Jataka

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 402

JATAKA

THE BUDDHA’S PAST BIRTH STORIES | CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA

ĀNANDAJOTI BHIKKHU
JATAKA
THE BUDDHA’S PAST BIRTH STORIES | CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA

JĀTAKA
THE BUDDHA’S PAST BIRTH STORIES | CERITA KELAHIRAN LAMPAU BUDDHA

Author & Photographer: Ānandajoti Bhikkhu


Editor: Handaka Vijjānanda
Translator: Yin Naṭadhītā
Layout by: Andreas Dīpaloka

Publisher: Ehipassiko Foundation


+6285888503388
ehipassikofoundation@gmail.com
www.ehipassiko.or.id

Creative Commons BY-SA License:


English Text & Photographs: ©2019 Ānandajoti Bhikkhu
Indonesian Text: ©2019 Ehipassiko Foundation

ISBN: 978-623-7449-01-0
Edition 1: Jan 2020

Front Cover | The great monkey & ruru-deer, level 1, balustrade, top, south side.
Back Cover | The quail’s young, level 1, balustrade, top, south side.
Page 1 | The faithful geese, level 1, balustrade, top, south side.
Page 2 | The holy hare, level 1, balustrade, top, east side.
Page 3 | The noble elephant, level 1, balustrade, top, south side.

Sampul depan | Monyet agung & rusa ruru, lantai 1, dinding luar, atas, sisi selatan.
Sampul belakang | Anak puyuh, lantai 1, dinding luar, atas, sisi selatan.
Halaman 1 | Angsa setia, lantai 1, dinding luar, atas, sisi selatan.
Halaman 2 | Kelinci suci, lantai 1, dinding luar, atas, sisi timur.
Halaman 3 | Gajah mulia, lantai 1, dinding luar, atas, sisi selatan.
Table of Contents Senarai Isi
Introduction to the Borobudur Temple 4 Pengenalan Candi Borobudur 4
Introduction 8 Pendahuluan 8
Jātaka relief diagram 14 Diagram Relief Jātaka 14
Jātaka Relief Stories 15 Cerita Relief Jātaka 15
1st Level, Balustrade, Top 16 Lantai 1, Dinding Luar, Deret Atas 16
1st Level, Balustrade, Bottom 266 Lantai 1, Dinding Luar, Deret Bawah 266

Author 399 Pengarang 399

3
Introduction to the Borobudur Temple Pengenalan Candi Borobudur

Borobudur temple is the largest Buddhist monument in the world, and one Candi Borobudur adalah monumen Buddhis terbesar di dunia, dan salah satu
of the greatest cultural achievements of mankind, being a veritable library pencapaian budaya teragung umat manusia, karena nyata-nyata merupakan
carved in stone illustrating some of the most important stories in the Buddhist perpustakaan yang dipahat di batu yang melukiskan berbagai kisah terpenting
tradition, and having no direct parallel found anywhere else. dalam tradisi Buddhis, dan tak ditemukan padanannya di tempat lain.

It is situated on the plains of Central Java at the heart of present-day Candi ini terletak di dataran Jawa Tengah, tepat di tengah Indonesia masa kini,
Indonesia, and is in the vicinity of the large volcanoes of Merapi and Merbabu, dan di sekitar gunung berapi besar Merapi yang masih aktif dan Merbabu.
the former being still active. Although there are no records pertaining to its Walaupun tidak ada catatan mengenai pembangunan atau tujuannya, kita
building or purpose, we can be fairly sure that it was built in the late 8th and bisa cukup yakin bahwa candi ini dibangun pada akhir abad ke-8 dan awal
early 9th centuries during the height of the Śailendra dynasty, which was a abad ke-9 selama puncak kejayaan dinasti Śailendra, kerajaan besar yang
great empire ruling over much of Java and Sumatra. menguasai sebagian besar Jawa dan Sumatra.
4
It is built from nearly 2 million blocks of volcanic rock, which have been Candi ini dibangun dari hampir dua juta bongkah batu karang vulkanik, yang
mined locally and built over a small hill, where they were assembled on nine ditambang di sekitar sana dan dibangun di atas bukit kecil, yang disusun
levels. The first five levels were carved with around 1,460 bas-reliefs, and it is menjadi sembilan tingkat. Lima tingkat pertama dipahat dengan sekitar 1.460
also home to 500+ Buddha statues and over 70 small and uniquely fashioned panel relief, dan juga rumah bagi lebih dari 500 arca Buddha dan lebih dari
stūpas which are in a style found nowhere else in the Buddhist world. 70 stupa kecil dan bergaya unik yang coraknya tak ditemukan di tempat lain
dalam dunia Buddhis.
As there are no records surviving from those who commissioned the building
that might have explained what the builders themselves had in mind, it Karena tidak ada catatan yang tertinggal dari mereka yang menitahkan
has been subject to many different theories as to its purpose, and even its pembangunan candi ini yang mungkin bisa menjelaskan gagasan para
affiliation with regard to Buddhist sect. pembangunnya, candi ini telah menjadi pokok berbagai teori yang berusaha
menjelaskan tujuannya, dan bahkan keterkaitannya dalam hal aliran Buddhis.
Its exact purpose is not clear, as it is not a temple, and it is not simply a stūpa,
and it is not clear if it was meant as an introduction to Buddhist teaching Tujuan pasti candi ini tidak jelas, karena ini bukan wihara, dan bukan
for the layman either. It is fairly safe to say that it broadly belongs to the sekadar stupa, dan juga tidak jelas apa ini dimaksudkan sebagai sarana
Mahāyāna, but it shows signs of Tantric influence. pengenalan pada ajaran Buddha untuk perumah tangga. Namun cukup aman
untuk mengatakan bahwa candi ini pada umumnya termasuk dalam aliran
Many of the texts that were illustrated on the walls have by now been Mahāyāna, namun menunjukkan ciri-ciri pengaruh aliran Tantra.
identified, although the exact version of the texts remains in most cases
unknown, and the stories on the reliefs do seem to differ somewhat from the Banyak naskah yang digambarkan di dindingnya kini telah dikenali, meski
received texts that we now know. versi tepat naskah ini dalam kebanyakan hal masih tak diketahui, dan cerita-
cerita di relief tampaknya agak berbeda dari naskah yang kita ketahui saat ini.
At the base of the shrine, and now covered up, are found illustrations of the
Karmavibhaṅga text, which tells of the workings of karma and the rewards for Di dasar candi ini, yang kini ditutup, ditemukan gambaran naskah
good and bad deeds in heaven and hell. Karmavibhaṅga, yang menceritakan kerja karma dan imbalan bagi perbuatan
baik dan buruk di surga dan neraka.
Although this part of the shrine is no longer accessible, except for a small
corner which has been opened up, it was photographed in the late 19th Meskipun bagian candi ini tidak dapat diakses lagi, kecuali sudut kecil
century by the Javanese photographer Kassian Cephas, and it is in fact one yang sudah dibuka, bagian ini difoto pada akhir abad ke-19 oleh fotografer
of the most important parts of the monument, because it was covered over Jawa bernama Kassian Cephas, dan sesungguhnya ini adalah salah satu
before it was completed, and the builders left traces of inscriptions on some bagian terpenting dari monumen ini, karena bagian ini ditutup sebelum
of the half-finished reliefs, which would have been removed upon completion dirampungkan, dan para pembangun meninggalkan jejak tulisan di beberapa
as they were elsewhere. relief yang separuh-jadi, yang akan dihapus ketika rampung sebagaimana
pada relief lainnya.
It is from these inscriptions, which are written in Sanskrit and in an old
Javanese script, that we can date the monument on epigraphic grounds quite Dari tulisan inilah, yang ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Jawa
5
accurately and how they went about preparing the reliefs. kuno, yang membuat kita bisa menara tanggal monumen dengan cukup
akurat berdasarkan kajian prasasti, dan cara mereka menyiapkan pengerjaan
Above that in ascending order we have Jātaka tales from the previous lives of reliefnya
the Buddha; the life of the Buddha told on 120 panels according to the story
as found in the Lalitavistara, a Sanskritised Prākrit text that appears to be an Di atasnya, dalam urutan naik, kita mendapati kisah Jātaka dari kehidupan
expansion of an earlier work belonging to the Sarvāstivāda school. lampau Buddha; kehidupan Buddha diceritakan di 120 panel berdasarkan
cerita yang ditemukan dalam Lalitavistara, naskah bahasa Prākrit yang di-
Sanskerta-kan yang kelihatannya merupakan pengembangan karya awal dari
aliran Sarvāstivāda.

Umbrella (missing) Borobudur Cross Section


1 main stupa
16 square 504 Buddha statues: 2,672 relief panels:
holed stūpas • 72 inside stūpas • 1,460 narrative
56 diamond
holed stūpas • 432 inside alcoves • 1,212 decorative

16
24 alcove
8 32
Empty chamber 7
6 64
5 72 100 Avadāna
4
88 372+128 Jātaka
3
460 Gaṇḍavyūha 104
120 Lalitavistara 2
104
120 Avadāna 160
1 Karmavibhaṅga
height: 34.5 m
foundation: 123 m x 123 m

hidden base
3 circular platforms 6 square platforms

6
Many of the reliefs in the next set have been identified as belonging to the Banyak relief dalam rangkaian berikutnya telah dikenali sebagai seri cerita
Avadāna series of stories, which again tells of the karmic results of actions Avadāna, yang lagi-lagi menceritakan akibat karma perbuatan baik dan buruk.
good and bad. A number of them, but not all apparently, occur in the collection Sejumlah kisahnya, namun sepertinya tidak semua, muncul dalam kitab yang
known as the Divyāvadāna (the Divine Traditions), but many of the reliefs dikenal sebagai Divyāvadāna (Tradisi Luhur), namun banyak relief yang tetap
remain unidentified from those stories. tidak dikenali dari cerita-cerita tersebut.

On the next level there are more Jātaka and Avadāna type stories, and also Di tingkat selanjutnya ada lebih banyak cerita berjenis Jātaka dan Avadāna,
the beginnings of the illustrations of the major work that is featured at dan juga permulaan dari gambar karya utama yang ada di Borobudur, yaitu
Borobudur, the Gaṇḍavyūha and its culminating hymn, the Bhadracarī, which Gaṇḍavyūha dan kidung puncaknya, Bhadracarī, yang mengisahkan perjalanan
tells of the young man Sudhana’s pilgrimage along the Bodhisattva Path, in spiritual pemuda Sudhana di sepanjang Jalan Bodhisattwa, yang mana ia
which he meets a series of spiritual friends who reveal successive layers of the bertemu serangkaian sahabat spiritual yang mengungkap lapisan-lapisan
truth which he seeks. kebenaran berturutan yang ia cari.

This is topped by three more levels where no reliefs occur. On the penultimate Candi ini dipuncaki oleh tiga tingkat lagi tanpa adanya relief. Di tingkat
level we find small stūpas, or shrines, housing Buddha statues displaying penghujung kita mendapati stupa-stupa kecil, atau tempat suci, yang
particular gestures indicative of teaching and blessing, and at the top of the merumahi arca-arca Buddha yang menampilkan sikap tangan tertentu yang
monument is a large stūpa, which dominates the whole construction. melambangkan ajaran dan berkah, dan di puncak monumen terdapat stupa
besar, yang menjadi ciri seluruh bangunan.
That is an overview of the candi, but it is far from the whole story, because it
is clear that the monument was part of a larger construction which was built Inilah gambaran umum candi ini, namun ini masih jauh dari cerita lengkapnya,
along a twelve kilometre lay line, that takes in the ancient candis of Pawon, karena jelas bahwa monumen ini merupakan bagian dari proyek pembangunan
Mendut and Ngawen as well. As with Borobudur itself the exact function of yang lebih besar di sepanjang 12 kilometer garis lurus, yang mencakup candi
these temples in the greater scheme of things is still unclear, though they do kuno Pawon, Mendut, serta Ngawen. Sama seperti Borobudur sendiri, fungsi
in themselves house shrines and also have relief carvings, and may have been persis candi-candi ini dalam tatanan lebih besarnya belumlah jelas, sekalipun
part of a pilgrimage route to the greater monument. candi-candi ini menjadi tempat suci dan juga memiliki pahatan relief, dan
barangkali pernah menjadi bagian dari rute ziarah ke candi yang lebih besar.

Mendut
Pawon Ngawen
Borobudur

7
Introduction Pendahuluan

Overview Selayang Pandang


The vast collection of stories, which are known as the Jātakas comprise Himpunan besar cerita, yang dikenal sebagai Jātaka, mencakup salah satu
one of the great wisdom literatures of the world. It is also one of the oldest susastra kebijaksanaan agung dunia. Ini juga salah satu susastra tematik
thematic literatures in existence. Jātakas were first employed by Gautama tertua yang pernah ada. Jātaka pertama kali dituturkan oleh Buddha
Buddha himself, and many of them are found amongst the teachings of Gautama sendiri, dan banyak dari mereka ditemukan di antara ajaran
the great man that were past down through the generations in the great manusia agung yang telah diturunkan lintas generasi dalam kumpulan besar,
collections, known as nikāyas or āgamas. They were later also collected under yang dikenal sebagai nikāya atau āgama. Mereka kemudian dikumpulkan
their own rubric, and form a part of the collections of the Teacher. dalam golongan mereka sendiri, dan membentuk satu bagian kumpulan dari
Sang Guru.
It is not at all surprising that this is so, as the first of the insights the Buddha
gained on the night of his Awakening, was insight into his past lives—who Sama sekali tidaklah mengejutkan bahwa demikianlah adanya, sebagaimana
he had been, what he had done, and how he had fared. The second insight wawasan pertama yang diraih Buddha pada malam Kecerahan-Nya, adalah
he gained that night showed him that everyone was traveling on in the vast wawasan tentang kehidupan lampau-Nya—siapa Ia dahulunya, apa yang
saṃsāra (round of births and deaths) according to their actions, good and telah Ia lakukan, dan bagaimana Ia mengembara. Wawasan kedua yang Ia
bad. The third and final insight was into the four noble truths, which explain raih malam itu menunjukkan kepada-Nya bahwa semua orang berkelana
the causes and conditions for rebirth, as well as the path to escape from it. dalam saṁsāra (putaran kelahiran dan kematian) yang luas sesuai perbuatan
mereka, baik dan buruk. Wawasan ketiga dan terakhir adalah mengenai
The word Jātaka itself is made up of two components, jāta (birth) and the Empat Kebenaran Ariya, yang menjelaskan penyebab dan syarat kelahiran
suffix—ka, which has a diminutive sense, and together they therefore mean ulang, serta jalan untuk keluar darinya.
something like the little—or lesser—lives that the Bodhisattva had lived
through, before his rebirth in his last and greatest of lives. Kata Jātaka sendiri terdiri dari dua bagian, jāta (kelahiran) dan akhiran
-ka, yang punya makna kecil, dan bersama mereka berarti sesuatu seperti
The Jātaka stories that come down to us present a record of just some of “kehidupan kecil”—atau lebih kecil—yang telah dijalani Bodhisattwa,
these lives and the various roles he had played: as a wise man, a king, a head sebelum kelahiran ulang-Nya di kehidupannya yang terakhir dan teragung.
of a guild, a skilled worker, for instance. He had also been a humble but wise
animal of various sorts: his lives as a hare, fish, quail, goose, elephant and Cerita-cerita Jātaka yang diturunkan kepada kita menyajikan beberapa
monkey are all well-known. And some of his lives were spent also amongst catatan dari kehidupan tersebut dan berbagai peran yang telah ia lakoni:
the gods in the heavens. sebagai orang bijak, raja, kepala pekerja, pekerja yang terampil, misalnya.
Ia juga pernah menjadi beragam jenis hewan yang rendah hati namun bijak:
hidup-Nya sebagai kelinci, ikan, burung puyuh, angsa, gajah, dan kera,
8
The lessons the Bodhisattva learned during this long journey up and till his semuanya terkenal. Dan sebagian dari hidup-Nya juga dilewatkan di antara
last life were therefore exemplary teaching devices to show his disciples the para dewa di surga.
way forward and upward—and eventually out of—this round of repeated
births and deaths, as they documented the journey he had made himself. Pelajaran yang dipelajari Bodhisattwa selama perjalanan panjang ini sampai
ke kehidupan terakhir-Nya, karena itu adalah sarana pengajaran teladan
The stories gained favour from the beginning because of their engaging untuk menunjukkan kepada para murid-Nya jalan maju dan naik—dan
nature, and the empathy they evoked on the part of the listener, who akhirnya keluar dari—putaran kelahiran dan kematian yang berulang ini,
could see their own struggles and achievements reflected in the life of the sebagaimana mereka mencatat perjalanan yang telah Ia tempuh sendiri.
Bodhisattva (the one heading to Awakening), who had been through all
stages and kinds and conditions of life. Cerita-cerita tersebut disukai sejak awal karena sifatnya yang memikat,
dan empati yang mereka bangkitkan pada pihak pendengar, yang bisa
Later the stories were undoubtedly added to by the Buddha’s disciples as melihat perjuangan dan pencapaian mereka sendiri yang tercermin dalam
time went by, which accounts for the entry of folk takes into the collection, kehidupan Bodhisattwa (sosok yang menuju Kecerahan), yang telah
as anything that could show people the rules of moral action could be melewati semua tahapan, ragam, dan keadaan kehidupan.
incorporated into the corpus as it grew and grew over the years, until it
became the great body of literature that we find today. Kelak cerita-cerita, tak diragukan, ditambahkan oleh murid-murid Buddha
seiring waktu berlalu, yang berperan untuk masuknya cerita rakyat ke dalam
The Literature kitab, karena apa pun yang bisa memperlihatkan kepada orang-orang aturan
tindakan moral, dapat digabungkan ke dalam naskah, seiring itu tumbuh dan
Many collections of these stories were made, the largest that has come down tumbuh selama bertahun-tahun, hingga menjadi tubuh besar susastra yang
to us being the Pāḷi collection comprising 547 stories, which must have been kita temukan saat ini.
passed down from the very earliest times, and have been used for teaching
ever since. Many of these stories in this collection are found represented on Susastra
the reliefs on the stūpas at Sāñchī, Bārhut and Amaravatī, which shows they
were well-known even in the 3rd century BC.
Banyak kumpulan cerita-cerita ini telah dibuat, yang terbesar yang turun
Some of the stories were purposed to illustrate specific teachings, as kepada kita adalah kumpulan Pāḷi yang mencakup 547 cerita, yang pasti
in the Pāḷi canonical book, the Cariyāpiṭaka (The Conduct Collection), telah diturunkan dari masa paling awal, dan telah digunakan untuk
another canonical book of the Theravāda school, which contains 35 birth mengajar semenjak itu. Banyak dari cerita-cerita dalam kumpulan ini
stories showing how the Buddha in his previous lives had fulfilled the ten ditemukan tersaji di relief di stupa-stupa di Sāñchī, Bārhut, dan Amaravatī,
perfections (pāramī). yang menunjukkan bahwa mereka termasyhur bahkan pada abad ke-3 SM.

A similar idea is behind the collection known as the Jātakamālā (An Beberapa cerita ditujukan untuk menggambarkan ajaran khusus, seperti
Anthology of Past Birth-Stories), which features heavily at Borobudur. It was dalam kitab suci Pāḷi, Cariyāpiṭaka (Keranjang Perilaku), kitab suci lainnya
written by Ven. Āryaśūra in mixed prose and verse (campu), and must have dari aliran Theravāda, yang mengandung 35 cerita kelahiran, yang
been in existence by the 4th CE century at the latest. These were written in
9
the fashionable and courtly Sanskrit of the day, and indeed it marks one of menunjukkan bagaimana Buddha dalam kehidupan sebelumnya telah
the high points of Sanskrit literature as a whole. Many of these stories were memenuhi sepuluh kesempurnaan (pāramī).
illustrated and even quoted from on the murals at Ajāṇṭā.
Gagasan serupa ada di balik kumpulan yang dikenal sebagai Jātakamālā
They illustrate the virtues taught in Buddhism in 34 stories including (Untaian Cerita Kelahiran Lampau), yang sarat ditampilkan di Borobudur. Ini
that of giving (dāna), virtue (śīla), truth (satya) and the spiritual states of ditulis oleh Yang Mulia Āryaśūra dalam prosa dan syair campuran (campu),
loving-kindness (maitrī) and compassion (karuṇā), besides others. They are dan pasti telah ada selambatnya pada abad ke-4 M. Ini ditulis dalam gaya dan
presented as homilies, where the moral is announced at the beginning—and
keanggunan bahasa Sanskerta pada zaman itu, dan jelas itu menandai salah
summarised at the end—of each of the tales. In the text it is stated what
other things could be illustrated by the preacher using the same story. satu nilai tinggi dari sastra Sanskerta secara keseluruhan. Banyak dari cerita
ini digambarkan dan bahkan dikutip dari mural di Ajāṇṭā.
The Jātakas on Level 1, Balustrade, Top and Bottom Mereka menggambarkan kebajikan yang diajarkan dalam ajaran Buddha
The panels we are concerned with in this book are found on the balustrade dalam 34 cerita, termasuk derma (dāna), sila (śīla), kebenaran (satya), kasih
of Level 1, both top and bottom, and number 500 in number, although those sayang (maitrī), dan belas kasihan (karuṇā), di samping yang lainnya. Mereka
on the top (372) far outnumber those below them (128), which are much disajikan sebagai khotbah, di mana moralnya dinyatakan di awal—dan
wider. disimpulkan di akhir—di tiap cerita. Di dalam naskah dinyatakan hal-hal lain
yang bisa digambarkan oleh sang pembabar menggunakan cerita yang sama.
The illustrations begin to the left of the eastern stairway on the first level
at Borobdur. The top register of the balustrade shows reliefs from the Jātaka, Lantai 1, Dinding Luar, Deret Atas dan Bawah
Jātakamālā collection, which was well-known to the makers of Borobudur,
and all of its stories are illustrated in sequence on this wall, making up the Panel yang kita ulas dalam buku ini ditemukan di dinding luar lantai 1, deret
first 135 reliefs, and it is the only section amongst the Jātaka stories that we
atas dan bawah, dan berjumlah 500, walaupun yang di deret atas (372) jauh
can assign a known book to.
lebih banyak daripada yang di bawahnya (128), yang jauh lebih luas.
Most of the stories are given on three or four reliefs for the purposes of
illustration, and feature notable events from the story. Perhaps because we Penggambaran dimulai dari tangga timur ke kiri pada lantai pertama di
know the story behind them, and perhaps because of the clarity of the relief Borobudur. Deret atas dinding luar menampilkan relief dari kumpulan
work, they comprise some of the most striking of the reliefs at Borobudur. Jātakamālā, yang dikenal baik oleh para pembuat Borobudur, dan semua
ceritanya digambarkan secara berurutan di dinding ini, menyusun 135 relief
The first nine stories concern the virtue of giving, and some of the most pertama, dan ini adalah satu-satunya bagian di antara cerita Jātaka yang
famous stories known in Buddhism are illustrated here, including the giving dapat kita tetapkan telah dikenali dalam buku.
of the Bodhisattva’sown body to a tigress, the donation of his eyes to a
brahmin (later revealed to be Śakra, lord of the gods), and the giving away of Sebagian besar cerita ditempatkan dalam tiga atau empat relief untuk tujuan
his kingdom, wife and children in his life as Prince Viśvantara. penggambaran, serta menampilkan peristiwa-peristiwa penting dari cerita.
Mungkin karena kita tahu latar ceritanya, dan mungkin karena kejernihan

10
The power of speaking the truth is a virtue well known to all Buddhists, and pengerjaan relief, mereka meliput beberapa relief yang paling mencolok di
three of the stories illustrate how the asservation of truth can save one from Borobudur.
calamities and misfortune. Other virtues illustrated on the wall include the
value of renunciation, the need for loving-kindness and compassion, and the Sembilan cerita pertama berkenaan dengan kebajikan derma, dan beberapa
virtues of patience and forbearance. cerita paling termasyhur yang dikenal dalam ajaran Buddha digambarkan
di sini, termasuk derma tubuh Bodhisattwa sendiri kepada harimau betina,
After the illustration of the Jātakamālā was completed the sculptors derma matanya kepada brahmana (yang kemudian terungkap sebagai
continued with other Jātaka stories they knew of. It seems that they were
Śakra, raja para dewa), dan derma kerajaan, istri, dan anak-anaknya dalam
almost certainly following a book or collection of stories, but there is
no book known today that can be assigned to them, even though some kehidupannya sebagai Pangeran Viśvantara.
individual stories have been identified.
Kekuatan menyatakan kebenaran adalah kebajikan yang dikenal baik oleh
Because of this, many of the later stories remain either unidentified, or even semua umat Buddha, dan tiga cerita menggambarkan bagaimana pernyataan
when the story is known, it is not known in the form the sculptorswere kebenaran dapat menyelamatkan kita dari malapetaka dan kemalangan.
familiar with, but is only known to us from other collections, which Kebajikan lain yang digambarkan di dinding mencakup nilai pelepasan,
evidently differed in details. perlunya kasih sayang dan belas kasihan, serta kebajikan kesabaran dan
ketabahan.
The last 140 of the reliefs on this wall take on a very different character
altogether, and seem to be tableau in which the central character is the Setelah penggambaran Jātakamālā lengkap, para perupa melanjutkan
Buddha, and around him are his disciples and attendants. Normally the dengan cerita Jātaka lainnya yang mereka ketahui. Tampaknya mereka
scene is spread over three or more adjoining reliefs in this section. We have hampir pasti mengikuti satu buku atau kumpulan cerita, tetapi tidak ada
not been able to identify the source of these panels, but, apart from Nanda’s
buku yang diketahui hari ini yang dapat dicocokkan dengannya, walaupun
story near the end—which is also the only story we can identify which is not
a Jātaka on these two walls—they are not narrative tales as far as we can see. beberapa cerita tunggal telah dikenali.

The lower register of this wall is in worse shape than the top register, with Karena ini, banyak dari cerita yang belakangan tetap tak dikenali, atau
most of the panels broken and worn, and some missing. Only one actual bahkan ketika cerita itu dikenali, cerita itu tidak diketahui dalam bentuk
Jātaka story has ever been identified, though, judging by the iconography, it yang biasa dibuat para perupa, tetapi hanya diketahui oleh kita dari
is quite likely many more are illustrated. kumpulan kitab lainnya, yang jelas berbeda rinciannya.

In the presentation that follows I have first summarised the story, when 140 relief terakhir di dinding ini memiliki karakter yang sangat berbeda
known, and given the virtue that is to be illustrated. I then explain the part secara keseluruhan, dan tampak seperti gambar tunggal, yang mana tokoh
the scene plays in the story and provide a general description of the relief, utamanya adalah Buddha, dan di sekeliling-Nya adalah para murid dan
pointing out features of importance. When we do not know the story, I give a pelayan-Nya. Umumnya adegan tersebut tersebar di tiga atau lebih relief
description of the scene and any outstanding details I could see which might yang berdampingan di bagian ini. Kita belum bisa mengenali sumber dari
help with an identification.
panel-panel ini, tetapi, terlepas dari cerita Nanda di dekat penghujung—yang
juga merupakan satu-satunya cerita yang bisa kita kenali yang bukan Jātaka
11
Acknowledgements di kedua dinding ini—sejauh yang bisa kita lihat, mereka bukanlah tuturan
cerita.
As always I am very dependent on the work of previous scholars for the
summaries and information given in this work. The main research for this Deret bawah dinding ini dalam keadaan lebih buruk daripada deret atas,
part of the reliefs is contained in the following works. dengan sebagian besar panel rusak dan terkikis, dan beberapa hilang. Hanya
satu cerita Jātaka yang bisa dikenali, walaupun, dinilai dari ikonografi,
Select Bibliography sepertinya lebih banyak lagi yang digambarkan.

Specific to Borobudur: Dalam penyajian di bawah ini, pertama saya merangkum cerita, bila
mengenalinya, dan memberikan kebajikan yang digambarkan. Saya lalu
Krom, N J. 1927a. Barabudur, Archeological Description 1. Vol. 1. 2 vols. menjelaskan bagian adegan yang terjadi dalam cerita dan menyediakan
The Hague: Nijhoff. gambaran umum relief, menunjukkan ciri-ciri yang penting. Ketika kita
———. 1927b. Barabudur, Archeological Description 2. Vol. 2. 2 vols. The tidak mengenali ceritanya, saya memberikan gambaran adegan dan rincian
Hague: Nijhoff.
menonjol yang bisa saya lihat, yang mungkin bisa membantu pengenalan.
Oldenburg, Sergei Fedorovic. 1897. “Notes on Buddhist Art.” Journal of
the American Oriental Society 18 (1): 183–201.
Zin, Monika. 2006. “The Story of the Conversion of Nanda in Borobudur.” Haturan Terima Kasih
In Vanamālā, Festschrift A.J.Gail. Berlin: Weidler Buchverlag.
Seperti biasa saya sangat bergantung pada karya para cendekiawan
Texts and Translations: terdahulu untuk rangkuman dan informasi yang diberikan dalam karya ini.
Penelitian utama untuk bagian relief-relief ini termuat dalam karya-karya
Appleton, Naomi. 2013. “The Second Decade of the Avadānaśataka.” Asian berikut.
Literature and Translation 1 (7): 1–36.
———. 2014. “The Fourth Decade of the Avadānaśataka.” Asian Literature
and Translation 2 (5): 1–35.
Pustaka Terpilih
Āryaśūra, and J S Speyer. 1895. The Jātakamālā. London: Henry Frowde.
Cowell, E B, and Various Translators. 1895. The Jātaka, or, Stories of the Khusus Borobudur:
Buddha’s Former Births. 6 vols. Cambridge: University Press.
Fausböll, Viktor, and Dines Andersen. 1877. The Jātaka Together with Its Krom, N J. 1927a. Barabudur, Archeological Description 1. Vol. 1. 2 vols.
Commentary, Edited in the Original Pāli. 6 vols. London: Trübner & Co. The Hague: Nijhoff.
Johnston, E H. 1928. The Saundarananda of Aśvaghoṣa. London: Oxford ———. 1927b. Barabudur, Archeological Description 2. Vol. 2. 2 vols. The
University Press. Hague: Nijhoff.
———. 1932. The Saundarananda or Nanda the Fair. London: Oxford Oldenburg, Sergei Fedorovic. 1897. “Notes on Buddhist Art.” Journal of
University Press. the American Oriental Society 18 (1): 183—201.
Jones, J J. 1949. Mahāvastu, 1-3. 3 vols. London: Luzac & Company. Zin, Monika. 2006. “The Story of the Conversion of Nanda in Borobudur.”
Kern, Hendrik, and Ārya-Çūra. 1891. The Jātaka-Mālā, or, In Vanamālā, Festschrift A.J.Gail. Berlin: Weidler Buchverlag.

12
Bodhisattvāvadāna-Mālā. Harvard Oriental Series 1. Cambridge, Mass.: Naskah dan Terjemahan:
Harvard.
Senart, E. 1882. Mahāvastu, 1-3. 3 vols. Paris: Societe Asiatique. Appleton, Naomi. 2013. “The Second Decade of the Avadānaśataka.” Asian
Speyer, J S. 1902. Avadānaçataka, 1-2. 2 vols. St Petersbourg: Bibliotheca Literature and Translation 1 (7): 1—36.
Buddhica. ———. 2014. “The Fourth Decade of the Avadānaśataka.” Asian Literature
and Translation 2 (5): 1—35.
Ānandajoti Bhikkhu Āryaśūra, and J S Speyer. 1895. The Jātakamālā. London: Henry Frowde.
June 2019 Cowell, E B, and Various Translators. 1895. The Jātaka, or, Stories of the
Buddha’s Former Births. 6 vols. Cambridge: University Press.
Fausböll, Viktor, and Dines Andersen. 1877. The Jātaka Together with Its
Commentary, Edited in the Original Pāli. 6 vols. London: Trübner & Co.
Johnston, E H. 1928. The Saundarananda of Aśvaghoṣa. London: Oxford
University Press.
———. 1932. The Saundarananda or Nanda the Fair. London: Oxford
University Press.
Jones, J J. 1949. Mahāvastu, 1-3. 3 vols. London: Luzac & Company.
Kern, Hendrik, and Ārya-Çūra. 1891. The Jātaka-Mālā, or,
Bodhisattvāvadāna-Mālā. Harvard Oriental Series 1. Cambridge, Mass.:
Harvard.
Senart, E. 1882. Mahāvastu, 1-3. 3 vols. Paris: Societe Asiatique.
Speyer, J S. 1902. Avadānaçataka, 1-2. 2 vols. St Petersbourg: Bibliotheca
Buddhica.

Ānandajoti Bhikkhu
Juni 2019

13
Jātaka Relief Diagram Diagram Relief Jātaka

233b–237

323–326b
238–241
242–250
251–254
255–262

262–284

285–297
298–301
302–308
309–314
315–318
319–322
The 500 relief panels of 500 panel relief
the Jātaka are located on Jātaka terletak di

100b–101

107b–108
102–107a
the balustrade, dinding luar,

109–112
97–100a
86b–91

93b–96
85–86a

92–93a
81–84
upper and lower row, of level 1. deret atas dan bawah, lantai 1.
N
Level 1 balustrade, upper row: 1–372 Lantai 1 dinding luar, deret atas: 1–372
Level 1 balustrade, lower row: 1–128 Lantai 1 dinding luar, deret bawah: 1–128

1–4 The Tigress 80 327–334 120–127 Ayogṛha


79 The Sage and the Hare 113–116
5–9 King Śibi 77–78 335–338 128–132 The Buffalo
10–14 The Gruel 75b–76 339–355 133–135 The Woodpecker
15–18 The Head of a Guild 196–233a 117–118a 136–138 The Jackal
19–22 Aviṣahya 70–75a 118b–123 139–158 One Who Cherished
23–25 The Hare 356–358 159–168 King Śivi
26–30 Agastya
68b–69 124–125a 169–174 Campeyya
359–371
31–34 Maitrībala 192–195 175–186 Surūpa
35–39 Viśvantara 65–68a 125b–128 187–191 Bhūridatta
40–43 The Sacrifice 187–191 372 192–195 Kacchapāvadāna
44–47a Śakra W E Main Entrance 196–233a Nandiya
47b The Brahmin 61b–64 1–4 233b–237 A Buddha with Devotees 1
1–4a 5–9
48–52 Unmādayantī 175–186 10–14 238–241 A Buddha with Devotees 2
53–55 Supāraga 15–18 242–250 A Buddha with Devotees 3
60–61a 4b–5
56–57 The Fish 169–174 19–22 251–254 A Buddha with Devotees 4
54b–59 6–11 23–25
58 The Quail’s Young 255–262 A Buddha with Devotees 5
59–61 The Jar 26–30 263–284 A Buddha with Devotees 6
159–168 31–34
62–63 The Childless One 53–54a 35–39 285–297 A Universal Monarch
64–68 The Lotus-Stalks 49–52 12 298–301 A Female Bodhisattva
40–43
69–72 The Treasurer 139–158 13–16 302–308 A Buddha with Devotees 7
44–47a 309–314 Royalty Worship a Buddha
73–76 Cuḍḍabodhi 47b
77–80 The Geese 48–52 315–318 A Buddha on Alms Round
81–85 Mahābodhi 53–55 319–322 A Buddha with Devotees 8
86–89 The Great Ape 56–57 323–326b A Buddha with Devotees 9
90–93 The Śarabha 58 327–334 A Buddha with Devotees 10
S
45–48
43b–44

38–43a

36b–37

33–36a 99–102

29b–32 86–89
28–29a 73–76
22b–27

21–22a
17–20
94–98 The Ruru-Deer 335–338 The Story of a Monk
99–102 The Great Monkey 339–355 Nanda
103–107 Kṣāntivādī 356–358 A Buddha with Devotees 11
136–138
133–135
128–132
120–127
116–119
112–115
108–101
103–107

94–98
90–93

81–85
77–80
69–72
64–68
62–63
59–61

108–111 A Brahmā 359–371 A Buddha with Devotees 12


112–115 The Elephant 372 The Ascetic and Four Animals
116–119 Sutasoma
-
Jataka Relief Stories
-
Cerita Relief Jataka
1st Level, Balustrade, Top
Jātakamālā
An Anthology of Past Birth-Stories
Lantai 1, Dinding Luar, Deret Atas
Jātakamālā
Untaian Cerita Kelahiran Lampau
1

I. The Tigress I. Harimau Betina


Giving One’s own Body Mendermakan Tubuh Sendiri

The Bodhisattva was born in a family of eminent brahmins, but soon Bodhisattwa lahir di keluarga brahmana termasyhur, namun kemudian
renounced the world, and became a teacher, having many disciples. One day melepas keduniawian, dan menjadi seorang guru, punya banyak murid.
while out with his disciple Ajita he saw a tigress, who, ravaged by starvation, Suatu hari saat di luar bersama muridnya, Ajita, ia melihat harimau betina,
was contemplating eating her own offspring. yang, dilanda kelaparan, sedang menimbang untuk memangsa anaknya
sendiri.
By a ruse the Bodhisattva sent off his disciple and threw himself down the
chasm so the tigress can be saved from such an ignoble act, and that he may
fulfil the perfection of giving, for the sake of attaining Awakening. (No Pāḷi Dengan siasat, Bodhisattwa menyuruh muridnya pergi, lalu menjatuhkan
parallel exists) diri sendiri ke jurang sehingga harimau betina itu bisa terselamatkan dari
tindakan tak mulia tersebut, dan agar ia bisa memenuhi kesempurnaan
1. The Birth Ceremony of the Bodhisattva memberi, demi mencapai Kecerahan. (Tak ada kesejajaran dengan naskah
Pāḷi)
The Bodhisattva sits on his mother’s lap while the brahmin priests pour
libations over his head. It appears the Bodhisattva’s father is on the far right, 1. Perayaan Kelahiran Bodhisattwa
holding gifts for the priests. Unfortunately the boy’s head has been lost.
Notice his left leg rests on a lotus cushion. Bodhisattwa duduk di pangkuan ibunya, sementara para pendeta brahmana
menuangair pemberkahan di atas kepalanya. Tampak ayah Bodhisattwa di
kanan jauh, memegang persembahan untuk para petapa. Sayang kepala anak
lelaki itu telah hilang. Perhatikan kaki kirinya yang bertumpu di atas bantal
teratai.
16
2 3

2. The Bodhisattva learns Dharma 3. The Bodhisattva sacrifices Himself

It seems the figure seated on the small seat on the right is the Bodhisattva, It very much looks like there are two scenes in this one small panel: in the
we cannot see what he was holding, but it was quite likely a book. On the first, on the left, the Bodhisattva is seen sitting in a cave, with Ajita, his
raised seat his teacher is holding a stylus. Two other students are near the pupil, sitting in front of him. In the second the Bodhisattva is now standing,
teacher, and behind the Bodhisattva are two brahmins. and preparing to feed himself to the tigress. Because of the damage we
cannot see her, but one of her young is pictured on the bottom right.
2. Bodhisattwa Belajar Dharma
3. Bodhisattwa Mengorbankan Dirinya
Sepertinya sosok yang duduk di kursi kecil di kanan adalah Bodhisattwa, kita
tidak bisa melihat apa yang dipegangnya, tetapi sangat mungkin itu buku. Di Sangat tampak ada dua adegan disatu panel kecil ini: di yang pertama,
kursi yang lebih tinggi, gurunya memegang kuas. Dua siswa lainnya berada di kiri, Bodhisattwa terlihat duduk di gua, dengan Ajita, muridnya,
di dekat guru, dan di belakang Bodhisattwa ada dua brahmana. duduk di hadapannya. Di yang kedua, Bodhisattwa berdiri, bersiap untuk
mengumpankan dirinya kepada harimau betina. Karena rusak, kita tidak bisa
melihatnya, tetapi salah satu anak harimau digambarkan di kanan bawah.

17
II. The King of the Śibis
Giving One’s Bodily Parts

The Bodhisattva once grew up to become the King of the


Śibis. His generosity attracted people from far and wide,
and he rejoiced in giving. However, he longed to give, not
just his wealth, but also his bodily parts, all for the sake of
Awakening.

Śakra, the lord of the gods, took the form of a brahmin,


and begged from him his eyes. His ministers objected, but
the King gladly gave them, and when asked for one, gave
two. Later, Śakra returned, and—following an asservation
of truth—restored his vision, but with eyes that now had
divine vision. (cp. Pāḷi Jātaka 499)

II. Raja Śibi


4 Mendermakan Bagian Tubuh Sendiri

Bodhisattwa pernah tumbuh menjadi Raja Śibi. Kemurahan


4. Paying respect to the Remains of the Bodhisattva
hatinya menarik orang-orang dari jauh dan luas, dan ia
gembira dalam memberi. Akan tetapi, ia ingin memberi,
Although half of the panel is missing, we see three disciples standing, and underneath them
tidak hanya hartanya, namun juga bagian tubuhnya, semua
are figures representing the various gods. They are evidently paying their last respects to the
demi Kecerahan.
remains of the Bodhisattva which are being buried in the earth.
Śakra, raja para dewa, mengambil wujud brahmana,
4. Memberi Penghormatan Kepada Sisa Bodhisattwa lalu memohon matanya. Para menterinya keberatan,
namun raja dengan senang hati memberikan matanya,
Meskipun setengah panel hilang, kita lihat tiga murid berdiri, dan di bawah mereka adalah dan ketika diminta satu, ia berikan dua. Kemudian, Śakra
sosok-sosok yang menggambarkan berbagai dewa. Mereka jelas memberikan penghormatan menampakkan diri, dan—setelah pernyataan kebenaran—
terakhir kepada sisa Bodhisattwa yang dikubur di tanah. memulihkan penglihatan raja, tetapi dengan mata yang
sekarang memiliki pandangan surgawi. (Bandingkan
dengan Jātaka Pāḷi 499)

18
5 6

5. The King meets with a Supplicant 6. The King gives to Supplicants

The panel is very damaged. What we can make out is as follows: In the The king sits on a throne, with his consort behind him. In front of him five
centre, atop a seat, sits a person of rank, probably the king. Behind him are people have gathered, and are stretching their hands forth to receive alms,
two women, on the thigh on one of the women he rests his hand. In front are which the king gladly gives. The king is evidently holding something in his
two people, sitting lower. It may have been someone making a request. hand, but we cannot see what it is.

5. Raja Bertemu Dengan Peminta 6. Raja Memberi Kepada Para Peminta

Panel ini sangat rusak. Yang bisa kita ketahui adalah sebagai berikut: Raja duduk di singgasana, dengan permaisurinya di belakangnya. Di
di tengah, di kursi, duduk orang berpangkat tinggi, mungkin raja. Di depannya, lima orang berkumpul, dan mengulurkan tangan mereka
belakangnya ada dua perempuan, di paha di salah satu perempuan raja untuk menerima derma, yang dengan senang hati raja berikan. Raja jelas
menumpukan tangannya. Di depan ada dua orang, duduk lebih rendah. Itu memegang sesuatu di tangannya, tetapi kita tidak bisa melihat apa itu.
mungkin seseorang yang membuat permohonan.

19
7 8

7. Śakra requests an Eye from the King 8. Śakra returns sight to the King

Śakra has here taken on the form of an old and blind brahmin, and is This scene takes place later, and, as we see fruit trees, it is evidently situated
standing in front of the king requesting his eye. The king is sat on a cushion outside, and therefore in the king’s park. The king is clearly depicted as
with two of his female attendants around him, one of whom has a fly-whisk. being blind at this point; he sits in meditation. Śakra, again shown as an old
brahmin, is about to restore the king’s vision.
7. Śakra Meminta Satu Mata dari Raja
8. Śakra Mengembalikan Penglihatan Raja
Śakra di sini mengambil wujud brahmana tua dan buta, dan berdiri di
depan raja, meminta matanya. Raja duduk di bantal dengan dua pelayan Adegan ini terjadi kemudian, dan, sebagaimana kita lihat pohon berbuah,
perempuan di sekitarnya, salah satunya memegang kebutan. adegan ini jelas bertempat di luar, karena itudi taman raja. Saat ini raja jelas
digambarkan buta; ia duduk bermeditasi. Śakra, lagi-lagi ditampilkan sebagai
brahmana tua, jelang memulihkan penglihatan raja.
20
III. Gruel
Giving even a Little

The Bodhisattva in this life was the king of the Kośalans, who excelled at giving gifts
to the ascetics and brahmins, the poor and the beggars. One day the king remembered
his former existence as a servant, in which he had joyfully served rice gruel to four
ascetics. He then began to recite two verses telling how even a small gift produces great
results.

The queen eventually summoned up courage and asked him about the verses, and
he explained what had happened previously. She then also recalled her previous
existence, in which, as a slave girl, she had given the remnants of a meal to a sage, with
the result that she was now queen in this existence.

The king then gave a talk on Dharma to the assembled audience explaining the benefits
of giving. (cp. Pāḷi Jātaka 415)

9 III. Bubur
Memberi Walau Sedikit
9. The King teaches Dharma
Bodhisattwa dalam kehidupan ini adalah Raja Kośala, yang unggul dalam memberikan
derma kepada para petapa dan brahmana, orang miskin dan pengemis. Suatu hari
Here we see the king after the restoration of his sight being greeted
raja mengingat kelahiran lampaunya sebagai pelayan, di mana ia dengan senang hati
back in his capital by his subjects, to whom he now preaches
mempersembahkan bubur beras untuk empat petapa. Ia lalu mulai mengucapkan dua
Dharma, taking his own experience as an example. The subjects
syair yang menceritakan bagaimana bahkan pemberian kecil menghasilkan akibat
have brought many gifts for him, and rejoice in his good deeds.
besar.

9. Raja Mengajarkan Dharma Ratu akhirnya menghimpun keberanian dan menanyakan kepada raja tentang syair itu,
dan raja menjelaskan apa yang telah terjadi sebelumnya. Ratu lalu mengingat kelahiran
Di sini kita lihat raja setelah pemulihan penglihatannya, disambut lampaunya juga, di mana, sebagai gadis budak, ia mendermakan sisa makanan kepada
kembali di ibukotanya oleh rakyatnya, yang kepada mereka ia orang bijak, alhasil ia sekarang menjadi ratu dalam kelahiran ini.
kinimengajarkan Dharma, mengambil pengalamannya sendiri
sebagai teladan. Rakyat membawa banyak persembahan untuknya, Raja lalu memberikan ceramah Dharma kepada hadirin yang berkumpul, menjelaskan
dan bergembiraterhadap perbuatan baiknya. manfaat memberi. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 415)
21
10 11

10. The Servant invites the Ascetics to Lunch 11. The Slave Girl gives Remnants of a Meal

In a former life the king is a poor servant. When he sees four ascetics one In this corner-relief, on the left we see a slave-girl giving the remains of a
day he invites them to eat at his house, even though he barely had enough meal to someone who stands next to her. Unfortunately the head is broken
for himself and his family. The servant is here seen at the feet of the ascetics, off, but we know he is an ascetic. The right side sees three brahmins sitting
making the request. on the floor, and facing away from the scene, perhaps forming part of the
next scene.
10. Pelayan Mengundang Para Petapa untuk Makan Siang
11. Gadis Budak Mendermakan Sisa Makanan
Dalam kehidupan lampaunya, raja adalah pelayan miskin. Ketika ia
melihat empat petapa, suatu hari ia mengundang mereka untuk makan di Di relief sudut ini, di kiri kita lihat gadis budak mendermakan sisa makanan
rumahnya, sekalipunia nyaris tak punya cukup makanan untuk dirinya dan kepada seseorang yang berdiri di sebelahnya. Sayang kepalanya patah,
keluarganya. Pelayan di sini terlihat di kaki para petapa, menyampaikan namun kita tahu ia adalah petapa. Di sisi kanan terlihat tiga brahmana
undangan. duduk di lantai, dan berpaling dari adegan, mungkin melihat ke adegan
selanjutnya.
22
12 13

13. The King teaches Dharma


12. The King recounts his former Life to the Queen
The king and the queen sit of a raised seat in a scene that is set in the
The king and the queen are sitting together, and there are two others in the
outdoors, under trees. Before them sit an entourage who are listening to the
scene, one of whom, judging by her shaven hair, might be a female ascetic.
teaching. The first of the group has his hands raised in respectful salutation
The relief presumably depicts the time when the king explained his good
(añjali).
deed in a previous life to the queen.

13. Raja Mengajarkan Dharma


12. Raja Menuturkan Kelahiran Lampaunya Kepada Ratu
Raja dan ratu duduk di kursi tinggi dalam adegan yang bertempat di
Raja dan ratu duduk bersama, dan ada dua orang lain dalam adegan,
luar ruang, di bawah pohon. Di hadapan mereka duduk rombongan yang
salah satunya, dilihat dari rambutnya yang dicukur, kemungkinan petapa
mendengarkan pengajaran. Orang terdepan di kelompok mengangkat
perempuan. Relief itu mungkin menggambarkan ketika raja menjelaskan
tangannya memberi hormat (añjali).
perbuatan baiknya pada suatu kehidupan lampau kepada ratu.

23
14

14. Dancing Ladies, Courtiers and Guards 14. Para Penari Perempuan, Pegawai Istana, dan Pengawal

Around the corner from the previous relief we find what must be an Di sekitar sudut dari relief sebelumnya, kita menemukan apa yang pasti
extension of the same scene, with three dancing ladies at the front, and merupakan kelanjutan adegan yang sama, dengan tiga penari perempuan
many courtiers and guards behind them, presumably all rejoicing to hear of di depan, banyak pegawai istana dan pengawal di belakang mereka,
the royal couple’s deeds and rewards. kemungkinan semua bergembira mendengar perbuatan pasangan kerajaan
dan hasilnya.

24
IV. The Head of A Guild IV. Kepala Buruh
Determination when Giving Tekad Kala Bederma

The Bodhisattva in this life, through his merit, became the head of a guild, Bodhisattwa dalam kehidupan ini, melalui kebajikannya, menjadi kepala
and excelled in the giving of gifts to those in need. One day while taking his buruh, dan unggul dalam memberikan derma kepada mereka yang butuh.
meal, a Pratyekabuddha appeared outside his gate with his bowl in hand. Suatu hari saat sedang mengambil makanan, seorang Pratyekabuddha
The Bodhisattva immediately requested his wife to take alms food for him. muncul di luar gerbangnya dengan mangkuk di tangannya. Bodhisattwa
segera meminta istrinya untuk mengambil makanan derma untuknya.
As she approached, Māra made an apparition of the Great Hell appear
to separate her from the supplicant, and she turned back afraid. The Ketika si istri mendekat, Māra menciptakan penampakan Neraka Besar
Bodhisattva took the dishes from her, and prepared to give alms. untuk memisahkannya dari penerima derma, dan ia berbalik ketakutan.
Bodhisattwa mengambil piring dari istrinya, dan bersiap memberikan
Māra then appeared and tried to persuade him otherwise, but the derma.
Bodhisattva prevailed with his determination, and, as he approached the
Pratyekabuddha, a large lotus sprang up from the hell and sustained his Māra kemudian muncul dan mencoba membujuknya untuk berbalik,
steps. After receiving, the Pratyekabuddha showed his glory as he ascended tetapi Bodhisattwa berjaya dengan tekadnya, dan, ketika ia mendekati
into the sky and departed. (cp. Pāḷi Jāṭaka 40) Pratyekabuddha, teratai besar mencuat dari neraka dan menopang
langkahnya. Setelah menerima, Pratyekabuddha menunjukkan
kemuliaannya tatkalaia terbang ke angkasa dan berlalu. (Bandingkan dengan
Jāṭaka Pāḷi 40)

25
15 16

15. The Bodhisattva and his Wife 16. The Bodhisattva takes Food for the Pratyekabuddha

The Bodhisattva is sat on a raised seat, with one knee over the other with Again the Bodhisattva and his wife are pictured, and both of them now hold
a knee-support around the leg, and his foot on a cushion. In front of him bowls of food. It must be that the wife has returned from her attempt to feed
stands his wife, but part of her body, including her hands, are now broken the Pratyekabuddha, and now the Bodhisattva is making his attempt. Notice
off, so we cannot see what, if anything she was holding. This may be before their house in the background. This and the next relief have to be seen as
or after she tried to give the meal to the Pratyekabuddha. part of one whole scene.

15. Bodhisattwa dan Istrinya 16. Bodhisattwa Membawa Makanan untuk Pratyekabuddha

Bodhisattwa duduk di kursi tinggi, dengan satu lutut di atas yang lain Sekali lagi Bodhisattwa dan istrinya digambarkan, dan mereka berdua
dengan bebat lutut mengitari kaki, dan kakinya di atas bantal. Di depannya sekarang memegang mangkuk makanan. Ini pasti sang istri telah kembali
berdiri istrinya, tetapi sebagian tubuhnya, termasuk tangannya, kini rusak, dari upayanya untuk mendermakan makanan bagi Pratyekabuddha, dan
jadi kita tidak bisa melihat apa, jika ada sesuatu yang dipegangnya. Ini sekarang Bodhisattwa membuat upayanya. Perhatikan rumah mereka di
mungkin sebelum atau setelah ia mencoba mendermakan makanan kepada latar. Relief ini dan yang selanjutnya harus dilihat sebagai bagian dari satu
Pratyekabuddha. adegan utuh.
26
17 18

17. The Pratyekabuddha and the Scene in Hell 18. The Pratyekabuddha ascends into the Sky

Between the Bodhisattva and the Pratyekabuddha Māra has made a hellish It is curious that the scene in which the Bodhisattva crosses hell with the
apparition. Here we see fire under a cauldron in which people are being help of a lotus is not shown. Instead we see the Pratyekabuddha ascending
boiled in retribution for their bad deeds. The Pratyekabuddha stands with above the clouds and leaving after receiving the donation of food. Gods and
his bowl in his left hand, and his right hand held forth, almost blessing those men hold their hands up in respectful salutation, while on the left stands the
below. In the skies we see a deva who looks on from the clouds. Bodhisattva, holding a lotus.

17. Pratyekabuddha dan Adegan di Neraka 18. Pratyekabuddha Terbang ke Angkasa

Di antara Bodhisattwa dan Pratyekabuddha, Māra telah membuat Sangatlah aneh bahwa adegan Bodhisattwa melintasi neraka dengan
penampakan neraka. Di sini kita lihat api di bawah kuali, di mana bantuan teratai tidak diperlihatkan. Alih-alih, kita lihat Pratyekabuddha
orang-orang direbus sebagai balasan atas perbuatan buruk mereka. terbang di atas awan dan pergi setelah menerima derma makanan. Para
Pratyekabuddha berdiri dengan mangkuk di tangan kirinya, dan tangan dewa dan manusia mengangkat tangan mereka dalam sikap hormat,
kanannya mengulur ke depan, hampir memberkahi mereka yang di bawah. sementara di kiri berdiri Bodhisattwa, memegang teratai.
Di langit kita lihat dewa yang memandang dari awan.
27
V. Aviṣahya, the Head of a Guild V. Aviṣahya, Kepala Buruh
Giving when Indigent Memberi Ketika Kekurangan

The Bodhisattva was again a rich merchant in this life, and was called Bodhisattwa sekali lagi menjadi pedagang kaya dalam kehidupan ini, yang
Aviṣahya (the Invincible One) on account of his resistence to wrong ways. He dipanggil Aviṣahya (Yang Tak Terkalahkan) karena perlawanannya terhadap
rejoiced in giving gifts, and seeing this, Śakra, the lord of the gods, decided cara yang salah. Ia bergembira dalam memberikan derma, dan melihat ini,
to test him. Śakra, raja para dewa, memutuskan untuk mengujinya.

The next day he made the Bodhisattva’s gifts disappear as soon as they were Hari berikutnya ia membuat persembahan Bodhisattwa lenyap begitu
prepared, but Aviṣahya kept calling for more to be brought from his house so dipersiapkan, tetapi Awiṣahya terus menyerukan lebih banyak untuk dibawa
as to satisfy the supplicants. dari rumahnya demi mencukupi para peminta.

Śakra then made all his wealth disappear overnight, except a rope and a Śakra kemudian membuat semua kekayaannya lenyap dalam semalam,
sickle. The Bodhisattva then took them and earned his living, so as to persist kecuali seutas tali dan sabit. Bodhisattwa lalu mengambilnya dan mencari
in his habit of giving gifts to those in need. Later, Śakra, seeing Aviṣahya’s nafkah, tetap gigih dalam kebiasaannya memberikan derma kepada mereka
resolve returned all his wealth to him, and begged his forgiveness. (cp. Pāḷi yang butuh. Kemudian, Śakra, melihat keteguhan Awiṣahya, mengembalikan
Jātaka 340) semua kekayaannya, dan memohon pengampunannya. (Bandingkan dengan
Jātaka Pāḷi 340)

19-21. Triptych of Aviṣahya’s Story

Three of the four panels are shown here, with one of the Buddha statues
exposed behind owing to a loss of stones. The three scenes are described
below.

