Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338962014

Analisis Konflik Pengelolaan Sumberdaya Alam di Kawasan Taman Nasional


Gunung Gede Pangrango

Article in Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] · October 2018
DOI: 10.29244/jskpm.2.5.639-652

CITATIONS READS

0 2,456

2 authors, including:

Fredian Tonny
Bogor Agricultural University
37 PUBLICATIONS 203 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Fredian Tonny on 30 September 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM], Vol. 2 (5): 638-652
DOI: https://doi.org/10.29244/jskpm.2.5.639-652
Copyright ã 2018 Departemen SKPM - IPB
http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm
ISSN: 2338-8021; E-ISSN: 2338-8269

ANALISIS KONFLIK PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI


KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

Analysis of Conflict Management of Natural Resources in the National Park Gede Pangrango
Mountain Area

Anugerah Muhammad Zulfikar1), Fredian Tonny Nasdian1)


1)
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor, Darmaga Bogor 16680, Indonesia
Email: nugiezulfikar@gmail.com; frediantonny@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT
Conflict can’t be separated from the activity of community life and both are integrated. Humans will make efforts in order
to fulfill their needs, including in terms of natural resources. Conservation areas or better known as the national park is
one of the areas most prone to conflict over natural resources. This study aimed to analyze reality of conflict, the factors
causing conflicts, the impact of conflict, the relationship of factors causing conflict with the intensity of emerging conflict
and the forms of conflict resolution in the park area. This research is a quantitative research was supported by qualitative
data with the instrument questionnaires and in-depth interview guide. The problem between farmers and the park is
caused by the change of status of Perhutani area into Gunung Gede Pangrango National Park. This transformation
changed rules of the people who initially worked on land in the region to be stalled. The conflicts natural resource issues
until 2016 increasingly complex due to intimidation received by farmers every year. In resolving conflicts, researchers
provide the idea of Community Based Conflict Management (CBCM) as a method of reducing conflict.
Keywords: Analysis of conflict, natural resources, national parks
ABSTRAK
Konflik tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupan bermasyarakat dan keduanya saling berintegrasi. Manusia akan
melakukan berbagai usaha agar kebutuhan hidupnya dapat tercukupi termasuk dalam hal sumberdaya alam. Kawasan
konservasi atau yang lebih dikenal dengan sebagai taman nasional merupakan salah satu daerah yang paling rawan terjadi
konflik sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis realitas konflik, faktor-faktor penyebab konflik,
hubungan faktor-faktor penyebab konflik dengan intensitas konflik emerging dan gagasan penyelesaian konflik di
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif didukung oleh data
kualitatif dengan instrumen kuesioner dan panduan wawancara mendalam. Permasalahan antara petani penggarap dengan
pihak taman nasional disebabkan oleh adanya perubahan status kawasan Perhutani menjadi Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Perubahan ini merubah landasan pijak masyarakat yang awalnya menggarap lahan di kawasan menjadi
terhenti. Konflik permasalahan sumber daya alam hingga Tahun 2016 semakin kompleks akibat adanya intimidasi yang
diterima petani setiap tahunnya. Dalam menyelesaikan konflik, peneliti memberikan gagasan Manajemen Konflik
Berbasis Komunitas (CBCM) sebagai metode peredam konflik.
Kata Kunci: Analisis konflik, sumberdaya alam, taman nasional

PENDAHULUAN kedudukan dan peran Taman Nasional di mata


masyarakat dan pihak terkait lainnya (Mangindaan
Kawasan-kawasan konservasi termasuk taman
1999). Adanya permasalahan tersebut yang terus
nasional di seluruh Indonesia mempunyai
menerus terjadi, memunculkan situasi konflik yang
permasalahan yang mengancam kelestariannya.
timbul diantara pemangku kepentingan, baik yang
Permasalahan tersebut diantaranya adalah tumpang
terwujud dalam bentuk konflik latent, maupun
tindih kepentingan dari berbagai pihak, belum
manifest. Konflik muncul bersumber dari kenyataan
adanya kesamaan persepsi mengenai fungsi,
akan adanya unsur-unsur dalam setiap masyarakat

Oktober 2018 - 639


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

yang saling bertentangan. Konflik adalah relasi sekitar hutan dapat terjadi karena selama ini
sosial antar aktor sosial yang ditandai oleh pembangunan kehutanan belum memperhatikan
pertentangan atau perselisihan dan kemarahan, baik kondisi sosial ekonomi masyarakat. Ketertinggalan
dinyatakan secara terbuka ataupun tidak, dalam dari segi ekonomi menyebabkan timbulnya sikap
rangka mencapai keinginan atau tujuan masing- bertahan dari masyarakat terhadap pihak luar yang
masing (Kinseng 2013). mengelola hutan.
Menurut Wulan et al. (2004), faktor utama penyebab Penutupan akses masyarakat, pemindahan
konflik di kawasan konservasi adalah penetapan permukiman, dan penegakan hukum merupakan
suatu kawasan konservasi yang biasanya dilakukan upaya pemenuhan ketentuan UU Nomor 5 Tahun
sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan 1990 (Dephut 1990) dan Peraturan Pemerintah
masyarakat, dan pihak-pihak terkait. Namun hal Nomor 68 Tahun 1998 (Dephut 1998) yang
tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. menyatakan bahwa di dalam kawasan taman
Kekhawatiran akan semakin menurunnya fungsi nasional tidak dibenarkan adanya kegiatan-kegiatan
hutan yang lebih tinggi, dan dengan memperhatikan yang mengancam kelestarian kawasan. Keberadaan
keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial kawasan permukiman merupakan bentuk gangguan dan
hutan sebagai kawasan penyangga kehidupan, ancaman terhadap kelestarian kawasan sehingga
mendorong pemerintah mengambil kebijakan baru harus dikeluarkan dari dalam kawasan dan disertai
dengan mengubah status dan fungsi hutan pada pemindahan permukiman. Namun demikian,
kawasan Taman Nasional yang semula berfungsi alternatif solusi ini sangat berat untuk dilakukan
sebagai hutan produksi dan lindung menjadi karena untuk pelaksanaannya memerlukan
Kawasan Konservasi. pendanaan yang sangat besar dan kemungkinan
adanya resistensi yang besar dari masyarakat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marina dan
(Prabowo et al. 2010).
Dharmawan (2011), penyebab konflik kehutanan
yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun- Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Salak disebabkan oleh empat sumber perbedaan, merupakan salah satu taman nasional di Indonesia.
yaitu: perbedaan persepsi, kepentingan, tata nilai, Kawasan TNGGP merupakan perwakilan hutan
dan akuan hak kepemilikan. Namun, permasalahan hujan tropis dataran tinggi dengan ketinggian 1000
utama dalam konflik di Taman Nasional Gunung meter hingga 3019 meter di atas permukaan laut.
Halimun-Salak terletak pada perbedaan dalam akuan Pengelolaan TNGGP dilaksanakan oleh Balai Besar
hak kepemilikan (klaim), terjadi ketika pihak taman Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB
nasional menganggap bahwa kawasan Taman TNGGP) berdasarkan Keputusan Menteri
Nasional Gunung Halimun-Salak sebagai milik Kehutanan No.6186/Kpts-II/2003, Tanggal 10 Juni
negara karena tidak terbebani hak atas tanah, 2003. Kawasan TNGGP awalnya memiliki luas
sedangkan masyarakat adat menganggap bahwa 15196 ha, dan secara administratif terletak di tiga
kawasan Gunung Halimun adalah milik adat, karena wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor
sudah diwariskan oleh leluhur untuk anak-cucu (4.514,73 ha), Kabupaten Sukabumi (6.781,98), dan
mereka. Kabupaten Cianjur (3.599,29 ha). Setelah adanya
perluasan kawasan maka luasnya menjadi 21975 ha
Dari Tahun 1997 sampai dengan Tahun 1999 konflik
sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan
di sektor kehutanan cenderung meningkat cukup
No.174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 (Karsodi
tajam. Jumlah konflik meningkat hampir empat kali
2007).
lipat pada Tahun 1999 dibandingkan dengan Tahun
1997. Pada Tahun 2000 jumlah konflik melonjak Sebelum dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional
drastis sampai 153 kejadian. Angka ini mengalami Gunung Gede Pangrango, wilayah hutan dikelola
penurunan kembali pada Tahun 2001 dan 2002. oleh Perum Perhutani. Melimpahnya sumberdaya
Namun berdasarkan data sampai dengan bulan Juni alam khususnya lahan pertanian membuat
2003, jumlah konflik cenderung meningkat kembali masyarakat Desa Pasir Buncir mengandalkan
(Wulan et al. 2004). Konflik dengan masyarakat pertanian sebagai mata pencaharian dengan

