ada pihak yang bertutur kurang
cenderung memiliki hubungan sosial yang
santun, mitra bicara lainnya merespon
dekat/akrab (Chaer, 2010). Sarkasme
dengan berbagai cara, seperti tidak
dapat menciptakan ketidaknyamanan bagi
menggubris, memaklumi, dan

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 141


menghindari konflik. Hal itu Temuan tersebut memperlihatkan
memperlihatkan, meskipun suasana tidak bahwa kesantunan berbahasa berpotensi
nyaman, tidak ada mitra bicara yang sakit meluntur apabila peserta percakapan
hati atau menegur. Ada pula mitra bicara adalah teman sejawat yang sudah saling
dalam kelompok tersebut justru mengenal dan akrab. Kebebasan
memperlihatkan sikap memanas-manasi berekspresi dan tenggelam dengan
secara nonverbal melalui stiker berkelahi keasyikan topik pembicaraan
(Gambar 10a), mengalihkan pembicaraan menyebabkan berkurangnya kontrol
(Btw ini ada kelas nggak, ya?) (Gambar dalam memilih kata.
10b), atau menertawakan (wkwkwk)
(Gambar 10c).

(a) (b)

(c)

Gambar 10. (a),(b),(c) Respon Ketidaksantunan

142 Jurnal Komunikasi


KESIMPULAN etiquete), melainkan juga menerapkan
etika berbahasa di media sosial dengan
Partisipan penelitian ini adalah
cara yang santun, tidak mengekspresikan
mahasiswa terpelajar yang menyadari
kekesalan, kebencian, kemarahan,
pentingnya etika dalam bermedia sosial.
ketidakpuasan dengan kata-kata yang
Mereka cukup berhati-hati dalam
kasar atau kotor. Generasi milenial patut
berkomunikasi di media sosial, seperti di
menunjukkan kepribadian yang santun di
Facebook dan Twitter. Mereka
ruang publik dengan memperhatikan
menggunakan bahasa Indonesia formal
koridor berkomunikasi melalui
dan informal ketika berkomunikasi dengan
penggunaan bahasa yang positif. Dengan
dosen, sedangkan dengan sejawat, mereka
adanya kontrol diri, hakikat media sosial
menggunakan bahasa sehari-hari
sebagai media publik dapat berperan
bercampur bahasa Inggris dan bahasa alay.
positif dalam membangun relasi dan
Partisipan penelitian ini menjaga bertukar informasi yang sehat.
etika berkomunikasi dalam berbagai
Secara teoretis, penelitian ini
bentuk, yaitu tidak menyinggung perasaan
mendukung teori mengenai bahasa dan
orang lain, membaca ulang pesan sebelum
etika yang tidak dapat dipisahkan. Beretika
dikirim jika itu merupakan informasi yang
atau tidaknya seseorang dipengaruhi oleh
penting, memilih waktu yang tepat,
bahasa yang digunakan, apakah
memilih kata yang tepat, memperkenalkan
menggunakan kata-kata yang santun, tidak
diri, mengucapkan salam dan terima kasih,
kasar atau tidak kotor, dan menghormati
meminta izin, menggunakan sapaan
mitra bicara.
hormat, meminta dengan bentuk santun
boleh, menggunakan prapermintaan, dan Secara praktis, penelitian ini
berusaha mengendalikan emosi. berimplikasi pada pengguna media sosial
terbanyak, yaitu generasi milenial. Mereka
Etika bermedia sosial dengan dosen
perlu menunjukkan karakter yang positif
atau orang yang belum dikenal dijaga
melalui pemakaian bahasa yang baik dan
dengan menggunakan kata-kata yang
santun di media sosial. Pemakaian bahasa
sopan dan santai. Meskipun demikian, dari
di media sosial selanjutnya dapat
pengamatan diketahui mereka masih
berdampak dalam komunikasi di dunia
memperlihatkan pelanggaran tatakrama,
nyata dan formal, lisan atau tulis. Hal
yaitu menggunakan kata-kata kotor dan
tersebut disebabkan media sosial
kasar.
ditemukan berpengaruh dalam proses
Dari hasil penelitian ini disarankan pembelajaran bahasa (Pikhart & Botezat,
agar generasi milenial bukan hanya sebatas 2021).
memahami tata cara berbahasa (linguistic

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 143


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, J., Aman, J., Nurunnabi, M., & Fahrimal, Y. (2018). Netiquette: Etika
Bano, S. (2019). The impact of social jejaring sosial generasi milenial dalam
media on learning behavior for media sosial. Jurnal Penelitian Pers
sustainable education: Evidence of dan Komunikasi Pembangunan,
students from selected universities in 22(1), 69–78.
Pakistan. Sustainability https://doi.org/10.46426/jp2kp.v22i1
(Switzerland), 11(6), 1–23. .82
https://doi.org/10.3390/su11061683
Hymes, D. (1974). Model of interaction of
Abbasova, M. (2019). Language of social language and social life. In Gumperz &
media: An investigation of the changes D. Hymes (Eds.), Direction in
that soft media has imposed on Sosiolinguistic. Hold & Rinehart and
language use. 9th International Winston.
Research Conference on Education,
Language and Literature, May, 309– Hyun, S. do, & Ru, Y. N. (2021). The power
314. of language. Haru Indonesia.