19–21. Tiga Serangkai Cerita Aviṣahya

Tiga dari empat panel ditampilkan di sini, dengan salah satu arca Buddha
terpapar di belakang dikarenakan hilangnya batu. Ketiga adegan diuraikan
19-21 di bawah ini.
28
19 20

19. Aviṣahya sits with his Wife 20. Aviṣahya give Gifts to Brahmins

In the first relief of this series we see the Bodhisattva as a rich merchant, The heads of the main characters in this scene are badly damaged.
sitting on a comfortable raised seat, with his beautiful wife alongside him. He Aviṣahya and his wife are standing and giving alms. The recipients appear
holds something in his hand, but we cannot make out what now because of to be brahmins, two kneeling, and two with their hands stretched forth.
the decay. In front stands another woman, scantily clothed, holding a flower Aviṣahya’s gift-giving was prodigal.
which is growing from the ground. Behind the Bodhisattva is another man.
Notice the bags of money on a dish under his seat.
20. Aviṣahya Memberikan Derma Kepada Para Brahmana
19. Aviṣahya Duduk Dengan Istrinya
Kepala tokoh-tokoh utama dalam adegan ini rusak parah. Aviṣahya dan
Dalam relief pertama dari rangkaian ini, kita lihat Bodhisattwa sebagai istrinya berdiri dan memberikan derma. Para penerima tampaknya adalah
pedagang kaya, duduk di kursi tinggi yang nyaman, dengan istrinya yang para brahmana, dua berlutut, dan dua dengan tangan terentang ke depan.
cantik di sisinya. Ia memegang sesuatu di tangannya, tetapi kita tidak bisa Aviṣahya memberikan derma dengan royal.
tahu apa itu sekarang karena luruh. Di depan berdiri perempuan lain, nyaris
tak berbusana, memegang bunga yang tumbuh dari tanah. Di belakang
Bodhisattwa ada lelaki lain. Perhatikan kantong uang di atas piring, di bawah
kursinya.
29
21 22

21. Aviṣahya continues his Good Deeds 22. Aviṣahya receives back his Wealth

Krom believes the character on the right to be Śakra, similarly portrayed This is a very badly damaged relief. In the centre of the relief are bags of
as in the King of the Śibis story. It could also be that the Bodhisattva, who money, and on the right are people holding gifts. Presumably Aviṣahya was
is now reduced to working for his living—as shown by the bundles of grass sat on the seat, the legs of which we see on the left hand side. This therefore
under his seat—is continuing his charity, and the person in front of him is a would represent the scene where Śakra returns his wealth to Aviṣahya.
brahmin supplicant. As both the hands of the Bodhisattva and the brahmin
are broken off it is hard to be sure of the interpretation. 22. Aviṣahya Mendapatkan Kembali Kekayaannya

21. Aviṣahya Meneruskan Perbuatan Baiknya Ini relief yang sangat rusak. Di tengah relief ada kantong-kantong uang, dan
di kanan ada orang yang memegang persembahan. Kemungkinan Aviṣahya
Krom percaya bahwa tokoh di kanan adalah Śakra, digambarkan mirip dalam duduk di kursi, dari kaki yang kita lihat di sisi kiri. Maka itu, ini bisa jadi
cerita Raja Śibi. Ia bisa juga Bodhisattwa, yang sekarang harus bekerja untuk menampilkan adegan di mana Śakra mengembalikan kekayaan kepada
nafkahnya—seperti ditunjukkan oleh tumpukan rumput di bawah kursinya— Aviṣahya.
melanjutkan dermanya, dan orang di depannya adalah brahmana peminta.
Karena tangan Bodhisattwa dan brahmana rusak, sulit untuk memastikan
penafsirannya.
30
VI. The Hare
Giving One’s own Body

On one occasion the Bodhisattva was reborn as a hare in a forest. Although


small he was respected, like the king of the forest. He had three friends with
whom he was especially close: an otter, a jackal, and an ape.

Being also a teacher, when he saw the full moon fast day (poṣadha) was
approaching he gave a Dharma talk to his friends on how they should not eat
on the morrow without having first entertained a guest, and resolved to give
even his own body should a guest come to him.

Śakra, hearing of this resolve, took the form of a brahmin and entered the
forest, and wailing and crying, asked for succour. The three animals all
brought according to their abilities, but the hare offered his own body, and
sacrificed himself for the brahmin on a charcoal grill. (cp. Pāḷi Jātaka 316)

VI. Sang Kelinci 23


Mendermakan Tubuh Sendiri
23. Śakra enters the Forest
Pada satu kesempatan Bodhisattwa terlahir ulang sebagai kelinci di hutan.
Walau kecil, ia disegani, seperti raja hutan. Ia punya tiga teman yang sangat
In this first relief we see Śakra, lord of the gods, has taken the form of a
akrab dengannya: berang-berang, serigala, dan kera.
brahmin, and is entering the forest where the hare and his friends live.
Śakra carries a staff and a parasol in the relief, and is looking back over his
Juga menjadi guru, ketika ia melihat hari puasa bulan purnama (poṣadha)
shoulder. In front we see various animals, a lion, a ram and a pair of deer,
menjelang, ia memberikan ceramah Dharma kepada teman-temannya
who are under the trees.
tentang bagaimana mereka tidak boleh makan besok, tanpa terlebih dahulu
menjamu tamu, dan bertekad memberikan bahkan tubuhnya sendiri bila
tamu datang kepadanya. 23. Śakra Memasuki Hutan

Śakra, mendengar tekad ini, mengambil wujud brahmana dan memasuki Di relief pertama ini kita lihat Śakra, raja para dewa, telah mengambil
hutan, meratap dan menangis, meminta pertolongan. Ketiga hewan wujud brahmana, memasuki hutan tempat kelinci dan kawan-kawannya
itu membawa semua sesuai kemampuan mereka, namun kelinci tinggal. Śakra membawa tongkat dan payung dalam relief, dan menengok
mempersembahkan tubuhnya sendiri, dan mengorbankan dirinya untuk ke belakang dari balik bahunya. Di depan kita lihat berbagai binatang, singa,
brahmana di atas panggangan arang. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 316) domba, dan sepasang rusa, yang di bawah pohon.
31
24 25

24. Śakra begs from the Four Friends 25. The Hare prepares to sacrifice Himself

Here we see Śakra standing with his hand held out in supplication, and the In this last relief we see Śakra sitting on the floor, and he is evidently in
four friends in front of him. The hare is on the highest level, next comes the conversation with the hare. Above and behind the hare is the charcoal fire
jackal with his bowl of milk; on the floor sits the ape with mangoes, and the on which he will sacrifice his body. A tall flame rears up above it. Around we
otter with seven fish. The hare has only his own body to give to the brahmin. see trees and the stylised rocks which represent the mountain.

24. Śakra Memohon Kepada Empat Sahabat 25. Kelinci Bersiap Mengorbankan Dirinya

Di sini kita lihat Śakra berdiri dengan tangan terjulur memohon, dan empat Dalam relief terakhir ini kita lihat Śakra duduk di lantai, dan ia jelas sedang
sahabat di depannya. Kelinci ada di tingkat tertinggi, berikutnya datang bicara dengan kelinci. Di atas dan di belakang kelinci adalah api arang di
serigala dengan mangkuk susunya; di lantai duduk kera dengan mangga, dan mana ia akan mengorbankan tubuhnya. Nyala api tinggi muncul di atasnya.
berang-berang dengan tujuh ikan. Kelinci hanya punya tubuhnya sendiri Di sekitar, kita lihat pepohonan dan tatanan bebatuan yang menggambarkan
untuk diberikan kepada brahmana. gunung.
32
VII. Agastya VII. Agastya
Determination in Giving Teguh Memberi

The Bodhisattva was once born into a family of eminent brahmins. He was Bodhisattwa pernah terlahir dalam keluarga brahmana terkemuka. Ia
named Agastya and became well-known for his virtues. Seeking, however, bernama Agastya dan menjadi terkemuka karena kebajikannya. Akan tetapi,
to do penance he retired to a small island in the southern ocean and built a berupaya melakukan penyunyian, ia menyepi ke pulau kecil di laut selatan
hermitage there, and welcomed guests with what little he had. dan membangun pertapaan di sana, dan menyambut tamu dengan sedikit
yang ia punya.
Śakra, wishing to test his constancy, first caused his food to disappear, and
then seeing him unperturbed, came as a guest each day and ate up all the Śakra, yang ingin menguji ketetapannya, pertama membuat makanannya
food the sage had. Agastya, however, was unmoved and indeed still delighted menghilang, kemudian melihatnya tak gentar, datang sebagai tamu tiap
in the opportunity to give gifts. hari dan memakan semua makanan yang dimiliki orang bijak itu. Agastya,
bagaimanapun, tak goyah dan tentu tetap gembira dalam kesempatan untuk
Śakra then offered Agastya six boons, and he asked for freedom from bederma.
covetousness, hatred, the company of fools and to be joined with the wise.
He also asked for the opportunity and means to give alms. And lastly, he Śakra kemudian menawarkan kepada Agastya enam anugerah, dan ia
requested that Śakra no more appear in all his splendour lest he be diverted meminta kebebasan dari ketamakan, kebencian, perkawanan orang dungu,
from his ascetic path. dan untuk bergabung dengan orang bijak. Ia juga minta kesempatan dan
cara untuk memberikan derma. Dan yang terakhir, ia meminta agar Śakra
In fulfilment of the 4th boon, at dawn there appeared hundreds of tidak muncul lagi dengan semua kemegahannya agar ia tak teralihkan dari
Pratyekabuddhas, and various sons-of-god (devaputra) to serve them with jalan pertapaannya.
the abundant food provided. (cp. Pāḷi Jātaka 480)
Dalam pemenuhan anugerah ke-4, saat fajar muncul ratusan
Pratyekabuddha, dan berbagai putra-dewa (devaputra) untuk melayani
mereka dengan makanan berlimpah yang tersedia. (Bandingkan dengan
Jātaka Pāḷi 480)

33
26 27

26. The Bodhisattva as Householder and Ascetic 27. The Ascetic prepares to give Gifts

There are two scenes presented in this one relief, which, as we see The Bodhisattva is sat in the middle of this scene and appears to be directing
elsewhere, are seperated by a tree. On the left the Bodhisattva is still in the others. On the left are seated two more ascetics. Behind him five men
the household life, and is exercising his charity to all who come to him. He stand and are bearing gifts for the Pratyekabuddha, who is seen only on the
holds in his left hand a gift. On the right hand side we see Agastya after he next relief.
has retired from the world and is living in the wilds as an ascetic. A deer sits
down in front of him unafraid. 27. Petapa Bersiap Memberikan derma

26. Bodhisattwa Sebagai Perumah-tangga dan Petapa Bodhisattwa duduk di tengah adegan ini dan tampak mengarahkan yang
lain. Di kiri duduk dua petapa lagi. Di belakangnya berdiri lima lelaki yang
Ada dua adegan yang ditampilkan dalam relief yang satu ini, yang mana, sedang membawa derma untuk Pratyekabuddha, yang hanya terlihat di
seperti kita lihat di tempat lain, dipisahkan oleh pohon. Di kiri Bodhisattwa relief berikutnya.
masih dalam kehidupan rumah-tangga, dan sedang melaksanakan dermanya
kepada semua orang yang datang kepadanya. Ia memegang derma di tangan
kirinya. Di sisi kanan kita lihat Agastya setelah ia melepas keduniawian dan
hidup di alam liar sebagai petapa. Rusa duduk di depannya tanpa rasa takut.
34
28 29

28. The Pratyekabuddha receives Gifts 29. Śakra watches the Proceedings

A Pratyekabuddha is seated on a double lotus seat. His left arm has broken It appears to me that this is also an extension of the reliefs on panels 27 &
off but he was probably blessing those around him who are giving gifts. The 28, and shows Śakra, who has now retired from the scene, watching as his
one at his feet has a large bowl which he is offering. Behind stand devaputras attendants take divine food along to help feed the Pratyekabuddha. Śakra
who are serving the gifts. stands in royal attire, and there are women behind him bearing gifts.

28. Pratyekabuddha Menerima Derma 29. Śakra Mengamati Perhelatan

Pratyekabuddha duduk di kursi teratai ganda. Lengan kirinya patah, tetapi ia Bagi saya sepertinya ini juga perpanjangan dari relief di panel 27 & 28,
mungkin sedang memberkahi orang-orang di sekitarnya yang memberikan dan memperlihatkan Śakra, yang sekarang telah mundur dari adegan,
derma. Satu orang di kakinya punya mangkuk besar, yang ia persembahkan. mengamati para pelayannya membawa makanan surgawi untuk membantu
Di belakang berdiri para putra dewa yang mempersembahkan derma. memberi makan Pratyekabuddha. Śakra berdiri dalam busana kerajaan, dan
ada para perempuan di belakangnya yang membawa persembahan.
35
30

30. Attendants bearing Gifts 30. Para Pelayan Membawa Derma

This panel forms another part of the preceding scenes, and shows first, on Panel ini membentuk bagian lain dari adegan sebelumnya, dan pertama
the left, Śakra’s vehicle, Airāvata, distinguished by his elephant ears, holding menampilkan, di kiri, kendaraan Śakra, Airāwata, ditonjolkan dari telinga
up the parasol. Behind are further members of the entourage, again bearing gajahnya, memegang payung. Di belakang adalah anggota lanjutan dari
gifts, including the woman on the right who holds a large lotus. rombongan, lagi-lagi membawa persembahan, termasuk perempuan di
kanan yang memegang teratai besar.
36
VIII. Maitrībala VIII. Maitrībala
Giving away Bodily Parts Mendermakan Anggota Badan

The Bodhisattva was once a king strong in loving-kindness, called Maitrībala, Bodhisattwa pernah menjadi raja yang hebat dalam kasih sayang, bernama
and ruled his kingdom by righteousness. One day five yakṣas who were Maitrībala, dan memerintah kerajaannya dengan adil. Suatu hari lima yaksa
exiled by the Lord Kubera came to his kingdom. They were of the kind that yang diasingkan oleh Dewa Kubera datang ke kerajaannya. Mereka jenis
took away people’s vigor, and they sought to steal away the strength of the yang mengambil semangat orang, dan mereka berusaha mencuri kekuatan
people of the land, but in this case were unable to do so. rakyat di negeri itu, tetapi dalam kasus ini tak mampu melakukannya.

They therefore took the form of brahmins and approached a cowherd, and Karena itu mereka menyaru dalam wujud brahmana dan mendekati seorang
asked him why they could not achieve their aims. He replied the virtue of gembala sapi, dan bertanya kepadanya mengapa mereka tak mampu
the king protected his subjects. They determined to test the king and went mencapai tujuan mereka. Ia menjawab bahwa kebajikan raja melindungi
to the palace, dressed as brahmins and asked for a meal, which the king rakyatnya. Mereka bertekad menguji raja dan pergi ke istana, berpakaian
ordered prepared for them. They, however, rejected it as not suitable, and sebagai brahmana dan meminta makanan, yang raja perintahkan disiapkan
asked for human flesh and blood. untuk mereka. Mereka, akan tetapi, menolaknya karena tidak cocok, dan
meminta daging manusia dan darah.
The king seeing no other recourse that was fit to follow, had his physicians
cut his own veins, and took a sword and cut off his own flesh to feed them. Raja tidak melihat jalan lain yang pas untuk diikuti, menyuruh tabibnya
The yakṣas, amazed, were converted by the king’s virtue and his Dharma untuk memotong nadinya, lalu mengambil pedang dan memotong
teaching, and he promised them they would later be his first five disciples dagingnya sendiri untuk memberi makan mereka. Para yaksa, takjub,
when he had attained Awakening. Śakra, hearing of the king’s deeds, came terubahkan oleh kebajikan raja dan ajaran Dharma-nya, dan raja berjanji
and healed his body and made him whole again. (No Pāḷi parallel exists) kepada mereka bahwa mereka nantinya akan menjadi lima murid
pertamanya ketika ia mencapai Kecerahan. Śakra, mendengar perbuatan
raja, datang dan menyembuhkan tubuhnya dan membuatnya utuh kembali.
(Tak ada kesejajaran dengan naskah Pāḷi)

37
31

32
31. The Cowherd and the Yakṣas

The cowherd sits under a tree, and was probably engaged in twisting rope, 32. Three more Yakṣas
as is stated in the text, but his hands are broken now so we cannot see what
he was doing with them. In a rather awkward fashion three of his kine This corner relief is evidently a part of the previous scene, and represents the
are pictured around the tree. Under the tree sit two of the yakṣas, who are other three yakṣas. One would have expected them to appear as brahmins, as
distinguished by their beards and heavy hanging earrings. in the text, or at least all of them as yakṣas, but the two on the right look more
like rākṣasas, being without beards.
31. Gembala Sapidan Para Yaksa
32. Tiga Yaksa Lainnya
Gembala duduk di bawah pohon, dan mungkin sedang memuntir tali, seperti
yang dinyatakan dalam naskah, tetapi tangannya kini rusak sehingga kita Relief sudut ini jelas merupakan bagian dari adegan sebelumnya, dan
tidak bisa melihat apa yang ia lakukan dengannya. Dengan gaya yang agak menggambarkan tiga yaksa lainnya. Orang bisa mengira mereka akan muncul
aneh, tiga ternaknya terlihat di sekitar pohon. Di bawah pohon duduk dua sebagai brahmana, seperti dalam naskah, atau setidaknya semuanya sebagai
yaksa, yang dibedakan dengan janggut dan anting besar yang menggantung. yaksa, namun keduanya di kanan lebih terlihat seperti raksasa, tanpa janggut.
38
33 34

33. Maitrībala and his Queen 34. Five Yakṣas

This too is part of a scene spread over two reliefs. Here we see King The yakṣas he is giving audience to are shown on a separate relief. They
Maitrībala, with presumably his queen behind him. They are seated on a are seated on the floor and evidently listening to what the king is saying.
raised seat, and are in relaxed posture. Under the seat is a large covered Above them are shown trees, as though this scene had been placed outdoors,
basin. And below the tree is a double lotus, which Krom identifies as instead of indoors as in the text.
holding a large jewel.
34. Lima Yaksa
33. Maitrībala dan Ratunya
Para yaksa yang ia temui ditampilkan dalam relief terpisah. Mereka duduk
Ini juga merupakan bagian dari adegan yang tersebar di dua relief. Di sini di lantai dan jelas mendengarkan apa yang dikatakan raja. Di atas mereka
kita lihat Raja Maitrībala, dengan kemungkinan ratunya di belakangnya. ditampilkan pohon, seolah adegan ini bertempat di luar ruangan, bukan di
Mereka duduk di kursi tinggi, dalam postur santai. Di bawah kursi ada dalam ruangan seperti dalam naskah.
baskom besar tertutup. Dan di bawah pohon ada teratai ganda, yang Krom
kenali sebagai memegang permata besar.
39
IX. Viśvantara IX. Viśvantara
Giving without Reserve Memberi Habis-habisan

The Bodhisattva was once born to Sañjaya, the king of the Śibis, and Bodhisattwa pernah terlahir jadi putra Sañjaya, raja kaum Śibi, dan dinamai
was named Viśvantara. He excelled in virtue, like his father, and also in Viśvantara. Ia unggul dalam kebajikan, seperti ayahnya, dan juga dalam
generosity. When a neighbouring king heard of this he sent some brahmins kemurahan hati. Ketika raja tetangga mendengar ini, ia mengirim beberapa
to beg the state elephant from him. Viśvantara gave away the elephant with brahmana untuk meminta gajah istana darinya. Viśvantara memberikan
pleasure. gajah itu dengan senang hati.

The Śibis, however, were displeased with this act, and begged the king to Namun, rakyat Śibi tidak senang dengan tindakan ini, dan memohon kepada
banish him, which eventually he had to agree to, and sent his chamberlain to raja untuk mengusir Viśvantara, yang akhirnya raja terpaksa setujui, dan
inform the prince. Viśvantara gave away all his wealth to mendicants before mengirim bendaharanya untuk memberi tahu sang pangeran. Viśvantara
leaving, and headed for the forest. On the way more brahmins asked for his menyerahkan semua kekayaannya kepada para petapa sebelum pergi, lalu
horses, and then his chariot, and he gave them. Then he set up home in a menuju ke hutan. Di tengah jalan, ada lebih banyak brahmana meminta
leaf hut in the forest. kudanya, lalu keretanya, dan ia memberikannya. Kemudian ia mendirikan
gubuk daun di hutan.
After some time abiding there, another brahmin came along and begged his
children, whom he wanted for servants for his wife, and he gave them. Śakra Setelah beberapa waktu tinggal di sana, brahmana lain datang, meminta
noticing this, and the reason for it, put on the form of a brahmin and asked anak-anaknya, yang ia inginkan jadi pelayan untuk istrinya, dan Viśvantara
for the prince’s wife, which again he gave. Śakra then revealed his own form, memberikannya. Śakra mengamati ini, dan dengan alasan itu, mengambil
and foretold the future in which Viśvantara’s children, and the royal dignity, wujud brahmana dan meminta istri sang pangeran, yang lagi-lagi Viśvantara
both, would be returned to him. And so it turned out. (cp. Pāḷi Jātaka 547) berikan. Śakra kemudian mengungkap wujudnya sendiri, dan meramalkan
masa depan, yang mana anak-anak Viśvantara, dan martabat kerajaan,
keduanya, akan kembali kepadanya. Dan demikianlah adanya. (Bandingkan
dengan Jātaka Pāḷi 547)

40
35

35. King Sañjaya and his Son Viśvantara 35. Raja Sañjaya dan Putranya Viśvantara

It seems this must be an interview between king Sañjaya and his son Tampak pasti ini perbincangan antara Raja Sañjaya dan putranya, Viśvantara.
Viśvantara. On the left the king is seated on a raised seat, with his queen Di kiri, raja duduk di kursi tinggi, dengan ratunya sedikit lebih rendah di
slightly lower behind him. The faces of both have been broken off. On the belakangnya. Wajah keduanya telah rusak. Di kanan, kita lihat Viśvantara
right we see Viśvantara sat in the middle of an entourage, one of whom duduk di tengah rombongan, salah satu dari mereka memegang payung di
holds a parasol over him, while another holds a sword. Judging by the trees atasnya, sementara yang lain memegang pedang. Dilihat dari pepohonan,
the whole must take place in the outdoors. keseluruhan adegan pasti bertempat di luar ruangan.

41
36 37

36. The Brahmins request his Elephant 37. Viśvantara donates his Elephant

This is most probably prince Viśvantara sitting on a throne with his wife. This scene, in any case, is unmistakable. Viśvantara here pours the
They are receiving a brahmin who appears to be requesting the elephant be waters of donation over the brahmin’s hand, and behind him stands the
given him. The two characters on the floor, are most likely courtiers, who magnificent elephant he is giving away. The character crouched down
are not happy with the request. Viśvantara, however, has—quite literally— between them is the mahout.
an open hand.
37. Viśvantara Mendermakan Gajahnya
36. Para Brahmana Meminta Gajahnya
Adegan ini, dalam hal apa pun, tak mungkin salah. Di sini Viśvantara
Kemungkinan besar ini pangeran Viśvantara yang duduk di singgasana menuangkan air derma ke tangan brahmana, dan di belakangnya berdiri
bersama istrinya. Mereka menerima brahmana yang kelihatannya meminta gajah gagah yang ia dermakan. Tokoh yang berjongkok di antara mereka
gajah untuk diberikan kepadanya. Dua tokoh di lantai, kemungkinan besar adalah pawang.
adalah pegawai istana, yang tidak senang dengan permintaan tersebut.
Viśvantara, bagaimanapun—secara harfiah—terbuka tangannya.
42
38 39

38. The Banishment of Viśvantara 39. The Return of Viśvantara

I tend to think this must be the moment when the chamberlain comes to tell It is curious that some of the most striking scenes from this famous story
Viśvantara that he is banished from the city. Viśvantara sits with his entire have been omitted in the depiction at Borobudur. But here it concludes
family, and is evidently listening to the man sat on the floor in front of him. with Viśvantara’s triumphant return to the city. Again the relief is not
The relief, however, appears to be unfinished. finished and in places is simply roughed out, giving us an idea, however, of
how the sculptors worked.
38. Pengusiran Viśvantara
39. Kembalinya Viśvantara
Saya cenderung berpikir ini pasti tatkala bendahara datang untuk
memberitahu Viśvantara bahwa ia diusir dari kota. Viśvantara duduk Mengherankan bahwa beberapa adegan paling mencolok dari cerita
bersama seluruh keluarganya, dan jelas mendengarkan lelaki yang duduk di terkenal ini telah dihilangkan dalam penggambaran di Borobudur. Tetapi
lantai di hadapannya. Akan tetapi, reliefnya tampaknya tidak selesai. di sini disimpulkan dengan Viśvantara yang dengan berjaya kembali ke
kota. Lagi-lagi relief tak terampungkan dan di beberapa tempat hanya
dipapas kasar, memberi kita gambaran, bagaimanapun, bagaimana para
pematung bekerja.
43
X. The Sacrifice X. Pengorbanan
Maintaining Virtue and Extending Weal Menjaga Kebajikan dan Memperluas Kesejahteraan

The Bodhisattva was once a righteous king, and for a long time his kingdom Bodhisattwa pernah menjadi raja yang bijak, dan untuk waktu yang lama
was at peace and prosperous. But onetime, not through his own fault, the kerajaannya tenteram dan makmur. Namun suatu kali, bukan karena
country fell into a drought. His priests advised he perform a sacrifice of kesalahannya sendiri, negeri itu mengalami kekeringan. Para penasihatnya
living beings, but the king’s heart was against it. menyarankannya untuk melakukan pengorbanan makhluk hidup, tetapi hati
raja menentang itu.
Nevertheless to appease them he told he would offer a sacrifice of thousands
of humans, and sent out a proclamation that those who were virtuous would Namun untuk menenangkan mereka, raja berkata akan menawarkan
be spared, while those who did wrong would be sacrificed for the good of pengorbanan ribuan manusia, dan mengeluarkan pengumuman bahwa
the land. The people, of course, became very restrained so as not to become mereka yang bajik akan selamat, sementara mereka yang berbuat salah
victims. akan dikorbankan demi kebaikan negeri. Rakyat, tentu saja, menjadi sangat
mengendalikan diri supaya tidak jadi korban.
Now again the rains fell and the kingdom became prosperous, and the
king decided to further enhance the general weal by distributing wealth Sekarang hujan turun kembali dan kerajaan jadi makmur, dan raja
to his virtuous subjects, and the people in return praised the wisdom and memutuskan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan umum dengan
munificence of the king. (No Pāḷi parallel exists) membagikan kekayaan kepada rakyatnya yang bajik, dan orang-orang
sebaliknya memuji kebijaksanaan dan kedermawanan raja. (Tak ada
kesejajaran dengan naskah Pāḷi)

44
40-42

40-42. A Triptych of the Sacrifice Story 40–42. Tiga Serangkai Cerita Pengorbanan

These panels show the first three of the four panels which are used to Panel-panel ini menunjukkan tiga yang pertama dari empat panel yang
illustrate this story. The individual descriptions follow below. digunakan untuk menggambarkan cerita ini. Uraian masing-masingnya
sebagai berikut.

45
40 41

40. The King is urged to Sacrifice 41. The King gives his Orders

The king and his queen are sitting on a raised seat, which has a pot After consideration the king gives his orders to the people. The king and
underneath it. The prince’s knee is supported by the knee-band. The queen queen are again on the seat, below which we see three of his subjects. On the
holds her hands in añjali. In front of him a brahmin urges the king to offer a right two sit, as before, and two stand, including the brahmin who had made
great sacrifice. Below him are what I take to be courtiers, one of whom also the request in the last relief.
has his hands in reverential salutation.
41. Raja Memberikan Perintahnya
40. Raja Didesak Membuat Pengorbanan
Setelah pertimbangan, raja memberikan perintahnya kepada rakyat. Raja
Raja dan ratunya duduk di kursi tinggi, yang ada kendidi bawahnya. Lutut dan ratu kembali duduk di kursi, di bawahnya kita lihat tiga rakyatnya. Di
pangeran diikat dengan bebat lutut. Ratu bersikap tangan añjali. Di depan kanan, dua duduk, seperti sebelumnya; dan dua berdiri, termasuk brahmana
raja, seorang brahmana mendesaknya untuk mempersembahkan korban yang telah membuat permohonan di relief sebelumnya.
agung. Di bawahnya adalah apa yang saya anggap sebagai pegawai istana,
salah satunyajuga dengan tangan memberi hormat.

46
42 43

42. The Proclamation is made 43. The People praise the King

Heralds now go round the city and make the proclamation. One man beats The king and queen are again seated together, and the king has his hand
the drum to gain attention, and the other speaks the command the king has held up in blessing. Meanwhile eight subjects, four seated and four standing,
given. There are three others in the scene, all of whom hold their palms out are paying homage to the king and his wisdom. The front four have their
at the viewer. hands raised in añjali.

42. Pengumuman Dibuat 43. Rakyat Memuji Raja

Pewarta kinipergi berkeliling kota dan membuat pengumuman. Satu orang Raja dan ratu duduk bersama lagi, dan raja mengangkat tangannya
memukul genderang untuk menarik perhatian, dan lainnyamengucap memberkahi. Sementara itu delapan orang, empat duduk dan empat berdiri,
perintah yang raja berikan. Ada tiga orang lain dalam adegan, semuanya memberi penghormatan kepada raja dan kebijaksanaannya. Empat di depan
mengangkat telapak tangan mereka menghadap pengamat. mengangkat tangan mereka añjali.
47
XI. Śakra XI. Śakra
Having Compassion on Others Berbelas Kasih Terhadap yang Lain

One time the Bodhisattva, through the power of his meritorious deeds, was Suatu ketika Bodhisattwa, melalui kekuatan perbuatan bajiknya, terlahir
reborn as Śakra, the lord of the gods. The asuras, or anti-gods, could not bear ulang sebagai Śakra, raja para dewa. Para asura, atau anti-dewa, tak tahan
his renown, and determined to fight against him and his host. dengan ketenarannya, dan bertekad untuk bertarung melawannya dan
kerajaannya.
Śakra was forced, therefore, to defend his position, and mounted his chariot
and went to the war. The rest of the gods, however, after some time were Śakra terpaksa, karenanya, untuk mempertahankan kedudukannya, menaiki
overcome and withdrew, and only Śakra remained on the battlefield to face keretanya dan pergi berperang. Akan tetapi, para dewa lainnya setelah
the asuras. beberapa waktu kalah dan mundur, dan hanya Śakra yang tertinggal di
medan perang untuk menghadapi para asura.
His charioteer, Mātali, turned the chariot to retreat, rather than see his
master be captured or die, and started for the skies. But Śakra saw an eagles’ Kusirnya, Mātali, memutar kereta untuk mundur, daripada melihat tuannya
nest with eaglets in it, and that the chariot was heading directly for it, and ditangkap atau mati, dan mulai melintas langit. Namun Śakra melihat sarang
told Mātali to avoid the nest and turn the chariot back, even at the cost of elang dengan anak elang di dalamnya, dan kereta itu sedang menuju ke
his own life. The asuras, seeing Śakra turn, were greatly afraid and fled, and sana, lalu memberi tahu Mātali untuk menghindari sarang dan memutar
the gods won the day. (cp. Pāḷi Jātaka 31) balik kereta, walau dengan harga hidupnya sendiri. Para asura, melihat
Śakra berbelok, sangat ketakutan dan melarikan diri, dan para dewa meraih
kemenangan hari itu. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 31)

48
44 45

44. Śakra sits on his Throne 45. A Female Dancer

This is the first panel in a triptych showing Śakra in his heaven. Here we A female dancer, who looks quite similar to the apsaras we see at Angkor, is
see the Bodhisattva, in his glory as Śakra, sitting on his throne, with his dancing on a podium, her arms holding a distinctive posture (mudrā). On the
knee strap supporting his leg. Two consorts are on either side on him, and left stands another woman, who is keeping time by clapping. On the right
another stands next to the seat. The heads of both Śakra and the standing another woman stands, who is possibly playing small cymbals.
female have been knocked off. Below the throne are three other characters.
45. Penari Perempuan
44. Śakra Duduk di Singgasananya
Penari perempuan, yang terlihat cukup mirip dengan apsara yang kita lihat
Ini adalah panel pertama dalam tiga serangkai yang menampilkan Śakra di Angkor, menari di atas panggung, tangannya berpostur khas (mudrā). Di
di surganya. Di sini kita melihat Bodhisattwa, dalam kemuliaannya sebagai kiri berdiri perempuan lain, yang menjaga irama dengan bertepuk tangan.
Śakra, duduk di singgasananya, dengan bebat lutut menopang kakinya. Dua Di kanan perempuan lain berdiri, yang mungkin memainkan gembreng kecil.
selir berada di kedua sisinya, dan lainnya berdiri di sebelah kursi. Kepala
Śakra dan perempuan yang berdiri telah hilang. Di bawah singgasana ada
tiga tokoh lain.

49
47a

47a. The Battle between Gods and Asuras

This relief is quite badly damaged and certain key blocks are missing.
However, it is clear this is the battle between the gods. It seems the gods are
on the left side, and the asuras on the right. They hold swords, shields and a
46 hatchet, and on the left one blows on a conch shell. In the tree sits a goose,
and on the left of the tree is a banner with a wheel on it, which must be
Śakra’s. It is again curious that the main scene, where Śakra sees the eaglets
46. A Chamber Orchestra
and has mercy on them, and which is so visual, is not chosen for depiction.
On this relief we see the rest of the musicians who are playing for the dancer
on the previous relief. The ones on the floor play a cymbal, a pot-drum and 47a. Pertarungan Antara Dewa dan Asura
two flutes, and appear to be male. At least two of those standing are female,
and all four seem to be playing small bells. Relief ini lumayan rusak parah dan beberapa petak kunci hilang. Tetapi, ini
jelas pertempuran antara para dewa. Tampaknya para dewa ada di sisi kiri,
dan para asura di kanan. Mereka memegang pedang, perisai, dan kapak,
46. Aula Orkestra
dan di kiri satu dewa meniup cangkang kerang. Di pohon duduk satu angsa,
dan di kiri pohon itu ada panji dengan roda padanya, yang pasti milik Śakra.
Di relief ini kita lihat para pemain musik lainnya, yang bermain untuk penari
Lagi-lagi adalah aneh bahwa adegan utama, di mana Śakra melihat anak
di relief sebelumnya. Yang di lantai memainkan gembreng, kendang dan
elang dan berbelas kasihan kepadanya, yang begitu terlihat, tidak dipilih
dua seruling, kelihatannya lelaki. Setidaknya dua dari mereka yang berdiri
untuk digambarkan.
adalah perempuan, dan keempatnya tampak memainkan lonceng kecil.
50
XII. The Brahmin XII. Brahmana
Restraint from Wrong-Doing Pantang Berbuat Salah

The Bodhisattva was one time born in an illustrious brahmin family, and Bodhisattwa suatu ketika terlahir dalam keluarga brahmana terkemuka,
when all the rites were performed he was sent to a teacher, where he also dan ketika semua upacara telah dilaksanakan, ia dikirim ke seorang guru, di
excelled in virtue and learning. mana ia juga unggul dalam kebajikan dan pembelajaran.

One time his teacher, to test his pupils, told them they must steal for him, to Suatu kali gurunya, untuk menguji para muridnya, mengatakan kepada
increase his riches, and used the sophistry of the books, which state that the mereka bahwa mereka harus mencuri untuknya, untuk menambah
brahmins own the earth, to back up his arguments. kekayaannya, dan menggunakan falsafah dari kitab-kitab, yang menyatakan
bahwa para brahmana memiliki bumi, untuk mendukung pendapatnya.
All his pupils agreed, but the Bodhisattva, of course, could not bring himself
to break such a fundamental precept as that against stealing. The brahmin Semua muridnya setuju, tetapi Bodhisattwa, tentu saja, tidak dapat memaksa
singled him out from amongst his disciples as the one who had truly learned diri untuk melanggar aturan mendasar semacam itu, menentang untuk
the teachings. (cp. Pāḷi Jātaka 305) mencuri. Brahmana memilihnya dari antara para muridnya sebagai orang
yang sungguh telah mempelajari ajaran. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 305)

47b. The Brahmin gives Instructions

It is not at all clear if this panel does in fact illustrate this story, but equally it can
hardly be made to fit in with the stories on either side either. Presumably then what
we see is the brahmin teacher sat on a cushion, and his devoted pupils stood and sat
around him listening to his teachings. Perhaps the one who holds his hand to his head
is meant to be the Bodhisattva, who refuses to follow the wrong teachings.

47b. Brahmana Memberi Perintah

Sama sekali tidak jelas apakah panel ini sebenarnya menggambarkan cerita ini, tetapi
sama-sama sulit untuk dibuat sesuai dengan cerita di kedua sisi lainnya. Mungkin yang
kita lihat adalah guru brahmana yang duduk di bantal, dan para murid setianya yang
berdiri dan duduk di sekelilingnya, mendengarkan ajarannya. Mungkin orang yang
meletakkan tangan di kepalanya dimaksudkan sebagai Bodhisattwa, yang menolak
untuk mengikuti ajaran yang salah.
44
51
XIII. Unmādayantī XIII. Unmādayantī
Being Firm in Virtue Berteguh Dalam Kebajikan

At one time the Bodhisattva was the king of the Śibis, and ruled righteously Pada suatu ketika Bodhisattwa adalah raja kaum Śibi, dan memerintah
over his subjects, who looked to him for guidance in conduct. One rich dengan adil atas rakyatnya, yang mengacu kepadanya untuk panduan dalam
townsman had a beautiful daughter, Unmādayantī, who turned the head perilaku. Seorang warga kota kaya punya putri cantik, Unmādayantī, yang
of all who saw her. He went and offered her first to the king, who sent two memalingkan semua kepala yang melihatnya. Ia pergi dan menawarkan
brahmins to inspect the girl. putrinya terlebih dahulu kepada raja, yang mengutus dua brahmana untuk
menyelidiki gadis itu.
The townsman ordered his daughter to serve the brahmins, but even they
felt enraptured in her presence, and feared that the king would not be able Orang kaya menyuruh putrinya menjamu para brahmana, namun bahkan
to attend to matters of state should he marry her. They therefore reported mereka merasa terpesona di hadapannya, dan takut bahwa raja tidak akan
back that the girl was indeed beautiful, but that she had certain inauspicious dapat mengurus urusan negara jika ia menikahinya. Oleh karena itu mereka
marks, and the king then let her be married off to another, and she was melapor kembali bahwa gadis itu memang cantik, tetapi bahwa ia punya
married to one of his officers. pertanda kesialan tertentu, lalu raja membiarkannya dinikahkan dengan
orang lain, dan Unmādayantī pun menikah dengan salah satu pegawai raja.
Later, during a festival, the king indeed laid eyes on Unmādayantī and
was immediately enchanted. The officer, being aware of this and fearing Setelahnya, dalam suatu perayaan, raja jelas memandangi Unmādayantī dan
for his position decided therefore to offer his wife to the king. The king, langsung terpesona. Si pegawai, menyadari ini, takut akan kedudukannya,
though pressed time and again, declined the offer as it offended against memutuskan untuk menawarkan istrinya kepada raja. Raja, walau didesak
righteousness. (cp. Pāḷi Jātaka 527) berulang kali, menolak tawaran tersebut karena itu melanggar kebenaran.
(Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 527)

52
48. The Merchant visits the King

The king sits in relaxed posture with


his queen on a seat or throne, and
below him on the floor sits the rich
merchant, and his accomplice, offering
his daughter to the king. Above him
stand the two brahmins whom the king
asks to go and inspect the girl.

48. Pedagang Mengunjungi Raja

Raja duduk dalam postur santai


dengan ratu di kursi atau singgasana,
dan di bawahnya, di lantai, duduk
pedagang kaya, dengan rombongannya,
menawarkan putrinya kepada raja. Di
atasnya berdiri dua brahmana yang
diutus raja untuk pergi dan menyelidiki
gadis itu.

48
53
49 50

49. Unmādayantī serves the Brahmins 50. The Brahmins report back to the King

In the scene the brahmins have already gone to the home of the merchant, Here we see, curiously enough, that the brahmins and the king are seated at
and are sitting on a raised seat. Unmādayantī stands in front of them the same level. Below their seats are various covered pots. The brahmins are
pouring the waters of donation. reporting back to the king their findings and advice.

49. Unmādayantī Menjamu Para Brahmana 50. Para Brahmana Melapor Kembali Kepada Raja

Dalam adegan, para brahmana telah pergi ke rumah pedagang, dan duduk di Di sini kita lihat, cukup aneh, bahwa para brahmana dan raja duduk di
kursi tinggi. Unmādayantī berdiri di depan mereka, menuangkan air derma. tingkat yang sama. Di bawah kursi mereka ada beragam kendi tertutup. Para
brahmana melaporkan kembali temuan mereka kepada raja dan memberi
masukan.
54
51 52

51. The King sees Unmādayantī 52. The King meets with the Husband

Here we see the king going in procession through the crowds in the city, he Here we see the king in his meeting with Unmādayantī’s husband, who
is being carried in a palaquin. Unmādayantī is meanwhile on a rooftop, and fearing the king’s displeasure, has come to offer him his wife. The king,
looking away, but already the King is enthralled. however, remains firm in his virtue and is not overcome by his desire, and
declines the husband’s offer.
51. Raja Melihat Unmādayantī
52. Raja Bertemu Dengan Suami
Di sini kita melihat raja pergi dalam arakan melalui kerumunan di kota,
ia digotong dalam tandu. Sementara itu Unmādayantī berada di atap, dan Di sini kita lihat raja dalam pertemuannya dengan suami Unmādayantī,
memalingkan muka, tetapi sang raja sudah terpesona. yang takut raja tak berkenan, datang untuk menawarkan istrinya. Raja,
bagaimanapun, tetap teguh dalam kebajikannya dan tidak dikalahkan oleh
hasratnya, dan menolak tawaran sang suami.
55
XIV. Supāraga XIV. Supāraga
Truth overcomes Dangers Kebenaran Mengatasi Bahaya

The Bodhisattvas, wherever they are born, are always highly skilled at Para Bodhisattwa, di mana pun mereka dilahirkan, selalu sangat terampil
whatever science or art they undertake. The Bodhisattva was once a dalam ilmu atau seni apa pun yang mereka pelajari. Bodhisattwa pernah
navigator called Supāraga, and was renowned for his knowledge of the seas. menjadi nahkoda bernama Supāraga, dan terkenal dalam pengetahuannya
One day, after he had grown old and almost blind, he was sought out by mengenai lautan. Suatu hari, setelah ia menua dan nyaris buta, ia dicari
some merchants, who wished him to join them in their voyage, more as an oleh beberapa pedagang, yang ingin ia bergabung dengan mereka dalam
auspicious companion, than as a worker. perjalanan mereka, lebih sebagai rekan berkah, daripada sebagai pekerja.

The Bodhisattva agreed, and when they were upon the Great Ocean and the Bodhisattwa setuju, dan ketika mereka berada di samudra raya dan angin
winds had blown up a storm, the ship drifted across the seas. The merchants telah meniupkan badai, kapal terseret melintasi lautan. Para pedagang
described the various seas and Supāraga identified them, and each time menggambarkan pelbagailautan dan Supāraga mengenalinya, dan tiap kali
advised them to turn back, but they were unable. menyarankan mereka untuk berputar balik, tetapi mereka tak sanggup.

Coming to the edge of the world, and being about to fall into the jaws of Tiba di ujung dunia, dan jelang jatuh ke rahang maut, Bodhisattwa membuat
death, the Bodhisattva made an asservation of truth, and they were saved. pernyataan kebenaran, dan mereka selamat. Lebih lanjut, ia menyarankan
Moreover, he advised them to scoop up ballast from the sea floor to weigh mereka untuk menyerok pemberat dari dasar laut untuk membebani kapal
the ship down and keep it steady. They did so, and when they had returned dan membuatnya tetap seimbang. Mereka melakukannya, dan ketika mereka
to port found it was not full of sand, but precious jewels and stones. (cp. Pāḷi telah kembali ke dermaga, ternyata kapal bukan penuh dengan pasir, tetapi
Jātaka 463) dengan permata dan batu mulia. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 463)

56
53 54

53. The Merchants approach Supāraga 54. The Ship in Great Distress

A simple relief, showing Supāraga with an attendant holding a parasol over Here they are obviously on the great sea and the merchants and travelers
him, and three merchants in front of him, one of whom bears a gift of cloth. are in great distress. One of the sailors climbs the mast to put the sail right,
This then is where the merchants ask that Supāraga accompany them on the others offer prayers, and still more grab their possessions. In the seas below,
voyage. on the right, one sea-monster waits for those who might fall into the sea.

53. Pedagang Menghampiri Supāraga 54. Kapal Dalam Kesulitan Hebat

Relief sederhana, menampilkan Supāraga dengan pelayan yang memegang Di sini mereka jelas berada di samudra raya, para pedagang dan pelancong
payung di atasnya, dan tiga pedagang di depannya, salah satunya membawa dalam kesulitan hebat. Salah satu pelaut memanjat tiang untuk meluruskan
persembahan kain. Di sinilah para pedagang meminta Supāraga menemani layar, yang lain memanjatkan doa, dan lebih banyak lagi memegangi
mereka dalam pelayaran. kepemilikan mereka. Di lautan di bawahnya, di kanan, satu monster laut
menunggu mereka yang mungkin akan jatuh ke laut.
57
55

55. The Merchants thank Supāraga 55. Pedagang Berterima Kasih Kepada Supāraga

Here they must have returned from their voyage, and the merchants are all Di sini mereka pasti telah kembali dari pelayaran, dan para pedagang
rich, with many money-bags around. Supāraga sits on a cushion on a raised semuanya kaya, dengan banyak kantong uang di sekitarnya. Supāraga duduk
seat and is evidently giving his blessing, while some of the merchants hold di bantal di kursi tinggi dan tampak jelas memberikan berkahnya, sementara
their hands out in añjali. sebagian pedagang menangkupkan tangan añjali.
58
56-58. Triptych showing Two Stories

This triptych is unusual in that is actually features


two stories. The first two on the left tell the
birth story of the fish, and the one on the right
illustrates by itself the story of the quail’s young.

56–58. Tiga Serangkai Menampilkan Dua Cerita

Tiga serangkai ini tidak seperti biasanya karena


sebenarnya menampikan dua cerita. Dua pertama
di kiri mengisahkan cerita kelahiran ikan, dan satu
yang di kanan menggambarkan sendirian cerita
anak puyuh.

56-58

XV. The Fish XV. Sang Ikan


Truth averts Calamity Kebenaran Menangkal Petaka

One time the Bodhisattva was a king of fishes, and through the power of Suatu ketika Bodhisattwa adalah raja ikan, dan melalui kekuatan dari
his habit of virtue taught his subjects to desist from their naturally vicious kebiasaan kebajikannya, mengajar rakyatnya untuk berhenti dari sifat
nature and to live according to Dharma. bawaan mereka yang ganas, dan hidup sesuai Dharma.

Now it so happened that a drought fell upon the land, and the lake in which Alkisah terjadi kekeringan di tanah itu, dan kolam tempat Bodhisattwa
the Bodhisattva lived with his subjects dried up day by day, and as the fish tinggal bersama rakyatnya makin hari makin kering, dan ketika ikan
pushed their heads above water, they were devoured by crows and the like. memunculkan kepala mereka ke atas air, mereka dimangsa oleh burung
gagak dan sejenisnya.
The Bodhisattva uttered an asservation of truth and called on the rain-god
to rain down, and by the power of the Bodhisattva’s virtue and truth-saying Bodhisattwa mengucapkan pernyataan kebenaran dan memanggil dewa
it did just that. Śakra came along and saw and marvelled at the virtue of the hujan untuk mencurahkan hujan, dan dengan kekuatan kebajikan dan
Bodhisattva. (cp. Pāḷi Jātaka 75) pernyataan kebenaran Bodhisattwa, terjadilah demikian. Śakra datang dan
melihat serta mengagumi kebajikan Bodhisattwa. (Bandingkan denganJātaka
Pāḷi 75)
59
56 57

56. Śakra and Airāvata above the Pond 57. The Gods look down on the Pond

The first of two joined panels. In this one we see Śakra and his vehicle— In the second of these panels, we see various gods on the clouds above the
Airāvata, identifiable by his elephant-trunk hairstyle, and large ears— pond. They are looking down and observing the various water creatures
hovering above the waters. In the water below we see it is crowded with fish, below, including a tortoise. Again it is very crowded, though this must be
and one especially stands out by reason of size: the Bodhisattva. after the rains had fallen.

56. Śakra dan Airāvata di Atas Kolam 57. Para Dewa Memandang Turun ke Kolam

Pertama dari dua panel yang digabung. Di sini kita lihat Śakra dan Di panel kedua, kita lihat banyak dewa di atas awan di atas kolam. Mereka
kendaraannya—Airāvata, yang dapat dikenali dari gaya rambut belalai gajah, melihat ke bawah dan mengamati berbagai makhluk air di bawah, termasuk
dan telinga besar—melayang di atas air. Di air di bawahnya, kita lihat penuh kura-kura. Sekali lagi, kolam sangat ramai, sepertinya ini pasti setelah hujan
dengan ikan, dan terutama satu yang menonjol karena ukurannya: Sang turun.
Bodhisattwa.
60
XVI. The Quail’s Young XVI. Anak puyuh
Truth averts Calamity Kebenaran Menangkal Petaka

One time the Bodhisattva was reborn as a quail in the Himalayas, and while Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang sebagai burung puyuh di Himālaya,
yet a chick, unable to walk or run, a great fire tore through the forest, and dan ketika masih bayi, tak mampu berjalan atau berlari, api besar merangsak
his parents and all other birds and animals that were able fled for their lives. hutan, dan orangtuanya serta semua burung dan hewan lain yang mampu,
kabur menyelamatkan diri.
The Bodhisattva was unable to do the same and therefore made an
asservation of truth, and brought Agni, the fire, to a halt, right there and Bodhisattwa tak sanggup melakukan hal yang sama dan karena itu membuat
then. It is said that even to this day no fire can harm the place where the pernyataan kebenaran, dan membuat Agni, sang api, berhenti, di sana
Bodhisattva sat in his nest that day. (cp. Pāḷi Jātaka 35) juga dan seterusnya. Konon bahkan sampai hari ini, tiada api yang dapat
membahayakan tempat di mana Bodhisattwa duduk di sarangnya pada hari
itu. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 35)

61
58. The Bodhisattva makes an
Asservation of Truth

There is only one panel given over


to this story. The Bodhisattva is in
the nest in the middle of the relief,
near the bottom. The other birds all
fly away, but the Bodhisattva faces
the fire and utters his asservation
of truth. We see a mountain in the
background signifying the Himalaya,
and deer, quails, a monkey and an ox
all threatened by the fire.

58. Bodhisattwa Membuat


Pernyataan Kebenaran

Hanya ada satu panel yang ditujukan


untuk cerita ini. Bodhisattwa di
dalam sarang, di tengah relief, dekat
bawah. Semua burung lain terbang,
tetapi Bodhisattwa menghadapi
api dan mengucapkan pernyataan
kebenarannya. Kita lihat gunung di
latar menandakan Himālaya, serta
rusa, puyuh-puyuh, monyet, dan
lembu semuanya terancam oleh api.

58
62
XVII. The Jar XVII. Kendi
Restraint from Liquor Memantang Tuak

The Bodhisattva in consequence of his good deeds was one time reborn as Bodhisattwa sebagai hasil dari perbuatan baiknya, suatu kali terlahir ulang
Śakra himself, ruling over the gods in Heaven, and solicitous for the welfare sebagai Śakra sendiri, memerintah para dewa di surga, dan memerhatikan
of humans on earth. One day, while looking around the world, he saw a king, kesejahteraan manusia di bumi. Suatu hari, ketika menerawang seputar
Sarvamitra by name, who had fallen into excessive drinking, and his subjects dunia, ia melihat raja, bernama Sarvamitra, yang telah jatuh ke minum
followed him, as is their wont. berlebihan, dan rakyat mengikutinya, layaknya kebiasaan mereka.

Śakra therefore took the form of a sage and appeared in front of the king, Karena itu Śakra mengambil wujud orang bijak dan muncul di depan raja,
carrying a jar of liquor and asking who would like to purchase it. The king membawa kendi tuak dan bertanya siapa yang mau membelinya. Raja
asked the sage to describe the virtues of the drink, and Śakra, speaking only meminta orang bijak itu untuk menggambarkan keunggulan minuman
the truth, told about the calamities people drinking it would fall into. itu, dan Śakra, yang hanya mengatakan kebenaran, menceritakan tentang
malapetaka yang akan jatuh menimpa orang yang meminumnya.
The king, understanding the truth of what the sage spoke, repented,
vowed to give up strong drink and offered great gifts to the sage. Śakra Raja, memahami kebenaran yang dikatakan orang bijak, bertobat,
then revealed himself, and said the greatest gift a wise man can receive bersumpah untuk meninggalkan minuman keras dan menawarkan hadiah
is adherence to his advice, and thereafter disappeared from earth and besar kepada orang bijak. Śakra kemudian mengungkapkan dirinya, dan
reappeared in heaven. (cp. Pāḷi Jātaka 12) mengatakan bahwa hadiah terbesar yang dapat diterima oleh orang bijak
adalah kepatuhan terhadap nasihatnya, setelah itu menghilang dari bumi
dan muncul kembali di surga. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 12)

63
59. Śakra in guise teaches the King

We see the king sitted on a seat with a


young woman, and in front of him stands
Śakra in his new guise as a sage speaking
out about the liquor he holds in a jar in his
left hand. Behind Śakra we see the king’s
drunken subjects, who are revelling in
various ways.

59. Śakra Dalam Samaran Mengajar Raja

Kita lihat raja duduk di kursi dengan


perempuan muda, dan di depannya berdiri
Śakra dengan penyamaran barunya sebagai
orang bijak yang bicara tentang tuak yang
ia pegang dalam kendi di tangan kirinya. Di 59
belakang Śakra, kita lihat rakyat raja yang
mabuk, yang bersukaria dalam berbagai
cara.

60. Unidentified

It is unclear if this badly damaged relief belongs to the story of the jar, or the following story.
All we can see is someone sitting on a throne, and apparently teaching a person of the high
ranks in front of him. Others are seated round the listener, one holding his hands in añjali.

60. Tak Dikenali

Tidak jelas apakah relief yang rusak parah ini termasuk dalam ceritakendi, atau cerita
berikutnya. Yang bisa kita lihat adalah seseorang yang duduk di singgasana, dan tampak
mengajar seseorang dari pangkat tinggi di hadapannya. Lainnya duduk di sekitar pendengar,
satu menangkupkan tangannya añjali. 60
64
XVIII. The Childless One
The Value of Detachment

One time the Bodhisattva was reborn into a wealthy family, and grew up
excelling in the sciences and arts, and was charitable to all who came to him.
But he was also familiar with the life of renunciation, and once his mother
and father had passed away he distributed the family wealth amongst his
family and those who were worthy, and retired to the penance grove.