640 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

sebanyak 2788 orang (76.25 persen) di bidang Kompleksitas aktor-aktor yang terlibat dalam
pertanian di sekitar kawasan TNGGP. Adanya pengelolaan sumberdaya alam di kawasan Taman
ketergantungan masyarakat petani di Kampung Nasional Gunung Gede Pangrango menyebabkan
Cipecang dengan menggunakan lahan yang termasuk banyaknya terjadi benturan-benturan yang dapat
dalam kawasan konservasi menimbulkan keresahan memicu terjadinya konflik dalam pengelolaan
bagi pengelola Taman Nasional Gunung Gede sumberdaya alam tersebut akibat penegakan yang
Pangrango pasca penetapan kawasan. Hal tersebut dilakukan pengelola taman nasional (Hidayah 2012).
dikarenakan didalam pengelolaan kawasan Manusia melakukan berbagai usaha dalam
konservasi masyarakat tidak diperbolehkan memenuhi kebutuhan dengan merealisasikan haknya
mengelola sumberdaya alam yang sesuai dengan yang merupakan bagian dari komunal, sering sekali
ketetapan UU Nomor 5 Tahun 1990 (Dephut). terjadi benturan-benturan antara pemenuhan hak-hak
Adanya ketetapan dalam perubahan kawasan tersebut. Benturan-benturan tersebut menimbulkan
menjadi area konservasi berdampak bagi masyarakat ketidakadilan dan memicu tumbuhnya konflik
yang berada di sekitar maupun di dalam kawasan antarmanusia (Marina dan Dharmawan 2011).
taman nasional. Realitas konflik menggambarkan proses konflik
melalui tindakan dan interaksi dari aktor-aktor yang
Menurut Mufrizal (2010), perubahan fungsi kawasan
ada, dengan masing-masing aktor tersebut secara
dari hutan lindung menjadi hutan konservasi dengan
terus menerus realitas dialami secara subjektif.
nama Taman Nasional menimbulkan berbagai
Konflik yang terjadi antara masyarakat khususnya
permasalahan sosial, ekonomi, dan membawa
petani dengan pengelola taman nasional bisa sering
konsekuensi yuridis dalam hal pengelolaannya. Hal
maupun tidak, sesuai dengan tingkat keterlibatannya
ini dikarenakan hampir tidak ditemukan landasan
dalam konflik melalui kegiatan yang dilakukan
pijak bagi masyarakat untuk bertahan mengelola
dalam mengupayakan hak atas penguasaan lahan
hutan yang mengakibatnya masyarakat sekitar
yang dimilikinya. Berdasarkan pemaparan tersebut,
merasa dirugikan. Berdasarkan penelitian
hal ini memunculkan pertanyaan, bagaimana
Agustinawati (2011) masyarakat Desa Pasir Buncir
realitas konflik sumberdaya alam yang terjadi di
hidup bergantung pada sumberdaya tersebut dengan
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
mendapatkan penghasilan pendapatan rumah tangga
Pangrango?
sekitar 25.38 persen dari dalam kawasan TNGGP.
Adanya penghentian beraktivitas oleh pengelola Konflik sosial dapat dikonsepsikan sebagai
taman nasional berujung pada benturan antara hubungan sosial yang tidak harmonis sebagai
masyarakat dengan taman nasional yang konsekwensi dari perbedaan nilai, kepentingan dan
menimbulkan konflik. Sikap dan reaksi petani tindakan yang terdapat dalam masyarakat terkait
bermunculan hingga mencuat untuk dengan pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan
memperjuangkan lahan sumber penghidupannya. (Kausar 2010). Konflik dalam pemanfaatan lahan di
Adanya penguasaan tanah memunculkan perlawanan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
kepada pihak taman nasional agar masyarakat tetap terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara
dapat mengakses. Namun perlawanan yang masyarakat dengan pemerintah tentang peruntukan
dilayangkan tentu tidak hanya oleh pihak pemanfaat lahan dalam kawasan hutan. Apabila dibiarkan
(pengguna) yaitu petani, namun bisa jadi komunitas, begitu saja dengan ketidaksesuaian yang terus
pemerintah, swasta ikut terlibat sebagai akibat terjadi, maka akan ada bentuk konflik yang lebih
perluasan wilayah TNGGP yang mengambil hak atas besar. Berdasarkan pemaparan tersebut, hal ini
penguasaan tanahnya. Berdasarkan pemaparan yang memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa yang
telah dijabarkan, fenomena ini memunculkan suatu menyebabkan timbulnya konflik pengelolaan
pertanyaan yaitu bagaimana permasalahan konflik sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional
yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya Gunung Gede Pangrango?
alam di Taman Nasional Gunung Gede
Adanya pembentukan Taman Nasional Gunung
Pangrango?
Gede Pangrango menimbulkan konflik sosial. Hal ini
disebabkan masyarakat di sekitar taman nasional

