Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

REVIEW JURNAL

Qualitative Analysis The Existence of The Informal Street Vendors


in The City of Mataram, West Nusa Tenggara Province, Indonesia

Disusun oleh :
Windy Lastri Manurung
NIM : 230902072

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
Judul : Qualitative Analysis The Existence of The Informal Street
Vendors in The City of Mataram, West Nusa Tenggara
Province, Indonesia 4 (12), 187-195, 2020
Penulis : Suprianto, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Pembangunan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mataram
Sumber tulisan : American Journal of Humanities and Social Sciences
Research (AJHSSR)
e-ISSN : 2378-703X
Volume-4, Issue-12, pp-187-195
www.ajhssr.com
Tahun : 2020
Latar belakang :
Kegiatan di sektor informal merupakan bagian dari pendapatan ekonomi
negara. Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar terdapat banyak usaha di sektor
informal bahkan melebihi usaha di sektor formal, contohnya adalah pedagang kaki
lima. Keberadaan pedagang kaki lima sering dipandang sebagai hal yang dilematis.
Sering sekali PKL menjadi sumber masalah di kota-kota besar, pasalnya keberadaan
mereka mengganggu, seperti menjadi faktor kekacauan lalu lintas, mengganggu
kenyamanan pengguna jalan, kesan kotor dan kumuh yang berdampak pada
kebersihan kota, ditambah lagi penggunaan ruang atau tanah bukan hak miliknya
sebagai tempat usaha. Kota Mataram merupakan salah satu pusat perdagangan di
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selain itu juga merupakan pusat pendidikan
tinggi yang banyak dikunjungi oleh berbagai mahasiswa dari dalam NTB maupun dari
daerah luar NTB. Dengan melihat jumlah penduduk kota yang cukup padat ditambah
dengan penduduk pendatang, baik mahasiswa maupun wisatawan yang berkunjung,
maka Mataram merupakan kota yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai tempat
usaha perdagangan informal. Akibatnya, muncul berbagai fenomena, seperti masalah
pengangguran, penciptaan lapangan kerja, urbanisasi serta masalah kebersihan dan
ketertiban. Pedagang kaki lima di Kota Mataram bergerak di sektor informal dan sub
sektor perdagangan dalam perekonomian, dimana sektor informal ini mampu
menyerap tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Pedagang
kaki lima sendiri merupakan jenis usaha sektor informal yang merupakan kelompok
perdagangan terbesar dalam masyarakat meskipun terdiri dari kelompok ekonomi
lemah dan berada di posisi terbawah dalam sistem perekonomian Indonesia.
Teori :
Teori yang digunakan adalah teori campuran dengan menggunakan teori kualitatif dan
teori kuantitatif untuk menjawab perumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana keberadaan PKL di Kota Mataram ?
2. Berapa besar kontribusi PKL pada penghasilan rumah tangga mereka ?
3. Seberapa banyak penghasilan yang harus diraih PKL untuk mencapai
kebutuhan hidup layak (KHL) ?
Serta dapat mencapai tujuan penelitian yaitu :
1. Menganalisa statistik PKL di Kota Mataram
2. Menganalisa kontribusi trotoar pada penghasilan rumah tangga
3. Menganalisa besar manfaat yang didapat PKL di Kota Mataram terhadap
pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL)

Metode :
Penelitian ini menggunakan metode kasus, yaitu penelitian yang dilakukan pada
kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan PKL yang berjualan di sepanjang
jalan di tempat keramaian. Sampel responden dalam penelitian ini ditentukan
secara pengambilan sampel kebetulan dan acak yang besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan penelitian, yaitu sebanyak 48 responden PKL yang tersebar di
tiga tempat, yaitu Jalan Air Langga Mataram, Cakranegara dan Rembige, dimana
masing-masing lokasi PKL diambil sampel sebanyak 16 PKL. Data yang
terkumpul akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif
digunakan untuk menjelaskan atau menerangkan data penelitian untuk
mendukung analisis kuantitatif. Pendekatan analisis yang digunakan dengan
model:
1.Analisis pendapatan pedagang kaki lima
2.Analisis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pedagang kaki lima

Hasil :
Dilihat dari pola persebaran pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan
bercampur dengan pedagang sejenis mencapai 31% dan kelompok yang menjual
barang sejenis sebagian besar adalah makanan matang, sedangkan 69% pedagang
yang berjualan bercampur dengan jenis pedagang lain yang bercampur seperti di
Erlangga ada yang berjualan makanan matang, nasi balap, pedagang duren,
gorengan, tambal ban dan lain sebagainya.

jalur pejalan kaki merupakan jalur yang sering digunakan oleh para pedagang
kaki lima untuk berjualan di sepanjang trotoar yang ada di sisi jalan. Hasil
wawancara dari beberapa responden yang menggunakan jalan raya dimana
mereka biasa melintas di sepanjang jalan sepanjang daerah Erlangga, Cakranegara
dan Rembiga, mereka berpendapat bahwa 38% aktivitas mereka di jalan tersebut
terganggu. Sebagian besar responden juga mengatakan bahwa mereka tidak
terganggu dengan adanya aktivitas PKL yang berjualan di trotoar dan bahu
jalan, yaitu sebanyak 8 responden atau 46% menyatakan tidak terganggu. Dan
sisanya sebanyak 3 responden atau 16% menyatakan agak terganggu dengan
adanya aktivitas PKL di sepanjang jalan yang mereka lalui. Trotoar ini
merupakan jalur pejalan kaki dengan trotoar yang terletak di sebelah kanan
fasilitas jalan utama yang banyak digunakan oleh para PKL dalam menjajakan
dagangannya tanpa memperdulikan apakah pengguna jalan merasa terganggu atau
tidak.

