Professional Documents
Culture Documents
Admin,+178 848 1 ED+
Admin,+178 848 1 ED+
Admin,+178 848 1 ED+
156-168
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
Kata kunci: analisis asumsi klasik, analisis regresi, distribusi butiran, laju
infiltrasi, sifat porositas tanah
1. Pendahuluan
Infiltrasi sebagai salah satu unsur dalam siklus hidrologi, mengambil peran besar
terhadap ketersediaan air di muka bumi. Memiliki makna sebagai proses masuknya air
kedalam lapisan tanah yang dibantu oleh gaya gravitasi. Proses ini akan membantu
meningkatkan kandungan kadar air serta kelembapan tanah, mengisi kembali lapisan
akuifer dan berdampak pula pada keberadaan aliran sungai saat musim kemarau [1].
Pengetahuan mengenai infiltrasi seringkali juga dihubungkan dengan pengaruhnya dalam
pengurangan limpasan permukaan [2] dan kaitannya dengan perkiraan waktu konsentrasi
banjir di lahan [3]. Kemampuan infiltrasi dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya kondisi sifat fisik tanah seperti jenis tanah, struktur tanah, porositas,
kadar air, konduktivitas hidrolik, kondisi permukaan tanah hingga jenis tutupan lahan serta
vegetasi yang dimiliki [4].
Informasi terkait laju infiltrasi suatu wilayah penting untuk diketahui, baik untuk
kebutuhan perencanaan ataupun pemetaan [5] yang berkaitan dengan perencanaan tata
ruang di wilayah perkotaan [6]. Kapasitas dan laju infiltrasi dari suatu wilayah akan
berbeda satu sama lain, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya potensi kombinasi variabel
faktor yang mempengaruhinya. Tingginya perubahan tata guna lahan yang mana akan
berdampak pada sifat fisik tanah seperti jumlah ruang pori akan berimbas pada karakteristik
laju infiltrasi pula [7]. Sehingga pembaruan akan informasi laju infiltrasi perlu terus
dilakukan. Studi tentang hubungan antara laju infiltrasi dengan karakteristik tanah telah
banyak dilakukan, namun masih sedikit yang menghubungkannya dengan distribusi
partikel tanah bahkan dengan keterkaitan erat yang dimiliki oleh keduanya [8] [9].
Studi ini akan merumuskan sebuah perhitungan empiris prediksi laju infiltrasi dengan
memanfaatkan hubungan erat yang dimiliki antara laju infiltrasi dengan sifat porositas
tanah, distribusi butiran pasir, dan lanau. Perumusan model akan memanfaatkan analisis
regresi berganda dan analisis asumsi klasik serta validasi sebagai sarana penguat hipotesa
bahwa model prediksi yang terbentuk terbukti layak untuk digunakan. Pelaksanaan studi
akan dilaksanakan di Sub-DAS lesti sebagai salah satu wilayah hulu terbesar di Indonesia
serta dengan pertimbangan jarak yang tergolong mudah untuk dijangkau. Dengan model
prediksi yang terbentuk, diharapkan perhitungan laju infiltrasi dapat dilaksanakan tanpa
perlu pengukuran lapangan demi tercapainya efisiensi waktu, tenaga, hingga dana yang
dikerahkan.
157
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
158
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
159
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
Dengan:
ft = Laju Infiltrasi (mm/menit)
∆𝐻 = Tinggi penurunan air dalam selang waktu tertentu (mm)
t = Waktu yang dibutuhkan air pada ∆𝐻 untuk masuk ke tanah (menit)
Dengan :
Gs : Berat Jenis Tanah/Specific Gravity (gram/cm3)
Ws : Berat tanah kering (gram)
Gt : Kerapatan air relatif pada tiap suhu
W2 : Berat Piknometer + Air (gram)
W1 : Berat Piknometer + Air + Tanah (gram)
Uji porositas akan dilakukan dengan sampel tanah undisturbed yang diambil pada
kedalaman 20-30 cm dari permukaan tanah. Perhitungan porositas dapat dilakukan dengan
persamaan 3-4.
