Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

KANDAI

Volume 9 No. 2, November 2013 Halaman 342-356


126126111111126126234222232342234 12

PEMERTAHANAN BUDAYA TIONGHOA


DALAM NOVEL KAU, AKU DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH
KARYA TERE LIYE
(The Retention of Chinese Culture in
The Novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah By Tere Liye)

Dewi Juliastuty
Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat
Jalan Ahmad Yani Pontianak
Pos-el: djuliastuty@yahoo.co.id
(Diterima 16 Maret2013; Disetujui 26 Agustus 2013)

Abstract
This paper discusses about the retention of Chinese culture in the novel
Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah by Tere Liye. This study uses the
theory of literary anthropology and analysis descriptive method. Cultural
elements in the novel are reviewed through literary anthropology approach
as a study of literature with human relevance (anthropos). Hence, a novel is
considered to have a good quality as same as community. Literary
anthropology is a study which emphasis on culture heritage in the past that
is visible to the literature, so that it can be analyzed trough ethnography
point of view in the literarture as data. This novel showed Chinese culture
that is till maintained by figures of Chinese descent. It can be seen on
mosque architecture, dragon procession, lion dance (barongsai), names, and
language. In addition, social relationships, social behavior Chinese origin
with the people and livelihoods and economic system is influenced by
Confucianism and Taoism. Apparently, the Chinese culture are held by
Chinese descent has changed from its function. Now, celebration of Chinese
New Year (imlek) that become gathering that familiarize them with the
surrounding as they have the visit from the natives, who say happy new year.
In the present, tradition of giving angpau is based more on economic
stability, angpau is not just money in the red pocket, but it means a solidarity
,takel and give good wishes each other.
Keywords: Cultural Retention and Chinese

Abstrak
Tulisan ini mengkaji mengenai pemertahanan budaya Tionghoa dalam
novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye menggunakan
teori antropologi sastra dan metode deskriptif analisis. Unsur-unsur budaya
dalam novel dikaji dengan pendekatan antropologi sastra sebagai studi
sastra dengan relevansi manusia (anthropos). Oleh karena itu, sebuah
novel dianggap mempunyai kualitas yang sama dengan masyarakat tertentu.
Antropologi sastra adalah kajian yang menekankan pada warisan budaya
masa lalu yang nampak pada karya sastra sehingga dapat dikaji lewat
paparan etnografi yang ada pada karya sastra tersebut sebagai data. Pada
novel ini terlihat budaya Tionghoa yang masih dipertahankan oleh para
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

tokoh keturunan Tionghoa yang nampak pada arsitektur masjid, arak-


arakan naga, barongsai, nama diri, dan bahasa. Selain itu, hubungan sosial,
perilaku sosial tokoh keturunan Tionghoa dengan warga masyarakat serta
mata pencaharian dan sistem ekonominya dipengaruhi oleh ajaran
Konfusius dan Tao. Ternyata, budaya Tionghoa yang dilaksanakan
keturunan Tionghoa telah berubah fungsinya. Sekarang perayaan imlek
menjadi ajang silaturahmi yang mengakrabkan mereka dengan warga
sekitarnya karena mereka menerima kunjungan dari warga pribumi—yang
mengucapkan selamat tahun baru. Kini tradisi memberikan angpau lebih
didasarkan pada kemapanan secara ekonomi, makna angpau bukan sekadar
uang yang ada di dalamnya. Angpau, bermakna senasib sepenanggungan,
saling mengucapkan dan memberikan harapan baik.
Kata-kata kunci: Pemertahanan Budaya, dan Tionghoa

PENDAHULUAN novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau


Warga negara Indonesia terdiri Merah Karya Tere Liye.
atas berbagai macam suku bangsa, Unsur-unsur budaya dalam novel
etnik, agama, dan ras sehingga berbeda Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
pula kebudayaan, bahasa, latar Karya Tere Liye dikaji dengan
belakang, maupun sudut pandangnya. pendekatan antropologi sastra sebagai
Hal tersebut menciptakan pluralisme di studi sastra dengan relevansi manusia
Indonesia. Tionghoa adalah satu di (anthropos). Pendekatan antropologi
antara etnik yang ada di Indonesia. sastra memiliki kaitan erat dengan
Etnik Tionghoa sudah sejak lama ada di kajian budaya. Antropologi sastra
Indonesia bahkan sebelum Indonesia merupakan satu di antara varian
merdeka sehingga kebudayaan, bahasa, antropologi budaya, di dalamnya aspek-
maupun sudut pandangnya juga aspek estetis menjadi masalah pokok.
diwariskan kepada keturunannya yang Di pihak lain, dengan
ada di Indonesia dari generasi ke mempertimbangkan relevansi model
generasi. analisis wacana, teks, antropologi sastra
Novel Kau, Aku dan Sepucuk merupakan varian analisis wacana,
Angpau Merah Karya Tere Liye bahkan antropologi sastra identik
menampilkan pluralitas kehidupan dengan kajian budaya itu sendiri
masyarakat Pontianak di tepian Sungai (Ratna, 2012: 43-44). Oleh karena itu,
Kapuas. Novel ini mendeskripsikan sebuah novel dianggap mempunyai
harmonisnya kehidupan masyarakat kualitas yang sama dengan masyarakat
yang plural. Namun, warga etnik tertentu. Antropologi sastra adalah
Tionghoa tetap mempertahankan kajian yang menekankan pada warisan
budaya leluhurnya dalam kehidupan budaya masa lalu yang nampak pada
mereka. Oleh karena itu, masalah karya sastra sehingga dapat dikaji lewat
dalam penelitian ini adalah bagaimana paparan etnografi yang ada pada karya
pemertahanan budaya Tionghoa dalam sastra tersebut sebagai data.
novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Antropologi sastra adalah analisis
Merah Karya Tere Liye. Berdasarkan dan pemahaman terhadap karya sastra
masalah tersebut, maka tujuan dalam kaitannya dengan kebudayaan.
penelitian ini adalah mendeskripsikan Dalam perkembangan berikut definisi
pemertahanan budaya Tionghoa dalam tersebut dilanjutkan dengan
pemahaman dalam perspektif