Afriani, F., & Azmi, A. (2020). Penerapan Johannesen, R. L., Valde, K. S., & Whedbee,
etika komunikasi di media sosial: K. E. (2008). Ethics in human
Analisis pada grup whatsapps communication. Waveland Press Inc.
mahasiswa PPKn tahun masuk 2016
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Rachman, E., & Jakob, E. (2020). Social
Negeri Padang. Journal of Civic media: Friend or foe? Kompas, 7.
Education, 3(3), 331–338.
Latif, Y. (2020). Pendidikan yang
Astajaya, I. K. M. (2020). Etika komunikasi berkebudayaan. Gramedia.
di media sosial. Widya Duta, 15(1),
81–95. Manan, N. A. (2018). Etika bahasa dalam
komunikasi media sosial (Studi kasus
Besley, A., & Chadwick, R. (1992). Ethical pada mahasiswa PGSD STIKP
issues in jorunalism and the media. Muhammadiyah Kuningan). Jurnal
Roudledge. Ilmiah Educater, 4(1), 25–35.

Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Marliadi, R. (2019). Tindak tutur ekspresif
Politeness some universals in pujian dan celaan terhadap pejabat
language usage. Cambridge negara di media sosial. Jurnal Bahasa,
University Press. Sastra dan Pembelajarannya (JBSP),
9(2), 132–141.
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh media
sosial terhadap perubahan sosial Maulidi, A. (2015). Kesantunan berbahasa
masyarakat di Indonesia. Publiciana, pada media jejaring sosial Facebook.
9(1), 140–157. E-Journal Bahasantodea, 3(4), 42–
49.
Chaer, A. (2010). Kesantunan berbahasa. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/inde
Rineka Cipta. x.php/Bahasantodea/article/view/63
28.
Chrystal, D. (2006). Language and the
internet. Cambrdige. Mutiah, T., Albar, I., Fitriyanto, & Rafiq, A.
(2019). Etika komunikasi dalam
Diana, N. (2016). Pengaruh teknologi menggunakan media sosial. Global
informasi dan komunikasi terhadap Komunika, 1(1), 14–24.
etika berbahasa mahasiswa. Al
Mabhats, 1(1), 134–147.

144 Jurnal Komunikasi


Pertiwi, W. K. (2019). Separuh penduduk Surniandari, A. (2018). Hatespeech sebagai
Indonesia sudah “melek” media sosial. pelanggaran etika berinternet dan
https://tekno.kompas.com/read/201 berkomunikasi di media sosial.
9/02/04/19140037/separuh- Simnasiptek 2017, 137–142.
penduduk-indonesia-sudah-melek-
media-sosial. Syaeba, M. (2016). Etika komunikasi media
sosial Facebook (Studi eksplorasi
Pikhart, M., & Botezat, O. (2021). The terhadap tindakan bullying bagi
impact of the use of social media on mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan
second language acquisition. Procedia Ilmu Pemerintahan Universitas Al
Computer Science, 192, 1621–1628. Asyariah. MITZAL, Jurnal Ilmu
https://doi.org/10.1016/j.procs.2021. Pemerintahan & Ilmu Komunikasi,
08.166 1(1), 17–37.

Pranowo. (2012). Berbahasa secara Townsend, L., & Wallace, C. (2017). Social
santun. Pustaka Pelajar. media resetarch: A Guide to ethics. In
Advances in Research Ethics and
Rianto, P. (2019). Literasi digital dan etika Integrity (Vol. 2, pp. 189–207).
media sosial di era post-truth.
Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, Tsui, Am. B. M. (1995). English
8(2), 24. conversation. Oxford University
https://doi.org/10.14710/interaksi.8. Press.
2.24-35.
Wahyudin, U., & Karimah, K. E. (2017).
Santoso, I. E., & dkk. (2020). Mendidik Etika komunikasi di media sosial.
generasi milenial cerdas berkarakter. Prosiding Komunikasi 1(2).
Kanisius.
Wood, J. T. (2011). Communication
Searle, J. R. (1969). Speech act. Cambridge mosaics: An introduction to the field
University Press. of communication. Wadsworth.

Volume 16, Nomor 2, April 2022, Hal 122-146 145


146 Jurnal Komunikasi

You might also like