There he became famous for his wisdom, and also for his having renounced
such riches. An old friend of the family, hearing about him, went to visit
him and tried to persuade him to return to the household life, but the
Bodhisattva was adamant the ascetic life was where he could best adhere to
Dharma, and remained steadfast in his chosen life. (No Pāḷi parallel exists)

XVIII. Yang Tak Berketurunan


Nilai Ketaklekatan
61 Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang dalam keluarga kaya, dan tumbuh
dengan unggul dalam semua ilmu dan seni, dan murah hati kepada semua
61. Unidentified yang datang kepadanya. Namun ia juga akrab dengan kehidupan pelepasan
keduniawian, dan begitu ibu dan ayahnya meninggal, ia membagikan
There is even less of this relief left. We see what is probably a king sitting kekayaan keluarga kepada keluarganya dan mereka yang layak, lalu
with his leg held in a knee-strap. Someone, undoubtedly a woman, is sitting mengasingkan diri ke hutan penyunyian.
behind him. Under the seat is a pot. We see the feet, which is all that is left,
of two figures on the right. Di sana ia menjadi terkenal karena kebijaksanaannya, juga karena telah
meninggalkan kekayaan seperti itu. Seorang kawan lama keluarga,
61. Tak Dikenali mendengar tentangnya, pergi mengunjunginya dan mencoba membujuknya
untuk kembali ke kehidupan rumah-tangga, tetapi Bodhisattwa bersikeras
Di sini bahkan lebih sedikit lagi relief yang tersisa. Kita lihat apa yang bahwa kehidupan petapa adalah yang terbaik baginya untuk menjalani
mungkin seorang raja, duduk dengan kaki berbebat lutut. Seseorang, tidak Dharma, dan tetap teguh dalam pilihan hidupnya. (Tak ada kesejajaran
diragukan lagi perempuan, duduk di belakangnya. Di bawah kursi ada kendi. dengan naskah Pāḷi)
Kita melihat kaki, dari semua sisanya, dari dua sosok di kanan.
65
62 63

62. The Bodhisattva distributes Alms 63. A Family Friend visits the Ascetic

In this corner relief we see the Bodhisattva before his renunciation. He is This relief is again rather badly damaged. It seems that this is the family
seated on a high seat with his right knee supported by a strap, and a lady friend who visits the ascetic in his forest retreat. We see the forest behind
stands next to him. On the right side are evidently monastics, one of whom the two figures of the left, and the teacher is seated above them, From the
holds his bowl, as though ready to receive alms. conventionally carved rocks on the right we can understand this is on a
mountain.
62. Bodhisattwa Membagikan Derma
63. Rekan Keluarga Mengunjungi Petapa
Di relief sudut ini, kita lihat Bodhisattwa sebelum pelepasannya. Ia duduk
di kursi tinggi dengan lutut kanan dibebat, dan satu perempuan berdiri Relief ini lagi-lagi agak parah rusaknya. Kelihatannya ini adalah rekan
di sampingnya. Di sisi kanan jelas para petapa, salah satunya memegang keluarga yang mengunjungi petapa di penyunyian hutan. Kita lihat hutan
mangkuknya, seolah siap menerima derma. di belakang dua sosok di kiri, dan guru duduk lebih tinggi dari mereka.
Dari batu terpahat seperti biasa di kanan, kita dapat memahami ini di
pegunungan.
66
XIX. The Lotus-Stalks XIX. Tangkai Teratai
The Joy of Renunciation Sukacita Pelepasan

At one time the Bodhisattva was born into a brahminical family that was Suatu ketika Bodhisattwa terlahir dalam keluarga brahmana yang terkenal
well-known for their virtue. He had six younger brothers and one sister, akan kebajikan mereka. Ia punya enam adik lelaki dan satu adik perempuan,
who all looked up to him as a teacher of Dharma. After his parents died he yang semua menjunjungnya sebagai guru Dharma. Setelah orangtuanya
decided to renounce the worldly life and seek liberation. His brothers and meninggal, ia memutuskan untuk melepas kehidupan duniawi dan mencari
sister, and also three others, determined to go along with him, and they keterbebasan. Saudara lelaki dan perempuannya, dan juga tiga lainnya,
retired to a spot near a lotus lake where they built solitary huts for each one bertekad untuk pergi bersamanya, dan mereka mengasingkan diri ke
of them, and embarked on their quest. suatu tempat di dekat danau teratai, di mana mereka membangun gubuk
penyunyian untuk masing-masing, dan memulai pencarian mereka.
They were there joined by a yakṣa, an elephant and a monkey who came to
listen to Dharma. The maid servant, who was still devoted to the family, used Di sana mereka diikuti oleh yaksa, gajah, dan monyet yang datang untuk
to gather lotus-stalks for each of them, put them out on seperate leaves and mendengarkan Dharma. Pelayan perempuan, yang masih mengabdi pada
one by one they would come and take them before retiring to meditation. keluarga, terbiasa mengumpulkan tangkai teratai untuk mereka semua,
meletakkannya di atas daun yang terpisah, dan satu per satu mereka akan
Now Śakra, to test the endurance of the elder, began taking away his share datang dan membawanya sebelum berdiam meditasi.
each day, and did this for five days. But never once did the elder complain.
When they all gathered to hear Dharma they saw how emaciated he had Sekarang Śakra, untuk menguji ketahanan si sulung, mulai mengambil
become, and discovered the reason why. When they found out, they bagiannya setiap hari, dan melakukan ini selama lima hari. Tapi tak pernah
cursed the thief in a novel way: they wished him success and happiness sekalipun si sulung mengeluh. Ketika mereka semua berkumpul untuk
in the householder life! When Śakra finally revealed it was he who had mendengarkan Dharma, mereka melihat kakak tertua telah menjadi begitu
taken the lotus-stalks as a test of constancy, the elder rebuffed him for his kurus, dan mencari sebabnya. Ketika mereka mengetahuinya, mereka
inappropriate action. Śakra apologised and then disappeared on the spot. mengutuk si pencuri dengan cara baru: mereka mengharapkan si pencuri
(cp. Pāḷi Jātaka 488) berhasil dan bahagia dalam kehidupan rumah-tangga! Ketika Śakra akhirnya
mengungkapkan bahwa dirinyalah yang telah mengambil tangkai teratai
sebagai ujian keteguhan, si sulung menegurnya karena tindakannya yang
tak pantas. Śakra minta maaf, lalu menghilang dari tempat itu. (Bandingkan
dengan Jātaka Pāḷi 488)

67
64 65

64. Men Standing 65. The Sister and Two Brothers

Again a badly damaged relief. We see the legs of four people who are This is part of a pair of reliefs that have to be viewed together. The
standing. It is possible that there were two or maybe three more figures in scene is outdoors, as is shown by the trees. On the far left is pictured the
this relief, and that it depicted the Bodhisattva and his siblings while still in Bodhisattva’s sister, and next to her are two of the brothers, one of whom is
the lay-life. They are dressed in fine clothes. holding a rather curious posture.

64. Para Lelaki Berdiri 65. Adik Perempuan dan Dua Adik Lelaki

Lagi-lagi relief yang rusak parah. Kita lihat kaki empat orang yang berdiri. Ini adalah bagian dari sepasang relief yang harus dilihat bersama. Adegannya
Mungkin ada dua atau mungkin tiga sosok lagi dalam relief ini, dan itu di luar ruangan, seperti yang ditunjukkan dengan pepohonan. Di kiri jauh
menggambarkan Bodhisattwa dan saudara-saudaranya ketika masih dalam digambarkan adik perempuan Bodhisattwa, dan di sebelahnya ada dua adik
kehidupan rumah-tangga. Mereka mengenakan busana bagus. lelaki, yang salah satunya bergaya agak aneh.
68
66 67

66. The Bodhisattva preaching to his Siblings 67. Gathering the Lotus-Stalks

Here we see the Bodhisattva sitting above his siblings and teaching them The lotus pond is depicted in the top half of this relief. Conventionally it is
Dharma. In this scene there are three more of the brothers, although this divided in two, and the lower half represents the maid collecting together on
makes only five brothers and a sister, which is one less than the textual leaves the lotus-stalks which she is to offer to the brothers. Behind her sits
story. the yakṣa.

66. Bodhisattwa Mengajar Semua Saudaranya 67. Mengumpulkan Tangkai Teratai

Di sini kita lihat Bodhisattwa duduk lebih tinggi dari saudara-saudaranya Kolam teratai digambarkan di paruh atas relief ini. Seperti biasa dibagi
dan mengajar mereka Dharma. Dalam adegan ini ada tiga saudara lelaki jadi dua, dan bagian bawah menggambarkan pelayan yang mengumpulkan
lagi, walau ini hanya menampakkan lima saudara lelaki dan satu saudara tangkai teratai, ditumpuk di atas daun yang akan ia persembahkan kepada
perempuan, kurang satu dibanding cerita dalam naskah. kakak-beradik. Di belakangnya duduk yaksa.

69
68

68. Śakra returns the Lotus-Stalks 68. Śakra Mengembalikan Tangkai Teratai

Here we see Śakra after he has revealed his wrong deed returning the lotus- Di sini kita lihat Śakra setelah ia mengakui perbuatan salahnya,
stalks to the siblings. Behind Śakra is Airāvata, his vehicle, signalled by his mengembalikan tangkai teratai kepada kakak-beradik. Di belakang Śakra
trunk-like hair and the driving hook. On the far left we see the sister, and the adalah Airāvata, kendaraannya, ditandai oleh rambutnya yang seperti belalai
others are her brothers, with the Bodhisattva at the front. dan kait kemudi. Di kiri jauh kita lihat adik perempuan, dan yang lainnya
adalah saudara lelakinya, dengan Bodhisattwa di depan.
70
XX. The Treasurer
Being thought worthy of Renunciation

The Bodhisattva in this life was a treasurer for the King, and led a virtuous
life being generous to the poor and the worthy mendicants alike. One day,
while the treasurer was out, his wife was visited by his mother-in-law, and
through a series of comical confusions, each becomes convinced that the
other is telling them that the treasurer has renounced the world.

On his way home the treasurer saw a great commotion near his house, and
asked what it was about. When he found out that the people thought he
had renounced—and was therefore worthy of it—he was shamed into truly
renouncing the world, and went to the king to ask his permission, which
eventually the king gave. Others tried to dissuade him, but none could turn
him back from his resolve. (cp. Pāḷi Jātaka 171)

XX. Sang Bendahara


Menyadari Bernilainya Pelepasan

Bodhisattwa di kehidupan ini adalah bendahara raja, dan menjalani 69


kehidupan bajik dengan menjadi pemurah kepada orang miskin dan
petapa yang layak. Suatu hari, ketika bendahara sedang keluar, istrinya 69. The Mother speaks with her Daughter
dikunjungi oleh ibu mertuanya, dan melalui serangkaian kebingungan yang
menggelikan, masing-masing menjadi teryakinkan bahwa lawan bicaranya In the first of these reliefs we see the mother sitting casually on the cushion
memberi tahu bahwa sang bendahara telah melepas keduniawian. on the left. Her daughter is kneeling in front of her, and there are two other
women in the scene, presumably her attendants. In the background we see
Dalam perjalanan pulang, bendahara melihat keributan besar di dekat the treasurer’s house.
rumahnya, dan bertanya tentang apa itu. Ketika ia mengetahui bahwa orang-
orang mengira ia telah melakukan pelepasan—dan sehingga layak untuk
69. Ibu Bicara Dengan Putrinya
itu—ia jadi malu jika tidak melepas keduniawian, lalu pergi ke raja untuk
meminta izinnya, yang akhirnya raja berikan. Orang-orang lainnya mencoba
Di relief pertama kita lihat ibu duduk santai di bantal di kiri. Putrinya
untuk mencegahnya, tapi tak ada yang bisa mengalihkannya dari tekadnya.
berlutut di depannya, dan ada dua perempuan lain dalam adegan, mungkin
(Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 171)
para pelayannya. Di latar kita lihat rumah bendahara.

71
70 71

70. The Treasurer is informed of his Renunication 71. The Treasurer informs the King

The treasurer, who stands in the middle of the relief, is listening to the The king sits comfortably on a seat and is surrounded by courtiers and
news of his own renunciation, not yet accomplished. Two informants, one brahmins. On the floor the treasurer holds his hands in añjali while
kneeling, one standing, hold their hands in reverential salutation. Four other explaining to the king his decision to renounce. The response of the king is
are seen behind him. not quite clear: is he blessing the Treasurer, or still trying to convince him to
stay?
70. Bendahara Dikabari Mengenai Pelepasannya
71. Bendahara Mengabari Raja
Bendahara, yang berdiri di tengah relief, sedang mendengarkan kabar
tentang pelepasan dirinya sendiri, yang belum dilaksanakan. Dua pewarta, Raja duduk dengan nyaman di kursi dan dikelilingi oleh para pegawai
satu berlutut, satu berdiri, tangan memberi hormat. Empat lainnya terlihat istana dan brahmana. Di lantai, bendahara bersikap tangan añjali sambil
di belakangnya. menjelaskan kepada raja keputusannya untuk melakukan pelepasan.
Tanggapan raja tidak cukup jelas: apakah ia memberkahi bendahara, atau
masih berusaha meyakinkannya untuk tetap tinggal?
72
72. Friends dissuade the
Bodhisattva

It seems this must show the


Bodhisattva in conversation with
his friends, who are trying to
dissuade him from his resolve
to go to the forest. We see two
figures standing, one holding a
budding lotus and the other a
lotus in bloom, it is not clear who
the second person might be. In
front of them some householders
kneel and brahmins stand, and all
hold their hands in añjali. Behind
them is the forest.

72. Para Rekan Menghalangi


Bodhisattwa

Sepertinya di sini ditampilkan


Bodhisattwa dalam percakapan
dengan teman-temannya, yang
mencoba untuk membujuknya
dari keputusannya untuk pergi
ke hutan. Kita lihat dua sosok
berdiri, satu memegang tunas
teratai dan yang lainnya teratai
mekar, tidak jelas siapa orang
72 kedua itu. Di depan mereka
beberapa perumah-tangga
berlutut dan para brahmana
berdiri, dan semua bersikap
tangan añjali. Di belakang mereka
adalah hutan.
73
XXI. Cuḍḍabodhi XXI. Cuḍḍabodhi
Overcoming Anger Mengatasi Kemarahan

The Bodhisattva in this life was born into a rich brahminical family, and Bodhisattwa dalam kehidupan ini terlahir dalam keluarga brahmana kaya,
became famous for his learning. Understanding the drawbacks of the dan menjadi terkenal akan pembelajarannya. Memahami kekurangan dari
household life he decided to renounce the world. His beautiful wife also kehidupan rumah-tangga, ia memutuskan untuk melepas keduniawian.
insisted on going along with him. Istrinya yang cantik pun bersikeras untuk ikut dengannya.

Now one day, when he was sewing rags, and she was meditating in the Pada suatu hari, ketika ia sedang menjahit kain, dan istrinya sedang
forest, the king who was out enjoying the springtime, drew near. Seeing bermeditasi di hutan, raja yang sedang menikmati musim semi, datang
the female ascetic his passion was aroused and he wanted to take her to mendekat. Melihat petapa wanita itu, gairahnya muncul dan ia ingin
his harem. He was, however, afraid the ascetic might have the power to do mengambilnya sebagai selir. Akan tetapi, raja takut sang petapa mungkin
him harm. He therefore decided to test him, and asked what he would do if punya kesaktian untuk mencelakainya. Karena itu raja memutuskan
someone took away his wife. untuk mengujinya, dan bertanya apa yang akan ia lakukan jika seseorang
mengambil istrinya.
The Bodhisattva answered ambiguously saying in that case he would grab
his enemy. The king, thinking he must have no penance power, then ordered Bodhisattwa menjawab dengan rancu, mengatakan dalam kasus itu ia akan
his wife taken away, but the ascetic remained calm. The king asked why he menyambar musuhnya. Raja, mengira ia pasti tak punya kekuatan sakti, lalu
spoke one way and acted another? The ascetic replied that anger was his memerintahkan istri petapa dibawa pergi, namun sang petapa tetap tenang.
real enemy, and he had held it down. The king, impressed with the ascetic’s Raja bertanya mengapa ia berbicara satu hal dan bertindak sebaliknya?
virtue, released the wife and put himself at the disposal of the Bodhisattva. Petapa itu menjawab bahwa kemarahan adalah musuh sejatinya, dan ia telah
(cp. Pāḷi Jātaka 443) meluruhkannya. Raja, terkesan dengan kebajikan petapa, membebaskan
sang istri dan pergi dari hadapan Bodhisattwa. (Bandingkan dengan Jātaka
Pāḷi 443)

74
73 74

73. The King meets the Ascetics 74. The King with a Long-Bow

The king is on the right of the relief, sitting under a parasol, with three A rather odd relief in that it doesn’t correspond to the story we receive. We
attendants around him. On the left Cuḍḍabodhi sits and is making a gesture see the king in the middle holding a long-bow in his left hand, and a large
with his hand, but it is now broken off. Below him is his wife, who also arrow in his right hand. Behind him one of his attendants holds a quiver, and
appears to be gesturing. another an arrow, and perhaps a second bow.

73. Raja Bertemu Dengan Para Petapa 74. Raja Dengan Busur Panjang

Raja ada di sisi kanan relief, duduk di bawah payung, dengan tiga pelayan Relief yang agak aneh karena tidak sesuai dengan cerita yang kita dapatkan.
di sekelilingnya. Di kiri, Cuḍḍabodhi duduk dan membuat isyarat dengan Kita lihat raja di tengah memegang busur panjang di tangan kirinya, dan
tangannya, tetapi sekarang rusak. Di bawahnya adalah istrinya, yang juga panah besar di tangan kanannya. Di belakangnya, salah satu pelayannya
tampak memberi isyarat. memegang wadah panah, dan yang lainnya panah, dan mungkin busur
kedua.
75
75 76

75. The Wife is carried away in a Palaquin 76. The King makes his Decision in Court

The wife of the Bodhisattva is here being taken away in a palaquin to the It appears that we are now back at the kings’ court, and that the king is
king’s harem. She is carried by four servants, and beneath her seat is a contemplating his best action, and is perhaps being pressed by his courtiers
rotund rakṣasa, who doesn’t seem to figure in the textual story we receive. who gather round. The female ascetic is seen standing on the left, and has
The scene in set in a forest as can be seen from the trees in the background. her arms crossed. This scene is also different from Āryasura’s text.

75. Istri Digotong Dengan Tandu 76. Raja Membuat Keputusannya di Pengadilan

Istri Bodhisattwa di sini dibawa pergi dengan tandu untuk dijadikan selir Tampaknya kita sekarang kembali ke istana raja, dan raja sedang merenungi
raja. Ia dibawa oleh empat pelayan, dan di bawah kursinya ada raksasa tindakan terbaiknya, dan mungkin sedang didesak oleh anggota istana
gemuk, yang sepertinya tidak digambarkan dalam cerita naskah yang kita yang berkumpul. Petapa perempuan terlihat berdiri di kiri, dan lengannya
dapatkan. Adegan terjadi di hutan seperti yang bisa dilihat dari pepohonan tersilang. Adegan ini juga berbeda dari naskah Āryaśūra.
di latar.
76
XXII. The Geese XXII. The Angsa
The Power of Constancy Kekuatan Kesetiaan

One time the Bodhisattva was reborn as a goose and became the king Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang sebagai angsa dan menjadi raja dari
of a large collection of geese who lived in Lake Mānasa. He had an army sekumpulan besar angsa yang tinggal di Danau Mānasa. Ia punya panglima
commander named Sumukha, and together they taught the Dharma to their pasukan bernama Sumukha, dan bersama mereka mengajarkan Dharma
subjects, becoming famous amongst devas and holy men in doing so. kepada rakyatnya, menjadi terkemuka di antara para dewa dan orang suci
dalam melakukannya.
Word of their fame also reached the king of Vārāṇasī, who desired to
see these famed birds, and asked his advisors to seek a way for that to be Berita ketenaran mereka juga sampai ke Raja Vārāṇasī, yang ingin melihat
accomplished. They decided that building a lake even more beautiful than burung-burung terkemuka ini, dan meminta para penasihatnya untuk
Lake Mānasa, and giving protection to all birds, might entice them to come mencari cara agar hal itu dapat dilaksanakan. Mereka memutuskan untuk
hither. membangun danau yang bahkan lebih indah daripada Danau Mānasa, dan
memberikan perlindungan untuk semua burung, yang mungkin menarik
When the geese came to the lake a fowler was sent to capture the king mereka untuk datang ke sana.
and Sumukha, and the king was ensnared. Sumukha, though free, would
not leave him. The fowler was astonished and asked why he stayed, and Ketika para angsa datang ke danau, pemburu diutus untuk menangkap raja
Sumukha declared he was bound by the king’s virtues. dan Sumukha, dan raja angsa pun terjerat. Sumukha, walau bebas, tak mau
meninggalkan rajanya. Pemburu itu heran dan bertanya mengapa ia tinggal,
The fowler wanted to set them free, but they insisted on being taken to the dan Sumukha menyatakan ia terikat oleh kebajikan raja.
court so the fowler could receive his reward. In the presence of the king
the Bodhisattva taught Dharma, and the king was suitably impressed. The Pemburu ingin membebaskan mereka, tetapi mereka bersikeras dibawa
Bodhisattva and Sumukha then left to rejoin their kin. (cp. Pāḷi Jātaka 533) ke pengadilan agar pemburu dapat menerima hadiahnya. Di hadapan raja,
Bodhisattwa mengajarkan Dharma, dan raja sangat terkesan. Bodhisattwa
dan Sumukha kemudian pergi untuk bergabung kembali dengan kerabat
mereka. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 533)

77
77 78

77. The Geese in Lake Mānasa 78. The King discusses with his Advisors

We see the geese living at the illustrious lake Mānasa. The Bodhisattva, we In the palace the king of Vārāṇasī discusses with his advisors how they can
can take it, is the large goose at the top left, and Sumukha is just below him get to see the famous king of the geese, and they come up with a strategem.
on the right. Below them are the ordinary geese, standing amidst the lotuses. The king’s face has been knocked off, as also one of the advisors. The one
standing next to the king is a brahmin.
77. Para Angsa di Danau Mānasa
78. Raja Berembuk Dengan Para Penasihatnya
Kita lihat para angsa yang hidup di Danau Mānasa yang termasyhur.
Bodhisattwa, kita bisa terka, adalah angsa besar di kiri atas, dan Sumukha Di istana, Raja Vārāṇasī berembuk dengan para penasihatnya bagaimana
tepat di bawahnya di kanan. Di bawah mereka adalah angsa-angsa biasa, mereka bisa melihat raja angsa yang terkenal, dan mereka memutuskan satu
berdiri di tengah teratai. siasat. Wajah raja telah luruh, seperti juga salah satu penasihat. Satu yang
berdiri di samping raja adalah brahmana.

78
79. The Fowler frees
the Geese

We see the magnificent


lake the king has had
built, and the geese
flying away from it in a
flock. On the floor the
king of the geese and
his commander-in-chief
stay with the fowler so
he can take them to the
king of Vārāṇasī.

79. Pemburu
Membebaskan
Angsa-angsa

Kita lihat danau megah


yang telah dibangun
raja, dan angsa-angsa
terbang menjauh
darinya dalam kawanan.
Di lantai, raja angsa dan
panglimanya tinggal
dengan pemburu
sehingga ia dapat
membawa mereka ke
Raja Vārāṇasī.

79
79
80

80. The Geese teach in the presence of the King 80. Para Angsa Mengajar di Hadapan Raja

A much longer relief that is common for this series. On the right there were Relief yang jauh lebih panjang yang umum untuk rangkaian ini. Di kanan
the two main geese, though the Bodhisattva is hardly visibly now. He was on ada dua angsa utama, walau Bodhisattwa kini nyaris tak terlihat. Ia duduk
a seat, and higher than Sumukha. The king of Vārāṇasī has also been badly di kursi, dan lebih tinggi dari Sumukha. Raja Vārāṇasī juga telah rusak
damaged, he was kneeling and holding an incense burner. Behind him are parah, ia berlutut dan memegang pembakar dupa. Di belakangnya ada dua
two women, and then other attendants. perempuan, kemudian pelayan lainnya.

80
XXIII. Mahābodhi XXIII. Mahābodhi
Patience and Gratitude Kesabaran dan Syukur

The Bodhisattva was once a wandering ascetic teaching Dharma for the Bodhisattwa pernah menjadi petapa pengembara yang mengajarkan
welfare of the world. When he approached one kingdom, the king, who had Dharma untuk kesejahteraan dunia. Ketika ia mendekati satu kerajaan, raja,
heard of his fame, had a hut built for him, and the Bodhisattva taught him yang telah mendengar ketenarannya, mendirikan pondok untuknya, dan
daily. The king’s other advisors, however, were jealous, and started to poison Bodhisattwa mengajar raja setiap hari. Akan tetapi, para penasihat lain raja
the mind of the king against him. jadi cemburu, dan mulai meracuni pikiran raja terhadap Bodhisattwa.

Eventually the Bodhisattva, seeing the neglect of the king, departed and Akhirnya Bodhisattwa, melihat pengabaian sang raja, pergi dan menyepi
retired to the forest. There, in his meditation, he saw that the king’s advisors ke hutan. Di sana, dalam semadinya, ia melihat bahwa penasihat raja
were teaching him wrong views, and solicitous for his former benefactor he mengajarkan pandangan salah kepada raja, dan karena cemas kepada
decided to return and save him from them. penyokongnya, ia memutuskan untuk kembali dan menyelamatkan raja dari
mereka.
Conjuring up by psychic powers a large monkey he skinned it, and wrapped
in the skin went to court. The advisors blamed him, but Mahābodhi showed Menyulap dengan kekuatan gaib, ia menguliti seekor monyet besar,
how their own beliefs were inconsistent with righteousness. He then membungkus diri dengan kulit itu, lalu pergi ke istana. Para penasihat
revealed he had never killed any living being, but had come only to refute menyalahkannya, tetapi Mahābodhi menunjukkan bagaimana pandangan
false teachings with the help of the skin. He taught them Dharma and then mereka sendiri tak selaras dengan kebenaran. Mahābodhi lalu
departed. (cp. Pāḷi Jātaka 528) mengungkapkan bahwa ia tak pernah membunuh makhluk hidup mana pun,
tetapi datang hanya untuk menyanggah ajaran palsu dengan bantuan kulit
itu. Ia mengajar mereka Dharma, lalu berlalu. (Bandingkan dengan Jātaka
Pāḷi 528)

81
81 82

81. The King is told of the arrival of Mahābodhi 82. Mahābodhi comes to Court

This relief is quite damaged, and the whole upper part of the king is missing, Again a rather badly damaged relief, with a number of blocks missing. We
as is most of one of the women who sits with him on the throne. The heads can however see Mahābodhi clearly, he is dressed as a sage, with beard and
of two of the courtiers have also been removed. They were telling the King hair tumbled high on his head. Before him are four persons, two kneeling,
of the arrival of the great sage. and two standing, but we can’t see who the latter were.

81. Raja Dikabari Kedatangan Mahābodhi 82. Mahābodhi Datang ke Pengadilan

Relief ini cukup rusak, dan seluruh bagian atas raja hilang, seperti juga Lagi-lagi relief yang rusak cukup parah, dengan sejumlah petak hilang.
sebagian besar para perempuan yang duduk bersamanya di atas singgasana. Namun kita dapat melihat Mahābodhi dengan jelas, ia berpakaian sebagai
Kepala dua pegawai istana juga telah lenyap. Mereka mengabari Raja akan orang bijak, dengan janggut dan rambut digelung tinggi di kepalanya. Di
kedatangan orang bijak agung itu. hadapannya ada empat orang, dua berlutut, dan dua berdiri, tetapi kita tidak
bisa melihat siapa yang terakhir.

82
83 84

83. Mahābodhi teaches Dharma 84. Mahābodhi teaches the King

Here we see Mahābodhi comfortably dwelling in the hut the king has built The king, hearing of Mahābodhi’s intended departure has gone to see him.
for his use in the park. There are six courtiers with him, whom we may In the relief he is accompanied by two women. Mahābodhi himself sits and
think of as disciples, gone to the park to hear his teaching. There is a strange appears to be speaking to the king. There are a number of jars under both
looking animal under the seat on the left part of this corner-piece. seats.

83. Mahābodhi Mengajarkan Dharma 84. Mahābodhi Mengajar Raja

Di sini kita lihat Mahābodhi tinggal dengan nyaman di pondok yang telah Raja, mendengar Mahābodhi berniat untuk pergi, menemuinya. Di relief ia
dibangun raja untuk digunakannya di taman. Ada enam pegawai istana ditemani oleh dua perempuan. Mahābodhi sendiri duduk, dan tampak bicara
bersamanya, yang kita bisa anggap sebagai para murid, pergi ke taman kepada raja. Ada sejumlah kendi di bawah kedua kursi.
untuk mendengarkan ajarannya. Ada seekor binatang yang tampak aneh di
bawah kursi di sisi kiri, di potongan sudut ini.

83
85. Mahābodhi teaches
the King

This is a rather curious


relief, in that Mahābodhi
appears to have been shorn
of his main features. He
sits on the high seat on the
right, and was sat on the
monkey skin, as is shown
by the head which remains
under his right knee. The
king and his courtiers sit
on the left and some appear
to be discussing amongst
themselves.

85. Mahābodhi Mengajar


Raja

Ini relief yang agak aneh,


karena Mahābodhi tampak
memangkas ciri utamanya.
Ia duduk di kursi tinggi
di kanan, dan duduk di
kulit monyet, seperti yang
ditunjukkan oleh kepala
yang masih ada di bawah
lutut kanannya. Raja dan
para pegawai istananya
duduk di kiri dan beberapa
tampak berbincang di
antara mereka.

85
84
XXIV. The Great Ape XXIV. Kera Agung
Compassion, even for an Enemy Belas Kasihan, Sekalipun Kepada Musuh

At one time the Bodhisattva was reborn as a great ape, and lived alone in Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang sebagai kera agung, dan hidup
the forest practising the virtues he was accustomed to during his journey in sendirian di hutan, melatih kebajikan yang biasa ia lakukan selama
saṁsāra. Now one day a man, searching for a stray cow, lost his way and was perjalanannya dalam saṁsāra. Suatu hari, seorang lelaki, mencari sapi liar,
suffering from fatigue, hunger and thirst. Seeing a fruit tree he climbed it, tersesat dan menderita kelelahan, kelaparan, dan kehausan. Melihat pohon
but fell from it into a precipice from which he could not ascend. buah, ia memanjatnya, tetapi jatuh dari situ ke jurang yang tak bisa ia naiki.

The Bodhisattva going about his daily foraging found that man, and bringing Bodhisattwa yang sedang mencari makan harian, menemukan lelaki itu, dan
him fruits and comforting him, told him he would find a way to get him membawakannya buah-buahan dan menghiburnya, mengatakan kepadanya
out. The Bodhisattva went into training, and when he deemed himself bahwa ia akan mencari cara untuk mengeluarkannya. Bodhisattwa lalu
sufficiently strong, he descended into the abyss and carried the man out. berlatih, dan ketika ia menganggap dirinya cukup kuat, ia turun ke jurang
Being exceedingly tired after his efforts he lay down and the man promised dan membawa orang itu keluar. Karena sangat lelah setelah upayanya, ia
to protect him. berbaring, dan orang itu berjanji untuk melindunginya.

The man, however, conceived an evil thought, and lifted a rock to kill the Namun demikian, orang itu berpikiran jahat, dan mengangkat batu
ape intending to eat him. His plan went wrong, and the Bodhisattva, seeing untuk membunuh kera, berniat memakannya. Rencananya tak berhasil,
the man’s blinding ignorance, was overcome by compassion, and escorted dan Bodhisattwa, melihat kekeliruan membuta orang itu, terliputi belas
him to the edge of the jungle. The man in consequence of his deeds burst kasihan, dan mengantarnya ke tepi hutan. Orang itu, sebagai akibat dari
out in boils and leprosy, and was driven from human habitations. One day a perbuatannya, terjangkit bisul dan kusta, dan diusir dari kediaman manusia.
king came across the wretch in the jungle, and ask him how he came to such Suatu hari raja melintasi orang celaka itu di hutan, dan bertanya kepadanya
a sorry state, and the man related his story, and using himself as example bagaimana keadaannya bisa begitu mengenaskan, dan orang itu menuturkan
taught Dharma to the king. (cp. Pāḷi Jātaka 516) ceritanya, dan menggunakan dirinya sebagai contoh, mengajarkan Dharma
kepada raja. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 516)

85
86 87

86. The Ape and the Man 87. The Edge of the Forest

A very badly damaged relief. We see the ape on the left, with his arms Here we see the man has been led to the edge of the forest, and is walking
wrapped round himself. Next to him we see a squirrel ascending a tree. The away out of it. The hands of the ape are visible, but nothing more of his
man is on the right, as we see from the hand. It is hard to know what part of body. There is a bird in the branches of the tree.
the story it represents, though it is after the man has been rescued, possibly
as he is going to attack the ape. 87. Di Tepi Hutan

86. Kera dan Orang Di sini kita lihat orang itu telah di tepi hutan, dan berjalan keluar dari sana.
Tangan kera terlihat, tetapi tubuhnya tak ada lagi. Ada burung di cabang
Relief yang sangat rusak. Kita lihat kera di kiri, dengan lengan mendekap pohon.
dirinya. Di sebelahnya kita lihat tupai menaiki pohon. Orang itu di kanan,
yang kita lihat dari tangannya. Sulit untuk tahu bagian mana dari cerita yang
digambarkannya, walau ini adalah setelah orang itu diselamatkan, mungkin
ketika ia akan menyerang kera.
86
88 89

88. The Meeting with the King 89. A King holds Audience

Here we see the man is sitting on the bottom left and telling his story to the It seems impossible to understand this relief from either this story or the
king. The king also has a woman with him on the left of the panel, and on the next. What we see is a king sitting on a large cushion with two female
right two men, one holding a bow and arrow, and the other a quiver. companions, one of whom holds her hands in añjali. In front of the king five
people are standing and six are sitting, they are making various gestures.
88. Pertemuan Dengan Raja
89. Raja Menggelar Pertemuan
Di sini kita lihat orang itu duduk di kiri bawah dan menuturkan ceritanya
kepada raja. Raja juga ada seorang perempuan yang bersamanya di kiri Tampaknya mustahil untuk memahami relief ini sebagai cerita ini atau
panel, dan di kanan ada dua lelaki, satu memegang busur dan panah, dan cerita selanjutnya. Apa yang kita lihat adalah raja yang duduk di bantal besar
yang lainnya wadah panah. dengan dua penyerta perempuan, salah satunya bersikap tangan añjali. Di
depan raja, lima orang berdiri dan enam duduk, mereka membuat beragam
gaya.
87
XXV. The Śarabha XXV. Śarabha
Compassion for One in Distress Belas Kasihan Bagi yang Kesulitan

One time the Bodhisattva, being reborn as a śarabha-deer, roamed the Suatu ketika Bodhisattwa, yang terlahir ulang sebagai Rusa Śarabha,
forests, and, living like a yogi, maintained precepts and hurt no other living menjelajahi hutan, dan, hidup seperti yogi, memelihara sila dan tak
creature. Now it happened that the king of the country while out hunting, menyakiti makhluk hidup lain. Alkisah, raja negeri ketika sedang berburu,
saw the Bodhisattva, determined to bag him, and chased after him on his melihat Bodhisattwa, bertekad untuk menangkapnya, mengejarnya dengan
horse. kudanya.

As the Bodhisattva ran he came to a great hole in the ground, but being agile, Ketika Bodhisattwa kabur, ia tiba di sebuah lubang besar di tanah, namun
he jumped straight over it. When the horse carrying the king saw the hole, karena gesit, ia mampu melompatinya. Akan tetapi, ketika kuda yang
however, he hesitated and drew up short. The king, being unbalanced at the ditunggangi raja melihat lubang itu, ia ragu dan berhenti mendadak. Raja,
time, fell straight into the hole. menjadi tak seimbang saat itu, langsung jatuh ke lubang.

The Bodhisattva, perceiving his plight, turned back and asked if the king Bodhisattwa, mengetahui kecelakaan raja, berbalik dan bertanya apakah
would allow to help him out. The king, shamed by his own deeds, agreed, raja membolehkannya untuk membantunya. Raja, yang dipermalukan oleh
and the śarabha exercised, gained strength and managed to retrieve the king perbuatannya sendiri, menyetujui, lalu Śarabha berlatih, mendapatkan
from the hole. The king wanted to take the deer to his court with him, but kekuatan dan berhasil mengeluarkan raja dari lubang. Raja ingin membawa
the deer preferred to live according to his nature in the forest, and the king rusa itu ke istana bersamanya, tetapi rusa itu lebih suka hidup sesuai dengan
let him do so. (cp. Pāḷi Jātaka 483) alamnya di hutan, dan raja membiarkannya melakukan itu. (Bandingkan
dengan Jātaka Pāḷi 483)

88
90 91

90. The King goes Hunting 91. The King in the Precipice

Here we see the king on his horse, with his attendants in tow, entering The crampedness of the relief rather dampens the scene. On the left the
the forest to begin his hunt. Two of the horse’s legs have broken off. His riderless horse is stood on the edge of the precipice, and on the right we see
attendants carry a sword and a bow and arrows. The forest is signified by the śarabha. The king, who has fallen into the abyss, lifts his hands in añjali,
the tree on the far right. The king is positioned awkwardly on the horse, and as the śarabha comes to help him. In the background are trees, and there are
hardly looks stable. conventional rocks in the foreground.

90. Raja Pergi Berburu 91. Raja Dalam Jurang

Di sini kita lihat raja di atas kudanya, dengan para pelayannya di Sesaknya relief agak mengurangi adegan. Di kiri, kuda tanpa penunggang
belakangnya, masuk hutan untuk mulai berburu. Dua kaki kuda telah hilang. berdiri di tepi jurang, dan di kanan kita lihat Śarabha. Raja, yang telah jatuh
Para pelayannya membawa pedang, busur, dan panah. Hutan ditandai oleh ke dalam jurang, mengangkat tangannya añjali, sebagaimana Śarabha datang
pohon di kanan jauh. Raja ditempatkan dengan aneh di atas kuda, dan untuk membantunya. Di belakang ada pepohonan, dan ada tatanan bebatuan
terlihat hampir tak stabil. di depan.
89
92 93

92. The Śarabha rescues the King 93. The Śarabha bids Farewell to the King

Here we see the King being carried to safety by his benefactor the śarabha. This is the moment when the śarabha announces to the king that he must
Again because the relief is so narrow the sculptor has found it hard to give live in the forest as is suitable to his kind. He is stood on high ground, with
full expression to the scene, and the horse appears to be climbing a set of trees around. The king stands in front of him, and parts of his image are
steps, rather than a steep cliff. damaged, so we can’t see his attitude clearly. Behind the king are the parasol
bearer, two more servants, and the horse.
92. Śarabha Menyelamatkan Raja
93. Śarabha Mengucap Selamat Tinggal Kepada Raja
Di sini kita lihat raja dibawa ke tempat yang aman oleh penyelamatnya,
Śarabha. Lagi-lagi karena reliefnya begitu sempit, perupa kesulitan untuk Ini adalah saat ketika Śarabha mengumumkan kepada raja bahwa ia harus
menampilkan gambaran penuh dalam adegan, dan kuda tampak menaiki tinggal di hutan karena sesuai dengan jenisnya. Ia berdiri di tanah tinggi,
serangkaian anak tangga, bukannya tebing curam. dengan pepohonan di sekitarnya. Raja berdiri di depannya, dan sebagian
tampilannya rusak, jadi kita tidak bisa melihat sikapnya dengan jelas. Di
belakang raja ada pembawa payung, dua pelayan lagi, dan kuda.

90
XXVI. The Ruru-Deer XXVI. Rusa Ruru
Sympathy for Others Simpati Bagi yang Lain

One time the Bodhisattva was born as a ruru-deer, and grew up to be a Suatu ketika Bodhisattwa terlahir sebagai rusa ruru, tumbuh menjadi
magnificent example of his species, and his body shone forth like it was teladan luar biasa bagi jenisnya, dan tubuhnya bersinar seperti dirubungi
clustered with jewels. For this reason he always tried to stay away from men, perhiasan. Karena alasan ini, ia selalu berusaha menjauh dari manusia, yang
whose hearts are stained by covetousness. hatinya ternoda oleh ketamakan.

One day, however, he heard the plaintiff cries of a man who had fallen into Namun, suatu hari, ia mendengar tangisan menggugah dari orang
a stream and was being washed away. He jumped in and, with great effort, yang jatuh ke sungai dan hanyut. Ia terjun dan, dengan susah payah,
saved him, and asked only that the man keep his whereabouts secret. menyelamatkannya, dan cuma meminta agar orang itu merahasiakan
keberadaannya.
Later, a queen in a distant country dreamt of the deer, and the king had a
proclamation sent out that he would reward the person who showed him Selanjutnya, ratu di negeri jauh bermimpi tentang rusa itu, dan raja
where the deer dwelt. The man, who at that time was overcome by poverty, mengumumkan bahwa ia akan menghadiahi orang yang menunjukkan
led the king to the place. kepadanya di mana rusa itu tinggal. Orang itu, yang pada saat ini dirundung
kemelaratan, memandu raja ke tempat itu.
The deer, seeing no escape, spoke in a human voice to the king, and
explained how he had previously saved the man. The king was duly Rusa, tak melihat jalan keluar, bicara dengan suara manusia kepada raja,
impressed, and invited the deer to court, where he went, and taught them dan menjelaskan bagaimana ia sebelumnya menyelamatkan orang itu. Raja
Dharma. (cp. Pāḷi Jātaka 482) sangat terkesan, dan mengundang rusa ke kerajaan. Rusa pun pergi, dan
mengajar mereka Dharma. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 482)

91
94 95

94. A King meets Five Men 95. The Forest Animals

The relief is somewhat damaged, but what we see is a king sitting on a seat, This is part of a pair of reliefs, on this one we see an elephant, a deer, a
with at least one female companion. In front of him are five people, all male. buffalo and a wild boar on the ground, and a peacock and another bird in
The front one sits under a coconut tree and has his arms crossed. Krom the trees. There are conventional rocks in the background. The animals are
thinks this is a scene from the deer-story set in the king’s court that is out of watching the action taking place in the next relief.
place in the sequence as we receive it.

94. Raja Bertemu Lima Orang 95. Hewan-hewan Hutan

Relief yang agak rusak, tetapi yang kita lihat adalah raja yang duduk di kursi, Ini adalah bagian dari sepasang relief, di sini kita lihat gajah, rusa, banteng,
dengan setidaknya satu penyerta perempuan. Di depannya ada lima orang, dan babi hutan di tanah, merak, dan unggas lain di pepohonan. Ada
semuanya lelaki. Yang terdepan duduk di bawah pohon kelapa dengan bebatuan seperti biasa di latar. Hewan-hewan memandang kejadian yang
lenganter silang. Krom berpikir ini adalah adegan dari cerita rusa yang terjadi di relief berikutnya.
terjadi di istana raja, yang kita dapati tidak pada tempatnya.
92
96. The Ruru-deer
saves the Man

In this scene the ruru-


deer has gone down
to the river and is
offering to rescue the
man. We see the waters
on the bottom-left of
the panel. The deer
is a very fine looking
creature, and the man
is worshipping it, with
his hands held in añjali.

96. Rusa Ruru


Menyelamatkan
Orang

Dalam adegan ini


rusa ruru telah
turun ke sungai dan
menawarkan bantuan
kepada lelaki itu. Kita
lihat air di kiri bawah
panel. Rusa adalah
makhluk yang terlihat
sangat indah, dan lelaki
itu menyembahnya,
dengan tangan
bersikap añjali.

96
93
97 98

97. The King encounters the Deer 98. The Ruru-deer at Court

In this scene the king, who is standing with a long-bow in his hand, has A very fine ensemble relief, such as the sculptors in Borobudur excelled at.
already entered the forest and found the ruru-deer, who is sat on a rocky In the middle the king sits with his queen who had the dream, she holds her
outcrop. Behind the king are two attendants. And in the bottom-left one hands in añjali. The deer sits on a raised seat, and may be teaching Dharma.
deer flees away. Whether the deer has explained what happened yet is not Courtiers are spread around.
clear.

97. Raja Menemui Rusa 98. Rusa Ruru di Kerajaan

Dalam adegan ini, raja, yang berdiri dengan busur panjang di tangannya, Relief yang disusun sangat bagus, sepertinya para perupa di Borobudur
telah memasuki hutan dan menemukan rusa ruru, yang duduk di singkapan menonjolkannya. Di tengah, raja duduk dengan ratu yang punya mimpi, ia
berbatu. Di belakang raja ada dua pelayan. Dan di kiri bawah, satu rusa bersikap tangan añjali. Rusa duduk di kursi tinggi, dan mungkin mengajarkan
melarikan diri. Apakah rusa telah menjelaskan apa yang terjadi, tidaklah Dharma. Para pegawai istana tersebar di sekitar.
jelas.
94
XXVII. The Great Monkey XXVII. Monyet Agung
Self-Sacrifice for Friends Mengorbankan Diri Demi Teman

The Bodhisattva once lived in the Himalaya as a king of the monkeys. They Bodhisattwa suatu saat hidup di Himālaya sebagai raja monyet. Mereka
had their abode in a great banyan tree, which overhung a river. The king of berkediaman di pohon beringin besar, yang menggantung di atas sungai.
the monkeys kept himself from all vices, and nurtured the virtues. Raja monyet menjauhkan dirinya dari segala kejahatan, dan memupuk
kebajikan.
One time a fig fell from the tree into the river, was washed downstream, and,
owing to its wondrous odour, was found by a king who was out enjoying Suatu kali satu buah ara jatuh dari pohon ke sungai, terhanyut ke hilir, dan,
water-sports. He determined to find the tree it orginated from and took a karena baunya yang semerbak, ditemukan oleh raja yang sedang keluar
party upstream. menikmati olahraga air. Ia bertekad untuk menemukan pohon buah itu
berasal, dan membawa rombongan ke hulu.
When he found the tree he saw the monkeys were eating all the fruits, and
he ordered his men to assail them. The Bodhisattva made a bridge of his Ketika raja menemukan pohon itu, ia melihat para monyet sedang memakan
body so the troop of monkeys could escape to a nearby mountain. They did buah-buah itu, dan ia memerintahkan anak buahnya untuk menyerang
so, but trampled down his body in the process. mereka. Bodhisattwa membuat jembatan dengan tubuhnya sehingga
kelompok monyet bisa kabur ke gunung terdekat. Mereka melakukannya,
The king saw this wonderful self-sacrifice, and ordered his men to save tetapi menginjak-injak tubuh raja monyet dalam kelangsungannya.
the monkey-king. He then discoursed with him on his actions, and the
Bodhisattva taught him Dharma before succumbing to his wounds and being Raja melihat pengorbanan diri yang mengagumkan ini, dan memerintahkan
reborn in Heaven. (cp. Pāḷi Jātaka 407) orang-orangnya untuk menyelamatkan raja monyet. Raja kemudian
berbincang dengannya tentang tindakannya, dan Bodhisattwa mengajarinya
Dharma sebelum menyerah pada luka-lukanya dan terlahir ulang di surga.
(Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 407)

95
99 100

99. Courtiers and an Elephant 100. The King and the Fig

The left side of a pair of reliefs shows the courtiers looking on at the action The king is sitting casually on a raised seat with an arm around his consort.
in the next relief. We see eight people sat on the floor in various postures. His knee is supported by a strap. Behind him stand two more women, one of
Behind them is a royal elephant with his trunk raised. whom is holding the fig. The king seems to stretch forth his hand to receive
it.
99. Para Pegawai Istana dan Gajah
100. Raja dan Buah Ara
Sisi kiri dari sepasang relief menampilkan para pegawai istana menyaksikan
kejadian di relief berikutnya. Kita lihat delapan orang duduk di lantai Raja sedang duduk santai di kursi tinggi dengan tangan melingkari
dengan beragam gaya. Di belakang mereka ada gajah kerajaan dengan belalai permaisurinya. Lututnya ditopang tali. Di belakangnya berdiri dua
diangkat. perempuan lagi, salah satunya memegang buah ara. Raja tampak
menjulurkan tangan untuk menerimanya.

96
101 102

101. The King follows the Scent 102. The Attack on the Monkeys

The king has set out with three of his guards to find the place where the fig- The king is ordering his men to drive way the monkeys so he may have the
trees grow. They are all carrying bows, or maybe spears. He is being greeted figs all for himself; and the Bodhisattva, clinging to the tree on the right, has
by two people as he goes, but this is not mentioned in the story. made a bridge out of himself so that his companions may escape. The king
has his hand raised and may be giving the command to stop the assault.

101. Raja Mengikuti Semerbak


102. Serangan ke Para Monyet
Raja telah berangkat dengan tiga pengawalnya untuk menemukan tempat
di mana pohon ara tumbuh. Mereka semua membawa busur, atau mungkin Raja memerintahkan orang-orangnya untuk mengusir para monyet supaya
tombak. Ia disambut oleh dua orang saat ia pergi, tetapi ini tidak disebutkan ia bisa memiliki semua buah ara untuk dirinya; dan Bodhisattwa, yang
dalam cerita. berpegangan pada pohon di kanan, telah membuat jembatan dengan dirinya
sendiri sehingga rombongannya dapat melarikan diri. Raja mengangkat
tangannya dan mungkin memberikan perintah untuk menghentikan
serangan itu.
97
XXVIII. Kṣāntivādī XXVIII. Kṣāntivādī
Patience at all Times Sabar Sepanjang Masa

The Bodhisattva at one time became an ascetic, and lived in a remote forest. Bodhisattwa pada suatu ketika menjadi petapa, dan tinggal di hutan
He was visited by gods and men, and preached patience as the main virtue to terpencil. Ia dikunjungi oleh para dewa dan manusia, dan mengajarkan
be developed. Now one time the king of that country went to that forest and kesabaran sebagai kebajikan utama yang harus dikembangkan. Suatu ketika,
after drinking liquor and dallying with his harem decided to take a rest. raja negeri itu pergi ke hutan itu, setelah minum tuak dan bercengkerama
dengan selirnya, memutuskan untuk beristirahat.
His harem, seeing him rested, wandered through the forest and eventually
came across the Bodhisattva sat in meditation. He preached patience Para selirnya, melihat raja istirahat, menelusuri hutan dan akhirnya
to them as they listened with faith. When the king woke he found his bertemu dengan Bodhisattwa yang duduk bersemadi. Ia mengajarkan
courtesans were gone, and followed the trail they left, until he found them kesabaran kepada mereka yang mereka dengarkan dengan keyakinan. Ketika
sat around Kṣāntivādī. raja bangun, ia mendapati para penghiburnya pergi, dan mengikuti jejak
yang mereka tinggalkan, sampai ia menemukan mereka duduk di sekitar
Seeing them thus, he was overcome by jealousy and anger, and threatened Kṣāntivādī.
the Bodhisattva, calling him a false ascetic. Kṣāntivādī preached patience to
him also. The King, however, would not listen, and struck the ascetic, and Melihat mereka begitu, ia diliputi oleh kecemburuan dan kemarahan,
cut off his hands, feet, ears and nose. The Bodhisattva still did not lose his mengancam Bodhisattwa, memanggilnya petapa palsu. Kṣāntivādī
patience, but the King was overcome by a fever owing to his deed, and the juga mengajarkan kesabaran kepadanya. Raja, akan tetapi, tak mau
earth also opened up and swallowed him. mendengarkan, menghantam sang petapa, dan memotong tangan, kaki,
telinga dan hidungnya. Bodhisattwa masih tidak kehilangan kesabarannya,
It is curious that such visual scenes as the Bodhisattva preaching to the tetapi raja terlanda demam karena perbuatannya, bumi pun terbuka dan
women, and the king cutting his limbs off are not shown at Borobudur, and menelannya.
instead some rather banal scenes of the king and the women in procession
fill the space. (cp. Pāḷi Jātaka 313) Mengherankan bahwa adegan pemandangan seperti Bodhisattwa mengajar
kepada para perempuan, dan raja yang memotong anggota tubuh petapa
tidak diperlihatkan di Borobudur, dan malah beberapa adegan yang
agak dangkal, raja dan para perempuan dalam iringan mengisi ruang.
(Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 313)

98
103 104

103. The King Sleeping 104. The King enters the Forest

We see a kind of raised platform with a cover over it, and four parrots atop A corner panel which shows a very simple scene. The king has awoken and is
it, where the king is sleeping. He has a female attendant who is massaging now leading his men as he goes in search of his harem. The men are mainly
him as he rests. There are various dishes about including one by the king’s carrying a single bow or spear.
cushion.
104. Raja Masuk Hutan
103. Raja Tidur
Panel sudut yang menunjukkan adegan yang sangat sederhana. Raja telah
Kita lihat semacam panggung tinggi dengan penutup di atasnya, dan bangun dan sekarang memimpin anak buahnya saat ia pergi mencari para
empat burung beo di atasnya, di mana raja sedang tidur. Ia punya pelayan selirnya. Para lelaki kebanyakan membawa busur tunggal atau tombak.
perempuan yang memijatnya saat ia beristirahat. Ada beragam hidangan,
termasuk satu di samping bantal raja.

99
105 106

105. A Woman under a Tree 106. A Procession of Women

This forms part of a scene along with the next panel. Here we see one The panel shows a procession of women moving to the right. Exactly why
woman sitting under a fruiting tree, she finds no special mention in the text. this was chosen for representation, and important parts of the story are
Next to her is another woman who is standing and part of the group on the omitted, is not clear.
next panel.
106. Arakan Perempuan
105. Perempuan di Bawah Pohon
Panel menunjukkan arakan perempuan bergerak ke kanan. Mengapa ini
Ini membentuk bagian adegan bersama dengan panel berikutnya. Di sini dipilih untuk perwakilan, dan bagian-bagian penting dari cerita dihilangkan,
kita lihat seorang perempuan duduk di bawah pohon yang berbuah, tidak tidaklah jelas.
ditemukan tuturan khusus mengenainya dalam naskah. Di sebelahnya ada
perempuan lain yang berdiri, dan bagian dari kelompok di panel berikutnya.

100
107

107. Kṣāntivādī preaches Patience 107. Kṣāntivādī Mengajarkan Kesabaran

Kṣāntivādī is sitting on an elevation, and judging by his hand is teaching at Kṣāntivādī duduk di ketinggian, dan dinilai dari tangannya, saat ini sedang
this point. In front of him are first the ladies of the harem, and behind them mengajar. Di depannya adalah para selir perempuan, dan di belakang
the guards, one with a sword in hand. mereka ada para penjaga, satu dengan pedang di tangan.

101
XXIX. A Brahmā XXIX. A Brahmā
Compassion for the Ignorant Belas Kasihan Bagi yang Keliru

The Bodhisattva in consequence of his highly developed meditation skills, Bodhisattwa sebagai hasil dari kepiawaian semadinya yang berkembang
was one time reborn in the Brahmā worlds. Even though he was in such a tinggi, suatu kali terlahir ulang di alam brahma. Walau ia berada di alam
refined state of being, he had not lost his compassion for others. makhluk yang begitu halus, ia tak kehilangan belas kasihannya kepada yang
lain.
One day he looked down from his world onto the world of men, and saw that
the King of Videha was being led by wrong views, and no longer believed in Suatu hari ia melihat ke bawah dari dunianya ke dunia manusia, dan melihat
an afterlife where deeds were rewarded or punished, and that his subjects, bahwa Raja Videha disesatkan oleh pandangan salah, dan tak lagi percaya
following him, were also going astray. pada kehidupan setelah kematian di mana perbuatan diimbali atau dihukum,
dan rakyatnya, mengikutinya, juga akan tersesat.
He therefore descended from his high estate and met with the King, who
was duly impressed by the great being. The king was still in doubt, however, Karena itu ia turun dari alamnya yang tinggi dan menemui raja, yang
until the Bodhisattva described in detail the rewards in the high heavens sungguh terkesan oleh makhluk agung itu. Akan tetapi, raja masih ragu,
and the torture in the hells. Finally the king relented, and asked to be taught sampai Bodhisattwa menggambarkan secara rinci pahala di surga tinggi dan
Dharma. (No Pāḷi parallel exists) siksaan di neraka. Akhirnya raja menyerah, dan minta diajari Dharma. (Tak
ada kesejajaran dengan naskah Pāḷi)

108. The Bodhisattva as Brahmā

This is a simple scene. The Bodhisattva has decided to descend to earth to correct
the king’s wrong views, and he is here pictured on a cloud heading down. He has
a very elaborate headdress. Unfortunately part of the relief is missing.

108. Bodhisattwa Sebagai Brahma

Ini adegan yang sederhana. Bodhisattwa telah memutuskan untuk turun ke bumi
untuk meluruskan pandangan salah raja, dan ia di sini digambarkan di atas awan
yang mengarah ke bawah. Ia punya hiasan kepala yang sangat rumit. Sayangnya,
108 sebagian relief telah hilang.
102
109 110

109. Brahmā meets the King 110. The Courtiers listen to Brahmā

First of a pair of reliefs, this one shows the Bodhisattva standing next to This is just an extension of the previous scene. Here we see the king’s
the king, who is seated on his throne with females on either side. Below the courtiers, perhaps ministers and high ranking officials, judging by their
throne is the usual bowl, signifying riches. The entire top of this relief is clothes, looking on as the Bodhisattva meets with the king. One of them
missing, so we cannot see their expressions. holds his hands in añjali.