Oktober 2018 - 641


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

ditutup aksesnya untuk memanfaatkan sumberdaya tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:
alam yang ada didalamnya. Apabila ditutup, Menganalisis (1) realitas konflik pengelolaan
masyarakat sekitar khususnya petani menjadi sumberdaya alam yang terjadi pada di kawasan
kehilangan sumber penghasilan untuk mencukupi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2)
kebutuhannya. Berdasarkan pemaparan tersebut, hal Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
ini memunculkan pertanyaan, bagaimana dampak timbulnya konflik pengelolaan sumberdaya alam di
konflik yang dirasakan petani sebagai akibat kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(3) Menganalisis dampak konflik yang dirasakan
konflik pengelolaan sumberdaya alam di
petani sebagai akibat konflik pengelolaan
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
sumberdaya alam di kawasan Taman Nasional
Pangrango? Gunung Gede Pangrango (4) Menganalisis hubungan
Perbedaan permasalahan menimbulkan konflik faktor-faktor penyebab konflik dengan intensitas
antara petani dengan pihak Taman Nasional Gunung konflik emerging pada konflik sumberdaya alam di
Gede Pangrango semakin kompleks. Hal ini akan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
semakin bertambah apabila permasalahan tersebut (5) Menganalisis gagasan penyelesaian konflik
sebagai resolusi konflik di kawasan Taman Nasional
tidak mampu diselesaikan sehingga terjadi eskalasi
Gunung Gede Pangrango.
konflik yang semakin meningkat. Salah satunya, hal
ini didasari dengan tingkat keuntungan yang didapat PENDEKATAN TEORITIS
dari hasil sumberdaya alam yang berada di kawasan Konflik Sumberdaya Alam
taman nasional, sehingga petani intensif ikut serta
dalam berbagai kegiatan konflik untuk Fisher et al. (2001) berpendapat bahwa konflik
adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
mengadvokasi lahan sumber penghidupannya agar
(individu atau kelompok) yang memiliki, atau
tidak direbut oleh pihak TNGGP. Berdasarkan
merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
pemaparan tersebut, maka pertanyaannya, Konflik menurut Fuad dan Maskanah (2000) yaitu
bagaimana hubungan faktor-faktor penyebab benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih
konflik dengan intensitas konflik emerging dalam yang disebabkan adanya perbedaan budaya, nilai,
konflik sumberdaya alam di kawasan Taman status, kekuasaan dan kelangkaan sumberdaya,
Nasional Gunung Gede Pangrango? dimana masing-masing pihak mempunyai
kepentingan yang sama terhadap sumberdaya.
Wulan et al. (2004) mengungkapkan penyelesaian
Sumberdaya alam merupakan salah satu potensi kuat
konflik merupakan suatu upaya atau inisiatif yang dalam menciptakan situasi konflik. Sumberdaya
dilakukan untuk mengatasi dan mencari jalan keluar alam memberikan penghidupan bagi pemanfaat
dari suatu peristiwa konflik. Inisiatif ini bisa datang dalam melakukan aktivitas maupun memperoleh
dari para pihak yang terlibat dalam konflik baik manfaat ekonomis untuk memenuhi kebutuhannya.
masyarakat (petani), pemerintah, ataupun Taman
Faktor-Faktor Penyebab Konflik
Nasional Gunung Gede Pangrango, sehingga
didalamnya terjadi negosiasi untuk mencapai Menurut Fuad dan Maskanah (2000) menjelaskan
kesepakatan yang menguntungkan bersama. Konflik konflik dapat dikelompokkan dan dianalisis dengan
yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya alam menggunakan ruang-ruang konflik sebagai berikut
bukan untuk dihilangkan tetapi perlu dicarikan ini: (1) Konflik data. Terjadi ketika orang
solusinya (Kadir et al. 2013). Berdasarkan kekurangan informasi, mendapat informasi yang
pemaparan tersebut, hal ini memunculkan salah, tidak sepakat mengenai data yang relevan,
pertanyaan, bagaimana gagasan penyelesaian menterjemahkan informasi dengan cara yang
konflik sebagai resolusi konflik di kawasan berbeda. (2) Konflik kepentingan. Disebabkan oleh
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango? persaingan kepentingan yang dirasakan atau secara
nyata memang tidak bersesuai dengan yang
Tujuan umum dari penelitian adalah menganalisis
diinginkan. (3) Konflik hubungan antar manusia.
permasalahan permasalahan konflik yang terjadi
Terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang
dalam pengelolaan sumber daya alam di Taman
kuat, salah persepsi atau stereotype, salah
Nasional Gunung Gede Pangrango. Sedangkan
komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang

642 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

(repititif). (4) Konflik nilai. Disebabkan oleh sistem- penyelesaian konflik, yaitu: lumping it, avoidance or
sistem kepercayaan yang tidak bersesuaian, mungkin exit, coercion, negotiation, concilliation, mediation,
hal itu hanya dirasakan atau memang sesungguhnya arbitration, adjudication. Dari kedelapan prosedur
ada. (5) Konflik struktural. Terjadi ketika umum penyelesaian konflik di atas, hanya butir
ketimpangan untuk melakukan akses dan kontrol negoisasi, konsiliasi dan mediasi yang merupakan
terhadap sumberdaya. penyelesaian konflik di luar pengadilan yang
dipandang kondusif. Hal ini dikarenakan ketiganya
Aktor-Aktor dalam Konflik
mengandung unsur win-win solution yang sifatnya
Banyaknya aktor yang terlibat bukan berarti lebih langgeng.
distribusi dalam manfaat sumberdaya alam juga turut
banyak ataupun merata dengan baik. Oleh karena itu, Kerangka Pemikiran
konflik pun muncul dengan melibatkan banyak pihak Munculnya penetapan kawasan konservasi Taman
dari luar, baik untuk mempertahankan kepentingan Nasional Gunung Gede Pangrango menjadi pemicu
masing-masing ataupun untuk pendampingan utama penyebab konflik. Hal ini apabila dianalisis,
konflik. Oktaviana (2015) menyebutkan aktor-aktor konflik dapat disebabkan petani Kampung Cipecang
dalam konflik diantaranya: (1) Masyarakat Lokal (2) tidak diperkenankan untuk menggarap lahan di
Swasta (Private Sector) (3) Pemerintah/Negara kawasan TNGGP.
(State) (4) Kelembagaan Masyarakat. Faktor Penyebab
Konflik
Intensitas Konflik Intensitas
- Perbedaan data (X.1) Konflik
Menurut Fuad dan Maskanah (2000), konflik yang - Perbedaan
terjadi dapat berupa konflik latent, konflik emerging, kepentingan (X.2) Konflik
- Masalah hubungan Emerging (Y)
dan konflik manifest. Konflik latent dicirikan dengan
antar manusia (X.3)
adanya tekanan-tekanan yang belum terlihat - Masalah struktural
sehingga tidak muncul ke permukaan. Selain itu, (X.4)
biasanya ada pihak yang terlibat belum menyadari
adanya konflik. Konflik emerging adalah pihak- Gambar 1 Bagan Kerangka Berfikir
pihak yang terlibat dalam konflik mengakui adanya
perselisihan yang terjadi dengan konteks METODE PENELITIAN
permasalahan yang telah diketahui bersama secara
jelas, namun dalam penyelesaian masalahnya sendiri Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam
belum ada. Konflik manifest adalah pihak-pihak penelitian deskriptif dan penelitian penjelasan
terlibat secara aktif dalam konflik, dan melakukan (explanatory research). Penelitian deskriptif
adanya aksi tindakan yang menunjukkan pertikaian digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih
dalam memperjuangkan kepentingannya. Konflik ini mendalam mengenai kondisi sosial atau fakta suatu
bisa jadi pihak yang bertikai sudah mulai melakukan peristiwa di daerah tertentu. Penelitian ini
upaya penyelesaian. menggunakan pendekatan data kuantitatif dengan
didukung data kualitatif. Faktor-faktor penyebab
Dampak Konflik konflik dan intensitas konflik emerging akan diukur
Menurut Karlinda (2015) dampak konflik dapat secara kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti (1) Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir, Kecamatan
penurunan luas penguasaan lahan, (2) keresahan Caringin, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
petani, (3) Persepsi negatif petani, (4) Kesadaran penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).
petani dan (5) peningkatan kohesivitas kelompok.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
Penyelesaian Konflik adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan
Mengutip Condliffe (1991) dalam Marina dan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.
Dharmawan (2011) mengenai resolusi konflik, Isi kuesioner ditujukan kepada petani penggarap
terdapat delapan prosedur umum dalam rangka Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir yang terlibat