𝜌𝑏
Ø = (1 − ) × 100 Pers.3
𝐺𝑠
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝜌𝑏 = Pers. 4
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Dengan:
Ø = Nilai porositas
ρb = Bulk density (gram/cm3)
Gs = Specific gravity (gram/cm3)
2.3.3 Analisis Korelasi
Koefisien korelasi merupakan penggambaran tingkat kekuatan hubungan/korelasi
antara dua variabel [12]. Nilai negatif menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antar
variabel berlawanan arah atau berkebalikan, sedangkan nilai positif yang dimiliki
menunjukkan hubungan yang searah. Bila dua variabel memiliki nilai koefisien korelasi
nol, maka dapat diasumsikan kedua variabel tersebut tidak memiliki hubungan satu sama
lain [13]. Perhitungan koefisien korelasi (r) dapat dilakukan dengan persamaan 5, dengan
X = variabel satu: Y = variabel dua. Kemudian hasil perhitungan koefisien korelasi (r)
dapat diinterpretasikan berdasarkan tabel 1 [14] untuk menggambarkan hubungan antar dua
variabel terkait.
𝑛 𝛴𝑋𝑌 − 𝛴𝑋𝛴𝑌
𝑟 = Pers. 5
√(𝑛𝛴𝑋 2 −(𝛴𝑋)2 )× (𝑛𝛴𝑌 2 −(𝛴𝑌)2 )
160
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
Dengan:
r : Koefisien korelasi
n : Jumlah sampel
X : Variabel pertama yang diuji
Y : Variabel kedua yang diuji
No Nilai r Interpretasi
1 0 – 0,19 Sangat Rendah
2 0,20 – 0,39 Rendah
3 0,40 – 0,59 Sedang
4 0,60 – 0,79 Kuat
5 0,80 – 1,00 Sangat Kuat
2.3.4 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan kondisi terjadinya korelasi yang kuat antar variabel
bebas, yang mana hal tersebut tidak baik dimiliki oleh data penyusun persamaan regresi.
Adanya multikolinearitas dinilai akan mempengaruhi hasil perhitungan persamaan regresi
sehingga dinilai tidak ideal. Sebuah kelompok variabel dinilai memiliki multikolinearitas
bila hasil perhitungan nilai VIF>10 atau nilai tolerance <0,1. Perhitungan nilai VIF dapat
dilakukan dengan persamaan 6 dan perhitungan nilai tolerance dapat memanfaatkan
persamaan 7.
1
𝑉𝐼𝐹 = Pers. 6
𝑇𝑂𝐿
𝑇𝑂𝐿 = 1 − 𝑅 2 Pers. 7
Dengan:
VIF = Variance Inflation Factor
TOL = Tolerance
R2 = Koefisien Determinasi
2.3.5 Analisis Validasi
Analisis validasi merupakan upaya penggambaran efektivitas persamaan model.
Pelaksanaan analisis validasi umumnya dilakukan dengan sampel berbeda dari penyusun
persamaan regresi. Pada pelaksanaan analisis validasi studi ini akan memanfaatkan empat
metode yaitu perhitungan nilai NSE (Nash-Sutcliffe Efficiency), RMSE (Root Mean
Squared Error), r (koefisien korelasi) dan R2 (koefisien determinasi). Variabel Pi serta Qi
pada perhitungan nilai NSE dan RMSE masing – masing memiliki arti nilai observasi dan
nilai prediksi. Untuk hasil perhitungan nilai NSE dan R2, keduanya memiliki interpretasi
nilai tertentu yang dijelaskan pada tabel 2 [15] dan tabel 3 [16]. Sedangkan untuk nilai
RMSE sebuah persamaan regresi akan dinilai baik bila hasil perhitungannya mendekati 0.
Pelaksanaan perhitungan untuk nilai NSE dapat memanfaatkan persamaan 8, untuk RMSE
memanfaatkan persamaan 9, dan koefisien determinasi memanfaatkan persamaan 10.