109. Brahma Menemui Raja 110. Para Pegawai Kerajaan Mendengarkan Brahma

Yang pertama dari sepasang relief, yang ini menunjukkan Bodhisattwa Ini hanya perpanjangan adegan sebelumnya. Di sini kita lihat para pegawai
berdiri di samping raja, yang duduk di singgasananya dengan perempuan di istana raja, mungkin menteri dan pejabat pangkat tinggi, dinilai dari pakaian
kedua sisi. Di bawah takhta adalah mangkuk biasa, menandakan kekayaan. mereka, menyaksikan saat Bodhisattwa bertemu dengan raja. Salah satu dari
Seluruh bagian atas relief ini hilang, jadi kita tidak bisa melihat mimik mereka menangkupkan tangan añjali.
mereka.
103
111

111. The Bodhisattva teaches Dharma 111. Bodhisattwa Mengajarkan Dharma

Here we see Brahmā teaching Dharma to the king and the assembled Di sini kita lihat Sang Brahma mengajarkan Dharma kepada raja dan para
courtiers. The Bodhisattva is sitting on a raised pedestal and is evidently pegawai istana yang berkumpul. Bodhisattwa duduk di alas tinggi dan saat
teaching at this time. The king, who sits in front of him, has his hands raised ini jelas sedang mengajar. Raja, yang duduk di hadapannya, mengangkat
in añjali. They are sat in a pavilion. tangannya añjali. Mereka duduk di anjungan.

104
XXX. The Elephant XXX. Sang Gajah
Self-Sacrifice for Others Pengorbanan Diri Bagi yang Lain

At one time the Bodhisattva was reborn as a great elephant, and dwelt far Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang sebagai gajah agung, dan tinggal
from the haunts of men, deep in the forests. One time, when he was out jauh dari kediaman manusia, jauh di dalam hutan. Satu waktu, saat ia
walking, he heard the plaintive cries of people in the distance, and came berjalan keluar, ia mendengar tangisan merana orang-orang di kejauhan,
towards them. dan datang ke arah mereka.

They were afraid as they had no strength to flee, but the Bodhisattva told Mereka takut karena tidak punya kekuatan untuk melarikan diri, tetapi
them they had to need to fear. They explained that their troop of seven Bodhisattwa mengatakan kepada mereka bahwa mereka tak perlu takut.
hundred were the pitiful remains of one thousand men who had been sent Mereka menjelaskan bahwa pasukan mereka yang berjumlah tujuh ratus
into exile by a cruel king. adalah sisa menyedihkan dari seribu orang yang telah diasingkan oleh raja
yang kejam.
The great being, realising they could not escape from that forest without
water and meat, decided to sacrifice himself for their safety. He told them to Makhluk agung, menyadari bahwa mereka tak dapat keluar dari hutan itu
go down the mountain where they would find water aplenty in a lake, and tanpa air dan daging, memutuskan untuk mengorbankan dirinya demi
nearby a recently dead elephant they could feast on. keselamatan mereka. Ia berkata kepada mereka untuk turun gunung di mana
mereka akan menemukan banyak air di danau, dan di dekatnya ada gajah
They thanked him and proceded on their way. Meanwhile the Bodhisattva yang baru saja mati yang bisa mereka makan.
rushed to the same spot by a quicker route and sacrificed himself by jumping
off a cliff. When they found him they realised what he had done, and Mereka mengucapkan terima kasih dan melanjutkan perjalanan. Sementara
honoured him by accepting the sacrifice as intended. (No Pāḷi parallel exists) itu Bodhisattwa bergegas ke tempat yang sama dengan jalur yang lebih
cepat dan mengorbankan dirinya dengan melompat dari tebing. Ketika
mereka menemukannya, mereka menyadari apa yang telah ia lakukan, dan
menghormatinya dengan menerima pengorbanan sebagaimana diniatkan.
(Tak ada kesejajaran dengan naskah Pāḷi)

105
112-114

112-114. Triptych of the Elephant Birth-Story 112–114. Tiga Serangkai Cerita Kelahiran Gajah

Three of the four scenes are presented here, with the Bodhisattva featured Tiga dari empat adegan ditampilkan di sini, dengan Bodhisattwa ditampilkan
on either side, and the lost men in the middle. di kedua sisi, dan orang-orang tersesat di tengah.

106
112 113

112. Bodhisattwa Bertemu Satu Orang Buangan 113. The Exiles on the March

Seekor gajah yang tampak amat elok berdiri di tengah adegan ini. Dari tujuh The seven hundred are here represented by just seven figures, who are
ratus orang buangan hanya satu yang ditunjukkan. Ia berjongkok di depan moving to the right, and therefore to the place indicated by the Bodhisattva.
gajah dan menangkupkan tangan añjali. One carries a water-pot; another a cloth. They look poor and wretched.

112. Bodhisattwa Bertemu Satu Orang Buangan 113. Barisan Orang Buangan

Seekor gajah yang tampak amat elok berdiri di tengah adegan ini. Dari tujuh Tujuh ratus di sini diwakili oleh tujuh sosok saja, yang bergerak ke kanan,
ratus orang buangan hanya satu yang ditunjukkan. Ia berjongkok di depan dan maka itu ke tempat yang ditunjukkan oleh Bodhisattwa. Satu membawa
gajah dan menangkupkan tangan añjali. kendi air; lainnya membawa kain. Mereka terlihat susah dan merana.

107
114 115

114. The Bodhisattva hurries to Sacrifice Himself 115. Honouring the Sacrifice

As the men in the previous relief are slowly going their way, here the The self-sacrifice of the elephant is not shown, of course, but rather we
Bodhisattva is charging along to get to the place and sacrifice himself before move on to the scene where the grateful exiles have interned the remains
they arrive. The legs and trunk of the elephant all indicate great motion. of the Bodhisattva and are now doing honours to it. He is suitably interred
Deer are seen under the trees. in a stūpa. On the bottom right we see the stūpa is decorated with a
commemorative lotus pond. This scene is not related in the text.
114. Bodhisattwa Bergegas untuk Mengorbankan Dirinya
115. Menghormati Pengorbanan
Ketika orang-orang di relief sebelumnya berjalan perlahan, di sini
Bodhisattwa bergegas untuk sampai ke tempat itu dan mengorbankan Pengorbanan diri gajah tidak ditunjukkan, tentu saja, namun kita
dirinya sebelum mereka tiba. Kaki dan belalai gajah semuanya menandakan beralih ke adegan di mana orang-orang buangan yang penuh syukur
pergerakan hebat. Rusa terlihat di bawah pohon. telah mengumpulkan sisa jasad Bodhisattwa dan sekarang melakukan
penghormatan terhadapnya. Ia disemayamkan dengan layak dalam stupa.
Di kanan bawah kita lihat stupa dihias dengan kolam teratai peringatan.
Adegan ini tidak dikisahkan dalam naskah.
108
XXXI. Sutasoma XXXI. Sutasoma
Meeting Virtuous People Bersua Orang Bijak

At one time the Bodhisattva was reborn as a prince of the Kauravas and was Pada suatu waktu Bodhisattwa terlahir ulang sebagai pangeran kaum
famed for his virtue. Now one day a brahmin approached him with some Kaurava dan terkenal karena kebajikannya. Suatu hari seorang brahmana
well-said verses. But before he could speak them they were interrupted by a mendatanginya dan mengucapkan syair yang indah. Namun sebelum ia
great commotion. menyelesaikannya, mereka terusik oleh keributan besar.

It was the man-eater Kalmāṣapada, who had dispersed all in front of him and Itu adalah sang pemangsa manusia, Kalmāṣapada, yang telah membubarkan
had come to carry away the prince, by reason of having promised to sacrifice semua yang di depannya, datang untuk membawa sang pangeran, dengan
one-hundred princes. Prince Sutasoma, thinking he could convert him, alasan telah berjanji untuk mengorbankan seratus pangeran. Pangeran
offered himself up and was taken back to his den in the wilderness where he Sutasoma, berpikir ia bisa menyadarkannya, menawarkan diri dan dibawa
found one hundred more princes held captive. pulang ke sarang Kalmāṣapada di hutan belantara, di mana ia menemukan
seratus pangeran lainnya ditawan.
After he had arrived he remembered the brahmin waiting for his reward,
and asked to be released so he may go and learn the verses the brahmin had Setelah sampai, pangeran ingat brahmana itu menunggu penghargaannya,
brought. After some discussion Kalmāṣapada agreed, more to dishonour him, dan minta untuk dibebaskan sehingga ia bisa pergi dan mempelajari syair-
as he did not expect him to return. syair yang dibawa oleh brahmana itu. Setelah berbahas, Kalmāṣapada setuju,
lebih untuk menghinanya, karena ia tak mengharapkannya bakal kembali.
Sutasoma went back, learned the verses, and then returned. His very
veracity impressed Kalmāṣapada, and he asked to hear the verses. After Sutasoma pulang, mempelajari syair-syair itu, dan kemudian kembali.
hearing them he offered four boons, and Sutasoma asked that he speak Ketulusan pangeran mengesankan Kalmāṣapada, dan ia meminta untuk
truth, give up injury, release his prisoners and refrain from eating human mendengar syair-syair itu. Setelah mendengarnya, ia menawarkan empat
flesh. Finally he agreed and was reestablished in honour and rank. (cp. Pāḷi pengabulan, dan Sutasoma meminta agar ia mengucap kebenaran, tak lagi
Jātaka 537) menganiaya, melepaskan tawanannya, dan memantang makan daging
manusia. Akhirnya Kalmāṣapada setuju; kehormatan dan kedudukannya pun
dipulihkan kembali. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 537)

109
116 117

116. The Brahmin meets with Prince Sutasoma 117. Sutasoma is carried away by Kalmāṣapada

In the first scene in this series we see Prince Sutasoma sitting on a raised On the right we see the man-eating Kalmāṣapada on his knees, and Sutasoma
seat, with a female attendant behind him. He is richly dressed, and notice climbing on to his back so as to be carried away. I tend to think the figure on
their elaborate hairstyles. In front of him sits the brahmin, but the relief is the left is also Sutasoma, who is directing the attention of Kalmāṣapada to
badly damaged at this point. He seems to have held his hands in añjali. himself. If so we are seeing two different, but closely related, scenes in the
one relief.
116. Brahmana Bertemu Dengan Pangeran Sutasoma
117. Sutasoma Dibawa Pergi Kalmāṣapada
Dalam adegan pertama di seri ini kita lihat Pangeran Sutasoma duduk di
kursi tinggi, dengan pelayan perempuan di belakangnya. Ia berpakaian Di kanan kita lihat Kalmāṣapada, sang pemangsa manusia, berlutut, dan
mewah, dan perhatikan gaya rambut mereka yang rumit. Di hadapannya Sutasoma naik ke punggungnya untuk dibawa pergi. Saya cenderung
duduk brahmana, tetapi saat ini relief rusak parah. Ia tampaknya berpikir sosok di kiri juga Sutasoma, yang mengarahkan perhatian
menangkupkan tangan añjali. Kalmāṣapada kepada dirinya. Jika demikian kita lihat dua adegan yang
berbeda, tetapi terkait erat, dalam satu relief.
110
118 119

118. Sutasoma meets the Brahmin 119. Sutasoma teaches Kalmāṣapada

Prince Sutasoma has returned from captivity and now is kneeling in front of The last scene is evidently meant to take place in the wilderness. We see
the brahmin so that he can learn the wisdom verses the brahmin knows. The deer on the left, probably lions on the right, with a snake in the middle
brahmin is sat on a comfortable cushion in relaxed posture. There are three setting the scene. Sutasoma is now seated on a high seat and is teaching the
other people in the scene. verses to Kalmāṣapada. Behind him are four others, though who they are is
not clear.
118. Sutasoma Menemui Brahmana
119. Sutasoma Mengajar Kalmāṣapada
Pangeran Sutasoma telah kembali dari penangkapan dan kini berlutut di
depan brahmana sehingga ia dapat mempelajari syair-syair kebijaksanaan Adegan terakhir jelas dimaksudkan untuk terjadi di hutan belantara. Kita
yang diketahui oleh brahmana itu. Sang brahmana duduk di bantal nyaman melihat rusa di kiri, mungkin singa di kanan, dengan ular di tengah susunan
dalam posisi santai. Ada tiga orang lain dalam adegan. adegan. Sutasoma kini duduk di kursi tinggi dan mengajarkan syair-syair
kepada Kalmāṣapada. Di belakangnya ada empat orang lain, meskipun tidak
jelas siapa mereka.

111
XXXII. Ayogṛha XXXII. Ayogṛha
The Virtue of Renunciation Kebajikan Pelepasan

At one time the Bodhisattva was reborn into a virtuous race of kings, but as Pada suatu waktu Bodhisattwa terlahir ulang dalam ras raja yang berbudi
each son who was born in that family died quickly, special care was taken luhur, tapi karena setiap putra yang lahir dalam keluarga itu meninggal
to protect him. A building of iron was made for him, which was consecrated dengan cepat, penanganan khusus diberikan untuk melindunginya.
according to the Vedas, and owing to this house he was called Ayogṛha Bangunan besi dibuat untuknya, yang ditahbiskan menurut Veda, dan
(Iron-House). karena rumah ini ia dinamai Ayogṛha (Wisma Besi).

Now having grown up and learned the arts and sciences, one time he Setelah tumbuh dan mempelajari berbagai ilmu dan seni, suatu kali ia
attended the Autumn festival, and seeing the people rejoicing in the streets, menghadiri perayaan musim gugur, dan melihat orang-orang bergembira di
was overcome by spiritual anxiety, realised the impermanence of pleasures, jalanan, diliputi kegalauan spiritual, menyadari ketaktetapan kesenangan,
and determined to renounce the world. His father, the king, was none too dan bertekad untuk melepas keduniawian. Ayahnya, sang raja, tidak terlalu
pleased by this, but the Bodhisattva managed to persuade him to let him go senang dengan hal ini, tetapi Bodhisattwa berhasil membujuknya untuk
to the penance-grove. membiarkannya pergi ke penyunyian hutan.

It is curious that this virtually action-less story should have been allotted no Mengherankan bahwa cerita yang nyaris tanpa aksi ini dijatahkan tak
less than eight reliefs for its illustration, whereas others which could have kurang dari delapan relief untuk penggambarannya, sedangkan yang lain-
well been expanded were cut off with four or less. It appears that as the lain yang bisa diperluas malah dipangkas hanya dengan empat atau kurang.
sculptors approached the end of the Jātakamālā they found they had space Tampak bahwa ketika para perupa mendekati akhir Jātakamālā, mereka
to fill, and, as elsewhere, fill it they did. (cp. Pāḷi Jātaka 510) sadar mereka punya ruang untuk diisi, dan seperti di tempat lain, mereka
pun mengisinya. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 510)

112
120 121

120. The Birth of Ayogṛha 121. A Ceremony for the Child

We see the Bodhisattva being presented to the king after his birth. It Again the Bodhisattva is on his nurse’s lap, but is here being presented to the
is a nurse who holds him, and there are other attendants around. The brahmin on the left, who has his hand raised in blessing. We can assume this
king himself sits on a cushion and looks quite pensive. Attendants in the is a one of the rites that the young boy would have gone through. Behind
background hold up lotuses in their hands. him stand three others, one of whom is holding an offering.

120. Kelahiran Ayogṛha 121. Perayaan untuk Anak

Kita lihat Bodhisattwa ditunjukkan kepada raja setelah kelahirannya. Ada Lagi-lagi Bodhisattwa ada di pangkuan perawatnya, tetapi di sini
perawat yang memegangnya, dan ada pelayan lain di sekitarnya. Raja ditunjukkan kepada brahmana di kiri, yang tangannya terangkat
sendiri duduk di bantal dan terlihat cukup termenung. Para pelayan di latar memberkahi. Kita bisa menganggap ini adalah salah satu upacara yang harus
belakang memegang teratai di tangan mereka. dijalani anak lelaki. Di belakangnya berdiri tiga orang lainnya, salah satunya
memegang persembahan.

113
122 123

122. The King and his Son 123. Ayogṛha goes to the Festivities

This appears to be a scene when Ayogṛha is now grown at least to Another procession scene which the sculptors of Borobudur were so good
adolescence and is listening to his father, the king. The latter sits on a at portraying. Ayogṛha, seated on a large cushion, is being carried on a
raised seat, with a female attendant behind him, and has his hand raised, palaquin by eight attendants, and a procession of people, including soldiers,
presumably in admonishment. A female figure sits behind Ayogṛha. go before him.

122. Raja dan Putranya 123. Ayogṛha Pergi ke Perayaan

Tampak ini adalah adegan ketika Ayogṛha sekarang telah tumbuh setidaknya Adegan arakan lainnya yang para perupa Borobudur gambarkan sangat baik.
sudah remaja dan mendengarkan ayahnya, sang raja. Raja duduk di kursi Ayogṛha, duduk di bantal besar, digotong di atas tandu oleh delapan pelayan,
tinggi, dengan satu pelayan perempuan di belakangnya, dan mengangkat dan arakan orang, termasuk para prajurit, berjalan di depannya.
tangannya, mungkin memberi wejangan. Sosok perempuan duduk di
belakang Ayogṛha.

114
124 125

124. The Prince contemplates Renunciation 125. The Prince informs the King

In this scene it is the prince who is seated on the raised seat, with three In this corner panel the king is sat with two ladies on the left, and seems to
lovely ladies around him. He, however, seems lost in thought, as he be pulling back from what he is being told. The prince, however, is standing
contemplates the transient pleasures of the world. Two others are seated in on the right, and appears confident in his decision. One lady worships him.
the scene, including one who is under the seat. Perhaps it is his mother?

124. Pangeran Merenungi Pelepasan 125. Pangeran Mengabari Raja

Dalam adegan ini, pangeran yang duduk di kursi tinggi, dengan tiga Di panel sudut ini raja duduk dengan dua perempuan di kiri, dan tampaknya
perempuan cantik di sekelilingnya. Namun, ia tampak tenggelam dalam menarik kembali apa yang telah dikatakannya. Akan tetapi, pangeran
lamunan, di mana ia merenungi kesenangan fana di dunia. Dua lainnya berdiri di kanan, dan tampak percaya diri dengan keputusannya. Seorang
duduk dalam adegan, termasuk satu yang di bawah kursi. perempuan memujanya. Mungkinkah itu ibunya?

115
126 127

126. The Departure of Ayogṛha 127. Ayogṛha sits in Meditation

The Bodhisattva now heads off to the penance-grove to begin his austerities. In this final scene we see the Bodhisattva is now in the distant grove, and
It seems two females are with him, or perhaps he is now parting from them. is surrounded by signs of the wilderness all round. He sits on a spread cloth
On the right the forest is indicated by a lone tree, almost the size of a shrub. and is in meditation posture (dhyāna-mudrā). A water jug is pictured on the
left.
126. Keberangkatan Ayogṛha
127. Ayogṛha Duduk Bermeditasi
Bodhisattwa kini pergi menyunyikan diri ke hutan untuk memulai
pertapaannya. Sepertinya dua perempuan bersamanya, atau mungkin ia Dalam adegan akhir ini kita lihat Bodhisattwa sekarang berada di hutan
sekarang berpisah dari mereka. Di kanan, hutan ditunjukkan dengan pohon jauh, dan dikelilingi oleh tanda-tanda belantara di sekitarnya. Ia duduk di
tunggal, hampir seukuran semak. bentangan kain dan dalam postur meditasi (dhyāna-mudrā). Satu kendi air
digambarkan di kiri.

116
XXXIII. The Buffalo XXXIII. Sang Kerbau
Patience even when Tormented Kesabaran Bahkan Ketika Disiksa

The Bodhisattva, owing to some residual karma, was one time born as a great, Bodhisattwa, karena sisa karma tertentu, suatu kali terlahir sebagai kerbau
dirty buffalo and lived in the forest. But though he was of grim appearance besar yang kotor dan hidup di hutan. Tetapi meskipun penampilannya
he still adhered to compassion and the other virtues. suram, ia tetap menganut belas kasihan dan kebajikan lainnya.

Now a naughty monkey who lived in that place, used to torment the Saat itu seekor monyet nakal yang tinggal di tempat itu, terbiasa menyiksa
Bodhisattva, obstructing his grazing, jumping on his back, swinging back and Bodhisattwa, menghalangi ia merumput, melompat-lompat di punggungnya,
forth on his horns, and so forth. But the Bodhisattva bore it all patiently. berayun-ayun di tanduknya, dan sebagainya. Tetapi Bodhisattwa
menanggung semuanya dengan sabar.
One time a yakṣa, seeing what was going on, obstructed the path of the
buffalo, who was being ridden by the monkey, and questioned him as to why Suatu kali sesosok yaksa, melihat apa yang terjadi, menghadang jalan
he allowed all these indignities. The Bodhisattva replied that he was not at kerbau, yang sedang ditunggangi monyet, dan menanyainya mengapa ia
upset, as it allowed him to exercise the virtue of patience, and the rest. membiarkan semua penghinaan ini. Bodhisattwa menjawab bahwa ia tidak
kesal, karena itu memungkinkannya untuk melatih kebajikan kesabaran, dan
The yakṣa, however, drove the monkey away with a stick, and taught a yang lainnya.
charm to the Bodhisattva, so he wouldn’t be bothered by the monkey again
in the future. (cp. Pāḷi Jātaka 278) Akan tetapi, yaksa itu mengusir monyet dengan tongkat, dan mengajarkan
mantra kepada Bodhisattwa, sehingga ia tak akan diganggu oleh monyet lagi
nantinya. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi 278)

117
128 129

128. The Buffalo in the Forest 129. The Bodhisattva and the Monkey

An unusually wide, but badly damaged, relief. The middle section, which Presumably this is the ape playing one of his tricks on the Bodhisattva,
would have carried the story, is missing, although we can see the hind feet of although it also looks like an embrace. Either way, we have nothing much
the buffalo. Around we see the mountain rocks and fruiting trees, and many to clearly identify the scene. It is once again set in the forest, and under
types of wild animals. fruiting trees.

128. Kerbau di Hutan 129. Bodhisattwa dan Monyet

Relief yang lebarnya tak biasa, tapi rusak parah. Bagian tengah, yang Mungkin ini adalah kera yang memainkan satu siasatnya pada Bodhisattwa,
seharusnya memuat cerita, hilang, walau kita bisa lihat kaki belakang walau ini juga terlihat seperti rangkulan. Apa pun itu, kita tak punya banyak
kerbau. Di sekitarnya kita lihat gunung batu dan pohon buah, dan banyak untuk mengenali adegan dengan jelas. Sekali lagi adegan bertempat di
jenis binatang liar. hutan, di bawah pohon buah.

118
130 131

130. The Yakṣa questions the Monkey 131. The Monkey blinds the Buffalo

We see the monkey is here riding on the back of the patient buffalo, with a This relief seems to be out of place, as this scene is one of the tricks that is
stick in his hand. A yakṣa has come forward to interrupt his behaviour, and described before the yakṣa is introduced. We see two trees with the main
question why the buffalo allows it. Again the scene is outdoors in the forest. protagonists below them. The monkey covers the eyes of the buffalo,
preventing him from seeing where he is going.
130. Yaksa Menanyai Monyet
131. Monyet Menutup Mata Kerbau
Kita lihat monyet di sini menunggangi kerbau yang sabar, dengan tongkat di
tangannya. Sesosok yaksa maju untuk menyela kelakuannya, dan menanyai Relief ini sepertinya tidak pada tempatnya, karena adegan ini adalah salah
mengapa kerbau membiarkannya. Adegan bertempat di luar lagi, di hutan. satu siasat yang dijelaskan sebelum yaksa diperkenalkan. Kita lihat dua
pohon dengan tokoh utama di bawahnya. Monyet menutup mata kerbau,
mencegahnya melihat ke mana ia pergi.

119
132. The Yakṣa worships the
Bodhisattva

The yakṣa is revering the buffalo,


with his hands held in añjali. The
monkey has been driven away by
now. There are a number of trees
and in the middle a squirrel is
pictured climbing one of the them.
The scene is outdoors, with trees
and rocks and flowers.

132. Yaksa Menyembah


Bodhisattwa

Yaksa memuja kerbau, dengan


tangan bersikap añjali. Saat ini
monyet sudah diusir. Ada sejumlah
pohon dan di tengahnya satu tupai
digambarkan sedang memanjat
salah satunya. Adegan di ruang
terbuka, dengan pohon, batu, dan
bunga.

132
120
XXXIV. The Woodpecker XXXIV. Burung Pelatuk
The Virtue of Forbearance Kebajikan Keteguhan

The Bodhisattva was once a woodpecker, and taught Dharma to the other Bodhisattwa pernah menjadi burung pelatuk, dan mengajarkan Dharma
animals in the forest where he lived. One day, when he was out and about, he kepada hewan lain di hutan tempat ia tinggal. Suatu hari, ketika ia keluar
saw a lion who was overcome by pain, and asked him if there was some way dan keliling, ia melihat singa yang dirundung nyeri, dan bertanya kepadanya
he could help. apakah ada cara ia bisa membantu.

The lion explained a bone was stuck in his throat, which he couldn’t get Singa itu menjelaskan ada tulang tersangkut di tenggorokannya, yang
down or out, and requested help. The Bodhisattva came up with a plan, and tak bisa ia telan atau keluarkan, dan mohon bantuan. Bodhisattwa datang
after holding the lion’s jaws wide-open, flew inside and carefully worked dengan rencana, dan setelah menahan rahang singa supaya terbuka lebar,
away at the bone until it was dislodged. The lion expressed his gratitude at terbang ke dalamnya dan dengan hati-hati bekerja sampai tulang itu lepas.
the relief from suffering. Singa mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kelegaan dari derita.

On another day the woodpecker himself was starving and saw that the lion Pada hari lain, burung pelatuk itu sendiri kelaparan dan melihat bahwa
had caught some meat and was eating it, so he went and stood nearby. The singa telah menangkap beberapa daging dan memakannya, maka ia pergi
lion, however, first ignored him, then scolded him. The Bodhisattva flew dan berdiri di dekatnya. Akan tetapi, singa awalnya mengabaikannya, lalu
away, and, when questioned, explained to a deva that those who do virtuous memarahinya. Bodhisattwa terbang pergi, dan ketika ditanyai, menjelaskan
deeds, do so to benefit the other, and not seeking rewards in the future or kepada dewa bahwa mereka yang melakukan perbuatan baik, melakukan
their own advantage. (cp. Pāḷi Jātaka 308) itu untuk manfaat pihak lain, dan tak mencari imbalan pada masa depan
ataupun demi keuntungan mereka sendiri. (Bandingkan dengan Jātaka Pāḷi
308)

121
133 134

133. The Lion refuses the Woodpecker 134. The Lion has a Bone stuck in his Throat

The lion has its jaws open and has pounced upon, and is about to devour, a A bone has become lodged in the throat of the lion, and he sits back on his
deer. The scene is unusual at Borobudur, which normally avoids scenes of hind legs, holding his mouth open. This is where the story in the text that
violence. A second deer is perhaps making its getaway on the right. Above we receive actually starts. A couple of deer walk nearby, no longer afraid of
them flying through the air, is the woodpecker. the lion, and the woodpecker flies again through the sky.
133. Singa Menolak Burung Pelatuk 134. Singa Tersangkut Tulang di Tenggorokannya

Singa sudah menerkam dan membuka rahangnya, dan akan melahap rusa. Tulang telah tersangkut di tenggorokan singa, dan ia duduk dengan kaki
Adegan ini tidak biasa di Borobudur, yang biasanya menghindari adegan belakangnya, menahan mulutnya terbuka. Di sinilah dimulai cerita dalam
kekerasan. Rusa kedua mungkin sedang kabur di kanan. Di atas mereka, naskah yang kita dapatkan. Sepasang rusa berjalan di dekatnya, tak lagi
terbang melintas angkasa, adalah burung pelatuk. takut pada singa, dan burung pelatuk terbang lagi melintas angkasa.

122
135. The Woodpecker removes the Bone

Here we see the Bodhisattva preparing to fly into the


mouth of the great lion, and remove the bone from
his throat. The scene is set by the trees, and two palm
civets look on from the right, while a hyena is watching
the action.

135. Burung Pelatuk Mengeluarkan Tulang

Di sini kita lihat Bodhisattwa bersiap terbang ke


mulut singa besar, dan mengambil tulang dari
tenggorokannya. Adegan disusun dengan pepohonan,
dan dua musang palem terlihat di kanan, sementara
seekor dubuk menyaksikan kejadian.

135
123
Other Birth-Stories Cerita Kelahiran Lain
This now concludes the thirty-four stories from the Jātakamālā. No known text has Ini sekarang mengakhiri tiga puluh empat cerita dari Jātakamālā. Tak ada naskah
been found that will fit the remaining nearly 250 panels here and the 400 on the yang ditemukan yang sesuai dengan hampir 250 panel yang tersisa di sini dan
balustrade of level two. Some have been identified, though many are still unknown. 400 di dinding luar lantai dua. Beberapa telah dikenali, walau banyak yang masih
They are mainly Jātaka or Avadāna stories though, as we can be confident from the belum diketahui. Namun mereka terutamanya adalah cerita Jātaka atau Avadāna,
ones that have been identified. From here on I will provide stories and descriptions, sebagaimana kita bisa yakin dari cerita yang telah dikenali. Dari sini saya akan
where known, and descriptions where the underlying story remains unidentified. memberikan cerita dan keterangan, yang diketahui, dan keterangan di mana cerita
I also give the Pāḷi reference for the story, even though we know that text was not yang mendasarinya masih tak dikenali. Saya juga memberikan rujukan Pāḷi untuk
followed at Borobudur. Many times we cannot see where one story starts or which cerita itu, meskipun kita tahu bahwa naskah itu tidak diikuti di Borobudur. Banyak
reliefs are connected together. I have made an attempt to divide the panels into kali kita tak bisa melihat di mana satu cerita dimulai atau relief mana yang saling
stories, though this is tentative, and should not be taken as definitive. terhubung. Saya telah berupaya membagi panel ke dalam cerita, meskipun ini
bersifat sementara, dan jangan dianggap sebagai kepastian.

124
The Jackal Sang Serigala
Jātaka 152 Jātaka 152

The story is told of a jackal who, thinking himself above his station, courts a Cerita ini mengisahkan serigala yang, berpikir dirinya lebih tinggi dari
lioness. She tells her brothers, and six of them die trying to avenge her. The posisinya, mengadili singa betina. Singa betina memberi tahu saudaranya,
Bodhisattva, however, roared such a roar that the jackal died of fright. dan enam di antara mereka mati karena mencoba membalaskan dendam
saudarinya. Bodhisattwa, bagaimanapun, mengaumkan raungan sehingga
serigala itu mati ketakutan.

136. The Lion frightens the Jackal

It seems only one relief has been


given over to this story. The jackal
is seen on the bottom left, while the
lioness is in her den on the right.
The Bodhisattva is facing the jackal
and is about to roar at him. On the
tree above the jackal’s cave notice
the peacock. Elsewhere we see
conventional rocks and trees.

136. Singa Menakuti Serigala

Tampaknya hanya satu relief yang


dibuat untuk cerita ini. Serigala
terlihat di kiri bawah, sedangkan
singa betina di sarangnya di kanan.
Bodhisattwa menghadap serigala
dan jelang mengaum kepadanya. Di
pohon di atas gua serigala, perhatikan
merak. Di tempat lain kita lihat batu
136 dan pohon seperti biasa.
125
137 138

137. The Monkey, the Bird and the Jackal 138. Birds in Trees and Fish in a River

The mountains and forests are again the setting for this story. It is a rather This panel is badly damaged and we cannot see what was happening at its
damaged relief, and hard to see the bird who stands in the middle. There is a centre as all is lost there. We do see a number of birds, including a peacock
monkey on the left, apparently holding the bird’s tail, and a jackal in its lair in the trees, and a river with some fish below. Whether it is connected to the
on the right. previous panel is not clear.

137. Monyet, Burung, dan Serigala 138. Burung di Pepohonan dan Ikan di Sungai

Gunung dan hutan sekali lagi menjadi latar cerita ini. Ini adalah relief yang Panel ini rusak parah dan kita tidak bisa melihat apa yang terjadi di
cukup rusak, dan sulit untuk melihat burung yang berdiri di tengah. Ada tengahnya karena semuanya hilang di sana. Kita bisa lihat sejumlah burung,
monyet di kiri, kelihatannya memegang ekor burung itu, dan serigala di termasuk merak di pepohonan, dan sungai dengan beberapa ikan di
sarangnya di kanan. bawahnya. Apakah ini terhubung dengan panel sebelumnya, tidaklah jelas.

126
One who cherished his Mother
Jātaka 455

The Bodhisattva was once a white elephant, and though he gave food to his
herd for this purpose, they didn’t feed his blind mother with it. He therefore
took his mother and retired to a forest, where he served and looked after
her.

One time a man who had gone astray was rescued by the Bodhisattva, and
shown the road back to the habitations of men. The ingrate, however, as
soon as he saw profit in it, betrayed his saviour, and led the king’s men to
capture him. They did so and led him off to court.

The Bodhisattva when sent the finest food, refused to eat it. When the king
enquired why, he explained about his mother being left behind in the forest
with no one to care for her, and the king let him return to her.

Ia yang Menyayangi Ibunya


Jātaka 455 139

Bodhisattwa pernah menjadi gajah putih, dan walau ia memberi makanan 139. A Young Elephant leads his Mother
kepada kawanannya untuk tujuan ini, mereka tak memberi makan ibunya
yang buta dengan itu. Maka itu, ia membawa ibunya dan beristirahat ke We see once more a forest scene, with trees and a bird in the branches.
hutan, di mana ia melayani dan merawatnya. Below there is a small elephant who is leading a larger one who comes along
behind. There is a fair amount of damage to the depiction of the Bodhisattva
Suatu kali seorang lelaki yang tersesat diselamatkan oleh Bodhisattwa, by now.
dan menunjukkan jalan kembali ke kediaman manusia. Orang yang
tak tahu terima kasih, bagaimanapun, begitu ia melihat keuntungan di
situ, mengkhianati penyelamatnya, dan memimpin pasukan raja untuk 139. Gajah Muda Menuntun Ibunya
menangkapnya. Mereka berbuat begitu dan membawanya ke kerajaan.
Kita sekali lagi melihat adegan hutan, dengan pepohonan dan burung di
Bodhisattwa ketika dikirimi makanan terbaik, menolak untuk memakannya. cabangnya. Di bawah ada gajah kecil, menuntun yang lebih besar yang
Ketika raja bertanya mengapa, ia menjelaskan tentang ibunya yang mengikutinya dari belakang. Ada sejumlah kerusakan pada penggambaran
tertinggal di hutan tanpa ada yang merawatnya, dan raja membiarkan ia Bodhisattwa di sini.
kembali kepada ibunya.
127
140 141

140. People in a Forest Setting 141. Some People sitting on the Floor

This is a very badly damaged relief, and all we can see are some people sat on There is not much left of this relief. We see a number of people sat on the
the left, and what looks like some ferns on the right. floor, but very little else.

140. Orang-orang Dalam Adegan Hutan 141. Beberapa Orang Duduk di Lantai

Ini relief yang sangat rusak, dan yang bisa kita lihat adalah beberapa orang Tak banyak yang tersisa dari relief ini. Kita lihat sejumlah orang duduk di
duduk di kiri, dan apa yang terlihat seperti kumpulan pakis di kanan. lantai, tetapi lainnya sangat sedikit.

128
142 143

142. A Brahmin and a Man 143. Seven Spectators

Most of this relief is missing. On the right we see a brahmin is standing, and Unfortunately we cannot see what was happening on the previous panel,
underneath on the floor one man sits with folded arms. Someone was sitting but this seems to be simply an extension of the spectators to whatever was
cross-legged in the middle. happening in that scene. We see seven men in various postures, including a
brahmin on the top left. The one on the top right has had his face broken off.
142. Brahmana dan Lelaki
143. Tujuh Penonton
Sebagian besar relief ini hilang. Di kanan kita lihat satu brahmana berdiri,
dan di bawahnya di lantai satu lelaki duduk dengan tangan terlipat. Sayangnya kita tidak bisa lihat apa yang terjadi pada panel sebelumnya,
Seseorang duduk bersila di tengah. tetapi ini tampaknya perpanjangan semata dari apa yang terjadi di adegan
itu. Kita lihat tujuh lelaki dalam berbagai postur, termasuk satu brahmana di
kiri atas. Satu di kanan atas wajahnya rusak.

129
144. Standing Figures

Most of the relief is missing, and we see only the feet of the main characters
in the scene. Most appear to have been standing, with one sitting on the
right.

144. Sosok-sosok Berdiri

Sebagian besar relief hilang, dan kita hanya melihat kaki tokoh utamanya
144 dalam adegan. Sebagian besar tampak berdiri, dengan satu duduk di kanan.

It appears that at least some of the following reliefs may be a connected story, but
which one has not been identified.

145. A Boy is presented to the Queen

A queen, or at least a noble lady, is sat on a seat on the left. She is looking
away from the boy being presented to her in the middle of the frame. At the
back stand four other ladies. The boy is outsize, as children generally are in
the depictions at Borobudur.

Sepertinya setidaknya beberapa relief berikut ini adalah cerita yang berhubungan,
tetapi yang mana belum dikenali.

145. Anak Lelaki Ditunjukkan Kepada Ratu

Ratu, atau setidaknya perempuan bangsawan, duduk di kursi di kiri.


Ia memalingkan muka dari anak lelaki yang ditunjukkan kepadanya di
tengah bingkai. Di belakang berdiri empat perempuan lain. Anak lelaki
itu berukuran lebih besar, seperti anak-anak pada umumnya dalam
145 penggambaran di Borobudur.
130
146
147
146. The Boy is presented to some Brahmins
147. The Nobles caution the Boy
The boy is again seen with his nurses, and is once again too large for life.
He is sat on his nurse’s knee. On the right we see what are probably four
It is probably the same boy, but older now, who stands in front of three
brahmins, one of whom holds his hands in añjali.
nobles who, by the look of the hand of the one in front, are cautioning him.

146. Anak Lelaki Ditunjukkan Kepada Para Brahmana 147. Para Bangsawan Memperingatkan Anak Lelaki

Anak lelaki kembali terlihat bersama para pengasuhnya, dan sekali lagi Ini mungkin anak yang sama, tetapi sekarang lebih tua, yang berdiri di
terlalu besar untuk umurnya. Ia duduk di lutut pengasuhnya. Di kanan kita depan tiga bangsawan yang, dengan tampakan tangan dari orang yang
lihat apa yang mungkin empat brahmana, salah satunya menangkupkan paling depan, memperingatkannya.
tangan añjali.
131
148

148. A Boy is presented to the Brahmins 148. Anak Lelaki Ditunjukkan Kepada Brahmana

This is probably another story now, as it is hard to see how this and the Kini ini mungkin cerita yang lain, karena sulit untuk melihat bagaimana
previous relief would be related. We once again see a boy on the lap of his relief ini dan yang sebelumnya bisa terhubung. Kita sekali lagi melihat anak
nurse being presented to some brahmins who stand on the left. On the top lelaki di pangkuan pengasuhnya ditunjukkan kepada beberapa brahmana
right is a lotus pond, with a duck swimming in it. yang berdiri di kiri. Di kanan atas ada kolam teratai, dengan bebek berenang
di dalamnya.
132
149-151

149-151. Triptych of a Royal Figure 149–151. Tiga Serangkai Sosok Bangsawan

This is a triptych of the next three reliefs, they appear to be connected, but Ini adalah tiga serangkai dari tiga relief berikutnya, mereka tampaknya
as we don’t know the story again, we cannot explain it entirely. berhubungan, tetapi karena kita tidak tahu lagi ceritanya, kita tidak dapat
menjelaskan sepenuhnya.
133
149 150

149. Two Brahmins under a Tree 150. A Royal in a Pavilion

The scene is once more outside in a grove as we see by the trees. Under the We see one man sitting with his knee held in the support under a pavilion.
central tree we see two brahimns, the one on the left is gesticulating and His right hand rests on his thigh. He is probably a prince, or perhaps a king.
appears to be instructing the one on the right. There are three other characters with him, who all appear to be quite small
in comparison to the main character.
149. Dua Brahmana di Bawah Pohon
150. Bangsawan Dalam Anjungan
Adegan sekali lagi di luar, di hutan, seperti yang kita lihat dari pepohonan.
Di bawah pohon tengah, kita lihat dua brahmana, yang di kiri membuat Kita lihat lelaki duduk dengan lutut dibebat di bawah anjungan. Tangan
gerakan dan tampaknya mengarahkan yang di kanan. kanannya bersandar di pahanya. Ia mungkin pangeran, atau barangkali
raja. Ada tiga tokoh lain bersamanya, yang semuanya tampak cukup kecil
dibandingkan dengan tokoh utama.
134
151 152

151. Brahmin Spectators 152. Festivities at Court

This relief appears to be only an adjunct to the previous one, and presents Again we do not know the birth-story concerned, but what we see on this
a group of eight brahmins, four standing and four sitting, who hold and the following relief is a rather dense tableau of festive scenes at court.
themselves in various postures. At least two have their hands held in añjali. The king is sat towards the left, and has the knee-strap on. Towards the
centre we see wrestlers and then dancers, and many other scenes.
151. Para Penonton Brahmana
152. Perayaan di Kerajaan
Relief ini tampaknya hanya tambahan untuk yang sebelumnya, dan
menampilkan sekelompok delapan brahmana, empat berdiri dan empat Sekali lagi kita tidak tahu cerita kelahiran yang berkenaan, tetapi apa yang
duduk, yang menahan diri dalam berbagai postur. Setidaknya dua dari kita lihat di sini dan di relief selanjutnya adalah gambar tunggal yang cukup
mereka menangkupkan tangan añjali. padat dari adegan perayaan di kerajaan. Raja duduk di kiri, dan memakai
bebat lutut. Menuju tengah kita lihat para pegulat, lalu penari, dan banyak
adegan lainnya.
135
153 154

153. The Festivities Extended 154. A Procession of Workers

This scene is divided into top and bottom, a division that actually begins of We now have a scene where we see six workers holding their adzes, or
the previous panel. On the top left is a rotund man with a sword. Behind him something similar, marching to the right. Their clothes are of the poor
one man appears to be offering a pair of skulls to him. Below him a woman worker type, and they have various expressions as they proceed.
sits with a baby on her lap. In the bottom row we see one man on the left
turned towards the others, and behind them is an ox. 154. Arakan Pekerja

153. Perayaan Diperpanjang Kita sekarang punya adegan di mana kita lihat enam pekerja memegang
kapak mereka, atau sesuatu yang serupa, berbaris ke kanan. Pakaian mereka
Adegan ini dibagi menjadi atas dan bawah, pemisahan yang sebenarnya adalah dari jenis pekerja miskin, dan mereka punya berbagai waut wajah
dimulai dari panel sebelumnya. Di kiri atas adalah lelaki gemuk dengan saat mereka beriringan.
pedang. Di belakangnya, satu lelaki tampak menawarkan sepasang
tengkorak kepadanya. Di bawahnya satu perempuan duduk dengan bayi di
pangkuannya. Di baris paling bawah kita lihat satu orang di kiri berbelok ke
arah yang lain, dan di belakang mereka ada lembu.
136
155 156

155. A Tray of Lotuses 156. A King gives Advice

This corner panel has two distinct scenes. On the left we see five people It may be that this relief is connected with the previous two, and they are
standing, or maybe walking. They are holding a large bowl of lotuses. On the leading up to the king who is sat with his female attendant on the seat. He
right hand side are more people some kneeling, some standing. One turns holds his hand out and appears to be giving advice, or perhaps a blessing.
back and worships. Others stand and sit around him.

155. Nampan Teratai 156. Raja Memberi Nasihat

Panel sudut ini punya dua adegan berbeda. Di kiri kita lihat lima orang Mungkin relief ini terhubung dengan dua sebelumnya, dan mereka
berdiri, atau mungkin berjalan. Mereka memegang semangkuk besar teratai. mengarah ke raja yang duduk dengan pelayan perempuan di kursi. Ia
Di sisi kanan lebih banyak orang berlutut, beberapa berdiri. Seseorang mengulurkan tangannya dan tampak memberi nasihat, atau mungkin
berbalik dan memuja. memberkahi. Yang lain berdiri dan duduk di sekelilingnya.
137
157 158

157. Pots of Money 158. Borne off in the Sky

A man and a woman on the left approach a tree, which has pots of money This scene is so clear it should be identifiable, but we still do not know what
or other riches underneath it, and is guarded by three soldiers. The top the story is. The setting is in the clouds, and a supernatural being is carrying
right section of the relief is missing, but probably there was nothing of away a man and a woman on a board. The couple look quite composed, so it
significance on it. is not sure if this is an abduction or not.

157. Kendi Uang 158. Dibawa ke Angkasa

Satu lelaki dan satu perempuan di kiri mendekati pohon, yang punya kendi Adegan ini sangat jelas sehingga seharusnya dapat dikenali, tetapi kita masih
uang atau kekayaan lainnya di bawahnya, dan dijaga oleh tiga prajurit. tidak tahu apa ceritanya. Kejadiannya di awan, dan makhluk gaib sedang
Bagian kanan atas relief hilang, tetapi mungkin tak ada yang penting di sana. membawa satu lelaki dan satu perempuan di atas awan. Pasangan itu terlihat
cukup tenang, jadi tidak yakin apakah ini penculikan atau bukan.

138
King Śivi
Avadānaśataka 34

King Śivi was a remarkable king who was generous to his subjects in every
way, he gave them food, clothes and money. However, he had not given
anything to the small animals in his kingdom, so he decided to go to the
forest and donate his blood to the mosquitoes.

Śakra, lord of the gods, saw this, and decided to test him. Taking on the form
of a vulture he went to the king and started pecking at him. The king gladly
allowed him to do so, thinking only of the vulture’s welfare. Śakra was so
pleased with this, he also asked king Śibi for his eyes, which again he gladly
gave.

Śakra, of course, eventually restores the good king, and went on to predict
his attainment of Awakening.

159
Raja Śivi
Avadānaśataka 34
159. Reclining in the Forest
Raja Śivi adalah raja kondangyang pemurah kepada rakyatnya dalam segala
hal, ia memberi mereka makanan, pakaian, dan uang. Namun, ia belum A member of the nobility is seen reclining on a bench resting his head on
memberikan apapun kepada hewan-hewan kecil di kerajaannya, jadi ia his hand. Above him are trees, and below him are deer, so it is clearly in the
memutuskan untuk pergi ke hutan dan menyumbangkan darahnya kepada forest. The figure is king Śibi, as is clear from the next relief. Here he offers
nyamuk. his blood to the mosquitoes.

Śakra, raja para dewa, melihat ini, dan memutuskan untuk mengujinya. 159. Berbaring di Hutan
Mengambil wujud burung nasar, ia pergi ke raja dan mulai mematuknya.
Raja dengan senang hati membiarkannya melakukannya, hanya memikirkan Seorang anggota bangsawan terlihat berbaring di kursi sambil meletakkan
kesejahteraan burung nasar itu. Śakra begitu senang dengan ini, ia juga kepalanya di tangannya. Di atasnya ada pohon, dan di bawahnya ada rusa,
meminta mata raja Śibi, yang sekali lagi raja berikan dengan senang hati. jadi jelas ini di hutan. Sosok itu adalah Raja Śibi, sebagaimana jelas dari relief
selanjutnya. Di sini ia menawarkan darahnya kepada nyamuk.
Śakra, tentu saja, akhirnya memulihkan kembali raja, dan lanjut meramalkan
pencapaian Kecerahannya.
139
160 161

160. A Man and a Vulture 161. The Bodhisattva holds Court

King Śibi here offers his flesh to the vulture. We see a large bird, and a man If the previous two were the King Śibi story then we would expect this to
standing alongside, with the feet of another behind him. Most of the relief is continue it, but it doesn’t seem to belong to that tale, but to another which
missing, but it appears the man is holding his hand up for the bird to peck at. now continues for a number of reliefs. Here we see someone—a Bodhisattva,
a noble, a king?—sat on a raised seat amidst his noble followers. He is
teaching them Dharma. Many blocks are missing again.
160. Pria dan Burung Nasar

Raja Śibi di sini menawarkan dagingnya untuk burung nasar. Kita lihat 161. Bodhisattwa Mengadakan Pengadilan
satu burung besar, dan satu lelaki berdiri di samping, dengan kaki-kaki lain
di belakangnya. Sebagian besar relief hilang, tetapi tampaknya lelaki itu Jika dua relief sebelumnya adalah cerita Raja Śibi maka kita bisa duga ini
mengangkat tangannya untuk dipatuki burung. adalah kelanjutannya, tetapi ini tampaknya tak terkait dengan cerita itu,
tetapi cerita lain yang sekarang berlanjut untuk sejumlah relief. Di sini kita
lihat seseorang—Bodhisattwa, bangsawan, atau raja?—duduk di kursi tinggi
di tengah para bangsawan pengikutnya. Ia mengajar mereka Dharma. Lagi-
lagi banyak petak yang hilang.
140
162

162. The Bodhisattva hears a Petition 163

Apparently the same character is here seen on a raised seat. He has a halo
163. The Bodhisattva meets with Ladies
around his head, so it is probably the Bodhisattva. Before him are a man and
a woman, the latter is worshipping him, and may be petitioning him over
Seemingly the very same Bodhisattva is now interviewing two women, one
some matter. The setting is outdoors, in a park or in the jungle.
of whom is worshipping him. Maybe it is a third woman sitting on the floor
next to the money-jar. The Bodhisattva sits with his knee in a support strap.
162. Bodhisattwa Mendengar Petisi
163. Bodhisattwa Bertemu Para Perempuan
Kelihatannya tokoh yang sama di sini terlihat di kursi tinggi. Ia punya
aura di kepalanya, jadi mungkin ia adalah Bodhisattwa. Di hadapannya Tampaknya Bodhisattwa yang sama sekarang sedang menanyai dua
adalah lelaki dan perempuan, yang di depan menyembahnya, dan mungkin perempuan, yang salah satunya menyembahnya. Yang ketiga mungkin
mengajukan petisi kepadanya atas suatu hal. Adegan ini di luar ruangan, di perempuan, duduk di lantai di sebelah kendi uang. Bodhisattwa duduk
taman atau di hutan. dengan lutut dibebat.

141
165
164
165. The Bodhisattva meets with a Woman
164. The Bodhisattva meets a Man
A broader relief than most, this one shows apparently the same character
sitting once more on a seat. Before him is first a woman, who is paying
Here again we see the main character is sitting on a seat, and meeting with a
respects, and behind her several other characters in various postures.
man, who sits on the floor and holds his hands in añjali. Above him stands a
female attendant, who is holding a flywhisk.
165. Bodhisattwa Bertemu Perempuan
164. Bodhisattwa Bertemu Lelaki Relief yang lebih luas daripada kebanyakan, yang satu ini tampaknya
menunjukkan tokoh yang sama, duduk sekali lagi di kursi. Di depannya
Di sini sekali lagi kita lihat tokoh utama duduk di kursi, dan bertemu dengan adalah perempuan, yang memberi hormat, dan di belakangnya beberapa
lelaki, yang duduk di lantai dan menangkupkan tangannya añjali. Di atasnya tokoh lainnya dalam berbagai gaya.
berdiri pelayan perempuan, yang memegang kebutan.
142
166 167

166. Garuḍa and Another 167. The Bodhisattva teaches Dharma

We now have three reliefs which belong together. On the first we see a This is the centre piece of the three reliefs, and evidently the Bodhisattva is
garuḍa, carrying a standard with a bird atop it, and the second character teaching Dharma to those in attendance on the other reliefs. He has a halo
carries a standard with a conch shell. It is possibly Viṣṇu. behind his head, very elaborate decorations on his body, and lions hold up
his seat.
166. Garuda dan Lainnya
167. Bodhisattwa Mengajarkan Dharma
Kita sekarang punya tiga relief yang berhubungan. Di yang pertama kita
melihat garuda, membawa tongkat dengan burung di atasnya, dan tokoh Ini adalah bagian tengah dari tiga relief, dan jelas Bodhisattwa sedang
kedua membawa tongkat dengan cangkang keong. Ini mungkin Viṣṇu. mengajarkan Dharma kepada mereka yang hadir dalam relief lainnya. Ia
punya aura di belakang kepalanya, hiasan yang sangat rumit di tubuhnya,
dan singa-singa mengangkat kursinya.

143
Campeyya
Jātaka 506

The kings of Anga and Magadha were constantly at war, sometimes one
getting the upper hand, sometimes the other. One time the king of Magadha
was failing, and rather than fall into the hands of his enemy together with
his horse he jumped into the river Campā, which separated the countries.

He landed right in the court of Campeyya, the king of the nāgas, and there he
was respectfully greeted by the king. Explaining his plight to him, the nāga-
king decided to help him, and together they beat the king of Anga and ruled
together over both countries. Because of this, the king of Magadha built a
special pavilion and there honoured the nāgas.

Campeyya
Jātaka 506

168 Para raja Anga dan Magadha terus berperang, kadang yang satu menang,
kadang yang lain. Suatu kali raja Magadha gagal, dan bukannya jatuh ke
tangan musuhnya, bersama kudanya ia melompat ke Sungai Campā, yang
168. Two holding Standards memisahkan kedua negeri.

As on 166. we see here two people, one of whom sits with his palm open on Ia mendarat tepat di istana Campeyya, raja para naga, dan di sana ia
his knee. The character next to him is badly damaged but holds his hands in disambut dengan hormat oleh raja. Menjelaskan kesulitannya kepadanya,
respectful posture. Both have standards, with jewels atop them. raja naga memutuskan untuk membantunya, dan bersama mereka
mengalahkan raja Anga dan memerintah bersama kedua negara. Karena hal
168. Dua Memegang Tongkat ini, Raja Magadha membangun anjungan khusus dan di sana menghormati
para naga.
Seperti di 166, di sini kita lihat dua orang, satu di antaranya duduk dengan
telapak tangan terbuka di lututnya. Tokoh di sebelahnya rusak parah, tetapi
postur tangannya memberi hormat. Keduanya punya tongkat, dengan
permata di atasnya.

144
169

169. The King of Magadha and the Nāgas 169. Raja Magadha dan Para Naga

The king of Magadha is very badly worn away, and we cannot see him at Raja Magadha sangat rusak parah, dan kita tidak bisa melihatnya dengan
all clearly. Behind him are a servant and the horse he was riding when he jelas. Di belakangnya adalah pelayan dan kuda yang ia tunggangi ketika
jumped into the river. In front of him is a great congregation of nāgas and ia melompat ke sungai. Di depannya adalah sekelompok besar naga lelaki
nāginis, who have offerings in their hands. Campeyya is presumably the dan naga perempuan, yang membawa persembahan di tangan mereka.
larger figure at the front. It appears only one panel is given to this story. Campeyya mungkin adalah sosok yang lebih besar di depan. Tampaknya
hanya satu panel yang ditujukan untuk cerita ini.
145
170

170-172. A Triptych of Two Bodhisattvas and Seven Women 170–172. Tiga Serangkai Dua Bodhisattwa dan Tujuh Perempuan

The story that is being told here is again unknown, but when we see all Cerita yang diceritakan di sini sekali lagi tidak diketahui, tetapi ketika kita
three panels together it is clear it is one scene. Their individual description lihat tiga panel bersamaan, jelas ini adalah satu adegan. Pemaparan masing-
follows. masing mengikuti.

146
170 171

170. A Male and Female Bodhisattva 171. Three Women

There are two characters on the seat, one male and another female, both These three women hold different postures, and are evidently related to
have haloes around their heads, and probably both are Bodhisattvas. The the previous characters. One of them holds a lotus. They sit on a raised seat,
woman in front of this relief is worshipping them. under which are the usual pots, normally signifying wealth or riches.

170. Bodhisattwa Lelaki dan Perempuan 171. Tiga Perempuan

Ada dua tokoh di kursi, satu lelaki dan lainnya perempuan, keduanya Ketiga perempuan ini punya postur yang berbeda, dan jelas terkait dengan
punya aura di kepala mereka, dan mungkin keduanya adalah Bodhisattwa. tokoh sebelumnya. Salah satunya pegang teratai. Mereka duduk di kursi
Perempuan di depan relief ini menyembah mereka. tinggi, di bawah ada kendi-kendi seperti biasa, biasanya menandakan
kekayaan atau harta.