343
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

kebudayaan yang lebih luas. Perubahan kasta. Bentuk kecenderungan yang


yang dimaksudkan juga mengikuti dimaksudkan juga muncul sebagai
perkembangan sosiologi sastra yang paguyuban tertentu, seperti: masyarakat
semula hanya berkaitan dengan pecinan, pesantren, kantong-kantong
masyarakat yang ada dalam karya satra tertentu, seperti: kampung Bali,
kemudian meluas pada masyarakat minangkabau, Jawa, Bugis, Papua,
sebagai latar belakang penciptaan kelompok tertentu, seperti: priyayi,
sekaligus penerimaan. Karya sastra santri, abangan. Pada gilirannya dalam
dengan demikian bukan refleksi, bukan perkembangan sejarah sastra Indonesia
semata-mata memantulkan kenyataan, akan lahir genre novel antropologis di
melainkan merefraksikan, samping novel sosiologis dan
membelokkannya sehingga berhasil psikologis (2011: 39-40).
mengevokasi keberagaman budaya Analisis antropologi sastra
secara lebih bermakna. Dalam semestinya akan mengungkap berbagai
hubungan ini akan terjadi proses timbal hal, antara lain:
balik, keseimbangan yang dinamis (1) Kebiasaan-kebiasaan masa lampau
antara kekuatan aspek sastra dengan yang berulang-ulang masih
antropologi itu sendiri. Bahkan, dalam dilakukan dalam sebuah cipta sastra.
analisis yang baik, seolah-olah tidak Kebiasaan leluhur melakukan
bisa dikenali lagi apakah yang semedi, melantunkan pantun,
dibicarakan termasuk sastra atau mengucapkan mantra-mantra, dan
antropologi (Ratna, 2012: 31). sejenisnya menjadi fokus,
mengucapkan mantra-mantra, dan
LANDASAN TEORI sejenisnya menjadi fokus penelitian.
Landasan teori yang digunakan (2) Peneliti akan mengungkap akar
dalam penelitian ini adalah antropologi tradisi atau subkultur serta
sastra. Secara definitif menurut Ratna kepercayaan seorang penulis yang
(2011: 351) bahwa antropologi sastra terpantul dalam karya sastra. Dalam
adalah studi mengenai karya sastra kaitan ini tema-tema tradisional
dengan relevansi manusia (anthropos). yang diwariskan turun-temurun akan
Selanjutnya ia berpendapat bahwa menjadi perhatian tersendiri.
analisis antropologis adalah usaha (3) Kajian juga dapat diarahkan pada
untuk mencoba memberikan identitas aspek penikmat sastra etnografis,
terhadap karya tersebut, dengan mengapa mereka sangat taat
menganggapnya sebagai mengandung menjalankan pesan-pesan yang ada
aspek tertentu, dalam hubungan ini ciri- dalam karya sastra. Misalkan saja,
ciri kebudayaannya. Cara yang mengapa orang Jawa taat
dimaksudkan dengan sendirinya menjalankan pepeli yang termuat
berpegang pada definisi antropologi dalam Pepali Ki Ageng Sela.
sastra tersebut. Ciri-cirinya, di (4) Peneliti juga perlu memperhatikan
antaranya: memiliki kecenderungan ke bagaimana proses pewarisan sastra
masa lampau, ciri primordial, citra secara tradisional dari waktu ke
arketipe. Ciri-ciri yang lain misalnya, waktu.
mengandung aspek-aspek kearifan (5) Kajian diarahkan pada unsur-unsur
lokal dengan fungsi dan kedudukannya etnografis atau budaya masyarakat
masing-masing, berbicara mengenai yang mengitari karya sastra tersebut.
suku-suku bangsa dengan (6) Perlu diperhatikan kajian terhadap
subkategorinya, seperti: trah, klen, dan simbol-simbol mitologi dan pola

344
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

pikir masyarakat pengagumnya. metode deskriptif analitis. Metode


Misalkan, peneliti dapat mengkaji deskriptif analitik dilakukan dengan
mitos Nyi Lara Kidul yang terkenal cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
sampai sekarang (Endraswara, 2008: kemudian disusul dengan analisis.
109-110). Secara etimologis deskripsi dan analisis
Selain itu, menurut Ratna (2011: berarti menguraikan. Meskipun
73-74) bahwa antropologi sastra demikian, analisis yang berasal dari
berkaitan dengan tradisi, adat istiadat, bahasa Yunani, analyein („ana‟ = atas,
mitos, dan peristiwa-peristiwa „lyein‟ = lepas, urai), telah diberikan
kebudayaan pada umumnya, sebagai arti tambahan, tidak semata-mata
peristiwa yang khas yang pada menguraikan melainkan juga
umumnya berkaitan dengan peristiwa- memberikan pemahaman dan
peristiwa masa lampau. Meskipun penjelasan secukupnya (Ratna, 2011:
demikian, dalam perkembangan 53).
berikut, seperti dinyatakan melalui
definisi kebudayaan secara luas, yaitu PEMBAHASAN
keseluruhan aktivitas manusia, maka Novel ini mengisahkan mengenai
ciri-ciri antropologis karya sastra dapat perjuangan cinta Borno—seorang
ditelusuri melalui keseluruhan aktivitas pengemudi sepit yang sangat mencintai
tersebut, baik yang terjadi pada masa Mei. Bapak Borno terjatuh dari perahu
yang sudah lewat maupun sekarang saat melaut dan disengat ubur-ubur
bahkan juga pada masa yang akan ketika Borno berusia dua belas tahun.
datang. Koentjaraningrat Bapaknya mendonorkan jantungnya—
dalamRatna(2011: 84) menunjukkan sebelum ia dinyatakan dokter
tujuh ciri kebudayaan yang dapat meninggal secara klinis.
digunakan untuk mengidentifikasi ciri- Kematiannya bapak Borno sangat
ciri antropologis, yaitu: a) peralatan dan berdampak bagi kehidupan banyak
perlengkapan kehidupan manusia, b) orang. Borno sangat terpukul dan
mata pencaharian dan sistem ekonomi, kehidupan keluarganya berubah drastis
c) sistem kemasyarakatan, d) bahasa, sejak bapaknya meninggal tapi Pak
baik lisan maupun tulisan, e) kesenian Tua, Koh Acong, Cik Tulani, dan Bang
dengan berbagai mediumnya, seperti Togar sangat perhatian terhadap Borno
seni lukis, seni rupa, seni tari, seni dan ibunya. Keluarga besar Sarah
drama, dan sebagainya, khususnya seni sangat bersyukur dan berterima kasih
sastra, f) sistem pengetahuan, dan g) kepada bapak Borno yang telah
sistem religi. Ngaben, Nyepi, potong mendonorkan jantungnya. Selama
gigi, potong rambut, demikian juga bertahun-tahun mereka mencari Borno
bunyi kentongan, bunyi cecak dan dan ibunya untuk berterima kasih,
tokek, mimpi, dan sebagainya dapat tetapi bapak Borno berwasiat menolak
dianggap sebagai petunjuk dan dengan pembayaran, pemberian dalam bentuk
demikian sebagai memiliki persamaan apa pun, dan menyuruh pihak rumah
dengan ciri-ciri antropologis tersebut. sakit untuk merahasiakan alamatnya.
Selain itu, kehidupan keluarga Mei
METODE PENELITIAN yang bahagia berubah menjadi
Jenis penelitian ini adalah kepedihan yang sangat mendalam.
penelitian kepustakaan yang bertujuan Mama Mei depresi berat selama
membuat deskripsi yang bersifat bertahun-tahun hingga meninggal
kualitatif. Penelitian ini menggunakan karena merasa sangat bersalah atas