∑𝑛 (𝑃𝑖−𝑄𝑖)2
𝑁𝑆𝐸 = 1 − ∑𝑖=1
𝑛 ̅̅̅ 2
Pers. 8
𝑖=1(𝑃𝑖−𝑃𝑖)
161
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
∑𝑛
𝑖=1(𝑃𝑖−𝑄𝑖)
2
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √ Pers. 9
𝑛
2
𝑛 𝛴𝑋𝑌 − 𝛴𝑋𝛴𝑌
𝑅2 = ( ) Pers. 10
√(𝑛𝛴𝑋 2 −(𝛴𝑋)2 )× (𝑛𝛴𝑌 2 −(𝛴𝑌)2 )
Dengan:
Pi = Nilai observasi
Qi = Nilai prediksi
n = Jumlah sampel
X = Variabel pertama yang diuji
Y = Variabel kedua yang diuji
Tabel 2: Interpretasi nilai NSE
No Nilai Interpretasi
1 NSE > 0,75 Baik
2 0,36 < NSE < 0,75 Memenuhi
3 NSE < 0,36 Tidak Memenuhi
162
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
Rangkaian data dengan nilai korelasi >0,6 untuk variabel bebas dan terikat dinilai baik
sebagai data penyusun persamaan regresi, sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut pada
olah data selanjutnya. Namun dengan ditemukannya korelasi kuat antar variabel bebas
pasir dan lanau maka upaya perbaikan data perlu dilakukan demi menghindari
permasalahan multikolinearitas yang mana dinilai akan berdampak pada hasil perhitungan
regresi. Perbaikan data dilakukan dengan transformasi kebentuk logaritma asli (Ln) untuk
keseluruhan variabel bebas. Bila transformasi data telah dilakukan, maka olah data
selanjutnya dapat dilakukan yaitu analisis regresi linier.
Tabel 4: Data penyusun model prediksi
Pasir Lanau Porositas Laju Infiltrasi Lapangan
No. Sampel
% % % mm/menit
1 65,98 29,06 41,72 2,40
2 24,51 61,94 39,20 0,09
3 66,55 28,23 42,63 3,00
4 60,69 32,08 69,59 5,50
5 21,77 62,28 34,99 1,3
6 55,17 34,83 63,50 3
7 33,41 52,35 46,81 2
8 31,27 54,07 32,96 1,5
9 78,73 17,90 47,76 2,5
10 17,66 68,23 25,68 0,5
11 77,75 17,97 49,89 3,6
12 41,35 46,37 49,91 1
13 60,81 31,58 75,67 3
14 78,45 16,95 39,35 2,5
15 45,96 46,82 49,70 3,5
Variabel r Interpretasi
Pasir 0,447 Sedang
Porositas
-0,460 Sedang
Lanau
Pasir -0,997 Sangat Kuat
Porositas 0,691 Kuat
Laju Infiltrasi Lapangan Pasir 0,668 Kuat
Lanau -0,661 Kuat
163
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
Dengan memanfaatkan model prediksi yang telah terbentuk yaitu persamaan 11, maka
perhitungan laju infiltrasi model dapat dilakukan. Data laju infiltrasi model ini diperlukan
untuk olah data selanjutnya yaitu analisis asumsi klasik dan analisis validasi, dengan
dipenuhinya komponen residual yang didapat dari selisih hasil laju infiltrasi lapangan dan
model.
3.3 Analisis Asumsi Klasik
Pelaksanaan analisis asumsi klasik akan memanfaatkan aplikasi SPSS versi 26 untuk
uji normalitas dan heterokedastisitas. Sedangkan untuk perhitungan uji multikolinearitas
akan menggunakan persamaan 6. Hasil uji Multikolinearitas untuk nilai VIF untuk masing
– masing variabel ialah >10 berdasarkan tabel 6. Hasil uji normalitas pada tabel 7
menunjukkan nilai signifikansi >0,05 untuk metode Shapiro-Wilk dan bentuk sebaran data
histogram menyerupai lonceng (gambar 3). Untuk uji heterokedastisitas, diketahui hasil
perhitungan nilai signifikansi masing – masing variabel >0,05 berdasarkan tabel 8 dan
sebaran data pada grafik scatterplot (gambar 4) tidak membentuk pola tertentu.
Tabel 6: Hasil uji multikolinearitas
Test of Normality
Statistic df Sig.
Standardized Residual 0,978 15 0,954
164
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
Coefficients
Standardized Coefficients
Beta t Sig.