Oktober 2018 - 643


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

dalam konflik dengan menggunakan teknik menjadi kecil. Rumus korelasi Rank Spearman
pendekatan kuantitatif untuk melihat penyebab ' ∑ )* +
adalah sebagai berikut: 𝑟# = 1 −
konflik dan intensitas konflik emerging. Wawancara ,(,+./)

mendalam juga dilakukan dengan beberapa petani HASIL DAN PEMBAHASAN


penggarap Kampung Cipecang, aparat Desa Pasir
Buncir, LSM dan pihak Balai Besar Taman Nasional Realitas Konflik
Gunung Gede Pangrango untuk menggali lebih 1. Aktor-Aktor yang berkonflik
banyak tentang konflik sumberdaya alam yang telah Dalam penelitian ini, aktor yang berkonflik terbagi
berlangsung selama ini. Data sekunder diperoleh dari menjadi empat, yakni pengelola Taman Nasional
kantor desa mengenai profil desa, dan dari Balai Gunung Gede Pangrango, petani penggarap
Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kampung Cipecang, aparat Desa Pasir Buncir, dan
mengenai profil Taman Nasional Gunung Gede Rimbawan Muda Indonesia (RMI).
Pangrango.
a. Pengelola Taman Nasional Gunung Gede
Penelitian ini menggunakan sumber data dari Pangrango
responden dan informan melalui survei (kuesioner) Pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
dan wawancara mendalam. Unit analisis penelitian sejak Keputusan Menteri Kehutanan
ini adalah individu petani penggarap yang terkait No.6186/Kpts-II/2003, di Tahun 2003 terkait
dalam konflik. Responden dalam penelitian ini perubahan status kawasan menjadi Taman
adalah petani penggarap Kampung Cipecang, Desa Nasional meminta agar masyarakat yang berada
Pasir Buncir yang melakukan penggarapan di di dalam kawasan TNGGP untuk tidak lagi
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango beraktivitas. Hal ini begitu juga bagi petani
(TNGGP). Populasi dalam penelitian ini adalah Kampung Cipecang untuk tidak lagi merambah
seluruh petani penggarap yang terlibat dalam konflik kawasan hutan, supaya kawasan yang telah
pengelolaan sumberdaya alam di Taman Nasional menjadi wilayah konservasi tersebut
Gunung Gede Pangrango. Berdasarkan informasi keanekaragaman yang ada didalamnya dapat
yang diperoleh dari lapang, petani yang terlibat terlidungi. Selain itu, kegiatan itu dilakukan
sebanyak 37 orang. Seluruh petani penggarap sebagai upaya pemenuhan ketentuan UU Nomor
tersebut dipilih menjadi responden (sensus). 5 Tahun 1990 (Dephut 1990) dan Peraturan
Sedangkan pemilihan terhadap informan dilakukan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 (Dephut 1998)
secara sengaja (purposive). yang menyatakan bahwa di dalam kawasan taman
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data nasional tidak dibenarkan adanya kegiatan-
kuantitatif dan data kualitatif. Data yang diperoleh kegiatan yang mengancam kelestarian kawasan.
secara kuantitatif melalui kuesioner diolah dengan
menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan b. Petani Penggarap Kampung Cipecang
SPSS 16 for Windows. Kemudian IBM SPSS Hampir sekitar 80 persen jumlah rumah tangga
Statistic 16 for windows digunakan untuk melihat Kampung Cipecang berprofesi sebagai petani
hubungan yang nyata antara faktor penyebab konflik penggarap di kawasan TNGGP (Gambar 12).
dengan intensitas konflik. Korelasi dapat Jumlah petani yang menggarap lahan tersebut
menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). berjumlah 37 orang. Petani penggarap bereaksi
Korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah negatif terhadap pihak TNGGP akibat terjadi
antara dua variabel yang diuji, yang berarti semakin perselisihan yang dikarenakan perebutan sumber
besar variabel bebas (variabel independen) maka daya alam di kawasan taman nasional. Petani
semakin besar pula variabel terikat (variabel mengganggap wilayah tersebut yang merupakan
dependen). Sementara itu korelasi negatif sumber pencaharian masyarakat sejak dahulu dan
menunjukkan hubungan yang tidak searah, yang lahan tersebut diwariskan oleh nenek moyangnya
berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat secara turun-temurun jauh sebelum taman
nasional ada. Petani merasa pihak TNGGP
seharusnya tidak melarang mereka untuk

644 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

melakukan aktivitas seperti biasanya dalam jauh sebelum taman nasional ada, sehingga pihak
menggarap lahan. TNGGP seharusnya tidak melarang mereka untuk
c. Aparat Desa Pasir Buncir melakukan aktivitas seperti biasanya dalam
Ketidaktahuan aparat desa mengenai konflik yang menggarap lahan. Pergantian kekuasaan dari
ada dikarenakan faktor kepengurusan desa yang Perhutani menjadi Taman Nasional berdasarkan
baru berganti pada Tahun 2013, sehingga mereka Keputusan Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-
mengaku tidak mengetahu informasi sebelumnya. II/2003, di Tahun 2003 belum menyebabkan dampak
Namun pihak Pemerintah Desa Pasir Buncir bagi petani penggarap Kampung Cipecang karena
sering menjalin interaksi dan koordinasi dengan penegakan kebijakan pelarangan aktivitas di
Pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. kawasan TNGGP belum berjalan.
Pihak TNGGP berkoordiansi dalam memberikan
3. Frekuensi dan Intensitas (Eskalasi) Konflik
sosialisasi di desa mengenai penanaman pohon.
Kegiatan sosialisasi tersebut baru dilakukan di Intensitas konflik emerging petani dalam penelitian
Kampung Lengkong saja. Sementara itu ini diukur berdasarkan pernah atau tidaknya
pemerintah sebelumnya menjalin kerja sama mendapatkan perlakuan intimidasi, jumlah perlakuan
intimidasi yang diterima, pernah atau tidaknya
dengan Pihak TNGGP dalam membantu
mengikuti pertemuan rapat dengan RMI, dan jumlah
masyarakat Kampung Wangung Jaya mengganti
pertemuan rapat dengan RMI yang diikuti.
alih profesi dari petani penggarap menjadi
peternak. Hal ini dilakukan karena untuk Tabel 1 Jumlah dan persentase responden menurut
menghindari konflik sehingga pihak TNGGP perlakuan intimidasi di Kampung Cipecang,
memberikan pekerjaan lapangan yang baru. Desa Pasir Buncir
Namun aparat desa mengaku kegiatan tersebut No Perlakuan Jumlah Persentase
belum sama sekali dilakukan di Kampung Intimidasi (orang) (%)
Cipecang. 1 Tidak Pernah 27 73.0
2 Pernah 10 27.0
d. Rimbawan Muda Indonesia
Total 37 100.0
RMI masuk ke Kampung Cipecang Tahun 2014
untuk membantu masyarakat dalam
mempertahankan lahan garapan petani dari Pihak Dari tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 27 orang
TNGGP. RMI membuat rapat yang membahas (73 persen) tidak pernah mendapatkan perlakuan
mengenai kegiatan yang tidak diperbolehkan intimidasi sehingga tingkat perlakuan intimidasi
didalam kawasan konservasi seperti menebang tergolong rendah. Hal ini terjadi dikarenakan
pohon di wilayah yang bukan lahan garapannya, responden hanya mengetahui petugas TNGGP
arahan/motivasi untuk tetap menggarap dan datang dan melakukan intimidasi dari petani yang
melakukan pengukuran terhadap lahan yang berada dilapangan saja. Kemudian informasi tersebut
petani garap di kawasan Taman Nasional Gunung diberitahukan oleh petani lainnya dari satu ke petani
Gede Pangrango. Selain itu juga dilakukan lainnya.
pengukuran terhadap lahan petani untuk Berdasarkan tabel 2, jumlah perlakuan intimidasi
mengetahui luas lahan yang digarap dan tergolong dalam intensitas yang rendah. Hal ini
memberikan batas-batas antara petani dengan ditunjukkan dengan sebanyak 26 orang (70.3 persen)
petani lainnya. Hal ini untuk mencegah konflik sama sekali tidak pernah mendapatkan intimidasi.
internal antar petani penggarap. Kemudian sebanyak 18.9 persen menyatakan pernah
2. Sumber Konflik mendapatkan intimidasi sebanyak 1 kali. Sisanya
hanya berkisar dibawah 11 persen saja.
Petani penggarap dan pihak TNGGP terjadi
perselisihan dikarenakan perebutan SDA berupa
lahan pertanian dan perkebunan yang berada di
kawasan taman nasional. Petani penggarap
mengganggap wilayah tersebut merupakan
peninggalan nenek moyangnya secara turun-temurun