345
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

perbuatannya yang tidak menolong Langit kota berubah


bapak Borno secara maksimal padahal mendung(Liye, 2012: 215).
ia bisa menyelamatkannya. Ia bahkan
melakukan operasi pencangkokan Meninggalkan negeri Tiongkok
jantung papa Sarah dengan dan pindah ke Indonesia tidak
menggunakan jantung bapak Borno. mernyebabkan orang-orang Tionghoa
Mei bertekad menemui Borno melupakan negeri leluhurnya. Mereka
untuk meminta maaf atas kesalahan masih mengenang negeri leluhurnya
mamanya. Namun, ia tidak pernah itu meskipun mereka berada di
sanggup mengatakannya. Sikapnya Indonesia yang sangat jauh dari Cina
yang plin-plan sering membuat Borno sekaligus tetap memeluk agama
sangat bingung dan seolah mereka, yaitu Islam. Hal tersebut
mempermainkan hati Borno. Ternyata, nampak dari bangunan Masjid
mereka saling mencintai tapi ditentang Laksamana Cheng Ho yang
oleh papa Mei. berarsitektur indah khas Tionghoa.
Mei hanya sanggup
menyampaikan permintaan maafnya Mata Pencaharian dan Sistem
kepada Borno lewat surat. Ternyata, Ekonomi
Borno tidak marah ataupun dendam Seolah perdagangan (bisnis) adalah
kepada Mei serta keluarganya. Borno milik etnik Tionghoa sehingga mereka
pun memahami semua sikap aneh Mei identik sebagai kaum pedagang
yang selama ini menjadi misteri. Ia maupun pengusaha. Pada novel ini juga
memaafkannya bahkan sangat Koh Acong adalah seorang pedagang
mencintainya dengan tulus. Hal ini seperti pada kutipan berikut.
mengembalikan kebahagiaan dan Tiba di rumah Koh Acong—
keceriaan Mei yang lenyap sejak pemilik toko kelontong yang
mamanya sakit dan akhirnya menghadap persis Sungai Kapuas,
meninggal. pemesan ikan pertama pagi ini—
Berikut adalah ciri-ciri aku bertanya sambil menjulurkan
kebudayaan Tionghoa yang terdapat setampuk ikan segar. “Koh, berapa
dalam novel Kau, Aku dan Sepucuk panjang Kapuas?”
Angpau Merah Karya Tere Liye. “Mana aku tahu.” Koh Acong
yang sedang repot melayani
Peralatan dan Perlengkapan nelayan yang berbelanja keperluan
Kehidupan Manusia rumah setelah pulang melaut tidak
Ternyata dalam novel tersebut, memedulikanku.
etnik Tionghoa juga mempunyai “Koh pernah ke Hulu Kapuas?”
rumah ibadah berupa masjid. Masjid aku mendesak.
tersebut bernama Masjid Laksamana “Haiya, kau tidak lihat aku
Cheng Ho seperti pada kutipan berikut. sibuk? Berapa liter gulanya? Satu
setengah? Kau jadi ambil karung
Dari gereja itu kami menuju goni berapa? Tiga? Ah iya,
balai kota Surabaya. Turun dari semuanya jadi 149.650 perak.”
angkot berganti menumpang Koh Acong menceracau rincian
becak, menuju Masjid Cheng Ho. belanja dan harga. Soal berhitung
Tiga becak melintas jalanan panas cepat, mencongak, tak ada yang
Surabaya, tiba di halaman masjid mengalahkan Koh Acong (Liye,
berarsiktektur indah khas Cina. 2012: 7-8).