147
172 173–174

172. Three more Women 173–174. Missing Reliefs

A scene very similar to the last one, with three women on a raised seat. They The next two reliefs are missing, as can be seen from the photograph. We, of
hold various postures, and one has her hands in añjali. It is an extension of course, have no idea what they may have depicted.
the previous reliefs.
173–174. Relief-relief yang Hilang
172. Tiga Perempuan Lagi
Dua relief berikutnya hilang, seperti yang bisa dilihat dari foto. Kita, tentu
Adegan yang sangat mirip dengan relief sebelumnya, dengan tiga saja, tidak tahu apa yang mungkin mereka gambarkan.
perempuan di kursi tinggi. Mereka menampilkan berbagai postur, dan
satu menangkupkan tangan añjali. Ini adalah perpanjangan dari relief
sebelumnya.

148
Surūpa
Avadānaśataka 35

Surūpa was the king of Vārāṇasī. He had a beautiful queen and a son he loved much. The
king very much wanted to hear Dharma, but he was advised that this is extremely rare
except in the time of a Buddha. Still the king offered gold and honour to anyone who
could teach Dharma to him.

Śakra, hearing of this, decided to test the king. He came to him in the form of a yakṣa
and offered to teach him Dharma, but asked to be given his son to eat first, and when
the king gave him, he also asked for his beautiful queen, which again he gave.

Finally the yakṣa asked for the king’s own body, but the king requested to hear Dharma
first, and the yakṣa agreed, and recited a verse. The king then offered his body, at
which point Śakra revealed himself, restored the queen and his son, and predicted his
Awakening in a future life.

Surūpa
Avadānaśataka 35 175

Surūpa adalah Raja Vārāṇasī. Ia punya ratu yang cantik dan putra yang sangat ia cintai. 175. Surūpa offers Gold for Dharma
Raja sangat ingin mendengar Dharma, tetapi ia dinasihati bahwa ini sangat langka
kecuali pada masa Buddha. Raja masih menawarkan emas dan kehormatan bagi siapa King Surūpa sits in a comfortable position on a large cushion. A
saja yang bisa mengajarkan Dharma kepadanya. brahmin stands in front of him with some sort of dish. Between
them is a standard with a treasure chest containing the gold on top
Śakra, mendengar ini, memutuskan untuk menguji raja. Ia datang kepadanya dalam of it. Below him are a man and a woman on the floor.
wujud yaksa dan menawarkan untuk mengajarinya Dharma, tetapi pertama meminta
diberi putranya untuk dimakan, dan ketika raja memberinya, ia juga meminta ratunya
175. Surūpa Menawarkan Emas untuk Dharma
yang cantik, yang lagi-lagi ia berikan.
Raja Surūpa duduk di posisi yang nyaman di bantal besar. Satu
Akhirnya yaksa meminta tubuh raja sendiri, tetapi raja meminta untuk mendengarkan
brahmana berdiri di hadapannya dengan semacam hidangan. Di
Dharma terlebih dahulu, dan yaksa setuju, dan membacakan satu syair. Raja kemudian
antara mereka ada tongkat dengan peti harta karun yang berisi
mempersembahkan tubuhnya, yang mana pada saat ini Śakra mengungkap dirinya,
emas di atasnya. Di bawahnya ada satu lelaki dan satu perempuan
memulihkan ratu dan putranya, dan meramalkan Kecerahan raja pada kehidupan
di lantai.
mendatang.
149
176 177

176. Surūpa offers his Son 177. Six Courtiers

On the left we see the huge yakṣa who is barely able to fit inside the relief. On This relief is connected with the previous scene, of course. We see six
the right is Surūpa and his queen. The king his holding out his son whom he courtiers, one of whom is a brahmin, and the others richly decorated,
will give to the yakṣa, so as to get the chance to hear Dharma. Next he will sitting under a tree. There is a parasol over the brahmin. They watch the
also offer his queen. proceedings in the previous panel.

176. Surūpa Mempersembahkan Putranya 177. Enam Pegawai Istana

Di kiri kita lihat yaksa besar yang hampir tidak muat di dalam relief. Di Relief ini terhubung dengan adegan sebelumnya, tentu saja. Kita lihat enam
kanan adalah Surūpa dan ratunya. Raja menyodorkan putranya, yang akan pegawai istana, satu di antaranya adalah brahmana, dan yang lainnya dihias
ia berikan kepada yaksa, agar mendapat kesempatan untuk mendengar mewah, duduk di bawah pohon. Ada payung di atas brahmana. Mereka
Dharma. Selanjutnya ia juga akan mempersembahkan ratunya. menyaksikan kejadian di panel sebelumnya.

150
178 179

178. The Yakṣa teaches Dharma 179. Four People listen to Dharma
Here we see the yakṣa sitting comfortably on a throne with his hands held in We see four people on the right of this relief, two kneeling, and two standing,
teaching posture, he is reciting the verse for the king to hear. The king sits three of which hold their hands in añjali. On the left the teacher sits
in front of him and holds his hands in añjali. Three courtiers sit behind him. comfortably atop a slab, and appears to be holding forth on some subject or
other.
178. Yaksa Mengajarkan Dharma
179. Empat Orang Mendengarkan Dharma
Di sini kita melihat yaksa duduk nyaman di atas singgasana dengan tangan
dalam posisi mengajar, ia membacakan syair untuk didengar raja. Raja Kita lihat empat orang di sisi kanan relief ini, dua berlutut, dan dua berdiri,
duduk di depannya dan menangkupkan tangan añjali. Tiga pegawai istana tiga di antaranya menangkupkan tangan añjali. Di kiri sang guru duduk dengan
duduk di belakangnya. nyaman di atas lempengan, dan kelihatannya menjelaskan beberapa hal atau
lainnya.
151
180 181

180. A Meditator and two Others 181. A Bodhisattva teaches two Others
The three characters in this scene are seated at roughly the same height, The Bodhisattva is sat on a high seat, with a female companion behind him.
which is unusual. The one of the left is meditating. He is not a monk though, In front are two characters who are apparently listening to him. A large
as Krom asserts, but could possibly be a Bodhisattva. Of the two characters money-pot is seen under a Bodhisattva’s seat.
on the right one may have been speaking, looking at his gesture. The other
holds his hands in respect.
181. Bodhisattwa Mengajar Dua Lainnya
180. Meditator dan Dua Lainnya
Bodhisattwa duduk di kursi tinggi, dengan penyerta perempuan di
belakangnya. Di depan ada dua tokoh yang tampak mendengarkannya. Kendi
Tiga tokoh dalam adegan ini duduk di ketinggian yang kurang lebih sama,
uang besar terlihat di bawah kursi Bodhisattwa.
yang tidak biasanya. Yang kiri sedang bermeditasi. Ia bukan biksu, seperti
yang ditegaskan Krom, tetapi mungkin saja Bodhisattwa. Dari dua tokoh
di kanan, salah satunya mungkin sedang bicara, dilihat dari gerakannya.
Satunya bersikap tangan menghormat.
152
182. A Courtly Scene

It is not quite clear what is


going on in the scene, as the
central character doesn’t
appear to be teaching. He sits
with two ladies on either side
on him on his throne. Around
is a large congregation of men
on the left, and women on the
right. The main figure holds
something like a jewel in his
hand.

182. Adegan Istana

Tidak terlalu jelas apa yang


terjadi di dalam adegan,
karena tokoh utama tampak
tidak sedang mengajar.
Ia duduk dengan dua
perempuan di kedua sisinya
di singgasananya. Di sekitar
adalah sekumpulan besar
lelaki di kiri, dan perempuan di
kanan. Sosok utama memegang
sesuatu seperti permata di
tangannya.

182

153
183 184

183. A Bodhisattva sits in Comfort 184. Interview with a Bhikṣu

The main character is a Bodhisattva who has a halo behind his head. He rests A damaged relief, with a couple of blocks missing. We can see on the right
his hand on the thigh of the woman in front of him. On the right we see a though what must be a bhikṣu, judging by his shaved head. Unfortunately
woman holding a lotus flower aloft. What look like lions are under his seat. his face is knocked off. Next to him are four characters, three are probably
female, and one, who looks at the monk, is a male.
183. Bodhisattwa Duduk Nyaman
184. Wawancara Dengan Biksu
Karakter utama adalah Bodhisattwa yang punya aura di belakang kepalanya.
Ia meletakkan tangannya di paha perempuan di depannya. Di kanan kita lihat Relief yang rusak, dengan beberapa petak yang hilang. Kita dapat melihat di
perempuan mengangkat bunga teratai. Apa yang kelihatan seperti singa ada di kanan apa yang mestinya biksu, dinilai dari kepalanya yang dicukur. Sayang
bawah kursinya. wajahnya hilang. Di sebelahnya ada empat tokoh, tiga mungkin perempuan,
dan satu, yang melihat biksu itu, adalah lelaki.

154
185. Lying in a Lap

Another very damaged relief with sections missing. We see what appears to
be a sedan, with someone sitting up in it, and another person of ambiguous
sex lying in his lap. Above left there appears to be the roof of a building.

185. Berbaring di Pangkuan

Relief lain yang sangat rusak dengan bagian-bagian yang hilang. Kita lihat
apa yang kelihatan seperti tandu, dengan seseorang duduk di dalamnya, dan
orang lain dengan jenis kelamin tak jelas berbaring di pangkuannya. Di kiri
185 atas terlihat atap bangunan.

186. Three Nobles

Most of this relief has gone missing, and Krom suggests it may have been
taken to Thailand in the 19th century. We can see three nobles sitting on the
far left, and there were a couple of people sitting on the right, but that is all
we now see.

186. Tiga Bangsawan

Sebagian besar relief ini telah hilang, dan Krom menyarankan relief ini
mungkin telah dibawa ke Thailand pada abad ke-19. Kita dapat melihat tiga
bangsawan duduk di paling kiri, dan ada beberapa orang duduk di kanan,
186 tetapi itu saja yang sekarang kita lihat.
155
Bhūridatta Bhūridatta
Jātaka 543 Jātaka 543

One time the Bodhisattva was reborn as a nāga, as one of four sons. He was Suatu ketika Bodhisattwa terlahir ulang sebagai naga, sebagai salah satu
named Datta, but after he visited the Realm of the Thirty-Three the gods dari empat putra. Ia dinamai Datta, tetapi setelah ia mengunjungi Alam Tiga
renamed him as Bhūridatta, the Wise Datta, for he answered all of Śakra’s Puluh Tiga, para dewa menamainya sebagai Bhūridatta, Datta yang Bijak,
questions. karena ia menjawab semua pertanyaan Śakra.

For one whole year Bhūridatta entertained the hunter and his son Somadatta Selama satu tahun penuh Bhūridatta menjamu pemburu dan putranya
in the nāga-realm, and before they left he offered them a wish-fulfilling Somadatta di alam naga, dan sebelum mereka pergi, ia menawarkan kepada
jewel, but they declined it. The hunter’s wife was incensed when she heard mereka permata pengabul harapan, tetapi mereka menolaknya. Istri
they did not take it. pemburu itu marah ketika ia mendengar mereka tidak menerimanya.

When the brahmin Ālambāyana saw the jewel he straight away took it. Ketika Brahmana Ālambāyana melihat permata itu, ia langsung
Somadatta showed Ālambāyana the Bodhisattva keeping the uposatha mengambilnya. Somadatta menunjukkan Ālambāyana Sang Bodhisattwa
precepts, and later demanded the jewel from him, but when he threw it to yang menjalani sila uposatha, lalu menuntut permata itu darinya, tetapi
him, it slipped back into the nāga realm. ketika ia melemparkannya kepadanya, permata itu jatuh kembali ke alam
naga.
Ālambāyana then managed to capture the Bodhisattva with a charm, and
make him perform tricks. His brothers and half-sister found him near Ālambāyana kemudian berhasil menangkap Bodhisattwa dengan jimat,
Vārāṇasī, and rescued him. dan menyuruhnya melakukan pertunjukan. Saudara dan saudari tirinya
menemukannya di dekat Vārāṇasī, dan menyelamatkannya.

156
187 188

187. The Bodhisattva and the Hunter 188. The Bodhisattva keeps the Uposatha

This seems to be the scene where the Bodhisattva welcomes the hunter and The Bodhisattva, aware of his own shortcomings in being born a nāga,
his son Somadatta to the nāga-realm. Bhūridatta is the foremost nāga who decides to keep the uposatha precepts. Here Somadatta is showing the
has his hands raised in salutation. It is perhaps his brothers and sister who brahmin Ālambāyana the Bodhisattva, who is sat in meditation.
are behind him.
188. Bodhisattwa Menjalani Uposatha
187. Bodhisattwa dan Pemburu
Bodhisattwa, menyadari kekurangannya sendiri karena terlahir sebagai
Ini sepertinya adalah adegan di mana Bodhisattwa menyambut pemburu naga, memutuskan untuk menjalankan sila uposatha. Di sini Somadatta
dan putranya Somadatta ke alam naga. Bhūridatta adalah naga terkemuka menunjukkan kepada Brahmana Ālambāyana, Sang Bodhisattwa, yang
yang tangannya diangkat memberi hormat. Yang di belakangnya mungkin duduk bermeditasi.
saudara dan saudarinya.

157
189 190

189. The Nāga King and Queen 190. Four Nāgas in the Forest

I cannot see how this scene, which features the meeting with a nāga and A nāga and probably his queen are now sat on a throne on the right of
nāgini on the left, and a brahmin on the right, fits into the story. The couple the panel. Before them, two more nāgas sit on the floor, one of whom, a
sit atop a throne and appear to be conversing. The brahmin holds his hands female, is holding her hand to her head. The whole is set under trees and is
in añjali as he watches the proceedings. therefore in the forest.

189. Raja dan Ratu Naga 190. Empat Naga di Hutan

Saya tidak dapat melihat bagaimana adegan ini, yang menampilkan Naga dan mungkin ratunya sekarang duduk di singgasana di kanan panel. Di
pertemuan dengan naga lelaki dan naga perempuan di kiri, dan seorang depan mereka, dua naga lainya duduk di lantai, salah satunya, perempuan,
brahmana di kanan, cocok dengan cerita ini. Pasangan itu duduk di menaruh tangan di kepalanya. Seluruh adegan terjadi di bawah pohon dan
singgasana dan tampak bercakap. Brahmana itu menangkupkan tangan karenanya di hutan.
añjali ketika ia menyaksikan kejadian itu.
158
191

191. A King receives Homage 191. Raja Menerima Penghormatan

As there are no nāgas featured in this relief it appears to be another story. Karena tidak ada naga yang ditampilkan dalam relief ini, tampaknya ini
We seem to have one king sitting on his throne, with one hand held up in cerita lain. Kita agaknya punya satu raja duduk di singgasananya, dengan
blessing. Two people kneel behind him, one of whom holds a lotus flower. satu tangan diangkat memberkahi. Dua orang berlutut di belakangnya, salah
On the right the foremost female also holds a lotus, and the male figure, a satunya pegang bunga teratai. Di kanan, perempuan terkemuka juga pegang
king, holds his hands in worship. There are four others in the scene. teratai, dan sosok lelaki, raja, memposisikan tangannya memuja. Ada empat
lainnya dalam adegan.
159
Kacchapāvadāna Kacchapāvadāna
Bodhisattvāvadānakalpalatā Bodhisattvāvadānakalpalatā

The story is that a turtle, the Bodhisattva, saw a ship wrecked, and saved the Ceritanya adalah penyu, Sang Bodhisattwa, melihat kapal karam, dan
men on board, and then offered his flesh to feed them. It is portrayed on the menyelamatkan orang-orang di kapal, kemudian menawarkan dagingnya
following four reliefs. sebagai makanan mereka. Ini digambarkan dalam empat relief berikut.

192-194. A Triptych of the Turtle Story

This shows the first three of the four reliefs


which illustrate the story of the turtle.

192–194. Tiga Serangkai Cerita Penyu

Ini menampilkan tiga dari empat relief pertama


yang menggambarkan cerita penyu. 192-194
160
192 193

192. Turtles and Fish in the Sea 193. A Terrible Shipwreck

The large turtle in the centre would be the Bodhisattva, of course. There are Still on the open seas we see a ship in great danger, with at least one person
at least three other turtles portrayed, and many fish. They all swim in the in danger of falling into the sea. On the front right is a great sea-monster
open sea. with sharp teeth, and fishes swim around ready to eat the victims.

192. Penyudan Ikan di Lautan 193. Kecelakaan Kapal yang Parah

Penyu besar di tengah adalah Bodhisattwa, tentu saja. Setidaknya ada tiga Masih di laut lepas, kita lihat kapal dalam bahaya besar, dengan setidaknya
penyu lain yang digambarkan, dan banyak ikan. Mereka semua berenang di satu orang dalam bahaya jatuh ke laut. Di kanan depan adalah monster laut
laut terbuka. besar dengan gigi tajam, dan ikan-ikan berenang siap untuk memakan para
korban.
161
194 195

194. The Men are saved by the Turtle 195. The Turtle teaches Dharma

Now quite bereft of their ship the men are being carried to safety by the The turtle now stands on a raised platform, and seems to be addressing the
giant turtle. They huddle up to each other on this perilous voyage over the men. He is evidently teaching them the Dharma of self-sacrifice. The men
seas. are listening intently, and one holds his hands in worship.

194. Orang-orang Diselamatkan Oleh Penyu 195. Penyu Mengajarkan Dharma

Sekarang setelah kehilangan kapal mereka, orang-orang itu dibawa ke Penyu sekarang berdiri di atas pelataran tinggi, dan tampak bicara kepada
tempat aman oleh penyu raksasa. Mereka saling meringkuk dalam pelayaran para lelaki itu. Ia jelas mengajar mereka Dharma mengenai pengorbanan
berbahaya di atas lautan. diri. Para pria mendengarkan dengan saksama, dan satu bersikap tangan
menghormat.

162
Nandiya Nandiya
Jātaka 222 Jātaka 222

The introductory story is similar to ‘One who cherished his Mother’ (Ja 455, Cerita pengantarnya mirip dengan ‘Ia yang Menyayangi Ibunya’ (Jātaka 455,
above), but this time the protagonists are monkeys, not elephants. di atas), tetapi kali ini tokoh utamanya adalah monyet, bukan gajah.

The story tells of two monkeys who were head of a band of 80,000 monkeys Cerita ini mengisahkan dua monyet, yang merupakan pemimpin dari
living in the Himālayas. They used to lead the band, and send food back kelompok 80.000 monyet yang tinggal di Himālaya. Mereka biasa memimpin
for their blind mother. But when they returned to see her they found her kelompok, dan mengirimkan makanan untuk ibu mereka yang buta. Tetapi
wasted away, as the food had never reached her. The monkeys therefore ketika mereka kembali untuk menjenguknya, mereka mendapatinya tak
decided to retire from leadership and take their mother into the forest and terawat, karena makanan tak pernah sampai kepadanya. Karena itu, kedua
look after her personally. kera memutuskan untuk berhenti dari kepemimpinan, membawa ibu
mereka ke dalam hutan dan merawatnya secara pribadi.
Now there was a brahmin, who having taken his education at Takkasilā took
his leave of the teacher. The teacher cautioned him about his cruel nature, Lalu ada brahmana, yang setelah menempuh pendidikan di Takkasilā,
and warned him about deeds and their results. Having returned home he meninggalkan gurunya. Guru berpesan tentang sifatnya yang kejam, dan
married, and knowing no other trade he took to hunting. memperingatkannya tentang perbuatan dan hasilnya. Setelah kembali ke
rumah, ia menikah, karena tidak tahu cara berdagang lainnya, ia berburu.
Now one day while out hunting he came across the three monkeys and killed
them one by one. On return home he found his own home had burned down, Kemudian suatu hari ketika sedang berburu, ia menemukan ketiga monyet
his wife and children were dead, and when he approached a rafter fell on his dan membunuh mereka satu per satu. Sekembalinya ke rumah, ia mendapati
head and killed him, and he went straight to hell for his wickedness. rumahnya sendiri terbakar, istri dan anak-anaknya mati, dan ketika ia
mendekat, kasau jatuh di kepalanya dan membunuhnya, dan ia langsung
pergi ke neraka karena kejahatannya.

163
196 197

196. The Bodhisattva feeds his Mother 197. The Bodhisattva carries his Mother

The blind mother monkey is on the left and has fruits in both hands. Her On this corner relief we see on the left the Bodhisattva carrying his mother
son, the Bodhisattva, is extending a bowl towards her as he serves her. The on his back as they head off into the Himālaya. On the right is the great
whole takes place under a fruiting tree. fruiting banyan tree where they will set up home. Underneath, curiously, is
a row of money bags.
196. Bodhisattwa Memberi Makan Ibunya
197. Bodhisattwa Membopong Ibunya
Ibu monyet yang buta di kiri, dan punya buah-buahan di kedua tangan.
Putranya, Sang Bodhisattwa, mengulurkan mangkuk ke arahnya saat ia Di relief sudut ini, kita lihat di kiri Bodhisattwa membopong ibunya di
melayaninya. Seluruh adegan terjadi di bawah pohon yang berbuah. punggungnya saat mereka menuju ke Himālaya. Di kanan adalah pohon
beringin berbuah banyak, di mana mereka akan mendirikan sarang. Di
bawah, anehnya, ada sederetan kantong uang.

164
198 199

198. The Bodhisattva cares for his Mother 199. The Hunter takes aim at the Monkeys

In this relief the same theme continues, as we see the mother relaxed on In the last of these reliefs illustrating this story we see more men and
a seat underneath the tree. The Bodhisattva is kneeling in front of her. monkeys that we expect. On the left three men have come and the brahmin
Meanwhile birds and animals are seen in the trees. hunter us taking aim with his bow at the monkeys who huddle together in
the right. There are also mother monkeys with children around.
198. Bodhisattwa Merawat Ibunya
199. Pemburu Membidik Para Monyet
Dalam relief ini, tema yang sama berlanjut, di mana kita melihat ibu
monyet santai di kursi di bawah pohon. Bodhisattwa berlutut di depannya. Dalam relief terakhir yang menggambarkan cerita ini, kita lihat lebih banyak
Sementara banyak burung dan binatang terlihat di pepohonan. lelaki dan monyet dari yang kita duga. Di kiri, tiga lelaki telah datang dan
brahmana pemburu membidik dengan busurnya menuju para monyet yang
meringkuk bersama di kanan. Ada juga ibu monyet dengan anak-anak di
dekatnya.
165
200

200. Courtiers on Foot and Seated 200. Para Pegawai Berjalan Kaki dan Duduk

The focus of this wide panel seems to be on the next relief, as there is no Perhatian dari panel lebar ini tampaknya ada di relief berikutnya, karena
centre for the action on this one. What we see on the left is a few people, tidak ada pusat aksi untuk yang satu ini. Apa yang kita lihat di kiri adalah
badly defaced now, walking or running; then a large group of courtiers, beberapa orang, sekarang rusak parah, berjalan atau berlari; kemudian
including some swordsmen, seated on the floor, and there are some horses sekelompok besar pegawai istana, termasuk beberapa pendekar pedang,
behind. duduk di lantai, dan ada beberapa kuda di belakang.

166
201-203

201-203. A Triptych of the Generous King 201–203. Tiga Serangkai Raja Pemurah

These three scenes and the previous one, and the following one are all Tiga relief ini dan yang sebelumnya, dan yang berikutnya, semua terhubung,
connected, but we have lost the key to understanding the story here as tetapi kita telah kehilangan kunci untuk memahami ceritanya di sini seperti
elsewhere. di tempat lain.

167
201 202

201. A King hears a Petition 202. The King distributes Alms

A king sits with a female attendant on a raised seat. He has his knee in a It looks like this is the same king, but is not entirely clear as the figure has
support. In front of him, and rather low down, is someone who appears to changed in appearance. Now he is out and about distributing alms, in this
be petitioning him. He has a guard with him. There are also two women case to a brahmin. Behind the king we see a female attendant with a fly
standing, but their role is unknown. A very tiny human figure sits next to whisk.
the money pot below the chair.
202. Raja Membagi Derma
201. Raja Mendengar Petisi
Sepertinya ini adalah raja yang sama, tetapi tidak sepenuhnya jelas
Raja duduk dengan pelayan perempuan di kursi tinggi. Lututnya dibebat. Di karena sosoknya telah berubah tampilannya. Sekarang ia di luar dan akan
depannya, dan agak rendah, adalah seseorang yang sepertinya mengajukan membagikan derma, dalam hal ini kepada satu brahmana. Di belakang raja
petisi kepadanya. Ia punya penjaga bersamanya. Ada juga dua perempuan kita lihat pelayan perempuan dengan kebutan.
berdiri, tetapi peran mereka tak diketahui. Sosok manusia yang sangat kecil
duduk di sebelah kendi uang di bawah kursi.

168
203. Waiting for Alms

This relief is dependent on the previous one, and is


evidently a group of people waiting for the alms being
given out by the king. The attention of the characters
is on what is happening on the previous relief.

203. Menunggu Derma

Relief ini bergantung pada relief sebelumnya, dan jelas


sekelompok orang menunggu derma yang diberikan
oleh raja. Perhatian para tokoh ada pada apa yang
203 terjadi pada relief sebelumnya.
169
204 205

204. A Divider 205. Meeting with the King

In the middle is a tree which divides the scene. The characters on the left This relief is strikingly similar to relief no. 201. The king sits on a seat with a
are paying attention to the previous scene, while those on the right look female attaendant, while in front of him at a low position a male character
towards the coming relief. seems to be addressing him, or listening to him. As before there are two
females standing above him.
204. Penyekat
205. Pertemuan Dengan Raja
Di tengah ada pohon yang memisah adegan. Para tokoh di kiri
memerhatikan adegan sebelumnya, sementara yang di kanan melihat ke Relief ini sangat mirip dengan relief no.201. Raja duduk di kursi dengan
arah relief selanjutnya. pelayan perempuan, sementara di depannya, di posisi rendah, tokoh lelaki
tampak bicara padanya, atau mendengarkannya. Seperti sebelumnya, ada
dua perempuan berdiri di atasnya.
170
206 207

206. A Brahmin and the King 207. The King sits in Meditation

The king in this scene is very engaged with his queen, as he sits partially The charcter here does look similar to the one in the previous scenes, and
across her legs. Lower on the right we see a brahmin who again appears to may be the same king. He sits on a throne in meditation posture (dhyāna-
be petitioning the king. Behind him is a three-pronged standard, probably mudrā), while three female attendants look on. One of them holds a dish.
indicating he is a woshipper of Śiva.
207. Raja Duduk Bermeditasi
206. Brahmana dan Raja
Tokoh di sini memang terlihat mirip dengan yang ada di adegan sebelumnya,
Raja dalam adegan ini sangat erat dengan ratunya, karena ia duduk dan mungkin raja yang sama. Ia duduk di singgasana dalam postur meditasi
sebagian di kaki ratu. Lebih rendah, di kanan, kita lihat brahmana yang (dhyāna-mudrā), sementara tiga pelayan perempuan mengamati. Salah
lagi-lagi tampak mengajukan petisi kepada raja. Di belakangnya ada tongkat satunya memegang piring.
bercabang tiga, mungkin menunjukkan ia pemuja Śiva.
171
208 209

208. The Retinue of the King 209. The Bodhisattva gives his Blessings

This panel, like a few we have been looking at at this point, is really just a Again a similar composition to 201 and 205, this panel shows a king,
filler. The king’s retinue, most with their attention on the previous panel, this time with a halo behind his back, probably indicating that he is the
are lined up, some standing, and some sitting on the floor. Bodhisattva. He is sat on the raised seat with a female alongside him. In front
of him sits a man whom he seems to be blessing.
208. Rombongan Raja
209. Bodhisattwa Memberikan Berkahnya
Panel ini, seperti beberapa yang telah kita lihat pada saat ini, benar-benar
cuma pengisi. Rombongan raja, kebanyakan dengan perhatian pada panel Sekali lagi susunan yang mirip dengan 201 dan 205, panel ini menampilkan
sebelumnya, berbaris, beberapa berdiri, dan beberapa duduk di lantai. raja, kali ini dengan aura di belakangnya, mungkin menunjukkan bahwa
ia adalah Bodhisattwa. Ia duduk di kursi tinggi dengan perempuan di
sampingnya. Di depannya duduk lelaki yang sepertinya ia berkahi.
172
210 211

210. The Bodhisattva distributes Alms 211. Two Bodhisattvas discuss Dharma

Again, very similar to the previous scenes, we see the king now out and There is a large raised platform, with two people on it, both of whom have
about distributing alms to those in need. In this case a woman, with her haloes, and are presumably Bodhisattvas, or something similar. They each
hands raised in añjali, prepares to receive the gift. Perhaps she is a widow. have a female attendant. Devas are not normally represented like this, so I
disagree with Krom who thinks one of them may be Śakra.
210. Bodhisattwa Memberikan derma
211. Dua BodhisattwaMembahas Dharma
Sekali lagi, sangat mirip dengan adegan sebelumnya, kita lihat raja sekarang
di luar dan akan membagikan derma kepada mereka yang membutuhkan. Ada panggung besar ditinggikan, dengan dua orang di atasnya, keduanya
Dalah hal ini satu perempuan, dengan tangan terangkat añjali, bersiap untuk punya aura, dan mungkin adalah Bodhisattwa, atau sesuatu yang serupa.
menerima derma. Mungkin ia adalah janda. Mereka masing-masing punya pelayan perempuan. Para dewa biasanya tidak
dirupakan seperti ini, jadi saya tidak setuju dengan Krom yang berpikir salah
satunya mungkin Śakra.
173
212 213

212. A Procession Scene 213. Worshipping the King

There appears to be two main characters walking to the right, though We see a king, or similar figure, sitting on a throne, which one leg pendant,
much of their figures is now missing. Behind them is a female, who holds and the knee of the other supported by a strap. Three men sit in front of
the parasol. And behind her are four characters kneeling on one knee, one him, two of whom are worshipping. There is also a fly whisk, and a parasol.
holding another parasol, and some elephants and a horse above them.
213. Menyembah Raja
212. Adegan Arakan
Kita lihat raja, atau sosok yang serupa, duduk di singgasana, yang satu
Tampaknya ada dua tokoh utama berjalan ke kanan, walau banyak dari kakinya menggantung, dan lutut yang lain dibebat. Tiga lelaki duduk di
bagian mereka sekarang hilang. Di belakang mereka ada perempuan, yang depannya, dua di antaranya menyembah. Ada juga kebutan, dan payung.
pegang payung. Dan di belakangnya ada empat tokoh berlutut satu kaki,
satu memegang payung lainnya, dan beberapa gajah dan satu kuda di atas
mereka.
174
214 215

214. A Wishing Tree 215. Imploring the King

I think this scene is just a divider separating stories, and has no more We see a king, or at least a highly-placed personage, sitting in relaxed
significance than that. We see similar scenes elsewhere at Borobudur that posture on a seat. On the left is the female attendant, or perhaps a queen,
serve the same purpose. Here we see two kinnaras in front of a heavenly who always seems to be pictured with a king. There are three others, two of
wishing tree. One appears to be making an offering. whom are gesticulating.

214. Pohon Permohonan 215. Memohon Kepada Raja

Saya rasa adegan ini hanyalah pemisah yang membagi cerita, dan tak punya Kita lihat raja, atau setidaknya sosok yang bermartabat tinggi, duduk dalam
arti penting lebih dari itu. Kita melihat adegan serupa di tempat lain di postur santai di kursi. Di kiri adalah pelayan perempuan, atau mungkin ratu,
Borobudur yang punya tujuan yang sama. Di sini kita lihat dua kinnara di yang sepertinya selalu digambarkan dengan raja. Ada tiga lainnya, dua di
depan pohon permohonan surgawi. Seseorang tampak sedang membuat antaranya membuat isyarat.
persembahan.
175
216 217

216. Brahmins approach the King 217. A Beggar approaches the Queen

In this scene the king has two females around him. He is looking rather For once the queen is the centre of stage in this relief. She is receiving
pensive. On the right are four people, two brahmins who are standing and someone who is down on his hands and knees in front of her. I think this is a
perhaps addressing the king, and two others who sit, one of whom holds his beggar, but Krom thinks it may be a brahmin. The queen’s female attendant
hands in añjali. fans her. Under her seat a boy holds the money pot.

216. Brahmana Menghampiri Raja 217. Pengemis Menghampiri Ratu

Dalam adegan ini raja punya dua perempuan di dekatnya. Ia terlihat agak Kali ini ratu menjadi pusat adegan dalam relief ini. Ia menyambut seseorang
termenung. Di kanan ada empat orang, dua brahmana yang berdiri dan yang berlutut di depannya. Saya pikir ia adalah pengemis, tetapi Krom
mungkin bicara kepada raja, dan dua lainnya yang duduk, salah satunya berpikir itu mungkin brahmana. Pelayan perempuan ratu mengipasinya. Di
menangkupkan tangan añjali. bawah kursinya, satu anak lelaki memegang kendi uang.
176
218 219

218. Distributing Gifts 219. Giving a Gift of Cloth

In this corner panel we see a male figure on the left carrying a jar in his left Perhaps the same man is seen in this relief, and here he is seated on a stool,
hand. In front of him are several characters who all appear to be ready to and in his raised left hand is holding cloth, which he is presumably giving to
receive gifts from him. the man on his knees who has his hands cupped to receive it. There are two
others in the scene, both gesticulating.
218. Membagi Derma
219. Memberikan Derma Pakaian
Di panel sudut ini kita lihat sosok lelaki di kiri membawa kendi di tangan
kirinya. Di depannya ada beberapa tokoh yang semuanya tampak siap Mungkin orang yang sama terlihat dalam relief ini, dan di sini ia duduk
menerima derma darinya. di bangku, dan tangan kirinya diangkat memegang kain, yang mungkin
ia berikan kepada lelaki berlutut yang tangannya ditadahkan untuk
menerimanya. Ada dua orang lain dalam adegan, keduanya memberi isyarat.
177
220 221

220. Offerings for the King 221. A Nāga in a Lotus Pond

Again maybe it is the same character here as in the previous The principal character here is the nāga who is sitting in the raised lotus pond more or
scenes. This time he sits atop a seat, with three females around less in the centre of the relief. People appear to be taking water away from the pond, so
him. In front some people are standing and others are kneeling, presumably it had auspicious powers. One man in front of the nāga is holding a waterpot.
and many are holding gifts for him. The scene is very distinctive, yet no story is known that will match it.

220. Persembahan untuk Raja


221. Naga di Kolam Teratai
Sekali lagi mungkin ini adalah tokoh yang sama di sini seperti
di adegan sebelumnya. Kali ini ia duduk di kursi, dengan tiga Tokoh utama di sini adalah naga yang duduk di kolam teratai yang ditinggikan kurang lebih
perempuan di sekitarnya. Di depan, beberapa orang berdiri dan di tengah relief. Orang-orang terlihat mengambil air dari kolam, jadi mungkin itu punya
yang lain berlutut, dan banyak yang memegang persembahan kekuatan gaib. Lelaki di depan naga memegang kendi air. Adegan ini sangat khas, namun
untuknya. tidak ada cerita yang cocok dengannya.
178
222-224. Triptych of the
Bodhisattva

These are three connected scenes, of


course, which I will describe in more
detail below. It is not clear whether
the scene that follows these three is
connected or not.

222–224. Tiga Serangkai


Bodhisattwa

Ini adalah tiga adegan yang


terhubung, tentu saja, yang akan
saya jelaskan lebih terperinci
di bawah ini. Tidak jelas apakah
adegan yang mengikuti ketiganya
berhubungan atau tidak. 222-224
179
222 223

222. Two Men under a Tree 223. The Bodhisattva and his Female Attendants

We see two men sitting outside and under the tree which is in the This is the centre panel of the triptych. The Bodhisattva is sat in a
background. The one on the left has had his face broken off. He holds one comfortable position with one leg on his throne, and the other pendant. On
hand up with forefinger and thumb touching, and the other with palm either side, and at a slightly lower level, kneel a pair of female attendants, or
upwards. The one in front has a bow and arrow. it may be queens. The Bodhisattva appears to be making a point, holding his
hand in a kind of teaching posture.
222. Dua Lelaki di Bawah Pohon
223. Bodhisattwa dan Pelayan Perempuannya
Kita lihat dua lelaki duduk di luar, di bawah pohon yang ada di latar. Yang di
kiri wajahnya rusak. Ia mengangkat satu tangan dengan jari telunjuk dan jari Ini adalah panel tengah dari tiga serangkai. Bodhisattwa duduk dalam posisi
jempol bersentuhan, dan yang lain dengan telapak ke atas. Yang di depan nyaman dengan satu kaki di singgasananya, dan satunya menggantung.
punya busur dan panah. Di kedua sisi, dan di tingkat yang sedikit lebih rendah, berlutut sepasang
pelayan perempuan, atau mungkin ratu. Bodhisattwa tampak membuat satu
petunjuk, dengan tangan dalam semacam postur mengajar.
180
224 225

224. Two Men under a Tree 225. The King blesses Four Men

The right hand side relief in this triptych. Again we see two men sitting We seem to see a king, or man of high standing, seated on a large cushion,
under a tree, which is more elaborate this time. The one on the left holds a with a female behind him. In front of the king are four men under two trees.
lotus flower, while the one on the right holds a scythe. The king seems to be blessing them, or giving them something. The hands
are partially broken off preventing us from being clear on this.
224. Dua Pria di Bawah Pohon
225. Raja Memberkahi Empat Lelaki
Sisi kanan relief dalam tiga serangkai ini. Lagi-lagi kita lihat dua lelaki duduk
di bawah pohon, yang kali ini lebih rumit. Yang di sebelah kiri pegang bunga Tampaknya kita lihat raja, atau lelaki berpangkat tinggi, duduk di bantal
teratai, sedangkan yang di kanan pegang sabit. besar, dengan perempuan di belakangnya. Di depan raja ada empat lelaki
di bawah dua pohon. Raja tampaknya memberkahi mereka, atau memberi
mereka sesuatu. Tangan yang sebagian patah mencegah kita mengetahui ini
dengan jelas.
181
226 227

226. The King turns away from two Brahmins 227. Devas pour down Riches

A king sits with one leg pendant on a raised seat, with a large money pot Two devas fly through the air, one of whom has a pot which is turned upside
underneath. He is looking away from the two brahmins who appear to down, and from which riches fall on to the people below. The men and
beseech him. The female on the seat looks on. women appear to be gathering them up. One of them holds what may be a
waterpot.
226. Raja Berpaling dari Dua Brahmana
227. Para Dewa Mencurahkan Kekayaan
Raja duduk dengan satu kaki menggantung di kursi terangkat, dengan kendi
uang besar di bawahnya. Ia memalingkan muka dari dua brahmana yang Dua dewa terbang di udara, salah satunya punya kendi terbalik, yang
muncul untuk memohon kepadanya. Perempuan di kursi memandang. darinya kekayaan jatuh ke orang-orang di bawah. Lelaki dan perempuan
tampak mengumpulkan itu. Salah satu dari mereka memegang sesuatu yang
mungkin kendi air.
182
228 229

228. The Bodhisattva in Recumbent Posture 229. A Group of Standing Men

There is an elaborate forest scene, with trees, a bird and a deer in the We see a group of nine men standing, and partially turned to the right. They
background. In the fore we see the Bodhisattva lying down in the lion’s are probably attending to the action on the next relief. They are in various
sleeping posture, with one foot on top of the other. He has one hand under postures, and one holds what seems to be an arrow.
his head and another resting on his thigh.

228. Bodhisattwa Dalam Postur Berbaring 229. Sekelompok Pria Berdiri

Ada adegan hutan yang rumit, dengan pepohonan, burung, dan rusa di latar. Kita lihat sekelompok sembilan lelaki berdiri, dan sebagian berbelok ke
Di depan kita lihat Bodhisattwa berbaring dalam postur singa tidur, dengan kanan. Mereka mungkin menghampiri kejadian di relief berikutnya. Mereka
satu kaki di atas yang lain. Satu tangannya di bawah kepalanya dan yang dalam berbagai postur, dan satu orang memegang sesuatu seperti panah.
lainnya bertumpu di pahanya.
183
230 231

230. Śakra and the Bodhisattva 231. The Bodhisattva and Attendants

The figure who is sitting on the seat is probably the Bodhisattva. In front of The Bodhisattva is seated on a raised seat, underneath which are two money
him is Śakra, lord of the gods, who is holding something in his right hand, pots. He has two female attendants with him, one of whom is holding a
probably a casket or a large jewel. Crouching down on the right hand side flywhisk. All three have on the elaborate dress of the court.
is his vehicle Airāvata, as can be seen from his large ears and the tusk in his
hair.
231. Bodhisattwa dan Para Pelayan
230. Śakra dan Bodhisattwa
Bodhisattwa duduk di kursi tinggi, di bawahnya ada dua kendi uang. Ia
punya dua pelayan perempuan bersamanya, salah satunya memegang
Sosok yang duduk di kursi mungkin Bodhisattwa. Di depannya adalah Śakra,
kebutan. Ketiganya mengenakan busana kerajaan yang rumit.
raja para dewa, yang memegang sesuatu di tangan kanannya, mungkin peti
atau permata besar. Berjongkok di sisi kanan adalah kendaraannya, Airāvata,
seperti yang bisa dilihat dari telinga besar dan gading di rambutnya.
184
232 233a

232. Śakra pays Homage 233a. A Dancing Party

On the right we can identify the parasol holder as Airāvata again, so The next two scenes, which are actually seperate, are part of a corner panel.
we know the character holding the incense burner must be Śakra. He On a raised platform we see a female dancer in much the same posture as
sits on a raised seat with two others, both holding their hands in añjali. we witness at Angkor. Around her are a large group of male and female
Śakra’s attention appears to be on the previous relief, which featured the characters who are playing cymbals and keeping time for her. A male figure
Bodhisattva. on the left of the main character may be clapping.

232. Śakra Memberi Penghormatan 233a. Pesta Tari

Di kanan kita dapat mengenali pemegang payung sebagai Airāvata lagi, Dua adegan berikutnya, yang sebenarnya terpisah, adalah bagian dari panel
jadi kita tahu tokoh yang memegang pembakar dupa pastinya Śakra. Ia sudut. Di panggung yang ditinggikan, kita lihat penari perempuan dalam
duduk di kursi tinggi dengan dua lainnya, keduanya menangkupkan tangan postur yang sama seperti yang kita saksikan di Angkor. Di sekelilingnya ada
añjali. Perhatian Śakra tampaknya tertuju pada relief sebelumnya, yang sekelompok besar tokoh lelaki dan perempuan yang memainkan simbal
menampilkan Bodhisattwa. dan menjaga tempo untuknya. Sosok lelaki di kiri tokoh utama mungkin
bertepuk tangan.

185
The Tableau Gambar Tunggal
The character of the following scenes, almost up to the end of the wall, is very Tokoh dalam adegan berikut, hampir sampai ke ujung dinding, sangatlah berbeda
different from what has gone before. Whereas previously we have had narrative dari apa yang ada sebelumnya. Sementara sebelumnya kita punya adegan cerita
scenes some of which have been identified as further Jātaka and Avadāna stories, the yang beberapa di antaranya telah dikenali sebagai cerita Jātaka dan Avadana, panel-
panels that follow have more the character of tableau, often stretched over five or panel selanjutnya lebih banyak tokoh gambar tunggal, sering membentang lebih dari
more panels, and often with a Buddha as the central figure. The only story we have lima panel, dan sering dengan Buddha sebagai tokoh utama. Satu-satunya cerita
managed to identify is that of the Buddha’s half-brother Nanda, not far from the end yang berhasil kita kenali adalah tentang saudara tiri Buddha, Nanda, tak jauh dari
of the sequence. akhir urutan.

A Buddha with Devotees, 1


233b. A Group with Offerings

An ensemble scene with many different


characters holding offerings. In the centre
there is a large vase, with a wheel over it. It
is placed on a pedestal. The focus is actually
on the Buddha who is two reliefs in front of
this one.

Buddha Dengan Para Pengikut, 1


233b. Kelompok Dengan Persembahan

Adegan kerumunan dengan berbagai tokoh


memegang persembahan. Di tengah ada
jambangan besar, dengan roda di atasnya.
Jambangan diletakkan di atas dudukan.
Pusatnya sebetulnya ada di Buddha yang
berada di dua relief setelah ini.

233b
186
234-236

234-236. A Triptych with a Buddha 234–236. Tiga Serangkai Dengan Satu Buddha

The next three scenes, which will be described below, are of a Buddha sitting Tiga adegan berikutnya, yang akan diuraikan di bawah, adalah tentang satu
and teaching in the middle with two groups of people on either side. Buddha duduk dan mengajar di tengah dengan dua kelompok orang di kedua
sisi.
187
234 235

234. Monastics and Lay 235. Buddha and Devas

On the right we see three monastics sitting on the floor, looking at the The central figure is a Buddha, though which one, of course, we do not
Buddha in the next relief. Behind them are two lay people. They are sat know. He is seated on a double lotus throne, with an elaborate back to it.
under clouds and a tree. Above him on top of the clouds are seen two devas, one on either side. The
Buddha holds his hands in teaching posture. There is an incense burner and
234. Biarawan dan Perumah-tangga a waterpot on either side, as in most of these Buddha reliefs.

Di kanan kita lihat tiga biksu duduk di lantai, memandangi Buddha di relief 235. Buddha and Para Dewa
berikutnya. Di belakang mereka ada dua perumah-tangga. Mereka duduk di
bawah awan dan pohon. Sosok utama adalah Buddha, meskipun yang mana, tentu saja, kita tidak
tahu. Ia duduk di singgasana teratai ganda, dengan latar yang rumit. Di
atasnya, di atas awan, terlihat dua dewa, satu di tiap sisi. Tangan Buddha
dalam postur mengajar. Ada pembakar dupa dan kendi air di kedua sisi,
seperti dalam sebagian besar relief Buddha ini.
188
236 237

236. Five People paying Respects 237. Paying Respects

The right hand panel of this triptych shows five people, but it is very badly This is a continuation of the previous scene, but a lot of it is now missing.
damaged. Two of them are holding their hands in añjali, and possibly the All we now see are three people sat on the floor, one of whom is holding his
others were too. They are all seated on the floor under a tree and a parasol. hands in añjali. It is part of a corner relief with the next one, but they are not
related.
236. Lima Orang Memberi Hormat
237. Memberi Hormat
Panel kanan tiga serangkai ini menampilkan lima orang, tetapi rusak sangat
parah. Dua dari mereka menangkupkan tangan añjali, dan mungkin yang Ini adalah kelanjutan dari adegan sebelumnya, tetapi banyak bagian yang
lainnya juga. Mereka semua duduk di lantai, di bawah pohon dan payung. kini hilang. Sekarang yang bisa kita lihat hanyalah tiga orang duduk di
lantai, salah satunya menangkupkan tangan añjali. Ini adalah bagian dari
relief sudut dengan relief selanjutnya, tetapi mereka tidak berhubungan.
189
238 239

A Buddha with Devotees, 2 239. A Buddha giving Blessings

238. Monastics respecting the Buddha A lot of the relief at the top and the bottom is missing here, but we see
enough to know it is a Buddha figure, and he is giving his blessings. On the
The first of three related reliefs. There is a group of seven monastics who are left there is an incense burner, and on the right a waterpot.
all sitting on the floor, and under a tree. They have various postures, but are
paying attention to the Buddha on the next relief. Notice the sitting cloth 239. Buddha Memberikan Berkah
that they carry over their left shoulders.
Banyak bagian atas dan bawah relief ini hilang, tetapi yang kita lihat
Buddha Dengan Para Pengikut, 2 cukup untuk mengetahui bahwa itu adalah sosok Buddha, dan ia sedang
memberkahi. Di kiri ada pembakar dupa, dan di kanan ada kendi air.
238. Para Biarawan Menghormati Buddha

Yang pertama dari tiga relief yang berhubungan. Ada sekelompok tujuh
biksu yang semuanya duduk di lantai, di bawah pohon. Mereka ada dalam
berbagai postur, tetapi memerhatikan Buddha di relief selanjutnya.
Perhatikan kain alas yang mereka bawa di bahu kiri mereka.
190
240 241

240. Lay People pay Respects 241. A Divider

Again a badly damaged relief. Attention is on the Buddha on the previous This scene presumably serves to divide two stories from each other. It is
relief and we see a couple of lay people, one of whom holds his hands in divided in two, on the left the characters look back at the previous scene,
añjali. There is a tree in the background. and on the right they look forward to those that follow.

240. Perumah-tangga Memberi Penghormatan 241. Penyekat

Lagi-lagi relief yang rusak parah. Perhatian tertuju kepada Buddha yang ada Adegan ini mungkin berfungsi untuk membagi dua cerita dari satu sama
di relief sebelumnya dan kita lihat sepasang perumah-tangga, salah satunya lain. Adegan dibagi dua, di kiri sosok-sosok melihat kembali ke adegan
menangkup tangan añjali. Ada satu pohon di latar. sebelumnya, dan di kanan mereka memandang ke orang-orang yang
mengikuti.

191
242 243

A Buddha with Devotees, 3 243. A Buddha in Teaching Posture

242. Monastics pay Respects The central character is a Buddha, who has had his head knocked off again
here. He holds his hands in a blessing posture. Above him on either side are
The first of three reliefs, similar to the previous sets. Again on the first of devas sitting on clouds, and are also paying respects to the Buddha.
them we see monastics paying respects to a Buddha who is situated on the
next relief. They are outside under the trees. 243. Buddha Dalam Postur Mengajar

Buddha Dengan Para Pengikut, 3 Tokoh utama adalah Buddha, yang di sini kepalanya lagi-lagi hilang.
Tangannya dalam postur memberkahi. Di atasnya ada para dewa yang duduk
242. Para Perumah-tangga Memberi Hormat di atas awan, juga memberi penghormatan kepada Buddha.

Pertama dari tiga relief, mirip dengan rangkaian sebelumnya. Sekali lagi
di yang pertama, kita lihat para biawaran memberi penghormatan kepada
Buddha yang terletak di relief berikutnya. Mereka di luar, di bawah pohon.
192
244 245

244. The Bodhisattva worships the Buddha 245. Meeting with Royalty

The third part of this three-part series shows the This broad relief is quite damaged. Just left of centre we see the central character, who
Bodhisattva paying respects to the Buddha on the is probably a king. Behind him is his queen, and other members of his court, including a
previous panel. There is a halo around his head, and two swordsman. In front of him it appears that village folk have come out to meet him.
women look on intently at him. There is also a large urn
on the left, though its role is unknown. 245. Pertemuan Dengan Bangsawan

244. Bodhisattwa Menyembah Buddha Relief lebar ini cukup rusak. Tepat di kiri tengah kita lihat tokoh utama, yang mungkin raja. Di
belakangnya ada ratu, dan anggota istana lainnya, termasuk pendekar pedang. Di depannya
Bagian ketiga dari seri tiga rangkaian ini menampilkan tampak penduduk desa keluar untuk menemuinya.
Bodhisattwa memberi hormat kepada Buddha di panel
sebelumnya. Ada aura di kepalanya, dan dua perempuan
memandanginya dengan saksama. Ada juga pasu besar
di kiri, meskipun kegunaanya tidak diketahui.

193
246 247

246. Offerings for a Monk 247. A Monk gives an Interview

Many people are featured on this relief, some sitting, some standing. The A monk is sat in accomplished posture (siddhāsana) on a high pedestal.
scene is outdoors as we see from the tree on the top left. Many of the He rests one hand on his knee and another on his thigh. Before him are
characters hold gifts, which they are presumably presenting to the monk on two royal figures, down on their knees and paying respects. Above them
the next relief. probably the same monk is departing by flying through the air.

246. Persembahan untuk Biksu 247. Biksu Memberi Wawancara

Banyak orang ditampilkan dalam relief ini, beberapa duduk, beberapa Biksu duduk dalam posisi sempurna (siddhāsana) di atas tumpuan tinggi. Ia
berdiri. Adegan di luar, seperti yang kita lihat dari pohon di kiri atas. Banyak meletakkan satu tangan di lututnya dan satu lagi di pahanya. Di hadapannya
tokoh memegang persembahan, yang mungkin mereka persembahkan ada dua sosok kerajaan, berlutut dan memberi hormat. Di atas mereka,
kepada biksu di relief berikutnya. mungkin biksu yang sama, berangkat dengan terbang di angkasa.

194
248 249

248. Śakra worships a Monk 249. A Monk flying with the Devas

This is a corner relief. On the left we see two people sitting on the floor, In this scene the very same monk is still flying through the air, but this time
and above them a monk is flying through the air, it is presumably the same he is accompanied by four devas, including Śakra and Airāvata, who are also
character as on the surrounding reliefs. The one on the right is Airāvata, flying. Two hold their hands up as though supporting him, while the other
as we see from his large ears. On the right Śakra sits with a female and two are on the same level.
worships the monk.
249. Biksu Terbang Dengan Para Dewa
248. Śakra Menyembah Biksu
Dalam adegan ini, biksu yang sama masih terbang di angkasa, tetapi kali
Ini relief sudut. Di kiri kita lihat dua orang duduk di lantai, dan di atas ini ia ditemani oleh empat dewa, termasuk Śakra dan Airāvata, yang juga
mereka biksu terbang di angkasa, itu mungkin tokoh yang sama seperti di terbang. Dua menahan tangan ke atas seolah menyokongnya, sementara dua
relief di sekeliling. Satu tokoh di kanan adalah Airāvata, seperti yang kita lainnya ada di ketinggian yang sama.
lihat dari telinganya yang besar. Di kanan,Śakra duduk dengan perempuan
dan menyembah biksu itu.
195
250 251-253

250. The Devas pay Homage A Buddha with Devotees, 4


This is quite similar to a dividing scene, which we are 251-253. A Triptych with a Buddha
seeing occasionally. The thing that makes me doubt it,
is that soon Śakra and Airāvata reappear (on 253), and These three scenes—and the preceding and following ones too—all centre on the Buddha who is
so it is possibly only a relief separating two dramatic sitting in the middle here. The composition is similar to the previous ones, with monks on the left,
moments in the same story. Some of the devas face the Buddha in the middle and lay on the right. We will describe each one separately.
left, some face right.

Buddha Dengan Para Pengikut, 4


250. Para Dewa Memberi Penghormatan
251–253. Tiga Serangkai Dengan Buddha
Ini sangat mirip dengan adegan pemisah, yang kadang
Tiga adegan ini—dengan yang sebelumnya dan sesudahnya—semuanya berpusat pada Buddha yang
kita lihat. Hal yang membuat saya ragu, bahwasanya
duduk di tengah sini. Susunannya mirip dengan yang sebelumnya, dengan biksu di kiri, Buddha di
tak lama Śakra dan Airāvata muncul kembali (di
tengah dan berbaring di kanan. Kita akan paparkan masing-masing secara terpisah.
253), maka itu, ini mungkin hanya relief yang
memisahkan dua momen dramatis dalam cerita yang
sama. Beberapa dewa menghadap ke kiri, sebagian
menghadap ke kanan.
196
251 252

251. Four Monastics paying Homage 252. A Buddha in Teaching Posture

There are four monks sitting under two trees, both of which are fruiting. The Buddha sits atop a double lotus seat, he has one hand resting on his lap,
The monks are paying respects to the Buddha on the next panel, as we have and the other is raised in teaching posture. Above him are devas on either
seen in a few similar scenes. side, each holding an offering.