Oktober 2018 - 645


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

Tabel 2 Jumlah dan persentase responden menurut Konflik Emerging


jumlah perlakuan intimidasi di Kampung
Berdasarkan hasil yang ditemukan di lapangan,
Cipecang, Desa Pasir Buncir
konflik emerging ditentukan berdasarkan hasil
No Jumlah Perlakuan Jumlah Persentase penjumlahan skor empat indikator yakni dari pernah
Intimidasi (orang) (%) tidaknya mendapatkan perlakuan intimidasi, jumlah
1 0 26 70.3
2 1 7 18.9
perlakuan intimidasi, pernah tidaknya mengikuti
3 2 1 2.7 rapat dan jumlah mengikuti pertemuan rapat.
4 3 2 5.4
Tabel 5 Jumlah dan persentase responden
5 4 0 0.0
6 5 1 2.7
menurut intensitas konflik emerging di
Total 37 100.0 Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir
No Konflik Jumlah Persentase
Emerging (orang) (%)
Tabel 3 menunjukkan bahwa pertemuan rapat yang 1 Rendah 18 48.6
diikuti responden dengan pihak RMI tergolong 2 Sedang 13 35.1
tinggi dengan sebanyak 23 orang (62.2 persen) 3 Tinggi 6 16.2
pernah mengikuti rapat. Kebanyakan yang tidak Total 37 100.0
mengikuti rapat adalah wanita maupun petani yang
berada di usia muda.
Sebagian besar tingkat intensitas konflik emerging
Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut tergolong rendah, yaitu sebanyak 18 orang (48.6
pertemuan rapat di Kampung Cipecang,
persen). Sebesar 35.1 persen atau sebanyak 13 orang
Desa Pasir Buncir
memiliki tingkat intensitas konflik emerging rendah.
No Pertemuan Jumlah Persentase
Rapat (orang) (%) Rendahnya konflik emerging yang terjadi antara
1 Tidak Pernah 14 37.8 petani penggarap dengan pihak Taman Nasional
2 Pernah 23 62.2 Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dikarenakan
Total 37 100.0 hanya beberapa pihak saja yang merasa pernah
bersentuhan langsung dengan pihak TNGGP.
Dari Tabel 4 tersebut diketahui bahwa jumlah
pertemuan rapat di dominasi oleh intensitas yang Faktor-Faktor Penyebab Konflik
tergolong rendah karena sebanyak 37.8 persen tidak Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor penyebab
pernah hadir. Hal ini dikarenakan responden tidak konflik dikarenakan perbedaan data, perbedaan
secara rutin selalu mengikuti semua pertemuan rapat kepentingan, masalah hubungan antar manusia, dan
karena faktor kelelahan akibat pekerjaan maupun ada masalah struktural.
kegiatan lain. 1. Perbedaan Data
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut
menurut pertemuan rapat di Kampung perbedaan data di Kampung Cipecang,
Cipecang, Desa Pasir Buncir Desa Pasir Buncir
No Jumlah Jumlah Persentase No Perbedaan Data Jumlah Persentase
Pertemuan Rapat (orang) (%) (orang) (%)
1 0 14 37.8
1 Rendah 15 40.5
2 1 8 21.6
3 2 4 10.8 2 Sedang 22 59.5
4 3 4 10.8 3 Tinggi 0 0.0
5 4 4 10.8 Total 37 100.0
6 5 3 8.1
Total 37 100.0
Berdasarkan tabel 6, sebagian besar responden
masuk kedalam kategori sedang, yakni sebanyak 22
orang (59.5 persen). Beberapa responden hanya
mengetahui terjadi perbedaan informasi yang didapat

646 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

dalam penentuan penetapan kawasan TNGGP dan 4. Masalah Struktural


batas-batas zonasi yang ditetapkan oleh taman Berdasarkan data tabel 9, masalah struktural
nasional. tergolong tinggi, yakni 56.8 persen (21 orang).
2. Perbedaan Kepentingan Responden menganggap masalah timbul akibat tidak
adanya pertemuan yang melibatkan petani dalam
Tabel 7 Tabel Jumlah dan persentase responden membuat kebijakan yang berkaitan dengan lahan
menurut perbedaan kepentingan di garapan mereka. Responden merasa pihak Taman
Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir Nasional Gunung Gede Pangrango dari awal tidak
No Perbedaan Jumlah Persentase pernah melakukan pertemuan di Kampung Cipecang
Kepentingan (orang) (%) untuk berdiskusi kepada petani. Selain itu, adanya
1 Rendah 1 2.7
peraturan pelarangan penutupan kawasan yang
2 Sedang 15 40.5
secara sepihak dibuat oleh taman nasional membuat
3 Tinggi 21 56.8
Total 37 100.0 petani penggarap tidak akan dapat melakukan
penggarapan lagi. Hal tersebut yang menyebabkan
Dari hasil Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa terjadinya perselisihan petani dengan pihak Taman
perbedaan kepentingan masuk kedalam kategori Nasional Gunung Gede Pangrango akibat masalah
tinggi dengan 56 persen. Dapat dilihat bahwa struktural.
perbedaan terjadi dikarenakan petani mengakses Tabel 9 Jumlah dan persentase responden
sumber daya lahan untuk memenuhi kebutuhan menurut masalah struktural di
sehari-hari. Sedangkan pihak TNGGP berjuang Kampung Cipecang, Desa Pasir Buncir
untuk menjaga ekosistem yang ada dikawasan No Masalah Jumlah Persentase
tersebut agar tidak mengalami pengrusakan. Struktural (orang) (%)
1 Rendah 5 13.5
3. Masalah Hubungan antar Manusia 2 Sedang 11 29.7
3 Tinggi 21 56.8
Tabel 8 menunjukkan tingkat masalah hubungan Total 37 100.0
antar manusia tergolong sedang dengan 59.5 persen
(22 orang). Masalah timbul akibat petani pernah
Dampak Konflik dan Gagasan Penyelesaian
mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan Konflik
oleh pihak Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dengan intimidasi saat berada disawah. 1. Dampak Konflik
Selain itu, adanya penangkapan salah satu petani
Dalam penelitian ini, berdasarkan hasil lapang
juga menimbulkan kesan buruk petani kepada pihak
diperoleh bahwa dampak konflik yang ditimbulkan
taman nasional. Adanya cara komunikasi petugas akibat situasi konflik yang terjadi antara petani
taman nasional yang “melukai hati petani” Kampung Cipecang dengan pihak Taman Nasional
dikarenakan merendahkan status petani maupun Gunung Gede Pangrango secara berkepanjangan
berbicara dengan intonasi yang tinggi. terbagi menjadi dua yakni, keresahan dan ketakutan
Tabel 8 Jumlah dan persentase responden petani dan peningkatan kohesivitas kelompok.
menurut masalah hubungan antar
manusia di Kampung Cipecang, Desa a. Keresahan dan Ketakutan Petani
Pasir Buncir Bermula dari adanya penangkapan Pak SM pada
Tahun 2003 oleh petugas Taman Nasional akibat
No Masalah Jumlah Persentase
Hubungan Antar (orang) (%) transaksi kayu hasil hutan didalam Taman
Manusia Nasional Gunung Gede Pangrango menimbulkan
1 Rendah 6 16.2 kesan buruk bagi petani penggarap Kampung
2 Sedang 22 59.5 Cipecang. Pasalnya, kayu yang dijual kepada
3 Tinggi 9 24.3 orang lain berasal dari lahan garapnya sendiri.
Total 37 100.0 Pihak TNGGP berdalih bahwa pengambilan kayu
didalam kawasan tersebut merupakan bentuk
tindakan pelanggaran karena illegal. Akibat