346
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

mencari nafkah seperti Koh Acong


Pada kutipan di atas dapat kita menjadi pedagang dengan memiliki
ketahui bahwa Koh Acong memiliki toko kelontong di tepian Kapuas.Hal
toko kelontong yang persis menghadap ini sejalan dengan pendapat Andri
Sungai Kapuas. Toko tersebut sekaligus Darmawanbahwa kata bermakna
rumah Koh Acong berlokasi di sebuah “kerja” (工 gōng) bila dilihat cermat,
pemukiman di tepian Sungai Kapuas.
Pemukiman tersebut bukanlah pecinan. maka kita akan menemukan garis
Namun, Koh Acong beserta horizontal yang ada pada kata “kerja”
keluarganya dapat hidup dan mencari itu tidak boleh melebihi batas atas
nafkah di sana. Hal ini senada dengan karena akan mengubah maknanya
pendapat Ann Wan Seng dalam menjadi “tanah” (土 tǔ ). Filosofi ini
bukunya yang berjudul Rahasia Bisnis diartikanbila mau sukses, jangan terus
Orang Cina bahwa orang Tionghoa menjadi karyawan, tetapi harus menjadi
adalah bangsa yang fleksibel, mudah pengusaha, meskipun kecil sebab
berubah, dan menyesuaikan diri dengan sekalipun kita kerja mati-matian untuk
keadaan yang bagaimana pun. Mereka orang lain, hasil yang didapat bukan
akan dapat hidup dan mencari makan di sukses yang sebenarnya, melainkan
mana pun mereka berada. Inilah satu di “tanah” atau “mati” sehingga tidak
antara kepandaian orang Tionghoa. pernah cukup secara finansial, sakit,
Mereka bisa berdagang di mana saja selalu merasa tidak ada hasil, dan lain-
termasuk di kawasan yang paling tidak lain.
produktif. Lihat saja di kota-kota yang http://www.marketing.co.id/blog/2012/
ada di Indonesia, pengusaha Tionghoa 08/24/leman-yap-makna-di-balik-
berkembang pesat filosofi-bisnis-4c2/).
(http://temonsoejadi.wordpress.com/20
12/03/23/rahasia-kaya-orang-cina/). Sistem Kemasyarakatan
Orang Tionghoa terkenal sebagai Koh Acong sangat perhatian
pekerja keras seperti Koh Acong kepada para sahabatnya. Ia selalu ada
menjadi pemesan pertama ikan yang untuk mereka baik di saat senang
dijual Borno di pagi hari, bahkan ia maupun susah. Apabila Koh Acong
sibuk melayani pembeli ketika Borno mengetahui mereka sedang sakit,
mengantarkan ikan di toko dilanda kesulitan maupun musibah,
kelontongnya. Sikap tersebut maka ia segera bergegas pergi menemui
merupakan perwujudan dari prinsip mereka untuk memberikan bantuan
berbisnis Tao Chu Kung dalam buku seperti pada kutipan-kutipan berikut.
Rahasia Sukses Bisnis Etnis Tionghoa Tiba di rumah Pak Tua, sudah
yang ditulis Thomas Liem Tjoe, yaitu ada Koh Acong. Dia terlihat
rajinlah dan tekun berusaha, kemalasan menggeleng kepala, sama
berakibat petaka.Faktor terpenting di cemasnya. “Tidak akan sempat,
balik keberhasilan bisnis adalah kita akan terlambat kalau
berusaha dengan konsisten. menunggu dokter. Kau bawa sepit
(http://shelmi.wordpress.com/2011/12/ Borno?”
29/rahasia-sukses-bisnis-etnis- Aku mengangguk.
tionghoa/). “Kita bawa segera ke rumah
Para tokoh pria keturunan sakit umum. “Koh Acong membuat
Tionghoa di dalam novel ini cenderung keputusan (Liye, 2012: 137).
bekerja untuk dirinya sendiri dalam

347
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

tersebut juga dilakukan Koh Acong


Sore harinya, hampir gelap kepada Borno seperti pada kutipan
tepian Kapuas, selesai Ibu berikut.
mengomel, giliran Bang Togar
yang dibawa pergi dua polisi. Alamak! Aku menggaruk kepala
Keluarga Kak Unai melapor. Tidak yang tidak gatal. Aku pikir surat
perlu ahli hukum, kasus ini jelas ini spesial. Benda penting yang
kena pasal kekerasan dalam rumah tertinggal di sepitku ternyata
tangga. Koh Acong dan Cik Tulani hanya amplop angpau. Kenapa
menemani Bang Togar ke kantor tidak terpikirkan sebelumnya?
polisi. Tangan Bang Togar Bukankah waktu aku kecil, Koh
diborgol. Wajahnya berlipat penuh Acong sering memberiku angpau?
penyesalan. Dia jadi tontonan Warnanya persis sama. Yang
sepanjang gang sempit (Liye, membedakan, bentuk dan bahan
2012: 239). amplop yang kupegang lebih baik
(Liye, 2012: 93-94).
Sikap Koh Acong yang setia
kawan dan selalu siap menolong para Dari kutipan di atas nampak
sahabatnya setiap saat merupakan hubungan yang harmonis antara etnik
cerminan dari ajaran Konfusius. Tujuan Tionghoa dengan warga pribumi.
ideal Konfusianisme adalah menjadi Warga mengunjungi etnik Tionghoa
seorang yang berbudi mulia untuk mengucapkan selamat tahun
denganberpegang teguh pada prinsip baru. Hal tersebut senada dengan
moralitas dan tidak sedikit pun pendapat Asali bahwa perayaan tahun
meninggalkan perbuatan baik, bahkan baru imlek di Kalbar masa kini,
tidak akan berbuat sekedar untuk sekaligus merupakan ajang
sesuap nasi. bersilahturahmi anggota masyarakat
Konfusius berkata, orang yang dapat yang menciptakan keakraban dan
mempraktikkan lima hal dimana-mana, keharmonisan lintas etnis dalam
di bawah langit, akan berwatak berbagi kegembiraan, rumah etnis
peramah dan penyayang. Kelima hal itu Tiongoa “open house”, dan anak-anak
adalah sopan-santun, kemurahan hati, akan mendapatkan yai sui chian/
kepercayaan, kerajinan, dan angpau (2008: 15).
keramahan. Hubungan dengan orang Selain itu, etnik Tionghoa
lain menurut Konfusius adalah kerja memiliki falsafah yan bi xin, xing bi
sama demi kehidupan yang damai dan guo
bukan permusuhan. yang artinya selalu berpegang teguh
(http://shelmi.wordpress.com/2011/12/ pada janji dan akan menuntaskannya
29/rahasia-sukses-bisnis-etnis- sampai akhir. Mereka akan memegang
tionghoa/). kata-kata yang terucap dan selalu
Koh Acong serta etnik Tionghoa berusaha melaksanakannya sampai hal
lainnya di Kalimantan Barat menerima itu dapat terwujud
kunjungan di rumah mereka dari para (http://id.shvoong.com/business-
tetangga dan warga masyarakat lainnya management/business-ideas-and-
ketika imlek. Biasanya apabila tamu opportunities/2232075-tips-meniru-
membawa serta anaknya yang masih rahasia-kesuksesan-ornag/). Hal
kecil, maka tuan rumah memberikan tersebut nampak pada Sarah—etnik
angpau kepada anak kecil tersebut. Hal