251. Empat Biarawan Memberi Penghormatan 252. Buddha Dalam Postur Mengajar

Ada empat biksu yang duduk di bawah dua pohon, yang keduanya berbuah. Buddha duduk di kursi teratai ganda, ia meletakkan satu tangan di
Para biksu memberi penghormatan kepada Buddha di panel berikutnya, pangkuannya, dan yang lain diangkat dalam postur mengajar. Di atasnya
seperti yang telah kita lihat dalam beberapa adegan serupa. adalah para dewa di kedua sisi, masing-masing memegang persembahan.
197
253 254

253. Śakra worships the Buddha 254. A Divider

Three gods sit under the trees and worship the Buddha on the previous Another divider, this time it has some overlap, but clearly the figures on the
relief. In the centre is Śakra, on the right is Airāvata, and on the left Śakra’s left are looking to the previous reliefs, and the ones on the right to the ones
wife. The last two have their hands held up in reverential salutation. to come. A couple of them on the left have large shields; while those on the
right have offerings.
253. Śakra Menyembah Buddha
254. Penyekat
Tiga dewa duduk di bawah pohon dan menyembah Buddha di relief
sebelumnya. Di tengah adalah Śakra, di kanan adalah Airāvata, dan di Penyekat lainnya, kali ini ada beberapa yang tumpang tindih, tetapi jelas
sebelah kiri adalah istri Śakra. Dua yang terakhir mengangkat tangan tokoh di kiri melihat ke relief sebelumnya, yang di kanan ke relief yang akan
mereka memberi hormat. datang. Sepasang dari mereka di kiri punya perisai besar; sementara mereka
yang di kanan punya persembahan.
198
255

A Buddha with Devotees, 5 Buddha Dengan Para Pengikut, 5


255-257. A Triptych featuring a Buddha 255–257. Tiga Serangkai Menampilkan Buddha

We see three panels from what is probably a five panel sequence, starting Kita lihat tiga panel dari apa yang mungkin adalah rangkaian lima panel,
on the previous relief. At the centre sits a Buddha, though we do not know mulai dari relief sebelumnya. Di tengah duduk Buddha, walau kita tidak tahu
which Buddha. Buddha yang mana.
199
255 256

255. Four Monks and Three Trees 256. A Buddha and Two Devas

The three trees in the background signify that the scene is once more set Similarly to previous scenes we find here a Buddha sitting on a double lotus
outside. There is a bird on one of the trees. Underneath are four monks, the throne. It has an elaborate back. The Buddha was either teaching or blessing,
two on the right are holding their hands in añjali. the arm is missing so it is now hard to tell which. Above, two devas sit on
clouds. They are dressed like monastics, and appear to be blowing conches.
255. Empat Biksu dan Tiga Pohon
256. Buddha dan Dua Dewa
Tiga pohon di latar menandakan bahwa adegan sekali lagi ditempatkan di
luar. Ada burung di salah satu pohon. Di bawahnya ada empat biksu, dua di Mirip dengan adegan sebelumnya, di sini kita temukan Buddha duduk
kanan menangkupkan tangan añjali. di singgasana teratai ganda. Singgasananya punya sandaran yang rumit.
Buddha entah sedang mengajar atau memberkahi, lengan-Nya hilang
sehingga sekarang sulit untuk mengatakan yang mana. Di atas, dua dewa
duduk di atas awan. Mereka berpakaian seperti biarawan, dan tampak
meniup cangkang kerang.
200
257 258

257. A King pays Homage 258. Women with Offerings

On the next relief we see a king, sitting with two female attendants under a This appears to be part of the previous sequence, and mainly shows the
canopy of trees. The king is gesticulating, as though pointing out the Buddha king’s followers, especially women, who are holding up offerings for the
to his followers. Buddha pictured two panels ago. On the right are a few men also.

257. Raja Memberi Penghormatan 258. Para Perempuan Dengan Persembahan

Di relief berikutnya kita lihat raja, duduk dengan dua pelayan perempuan di Ini sepertinya bagian dari rangkaian sebelumnya, dan terutama
bawah tudung pohon. Raja memberi isyarat, seolah menunjukkan Buddha menampilkan para pengikut raja, terutama perempuan, yang memegang
kepada para pengikut-Nya. persembahan untuk Buddha yang digambarkan dalam dua panel
sebelumnya. Di kanan ada beberapa lelaki juga.

201
259 260

259. An Abundance of Riches 260. The Bodhisattva distributes his Wealth

The first of four connected reliefs. This one shows men and women The central character here is dressed like a king, and is sitting in princely
gathering up the riches that are falling all around them. There is cloth on fashion. Krom thinks it is Kuvera, but there seems to be no way to assert
the clouds, and the round disks are undoubtedly gold coins. this other than the riches that lie around. More likely it is the Bodhisattva
distributing his wealth, perhaps before going forth. He is pictured holding a
259. Limpahan Kekayaan standard, and underneath are four money pots, one of which is upturned.

Yang pertama dari empat relief yang bersambungan. Yang ini menampilkan 260. Bodhisattwa Membagikan Kekayaannya
lelaki dan perempuan mengumpulkan kekayaan yang jatuh di sekeliling
mereka. Ada kain di awan, dan cakram bulat yang tak diragukan lagi adalah Tokoh utama di sini berbusana seperti raja, dan duduk dengan gaya
keping-keping emas. pangeran. Krom berpikir ia adalah Kuvera, tetapi sepertinya tidak ada
cara untuk memastikan hal ini selain kekayaan yang ada di sekitarnya.
Lebih mungkin Bodhisattwa membagikan kekayaannya, mungkin sebelum
pelepasan keduniawian. Ia digambarkan memegang tongkat, dan di
bawahnya ada empat kendi uang, salah satunya terbalik.
202
261 262

261. Holding up the Riches 262. A Divider

Somewhat similar to the relief on the other side of the king, this one shows A large number of people are portrayed in this relief, those on the left look
lay people holding up the riches they have managed to gather. Behind stand to the previous sequence of reliefs, and the ones on the right to the one to
two people, one of whom is holding a moon-crescent in his hand. come. On the top right we see two men with a carrying pole, having a sack
full of items hanging from it.
261. Memegang Kekayaan
262. Penyekat
Agak mirip dengan relief di sisi lain raja, relief ini menampilkan para
perumah-tangga memegang kekayaan yang telah mereka kumpulkan. Sejumlah besar orang digambarkan dalam relief ini, mereka yang di kiri
Di belakang berdiri dua orang, salah satunya memegang bulan sabit di melihat ke urutan relief sebelumnya, dan yang di kanan ke relief yang akan
tangannya. datang. Di kanan atas kita lihat dua lelaki dengan kayu pikulan, yang ada
sekarung penuh barang bergantung darinya.

203
263 264

A Buddha with Devotees, 6 264. A Buddha in Teaching Posture

263. A Noble and Two Monks Once again a Buddha sits atop a double lotus throne. He has a halo behind
his head, and is holding his hand in a teaching posture. Two devas are on the
On the left we see a someone dressed in the clothing of the nobility, maybe clouds above him, and again their dress and hair are similar to monastics.
even a king, he has two attendants, one of whom holds the parasol over him.
In front of him are two monks holding their hands in añjali. While above in 264. Buddha Dalam Postur Mengajar
the clouds a deva flies by.
Sekali lagi Buddha duduk di takhta singgasana ganda. Ia punya aura di
Buddha Dengan Para Pengikut, 6 belakang kepalanya, dengan tangan dalam posisi mengajar. Dua dewa berada
di awan di atasnya, dan lagi-lagi pakaian dan rambut mereka mirip dengan
263. Bangsawan dan Dua Biksu para biarawan.

Di kiri kita lihat seseorang mengenakan pakaian kaum bangsawan, mungkin


bahkan raja, ia punya dua pelayan, salah satunya memegang payung di
atasnya. Di depannya ada dua biksu yang menangkupkan tangan añjali.
Sementara di atas awan, dewa terbang melintas.
204
265 266

265. A King and Three Women 266. A Procession

This shows what looks like a king is sitting in the middle, with For the most part the characters on this relief are facing back to the previous panels, and
his hands held in añjali. He is surrounded by three females, are probably a procession of people bringing gifts from the king seen in the last relief. On
one of whom holds a lotus, and another a sword. In the top left the left the people are carrying a large casket. On the right we see musicians, though it is
corner a deva flies on top of a cloud. just possible they are connected to the following reliefs.

265. Raja dan Tiga Perempuan


266. Arakan
Ini menampilkan apa yang tampak seperti raja duduk di
tengah, dengan tangan bersikap añjali. Ia dikelilingi tiga Sebagian besar tokoh dalam relief ini menghadap ke belakang, ke panel-panel sebelumnya,
perempuan, satu di antaranya pegang teratai, dan yang lainnya dan mungkin adalah arakan orang yang membawa hadiah dari raja yang terlihat di relief
pedang. Di sudut kiri atas, dewa terbang di atas awan. terakhir. Di kiri, orang-orang membawa peti besar. Di kanan, kita lihat para pemusik, bisa
saja mereka terhubung dengan relief berikutnya.

205
267 268

267. Large Pots of Wealth 268. A Bodhisattva and his Entourage

This and the next relief are connected. In this one we see two large pots on A Bodhisattva sits in relaxed fashion with his knee supported by a strap.
the lower right hand side. Sitting alongside them is a yakṣa. Others sit under There are two people at the same level on the right hand side, and below
a tree, and two men with beards seem to be charge of the pots. them all are six small characters, one of whom holds a waterpot.

267. Kendi Harta Besar 268. Bodhisattwa dan Rombongannya

Relief ini dan relief selanjutnya bersambungan. Di sini kita lihat dua kendi Bodhisattwa duduk dengan santai dengan lutut dibebat. Ada dua orang
besar di sisi kanan bawah. Duduk bersama mereka adalah yaksa. Lainnya di tingkat yang sama di sisi kanan, dan di bawah mereka semua ada enam
duduk di bawah pohon, dan dua lelaki berjanggut kelihatannya berwenang tokoh kecil, salah satunya memegang kendi air.
atas kendi-kendi itu.
206
269 270

269. A Monk and Two Disciples 270. A Monk and Two More Disciples

At least the next five reliefs seem to be connected by the main character: a This is a similar scene to the last relief: a monk sits on the right, and two lay
monk. In this corner relief we see a monk sitting in meditation posture on disciples on the left. In this case though there is one male and one female
the right of the panel. On the left are two male lay devotees sitting under a disciple. The monk probably held his hand up, either in blessing, or maybe
tree. Between them and the monk is a large vase. in teaching, but the latter doesn’t look so likely as the former. The male
follower holds his hands in añjali.
269. Biksu dan Dua Murid
270. Dua Biksu dan Dua Murid Lainnya
Setidaknya lima relief berikutnya terlihat dihubungkan oleh tokoh
utamanya: seorang biksu. Di relief sudut ini kita lihat biksu duduk dalam Ini adalah adegan yang mirip dengan relief sebelumnya: biksu duduk di
postur meditasi di sisi kanan panel. Di kiri ada dua perumah-tangga lelaki kanan, dan dua perumah-tangga di kiri. Namun di sini, ada satu murid lelaki
duduk di bawah pohon. Di antara mereka dan biksu ada kendi besar. dan satu perempuan. Biksu itu mungkin mengangkat tangannya, mungkin
memberkahi, atau mungkin mengajar, tetapi orang yang paling belakang
tidak terlihat seperti yang sebelumnya. Pengikut lelaki menangkupkan
tangan añjali.
207
271 272

271. A Layman Teaching 272. An Offering to the Monk

There is quite a lot of damage on this relief unfortunately as it looks like it In this scene, which again is set outside, as we see from the tree, two lay
was very interesting. We see a layman sitting on a raised seat, with his hands people make an offering to the monk. It is a large dish with a lotus spread on
in teaching posture. Before him another is kneeling. They are seen next top. The monk has his hand touching it to receive it. Under his broken seat
to a stairway leading into a building, but too much is damaged to properly are signs of wealth.
identify it.
272. Persembahan untuk Biksu
271. Perumah-tangga Mengajar
Dalam adegan ini, yang lagi-lagi bertempat di luar, seperti yang kita lihat
Sayang ada banyak kerusakan dalam relief ini, karena kelihatannya relief dari pohon, dua perumah-tangga memberi persembahan kepada biksu.
ini sangat menarik. Kita lihat perumah-tangga duduk di kursi tinggi, dengan Persembahan itu adalah hidangan besar dengan teratai tersebar di atasnya.
tangan berpostur mengajar. Di hadapannya ada orang lain yang berlutut. Biksu itu menyentuh dengan tangannya untuk menerimanya. Di bawah
Mereka terlihat di sebelah tangga yang mengarah ke bangunan, tetapi kursinya yang rusak ada perlambang kekayaan.
terlalu banyak kerusakan untuk mengenalinya dengan tepat.
208
273 274

273. The Monk blesses Two People 274. Worshipping the Stūpa

Krom thinks that the persons on the left in the relief are a nāga and a nāginī, We see two people, a man and a woman of the nobility, worshipping a stūpa.
but I am unsure how he has made this identification, as the normal markings They are outside under the trees. It is quite possible this is the relic chamber
for nāgas are not present. It could just as well be two lay people. In any case of the monk seen in the previous reliefs.
they are being blessed by the monk who sits with his hand raised.
274. Memuja Stupa
273. Biksu Memberkahi Dua Orang
Kita lihat dua orang, lelaki dan perempuan bangsawan, memuja stupa.
Krom berpikir bahwa orang-orang di kiri dalam relief adalah naga lelaki dan Mereka berada di luar, di bawah pohon. Sangat mungkin ini adalah ruang
perempuan, tetapi saya tidak yakin bagaimana ia membuat pengenalan ini, relik biksu yang terlihat di relief sebelumnya.
karena tanda-tanda umum untuk naga tidak ada. Itu bisa juga dua perumah-
tangga. Bagaimanapun, mereka sedang diberkahi oleh biksu yang duduk
dengan tangan diangkat.
209
275. Preparing for
Consecration

This appears to be
the preparations for
the consecration of
the central character,
presumably the
Bodhisattva, who sits
atop a throne. On the
left we see a brahmin
getting ready, and
on the far left we see
someone holding a
crown. Others have
offerings ready.

275. Menyiapkan
Penahbisan

Sepertinya ini adalah


persiapan untuk
penahbisan tokoh
utama, mungkin
Bodhisattwa, yang
duduk di singgasana. Di
kiri kita lihat brahmana
bersiap, dan di kiri jauh
kita lihat seseorang
memegang mahkota.
Yang lain siap dengan
persembahan.
275

210
276-278

276-278. A Triptych of the Kings 276–278. Tiga Serangkai Raja

These three scenes all belong together. They show the meeting of two kings, Ketiga adegan ini semuanya berhubungan. Mereka menampilkan pertemuan
pictured on the first two reliefs. An entourage of the second king is on the dua raja, digambarkan di dua relief pertama. Arakan raja kedua ada di relief
third. ketiga.
211
276 277

276. The Bodhisattva Teaching 277. A King worships the Bodhisattva

I presume the king who is teaching in the first of these reliefs is the Another king is depicted on this relief, he sits on the floor, with some
Bodhisattva, who was consecrated in the previous panel. By the position of companions around him. He has his hands raised in añjali as he listens to the
his hands it is evident he is teaching. He has his queen behind him. In front Bodhisattva’s teachings.
sit two more people, one of whom has his arms folded.
277. Raja Menyembah Bodhisattwa
276. Bodhisattwa Mengajar
Raja lain digambarkan di relief ini, ia duduk di lantai, dengan beberapa
Saya kira raja yang mengajar di relief pertama adalah Bodhisattwa, yang penyerta di sekitarnya. Ia mengangkat tangannya añjali ketika ia
ditahbis di panel sebelumnya. Dari posisi tangannya, terbukti ia sedang mendengarkan ajaran Bodhisattwa.
mengajar. Ia punya ratu di belakangnya. Di depan duduk dua orang lagi,
salah satu dengan lengan terlipat.
212
278 279

278. Courtiers watch the Proceedings 279. More Courtiers

The five courtiers pictured on this relief are the courtiers of the second It seems as though these must be a further extension of courtiers related to the
king. They hold various postures, and one or two must be brahmins. second king. Again they are a diverse group, holding various postures. The one on
They sit inside a pavilion. The same scene is probably continued on the the right has a sword.
next relief, which is actually around the corner from these three.
279. Pegawai Istana Lagi
278. Para Pegawai Istana Menyaksikan Arakan
Ini tampaknya adalah lanjutan perpanjangan dari para pegawai istana yang terkait
Lima pegawai istana yang digambarkan di relief ini adalah para pegawai dengan raja kedua. Lagi-lagi mereka adalah kelompok yang beragam, dengan
istana raja kedua. Mereka dengan berbagai postur, dan satu atau dua berbagai postur. Yang di kanan punya pedang.
orang pastinya brahmana. Mereka duduk dalam anjungan. Adegan yang
sama mungkin berlanjut di relief berikutnya, yang sebenarnya ada di
sekitar sudut dari yang tiga ini.
213
280 281

280. An Entourage 281. The Bodhisattva and Women

This is probably the start of a new story, though all we see here is another line of It looks like the entourage on the last relief are for the Bodhisattva
courtiers, this time sitting on the floor. One, on the left, has a shield, and another, on who sits on the stool in this relief. He is here surrounded by women,
the right, has a sword. Their attention is not focused, but they are probably related to who hold gifts, a fan and one with her hands in añjali. He appears to
the following relief. keep quiet, and not be teaching.

280. Rombongan
281. Bodhisattwa dan Perempuan
Ini mungkin awal dari cerita baru, walau yang kita lihat di sini adalah barisan lain
pegawai istana, kali ini duduk di lantai. Satu, di kiri, punya perisai, dan yang lain, Kelihatannya rombongan di relief terakhir adalah untuk
di kanan, punya pedang. Perhatian mereka tidak terpusat, tetapi mereka mungkin Bodhisattwa, yang duduk di kursi di relief ini. Ia di sini dikelilingi
berkenaan dengan relief berikutnya. oleh para perempuan, yang memegang hadiah, kipas, dan satu
yang tangannya añjali. Bodhisattwa tampak diam, dan tidak sedang
mengajar.
214
282 283

282. The Queen and Attendants 283. Another Entourage

This is so balanced with the previous relief that I think it must be part of This is perhaps the last in a sequence of four reliefs. Here we see the queen’s
the same scene. On the other side from the Bodhisattva therefore sits his entourage, mainly women of the court, who carry offerings and pay their
queen, who is also surrounded by female attendants, who worship and carry respects.
offerings.
283. Rombongan Lainnya
282. Ratu dan Para Pelayan
Ini mungkin yang terakhir dari rangkaian empat relief. Di sini kita lihat
Ini sangat seimbang dengan relief sebelumnya sehingga saya pikir ini rombongan ratu, terutama para perempuan kerajaan, yang membawa
pastinya adalah bagian dari adegan yang sama. Di sisi lain Bodhisattwa, persembahan dan mereka memberi penghormatan.
duduk ratu, yang juga dikelilingi oleh para pelayan perempuan, yang
memuja dan membawa persembahan.
215
284. Eight Courtiers

The attention of these courtiers appears to be on the figure in the next relief, so
we may take it these are his courtiers. They hold three objects, a peacock feather
fan, a furled standard, and an umbrella.

284. Delapan Pegawai Istana

Perhatian para pegawai istana ini tampaknya tertuju pada sosok dalam relief
berikutnya, jadi kita bisa menganggap ini adalah para pegawai istananya. Mereka
284 memegang tiga benda, kipas bulu merak, tongkat tergulung, dan payung.

A Universal Monarch with his Jewels


285. The Universal Monarch

Seated on a seat seemingly floating in the air is the Universal Monarch, who we
can identify by some of the seven jewels here and on the following reliefs. He is
holding a vase of donation, and appears to be washing his hands with it, though
what he is giving is not clear. Behind him a deva is worshipping. Above the
brahmin on the floor is a lotus cushion, with the wheel (cakra) on it.

Raja Semesta Dengan Permatanya


285. Raja Semesta

Duduk di kursi yang tampak mengambang di udara adalah Raja Semesta, yang
dapat kita kenali dengan tujuh permata di sini dan di relief setelahnya. Ia pegang
kendi derma, dan terlihat mencuci tangannya dengan itu, meski apa yang ia
berikan tidak jelas. Di belakangnya ada dewa memuja. Di atas brahmana, di lantai,
285 ada bantal teratai, dengan roda (cakra) di atasnya.
216
286 287

286. The Woman-Jewel 287. The Horse and Elephant Jewels

The woman on the lotus cushion then would be the woman-jewel, and just As these are almost certainly two of the other jewels it is hard to explain
behind her is the gem. Other women make up the scene, including one on why they are turned away, and do not face back to the Universal Monarch.
her hands and knees. They are outside under the trees.

286. Permata Perempuan 287. Permata Kuda dan Gajah

Perempuan di bantal teratai yang kemudian akan menjadi permata Karena ini hampir pasti adalah dua dari permata lainnya, sulit untuk
perempuan, dan tepat di belakangnya adalah permata. Perempuan lain menjelaskan mengapa mereka berpaling, dan tidak menghadap balik ke Raja
mengisi adegan, termasuk satu di tangan dan lututnya. Semesta. Mereka di luar, di bawah pohon.

217
288 289

288. The Universal Monarch in Conversation 289. Four Devas flying through the Air

This is almost certainly another scene from the same story. Here the A part of this relief is missing, but we still see that four devas are flying
monarch is sitting on a raised seat, and appears to be pointing something through the air, and apparently headed towards the right, and therefore the
out to the king in front of him. Behind him are two women, and behind the next relief in the series.
king, who has his arms crossed, are others holding various postures.
289. Empat Dewa Terbang di Angkasa
288. Raja Semesta Dalam Percakapan
Sebagian dari relief ini hilang, tetapi kita masih bisa melihat empat dewa
Ini hampir pasti adegan lain dari cerita yang sama. Di sini raja semesta terbang di udara, dan terlihat menuju ke kanan, ke relief berikutnya dalam
duduk di kursi tinggi, dan tampak menunjukkan sesuatu kepada raja di rangkaian.
depannya. Di belakangnya ada dua perempuan, dan di belakang raja, yang
tangannya disilangkan, adalah orang-orang lain dengan beragam postur.

218
290 291

290. The Monarch and Queen in a Carriage 291. Four Jewels

In this corner relief we see first on the left three members of the nobility, Here we see four of the jewels again: top left is the gemstone, top right is
but a lot of the facing stone has gone by now. Then on the right we see the the wheel, bottom left is the horse, and bottom right is the elephant. They
monarch and his queen seated in a small carriage. The monarch, by the look appear to be going towards the next scene.
of his hand, seems to be teaching.
291. Empat Permata
290. Raja Semesta dan Ratu Dalam Kereta
Di sini kita lihat empat permata lagi: kiri atas adalah batu permata, kanan
Di relief sudut ini, pertama kita lihat di kiri tiga anggota kaum bangsawan, atas adalah roda, kiri bawah adalah kuda, dan kanan bawah adalah gajah.
tetapi banyak batu pelapis sekarang telah hilang. Lalu di kanan kita lihat Mereka tampak menuju adegan berikutnya.
raja semesta dan ratunya duduk di kereta kecil. Raja semesta, dari tampilan
tangannya, tampak sedang mengajar.
219
292 293

292. Four Nobles with Gifts 293. A Further Entourage

In this scene we see four people, probably members of the It is not exactly clear whether we should regard this relief as dividing off two stories, or
nobility, who are holding gifts for the monarch. The first has whether it is connecting two parts of the same story. The courtiers on the left look back
a ribboned box, the second a lotus flower, the third perhaps a to the preceding scenes, the ones on the right, which includes an elephant, look forward
jewel, and the fourth a bowl piled up with gems. to those that come.

292. Empat Bangsawan Dengan Persembahan 293. Arakan Lanjutan

Dalam adegan ini kita lihat empat orang, mungkin para Tak jelas apakah kita harus menganggap relief ini sebagai penyekat dua cerita, atau
anggota bangsawan, yang memegang persembahan untuk raja. apakah ini menghubungkan dua bagian dari cerita yang sama. Para pegawai istana di kiri
Yang pertama punya kotak berpita, yang kedua bunga teratai, melihat kembali ke adegan sebelumnya, yang di kanan, yang termasuk gajah, melihat ke
yang ketiga mungkin permata, dan yang keempat mangkuk arah orang-orang di relief berikut.
yang ditumpuk permata.

220
294 295

294. Seven Courtiers 295. The Bodhisattva at Ease

Again we have a scene that is spread across several reliefs. In this one we This is the central relief in this sequence, and it shows what I take to be
see a pair of fruiting trees, and sitting underneath them are seven courtiers, the Bodhisattva sitting at ease on a large raised platform. The others are
holding various postures. At least two have their attention on the following probably all women, part of his harem.
scene.
295. Bodhisattwa Bersantai
294. Tujuh Pegawai Istana
Ini adalah relief utama dalam rangkaian ini, dan ini menampilkan apa yang
Sekali lagi kita punya adegan yang tersebar di beberapa relief. Di sini kita saya anggap sebagai Bodhisattwa duduk santai di panggung tinggi besar.
lihat sepasang pohon berbuah, dan yang duduk di bawahnya adalah tujuh Lainnya mungkin semua perempuan, bagian dari selirnya.
pegawai istana, dengan berbagai postur. Setidaknya dua dari mereka
memerhatikan adegan berikut.

221
296 297

296. Further Courtiers 297. A Divider

The characters in this relief look back to the previous scene and are A fruiting coconut tree acts as a divider for two groups of people. The ones
auxiliary characters to the previous relief. There are seven persons, at least on the left, seemingly all male, look back to the preceding scenes; the ones
one of whom is female. The others are hard to make out. They sit under a on the right, all female, look forward to those that come.
parasol and a banner.
297. Penyekat
296. Pegawai Istana Lainnya
Pohon kelapa yang berbuah bertindak sebagai penyekat untuk dua
Para tokoh dalam relief ini melihat kembali ke adegan sebelumnya, kelompok orang. Yang di kiri, sepertinya semuanya lelaki, melihat ke
dan adalah tokoh tambahan untuk relief sebelumnya. Ada tujuh orang, belakang ke adegan sebelumnya; yang di kanan, semua perempuan,
setidaknya satu di antaranya adalah perempuan. Yang lain sulit dikenali. memandang ke yang akan datang.
Mereka duduk di bawah payung dan panji.

222
298 299

A Female Bodhisattva 299. A Female Bodhisattva with raised Hand

298. A Female Bodhisattva sitting at Ease Undoubtedly the same character is now seen sitting on a raised seat, and
she has her left hand raised, though what the sign is is not clear to me.
The central character is this sequence is a female, who must I think be a Maybe she is giving a blessing, though that is usually done with the right
Bodhisattva. She has a halo behind her head, and many attendants, most of hand. Again she is surrounded by attendants. She is probably watching the
whom seem also to be female. She is sitting at ease atop a raised seat. following scene.

Bodhisattwa Perempuan 299. Bodhisattwa Perempuan Dengan Tangan Diangkat

298. Bodhisattwa Perempuan Duduk Santai Tak diragukan lagi tokoh yang sama sekarang terlihat duduk di kursi tinggi,
dan ia mengangkat tangan kirinya, meskipun isyarat itu tidak jelas bagi
Tokoh utama adalah rangkaian ini adalah perempuan, yang saya pikir pasti saya. Mungkin ia memberkahi, walau itu biasanya dilakukan dengan tangan
Bodhisattwa. Ia punya aura di belakang kepalanya, dan banyak pelayan, yang kanan. Lagi-lagi ia dikelilingi oleh para pelayan. Ia mungkin menonton
sebagian besar tampaknya juga perempuan. Ia duduk santai di kursi tinggi. adegan berikut.

223
300 301

300. Female Dancers 301. A Divider

Here we see some musicians sitting on the floor, one plays a kind Again we have a scene which divides two sequences. On the left are the female
of pot-drum, and another a flute. The central character is a female attendants of the Bodhisattva in the previous scenes. They have various offerings in
dancer, and behind her is another. It is not quite clear what role the their hands. The right hand section is badly worn but they are probably monks sitting
other women have in this scene. Perhaps they are also dancers. under a tree, looking forward to the scenes to come.

300. Para Penari Perempuan 301. Penyekat

Di sini kita lihat beberapa pemusik duduk di lantai, satu memainkan Lagi kita punya adegan yang menyekat dua rangkaian. Di kiri adalah pelayan
semacam kendang kendi, dan lainnya seruling. Tokoh utamanya perempuan Bodhisattwa di adegan sebelumnya. Mereka punya beragam persembahan
adalah penari perempuan, dan di belakangnya adalah penari di tangan mereka. Sisi kanan rusak parah tetapi mereka mungkin biksu-biksu yang
lainnya. Tidak jelas apa peran perempuan lain dalam adegan ini. duduk di bawah pohon, memandang ke adegan yang akan datang.
Mungkin mereka juga para penari.
224
302-304

A Buddha with Devotees, 7 Buddha Dengan Para Pengikut, 7

302-304. A Triptych of the Buddha warding off Evil 302–304. Tiga Serangkai Menangkal Kejahatan

Three of the scenes of this sequence are shown here. In the centre is the Tiga adegan dari rangkaian ini ditampilkan di sini. Di tengah adalah Buddha,
Buddha, and he has devotees on either side. The panels are described in dan ia punya para pengikut di kedua sisi. Panel dijelaskan secara rinci di
detail below. bawah ini.

225
302 303

302. Monks and Laymen 303. The Buddha wards off Evil

Another auxiliary scene. This one shows three monks and two lay devotees This is the central scene of this sequence and here the Buddha sits on top
sitting under trees, Looking on at the Buddha in the central scene. They hold of a double lotus throne, and holds the posture of warding off evil (karaṇa-
various postures. mudrā). His seat has a high back, and above, in the clouds, are two devas.

302. Para biksu dan Perumah-tangga 303. Buddha Menangkal Kejahatan

Adegan tambahan lainnya. Yang ini menampilkan tiga biksu dan dua Ini adalah adegan utama dari rangkaian ini dan di sini Buddha duduk di
perumah-tangga duduk di bawah pohon, Melihat pada Buddha di tengah singgasana teratai ganda, dengan postur menangkal kejahatan (karaṇa-
adegan. Mereka dengan berbagai postur. mudrā). Tempat duduknya bersandaran tinggi, dan di atas, di awan, ada dua
dewa.

226
304 305

304. Devotees and Attendants 305. A Group of Twelve

This scene shows two devotees on the left, who almost look like twins, they This is a large group of twelve people, probably courtiers, who are sitting
hold their hands in añjali. Next to them an attendant holds up a parasol, and on the floor, and seem to be paying attention to the action on the following
the one on the right is a guard who is holding a sword. relief. One holds his hands in añjali, and a couple are bearded. They are
seated outside under the trees.
304. Para Pengikut dan Pelayan
305. Kelompok Dua Belas
Adegan ini menampilkan dua pengikut di kiri, yang nyaris terlihat kembar,
mereka menangkupkan tangan añjali. Di sebelah mereka, pelayan memegang Ini adalah kelompok besar dua belas orang, mungkin para pegawai
payung, dan orang di kanan adalah penjaga yang memegang pedang. istana, yang duduk di lantai, dan tampak memerhatikan kejadian di relief
berikutnya. Satu menangkupkan tangannya añjali, dan sepasang berjanggut.
Mereka duduk di luar, di bawah pohon.
227
306 307

306. A King sits at Ease 307. Devotees and Attendants

A king or someone similar is pictured sitting at ease on a raised seat. The Again we see two prominent devotees in this scene, and it makes me wonder
usual female attendant sits on the same seat with him. In front of him, on his how they are related to those seen on 304. Behind them one attendant holds
knees, one man holds his hands in salutation. There are three others in the a parasol, and a fourth is seen on the far left.
frame, but the exact relationships to the central figure are not known.
307. Para Pengikut dan Pelayan
306. Raja Duduk Santai
Sekali lagi kita lihat dua pengikut menyolok dalam adegan ini, dan itu
Raja atau seseorang yang mirip digambarkan duduk santai di kursi tinggi. membuat saya bertanya bagaimana mereka berkaitan dengan yang terlihat
Para pelayan seperti biasa, duduk di kursi yang sama dengannya. Di di 304. Di belakang mereka satu pelayan pegang payung, dan yang keempat
depannya, berlutut, lelaki dengan tangan memberi hormat. Ada tiga orang terlihat di paling kiri.
lain dalam bingkai, tetapi hubungan persisnya dengan tokoh utama tak
diketahui.
228
308 309

308. Four Men Royalty worship a Buddha


Here we see one man standing and gesticulating, and three others sat below 309. A Procession to the Right
him, holding various postures. The top right hand section appears never
to have been finished, and we cannot guess what scene it might have been Here we see a simple procession of nine characters all heading to the right
meant to hold. Which sequence this relief is joined to is not clear. of the panel. They are all males, and hold various postures, with one looking
back at his companions.
308. Empat Lelaki
Bangsawan Menyembah Buddha
Di sini kita lihat satu orang berdiri dan memberi isyarat, dan tiga lainnya
duduk di bawahnya, dengan berbagai postur. Bagian kanan atas tampak tak 309. Arakan ke Kanan
terselesaikan, dan kita tidak dapat menebak adegan apa yang seharusnya
disampaikan. Di rangkaian mana relief ini tergabung juga tidak jelas. Di sini kita lihat arakan sederhana sembilan tokoh yang semuanya menuju
ke kanan panel. Mereka semua lelaki, dengan berbagai postur, dengan satu
menoleh balik ke rekan-rekannya.
229
310 311

310. Five Monks 311. A King and a Queen worship a Buddha

This group of five monks who sit on the floor, and hold their hands in In this corner panel we see a king and a queen on the left hand side. The
various postures, is related to the Buddha in the coming corner relief. They king is worshipping the Buddha who sits on the right hand side of the panel.
are sat outside under trees, as are most of these scenes. But yet again the I cannot make out the mudrā the Buddha is holding here. A deva is seen
sequence is so generic it does not allow of identification. above the royal couple.

310. Lima Biksu 311. Raja dan Ratu Menyembah Buddha

Kelompok lima biksu duduk di lantai ini, dengan tangan mereka dalam Di panel sudut ini kita lihat raja dan ratu di sisi kiri. Raja menyembah
berbagai postur, berhubungan dengan Buddha di relief sudut yang akan Buddha yang duduk di kanan panel. Saya tidak bisa mengenali mudrā yang
datang. Mereka duduk di luar, di bawah pohon, sebagaimana kebanyakan ditampilkan Buddha di sini. Dewa terlihat di atas pasangan kerajaan.
adegan ini. Tetapi lagi-lagi rangkaiannya begitu umum sehingga tidak
memungkinkan pengenalan.
230
312 313

312. Five more Monks 313. A Badly Damaged Relief

On the other side of the Buddha we see five more monks, a couple of which Most of the relief is missing, and what we do see is worn away. It appeared to
are holding their hands in añjali. These two are very badly worn down. show maybe four or five people sitting on the floor.
Above them two devas fly on the clouds.
313. Relief Rusak Parah
312. Lima Biksu Lagi
Sebagian besar relief hilang, dan apa yang kita lihat sudah rusak. Sepertinya
Di sisi lain Buddha, kita lihat lima biksu lagi, beberapa di antaranya ini mungkin menampilkan empat atau lima orang duduk di lantai.
menangkupkan tangan añjali. Keduanya sangat rusak. Di atas mereka dua
dewa terbang di atas awan.

231
314 315

314. Another Procession A Buddha on Alms Round


Another fairly damaged relief, which is missing the top row of stones, 315. Five Monks on Alms Round
and a few others also. It is a simple procession scene, with people holding
offerings, and worshipping. This relief is auxiliary to the next one in which the Buddha is also seen on
alms round. This one shows five monks holding their alms bowls. There are
314. Arakan Lainnya no other characters or scenery on this panel.

Satu lagi relief yang cukup rusak, yang kehilangan deret atas batunya, dan Buddha Berkeliling Menerima Derma
beberapa lainnya juga. Ini adalah adegan arakan sederhana, dengan orang-
orang memegang persembahan, dan menyembah. 315. Lima Biksu Berkeliling Menerima Derma

Relief ini adalah tambahan untuk relief berikutnya di mana Buddha juga
terlihat berkeliling menerima derma. Relif ini menampilkan lima biksu
memegang mangkuk derma mereka. Tidak ada tokoh atau adegan lain di
panel ini.
232
316 317

316. A Buddha receives Homage 317. Five Women

The Buddha is stood on a lotus cushion with his alms bowl held high in his Five women, probably related to the woman at the feet of the Buddha in the
left hand. In front of him a lay woman is paying homage, kneeling on the previous scene, are sat on the floor. The top part of the relief is not finished,
floor with her hands on a cushion. Behind her another woman is also paying but we see the outline of a peacock in what was going to be a tree.
respects.
317. Lima Perempuan
316. Buddha Menerima Penghormatan
Lima perempuan, mungkin terkait dengan perempuan di kaki Buddha dalam
Buddha berdiri di bantal teratai dengan mangkuk derma diangkat tinggi adegan sebelumnya, duduk di lantai. Bagian atas relief belum selesai, tetapi
di tangan kirinya. Di hadapannya, perumah-tangga perempuan memberi kita lihat garis besar merak di sesuatu yang sepertinya akan jadi pohon.
penghormatan, berlutut di lantai dengan tangan di atas bantal. Di
belakangnya, perempuan lain juga memberi penghormatan.
233
318 319

318. Para Pemusik dan Satu Penari A Buddha with Devotees, 8


Perempuan bangsawan atau ratu terlihat di kiri relief ini, ia menyaksikan 319. Five Monks under Trees
para pemusik yang bertepuk, memainkan seruling, dan tambur, sementara
satu perempuan menari. Bagian dari petak di sekitar kakinya, dan petak di Once more we have a similar scenario to those seen previously. Here we
bawah kursi ratu, tak dipahat. have five monks sitting under trees, and holding various postures. Their
attention is on the next relief.
318. Para Pemusik dan Satu Penari
Buddha Dengan Para Pengikut, 8
Perempuan bangsawan atau ratu terlihat di kiri relief ini, ia menyaksikan
para pemusik yang bertepuk, memainkan seruling, dan tambur, sementara 319. Lima Biksu di Bawah Pohon
satu perempuan menari. Bagian dari petak di sekitar kakinya, dan petak di
bawah kursi ratu, tak dipahat. Sekali lagi kita punya alur cerita yang mirip dengan relief yang terlihat
sebelumnya. Di sini kita punya lima biksu yang duduk di bawah pohon,
dengan berbagai postur. Perhatian mereka tertuju ke relief berikutnya.
234
320 321

320. A Buddha in Teaching Posture 321. Women pay Respects

The Buddha is sat with his right hand raised in teaching posture (vitarka- We see seven women, three standing, and four kneeling, who are all holding
mudrā). Unfortunately in this case the head of the Buddha has been broken offerings of various sorts for the Buddha in the previous relief. There is a
off. On the clouds above we see the usual devas. flowering tree on the left of the relief.

320. Buddha Dalam Postur Mengajar 321. Para Perempuan Memberi Hormat

Buddha duduk dengan tangan kanan diangkat dalam postur mengajar Kita lihat tujuh perempuan, tiga berdiri, dan empat berlutut, yang
(vitarka-mudrā). Sayang dalam hal ini kepala Buddha telah rusak. Di awan, di semuanya memegang berbagai macam persembahan untuk Buddha di relief
atas, kita lihat para dewa seperti biasa. sebelumnya. Ada pohon berbunga di kiri relief.
235
322 323

322. A Divider A Buddha with Devotees, 9


Although this is not so clearly marked as others, I do believe the women 323. Four Monks under Trees
kneeling on the lower left belong with the previous reliefs, while the men
standing on the right belong to the coming reliefs. The odd thing is that the The top left block has been lost, but we can still see the whole scene. Four
men are looking back, and not forward as usual in these dividing scenes. monks, one of whom holds his hands in añjali, are seated under trees. They
are respecting the Buddha on the next relief.
322. Penyekat
Buddha Dengan Para Pengikut, 9
Walau tidak begitu jelas ditandai seperti yang lain, saya yakin perempuan
yang berlutut di kiri bawah terkait dengan relief sebelumnya, sementara 323. Empat Biksu di Bawah Pohon
lelaki yang berdiri di kanan terkait dengan relief berikutnya. Hal yang aneh
adalah bahwa para lelaki melihat ke belakang, dan bukan ke depan seperti Petak kiri atas telah hilang, tetapi kita masih bisa melihat seluruh adegan.
biasanya dalam adegan-adegan penyekat ini. Empat biksu, salah satunya menangkupkan tangan añjali, duduk di bawah
pohon. Mereka menghormati Buddha di relief berikutnya.
236
324 325

324. A Buddha in Teaching Posture 325. Three Ladies pay Respects

A Buddha sits in teaching posture atop a double lotus throne, and once again Three ladies are seen kneeling, one holds her hands in añjali, and her face
his head has been removed. The usual devas sit above the clouds. is also missing. Another holds an offering, and the third has her open palm
facing forwards. There is a large offering in front of them. A parasol and a
324. Buddha Dalam Postur Mengajar standard are pictured above them.

Buddha duduk dalam postur mengajar di singgasana teratai ganda, dan 325. Tiga Perempuan Memberi Hormat
sekali lagi kepalanya telah hilang. Para dewa seperti biasa duduk di awan.
Tiga perempuan terlihat berlutut, satu menangkupkan tangan añjali, dan
wajahnya juga hilang. Yang lain memegang persembahan, dan yang ketiga
telapak tangannya terbuka menghadap ke depan. Ada persembahan besar di
depan mereka. Payung dan tongkat digambarkan di atas mereka.
237
326a 326b

326a. A Procession 326b. A Procession

As all attention seems to be on the previous reliefs I would think this scene This is the right hand side of the corner panel, but here attention is directed
should be counted with those. It is actually part of a large corner-piece. forward at what is to come. Most people are again shown standing, but six
Most of the devotees are seen standing, and three are kneeling. Most have are pictured as sitting on the floor. Many seem to have gifts in their hands.
offerings.
326b. Arakan
326a. Arakan
Ini adalah sisi kanan panel sudut, tetapi di sini perhatian diarahkan ke depan
Karena semua perhatian tampak tertuju ke relief sebelumnya, saya pada apa yang akan datang. Sebagian besar orang lagi-lagi terlihat berdiri,
akan berpikir adegan ini seharusnya dihubungkan dengan itu. Relief ini tetapi enam orang digambarkan duduk di lantai. Banyak yang tampak
sebenarnya bagian dari potongan sudut yang besar. Sebagian besar pengikut membawa persembahan di tangan mereka.
terlihat berdiri, dan tiga berlutut. Sebagian besar membawa persembahan.

238
327 328

A Buddha with Devotees, 10 328. A Buddha in Teaching Posture

327. Seven Monks and Two Devas As with others in the series we see a Buddha sat on a double lotus throne,
holding the teaching posture. Above him are the usual two devas. And on
Seven monks sit of a slightly raised seat, all of those we can see are holding either side are the incense burner and the waterpot.
their hands in añjali. Above the clouds are two very different looking devas.
328. Buddha Dalam Postur Mengajar
Buddha Dengan Para Pengikut, 10
Seperti yang lainnya dalam rangkaian ini, kita lihat Buddha duduk di
327. Tujuh Biksu dan Dua Dewa singgasana teratai ganda, dengan postur mengajar. Di atasnya ada dua dewa
seperti biasa. Lalu di kedua sisi ada pembakar dupa dan kendi air.
Tujuh biksu duduk di kursi yang sedikit ditinggikan, semua yang dapat kita
lihat menangkupkan tangan añjali. Di atas awan ada dua dewa yang terlihat
sangat berbeda.
239
329 330

329. Five Nuns and Three Devas 330. A Female Bodhisattva with Attendants

In this case the monastics who are worshipping the Buddha are nuns There is a halo around the central character on this relief, and it is
(bhikṣunīs). They are all kneeling, and one holds an incense burner. Above reasonable to suppose she is a Bodhisattva. She sits on a high-backed chair,
them are three devas riding above the clouds. that has three large pots under it, and a treasure chest. She is surrounded
by nine females, most with offerings in their hands. Four are kneeling, the
329. Lima Biksuni dan Tiga Dewa others standing. It seems this relief is not connected with the ones of either
side.
Dalam hal ini para biarawan yang menyembah Buddha adalah para biksuni
(bhikṣunī). Mereka semua berlutut, dan satu memegang pembakar dupa. Di 330. Bodhisattwa Perempuan Dengan Para Pelayan
atas mereka ada tiga dewa yang naik di atas awan.
Ada aura di sekitar tokoh utama di relief ini, dan masuk akal
menganggapnya sebagai Bodhisattwa. Ia duduk di kursi bersandaran
tinggi, yang punya tiga kendi besar di bawahnya, dan peti harta karun. Ia
dikelilingi sembilan perempuan, sebagian besar dengan persembahan di
tangan mereka. Empat berlutut, yang lain berdiri. Tampaknya relief ini tidak
terhubung dengan relief di kedua sisi lainnya.
240
331 332

331. A Bodhisattva with Female Attendants 332. Worshipping the Bodhisattva

Now again the Bodhisattva is male, and he is surrounded by female The character on the left, who is badly damaged, appears to have been
attendants on this relief, though there are males on the following relief. a noble. He is placed on a seat higher than the other figures, and is
Behind him sits what is probably his chief consort, or queen. In front are worshipping the Bodhisattva on the previous relief. Behind him sit two
women, one of whom seems to hold up a cup. Below his seat is a treasure attendants, one of whom holds a standard.
chest, and two small men who are protecting it.
332. Memuja Bodhisattwa
331. Bodhisattwa Dengan Pelayan Perempuan
Tokoh di kiri, yang rusak parah, terlihat seperti bangsawan. Ia ditempatkan
Sekali lagi Bodhisattwa adalah lelaki, dan ia dikelilingi pelayan perempuan di kursi yang lebih tinggi dari tokoh lainnya, dan memuja Bodhisattwa di
dalam relief ini, meskipun ada lelaki pada relief berikutnya. Di belakangnya, relief sebelumnya. Di belakangnya duduk dua pelayan, salah satunya pegang
duduklah yang mungkin permaisuri utamanya, atau ratu. Di depan adalah tongkat.
para perempuan, salah satunya tampak memegang cangkir. Di bawah
kursinya ada peti harta karun, dan dua lelaki kecil yang melindunginya.
241
333 334

333. A King sits with Attendants 334. Ten Male Characters

A member of the nobility or royalty sits in relaxed posture on a raised A rather damaged relief shows ten male characters sitting and kneeling on
platform. He is holding something in his hand, maybe a jewel. Underneath the floor under three trees. They hold various postures, and appear to be an
him are two smaller characters, their exact function not being clear. The extension of the previous scene.
other people in the scene all appear to be female.
334. Sepuluh Sosok Lelaki
333. Raja Duduk Dengan Para Pelayan
Relief yang agak rusak memperlihatkan sepuluh sosok lelaki duduk dan
Anggota bangsawan atau kerajaan duduk dalam postur santai di atas berlutut di lantai, di bawah tiga pohon. Mereka dengan beragam postur, dan
panggung. Ia memegang sesuatu di tangannya, mungkin permata. Di sepertinya perpanjangan dari adegan sebelumnya.
bawahnya ada dua sosok yang lebih kecil, fungsi tepat mereka tidaklah jelas.
Orang lain dalam adegan itu semuanya tampak sebagai perempuan.

242
The Story of a Monk
335. A Monk receives a Gift

We now have a sequence of


four reliefs which seem to
be connected through the
central character who is a
monk. Possibly it would be the
Bodhisattva, but it is not sure. In
this relief he receives an offering
from someone stood in front
of him with a large dish. Some
of the other figures hold their
hands in añjali.

Cerita Biksu
335. Biksu Menerima
Persembahan

Kita sekarang punya rangkaian


empat relief yang tampaknya
terhubung melalui tokoh utama
yang adalah biksu. Mungkin
ia adalah Bodhisattwa, tetapi
itu tidak pasti. Dalam relief
ini ia menerima persembahan
dari seseorang yang berdiri
di depannya dengan piring
besar. Beberapa sosok lainnya
menangkupkan tangan añjali.

335
243
336 337

336. A Poor Man drives a Plough 337. The Monk receives Homage

In this simple scene we see someone in a poor person’s dress driving a pair The monk from two reliefs previous is now receiving homage from the poor
of oxen with a stick. They are pulling a plough, presumably across a field, man in the previous relief. He has one of his oxen with him. They both sit
though in the background there are a pair of trees. under a tree, though the monk is of course on a high seat.

336. Lelaki Miskin Menarik Bajak 337. Biksu Menerima Penghormatan

Dalam adegan sederhana ini kita lihat seseorang dengan pakaian orang Biksu dari dua relief sebelumnya sekarang menerima penghormatan dari
miskin mengendarai sepasang lembu dengan tongkat. Mereka menarik lelaki miskin di relief sebelumnya. Ia membawa salah satu lembunya. Mereka
bajak, mungkin melintasi ladang, walau di latar ada sepasang pohon. berdua duduk di bawah pohon, meskipun biksu itu tentu saja di kursi tinggi.

244
338

338. The Monk and Waters of Donation 338. Biksu dan Derma Air

This is the last scene in the series, and here again the monk sits on a high Ini adalah adegan terakhir dalam rangkaian ini, dan di sini sekali lagi biksu
seat. In front of him one man is kneeling and paying homage, while another itu duduk di kursi tinggi. Di depannya satu lelaki berlutut dan memberi
is preparing to pour the waters of donation over the monk’s hand. What he penghormatan, sementara yang lain bersiap untuk menuangkan derma air
is being given though is unclear. The characters on the right hand side of di atas tangan biksu itu. Apa yang diberikan kepadanya tidak jelas. Tokoh di
this scene, all male, are much larger in relation to the others. sisi kanan adegan ini, semuanya lelaki, jauh lebih besar dibanding yang lain.

245
The following nine reliefs illustrate the story of the Buddha’s half-brother Nanda, Sembilan relief berikut menggambarkan cerita saudara tiri Buddha, Nanda, yang
which is well known from many texts. The story is one of the most famous of the terkenal dari banyak naskah. Cerita ini adalah salah satu cerita Buddhis yang paling
Buddhist tales and was known to artists at Ajāṇṭā, Amaravati, Nāgarjunikoṇḍa terkenal, dan dikenal oleh para seniman di Ajāṇṭā, Amaravati, Nāgarjunikoṇḍa, dan
and Gandhāra. Monica Zin has shown that the text followed at Borobudur was Ven. Gandhāra. Monica Zin telah menunjukkan bahwa naskah yang diikuti di Borobudur
Aśvaghoṣa’s Saundarananda, and it is that story which is summarised in part here. adalah Saundarananda karya Yang Mulia Aṣvaghoṣa, dan cerita inilah yang
dirangkum sebagian di sini.
Nanda’s Story
Saundarananda
Cerita Nanda
Not long after his Awakening the Buddha returned to his home town Saundarananda
Kapilavāstu where he taught the Dharma to his relatives. Nanda, his half-
brother, however, was too engaged with his beautiful wife Sundarī to attend. Tak lama setelah Kecerahan-Nya, Buddha kembali ke kota asalnya
Kapilavāstu, di mana Ia mengajarkan Dharma kepada keluarga-Nya. Akan
One day while the two were engaged with each other the Buddha came on tetapi, Nanda, saudara tirinya, terlalu melekat dengan istrinya yang cantik,
alms-round to their home, but received nothing, and so went his way. When Sundarī, untuk hadir.
he heard, Nanda got up and followed after the Buddha, who handed him his
bowl to carry. Suatu hari ketika keduanya terhubung satu sama lain, Buddha datang dari
berkeliling menerima derma ke rumah mereka, tetapi tidak menerima apa-
At the monastery the Buddha taught Dharma to Nanda and had him apa, kemudian pergi. Ketika ia mendengarnya, Nanda bangkit dan mengikuti
ordained. Nanda, however, was not happy in the monastic life, and still Buddha, yang menyerahkan mangkuk-Nya untuk dibawa Nanda.
longed for his wife. The Buddha therefore took him to the heavens and
showed him the heavenly maidens called apsarasas, who were far more Di pertapaan, Buddha mengajarkan Dharma kepada Nanda dan
beautiful than his wife, and promised them to him if he succeeded in his menahbisnya. Namun, Nanda tidak bahagia dalam kehidupan membiara,
spiritual life. dan masih merindukan istrinya. Karena itu Buddha membawanya ke surga
dan menunjukkan kepadanya para gadis surgawi yang disebut apsara, yang
Nanda agreed to try harder in his quest, and soon attained Worthiness jauh lebih cantik daripada istrinya, dan menjanjikannya untuk Nanda jika ia
(Arahatta), at which point he had already given up his desire for the berhasil dalam kehidupan spiritualnya.
apsarasas.
Nanda setuju untuk berusaha lebih keras dalam pencariannya, dan tak
lama mencapai Kemahasucian (Arahatta), yang mana pada saat itu ia telah
melepas hasratnya terhadap para apsara.

246
339 340

339. Nanda sits in his Court 340. Sundarī sits at Court

Nanda is pictured dressed in finery and is seated with two females on his The main character in this scene is rather worn and damaged. It shows
seat. Under his seat are a number of money sacks. In front of him, under a Nanda’s wife Sundarī sitting in her court, along with an attendant. They sit
pavilion, are five ladies of his court. A bird is seen above the pavilion. atop a circular seat. Outside the pavilion, and in front of it, are two male
figures.
339. Nanda Duduk di Istananya
340. Sundarī Duduk di Istana
Nanda digambarkan berias perhiasan dan duduk dengan dua perempuan
di kursinya. Di bawah kursinya ada sejumlah karung uang. Di depannya, di Tokoh utama dalam adegan ini agak usang dan rusak. Ini menampilkan istri
bawah anjungan, ada lima perempuan dari istananya. Burung terlihat di atas Nanda, Sundarī, duduk di istananya, bersama pelayan. Mereka duduk di
anjungan. kursi bundar. Di luar anjungan, dan di depannya, ada dua sosok lelaki.

247
341 342

341. King Śuddhodanasits at Court 342. The Buddha Teaching

King Śuddhodana is sat on top of a large seat on the right hand side of this This is the scene where the Buddha is teaching. He sits atop a double lotus
corner panel with others before him. Two of the characters are embracing, seat on the right of the panel with his right hand raised in the teaching
and I wonder if this is meant to be Nanda and Sundarī? posture. On the left are several people, male and female, who have offerings
in their hands.

341. Raja Śuddhodana Duduk di Istana 342. Buddha Mengajar

Raja Śuddhodana duduk di kursi besar, di sisi kanan panel sudut ini, dengan Ini adegan di mana Buddha mengajar. Ia duduk di kursi teratai ganda di
yang lain di depannya. Dua sosok berangkulan, dan saya bertanya-tanya kanan panel dengan tangan kanan diangkat dalam postur mengajar. Di kiri
apakah mereka dimaksudkan sebagai Nanda dan Sundarī? ada beberapa orang, lelaki dan perempuan, yang punya persembahan di
tangan mereka.

248
343 344

343. The Buddha on Alms Round 344. Three Monks on Alms Round
The Buddha and one monk are pictured on alms round, holding their small Three monks are pictured on the right on alms round. One person is
bowls. Two people, presumably servants, are outside a building, and hold kneeling on the floor behind them, but it is unclear what he is doing. Above
their hands up respectfully. Meanwhile on the left we see Nanda holding a him stands a man holding a flywhisk.
mirror up for Sundarī.
344. Tiga Biksu Berkeliling Menerima Derma
343. Buddha Berkeliling Menerima Derma
Tiga biksu digambarkan di kanan sedang berkeliling menerima derma. Satu
Buddha dan satu biksu digambarkan sedang berkeliling menerima derma, orang berlutut di lantai, di belakang mereka, tetapi tidak jelas apa yang ia
memegang mangkuk kecil mereka. Dua orang, mungkin pelayan, berada di lakukan. Di atasnya berdiri lelaki memegang kebutan.
luar gedung, dengan tangan diangkat menghormat. Sementara itu di kiri,
kita lihat Nanda memegangi cermin untuk Sundarī.

249
345
346
345. Nanda carries the Buddha’s Alms Bowl
346. The Monastery
This is the scene that really makes it possible to identify the others in the
story. Nanda in noble attire walks behind the Buddha carrying his alms This relief is of a very elaborate monastery, having several levels. This is
bowl and follows him back to the monastery. The Buddha has his right hand presumably placed here to indicate all that follows when they get back to
raised in blessing. the monastery: the Buddha has his half-brother ordained.

345. Nanda Membawakan Mangkuk Derma Buddha 346. Pertapaan

Ini adalah adegan yang jelas memungkinkan untuk mengenali yang lainnya Relief ini adalah pertapaan yang sangat rumit, dengan beberapa tingkatan.
dalam cerita. Nanda dengan pakaian bangsawan berjalan di belakang Ini mungkin ditempatkan di sini untuk menunjukkan semua kelanjutan
Buddha, membawakan mangkuk derma dan mengikutinya kembali ke ketika mereka kembali ke pertapaan: Buddha menahbis saudara tirinya.
pertapaan. Buddha mengangkat tangan kanan-Nya, memberkahi.

250
347. The Buddha takes Nanda
to Heaven

The Buddha and Nanda stand on


the left, they are on their way to
heaven. In front of them are three
layers of beings: devas, animals
and men. The monkey is seen
below the devas, and below him
are a pictured a group of sages,
and in the far right a yakṣa.

347. Buddha Membawa Nanda


ke Surga

Buddha dan Nanda berdiri di


kiri, mereka dalam perjalanan
ke surga. Di depan mereka
ada tiga lapis makhluk: dewa,
hewan, dan manusia. Monyet
terlihat di bawah para dewa,
dan di bawahnya digambarkan
sekelompok orang bijak, dan di
kanan jauh ada yaksa.