%Pasir -0,291 -0,258 0,801
%Lanau -0,562 -0,577 0,575
%Porositas 0,066 0,146 0,887
Dependent Variable: Abs_RES
2
Regression Standardized
1.5
Predicted Value
0.5
-0.5
-1
-1.5
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
Berdasarkan keseluruhan hasil analisis asumsi klasik, dapat ditarik kesimpulan bahwa
rangkaian data penyusun regresi tidak memiliki permasalahan multikolinearitas,
berdistribusi normal, dan bersifat homokedastik. Dengan dimilikinya kesimpulan tersebut,
maka rangkaian data penyusun regresi memenuhi BLUE criteria dan dapat dikatakan layak
untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
3.4 Uji T dan Uji F
Berdasarkan hasil uji T dan F yang ditampilkan pada tabel 9, diketahui bahwa nilai
signifikansi < 0,05 (α = 5%) atau nilai t hitung > t tabel (2,201) telah dipenuhi oleh variabel
pasir, lanau serta sifat porositas. Sedangkan untuk kriteria uji F, nilai signifkansi < 0,05 (α
= 5%) atau f hitung > f tabel (3,49) telah dimiliki oleh variabel bebas pada studi ini.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara signifikan mempengaruhi
variabel terikat baik secara parsial maupun simultan.
Tabel 9: Hasil uji T dan F
165
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
5
Laju Infiltrasi Model
4
(mm/menit)
3
2
1 R² = 0.76
0
0 1 2 3 4 5
% Pasir
Gambar 4: Grafik hubungan laju infiltrasi model dengan distribusi butiran pasir
5
Laju Infiltrasi Model
4
(mm/menit)
3
2
R² = 0.63
1
0
0 2 4 6
% Lanau
Gambar 5: Grafik hubungan laju infiltrasi model dengan distribusi butiran lanau
5
Laju Infiltrasi Model
4
R² = 0.63
(mm/menit)
3
2
1
0
3.6 3.8 4.0 4.2 4.4 4.6
% Porositas
Gambar 6: Grafik hubungan laju infiltrasi model dengan sifat porositas tanah
166
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
4.0
3.5
(mm/menit)
R² = 0.62
2.5
r = 0,79
2.0
1.5
1.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
Laju Infiltrasi Lapangan (mm/menit)
4. Kesimpulan
Studi ini didasarkan pada hipotesa bahwa sifat porositas tanah, distribusi butiran pasir,
dan lanau merupakan faktor kuat yang mempengaruhi laju infiltrasi. Hipotesa awal tersebut
telah terbukti dengan nilai koefisien korelasi antara laju infiltrasi lapangan dengan sifat
porositas tanah, distribusi butiran pasir, dan lanau bernilai > 0,6. Kemudian terbentuk
model prediksi berdasarkan hubungan laju infiltrasi lapangan dengan distribusi butiran
pasir dan lanau serta sifat porositas tanah, yaitu Y= -13,734+1,884x1 +0,586x2 +1,776x3
(Y = Laju infiltrasi (mm/menit); x1 = (Ln) distribusi pasir; x2 = (Ln) distribusi lanau; x3 =
(Ln) porositas tanah) yang diperoleh dari analisis regresi linier berganda. Model prediksi
yang terbentuk telah memenuhi BLUE criteria berdasarkan hasil uji multikolinearitas,
normalitas, dan heterokedastisitas, serta terbukti memiliki tingkat error yang rendah dengan
hasil perhitungan nilai NSE = 0,84, RMSE = 1,13, r = 0,792 dan nilai R2 laju infiltrasi
model dengan distribusi pasir, lanau, serta porositas masing – masing 76 %, 63 %, dan 63
%.
Daftar Pustaka
[1] W. Viessman Jr. and G.L. Lewis, Introduction to Hydrology. Pearson, 1996
[2] D. Harisuseno, M. Bisri, and T.S. Haji, “Inundation controlling practice in urban
area: Case study in residential area of Malang, Indonesia”, J. Water & L. Dev.,
No. 46, pp. 112–120, 2020, doi: 10.24425/jwld. 2020.134203.
[3] D. Harisuseno, D.N. Khaeruddin, and R. Haribowo, “Time of concentration based
infiltration under different soil density, water content, and slope during a steady
rainfall”, J. Water & L. Dev., No. 41, pp. 61–68, 2019, doi: 10.2478/jwld-2019-
0028.
[4] V.T. Chow, D.R. Maidment, and L.W. Mays, Applied Hydrology. United States of
America: McGraw-Hill, Inc, 1999
[5] D. Harisuseno and M. Bisri, Limpasan permukaan secara keruangan (Spatial
Runoff). Malang: UB Press, 2017
167
Bachtiar, Y.S. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 156-168
168