348
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

Tionghoa yang bersumpah mencari kehidupan yang dilakukan


Borno seperti pada kutipan berikut. bapak kau. Terima kasih,
Borno. Sungguh terima kasih.”
“Kau ingat, Abang, dini hari Adalah lima belas menit aku
itu kau justru hendak berkali-kali dipeluk, ditatap
mengusirku. Aku ingat sekali begitu penuh penghargaan.
wajah kau, wajah sedih, tidak Aku hanya bisa balas
mengerti apa yang telah mengangguk, memasang
dilakukan bapak kau. Tahukah ekspresi wajah sebaik
abang, dini hari itu aku mungkin. Mama Sarah bahkan
bersumpah apa pun yang terjadi memelukku sekali lagi, pelukan
pada bapakku, aku akan yang lama, lalu berbisik, “Apa
mencari kau, anak dari yang bisa kami lakukan untuk
seseorang yang telah membalas kejadian sepuluh
meminjamkan kehidupannya tahun lalu, Nak? Katakan saja,
pada bapakku. Ya Tuhan, kami sekeluarga besar akan
setelah begitu lama mencari.” melakukannya. Apa pun itu.”
Dokter itu kembali memelukku, Aku tersenyum, menggeleng
erat-erat, sebelum aku sempat kaku.
menarik napas lega karena “Anggap saja kami
terbebas dari pelukannya. Aduh, sekeluarga besar adalah
bagaimanalah ini? (Liye, 2012: bagian keluarga baru kau,
317). nak,” mama Sarah menyeka
pipinya, “karena sejatinya,
Kutipan di atas memaparkan sejak jantung bapak kau
tekad Sarah yang sangat kuat untuk ditanamkan di dada suamiku,
bertemu dengan Borno untuk berterima sejak itu pula kalian adalah
kasih. Ternyata keluarga besar Sarah bagian keluarga kami. Kami
pun sangat bahagia akhirnya berhasil sungguh menyesal baru tahu
bertemu dengan Borno setelah sepuluh sekarang di mana kalian.
tahun mereka mencarinya seperti pada Setelah sekali lagi pelukan
kutipan berikut. mama Sarah, Pak Tua
Mama Sarah berdehem bijak, meminta
memperkenalkan rombongan, tamu-tamu itu duduk. Pak Tua
empat orangadik kandung dari meneriaki beberapa remaja
suaminya, yang juga membawa tanggung agar meminjam kursi
anak dan istri. Tiga orang di rumah tetangga.
putranya. “Mereka datang dari Rombongan itu membawa
Surabaya tadi siang,” Sarah banyak makanan, kado, dan
berbisik. hadiah. Rumah ibu semakin
“Tentu saja kami datang, ramai, penghuni gang sempit
Borno,” salah satu kakak berdatangan(Liye, 2012: 331).
Sarah tertawa, “bukan karena
adikbungsu kami ini Kutipan di atas menunjukkan
mengancam, memaksa datang, kuatnya ikatan keluargaetnik Tionghoa
tapi karena menyempatkan ke termasuk keluarga besar Sarah. Mereka
sini jauh lebih ringan sangat bahagia mengetahui Sarah telah
dibandingkan memberikan menemukan Borno sehingga mereka

349
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

segera serentak mendatangi rumah Tionghoa dan nama tersebut digunakan


Borno untuk mengucapkan terima kasih Koh Acong sebagai nama dirinya. Hal
dan berupaya membalas budi bapak ini sejalan dengan pendapat Poerwanto
Borno karena telah menolong satu di (2005: 267) bahwa bagi orang
antara anggota keluarga mereka. Hal ini Tionghoa, nama mewakili keakuannya.
ditegaskan oleh Fisuf besar Cina, Dalam perbendaharaan bahasa, tidak
Konfusius (Kong Zi) bahwa dari terdapat kata-kata tertentu untuk nama
keluarga yang kuat akan lahir orang. Kata-kata yang dipilih untuk
masyarakat yang kuat. Itulah inti nama, biasanya dipilih dari kata-kata
kehidupan berbangsa, membangun yang mengandung arti yang serba baik.
keluarga guyup dan harmonis. Kepada anak laki-laki dipilih kata-kata
Semangat itu tertanam dalam benak yang berarti gagah, pandai, sopan;
keluarga Tionghoa di mana pun mereka sedangkan untuk anak perempuan
berada (Santosa, 2012: 141). dipilih kata-kata yang mengandung arti
harum, cantik, lemah-lembut dan
Bahasa, Baik Lisan Maupun Tulisan sebagainya.
Bahasa yang digunakan Koh
Acong untuk berkomunikasi dengan Kesenian dengan Berbagai Jenisnya
tokoh lainnya masih dipengaruhi oleh Pada novel ini, warga etnis
bahasa Tionghoa. Hal tersebut nampak Tionghoa di Surabaya juga masih
pada kutipan berikut. mempertahankan seni pertunjukan naga
“Haiya, tentu saja dia seperti pada kutipan berikut.
tampan. Dia anak bapaknya, “Ada banyak peranakan
Togar.” Koh Acong manggut- Cina di Surabaya. Kampung
manggut (Liye, 2012: 405). Cina di sini tidak kalah
dibanding Pontianak,” Mei
Pada kutipan tersebut bahasa lanjut menjelaskan. “Ada
Indonesia yang digunakan Koh Acong tempat yang terkenal sekali di
ketika berbicara dengan Bang Togar kampung Cina, Kembang
masih dipengaruhi oleh bahasa Jepun. Setiap Imlek dan Cap
Tionghoa, yaitu masih menggunakan Go Meh, puluhan naga turun
haiya. Haiya merupakan partikel ke jalan.”
penegas yang biasa digunakan oleh “Naga?”Aku melipat dahi.
etnik Tionghoa ketika mereka “Barongsai, Abang. ” Mei
berbicara. Haiya berfungsi untuk tersenyum—bukan
memperkuat pernyataan yang menertawakanku seperti yang
disampaikannya pembicara. Oleh dilakukan Pak Tua (Liye,
karena itu, penggunaan haiya oleh Koh 2012: 215).
Acong dalam komunikasi adalah untuk
memperkuat pernyataan yang Pada kutipan di atas
disampaikannya. memaparkan bahwa setiap Imlek dan
Nama Koh Acong juga mendapat Cap Go Meh, warga etnik Tionghoa
pengaruh dari Tionghoa. Warga mengadakan tradisi arak-arakan naga
memanggil Acong dengan sebutan Koh sehingga puluhan naga diturunkan ke
di depan namanya (Acong). Koh adalah jalan untuk mengikuti arak-arakan
kependekan dari kata kokoh—berasal tersebut. Agni Malagina (2010: 186)
dari bahasa Tionghoa yang berarti menjelaskan bahwa “barongsai” yang
abang. Acong merupakan nama dikenal dengan wŭshīmerupakan tari