Oktober 2018 - 647


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

kejadian tersebut, beberapa petani menjadi resah Tabel 10 Hasil uji statistika Rank Spearman antara
saat akan melakukan panen atau mengambil kayu faktor penyebab konflik dengan
didalam lahan garapannya. Selain itu, beberapa intensitas konflik emerging
petani juga mengaku berhati-hati apabila berada Intensitas Konflik
di lahan apabila sedang bertani. Mereka takut jika Faktor Penyebab Emerging
petugas TNGGP datang kemudian Konflik Koefisien
Sig
mengintimidasi mereka karena masih menggarap korelasi
dilahan Taman Nasional Gunung Gede Perbedaan Data 379* 010
Pangrango. Perbedaan Kepentingan 465** 002
Masalah Hubungan 524** 000
b. Peningkatan Kohesivitas Kelompok Antar Manusia
Petani penggarap Kampung Cipecang yang resah Masalah Struktural 512** 001
dan takut karena adanya penangkapan salah satu
petani di lahannya sendiri menimbulkan dampak Peneliti menganalisis hubungan antara faktor-faktor
konflik yang positif bagi petani yakni penyebab konflik dengan intensitas konflik
peningkatan kohesivitas kelompok. Selain itu,
emerging. Berdasarkan hasil analisis, diketahui
akibat peneguran dan intimidasi yang dilakukan
bahwa terdapat hubungan yang sedang antara
petugas Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango menjadikan kohesitivas mereka perbedaan data dengan intensitas konflik emerging
semakin meningkat. Adanya pembicaraan dari sebesar 0.379. Petani penggarap menganggap adanya
satu petani ke petani lainnya mengenai kejadian perbedaan pemahaman yang berdasarkan informasi
tersebut yang ada dilapangan membuat petani yang berbeda. Mereka hanya mendapatkan informasi
lainnya menjadi merasa iba sehingga akan dari satu petani ke petani lainnya, sedangkan pihak
membantu rekannya apabila terjadi kejadian yang TNGGP tidak pernah datang untuk memberikan
serupa. Hal ini dibuktikan dengan saat terjadi sosialisasi. Selanjutnya, perbedaan kepentingan
penangkapan Pak SM, beberapa petani langsung terdapat hubungan kuat dengan intensitas konflik
datang untuk meminta melepaskan Pak SM emerging dengan hasil uji korelasi sebesar 0.465.
melalui protes keras dan aksi. Sementara itu, Petani menginginkan terus melakukan penggarapan
melalui rapat yang dilakukan oleh petani untuk menghidupi keluarganya sehari-hari,
penggarap Kampung Cipecang dengan RMI pada
sedangkan pihak TNGGP berjuang melakukan
Tahun 2014 hingga Tahun 2016, menjadikan
peningkatan solidaritas antar petani akibat adanya penutupan pada lahan garapan petani agar
persamaan nasib. kelestarian ekosistem dalam kawaasan konservasi
tetap terjaga. Pada masalah hubungan antar manusia
2. Hubungan Antara Faktor-Faktor Penyebab terdapat hubungan dengan intensitas konflik
Konflik dengan Intensitas Konflik Emerging emerging dengan hubungan nyata yang kuat sebesar
0.524. Masalah timbul akibat adanya cara
Peneliti ingin mengkaji hubungan variabel yang
komunikasi pihak TNGGP yang dianggap melukai
terdapat pada faktor penyebab konflik, sebagai asal
hati petani. Sementara itu, terdapat hubungan yang
mula timbulnya konflik antara petani penggarap
kuat antara masalah struktural dengan intensitas
Kampung Cipecang dengan pihak Taman Nasional
konflik emerging sebesar 0.512. Petani penggarap
Gunung Gede Pangrango terhadap intensitas konflik
Kampung Cipecang merasa bahwa mereka memiliki
emerging melalui uji statistik menggunakan aplikasi
kuasa untuk menggarap lahan di dalam kawasan
SPSS version 16. Variabel faktor penyebab konflik
TNGGP karena faktor sejarah.
sebagai variabel x yang diuji yakni perbedaan data,
perbedaan kepentingan, masalah hubungan antar 3. Gagasan Penyelesaian Konflik
manusia, dan masalah struktural. Sementara itu, Peneliti memberikan gagasan penyelesaian konflik
variabel y yakni intensitas konflik emerging. sebagai solusi untuk mengakhiri konflik antara
petani penggarap Kampung Cipecang dengan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango yang sudah
berlangsung lama. Upaya penyelesaiaan konflik
belum dilaksanakan karena adanya perasaan curiga

648 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

dari masing-masing pihak sehingga apabila ingin Cipecang wacana penutupan akses tersebut dapat
melaksanakan pertemuan sulit terlaksana. Oleh menghilangkan lapangan pekerjaan dan penghasilan
karena itu, diperlukan pihak ketiga yang bersifat sehari-hari. Namun di sisi lain, pihak TNGGP
netral untuk dapat merealisasikan pertemuan yang bersikeras untuk tetap melakukan penutupan agar
dapat menyelesaikan konflik antar mereka sehingga ekosistem dalam kawasan tetap terjaga. Perebutan
diperlukan community based conflict manajement sumber daya alam di dalam kawasan TNGGP ini
(CBCM) atau manajemen konflik berbasis menimbulkan konflik emerging yang terjadi di
komunitas sebagai strategi dalam menyelesaikan berbagai pihak. Konflik permasalahan sumber daya
konflik yang terus berkelanjutan. Kegiatan yang ada alam hingga Tahun 2017 semakin kompleks akibat
dalam CBCM yakni mempertemuan antar pihak- adanya intimidasi yang diterima petani setiap
pihak yang berkonflik dan menggunakan forum tahunnya.
tersebut sebagai aktivitas yang secara nyata
Simpulan khusus dalam penelitian ini yaitu sebagai
membicarakan pokok permasalahan. Peneliti
berikut:
menawarkan pihak ketiga dapat melangsungkan
kegiatan di Aula Balai Desa Pasir Buncir sebagai 1. Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik meliputi
lokasi yang strategis. petani penggarap Kampung Cipecang, pihak
TNGGP, aparat pemerintah Desa Pasir Buncir,
Kemudian, cara mediasi menjadi salah satu cara dan RMI. Kemudian, eskalasi konflik dimulai
dalam menyelesaikan konflik antara petani pada Tahun 2009 akibat pemberitahuan
penggarap Kampung Cipecang dengan pihak Taman pelarangan menggarap di kawasan TNGGP oleh
Nasional Gunung Gede Pangrango melalui adanya petugas taman nasional kepada petani penggarap
pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga sebagai Kampung Cipecang. Konflik terjadi akibat
mediator dalam mediasi ini diharapkan menjadi ketidakterimaan petani atas kebijakan yang
solusi untuk mempertemukan kedua pihak yang sulit merugikan mereka. Hal ini terus berlanjut hingga
dipertemukan akibat adanya rasa saling curiga. Pihak Tahun 2016, namun selama periode ini petani
ketiga yang dirumuskan dapat berasal dari lembaga selalu mendapatkan perlakuan intimidasi.
2. Faktor-faktor penyebab konflik yang terjadi di
swadaya masyarakat (LSM) Rimbawan Muda
kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Indonesia, Pemerintah Desa Pasir Buncir, maupun Pangrango (TNGGP) disebabkan oleh empat
akademisi. Melalui metode CBCM dalam faktor, yaitu perbedaan data, perbedaan
pengelolaan konflik akibat perebutan sumber daya kepentingan, masalah hubungan antar manusia,
alam di kawasan TNGGP, diharapkan mampu dan masalah struktural. Pada perbedaan data,
mengakomodasikan berbagai kepentingan aktor petani penggarap tidak mengetahui informasi
sehingga terciptanya keselarasan antar pihak. mengenai waktu penetapan dan zonasi yang ada
dalam kawasan TNGGP sehingga memunculkan
SIMPULAN DAN SARAN konflik akibat kesalahan dalam pemahaman.
Simpulan Kemudian, perbedaan kepentingan antara petani
penggarap dengan pihak TNGGP memicu
Simpulan umum dalam penelitian ini adalah perebutan kekuasaan sumber daya alam akibat
permasalahan yang timbul antara petani penggarap perbedaan kebutuhan. Selanjutnya, masalah
dengan pihak Taman Nasional Gunung Gede hubungan antar manusia disebabkan oleh cara
Pangrango disebabkan oleh adanya perubahan status komunikasi yang salah oleh pihak TNGGP
kawasan Perhutani menjadi Taman Nasional Gunung kepada petani penggarap. Beberapa petani merasa
Gede Pangrango yang berdasarkan Keputusan di intimidasi untuk meninggalkan lahan garapan
Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-II/2003. mereka. Adanya isu penangkapan salah satu
Perubahan ini merubah landasan pijak masyarakat petani oleh pihak TNGGP menimbulkan
yang awalnya menggarap lahan di kawasan menjadi kemarahan petani sehingga mempengaruhi petani
terhenti. Namun dampak kebijakan ini baru lainnya untuk ikut berselisih. Pada masalah
diberlakukan di Tahun 2009 semenjak petugas struktural disebabkan pembuatan kebijakan
TNGGP datang. Hal ini memicu pertenganan di dilakukan tanpa adanya koordinasi dan diskusi
kepada petani. Munculnya kebijakan pelarangan
berbagai pihak. Bagi petani penggarap Kampung