347

251
348-350

348-350. A Triptych of the Buddha and Nanda 348–350. Tiga Serangkai Buddha dan Nanda

Two women and a man are seen on the left, in the middle is the Buddha is Dua perempuan dan satu lelaki terlihat di kiri, di tengahnya Buddha
blessing posture, and next to him Nanda is meditating. Details follow. dalam postur memberkahi, dan di sebelahnya Nanda sedang bermeditasi.
Rinciannya berikut ini.

252
348 349

348. Nanda and the Apsarasas 349. The Buddha giving a Blessing

Two apsarasas kneel atop a raised seat and are in conversation with Nanda, A simple scene in which a classically formed Buddha sits on a double lotus
who stands in front of them. The foremost apsaras holds up a flower. Part of seat, and has his hand raised in a blessing posture (vara-mudrā). There is
Nanda’s arm, which would have shown the gesture he was making, is now a large halo (vyāma-prabhā) behind him. This is different from the other
missing. Buddha scenes in this series as it lacks the devas on either side.

348. Nanda dan Para Apsara 349. Buddha Memberi Berkah

Dua apsara berlutut di atas kursi tinggi dan bicara dengan Nanda, yang Adegan sederhana yang klasik, Buddha duduk di kursi teratai ganda, dan
berdiri di hadapan mereka. Para apsara terkemuka memegang bunga. Bagian tangannya diangkat dalam postur memberkahi (vara-mudrā). Ada aura besar
lengan Nanda, yang seharusnya menunjukkan gerakan yang ia lakukan, (vyāma-prabhā) di belakangnya. Ini berbeda dari adegan Buddha lainnya
sekarang hilang. dalam rangkaian ini, karena tidak ada dewa di kedua sisi.

253
350 351

350. Nanda sits in Meditation 351. A Divider

Nanda is seen here in the wilderness and is meditating. The forest is rather Although it is not clear, as the relief is badly damaged, it appears this was a
elaborately pictured with trees and fruits. On the ground in front of him we divider, with the characters on the left looking back at the previous scene,
see two hares, the most timid of animals, who are unafraid in his presence. while those on the right, of which only one remains, look forward to the
coming reliefs.
350. Nanda Duduk Bermeditasi
351. Penyekat
Nanda terlihat di sini di hutan belantara dan sedang bermeditasi. Hutan
agak rumit digambarkan dengan pepohonan dan buah-buahan. Di tanah di Walau tak jelas, karena reliefnya rusak parah, kelihatannya ini adalah
depannya kita melihat dua kelinci, binatang paling pemalu, yang tidak takut penyekat, dengan tokoh di kiri melihat kembali ke adegan sebelumnya,
dengan kehadiran Nanda. sementara yang di kanan, yang hanya tersisa satu, melihat ke relief
selanjutnya.

254
352 353

352. Six Monks 353. Three Monks

Much of this relief is missing. We see enough to understand there were six Very much is the same style as the previous relief, we here see three monks
people standing. They look like monks, although it is not sure. Two of their heading to the right. The foremost one is atop a lotus stand. The middle one
faces have been gauged out. One can still be seen holding his hands in añjali. is virtually destroyed.

352. Enam Biksu 353. Tiga Biksu

Banyak bagian relief ini hilang. Kita melihat cukup untuk memahami ada Sangat mirip dengan gaya relief sebelumnya, di sini kita lihat tiga biksu
enam orang berdiri. Mereka terlihat seperti biksu, walau tidak pasti. Dua menuju ke kanan. Yang paling utama adalah yang di atas dudukan teratai.
wajah mereka telah rusak. Satu masih bisa terlihat menangkupkan tangan Yang di tengah nyaris hancur.
añjali.
255
354 355

354. Petitioning a King 355. A Divider

A king, or a prince, is seen here on a raised platform, with two women A normal dividing scene is presented on this relief, with some characters
around him. He is being petitioned by the brahmin on the left. Two others looking back and others looking forward at what is to come.
sit on the floor.
355. Penyekat
354. Mengajukan Petisi Kepada Raja
Adegan penyekat umum ditampilkan di relief ini, dengan beberapa sosok
Raja, atau pangeran, terlihat di sini di landasan tinggi, dengan dua melihat ke belakang dan yang lain melihat ke depan ke yang datang.
perempuan di sekitarnya. Ia dipetisi oleh brahmana di kiri. Dua lainnya
duduk di lantai.

256
356 357

A Buddha with Devotees, 11 357. A Buddha in Blessing Posture

356. Monks outside a Building This is another of the set scenes we have seen at various positions on this
wall. A Buddha sits on a double lotus seat, and has his hand raised. It is quite
Most of this relief is again missing, and all we can see is one monk kneeling broken, but I believe it was in blessing posture. The Buddha’s face has been
on the right. And at the top what appears to be a elaborate building. There broken off. As usual in the top corners devas are seen.
were at least two other figures in this scene, but we cannot see anything
other than their legs now.
Buddha Dengan Para Pengikut, 11 357. Buddha Dalam Postur Memberkahi

356. Para Biksu di Luar Bangunan Ini satu lagi susunan adegan yang telah kita lihat di berbagai posisi di
dinding ini. Buddha duduk di kursi teratai ganda, dan tangannya terangkat.
Sebagian besar dari relief ini lagi-lagi hilang, dan yang dapat kita lihat Ini cukup rusak, tapi saya percaya Ia dalam postur memberkahi. Wajah
hanyalah seorang biksu berlutut di kanan. Di bagian atas tampak sesuatu Buddha telah rusak. Seperti biasa di sudut atas para dewa terlihat.
seperti bangunan yang rumit. Setidaknya ada dua tokoh lain dalam adegan
ini, tetapi sekarang kita tidak bisa melihat apa-apa selain kaki mereka.
257
358 359

358. Mainly Missing A Buddha with Devotees, 12


We see the bare remains of two very badly damaged 359. A Procession
figures on the left, but the rest of this relief is now
missing altogether. Around twelve figures in finery are seen walking to the right, and holding various postures. In
front of them is what looks like a dwarf holding a parasol. Some of the figures are male, others
358. Sebagian Besar Hilang female.

Kita lihat sisa-sisa telanjang dari dua tokoh yang sangat


rusak di sebelah kiri, namun sisa relief ini sekarang
Buddha Dengan Para Pengikut, 12
hilang sama sekali.
359. Arakan

Sekitar dua belas tokoh dalam hiasan terlihat berjalan ke kanan, dengan berbagai postur. Di depan
mereka terlihat seperti kurcaci yang memegang payung. Beberapa sosok adalah lelaki, lainnya
perempuan.

258
360 361

360. Courtiers and a Tree 361. Five Monks under Trees

This relief is also quite damaged. There appear to be five standing and five Again part of the extended congregation gathered around a Buddha figure.
sitting courtiers, dressed in finery. They gather before a flowering tree. Most Here we see five monks mainly sitting, in various postures. There was more
hold their hands in añjali. than one tree above them, but we can only see one now because of the
damage.
360. Para Pegawai Istana dan Pohon
361. Lima Biksu di Bawah Pohon
Relief ini juga cukup rusak. Tampaknya ada lima berdiri dan lima pegawai
istana duduk, berbalut perhiasan. Mereka berkumpul di depan pohon Sekali lagi bagian dari perluasan kumpulan berkerumun di sekitar sosok
berbunga. Sebagian besar menangkupkan tangan mereka añjali. Buddha. Di sini kita lihat lima biksu yang duduk, dalam berbagai postur. Ada
lebih dari satu pohon di atas mereka, tetapi sekarang kita hanya bisa lihat
satu karena kerusakan.
259
362 363

362. The Buddha and Three Ladies 363. Lay People with Gifts

In this corner piece we see the Buddha sitting on the left, with his hand held Four very similar-looking people line up on this relief, with is auxiliary to
up in blessing. On the right hand side, three ladies are seen kneeling, in what the previous one. One has a dish with an offering, two have flowers, and the
is otherwise quite a damaged relief. fourth holds his hands in respect.

362. Buddha dan Tiga Perempuan 363. Perumah-tangga Memberikan Persembahan

Di bagian sudut ini kita lihat Buddha duduk di kiri, dengan tangan diangkat Empat orang yang tampak sangat mirip berbaris dalam relief ini, sebagai
memberkahi. Di sisi kanan, tiga perempuan tampak berlutut, dalam bagian tambahan untuk relief sebelumnya. Satu punya hidangan dengan
relief yang cukup rusak. persembahan, dua punya bunga, dan yang keempat menempatkan
tangannya menghormati.
260
364 365

364. A Divider 365. The Bodhisattva receives Homage

This divider has more people with offerings on the left, while the characters A Bodhisattva, together with his consort, is sitting on what looks like a pair
on the right are looking forward to the next story. There are money bags on of stools. In front of him a man is kneeling and supplicating him. There is a
the top right, and a nicely patterned tree motif stands above them all. woman behind this figure, holding a lotus flower. Underneath the seat are
the usual pots, presumably containing treasure.
364. Penyekat
365. Bodhisattwa Menerima Penghormatan
Penyekat ini punya lebih banyak orang dengan persembahan di kiri,
sementara tokoh di kanan melihat ke depan, ke cerita selanjutnya. Ada Bodhisattwa, bersama dengan permaisurinya, duduk di sesuatu yang
kantung uang di kanan atas, dan pola pohon bercorak bagus berdiri di atas terlihat seperti sepasang bangku. Di depannya, lelaki berlutut dan memohon
mereka semua. padanya. Ada perempuan di belakang sosok ini, memegang bunga teratai. Di
bawah kursi adalah kendi seperti biasa, mungkin berisi harta karun.

261
366 367

366. Dedicating a Stūpa 367. Devotees with Large Pots

Possibly the same man and woman are seen in standing position on this Auxillary to the last scene is this relief showing four people sat on the floor.
relief. The man has a waterpot and is pouring it over a stūpa, presumably Two are holding large pots, one is holding a peacock-feather parasol, and the
dedicating it. The stūpa itself is rather plain. It is not clear if it is meant to other has flowers. There are also a pair of standards behind them.
represent something full size, or perhaps a votive stūpa.
367. Para Pengikut Dengan Kendi Besar
366. Persembahan di Stupa
Imbuhan untuk adegan terakhir adalah relief ini, yang menunjukkan empat
Mungkin lelaki dan perempuan yang sama terlihat dalam posisi berdiri orang duduk di lantai. Dua memegang kendi besar, satu memegang payung
di relief ini. Lelaki itu punya kendi air dan menuangkannya di atas stupa, bulu merak, dan yang lainnya punya bunga. Ada juga sepasang tongkat di
mungkin mempersembahkannya. Stupa itu sendiri agak sederhana. Tidak belakang mereka.
jelas apakah itu dimaksudkan untuk mewakili sesuatu yang berukuran
penuh, atau mungkin stupa puja.
262
368 369

368. A Divider 369. Five Devotees

The four ladies on the left, who are standing, direct their attention to the This relief is connected with the next one. It is a general scene showing
previous sequence. The five men on the right, who are sitting, look forward five men sitting on the floor, with a standard, peacock-fower parasol, and a
to the new story. normal parasol above them.

368. Penyekat 369. Lima Pengikut

Empat perempuan di kiri, berdiri, mengarahkan perhatian mereka ke Relief ini terhubung dengan yang berikutnya. Ini adalah adegan umum yang
rangkaian sebelumnya. Lima lelaki di kanan, duduk, menanti cerita yang memperlihatkan lima lelaki duduk di lantai, dengan tongkat, payung bulu
baru. merak, dan payung biasa di atas mereka.

263
370 371

370. A King receives Visitors 371. A Wishing Tree and Treasure

What looks like a king is sitting in princely fashion atop a large raised seat. This panel is probably connected to the last sequence, or may stand alone.
He has two women with him. Kneeling in front of him is another woman, We see a wishing tree (kalpa-vṛkṣa) with a great show of riches around it.
who is holding her hands in añjali. Above, there is another women who has a Four kinnaras, two large, two small, are also seen standing guard of the tree.
small bowl, though what it contains is unknown. Underneath the seat are a The tree itself is very elaborate.
large pot and a treasure chest.
371. Pohon Pengabul Permohonan dan Harta
370. Raja Menerima Para Pengunjung
Panel ini mungkin terhubung ke rangkaian terakhir, atau bisa juga berdiri
Apa yang terlihat seperti raja duduk dengan gaya pangeran di atas kursi sendiri. Kita lihat pohon permohonan (kalpa-vṛkṣa) dengan unjukan
tinggi besar. Ia punya dua perempuan bersamanya. Berlutut di depannya kekayaan besar di sekitarnya. Empat kinnara, dua besar, dua kecil, juga
adalah perempuan lain, yang menangkupkan tangan añjali. Di atas, ada terlihat berdiri menjaga pohon. Pohon itu sendiri sangat rumit.
perempuan lain yang punya mangkuk kecil, walau isinya tak diketahui. Di
bawah kursi ada kendi besar dan peti harta.

264
The Story of the Ascetic and Four Animals Cerita Petapa dan Empat Hewan
Avadānasārasamuccaya 1 Avadānasārasamuccaya 1

On the last of this series of reliefs on this wall we again have a Jātaka story. Pada yang terakhir dari rangkaian relief di dinding ini, kita kembali
An ascetic named Vīryabala, the Bodhisattva in a previous life, lived in a mendpati cerita Jātaka. Seorang petapa bernama Vīryabala, Bodhisattwa
remote mountain, and spent his time meditating beneath a tree. There were pada kehidupan sebelumnya, tinggal di pegunungan terpencil, dan
also four animals in the same area: a raven, a dove, a snake and a deer. One melewatkan waktunya bermeditasi di bawah pohon. Ada juga empat hewan
night they had a discussion about what was the greatest suffering. di daerah yang sama: gagak, merpati, ular, dan rusa. Suatu malam mereka
berbahas tentang apa yang merupakan penderitaan terbesar.
The raven said it was hunger and thirst, which drive one into nets; the dove
said that it was love, which made one do irrational things; the snake was of Gagak mengatakan, lapar dan hauslah yang mendorong seseorang ke dalam
the opinion that anger drove beings to desperation; and the deer said fear jala; merpati berkata, adalah cinta yang membuat seseorang melakukan
was the worst, as you might die trying to escape. hal-hal yang tak masuk akal; ular berpendapat bahwa kemarahan menyeret
makhluk menjadi putus asa; dan rusa berkata ketakutan adalah yang
The Bodhisattva approved of all they said, but then went on to teach about terburuk, karena kita bisa mati saat mencoba melarikan diri.
the suffering of birth, old age, sickness and death, that is, the suffering in
this long journey through saṁsāra, and advised them to seek Awakening. Bodhisattwa menyetujui semua yang mereka katakan, tetapi lalu lanjut
mengajarkan tentang penderitaan kelahiran, ketuaan, penyakit, dan
kematian, yaitu, penderitaan dalam perjalanan panjang melalui saṁsāra ini,
dan menasihati mereka untuk mencari Kecerahan.

372. An Ascetic and Four Beasts

On the left of this wide relief we see Vīryabala sitting on the ground, he is
giving his Dharma teaching. In front of him are the four animals who are
listening: a raven, a dove, a snake and a deer. All round are the signs of
remote dwelling: forests and mountains.

372. Petapa dan Empat Hewan

Di sisi kiri relief yang lebar ini, kita lihat Vīryabala duduk di tanah, ia
memberikan ajaran Dharmanya. Di depannya ada empat hewan yang
mendengarkan: gagak, merpati, ular, dan rusa. Di sekeliling adalah pertanda
372 hunian terpencil: hutan dan gunung.
265
1st Level, Balustrade, Bottom Lantai 1, Dinding Luar, Deret Bawah

No text has ever been identified for this series of reliefs, though Krom for Tidak ada naskah yang pernah dikenali untuk rangkaian relief ini, meskipun
one believes it must have been following a connected text of one sort or Krom sendiri percaya ini pasti mengikuti naskah yang terhubung satu sama
another. lain.

Together with the fact that most of the reliefs are in a very poor state—the Bersama dengan fakta bahwa sebagian besar relief berada dalam keadaan
third layer of stones at the top is largely missing, and only around half a sangat buruk—lapisan batu ketiga di atas sebagian besar hilang, dan hanya
dozen are complete. Even those are not unscathed, but rather worn, so that sekitar setengah lusin yang lengkap. Walau ada yang tidak cacat, tetapi agak
their identification is made more difficult. terkikis, sehingga membuat pengenalannya jadi lebih sulit.

Because of this in what follows I give a basic description of what we can see Karena itu di bagian selanjutnya saya memberikan penggambaran dasar
on the reliefs. But, of course, the story can only be guessed at, and although tentang apa yang bisa kita lihat di relief. Tapi, tentu saja, ceritanya hanya
we sometimes find sequences, in most cases it proves to be elusive. bisa ditebak, dan walau kadang kita menemukan rangkaian, dalam banyak
kasus itu tetap sulit dipahami.

1. A Dancing Girl

The left hand side of the first relief is completely missing,


and only part of the right hand side survives. From what
we can see a dancing girl is performing in front of a man
of wealth and his wife who sit on the left. Below the girl
we see a drummer with a pot, and behind her I believe are
other dancers looking on.

1. Gadis Penari

Sisi kiri relief pertama sepenuhnya hilang, dan hanya


sebagian sisi kanan yang bertahan. Dari apa yang bisa kita
lihat, gadis penari tampil di depan lelaki kaya dan istrinya,
yang duduk di kiri. Di bawah gadis itu kita lihat penabuh
gendang dengan kendi, dan di belakangnya saya percaya
1 adalah penari lain yang memandangnya.
266
2

2. A Ploughman and a Rich Man 2. Pembajak dan Orang Kaya

Van Erp, and Krom following him, believed this to be a variation on the Mass Van Erp, dan Krom mengikutinya, percaya ini sebagai variasi untuk Jātaka
of Gold Jātaka (no. 56. in the Pāḷi collection). In that Jātaka a ploughman Himpunan Emas (no. 56. dalam kitab Pāḷi). Dalam Jātaka itu pembajak
discovers a large piece of gold, cuts it in four, and carries it off to safety. menemukan seonggok besar emas, membaginya menjadi empat, dan
membawanya agar aman.
The present relief, however, does not seem to follow that story at all. All we
can see is a ploughman on the left hand side. Someone sitting with a large Akan tetapi, relief yang ada tampaknya tidak mengikuti cerita itu sama
bowl in the middle, and then two people approaching what must be a rich sekali. Semua yang kita bisa lihat adalah pembajak di sisi kiri. Seseorang
man, or king, and making offerings, which are accepted with the touch of a duduk dengan mangkuk besar di tengah, lalu dua orang mendekati
hand. seseorang yang pastinya orang kaya, atau raja, dan memberi persembahan,
yang diterima dengan sentuhan tangan.

267
2a. A Divider

There are many dividers of a similar nature to this first one in this
series. They normally consist of a male and a female, or a male and two
females, who are stood together. They seem unconnected to the stories,
and their role, apart from acting as dividers is unknown.

Many of these, as they are very damaged, I have omitted from this
sequence. Some with more interesting decoration, or more complete in
form, I have included.

2a. Penyekat

Ada banyak penyekat yang sifatnya mirip dengan yang relief pertama
dalam rangkaian ini. Mereka biasanya terdiri dari lelaki dan perempuan,
atau lelaki dan dua perempuan, yang berdiri bersama. Mereka
tampaknya tidak berhubungan dengan cerita, dan peran mereka, selain
bertindak sebagai penyekat tidak diketahui.

Banyak relief ini, karena sangat rusak, saya hilangkan dari rangkaian
ini. Beberapa dengan hiasan yang lebih menarik, atau lebih lengkap
bentuknya, sudah saya sertakan.

2a
268
3

3. A King receives an Illustrious Guest 3. Raja Menerima Tamu Terkemuka

On the left a king is sat with his queen on a simple raised seat, and behind Di kiri, raja duduk dengan ratunya di kursi tinggi sederhana, dan di
him are a couple of attendants. In front of him a guest has arrived who is belakangnya ada beberapa pelayan. Di depannya, tamu telah tiba dan
worshipping respectfully, and behind the guest are some soldiers and an menyembah dengan hormat, dan di belakang tamu itu ada beberapa prajurit
elephant. Perhaps it is a general of some sort reporting back to his king, but dan gajah. Mungkin ia adalah jenderal yang melapor kembali kepada
we cannot be sure. rajanya, tetapi kita tak bisa pastikan.

269
3a 4a

3a. A Divider 4a. The Monk meditates in the Forest

In this divider we see three people. The one in the centre is holding up This is the first of four connected reliefs featuring the same monk. In this
a large pot, it may be a water pot, but it could equally be a pot of gold or corner relief the monk sits alone and in meditation in a forest setting, with
something precious. To the left stands a female, and to the right is what various trees around, and some animals, including a pair of deer. Parts of the
looks like a male. relief appear to be unfinished.

3a. Penyekat 4a. Biksu Bermeditasi Dalam Hutan

Di penyekat ini kita lihat tiga orang. Yang di tengah memegang kendi besar, Ini adalah yang pertama dari empat relief terkait yang menampilkan biksu
mungkin kendi air, tetapi bisa juga kendi emas atau sesuatu yang berharga. yang sama. Di sudut ini, biksu itu duduk sendirian dan bermeditasi di hutan,
Di kiri berdiri perempuan, dan di kanan tampak seperti lelaki. dengan berbagai pohon di sekitarnya, dan beberapa hewan, termasuk
sepasang rusa. Sebagian dari relief itu tampaknya belum selesai.
270
4b 5

4b. The Monk is visited by a King 5. The Monk teaches Dharma

This is the second half of the corner relief, they are both numbered as 4, In the third relief in this sequence the monk is now seen in teaching posture,
but it is clear they are two different scenes. In this relief the monk is being and the four men from the previous relief are sat on the floor listening to
visited by someone who was evidently out hunting, and came across him in him teach the Dharma. One of them still holds a spear, while the foremost
the forest. He is shown holding his spear, and he has three companions with holds his hands in añjali.
him.
5. Biksu Mengajarkan Dharma
4b. Biksu Dikunjungi Raja
Di relief ketiga dalam rangkaian ini, biksu itu sekarang terlihat dalam
Ini adalah paruh kedua dari relief sudut, mereka berdua diberi nomor postur mengajar, dan empat lelaki dari relief sebelumnya duduk di lantai
4, tetapi jelas mereka adalah dua adegan yang berbeda. Dalam relief mendengarkannya mengajarkan Dharma. Salah satu dari mereka masih
ini, biksu itu dikunjungi oleh seseorang yang jelas sedang berburu, dan memegang tombak, sementara yang terpenting menangkupkan tangan
menemukannya di hutan. Ia ditampilkan memegang tombaknya, dan ia añjali.
punya tiga penyerta bersamanya.

271
6

6. The Monk teaches the Nāgas 6. Biksu Mengajar Para Naga

In the last of this series we see the monk again teaching, but this time it Dalam yang terakhir dari rangkaian ini, kita lihat biksu itu mengajar lagi,
seems his four interlocutors are nāgas. The one on the far left of the relief tetapi kali ini tampak empat lawan bicaranya adalah para naga. Satu yang di
can be clearly identified as such. The others all have damage to the tell-tale kiri jauh relief dapat dikenali dengan jelas. Lainnya semua hiasan kepalanya
headdress, but it seems they are all of a kind. There is a basket between the rusak, tapi tampaknya mereka semua sejenis. Ada keranjang di antara biksu
monk, who sits in a simple pavilion, and the first of the nāgas, which looks itu, yang duduk di anjungan sederhana, dan yang terdepan dari para nāga,
like it contains a large pearl or jewel. yang sepertinya berisi mutiara atau permata besar.

272
7

7. A King sends out Wealth for Distribution 7. Raja Mengirimkan Kekayaan untuk Dibagikan

The whole top row of blocks from this relief is missing, but we can still see Seluruh deretan petak teratas dari relief ini hilang, tetapi kita masih dapat
enough to make out what is going on. On the left sits a king with his queen melihat cukup banyak untuk tahu apa yang sedang terjadi. Di kiri, duduk
behind him. In front of him a man is taking pots of wealth and then seems raja dengan ratunya di belakangnya. Di depannya, lelaki mengambil kendi-
to be passing them on, and distributing them through intermediaries to two kendi kekayaan lalu kelihatannya mengopernya, dan membagikannya
poor people on the far right, the front one of which holds out his hand to melalui perantara kepada dua orang miskin di kanan jauh, orang yang di
receive the gift. depan mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian.

273
8

8. A Procession 8. Arakan

Another badly damaged relief. This is one of Borobudur’s favourite scenes: a Relief lainnya yang rusak parah. Ini adalah salah satu adegan kesukaan di
procession. We see musicians, an elephant, and other revellers all moving to Borobudur: arakan. Kita lihat para pemusik, gajah, dan penggembira lainnya,
the right. semua bergerak ke kanan.

9. A Man approaches the Queen 9. Lelaki Mendekati Ratu

On the far left we see a man walking towards the right. There is a large chest Di paling kiri kita lihat lelaki berjalan ke kanan. Ada peti besar di depannya,
in front of him, but what his relationship is to it is hard to know. On the right tetapi apa hubungannya dengan orang itu sulit untuk diketahui. Di kanan,
we see a queen sat at ease on a throne surrounding by her ladies-in-waiting. kita lihat ratu duduk dengan nyaman di atas singgasana yang dikelilingi para
dayangnya.
274
10 10

9a. A Divider 10. Nuns at their Studies

Two people stand holding what look to be offerings of On the left we see a row of six nuns inside a pavilion. To their left are two lay women.
flowers arranged in dishes. The one of the right appears to It appears they are sat with their teacher who has a book on a stand in front of her.
be male, and the one on the left is probably female, though Unfortunately the head is missing, but the clothes would support the idea. The building on
neither are clearly marked. the far right is probably a temple.

9a. Penyekat 10. Para Biksuni Belajar

Dua orang berdiri memegang yang terlihat sebagai Di kiri kita lihat deretan enam biksuni dalam anjungan. Di kiri mereka adalah dua
persembahan bunga yang disusun dalam piring. Yang kanan perempuan perumah-tangga. Tampaknya mereka duduk dengan guru mereka yang punya
tampaknya lelaki, dan yang di kiri mungkin perempuan, buku di atas dudukan, di depannya. Sayang kepalanya hilang, tetapi pakaiannya mendukung
meskipun keduanya tidak ditandai dengan jelas. gagasan ini. Bangunan di paling kanan mungkin kuil.

275
11 12a

11. A Couple receive Three Guests 12a. A King receives Visitors

On the left we see a couple sitting on a raised seat. They are not heavily This is the first section of a corner panel, though it appears to be two
decorated so it is unclear who they are. In front of them are three guests, the different scenes. A king sits with his queen behind him on a raised seat,
foremost of which holds his hands up in respect. The block on the bottom left or throne. He has his hand held in front of him, with an open palm.
on this panel appears to be misplaced, as it shows a hand pressing down, which Five visitors sit on the floor in front of him, the foremost of which has
doesn’t fit in with the rest of the scene. his hands in añjali. Above the visitors are a parasol, a standard with a
wheel atop it, and a leaf fan or shade. The visitors are evidently wealthy
11. Pasangan Menerima Tiga Tamu themselves.

Di kiri kita lihat pasangan duduk di kursi tinggi. Mereka tidak dihias dengan rinci 12a. Raja Menerima Para Tamu
sehingga tidak jelas siapa mereka. Di depan mereka ada tiga tamu, yang depan
mengangkat tangannya menghormat. Petak di kiri bawah di panel ini tampaknya Ini adalah bagian pertama dari panel sudut, walau tampaknya ada dua
salah tempat, karena menunjukkan tangan menekan ke bawah, tidak cocok adegan yang berbeda. Raja duduk, dengan ratunya di belakangnya,
dengan sisa adegan. di kursi tinggi, atau singgasana. Ia menaruh tangannya di depannya,
dengan telapak tangan terbuka. Lima pengunjung duduk di lantai di
depannya, yang paling depan dengan tangan añjali. Di atas pengunjung
ada payung, tongkat dengan roda di atasnya, dan kipas daun atau
tudung. Para pengunjung jelas orang kaya raya.
276
12b. Someone receives Visitors

This panel is badly worn away.


Probably what we had on the
right was a king and his queen sat
on a throne or seat. The carving
may not have been finished,
or perhaps it is just very badly
worn down. On the left are sat
three people under a tree, they
are gesturing and evidently in
conversation with the king.

12b. Seseorang Menerima Para


Pengunjung

Panel ini rusak parah. Mungkin


yang kita dapati di kanan adalah
raja dan ratunya yang duduk di
singgasana atau kursi. Ukiran
itu mungkin belum selesai, atau
mungkin sudah rusak parah. Di
kiri duduk tiga orang di bawah
pohon, mereka memberi isyarat
dan jelas sedang bercakap dengan 12b
raja.

277
13

13. A Monk builds a Stūpa 13. Biksu Mendirikan Stupa

Although it could be three monks in this relief, it more looks like it is one Walau ada tiga biksu dalam relief ini, ini terlihat seperti satu biksu dalam
monk at three different times. On the left he is sat in meditation; in the tiga waktu yang berbeda. Di kiri ia duduk bermeditasi; di tengah dia duduk
middle he is sat with two small stūpas—perhaps they are models? On the dengan dua stupa kecil—mungkin itu adalah model? Di kanan ia berlutut
right he kneels down in front of a large stūpa. Everything indicates that all di depan stupa besar. Semuanya menunjukkan bahwa semua adegan ini
these scenes take place in the wilderness, as there are stylised rocks around, terjadi di hutan belantara, karena ada tatanan bebatuan di sekeliling, dan
and trees, including a banana tree on the far right. pepohonan, termasuk pohon pisang di paling kanan.

278
14

14. A Monk in Three Scenes 14. Biksu dalam Tiga Adegan

In this photograph I wanted to give an idea of what the individual panels Dalam foto ini saya ingin memberikan gambaran tentang bagaimana masing-
look like in situ, with the panels from the Viśvantara Jātaka above. masing panel di situ, dengan panel-panel dari Viśvantara Jātaka di atas.

Again we seem to have one monk is three different scenes. On the left he Lagi-lagi kita sepertinya punya satu biksu dalam tiga adegan berbeda. Di kiri
is probably the character standing, with a male and female in front of him ia mungkin tokoh yang berdiri, dengan lelaki dan perempuan di depannya
paying respects; in the middle he seems to be pouring water over the head memberi penghormatan; di tengah ia tampak menuangkan air ke atas kepala
of the bearded male. On the right he is probably the recipient of a pot and a lelaki berjanggut. Di kanan ia mungkin adalah penerima kendi dan hidangan
dish from a wealthy supporter and his wife inside a pavilion. dari pendukung kaya dan istrinya di dalam anjungan.

279
15

15. A Banquet 15. Perjamuan

In the centre of this panel is what appears to be a large dish with rice, fish Di tengah panel ini adalah apa yang terlihat seperti piring besar dengan nasi,
and other dishes on it. One group of six people are sat on the left, with one ikan, dan hidangan lain di atasnya. Satu kelompok terdiri dari enam orang
other member standing. Another group of four people is on the right. On the duduk di kiri, dengan satu anggota lainnya berdiri. Kelompok empat orang
far right we see a rich house with a staircase leading from it, on its flanks are lainnya ada di kanan. Di paling kanan kita lihat rumah kaya dengan tangga
two large birds. di depannya, di sisi rumah ada dua burung besar.

280
16

16. A King and a Pratyeka Buddha 16. Raja dan Pratyekabuddha

In the pavilion in the centre of this panel we see a rich man, probably a king, Di anjungan, di tengah panel ini kita lihat lelaki kaya, mungkin raja,
with three of his concubines sat behind him. To the far left is his palace or dengan tiga selirnya duduk di belakangnya. Di paling kiri adalah istana
house. On the right we see one person flying up into the skies. It is hard to atau rumahnya. Di kanan kita lihat satu orang terbang ke langit. Sulit
make out, but I think it must be a Pratyeka Buddha. On the ground below untuk memastikan, tetapi saya pikir itu pasti Pratyekabuddha. Di tanah, di
him are a group of people sitting, and one very worn character who is bawahnya adalah sekelompok orang yang duduk, dan satu sosok yang sangat
standing. rusak berdiri.

281
17

17. A King receives a Visitor 17. Raja Menerima Pengunjung

On the podium on the left a king sits with his queen, or consort, and has Di panggung di kiri, raja duduk dengan ratunya, atau permaisuri, dan
his hand stretched forth, presumably in blessing. In front of him sits a male tangannya dijulurkan, mungkin memberkahi. Di depannya duduk lelaki
(Krom: female) who is listening intently to the king. Behind him are a row (Krom: perempuan) yang mendengarkan raja dengan penuh perhatian. Di
of soldiers, of which he may be the leader. On the far right is an interesting belakangnya ada deretan prajurit, di mana ia mungkin pemimpinnya. Di
scene: a forest is depicted with a large serpent curled up in a hole. kanan jauh ada adeganyang menarik: hutan digambarkan dengan ular besar
meringkuk dalam lubang.

282
17a. A Divider

This divider is fairly damaged and the face of the male character is broken
off, but the postures the couple hold is quite striking. The female leans in
with her hips towards the male, who is carrying a lotus, and has his legs
crossed.

17a. Penyekat

Penyekat ini cukup rusak dan wajah tokoh lelaki hilang, tetapi postur yang
ditunjukkan pasangan cukup mencolok. Perempuan bersandar dengan
pinggulnya mengarah ke lelaki, yang membawa teratai, dan kakinya
disilangkan.

17a
283
18

18. An Interview and Devas Flying through the Air 18. Wawancara dan Para Dewa Terbang di Angkasa

There are two scenes in this panel. On the left we see a man sitting in Ada dua adegan di panel ini. Di kiri kita lihat lelaki duduk dalam postur
relaxed posture, and leaning on one of his women in discussion with the two santai, dan bersandar pada salah satu perempuannya, dalam percakapan
women in front of him, who also sit on a slightly raised seat. In the middle dengan dua perempuan di depannya, yang juga duduk di kursi yang sedikit
is a wishing tree (kalpa-taru) which seperates the scenes. On the right we see tinggi. Di tengah adalah pohon permohonan (kalpa-taru) yang memisahkan
what appear to be devas carrying offerings flying off in the direction of the adegan. Di kanan kita lihat apa yang tampak sebagai para dewa yang
next panel, which it seems to be an extension of. membawa persembahan, terbang ke arah panel berikutnya, yang tampak
merupakan perpanjangan.

284
19

19. A Deva visits a King at Night 19. Dewa Mengunjungi Raja Pada Malam Hari

In the centre of this relief is a king reclining on his couch with two female Di tengah relief ini adalah raja berbaring di dipan dengan dua pelayan
attendants caring for him. Somewhat to the left of centre we see a deva perempuan merawatnya. Agak di kiri tengah kita lihat dewa terbang
flying through the air towards the king. Under him a couple of guards are di angkasa menuju raja. Di bawahnya beberapa penjaga sedang tidur,
sleeping, showing this is a night scene. There are more guards on the far menunjukkan ini adalah adegan malam. Ada lebih banyak penjaga di kanan
right of the panel. jauh panel.

285
20

20. Offerings are brought to the King 20. Persembahan Dibawa Kepada Raja

A lot of this panel is missing, but we see enough to understand that a king Banyak bagian panel ini hilang, tetapi kita melihat cukup untuk memahami
is sat with his queen on the left. In front of him a man sits on the floor and bahwa raja duduk dengan ratunya di kiri. Di depannya lelaki duduk di lantai
turns back to look at the people behind him who are bringing pots filled dan menengok ke orang-orang di belakangnya, yang membawa periuk berisi
with wealth of some sort to the king. In the centre is what looks like a harta kepada raja. Di tengah adalah apa yang tampak seperti peti harta
treasure chest with garlands atop it. karun dengan karangan bunga di atasnya.

286
21

21. A Procession 21. Arakan

It is hard to make much out on this damaged and worn relief. We can see Sulit untuk mengetahui banyak tentang relief yang rusak dan usang ini. Kita
that it is a group processing towards the right. One of the characters looks dapat melihat bahwa ada sekelompok orang yang beriringan ke kanan. Salah
like he has a nāga headdress, but even this is uncertain. satu tokoh terlihat seperti ia punya hiasan kepala naga, tetapi bahkan ini
pun tak pasti.

287
22

22. A King receives Visitors 22. Raja Menerima Para Pengunjung

On the left there is a very rich and ornamented building, with pillars and Di kiri ada bangunan yang sangat mewah dan penuh hiasan, dengan pilar
festoons. On the lower right is a decorated pot under a tree. On the right dan jumbai. Di kanan bawah adalah kendidi hias, di bawah pohon. Di
hand part of this corner panel we see a king sat with his queen inside a bagian kanan panel sudut ini kita lihat raja duduk dengan ratunya di dalam
pavilion. In front of him are two men sitting on the ground. anjungan. Di depannya ada dua lelaki yang duduk di tanah.

288
23

23. Approaching a Meditator 23. Mendekati Pemeditasi

This is a very damaged relief. On the far left we see stylised rocks and trees, Ini adalah relief yang sangat rusak. Di paling kiri kita melihat tatanan
indicating we are in the wilderness. There was probably someone sat in bebatuan dan pepohonan, menunjukkan kita ada di hutan belantara.
meditation on a seat next to this, but all we see are the very bottom of the Mungkin ada seseorang duduk bermeditasi di kursi di sebelah sini, tetapi
legs. Someone in finery is approaching from the right. His attendant kneels yang kita lihat hanyalah bagian terbawah dari kakinya. Seseorang dengan
at his feet. We also see a kinnara in a tree in the centre. perhiasan mendekati dari kanan. Pelayannya berlutut di kakinya. Kita juga
melihat kinnara di pohon, di tengah.

289
24

24. A King receives Homage 24. Raja Menerima Penghormatan

The two figures sitting right of centre are evidently the central characters Dua tokoh yang duduk tepat di tengah jelas tokoh utama dalam relief ini.
in this relief. It is probably a king and a queen. To the right of them two Mungkin raja dan ratu. Di kanan mereka, berdiri dua brahmana, satu dengan
brahmins stand, one with his hands raised. On the far left someone is tangan terangkat. Di paling kiri seseorang memegang sesuatu yang terlihat
holding what looks like a small stūpa, and others have clothes and other seperti stupa kecil, dan yang lain memiliki pakaian dan persembahan lain
offerings they are bringing. Notice the two large pots, one in the centre, and yang mereka bawa. Perhatikan dua kendi besar, satu di tengah, dan satu di
one on the far right. paling kanan.

290
25

25. A King at Court 25. Raja di Istana

By the decoration and configuration this could be the same couple who Berdasarkan hiasan dan susunannya, bisa jadi ini pasangan yang sama yang
appeared on the previous relief. They sit inside a simple pavilion, and the muncul di relief sebelumnya. Mereka duduk di dalam anjungan sederhana,
queen has a female attendant with her this time. More attendants sit on the dan kali ini ratu punya pelayan perempuan bersamanya. Lebih banyak
left under a tree. On the right a visitor is sat holding his hands in añjali, while pelayan duduk di kiri, di bawah pohon. Di kanan, pengunjung duduk
behind him his entourage sit and hold various postures. menangkupkan tangan añjali, sementara di belakangnya, rombongannya
duduk dengan berbagai postur.

291
26

26. Homage to Three Stūpas 26. Penghormatan Kepada Tiga Stupa

In the centre of this relief we see three stūpas, the central being bigger than Di tengah relief ini kita lihat tiga stupa, yang tengah lebih besar daripada
those flanking it. There are lotus flowers hanging down from a pavilion that yang mengapitnya. Ada bunga teratai yang menggantung dari bawah
is erected around them. On both left and right devotees have gathered and anjungan yang didirikan di sekitar mereka. Di kiri dan kanan, para pengikut
are either worshipping, making offerings, or observing the others. berkumpul dan memuja, membuat persembahan, atau mengamati yang lain.

292
27

27. A Queen at Court 27. Ratu di Istana

On the right a queen sits and has her legs massaged by the attendant in front Di kanan, ratu duduk dan kakinya dipijat oleh pelayan di depannya.
of her. Other ladies sit around the queen. In the middle is a coconut tree, Perempuan lain duduk di sekitar ratu. Di tengah adalah pohon kelapa, dan di
and on the far left another tree with large pots under it, indicating wealth. A paling kiri ada pohon besar dengan kendi besar di bawahnya, menunjukkan
couple of people are seen between these two trees. kekayaan. Sepasang orang terlihat di antara dua pohon ini.

293
28

28. Before the Palace 28. Di Depan Istana

A badly worn down relief shows what is probably a palace. On either side of Relief yang rusak parah menunjukkan apa yang mungkin adalah istana.
the palace we see fly-whisks erected. There are two persons kneeling before Di kedua sisi istana kita lihat kebutan didirikan. Ada dua orang berlutut di
the palace, the one on the far right is probably holding a parasol over the depan istana, yang di kanan jauh mungkin memegangi payung di atas tokoh
main character further in, but the damage is so severe we cannot be sure. utama lebih lanjut, tetapi kerusakannya begitu parah sehingga kita tidak
bisa memastikan.
294
29

29. A King and Queen receive Guests 29. Raja dan Ratu Menerima Para Tamu

In this corner relief a king and queen sit on a raised seat, the king is seated Di relief sudut ini, raja dan ratu duduk di kursi tinggi, raja duduk dalam
in relaxed posture with the knee strap supporting his leg. On the right a postur santai dengan bebat lutut di kakinya. Di kanan, pengunjung datang
visitor has come and is sitting also on a high seat, but the relief is so badly dan juga duduk di kursi tinggi, tetapi relief sangat rusak sehingga sulit untuk
damaged it is hard to make out much more. The right hand part of this melihat lebih banyak. Bagian kanan relief sudut ini menampilkan lebih
corner relief shows more people sitting on the floor. Two of them have their banyak orang yang duduk di lantai. Dua dari mereka mengangkat tangan
hands raised in añjali. They are dressed in finery, and so are probably not añjali. Mereka berbalut perhiasan, jadi mungkin bukan pelayan, melainkan
attendants but fellow visitors. sesama pengunjung.

295
30

30. A Procession Scene 30. Adegan Arakan

This is one of the procession scenes the Borobudur sculptors were so good Ini salah satu adegan arakan yang merupakan keahlian para perupa
at. In the middle is an elephant with a bell around his neck pacing to the Borobudur. Di tengah adalah gajah dengan genta di lehernya melangkah ke
right. To the right of him is a man with a drum. On the left is a group of kanan. Di kanannya ada lelaki dengan tambur. Di kiri adalah sekelompok
people, one of whom is portrayed with his back towards us. orang, salah satunya digambarkan dengan punggung menghadap kita.

296
31

31. People Kneeling 31. Orang-orang Berlutut

Most of this relief is missing. On the left we see two ladies sitting. Near the Sebagian besar relief ini hilang. Di kiri kita lihat dua perempuan duduk.
middle two others kneel. I suspect they are men. Dekat tengah, dua lainnya berlutut. Saya terka mereka lelaki.

297
32

32. People Kneel before a Stūpa 32. Orang-orang Berlutut di Depan Stupa

We see a group of people kneeling before what was probably a stūpa, which Kita lihat sekelompok orang berlutut di depan apa yang mungkin stupa,
is on the far right. Some of the devotees bear offerings, and others were yang ada di paling kanan. Beberapa pengikut memberikan persembahan,
probably holding their hands in reverential salutation. dan yang lain mungkin menaruh tangan mereka dalam sikap hormat.

298
33

33. A Palace and a Wishing Tree 33. Istana dan Pohon Permohonan

On the far left we see a wishing tree, and a male figure standing next to it. Di kiri jauh kita lihat pohon permohonan, dan sesosok lelaki berdiri di
In the centre is an elaborate building, several stories high. Next to it on the sebelahnya. Di tengah adalah bangunan yang rumit, setinggi beberapa
right is another figure, maybe female. And then we see another tree on the lantai. Di sebelahnya, di sisi kanan, ada sosok lain, mungkin perempuan. Lalu
right. kita lihat pohon lain di kanan.

299
34

34. A Blank Relief 34. Relief Kosong

All the carved blocks from this relief have gone missing. Although there is Semua balok pahatan dari relief ini telah hilang. Meski tidak ada adegan, ini
no scene it is still instructive, as it shows us how the stones were cut and masih mengandung petunjuk, karena menunjukkan kepada kita bagaimana
arranged, not always totally square or the same size, and the sort of initial batu-batu itu dipotong dan disusun, tak selalu sepenuhnya berbentuk bujur
stonework before the carving began. sangkar atau berukuran sama, dan jenis batu pertama sebelum pahatan
dimulai.

300
35

35. Offerings to the King 35. Persembahan Kepada Raja

Again it is a very damaged panel but we can see enough to understand Sekali lagi ini adalah panel yang sangat rusak, tetapi kita dapat melihat
the main action. The couple sit on a raised seat on the left. Behind them cukup untuk memahami kejadian utamanya. Pasangan duduk di kursi
someone is holding a basket, probably of flowers. In front of them there tinggi di kiri. Di belakang mereka, seseorang memegang keranjang,
is a large box, with flowers of top, and someone sat on the ground who is mungkin bunga. Di depan mereka ada kotak besar, dengan bebungaan di
holding—and probably offering—it to the king. On the right more people are atasnya, dan seseorang duduk di tanah yang memegang—dan mungkin
seen sitting on the ground. mempersembahkan—itu kepada raja. Di kanan lebih banyak orang terlihat
duduk di tanah.

301
36

36. A Lotus Pond and Kinnaras 36. Kolam Teratai dan Para Kinnara

This is a corner relief, in which we see a king standing, with his hand on his Ini adalah relief sudut, yang mana kita lihat raja berdiri, dengan tangan
hip, and approaching the pond which is pictured on the right hand side. The di pinggulnya, dan mendekati kolam yang digambarkan di sisi kanan.
right hand side of this corner relief shows the lotus pond, with a number of Sisi kanan relief sudut ini menampilkan kolam teratai, dengan sejumlah
flowers standing tall out of the water. On the left we see a kinnara, and above bunga berdiri tegak di atas air. Di kiri kita lihat kinnara, dan di atas bunga
the flowers there are two more. Between the king on the previous relief and ada dua lagi. Di antara raja di relief sebelumnya dan kolam, berdiri pohon
the pond stands a wishing tree. permohonan.

302
37

37. A Meeting 37. Pertemuan

A prominent personage, who may be male or female, is sat on a raised seat, Tokoh terkemuka, yang mungkin lelaki atau perempuan, duduk di kursi
and inside a pavilion with a curved roof. Behind him three people in finery, tinggi, dan di dalam anjungan dengan atap melengkung. Di belakangnya, tiga
they are probably courtiers, rather than attendants. In front of him is a man orang dengan perhiasan, mereka mungkin adalah pegawai istana, alih-alih
in fine dress who was probably a visitor who was worshipping. Behind him pelayan. Di depannya adalah lelaki berbusana bagus yang mungkin adalah
are his attendants. pengunjung yang sedang memuja. Di belakangnya adalah para pelayannya.

303
38

38. A Chariot goes to the Wilderness 38. Kereta Masuk Belantara

We now see an important person in his chariot heading into the wilderness, Kita sekarang melihat orang penting dalam keretanya menuju ke belantara,
which is pictured stylistically on the right. His driver has his hand up, and yang digambarkan dengan penuh gaya di kanan. Kusirnya mengangkat
is holding a standard. Behind him come soldiers carrying their swords with tangan, dan pegang tongkat. Di belakangnya datang para prajurit membawa
them. pedang mereka.

304
39

39. At the Lotus Pond 39. Di Kolam Teratai

The character who was traveling to the wilderness in the last scene has now Tokoh yang bepergian kebelantara di adegan terakhir kini telah tiba, dan
arrived, and once again we find he is at the lotus pond, which was pictured sekali lagi kita mendapati ia di kolam teratai, yang digambarkan di 36b. Di
on 36b. On the right of the pond we see the kinnaras again. This surely kanan kolam kita lihat lagi kinnara. Ini jelas menunjukkan bahwa beberapa
indicates that the last few panels are sequential, even though we don’t know panel terakhir berurutan, walau kita tidak tahu cerita yang mereka
the story they tell. sampaikan.

305
40

40. Going to the Stūpa 40. Pergi ke Stupa

It is presumably the very same character we have seen earlier who is now Sepertinya tokoh yang sama yang telah kita lihat sebelumnya, sekarang
going to visit a stūpa. By the way the chariot and horses are pictured as being akan mengunjungi stupa. Ngomong-ngomong, kereta dan kuda digambarkan
off the ground—as are those who follow—it must be that they are coming mengambang di atas tanah—demikian pula orang-orang yang mengikuti—
from the celestial realms now. Already at the stūpa we see devotees gathered saat ini pastilah mereka berasal dari alam surga. Setibanya di stupa, kita
round. lihat para pengikut berkumpul.

306
41

41. The Bull and the Lion 41. Banteng dan Singa

I agree with Krom that what we must have here is three scenes on one panel. Saya setuju dengan Krom bahwa yang kita punya di sini adalah tiga adegan
In the first on the left, the cattle are resting peacefully; in the middle a lion dalam satu panel. Yang pertama di kiri, ternak beristirahat dengan tenang;
is attacking, and the bull is probably dissuading him from such action; on the di tengah, singa menyerang, dan banteng mungkin menghalangi aksinya;
right the bull grazes freely. No known story fits this panel, as with so many di kanan banteng merumput dengan bebas. Tidak ada cerita yang diketahui
others. yang cocok dengan panel ini, seperti banyak panel lainnya.

307
42

42. Monks at a Temple 42. Para Biksu di Kuil

In the middle is a well-decorated temple. To the left appear what are Di tengah adalah kuil yang dihias dengan bagus. Di kiri tampak apa yang
possibly worshippers. On the right inside a pavilion sit some monks, and on mungkin adalah para penyembah. Di kanan di dalam anjungan duduk
the far right some lay devotees. beberapa biksu, dan di paling kanan beberapa pengikut perumah-tangga.

308
43

43. Watching the Dancer and Musician 43. Menyaksikan Penari dan Pemusik

This is another corner relief. We see someone sat in relaxed position upon a Ini adalah relief sudut lainnya. Kita lihat seseorang duduk dalam posisi
large cushion, with others relaxing around him. They are inside an elaborate santai di atas bantal besar, dengan yang lainnya bersantai di sekitarnya.
building. On the right hand side of the corner panel one lady is dancing, Mereka berada di dalam gedung yang rumit. Di sisi kanan panel sudut, satu
while another looks on. In the middle, in quite a dynamic pose, a drummer perempuan menari, sementara yang lain memandang. Di tengah, dalam gaya
keeps time on his drum. yang cukup bergelora, penabuh menjaga tempo dengan tabuhannya.

309
44

44. Devas fly through the Air 44. Para Dewa Terbang di Angkasa

A group of eight devas are seen flying through the air, and going towards the Sekelompok delapan dewa terlihat terbang di udara, dan menuju ke adegan
next scene. The panel is damaged and even what has survived is worn away. berikutnya. Panel ini rusak dan bahkan apa yang bertahan pun terkikis.

310
45

45. Worshipping at the Temple 45. Menyembah di Kuil

This is one of the most pleasing of the panels in this series, both owing to Ini salah satu panel yang paling menyenangkan dalam rangkaian ini, karena
its execution, and to its preservation. The centre shows a temple which has pengerjaannya, dan pelestariannya. Bagian tengah menampilkan kuil
five small stūpas atop its central section. On the left a peacock sits on a wall; dengan lima stupa kecil di atas bagian tengahnya. Di kiri merak duduk di
while on the far left a worshipper is holding his hands in reverence. On the dinding; sementara di kiri jauh pemuja dengan sikap tangan menghormat. Di
far right is another man, but not enough is visible for us to know what he kanan jauh ada lelaki lain, tetapi tidak cukup bagi kita untuk tahu apa yang
was doing. ia lakukan.

311
46

46. A Procession to the Left 46. Arakan ke Kiri

This scene is rather unexpected as normally the action always seem to be Adegan ini agak tak terduga karena biasanya kejadian selalu tampak
moving towards the right, whereas here it is presented as moving to the bergerak ke kanan, sedangkan di sini ditampilkan bergerak ke kiri. Di paling
left. On the far left two people are standing, who must be the centre of kiri dua orang berdiri, yang pasti jadi pusat perhatian, tetapi kerusakannya
attention, but the damage is such we cannot see who they are. A chariot is sedemikian sehingga kita tidak bisa melihat siapa mereka. Kereta mendekat,
approaching, and many soldiers also. dan juga banyak prajurit.

312
47

47. A King receives Visitors 47. Raja Menerima Para Pengunjung

On the centre right a king sits with his consorts. Behind them are ladies- Di tengah kanan raja duduk dengan permaisurinya. Di belakang mereka
in-waiting. They are receiving some visitors who are sitting on the floor ada para dayang. Mereka menerima beberapa pengunjung yang duduk di
in front of them. They must be important and wealthy as they have an lantai, di depan mereka. Mereka pastinya penting dan kaya karena mereka
elephant with them, as is seen on the far left. A lovely detail is the mahout membawa gajah, seperti yang terlihat di paling kiri. Pawang yang memegang
holding the elephant’s trunk as the conversation takes place before them. belalai gajah saat percakapan berlangsung di depan mereka adalah rincian
yang indah.

313
48

48. The King receives a Brahmin 48. Raja Menerima Brahmana

In the centre sits what is presumably a king, his consort kneels behind him. Di tengah duduk apa yang mungkin raja, permaisurinya berlutut di
In front of him we see a brahmin who is visiting, but the damage is so bad, belakangnya. Di depannya kita lihat brahmana yang berkunjung, tetapi
there is nothing more we can identify. On the far right several people are kerusakannya sangat parah, tidak ada lagi yang dapat kita kenali. Di kanan
seated inside a decorated building. jauh, beberapa orang duduk di dalam bangunan yang dihias.

314
49

49. A King receives Homage 49. Raja Menerima Penghormatan

Once again we see a king sat on a cushion and receiving visitors. Behind him Sekali lagi kita lihat raja duduk di bantal dan menerima pengunjung. Di
are a group of ladies, one of whom holds flowers. In front of him three young belakangnya ada sekelompok perempuan, salah satunya memegang bunga.
men sit on the floor, and have offerings, which they proffer; behind them Di depannya tiga pemuda duduk di lantai, dan membawa persembahan, yang
are four more men, also carrying offerings. mereka tawarkan; di belakang mereka ada empat lelaki lagi, juga membawa
persembahan.

315
50

50. Bringing a Duck to the King 50. Membawa Bebek Kepada Raja

The panel, like so many others lacks the top row, and other parts are worn Panel ini, seperti banyak lainnya, tidak punya deret atas, dan bagian lainnya
badly. However we can see a very interesting detail: one of the visitors to terkikis parah. Namun kita bisa melihat rincian yang sangat menarik: salah
the king is carrying a duck. Despite this an identification has yet to be found satu pengunjung raja membawa bebek. Meskipun demikian, pengenalan
with any story from Buddhist literature. belum ditemukan dengan cerita mana pun dari pustaka Buddhis.

316
50a. A Divider

This dividing panel shows a couple as usual, but in this case the panel is
notable as it shows a man with his arm round the shoulder of the lady,
holding her in affectionate embrace.

50a. Penyekat

Panel penyekat ini menampilkan pasangan seperti biasa, tetapi dalam hal
ini panel tersebut menonjol karena menampilkan lelaki dengan lengan
melingkari bahu perempuan, memeluknya dengan erat.

50a
317
51

51. The King watches the Dancing 51. Raja Menonton Tarian

On the left the king is sat on a large divan with his queens and ladies-in- Di kiri, raja duduk di dipan besar dengan ratu dan para dayang di
waiting around him, they are watching the scene on the right which shows sekelilingnya, mereka menonton adegan di kanan yang menampilkan empat
four dancers and some musicians, including a couple who are playing tablas penari dan beberapa pemusik, termasuk pasangan yang bermain gendang
and a pot-drum. kecil dan gendang belanga.

318
52

52. Monks meet with Lay Women 52. Para Biksu Bertemu Dengan Perumah-tangga Perempuan

In the centre we see five monks are sitting inside a pavilion, which is itself Di tengah kita melihat lima biksu duduk di dalam anjungan, yang terletak
in front of a temple building, pictured on the right. On the far left three di depan bangunan kuil, digambarkan di kanan. Di kiri jauh tiga perempuan
wealthy women kneel under a tree and listen to the teachings being offered. kaya berlutut di bawah pohon dan mendengarkan ajaran yang disampaikan.