350
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

tradisional rakyat Tiongkok yang sudah sehingga ia menyebutkan bahwa sup


ada sejak abad ke-3 sebelum tersebut akan menjadi nikmat tiada tara
masehi.Selain itu menurut Asali (2008: setelah diberi bahan-bahan lainnya
19-24) pada hari-hari raya dan perayaan yang berkualitas terbaik, yaitu bawang
pesta juga dimainkan tarian singa yang putih dari Tibet, kentang dari
disebut Barongsai. Setiap gerakan naga Mongolia, dan cuka dari pedalaman
selalu dipandu dengan mengejar leng Cina.
cu (mutiara naga), maka dalam Di dalam novel tersebut juga
kesenian ini naga tersebut lincah. Oleh dipaparkan mengenai angpau. Bagi
karena itu, pemegang leng cu dan leng etnik Tionghoa angpau adalah uang
thau (kepala naga) harus piawai dan yang dimasukkan ke dalam amplop
memiliki stamina yang lebih tinggi berwarna merah. Amplop tersebut tidak
daripada para pemain yang membawa bertuliskan nama si pemberi maupun
ruas badan dan ekor naga. penerimanya dan dibagikan kepada
orang lain seperti pada kutipan berikut.
Sistem Pengetahuan
Pembaca novel akan memperolah “Iya, kau sudah dapat
tambahan pengetahuan mengenai sup angpaunya?” Petugas
Yan Wo merupakan makanan istimewa bertanya lagi, menunjukkan
etnik Tionghoa seperti pada kutipan amplop berwarna merah tanpa
berikut. tertera nama di tangannya.
“Tentu tidak pernah.” Aku mematung. Mulutku
Pemilik 37 rumah sarang terkunci. Otakku berpikir
burung walet itu kembali cepat. Aku menoleh ke arah
tergelak. “Kalau kau saja pengemudi lain. Amplop yang
pernah makan sup sarang sama juga sedang mereka
burung walet, itu berarti pegang. Mereka sibuk
makanan itu tidak istimewa, menghitung isinya, lima
sama kastanya dengan pisang lembar ribuan. Petugas timer
goreng Pontianak. Kau tahu, asyik mengantongi uang,
satu ons sarang burung walet menggumpal-gumpal amplop,
terbaik, harganya tak kurang lantas melemparkannya ke
dari satu juta. Nah, setelah kotak sampah. Aku menyeka
diberi bawang putih dari peluh di dahi, patah-patah
dataran Tibet, potongan kentang mengeluarkan amplop dari
dari Mongolia, dikucuri cuka saku kemeja. Sama persis.
pedalaman Cina, jadilah sup Amplop ini sama dengan yang
yan wo yang nikmat tiada tara. dibagikan anak-anak SD.
Harganya bisa dua kali lipat Lihatlah, di pojok dermaga,
lagi” (Liye, 2012: 46). gadis itu tersenyum manis
membagikan amplop yang
Pada kutipan di atas, pengusaha sama pada pengemudi sepit
sarang walet menjelaskan kepada dan pedagang di sekitar
Borno mengenai sup Yan Wo yang dermaga (Liye, 20012: 93-94).
dibuat dari sarang burung walet kualitas
terbaik sehingga harganya sangat Dari uraian di atas diketahui
mahal. Sup tersebut merupakan bahwa etnik Tionghoa juga senang
makanan istimewa bagi etnik Tionghoa berbagi dengan sesama manusia

351
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

termasuk kepada orang-orang yang tamu, papa Mei menyerahkan


berbeda etnik dengan mereka. Mereka angpau pada petugas meja,
membagi-bagikan angpau kepada para lalu berjalan di belakang Mei
pengemudi sepit dan pedagang di (Liye, 2012: 416).
sekitar dermaga. Sekarang, pemberikan
angpau lebih didasarkan pada Selain itu, di Surabaya juga ada
kemapanan secara ekonomi, makna masjid yang berarsitektur khas
angpau bukan sekadar uang yang ada di Tionghoa dan kampung Tionghoa.
dalamnya. Angpau, bermakna senasib Etnik Tionghoa di sana masih
sepenanggungan, saling mengucapkan menjalankan tradisi arak-arakan naga
dan memberikan harapan baik dan Barongsai seperti pada kutipan
(http://sosbud.kompasiana.com/2012/0 berikut.
1/19/angpao-merah-yang-bermakna- Dari gereja itu kami menuju
431971.html, ). Kata angpau sendiri balai kota Surabaya. Turun
adalah dialek Hokkian, arti harfiahnya dari angkot berganti
adalah bungkusan/amplop merah. penumpang becak, menuju
Sebenarnya, tradisi memberikan Masjid Cheng Ho. Tiga becak
angpau sendiri bukan hanya monopoli melintas jalanan panas
pada tahun baru Imlek, melainkan di Surabaya, tiba di halaman
dalam peristiwa apa saja yang masjid berarsitektur indah
melambangkan kegembiraan seperti khas Cina. Langit kota
pernikahan, ulang tahun, masuk rumah berubah mendung.
baru dan lain-lain, angpau juga akan “Ini Masjid Laksamana
ditemukan (http://cherries- Cheng Ho, Bang,” Mei
boutique.blogspot.com/2010/02/angpao menjelaskan. “Dia paling juga
-amplop-merah-di-tradisi- tidak tahu siapa si Cheng Ho
chinese.html,). Selain itu, angpau juga itu.” Pak Tua menyengir,
diberikan tamu undangan pada resepsi menyindirku.
pernikahan etnik Tionghoa kepada “Ada banyak peranakan
pihak pengantin. Namun, angpau Cina di Surabaya. Kampung
tersebut tidak langsung diberikan Cina di sini tidak kalah
kepada pengantin dan tidak juga secara dibanding Pontianak,” Mei
langsung dimasukan sendiri ke dalam lanjut menjelaskan. “Ada
kotak angpau oleh para tamu melainkan tempat yang terkenal sekali di
diserahkan kepada petugas yang kampung Cina, Kembang
menunggu buku tamu dan kotak Jepun. Setiap Imlek dan Cap
angpau. Angpau tersebut dinomori Go Meh, puluhan naga turun
petugas sesuai dengan nomor urut tamu ke jalan.”
di buku tamu kemudian dimasukkan ke “Naga?”Aku melipat dahi.
dalam kotak angpau seperti pada “Barongsai, Abang. ” Mei
kutipan berikut. tersenyum—bukan
Aku buru-buru meraih gelas menertawakanku seperti yang
air minum. Astaga, itu sungguh dilakukan Pak Tua (Liye,
Mei. Aku langsung mengeluh 2012: 215).
tertahan. Mei ternyata tidak
sendirian. Dia datang bersama Ternyata di bidang kesehatan,
satpam super galak rumahnya. masyarakat Indonesia juga dipengaruhi
Begitu selesai mengisi buku oleh metode pengobatan Tionghoa. Hal