Oktober 2018 - 649


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

penggarapan di kawasan TNGGP memicu Saran


eskalasi konflik.
Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah
3. Dampak konflik yang ditimbulkan akibat konflik
dijabarkan sebelumnya dapat dibuat beberapa saran
ini yakni keresahan petani dan ketakutan petani
dan peningkatan kohesivitas kelompok. seperti berikut:
Keresahan dan ketakutan terjadi karena 1. Adanya berbagai aktor yang terlibat dalam
penangkapan Pak SM pada Tahun 2003 oleh permasalahan konflik ini, diperlukan pertemuan
petugas Taman Nasional akibat transaksi kayu yang melibatkan semua aktor yang terlibat dalam
hasil hutan didalam Padahal, kayu yang dijual satu forum. Hal ini dapat memberikan
kepada orang lain berasal dari lahan garapnya kesepahaman baik berupa perumusan ulang
sendiri. Pihak TNGGP berdalih bahwa kebijakan sehingga memberikan akses kepada
pengambilan kayu didalam kawasan tersebut petani penggarap, maupun meninjau ulang
merupakan bentuk tindakan pelanggaran karena perundang-undangan yang berhubungan dengan
illegal. Kemudian hal ini menciptakan situasi kawasan konservasi dan hak masyarakat lokal
ketakutan petani apabila masuk kedalam kawasan sehingga antar aktor yang terkait dapat
TNGGP. Sementara itu, dampak konflik berkoordinasi dan ikut serta dalam setiap
menimbulkan situasi positif karena meningkatkan pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan
kohesivitas kelompok. Peningkatan tesebut lahan garapannya.
terjadi karena disebabkan oleh adanya persamaan 2. Pihak TNGGP sebaiknya perlu melakukan
nasib, perasaan iba, dan kumpul rapat petani. evaluasi terhadap petugas lapang pihak TNGGP
4. Berdasarkan uji korelasi Rank Sperman, terdapat dalam hal cara berkomunikasi. Hal ini dilakukan
hubungan antara perbedaan data dengan agar dapat menghindarkan interaksi yang bersifat
intensitas konflik emerging yaitu sebesar 0.379, intimidasi yang selama ini dirasakan oleh petani
sehingga dikategorikan dalam kekuatan penggarap. Selain itu, ini juga dapat mengurangi
hubungan positif yang sedang. Kemudian pada ketegangan konflik emerging yang terjadi.
perbedaan kepentingan dengan intensitas konflik 3. Dalam mengelola konflik, sebaiknya pengelolaan
emerging terdapat hubungan positif yang kuat konflik memperhatikan faktor-faktor penyebab
dengan nilai sebesar 0.465. Sementara untuk konflik, berupa perbedaan data, perbedaan
hubungan masalah hubungan manusia dengan kepentingan, masalah hubungan antar manusia
intensitas konflik emerging terjadi hubungan dan masalah struktural. Faktor-faktor penyebab
positif yang kuat dengan nilai sebesar 0.524. Pada konflik tersebut berhubungan dengan intensitas
masalah struktural dengan intensitas konlik konflik. Semakin tinggi salah satu faktornya,
emerging terdapat hubungan positif yang kuat misalnya masalah struktural maka intensitas
dengan nilai sebesar 0.512. konfliknya semakin tinggi tingkat. Selain itu,
5. Upaya untuk melakukan penyelesaiaan konflik dalam mengelola konflik sebaiknya mengacu
belum terlaksana. Hal ini disebabkan masih pada skor uji korelasi tertinggi yakni masalah
adanya perasaan curiga dari masing-masing pihak hubungan antar manusia, sehingga masalah
sehingga apabila ingin melaksanakan pertemuan tersebut dapat dikelola terlebih dahulu karena
sulit terlaksana. Melihat situasi tersebut, memiliki hubungan yang paling kuat.
diperlukan pihak ketiga yang bersifat netral untuk 4. Dalam melakukan penyelesaian konflik
dapat merealisasikan pertemuan yang dapat diperlukan pihak ketiga sebagai solusi untuk
menyelesaikan konflik antar mereka. Oleh karena mencapai musyawarah dengan pandangan yang
itu diperlukan Community Based Conflict objektif atau netral. Oleh karena itu, metode
Manajement (CBCM) atau manajemen konflik manajemen konflik berbasis komunitas atau
berbasis komunitas sebagai strategi dalam community based conflict manajemen (CBCM)
menyelesaikan konflik yang terus berkelanjutan. dipandang cocok untuk mengatasi persoalan
Cara yang digunakan untuk pengembangan konflik yang ada.
manajemen konflik yakni mediasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga. DAFTAR PUSTAKA