319
53

Kings and Worship Raja-raja dan Pemujaan


We now get a fairly long series of 20+ panels which alternate between Kita sekarang mendapati serangkaian 20+ panel yang cukup panjang yang
a king receiving visitors, followed by a scene at a stūpa where devotees bergantian antara raja yang menerima pengunjung, diikuti oleh adegan di
gather to pay respects. One would think a text could be identified from such stupa di mana para pengikut berkumpul untuk memberikan penghormatan.
distinctive repetition, but so far no text has been found that matches. Orang akan berpikir naskah dapat dikenali dari pengulangan yang khas,
tetapi sejauh ini tidak ditemukan naskah yang cocok.
53. The King presented with a Child
53. Raja Ditunjukkan Anak
There is a lot of damage on this relief, but we see enough to understand that
a child, pictured sat on a lady’s lap, is being presented to a man of authority Ada banyak kerusakan di relief ini, tetapi kita melihat cukup untuk
sitting on a raised seat. Behind the woman is someone who is holding a bowl memahami bahwa anak, digambarkan duduk di pangkuan perempuan,
containing offerings. sedang ditunjukkan kepada lelaki berwenang yang duduk di kursi tinggi.
Di belakang perempuan itu ada seseorang yang memegang mangkuk berisi
persembahan.
320
54

54. Worshipping a Stūpa 54. Memuja Stupa

In this corner relief someone is sat on what is an unusually high seat. There Di relief sudut ini, seseorang duduk di kursi yang tingginya tidak biasa. Ada
is a decorated woman behind him, and three people sat on the floor in front. perempuan yang dihias di belakangnya, dan tiga orang duduk di lantai, di
Presumably attention was on the stūpa. On the right hand side we see a depan. Sepertinya perhatian ada pada stupa itu. Di sisi kanan kita lihat stupa
small, but well-decorated stūpa. People kneel before it, and have offerings of kecil, tetapi dihias dengan bagus. Orang-orang berlutut di depannya, dan
a flower and incense. mempersembahankan bunga dan dupa.

321
55

55. Sitting with the King 55. Duduk Dengan Raja

Not much remains of this relief, but there is a very interesting detail, as Tidak banyak yang tersisa dari relief ini, tetapi ada rincian yang sangat
the visitor is portrayed as sitting as high as the person he is visiting. This menarik, di mana pengunjung digambarkan duduk setinggi orang yang ia
is so rare on these reliefs it is a pity we can’t see more of what was being kunjungi. Ini sangat langka di relief-relief ini. Sayang sekali kita tidak bisa
portrayed here. melihat lebih banyak dari apa yang digambarkan di sini.

322
56

56. Worshipping a Stūpa 56. Memuja Stupa

A group of brahmins gather round and are worshipping a stūpa, of which Sekelompok brahmana berkumpul dan memuja stupa, yang hanya tinggal
only a small fraction remains intact. On the left one of the brahmins has a sebagian kecil saja. Di kiri, salah satu brahmana itu punya kendi dan sendok
pot and a ladle with which he is stirring it. Just in front of the stūpa we see yang ia pakai untuk mengaduk. Tepat di depan stupa kita melihat sesuatu
something odd: someone has his foot on the lower level of it. Because of the yang aneh: seseorang dengan kakinya di tingkat yang lebih rendah. Karena
damage we cannot tell why. kerusakan, kita tak tahu sebabnya.

323
57

57. Visiting the King 57. Mengunjungi Raja

This is a badly damaged panel, that is also worn down in what remains. On Ini panel yang rusak parah, yang tersisa pun terkikis. Di kiri jauh, seseorang,
the far left someone, presumably a king, is sat on a raised seat, as we see so mungkin raja, duduk di kursi tinggi, seperti yang sering kita lihat di panel
many times on these panels. Near the centre we see two people, and on the ini. Di dekat tengah, kita lihat dua orang, dan di paling kanan dua lagi, yang
far right two more, who are sitting on the floor. One of them appears to be in duduk di lantai. Salah satu dari mereka tampaknya sedang dalam percakapan
conversation with the king. dengan raja.

324
58

58. Honouring a Stūpa 58. Menghormati Stupa

This panels appears to be divided into two scenes: on the left a king is as Panel ini tampaknya dibagi menjadi dua adegan: di kiri raja seperti biasa
usual receiving visitors, and the characters on this side have their attention menerima pengunjung, dan tokoh di sisi ini memberi perhatian kepada
on him. On the right hand side, however, attention is on the stūpa. In dirinya. Namun, di sisi kanan, perhatian tertuju ke stupa. Di depannya ada
front of it someone, perhaps the king himself, is down on hands and knees seseorang, mungkin raja sendiri, berlutut dan bersujud menyembahnya.
worshipping it.

325
59

59. Homage to the King 59. Penghormatan Kepada Raja

The king sits with one leg on the floor, he has a queen behind him, and Raja duduk dengan satu kaki di lantai, ia punya ratu di belakangnya, dan
behind her are ladies-in-waiting. In front of him sit six men holding various di belakangnya ada para dayang. Di depannya duduk enam lelaki dengan
postures. A couple hold their hands in añjali. As part of the upper layer of berbagai posisi, Sepasang suami-istri menangkupkan tangan añjali. Karena
stones is visible here we can see they are sat under trees. bagian dari deret batu atas terlihat di sini, kita dapat melihat mereka duduk
di bawah pohon.

326
60. Worshipping a Stūpa

A small, but elaborately


decorated stūpa is
pictured in the centre of
the relief, with people
gathered round, either
standing or kneeling,
with offerings. One of
the main people is a
brahmin, who is pictured
to the left. He appears to
be placing something on
the stūpa.

60. Memuja Stupa

Kecil, namun stupa


berhias rumit
digambarkan di tengah
relief, dengan orang-
orang berkumpul di
sekeliling, berdiri
atau berlutut, dengan
persembahan. Salah
satu tokoh utamanya
adalah brahmana, yang
digambarkan di kiri. Ia
tampak menempatkan
sesuatu di stupa.
60

327
61

61. Bodhisattvas meet with the King 61. Bodhisattwa Bertemu Dengan Raja

In this corner relief we see a king and his queen meeting their visitors, who, Di relief sudut ini, kita lihat raja dan ratunya menemui para pengunjung,
judging by their headdress, are either Bodhisattvas or devas. On the right yang, jika dilihat dari hiasan kepala mereka, adalah para Bodhisattwa atau
hand side of this corner relief we see a man standing in front of a temple. dewa. Di sisi kanan relief sudut ini, kita lihat seseorang berdiri di depan
Krom identifies him as a monk, and although we can’t see his head, he may kuil. Krom mengenalinya sebagai biksu, dan walau kita tak dapat melihat
be right as the dress is simple. It is not clear if this and the left hand side are kepalanya, ia mungkin benar karena pakaiannya sederhana. Tidak jelas
part of the same scene, or two separate ones. apakah ini dan sisi kiri adalah bagian dari adegan yang sama, atau dua yang
terpisah.

328
62

62. Worshipping a Stūpa 62. Memuja Stupa

To left of centre we see another stūpa, though the carving is badly worn and Di kiri tengah kita melihat stupa lainnya, meskipun ukirannya terkikis parah
broken. Around as usual many people gather with offerings. The scene is dan rusak. Di sekeliling, seperti biasa banyak orang berkumpul dengan
outdoors as we see from the tree on the left. persembahan. Adegan berada di luar seperti yang kita lihat dari pohon di
kiri.

329
63

63. Ten Men visit the King 63. Sepuluh Lelaki Mengunjungi Raja

Another of the visitation scenes. The king sits alone on the seat this time, Satu lagi adegan kunjungan. Kali ini raja duduk sendirian di kursi, dengan
with his women behind him on the floor. In front of him are ten young para perempuan di belakangnya, di lantai. Di depannya adalah sepuluh
men, a few of whom at the front wear very distinctive headwear. They are pemuda, beberapa di antaranya di bagian depan mengenakan hiasan kepala
pictured under trees, and holding various postures. yang sangat khas. Mereka digambarkan di bawah pohon, dengan berbagai
postur.

330
64

64. Offering Incense at the Stūpa 64. Persembahan Dupa di Stupa

Most of the relief is missing, we can still see the stūpa though, indicating Sebagian besar relief hilang, kita masih bisa melihat stupa, menandakan
we are in the same series. One man kneels in front of it and is holding an kita berada di rangkaian yang sama. Lelaki berlutut di depan stupa dan
incense burner. Two others are pictured, one of whom holds his hands in memegang pembakar dupa. Dua lainnya digambarkan, salah satunya
añjali. menangkupkan tangan añjali.

331
65

65. A King with Three Visitors 65. Raja Dengan Tiga Pengunjung

A king sits atop a large cushion with two women behind him, one of whom Raja duduk di bantal besar dengan dua perempuan di belakangnya, salah
holds a small bowl. In front of him sit three young men, the foremost holds satunya memegang mangkuk kecil. Di depannya duduk tiga pemuda, yang
his hands in añjali, the one on the far right has what is maybe an axe. terdepan menangkupkan tangannya añjali, yang di paling kanan punya apa
yang mungkin sebuah kapak.

332
66

66. Music at the Stūpa 66. Musik di Stupa

Another stūpa scene. In this case we see men playing drums, while others are Adegan stupa lainnya. Dalam hal ini kita lihat lelaki memainkan gendang,
playing flutes. On the left others bring flowers in plates as an offering. The sementara yang lain memainkan seruling. Di kiri, yang lain membawa bunga
character between these two groups is probably a dancer. Before the stūpa di piring sebagai persembahan. Sosok di antara kedua kelompok ini mungkin
one young man is kneeling with a flower in his hands. penari. Di depan stupa, satu pemuda berlutut dengan bunga di tangannya.

333
67

67. Dignitaries visit the King 67. Orang Penting Mengunjungi Raja

The king sits on the left, and is receiving someone sat on the floor. Two Raja duduk di kiri, dan sedang menerima seseorang yang duduk di lantai.
women stand behind him. Then on a platform at least the same height as the Dua perempuan berdiri di belakangnya. Kemudian pada landasan yang
king’s we see a group of six men, all with the hand raised, but in different setidaknya sama tinggi dengan raja, kita lihat sekelompok enam orang,
postures. They must be dignitaries of one sort or another to sit so high. semua dengan tangan diangkat, tetapi dalam postur yang berbeda. Mereka
Beyond them are three soldiers on the far right. pasti orang-orang penting dari satu jenis atau lainnya karena duduk begitu
tinggi. Di luar mereka ada tiga prajurit di kanan jauh.

334
68

68. A Procession to a Temple 68. Arakan ke Kuil

In this corner relief a procession of eight people are heading to the temple Di relief sudut ini, arakan delapan orang menuju ke kuil di kanan. Satu
on the right. The one at the front holds a lotus as an offering. We can see the di depan memegang teratai sebagai persembahan. Kita bisa lihat hiasan
finery of their dress, but the heads are either missing or very worn down. pakaian mereka, tetapi kepala mereka hilang atau sangat terkikis. Kuil
The temple is rather stately and not overly decorated, and shows the typical ini cukup megah dan tidak terlalu dihias, dan menunjukkan jendela
arched windows. It forms part of a scene which is continued on the next melengkung yang khas. Ini membentuk bagian dari adegan yang dilanjutkan
panel, but is separated from it. pada panel berikutnya, tetapi terpisah darinya.

335
69

69. Visiting a Stūpa 69. Mengunjungi Stupa

An extension of the last panel, this one shows the usual stūpa, and three Perpanjangan dari panel sebelumnya, ini menampilkan stupa biasa, dan
people visiting it. Notice there are flowers falling from the skies on the top tiga orang mengunjunginya. Perhatikan ada bunga yang jatuh dari langit di
right. One of the visitors holds a long lotus stalk. kanan atas. Salah satu pengunjung memegang tangkai teratai panjang.

336
70

70. The King receives a Bodhisattva 70. Raja Menerima Bodhisattwa

The king in this panel is shown extending his hand forward, while his Raja di panel ini ditampilkan mengulurkan tangannya ke depan, sementara
queen relaxes behind him. The chief visitor this time must be a Bodhisattva, ratunya bersantai di belakangnya. Pengunjung utama kali ini pastilah
judging by the hairstyle. Bodhisattwa, dilihat dari gaya rambutnya.

337
71

71. A Hunting Party in the Wilderness 71. Pesta Perburuan di Belantara

On the left we see a group of nine men walking to the right with long bows. Di kiri kita lihat sekelompok sembilan lelaki berjalan ke kanan dengan
Next to them is a wilderness scene with stylised rocks, probably indicating busur panjang. Di sebelah mereka adalah adegan belantara dengan tatanan
mountains, and trees. Then on the far right we see a small group of deer. It is bebatuan, mungkin menunjukkan gunung, dan pohon. Kemudian di kanan
not clear whether they are the target of the hunt or not. jauh kita lihat sekelompok kecil rusa. Tidak jelas apakah mereka menjadi
sasaran perburuan atau tidak.

338
72

72. Three Scenes with a Monk 72. Tiga Adegan Dengan Biksu

This panel appears to be divided into three scenes. In the first on the left a Panel ini tampaknya dibagi menjadi tiga adegan. Pada yang pertama di kiri,
monk is crouching down and speaking to a lady who is dressed in finery. In biksu berjongkok dan bicara dengan perempuan yang berpakaian mewah.
the middle scene the monk and lady walk towards the right. On the right we Di adegan tengah, biksu dan perempuan berjalan ke arah kanan. Di kanan
see two monks before a temple. The scenes are set in the wilderness, with kita melihat dua biksu di depan kuil. Adegan bertempat di belantara, dengan
rocks and trees about. bebatuan dan pepohonan di sekitarnya.

339
73

73. Visiting a King and Worshipping a Stūpa 73. Mengunjungi Raja dan Memuja Stupa

Previously the two scenes: visiting a king, and then worshipping a stūpa, Sebelumnya dua adegan: mengunjungi raja, lalu memuja stupa, telah
have been presented on separate panels, but here they are combined in ditampilkan dalam panel terpisah, tetapi di sini mereka digabung menjadi
one. Krom takes this as the end of the sequence, but I think the next visit, satu. Krom menganggap ini sebagai akhir dari rangkaian, tetapi saya pikir
followed by worshipping a Bodhisattva probably ends the sequence. kunjungan berikutnya, diikuti dengan menyembah Bodhisattwa mungkin
mengakhiri rangkaian.

340
Krom wants to connect 74-76 with a story in which a king sacrifices himself, Krom ingin menghubungkan 74–76 dengan cerita di mana raja
is reborn as a fish and gives his body to feed people during a famine mengorbankan dirinya sendiri, dilahirkan kembali sebagai ikan dan
(Avadānaśataka 13), but when we look at the panels they don’t seem to fit memberikan tubuhnya untuk memberi makan orang selama kelaparan
the story, and indeed contradict it in places: regarding panel 76, for instance, (Avadānaśataka 13), tetapi ketika kita lihat di panel-panel, mereka
the people eat the fish, they don’t give offerings to it. sepertinya tidak cocok dengan ceritanya, dan memang bertentangan dalam
penempatannya: mengenai panel 76, misalnya, orang-orang memakan ikan,
mereka tidak memberikan persembahan kepada itu.

74

74. Visiting the King 74. Mengunjungi Raja

Once again we have a visitation scene, with the king pictured on the left Sekali lagi kita punya adegan kunjungan, dengan raja digambarkan di kiri
with his women, and before him are the visitors. The leader who is sitting dengan para perempuannya, dan di depannya adalah para pengunjung.
and leaning forward, probably had his hands in salutation. Behind is his Pemimpin yang duduk dan condong ke depan, mungkin tangannya memberi
entourage. hormat. Di belakang adalah rombongannya.
341
75. Woshipping a Bodhisattva in Meditation 75. Menyembah Bodhisattwa yang Bermeditasi

This left hand side of a corner relief shows six men gathered under the trees Sisi kiri relief sudut ini memperlihatkan enam lelaki berkumpul di bawah
with their focus on the next part of the panel. They all hold their hands up in pohon dengan perhatian mereka tertuju ke bagian panel berikutnya. Mereka
various postures. On the right someone sits in meditation inside a building. semua mengangkat tangan dalam berbagai postur. Di kanan, seseorang
The head is missing, but we can see from the decoration on his body that this duduk bermeditasi di dalam bangunan. Kepalanya hilang, tetapi kita bisa
was neither a Buddha, nor a monk. It is probably a Bodhisattva. lihat dari hiasan di tubuhnya bahwa ini bukan Buddha, ataupun biksu. Ini
mungkin Bodhisattwa.

75

This seems to me to be the last in the sequence of reliefs showing first kings Bagi saya ini adalah yang terakhir dari rangkaian relief yang menampilkan
receiving visitors, followed by a worship scene. We now come to a sequence raja-raja pertama yang menerima pengunjung, diikuti oleh adegan
of reliefs that will feature animals of one sort or another. pemujaan. Kita sekarang sampai pada urutan relief yang akan menampilkan
berbagai jenis hewan.
342
76

76. Giant Fish 76. Ikan Raksasa

In rather stylised form we see a body of water portrayed, and two fish in it. Dalam bentuk yang agak bergaya, kita lihat badan air digambarkan, dan dua
The one is much larger than the other. There are also flowers in the water. ikan di dalamnya. Yang satu jauh lebih besar dari yang lain. Ada juga bunga
On the left several people have gathered with offerings. di air. Di kiri beberapa orang telah berkumpul dengan persembahan.

343
77

77. A King walks with his Women 77. Raja Berjalan Dengan Para Perempuannya

This is a rather worn, but at least it is complete. It shows a king walking in Relief ini agak terkikis, tetapi setidaknya lengkap. Ini menampilkan raja
a park with some ladies. The group appear to be moving towards the right. berjalan di taman dengan beberapa perempuan. Kelompok tampaknya
On the left in the tree we can see a bird perched and a squirrel, and there are bergerak ke kanan. Di kiri, di pohon, kita dapat melihat burung bertengger
two love birds in the tree on the right. dan tupai, dan ada dua burung cinta di pohon di kanan.

344
78

78. Two Kings in Conversation 78. Dua Raja Berbincang

The panel again is relatively undamaged. On the left of centre a king sits in Panel kembali lumayan tidak rusak. Di kiri tengah raja duduk dalam posisi
a relaxed position on his throne with two consorts. In front of him sits what santai di singgasananya dengan dua selir. Di depannya duduk raja yang
looks like another, though evidently lesser, king on a lower seat, who holds tampak seperti raja lain, walau jelas lebih rendah, di kursi yang lebih rendah,
his hands in añjali. His attendants, including swordsmen, are behind him. yang menangkupkan tangan añjali. Para pelayannya, termasuk pendekar
The scene is outside under the trees. pedang, ada di belakangnya. Adegan di luar, di bawah pohon.

345
Orang Bijak dan Kelinci
Avadānaśataka 37
The Sage and the Hare
Avadānaśataka 37
Suatu ketika seorang bijak tinggal di hutan belantara dan punya teman,
kelinci, yang bisa bicara bahasa manusia. Mereka berbincang setiap
One time a sage lived in the wilderness and had a friend, a hare, who could
hari tentang banyak hal. Ketika kemarau melanda negeri, orang bijak
speak human language. They would converse each day about many things.
memutuskan untuk kembali ke tempat tinggal manusia untuk menemukan
When a drought overcame the land the sage decided to move back to the
makanan.
habitations of men so as to find food.
Kelinci, ketika ia mendengar hal ini, mencoba mempersembahkan dirinya
The hare, when he heard of this, tried to offer himself in a fire as food for the
ke dalam api sebagai makanan bagi orang bijak, walau orang bijak itu
sage, though the latter prevented it. The hare then made an asservation of
mencegahnya. Kelinci kemudian membuat pernyataan kebenaran dan
truth and called on Śakra to make the rain fall, which he did. When asked,
meminta Śakra untuk menurunkan hujan, yang ia kabulkan. Ketika ditanya,
the hare identified himself as a Bodhisattva bent on Awakening.
kelinci mengenalkan diri sebagai Bodhisattwa yang bertekad menuju
Kecerahan.

346
79

79. The Sage and the Hare 79. Orang Bijak dan Kelinci

There are three scenes in this one panel: on the left the sage is pictured as Ada tiga adegan dalam panel yang satu ini: di kiri orang bijak digambarkan
living in the wilderness, and in front of him is the hare, with whom he is in hidup di belantara, dan di depannya ada kelinci, dengannya ia bicara. Di
converse. In the middle we see the fire the hare tried to sacrifice himself tengah kita lihat api, kelinci mencoba mengorbankan dirinya. Di kanan kita
in. On the right we see the hare, and from the cloud above rain falls down lihat kelinci, dan dari awan di atas hujan turun menyegarkan tanah; merak
refreshing the land; the peacocks pictured there are associated with rain in yang digambarkan di sana berkenaan dengan hujan dalam pemikiran orang
Indian thought. This is one of the better preserved of the panels. India. Ini adalah salah satu panel yang terpelihara lebih baik.

347
80

80. A Game of Dice 80. Permainan Dadu

There are again two scenes on this panel, but exactly how they are related Kembali ada dua adegan di panel ini, tetapi bagaimana persisnya mereka
in unclear as there is too much damage on the left hand side. There we see a terhubung tidaklah jelas karena ada terlalu banyak kerusakan di sisi kiri. Di
king sat on his throne with his queen behind him and he appears to receive sana kita lihat raja duduk di singgasananya dengan ratunya di belakangnya,
something from the person in front. On the right we see two people sat on dan ia tampak menerima sesuatu dari orang di depannya. Di kanan kita
a high seat and they have a board game in front of them. It appears to be a lihat dua orang duduk di kursi tinggi dan mereka punya permainan papan
dice game of some sort, as we see the dice left of table. Krom identifies this di depan mereka. Kelihatannya itu semacam permainan dadu, di mana kita
with Avadānaśataka 39, but the only connection—a game of dice—seems lihat dadu di kiri meja. Krom mengenali ini dengan Avadānaśataka 39, tetapi
insufficient to me. satu-satunya hubungan—permainan dadu—tampak tidak cukup bagi saya.

348
81

81. An Elephant is presented at Court 81. Gajah Dipertunjukkan di Istana

On the left hand side the king sits on a small throne. There is a servant, Di sisi kiri, raja duduk di singgasana kecil. Ada pelayan, atau mungkin
or perhaps the mahout, in front of him. Behind him is a well-caparisoned pawang, di hadapannya. Di belakangnya ada gajah yang dihias bagus;
elephant; and behind the elephant three men stand, one of whom seems to dan di belakang gajah berdiri tiga lelaki, salah satunya tampak sedang
be presenting the elephant. More of their party are seen under trees on the menunjukkan gajah. Sebagian pesta mereka terlihat di bawah pohon di
right. kanan.

349
81a. Two Women

Normally these dividing scenes are of a man and a woman, or a man with
two women. In this unusual scene, however, we see two women, one of
whom has her arm around the other.

81a. Dua Perempuan

Biasanya adegan penyekat ini adalah lelaki dan perempuan, atau lelaki
dengan dua perempuan. Namun, dalam adegan yang tidak biasa ini, kita
melihat dua perempuan, yang satu tangannya memeluk yang lain. 81a
350
83

83. Gifts to the King 83. Persembahan untuk Raja

Unfortunately the important characters in this scene are mainly missing. We Sayangnya, tokoh-tokoh penting dalam adegan ini sebagian besar hilang.
can see enough to know that two people, probably the king and his queen, Kita dapat melihat cukup untuk mengetahui bahwa dua orang, mungkin raja
are sat on a small dais, and are facing the characters on the far left, who dan ratunya, duduk di mimbar kecil, dan menghadap tokoh di paling kiri,
seem to have come with gifts. Behind the king we see a line of pots and bales, yang tampak datang dengan persembahan. Di belakang raja kita lihat barisan
and behind that some people are sitting. kendi dan karung, dan di belakang itu beberapa orang duduk.

351
84

84. Monks Visiting the Temple 84. Biksu Mengunjungi Kuil

Seven monks sit on the ground, most of whom are holding their hands in Tujuh biksu duduk di tanah, kebanyakan dari mereka menangkupkan tangan
añjali. In front of them is a temple, which is fairly plain compared to those añjali. Di depan mereka adalah kuil, yang cukup sederhana dibandingkan
pictured elsewhere. dengan yang digambarkan di tempat lainnya.

352
85

85. A Reception at Court 85. Perjamuan di Istana

Although all the blocks are present in this relief most of them are quite Meskipun semua petak lengkap dalam relief ini, sebagian besar sudah
badly worn. We see a group of finely dressed men who are being received terkikis parah. Kita lihat sekelompok lelaki berpakaian mewah yang sedang
by the king and the queen sat on a podium in front of them. The high diterima oleh raja dan ratu yang duduk di mimbar di depan mereka. Hiasan
headdress of the visitors suggest they are either kings themselves or perhaps kepala tinggi dari para pengunjung menunjukkan bahwa mereka adalah raja
Bodhisattvas. atau mungkin para Bodhisattwa.
353
86

86. The King receives Visitors 86. Raja Menerima Para Pengunjung

On the left hand side of this corner panel a king and queen sit on a podium, Di sisi kiri panel sudut ini, raja dan ratu duduk di mimbar, dan di depan
and in front of them on this section are pictured three people sitting under mereka, di bagian ini digambarkan tiga orang duduk di bawah pohon. Di sisi
a tree. On the right hand side are four men dressed in finery and with their kanan adalah empat lelaki berpakaian mewah dan perhatian mereka tertuju
attention on the king. The one on the left is holding a remarkably large lotus kepada raja. Satu di kiri memegang bunga teratai yang sangat besar.
flower.

354
87

87. Ten Visitors to a King 87. Sepuluh Pengunjung Menemui Raja

The king sits on a high cushion on the far left, and immediately in front to Raja duduk di bantal tinggi di kiri jauh, dan seketika di depannya adalah
him is an incense burner. Next is a long line of ten visitors, some hold gifts, pembakar dupa. Berikutnya adalah barisan panjang sepuluh pengunjung,
some hold their hands in reverence. beberapa memegang persembahan, beberapa dengan tangan bersikap
hormat.

355
88

88. Eight Visitors to a King 88. Delapan Pengunjung Menemui Raja

On the far left the king sits on a high throne and before him we see eight Di kiri jauh, raja duduk di singgasana tinggi, dan di hadapannya kita lihat
visitors have come to meet with him. The leader is paying respects to the delapan pengunjung datang menemuinya. Sang pemimpin memberi hormat
king, while the others hold various postures. At the back is a swordsmen and kepada raja, sementara yang lain dengan berbagai posisi. Di belakang adalah
an elephant. pendekar pedang dan gajah.

356
89

89. Dancers and a Gamelon 89. Para Penari dan Gamelan

It is hard to make out everything in this scene because the top line of stones Sulit untuk mengetahui semuanya dalam adegan ini karena deret atas batu
is lost, but we can see dancers occupy the centre, and on the right is a very hilang, tetapi kita dapat melihat penari menempati tengah, dan di kanan
interesting portrait of a gamelon, together with someone playing drums, and adalah gambaran gamelan yang sangat menarik, bersama dengan seseorang
another hitting a bell in accompaniment. bermain gendang, dan lainnya memukul lonceng dalam arakan.

357
90

90. Offerings at a Stūpa 90. Persembahan di Stupa

At the centre of this relief is a small, but well-decorated, stūpa. On the left Di tengah relief ini ada stupa kecil, namun dihias dengan baik. Di kiri kita
we see a line of musicians and possibly dancers. On the right people kneel lihat barisan para pemusik dan mungkin para penari. Di kanan orang
while making offerings of garlands and other things. Many hold their hands berlutut sambil mempersembahkan karangan bunga dan benda lainnya.
in reverence. Banyak dari mereka yang bersikap tangan menghormat.

358
91

91. Bringing a Child to a King 91. Membawa Anak Kepada Raja

On the left we see a king sitting at ease on raised seat, he is inside a pavilion. Di kiri, kita lihat raja duduk dengan nyaman di kursi tinggi, ia berada
In front of him a nurse has brought a child to him, she is followed by other di dalam anjungan. Di depannya, pengasuh membawa anak kepadanya,
women and then a line of male figures who are pictured as being under ia diikuti oleh perempuan lain kemudian barisan sosok lelaki yang
trees. digambarkan berada di bawah pepohonan.

359
92

92. Visiting the Reliquary 92. Mengunjungi Makam

The child seems to reappear on this relief, sat between the king and another. Anak itu tampaknya muncul kembali di relief ini, duduk di antara raja dan
In front stands someone else. On the right there is a pavilion with a large yang lainnya. Di depan berdiri orang lain. Di kanan ada anjungan dengan
round object inside. Flowers fall around it and it has a large flower and benda bulat besar di dalamnya. Bunga jatuh di sekitarnya dan benda itu
garlands placed on top. Krom calls it a cushion, but that seems unlikely, punya bunga besar dan untaian bunga yang ditempatkan di atasnya. Krom
perhaps it is a large casket or reliquary of some sort. Two censors burn on menyebutnya bantal, tetapi tidak terlihat sepertinya itu, mungkin itu adalah
either side. peti mati besar atau makam. Dua tempat dupa menyala di kedua sisi.

360
93

93. Making offerings at a Temple 93. Membuat Persembahan di Kuil

In this corner relief are four men proceding towards the temple on the right Di relief sudut ini, ada empat lelaki sedang menuju kuil di bagian kanan
hand section with various offerings, including one who has a large lotus held dengan berbagai persembahan, termasuk satu yang punya teratai besar di
up in his hand. They are dressed in finery and have necklaces and earrings. tangannya. Mereka berbalut perhiasan dan pakai kalung dan anting-anting.
A monk sits on his haunches in front of a temple elaborately decorated with Biksu duduk dengan pangkal pahanya di depan kuil yang dihiasi karangan
garlands. He is holding a lotus in his hand. bunga. Ia memegang teratai di tangannya.

361
94

94. A Monk teaches a Large Retinue 94. Biksu Mengajar Rombongan Besar

On the far left of this wide relief we see a monk, maybe the same one as Di kiri jauh relief yang lebar ini kita lihat biksu, mungkin yang sama seperti
on the previous relief, sitting atop a large cushion, with his hand held in pada relief sebelumnya, duduk di bantal besar, dengan tangan dalam postur
teaching posture. In front of him is the king, and then four noble women, all mengajar. Di depannya adalah raja, kemudian empat perempuan bangsawan,
with elaborate hairstyles. Then come servants and others, who are pictured semua dengan gaya rambut yang rumit. Kemudian datang para pelayan dan
as outside under the trees. lainnya, yang digambarkan berada di luar, di bawah pohon.

362
95

95. Presenting a Child 95. Menunjukkan Anak

On the far right there is a rather grand building, which also has a large Di kanan jauh ada bangunan yang cukup megah, yang juga punya pintu
gateway in front of it. On the left we see a male figure sitting at the same gerbang besar di depannya. Di kiri, kita lihat sosok lelaki duduk di tingkat
level as the lady holding the baby she appears to be presenting to him. yang sama dengan perempuan yang menggendong bayi yang kelihatannya
Unfortunately the male figure is so damaged it is hard to be sure who he is. sedang ditunjukkan kepadanya. Sayangnya sosok lelaki begitu rusak
Krom suggests he may be a brahmin. In any case he is unlikely to be a king sehingga sulit untuk memastikan siapa ia. Krom menyarankan ia mungkin
this time. Various people line up behind the lady with various gifts in hand. brahmana. Bagaimanapun kali ini ia tidak mungkin adalah raja. Berbagai
orang berbaris di belakang perempuan dengan berbagai persembahan di
tangan.

363
96

96. Giving a Garland 96. Memberikan Rangkaian Bunga

This relief is very damaged and we cannot see the figure sitting on the high Relief ini sangat rusak dan kita tidak bisa melihat sosok yang duduk di bantal
cushion on the left, but in front of him are two devotees who have come tinggi di kiri, tetapi di depannya ada dua pengikut yang datang dengan
with a garland and other presents. untaian bunga dan persembahan lainnya.

364
97

97. A Monk and a Temple 97. Biksu dan Kuil

This is again a rather damaged relief. Krom identifies the person standing on Ini lagi-lagi relief yang cukup rusak. Krom mengenali orang yang berdiri di
the left as a monk but it is hard to be sure. He appears to be holding a bunch kiri sebagai biksu, tetapi sulit untuk memastikan itu. Ia tampak memegang
of flowers, and he stands before a rather plain temple. seikat bunga, dan ia berdiri di depan kuil yang agak polos.

365
98

98. A Monk receives Alms 98. Biksu Menerima Derma

Most of the top row of stones is missing on this panel making it hard to see Sebagian besar deret batu atas tidak ada pada panel ini sehingga sulit
who the two standing people are. A monk is on the left, holding up his bowl untuk melihat siapa dua orang yang berdiri itu. Biksu di kiri, membawa
in a bowl-bag. Someone stands in front of him and appears to be making mangkuknya di dalam tas mangkuk. Seseorang berdiri di depannya dan
an offering. Behind, a woman kneels who must be a consort, so it probably terlihat memberi persembahan. Di belakang, perempuan berlutut yang
means the standing figure is a king. We also see an elephant and attendants pastinya adalah permaisuri, jadi itu mungkin berarti sosok yang berdiri
on the left. adalah raja. Kita juga melihat gajah dan para pelayan di kiri.

366
98a. A Couple with a Large Lotus

This is one of the frequent couple scenes we find between the main
panels. Most of them are badly broken and have been left out of the
photographs here. This one has such a strikingly large lotus in the
hand of the male character I have included it. The head of the female is
missing unfortunately.

98a. Pasangan Dengan Teratai Besar

Ini adalah salah satu adegan pasangan yang sering kita temukan di
antara panel utama. Kebanyakan dari mereka rusak parah dan tidak
disertakan dalam penggambaran di sini. Yang ini punya teratai yang
sangat besar di tangan tokoh lelaki yang saya sertakan. Sayangnya,
kepala perempuan hilang.

98a
367
99

99. Visiting Monks at the Temple 99. Mengunjungi Para Biksu di Kuil

On the right there is a temple, with a monk stood on either side of it. The Di kanan ada kuil, dengan biksu berdiri di kedua sisinya. Satu di kiri
one on the left holds an unusually large lotus. Behind him are a string of five memegang teratai yang besarnya tidak biasa. Di belakangnya adalah
standing and four sitting characters, all male by the look of it. A couple of serentetan lima tokoh berdiri dan empat duduk, semua lelaki dari
those who are sitting appear to be monks. tampilannya. Beberapa dari mereka yang duduk tampak seperti biksu.

368
100

100. Presenting a Child to the King 100. Menunjukkan Anak Kepada Raja

In this corner panel the figure of the king appears to have mainly broken off, Di panel sudut ini sosok raja tampaknya sebagian besar rusak, dan kepalanya
and the head is missing altogether. He has a consort on either side of him. hilang sama sekali. Ia punya selir di kedua sisinya. Di bawah, dan di depan,
Below, and in front, someone has brought a child, and one of the consorts’s seseorang telah membawa anak, dan salah satu tangan selir menjulurkan
hands is reaching out to him. The right hand side shows four people tangan kepadanya. Sisi kanan menampilkan empat orang berdiri dan
standing and holding gifts which they have brought. On the left we see small memegang persembahan yang telah mereka bawa. Di kiri kita melihat
trees, which indicates they are outside, not inside the palace. pepohonan kecil, yang menandakan mereka di luar, bukan di dalam istana.
369
101

101. Holding the Standard Aloft 101. Memegang Tongkat Tinggi-tinggi

On the left stand four persons, at least one of which has an offering. On the Di kiri berdiri empat orang, setidaknya satu di antaranya punya
right are three persons, one standing, and two walking to the right where persembahan. Di kanan ada tiga orang, satu berdiri, dan dua berjalan ke
there is a tree. In between we see someone holding a standard aloft, and kanan di mana ada pohon. Di antaranya kita lihat seseorang memegang
another standard seems placed in the ground. Krom suggests the small tongkat tinggi-tinggi, dan tongkat lain tampak diletakkan di tanah. Krom
person holding the standard is a dwarf. I wonder if it could also be the child menyarankan orang kecil yang memegang tongkat itu adalah orang kerdil.
we saw on the last relief? Saya bertanya-tanya, apakah ia bisa jadi anak yang kita lihat di relief
terakhir?
370
102

102. Worshipping the Stūpa 102. Memuja Stupa

There are two groups in front of a stūpa, apparently divided by sex, with Ada dua kelompok di depan stupa, yang tampak dibagi berdasarkan jenis
males on the left and females on the right. Both hold offerings in their kelamin, dengan lelaki di kiri dan perempuan di kanan. Keduanya memegang
hands, some sit, and many kneel. From the garlands that are visible on the persembahan di tangan mereka, beberapa duduk, dan banyak berlutut. Dari
top left the scene may have been set inside a pavilion. untaian bunga yang terlihat di kiri atas, adegan mungkin bertempat dalam
anjungan.

371
103

103. Meeting with the King 103. Pertemuan Dengan Raja

This is an interesting panel because very unusually the king and his guests Ini adalah panel yang menarik karena sangat tak biasanya raja dan tamu-
are sitting at the same level. As two lines of stones are missing on the guest’s tamunya duduk di lantai yang sama. Karena dua deret batu hilang di sisi
side it is unclear who they are, and whether they are headed by another tamu, tidak jelas siapa mereka, dan apakah mereka dipimpin oleh raja lain.
king. But whoever he is he is paying respects to the king. Tetapi siapa pun ia, ia memberi hormat kepada raja.

372
104

104. A Gathering of Monks 104. Kumpulan Para Biksu

On the left we may see a building, or perhaps it is a gate. Then a group of Di kiri kita mungkin melihat bangunan, atau mungkin itu adalah gerbang.
monks meet in the centre. On the right three people sit inside what appears Lalu sekelompok biksu bertemu di tengah. Di kanan tiga orang duduk
to be a separate building. One of the men has his hair up in a bun. di dalam apa yang tampak sebagai bangunan terpisah. Salah satu lelaki
rambutnya disanggul.

373
104a. A Rakṣasa

Mainly the reliefs of the couples, as far as I have seen, have


been of a rich man and his consort, sometimes two people
of the same sex feature. Here, however, we see a heavy-set
rakṣasa with a companion. Unfortunately, not enough of the
latter remains to make out the sex and type, whether human
or not.

104a. Raksasa

Sebagian besar relief para pasangan, sejauh yang saya


lihat, selalu lelaki kaya dan istrinya, kadang dua orang
dari jenis kelamin yang sama. Namun, di sini kita melihat
raksasa bertubuh besar dengan satu penyerta. Sayangnya,
penyertanya tidak memadai untuk mengetahui jenis kelamin
dan jenisnya, apakah manusia atau bukan. 104a
374
105

105. An Elephant meets with Monks 105. Gajah Bertemu Dengan Para Biksu

On the right are two people, one of whom stands with a staff. Krom identifies Di kanan ada dua orang, satu di antaranya berdiri dengan tongkat. Krom
them as monks, but I am not so sure. In front of them, and leading the group mengenali mereka sebagai para biksu, tetapi saya tidak begitu yakin. Di
of people who come after it, is an elephant. The people on the left of the depan mereka, dan memimpin sekelompok orang yang datang setelahnya,
elephant are all dressed in the clothes of the nobility. adalah gajah. Orang-orang di kiri gajah semuanya mengenakan busana kaum
bangsawan.

375
106

106. Worshipping at a Temple 106. Memuja di Kuil

Just right of centre is a temple and around it people are gathered with Tepat di tengah adalah kuil dan di sekitarnya orang berkumpul dengan
offerings. The scene is set outside under the trees. The person on the left of persembahan. Adegan bertempat di luar, di bawah pohon. Orang di kiri
the temple holds a censor in his one hand, and fans it with the other hand kuil memegang tempat dupa di satu tangannya, dan mengipasinya dengan
blowing the scent towards the temple. There is a censor on the right of the tangan lain, meniup asap ke arah kuil. Ada tempat dupa di kanan kuil juga.
temple also. Other people sit around with various offerings. Orang-orang lain duduk di sekeliling dengan berbagai persembahan.

376
107

107. Making and Storing of Pots 107. Membuat dan Menyimpan Kendi

We see a group of people sitting and apparently working at pottery. Above Kita lihat sekelompok orang duduk dan tampak sedang mengerjakan
them are two water carriers, with a pole and two bags each. The scene is set tembikar. Di atas mereka adalah dua pembawa air, masing-masing dengan
outdoors. The right side shows a small container with nine pots stored up tiang dan dua kantong. Adegan bertempat di luar ruangan. Sisi kanan
inside of it. To the left two people sit, one has yet another pot in his hand menampilkan wadah kecil dengan sembilan kendidisimpan di dalamnya.
and may be adding to the collection. It is set outside under the trees. Di kiri dua orang duduk, satu punya kendi lain di tangannya dan mungkin
tambahan bagi kumpulan. Ini disusun di luar, di bawah pepohonan.

377
108

108. Bringing Pots to a Layman 108. Membawa Kendi Kepada Perumah-tangga

On the left sit two women and in front of them a man holding a pot sits on Di kiri duduk dua perempuan, dan di depan mereka lelaki memegang kendi
the floor. Between the women and the man are two more pots, one on top duduk di lantai. Di antara perempuan dan lelaki ada dua kendi lagi, satu di
of the other. The man has shorn hair, but is not a monk, as is shown by his atas yang lain. Lelaki itu rambutnya dicukur, tetapi bukan biksu, seperti
jewellery. In a pavilion, and at a high level, another man sits. He has his hair yang ditunjukkan oleh perhiasannya. Dalam anjungan, di tingkat yang
gathered in a bun, and also wears jewellery. tinggi, lelaki lain duduk. Rambutnya disanggul, dan juga pakai perhiasan.
378
109

109. Worshipping a Stūpa 109. Memuja Stupa

This is a finely cut relief, which is in a fair state of preservation, making Ini relief yang dipahat bagus, yang dalam keadaan yang cukup terlestarikan,
it one of the most attractive of the stūpa reliefs. On the left six people are menjadikannya salah satu relief stupa yang paling menarik. Di kiri enam
standing and holding various postures. In a pavilion are five others, who orang berdiri dengan berbagai postur. Dalam anjungan ada lima orang
are kneeling, and hold offerings. All around them are flowers seemingly lainnya, yang berlutut, dan memegang persembahan. Di sekelilingnya ada
suspended in the air. In front of the foremost is a small stūpa, which also has bebungaan yang tampak menggantung di udara. Di hadapan dari yang
flowers in the air above it. terdepan ada stupa kecil, yang juga memiliki bebungaan di udara di atasnya.

379
110

110. Monks with Books at a Temple 110. Para Biksu Dengan Buku di Kuil

On the right we see a temple building, and the rest of the relief is made up Di kanan kita lihat bangunan kuil, dan sisa relief terdiri dari anjungan
of a long pavilion with various people inside it. On the far left are three lay panjang dengan berbagai orang di dalamnya. Di kiri jauh ada tiga perumah-
devotees, and in front of them and centre of canvas are seven monks, most tangga, dan di depan mereka, di tengah layar ada tujuh biksu, yang sebagian
of whom are seen holding palm-leaf books. besar mereka terlihat memegang buku-buku daun palem.

380
111

111. Hunting a Deer in the Wilderness 111. Berburu Rusa di Belantara

On the far right we see a deer who is positioned Di paling kanan, kita lihat rusa yang ditempatkan
amongst the rocks. He turns his face away from di antara bebatuan. Ia memalingkan wajahnya
those in front of him. Next to him is a caparisoned dari orang-orang di depannya. Di sebelahnya ada
horse, very well drawn. His owner must be the kuda yang dihias, digambar dengan sangat bagus.
decorated man who stands with his hand on his hip. Pemiliknya pasti lelaki berhias, yang berdiri dengan
He is talking to someone, but the stones showing tangan di pinggulnya. Ia bicara dengan seseorang,
the heads and faces are lost. Behind him come his tetapi batu-batu yang menunjukkan kepala dan
men holding various weaponry. wajah hilang. Di belakangnya, datang anak buahnya
memegang berbagai persenjataan.

111a. A Well-Decorated Couple 111a. Pasangan yang Dihias Bagus

Unfortunately a section of this relief is missing, Sayang ada bagian dari relief ini yang hilang,
including the female’s face. Otherwise we have termasuk wajah sang perempuan. Jika tidak, kita
a very fine specimen showing a richly decorated punya contoh sangat bagus yang menampilkan
couple in their finery. pasangan yang dihias bagus dalam dandanan
mereka. 111a
381
112

112. Worshipping a Stūpa 112. Memuja Stupa

This is another of the main reliefs showing the worship of a stūpa. This one Ini adalah relief utama lainnya yang menampilkan pemujaan stupa. Yang
is slightly different, as there is just one person at the front who is down on ini sedikit berbeda, karena hanya ada satu orang di depan yang berlutut
his knees in front of the stūpa. Perhaps it is a king, but the damage prohibits di depan stupa. Mungkin ia adalah raja, tetapi kerusakan menghambat
identification. A parasol bearer stands behind him, and behind them all are pengenalan. Pembawa payung berdiri di belakangnya, dan di belakang
eleven others, most of whom seem to be bringing offerings. mereka ada sebelas orang lainnya, yang sebagian besar tampaknya
membawa persembahan.

382
113

113. Meeting with the King 113. Pertemuan Dengan Raja

This must have been a very interesting relief, but it is badly damaged now. Ini pasti relief yang sangat menarik, tetapi kini sudah rusak parah. Di dekat
Near the centre sits the king with his consort behind him. Behind her are tengah, duduk raja dengan permaisurinya di belakangnya. Di belakang
three ladies-in-waiting. Under the pedestal the king is sitting on are some permaisuri ada tiga dayang. Di bawah alas yang diduduki raja ada beberapa
money bags. In front of the king someone is kneeling, but facing away from kantong uang. Di depan raja seseorang berlutut, namun berpaling muka dari
the king, and then another person stands, also facing away. On the right are raja, kemudian ada orang lain berdiri, juga berpaling. Di kanan adalah para
the visitors, some sitting, some standing, and a few holding offerings. pengunjung, sebagian duduk, sebagian berdiri, dan sebagian memegang
persembahan.

383
114

114. Meeting with the King 114. Pertemuan Dengan Raja

On the left is pictured the royal palace, and sitting on a dais is the king, with Di kiri digambarkan istana kerajaan, dan duduk di mimbar adalah raja,
two consorts. A group of people on the right have come to meet with him, dengan dua selir. Sekelompok orang di kanan datang untuk bertemu
the front one holds his hands in salutation. Between him and the king is a dengannya, yang terdepan bersikap tangan menghormat. Di antara ia dan
large bowl with something round inside it. raja ada mangkuk besar dengan sesuatu yang bulat di dalamnya.

384
115

115. A Chariot and Horses 115. Kereta dan Kuda-kuda

Most of this relief is missing. From what we can see though it had a chariot Sebagian besar relief ini hilang. Dari apa yang bisa kita lihat di sini, ada
and horses on the left, with probably a royal personage atop it. Other kereta dan kuda-kuda di kiri, mungkin dengan tokoh kerajaan di atasnya.
characters stand around it. On the far right we see two people sitting on the Tokoh lain berdiri di sekitarnya. Di kanan jauh kita lihat dua orang duduk di
floor. lantai.

385
116

116. Meeting with the Queen 116. Pertemuan Dengan Ratu

In a pavilion sits a queen, quite highly placed. She holds a lotus flower. In Dalam anjungan, duduklah ratu, ditempatkan cukup tinggi. Ia memegang
front of her various members of the nobility have come and are paying bunga teratai. Di depannya berbagai anggota bangsawan telah datang dan
respects to her. They are dressed in all finery, and also sit inside a pavilion, memberi hormat kepadanya. Mereka semua berbusana dengan perhiasan,
indicating their high status. dan juga duduk dalam anjungan, menandakan kedudukan tinggi mereka.

386
117

117. A Nun receives Ordination 117. Biksuni Menerima Penahbisan

Two nuns sit on a pedestal and appear to be in conversation with the person Dua biksuni duduk di alas dan tampak sedang bicara dengan orang di depan
in front of them who must be another nun, judging by the cloth over her mereka, yang pastinya biksuni lainnya, dilihat dari kain di pundaknya. Ini
shoulder. It is possibly an ordination scene, with the two nuns being the mungkin adegan penahbisan, dengan dua biksuni sebagai penahbis dan
preceptor and teacher, and the nun in front being the ordainee. The lay guru, dan biksuni di depan menjadi yang ditahbis. Perumah-tangga di kanan
people on the right have come with offerings. datang dengan persembahan.

387
118

118. Worshipping a Stūpa 118. Memuja Stupa

Five women are seen kneeling on the floor in front of a stūpa, which is Lima perempuan terlihat berlutut di lantai di depan stupa, yang
pictured on the right hand side. One of the women holds a lotus aloft. The digambarkan di sisi kanan. Salah satu perempuan memegang teratai tinggi-
one at the front has a censor in her hand. The right half of the corner relief tinggi. Yang di depan punya tempat dupa di tangannya. Separuh kanan relief
shows the stūpa, which is well decorated and stands as usual on a lotus sudut ini menampilkan stupa, yang dihiasi bagus, dan berdiri seperti biasa
stand. Two standards are positioned on either side of it, and on the left is a di dudukan teratai. Dua tongkat ditempatkan di kedua sisinya, dan di kiri
flowering shrub in a stand. adalah semak berbunga di dudukan.

388
119

119. A Child is brought to the King 119. Anak Dibawa Kepada Raja

A large palace is pictured on the left, but a lot of it is now missing. In front a Istana besar digambarkan di kiri, tetapi sekarang banyak yang hilang.
king sits with his consort, and before them a group of women are presenting Di depan, raja duduk dengan permaisurinya, dan di hadapan mereka
a child to the king. As we often see the king sits in a relaxed posture and sekelompok perempuan menunjukkan anak kepada raja. Seperti yang sering
leans with his hand on his consort’s thigh. kita lihat, raja duduk dalam postur santai dan bersandar dengan tangan di
paha permaisurinya.

389
120

120. A Large Group visit a King 120. Kelompok Besar Mengunjungi Raja

This is one of the ensemble scenes the Borobudur sculptors really excelled Ini salah satu adegan kerumunan yang perupa Borobudur benar-benar
at, every person in the scene seems to have his own distinctive character. kuasai, setiap orang dalam adegan tersebut tampaknya memiliki ciri khasnya
The people have gathered to meet the king, who sits on a high seat on the sendiri. Orang-orang berkumpul untuk bertemu raja, yang duduk di kursi
right with a large cushion in front of him. Behind him is his consort, showing tinggi di kanan dengan bantal besar di depannya. Di belakangnya adalah
this is certainly not a preacher, as Krom suggested. permaisurinya, menunjukkan ini pasti bukan penceramah, seperti yang
disarankan Krom.

390
121

121. A Very Damaged Relief 121. Relief yang Sangat Rusak

Most of this relief is missing and we can only see four people sat on the Sebagian besar relief ini hilang dan kita hanya bisa melihat empat orang
floor on the left hand side, holding offerings and worshipping. They were duduk di lantai di kiri, memegang persembahan dan menyembah. Mereka
probably meeting with a king. mungkin bertemu dengan raja.

122-123. Reliefs Missing 122-123. Reliefs Missing

391
124

124. Some Women visit the King 124. Beberapa Perempuan Mengunjungi Raja

The scene is set inside a decorated pavilion. A king sits with his consort on Adegan bertempat dalam anjungan yang dihias. Raja duduk dengan
a high seat, as we have seen many times before, and there is an attendant permaisurinya di kursi tinggi, seperti yang telah kita lihat berkali-kali
behind them. In front of him some women are kneeling, or on their sebelumnya, dan ada pelayan di belakang mereka. Di depannya beberapa
haunches. perempuan sedang berlutut, atau bertumpu di kaki belakang mereka.

392
125a

125a. A Procession of Women 125a. Arakan Perempuan

The relief is part of a corner relief and shows a procession of noble women Relief ini bagian dari relief sudut dan menampilkan arakan perempuan
moving to the right. There is an interesting vignette is the relief showing bangsawan yang bergerak ke kanan. Ada gambaran menarik, relief yang
three women on the left inspecting something one of them is holding, memperlihatkan tiga perempuan di kiri sedang memeriksa sesuatu yang
though we cannot make out what it is. dipegang oleh salah satu dari mereka, walau kita tidak bisa tahu apa itu.
393
125b

125b. A Monk worships at a Temple 125b. Biksu Menyembah di Kuil

The right hand side of this corner panel shows a monk kneeling down in Sisi kanan panel sudut ini memperlihatkan biksu berlutut di depan kuil
front of a temple with his hands held in reverential salutation. The temple dengan kedua tangan bersikap menghormat. Bangunan kuil itu sendiri
building itself is rather simple in design, and here as in many places, the agak sederhana dalam rancangannya, dan di sini seperti di banyak tempat,
whole top row of stones is missing. seluruh deret atas batu hilang.
394
125c. A Man and Two Consorts

Although this relief is not so well preserved I have included


it to give an idea of the variety of these dividing reliefs.
Here we see a well-dressed man in the centre with large
earrings, and his two consorts, one on either side. One of
them holds a large lotus flower.

125c. Lelaki dan Dua Selir

Meskipun relief ini tidak terpelihara dengan cukup baik,


saya memasukkannya untuk memberikan gambaran
tentang ragam relief penyekat ini. Di sini kita lihat lelaki
berbusana bagus di tengah dengan anting besar, dan dua
selirnya, satu di tiap sisi. Salah satunya memegang bunga
teratai besar.

126
395
126

126. Two Teaching Scenes 126. Dua Adegan Mengajar

This relief appears to show two separate scenes, or at least it is hard to see Relief ini tampaknya menampilkan dua adegan yang terpisah, atau
how they are related without a supporting story. On the left a brahmin sits setidaknya sulit untuk melihat bagaimana mereka berhubungan tanpa
in a pavilion with his wife and seems to be teaching two other brahmins who cerita yang mendukung. Di kiri, brahmana duduk dalam anjungan bersama
sit on the floor under the trees; on the right we see one lay woman sat in a istrinya, dan tampak mengajar dua brahmana lain yang duduk di lantai, di
pavilion and teaching a group of lay women who have come with palm-leaf bawah pohon; di kanan kita lihat perempuan perumah-tangga duduk dalam
books in their hands. anjungan dan mengajar sekelompok perempuan perumah-tangga yang
datang membawa buku-buku daun palem di tangan mereka.

396
127

127. Gifts for Nuns 127. Persembahan untuk Para Biksuni

The main characters in this relief are two oversized nuns pictured as Tokoh utama dalam relief ini adalah dua biksuni berukuran besar yang
kneeling inside a pavilion set up in front of a temple. In front of them a digambarkan berlutut dalam anjungan, di depan kuil. Di depan mereka
group of lay women have arrived and hold robes and other gifts for the nuns. sekelompok perempuan perumah-tangga tiba dan membawa jubah serta
A censor is set up between the two groups. persembahan lain untuk para biksuni. Tempat dupa dipasang di antara
kedua kelompok.

397
128

128. A Nun teaches Dharma 128. Biksuni Mengajarkan Dharma

This is the last in this series on the lower register of the wall, and shows two Ini relief terakhir dalam rangkaian ini di deret bawah dinding, dan
nuns kneeling inside a pavilion with a censor between them. The nun on menampilkan dua biksuni berlutut dalam anjungan dengan tempat dupa di
the left holds a palm-leaf book, which normally seems to indicate she is the antara mereka. Biksuni di kiri memegang buku daun palem, yang biasanya
student; the nun on the right is clearly teaching. menunjukkan bahwa ia adalah muridnya; biksuni di kanan jelas sedang
mengajar.

398
Author Pengarang

Ānandajoti Bhikkhu is an English monk ordained in 1996 in the Theravāda Ānandajoti Bhikkhu adalah bhikkhu Inggris yang ditahbis pada tahun 1996
tradition, who has been resident in Asia since the early 90s. He is best dalam tradisi Theravāda, yang telah tinggal di Asia sejak awal 90-an. Ia
known for his editions, studies and translations of early Buddhist texts, terkenal akan suntingan, pembelajaran, dan terjemahan naskah Buddhis
including Pāḷi and Sanskrit works. He is also a photographer with over 15,000 awalnya, yang meliputi karya Pāḷi dan Sanskerta. Ia juga fotografer dengan
photographs published from Buddhist sites in south and south-east Asia. lebih dari 15.000 foto yang diambil dari situs-situs Buddhis di Asia selatan
dan tenggara.

399
400

You might also like