352
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

tersebut nampak pada Pak Tua yang “mahluk” bernama fengshui


terapi di klinik pengobatan Tionghoa di (Liye, 2012: 22).
Surabaya seperti pada kutipan berikut.
Aku manggut-manggut Pada kutipan di atas Borno
menatap sekitar. Ruang tunggu mengetahui bahwa ia diterima bekerja
ramai oleh pasien, poster- di pabrik pengolahan karet bukan
poster, dan brosur. Aku baru karena kualifikasi tinggi yang
paham bahwa tempat terapi ini dimilikinya melainkan feng shui.
dikelola dokter lulusan Pemilik pabrik berharap Borno bisa
Mandarin. Pantas saja Pak membawa keberuntungan bagi bisnis
Tua harus jauh-jauh pergi ke karetnya karena menurutnya tanggal
sini, tidak berobat di lahir Borno sangat bagus serta aura
Pontianak. Ini pengobatan wajah dan tubuh Borno positif. Etnik
alternatif (Liye, 2012: 193). Tionghoa meyakini ada lima faktor
yang mempengaruhi hidup manusia,
Kutipan di atas memaparkan di yaitu nasib pada saat lahir, hoki, feng
ruang tunggu tempat terapi ramai oleh shui, pendidikan atau pengalaman, dan
pasien yang sama seperti Pak Tua yang amalan. Nasib dan hoki yang
lebih memilih pengobatan alternatif mempengaruhi hidup manusia dapat di
dibandingkan pengobatan modern di teropong dengan menggunakan alat
rumah sakit. Pak Tua yang berdomisili berupa kalender Tiongkok yang di
di Pontianak rela pergi ke Surabaya wujudkan dalam bentuk Shio. Dalam
untuk mengobati sakit asam urat yang menjalankan bisnis sehari-hari etnik
dideritanya. Pengobatan di tempat Tionghoa sangat memperhatikan Feng
tersebut berupa terapi dengan metode Shui. Logika dasar dari Feng Shui
pengobatan Tionghoa. bersumber pada pemahaman akan
elemen-elemen alam berikut fungsinya.
Sistem Religi Alam ini adalah susunan gabungan
Feng Shui menjadi sesuatu yang elemen-elemen yang berada dalam
penting bagi etnik Tionghoa, terutama suatu dimensi ruang dan waktu yang
bagi kaum pengusahanya. Mereka terus berubah. Banyak hal mengenai
sangat memperhatikan feng Shui demi Feng Shui di gali dari kitab I-ching
kemajuan bisnisnya seperti pada (kitab dari berbagai ilmu tradisional
kutipan berikut. Tiongkok) yang dipercaya tidak saja
“Semoga kau membawa mampu meningkatkan hoki dan
keberuntungan di pabrik ini, kemakmuran, tetapi juga secara tidak
Borno. Tanggal lahir kau bagus langsung berpengaruh terhadap
sekali. Aura wajah dan tubuhmu kesehatan dan keharmonisan hubungan-
positif. Semuanya cocok dengan hubungan manusiawi. Ada tiga jenis
fengsui pabrik.” keberuntunganyaitu, keberuntungan
Esoknya saat aku datang manusia karena perilaku, pendidikan,
dengan seragam orange, pemilik dan pengalaman, keberuntungan bumi
pabrik menepuk-nepuk bahuku. karena Feng Shui, dan keberuntungan
Aku tersenyum tanggung, baru langit karena talenta atau hoki
tahu bahwa aku diterima bukan (http://shelmi.wordpress.com/2011/12/
karena betapa tingginya 29/rahasia-sukses-bisnis-etnis-
kualifikasiku. Aku diterima tionghoa/ ).
begitu saja karena ada

353
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

Warna merah adalah warna yang uang kepada anak-anak saat ada
banyak digunakan oleh etnik Tionghoa perayaan yang gembira memang selalu
dalam kehidupan mereka. Hal tersebut dilakukan dengan amplop merah. Uang
nampak pada kutipan-kutipan berikut. dalam amplop berwarna putih hanya
“Iya, kau sudah dapat diberikan untuk uang duka cita saat
angpaunya?” Petugas pemakaman(http://www.blibli.com/riw
bertanya lagi, menunjukkan ayat-si-amplop-merah/mrs-happy-
amplop berwarna merah tanpa mom/5/981/er, ).
tertera nama di tangannya Masyarakat mengenal etnik
(Liye, 2012: 93-94). Tionghoa menganut ajaran Sam Kauw
yang secara harfiah berarti tiga agama
Ada sepucuk amplop merah merupakan perpaduan dari ajaran
di meja. Ini pastilah undangan Konghucu, ajaran Tao, dan ajaran
pernikahannya. Aku meraih Budha. Namun ternyata, dalam novel
amplop besar yang mirip ini ada juga orang Tionghoa yang
amplop angpau itu, beragama Islam bahkan mempunyai
membukanya (Liye, 2012: 405- masjid yang berarsitek indah khas
406). Tionghoa seperti kutipan berikut.
Dari gereja itu kami menuju
“Petugas resepsi mengantar balai kota Surabaya. Turun dari
rombongan kami ke meja angkot berganti penumpang
kosong, langsung disambut becak, menuju Masjid Cheng
mama Sarah dan Sarah dengan Ho. Tiga becak melintas jalanan
gaun serba Merah (Liye, 2012: panas Surabaya, tiba di
414). halaman masjid berarsitektur
indah khas Cina. Langit kota
Berdasarkan kutipan-kutipan di berubah mendung(Liye, 2012:
atas, etnik Tionghoa menggunakan 215).
amplop berwarna merah untuk ampop
undangan resepsi pernikahan dan Kutipan di atas memaparkan
amplop untuk menyimpanhadiah bahwa Islam juga merupakan religi
berupa uang. Sarah dan mamanya juga yang dianut oleh orang-orang
mengenakan gaun serba merah di pesta Tionghoa. Hal ini dipertegas oleh
resepsi pernikahan kakaknya. Sejak Yoeng Min Lan dalam artikel yang
lama, warna merah melambangkan berjudul Agama dan Kebudayaan
kebaikan dan kesejahteraan di dalam Orang-Orang Tionghoa bahwa sampai
kebudayaan Tionghoa. Warna merah dengan paruh pertama abad ke-19
menunjukkan kegembiraan, semangat semua orang Tionghoa kecuali mereka
yang akhirnya akan membawa nasib yang beragama Islam, pada dasarnya
baik (http://cherries- menganut ajaran Sam Kauw (harfiah
boutique.blogspot.com/2010/02/angpao berarti: tiga agama) merupakan
-amplop-merah-di-tradisi- perpaduan dari ajaran Konghucu, ajaran
chinese.html). Selain itu, etnik Tao, dan ajaran Budha. Dalam Sam
Tionghoa meyakini bahwa merah Kauw, ajaran yang paling menonjol
adalah warna yang bisa melindungi, dalam arti yang paling banyak
dan mewakili keberuntungan, rezeki, mempengaruhi kehidupan orang-orang
dan kekuatan mengusir roh jahat. Tionghoa secara keseluruhan adalah
Dalam etnik Tionghoa, tradisi memberi ajaran Konghucu