Agustinawati LS. 2011. Kontribusi Sumberdaya


Hutan terhadap pendapatan masyarakat di
sekitar Taman Nasional Gunung Gede

650 - Oktober 2018


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

Pangrango (Studi Kasus di Desa Cinagara Ilham M. 2006. Analisa konflik pengelolaan
dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, sumberdaya alam masyarakat desa sekitar
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. hutan (Kasus masyarakat Desa Curugbitung,
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Dharmawan AH. 2006. Konflik-sosial dan resolusi Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]:
konflik: Analisis sosiobudaya. Makalah Institut Pertanian Bogor.
Seminar dan Lokakarya Nasional Karlinda E. 2015. Konflik Perluasan Kawasan
Pengembangan Perkebunan Wilayah Konservasi Taman Nasional Gunung Gede
Perbatasan Kalimantan. [internet]. [diunduh Pangrango di Desa Wates Jaya, Kecamatan
pada 23 Januari 2017]. Tersedia pada: Cigombong, Kabupaten Bogor. [Skripsi].
http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JUR Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
NAL%20IPB/Konflik- Karsodi ERJ. 2007. Analisis konflik areal eks
Sosial%20dan%20Resolusi%20Konflik- tumpang sari Perum Perhutani di wilayah
%20Analisis%20Sosio- perluasan Taman Nasional Gunung Gede
Budaya%20(Dengan%20Fokus%20Perhatia Pangrango (Kasus di Dusun Gunung Putri,
n%20Kalimantan%20Barat).pdf Desa Sukatani, Resort Gunung Putri, Seksi
Dody. 2014. Resolusi Konflik Perambahan Hutan Konservasi Wilayah III Cianjur Taman
Taman Nasional Lore Lindu di Dongi-Dongi Nasional Gunung Gede Pangrango).
Provinsi Sulawesi Tengah. [Tesis]. [skripsi]. [Internet]. [diunduh tanggal 23
Yogyakarta [ID]: Universitas Gadjah Mada. Januari 2017]. Dapat diunduh dari:
[internet]. [diunduh pada: 5 Januari 2017]. http://repository.ipb.ac.id/handle/12345678
Tersedia pada: 9/49170.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?m Kausar. 2010. Konflik Kepentingan Dibalik
od=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail Konservasi Studi Di Taman Nasional
&act=view&typ=html&buku_id=77269 Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi.
Fisher S, Abdi DI, Ludin J, Smith R, Williams S. Jurnal Ekonomi Pertanian. 2 (1), 132-149.
2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan [internet]. [diunduh pada 1 Desember 2016].
Strategi Bertindak. Kartika Sari SN, Tapilatu Tersedia pada:
MD, Maharani R,Rini DN, penterjemah. http://ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/art
Terjemahan. Jakarta [ID]: The British icle/viewFile/471/464
Council. Kinseng RA. 2013. Identifikasi Potensi, Analisis,
Fitriyah, Manar DG. 2011. Anatomi Konflik Sosial dan Resolusi Konflik. Dalam: Nikijuluw
Di Jawa Tengah: Studi Kasus Konflik VPH, Adrianto L, Januarini N, editor. Coral
Penistaan Agama di Temanggung. Jurnal Governance. Bogor [ID]: IPB Press.
Ilmu Politik. 2 (2), 1-13. [internet]. [diunduh Maharani S. 2008. Sikap Rasional Petani dan
pada 23 Janurari 2017]. Tersedia pada: Konflik Pemanfaatan Lahan Pertanian di
http:// Perdesaan (Studi Kasus Desa Cibatok Satu,
ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/artic Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
le/viewFile/4938/4477 Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi].
Fuad F, Maskanah S. 2000. Inovasi Penyelesaian Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Sengketa Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Mangindaan EE. 1999. Pertemuan Regional
Bogor [ID]: Pustaka LATIN. Pengelolaan Taman Nasional Kawasan
Hidayah A. 2012. Manajemen Konflik Pengelolaan Timur Indonesia. [internet]. [diunduh pada
Sumberdaya Hutan Berbasis Komunitas 23 Januari 2017]. Tersedia pada
(Studi Kasus: Konsep PHBM di KPH pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnach574.pdf
Randublatung, Kabupaten Blora, Provinsi Marina I, Dharmawan AH. 2011. Analisis Konflik
Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Sumberdaya Hutan Di Kawasan Konservasi.
Pertanian Bogor. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,
dan Ekologi Manusia. 5 (2): 90-96.

Oktober 2018 - 651


Zulfikar & Nasdian / Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 2(5): 639-652

[internet]. [diunduh pada 1 Desember 2016]. [internet]. [diunduh pada: 1 Desember


Tersedia pada: 2016]. Tersedia pada
http://download.portalgaruda.org/article.php http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmht/articl
?article=83505&val=223 e/view/3176
Miranda JJ, Corral L, Blackman A, Asner G, Lima Pruitt DG, Rubin, JZ. 2009. Teori Konflik Sosial.
E. 2014. Effects of Protected Areas on Forest Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar.
Cover Change and Local Communities Risyandra Z. 2012. Konflik Penguasaan Lahan di
Evidence from the Peruvian Amazon, Kecamatan Kertajati (Studi Kasus
Environment for Development. Artikel Pembangunan Bandara di Desa Sukamulya,
Ilmiah. Washington (US). [Internet]. Kecamatan Kertajati, Kabupaten
[Diunduh tanggal 1 Desember 2016]. Majalengka, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi].
Tersedia pada Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
http://www.rff.org/search/google/Effects%2 Sabira EJ. 2006. Pemetaan Konflik Pengelolaan
0of%20Protected%20Areas%20on%20Fore Sumberdaya Hutan di Hutan Lindung
st%20Cover%20Change%20and%20Local Gunung Lumut Kabupaten Pasir Provinsi
%20Communities%20Evidence%20from% Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor [ID]:
20the%20Peruvian%20Amazon Institut Pertanian Bogor.
Mufrizal. 2010. Upaya Penanggulangan Perambahan Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian
pada Kawasan Taman Nasional Gunung Survei. Jakarta [ID]: LP3ES.
Ciremai dalam Perspektif Undang-Undang Sujarweni. 2014. SPSS Untuk Penelitian.
Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Yogyakarta [ID]: Pustaka Baru Press.
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tadjudin D. 1999. Model Kelembagaan Masyarakat
[tesis]. [diunduh 28 Oktober 2016]. dalam Pengelolaan Hutan Alam Produksi.
Surakarta [ID]: Universitas Sebelas Maret. Jurnal Seri Kajian Komuniti Forestri Seri 3
Tersedia pada: Tahun 2. Bogor. LATIN.
http://dglib.uns.ac.id/dokumen/download/ Tadjudin D. 2000. Manajemen Kolaborasi. Bogor
Musdalifah. 2009. Konflik Agraria Dalam Relasi [ID]: Pustaka LATIN.
Tukiran dan Effendi. 2014. Metode Penelitian
Antara Perusahaan Pertambangan Dengan
Survei. Edisi Revisi. Jakarta [ID]: LP3ES
Masyarakat (Kasus Konflik Antara Petani
Wirajardjo B, et al. 2001. Konflik, Bahaya atau
Dengan PP.PP Lonsum di Kabupaten
Peluang? Panduan Latihan Menghadapi
Bulukumba). Jurnal Disertasi. [internet].
dan Menangani Konflik Sumberdaya Alam.
[diunduh pada: 23 Januari 2017]. Tersedia
Bandung [ID]: Kerjasama Badan Pelaksana
pada
Konsorsium Pembaruan Agraria (BP-KPA)
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/f37a36b
dengan BSPKemala.
6ee43f77056c67e2905ac9798.pdf
Wulan YC, Yasmi Y, Purba C, Wollenberg E. 2004.
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat.
Kasus HTI Perum Perhutani Unit I, Jawa
Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Tengah. [Internet]. [Diunduh tanggal 1
Indonesia
Desember 2016]. Tersedia pada
Oktaviana. 2015. Analisis Sumber Daya Alam di
www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/B
Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten
Wulan0401I0.pdf
Pati, Provinsi Jawa Tengah (Studi Kasus:
Rencana Pembangunan Pabrik Semen oleh
PT. SMS di Kecamatan Tambakromo dan
Kayen). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut
Pertanian Bogor.
Prabowo SA, Basuni S, Suharjito D. 2010. Konflik
Tanpa Henti: Permukiman dalam Kawasan
Taman Nasional Halimun Salak. Jurnal
Manajemen Hutan. 16 (3): 137-142.

652 - Oktober 2018

View publication stats

You might also like