354
DewiJuliastuty: PemertahanBudayaTionghoadalam…..

(http://www.kadnet.info/web/index.php tahun baru Imlek, melainkan pada


?view=article&catid=37:wawasanpersp berbagai peristiwa yang melambangkan
ective&id=1242:agama-dan- kegembiraan seperti pernikahan, ulang
kebudayaan-orang-orang- tahun, masuk rumah baru, dan lain-lain.
tionghoa&format=pdf, ). Pada masa sekarang pemberikan
angpau lebih didasarkan pada
PENUTUP kemapanan secara ekonomi, makna
Cerpen Kau, Aku, dan Sepucuk angpau bukan sekadar uang yang ada di
Angpau Merah karya Tere Liye dalamnya. Angpau, bermakna senasib
menampilkan kehidupan masyarakat sepenanggungan, saling mengucapkan
Pontianak yang plural. Pluranisme tidak dan memberikan harapan baik.
membuat orang Tionghoa melupakan
budaya leluhurnya bahkan mereka DAFTAR PUSTAKA
masih mempertahankannya dalam Malagina, Agni. 2010. “Tarian
kehidupan sehari-hari. Barongsai Nan Eksotis (Dari
Pemertahanan budaya Tionghoa Lokal Kembali Ke Global).
tersebut dapat ditemukan pada Dalam Wibowo, Ignatius dan
arsitektur Masjid Laksamana Cheng Thung Ju Lan (Ed.) Setelah
Ho, tradisi arak-arakkan naga pada Air Mata Kering
perayaan Imlek dan Cap Go Meh serta (Masyarakat Tionghoa
Barongsai pada hari-hari raya dan Pasca-Peristiwa Mei 1998).
perayaan pesta, penggunaan nama khas Jakarta:Kompas.
Tionghoa sebagai nama diri dan Asali, X.F. 2008. Aneka Budaya
penggunaan partikel haiya oleh Koh Tionghoa Kalimantan
Acong. Selain itu, hubungan sosial, Barat. Pontianak: Muare
perilaku sosial tokoh keturunan etnik Publik Relacion.
Tionghoa dengan warga masyarakat Endraswara, Suwardi. 2008. Metode
serta mata pencaharian dan sistem Penelitian Sastra:
ekonominya dipengaruhi oleh ajaran Epistemologi, Model, Teori,
Konfusius—yang di Indonesia disebut dan Aplikasi. Yogyakarta.
Konghucu dan Tao sehingga Media Pressindo.
kehidupannya masih dipengaruhi http://id.shvoong.com/business-
pandangan hidup/falsafah dari negeri management/business-ideas-
leluhurnya. and-opportunities/2232075-
Ternyata, budaya Tionghoa yang tips-meniru-rahasia-
dilaksanakan oleh tokoh keturunan kesuksesan-ornag/ diakses 11
etnik Tionghoa telah berubah Januari 2013.
fungsinya. Dahulu imlek merupakan http://shelmi.wordpress.com/2011/12/2
kegembiraan menyambut datangnya 9/rahasia-sukses-bisnis-etnis-
musim semi yang hanya dirayakan oleh tionghoa/12 Januari 2013.
orang Tionghoa. Namun, sekarang http://temonsoejadi.wordpress.com/201
perayaan imlek menjadi ajang 2/03/23/rahasia-kaya-orang-
silaturahmi yang mengakrabkan mereka cina/diakses 12 Januari 2013.
dengan warga sekitarnya karena http://www.blibli.com/riwayat-si-
mereka menerima kunjungan dari amplop-merah/mrs-happy-
warga pribumi—yang mengucapkan mom/5/981/er, diakses 12
selamat tahun baru. Selain itu, tradisi Januari 2013.
memberikan angpau bukan hanya pada

355
Kandai Volume 9, Nomor 2, November 2013; 342-356

http://www.kadnet.info/web/index.php?
view=article&catid=37:wawa
sanperspective&id=1242:aga
ma-dan-kebudayaan-orang-
orang-tionghoa&format=pdf,
diakses 12 Januari 2013.
http://www.marketing.co.id/blog/2012/
08/24/leman-yap-makna-di-
balik-filosofi-bisnis-4c2/
diakses 11 Januari 2013.
http://cherries-
boutique.blogspot.com/2010/
02/angpao-amplop-merah-di-
tradisi-chinese.html, diakses
12 Januari 2013.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/
19/angpao-merah-yang-
bermakna-431971.html,
diakses 12 Januari 2013.
Ratna,NyomanKutha. 2011. Teori,
Metode, dan Teknik
Postrukralisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
------. 2012. Antropologi Sastra:
Peranan Unsur-unsur
Kebudayaan dalam Proses
Kreatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Poerwanto, Hari. 2005. Orang Cina
Khek dari Singkawang.
Depok: Komunitas Bambu.
Santosa, Iwan. 2012. Peranakan
Tionghoa di Nusantara
(Catatan Perjalan dari Barat
ke Timur). Jakarta: Kompas.
Tere Liye. 2012. Kau, Aku, dan
Sepucuk Angpau Merah.
Jakarta: Gramedia.

356

You might also like