Pendapatan Pedagang Kaki Lima


Pendapatan PKL yang diterima dari hasil jualan merupakan pendapatan
rata-rata setelah dikurangi biaya pembelian barang dagangan dalam satu hari,
kemudian dikalikan dengan satu bulan untuk mengetahui pendapatan PKL per
bulan. Selain pendapatan yang diterima PKL dari hasil jualannya, mereka juga
menerima pendapatan lain dari kegiatan rumah tangga, seperti buruh bangunan,
pembantu rumah tangga, dan pekerjaan lain yang diterima sebagai pekerjaan
tambahan dari anggota keluarga.

Jika dikaitkan dengan indikator Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang
dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram, sebanyak 26 responden atau
sekitar 54,2% PKL dikatakan belum layak penghasilannya untuk memenuhi
Kebutuhan Hidup Layak untuk kategori pedagang di Kota Mataram. Sedangkan
yang memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak jika dilihat dari pendapatan
yang diterima mencapai 22 responden atau 45,8% dinyatakan hidup layak karena
pendapatan PKL sudah melebihi standar Kebutuhan Hidup Layak menurut
kategori pedagang di Kota Mataram.

Sebanyak 26 atau 54,2% PKL, jika dilihat dari rata-rata pendapatan yang diperoleh
berada pada tingkat layak dalam memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak,
sedangkan 458% atau sekitar 22 pedagang kaki lima masih belum dapat memenuhi
standar Kebutuhan Hidup Layak karena pendapatan yang diterima pedagang dan
jumlah tanggungan keluarga melebihi standar ketentuan ayam, nasi goreng,
martabak terang bulan dan lain sebagainya.

Kesimpulan dan saran :


Sebagai rekomendasi dari hasil penelitian ini, berikut adalah kesimpulan yang dapat
diambil:
1.Sebagian besar pedagang kaki lima di kota Mataram (64%) menjual produk
mereka di trotoar dan jalan raya.
2. Tempat usaha yang digunakan berupa gerobak dorong, lapak dan meja yang
dapat di pindahkan atau diangkut setelah selesai berjualan.
3. Bagi pengguna jalan, baik pejalan kaki maupun kendaraan, 33% menyatakan
bahwa mereka merasa terganggu oleh aktivitas PKL, dan 46% menyatakan
tidak terganggu, 21% menyatakan agak terganggu.
4.Pendapatan yang diterima pedagang kaki lima di Kota Mataram sebanyak 54%
dari total jumlah pedagang telah memenuhi standar KHL dan 45%
pendapatan yang diterima masih belum memenuhi standar KHL karena jumlah
tanggungan keluarga melebihi standar KHL.
Saran
1. Pemerintah Kota Mataram, melalui Dinas Tata Kota, harus lebih mengontrol
pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar dan badan jalan dengan
memberikan arahan tentang pentingnya trotoar bagi pengguna jalan untuk
keamanan dan kenyamanan.
2. Tempat berjualan di area lokal dalam satu tempat sehingga tidak
memberikan kesan berantakan dan kotor untuk keindahan kota Mataram
3. Meningkatkan kesadaran pedagang kaki lima untuk berdagang dengan tertib
dan tidak menggunakan trotoar dan badan jalan sebagai tempat usaha.
4. Bagi pedagang yang penghasilannya masih belum memenuhi standar KHL,
mereka harus menambah jam kerja dan berinovasi dengan produk baru
untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Referensi :

[1] Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan


Praktik. EDISI REVISI V. PT. Reneka Cipta, Jakarta.

[2] Argyo Demarto .dkk. 2003. Sektor Informal Peluang Kerja Alternatif
Bagi Kelompok Berpendidikan Rendah dan Miskin: Makalah Pelatihan
Universitas Sebelas Maret
[3] Boediono. 2001. Pengantar Ekonomi Mikro. BPFE, Yogyakarta
[4] Damai, Endah. 2004. Analisis Tingkat Pendapatan Perempuan di Sektor
Informal. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
[5] Ismanidar, Amrullah, Saeful Usman. 2016. Persepsi Masyarakat Terhadap
Pedagang Kaki Lima di Kota Banda Aceh:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Negeri Unsyiah; Volume 1 Nomor. 1: Halaman 147-
157
[6] Lingga Tanuidjaja. 2011. Kebutuhan Hidup Layak. E 100: November 2011
[7] Mubyarto. 1998. Konsep Biaya Industri Kecil. Gramedia. Jakarta
[8] Nyimas Rafita Az-zahra. 2015. Pengaruh Modal Pendapatan, Lokasi
Terhadap Kesejahteraan Pedagang Kaki Lima di Kota Cirebon;
Kementrian Agama Republik Indonesia; Institut Agama Islam Negeri
Syekh Nurjati, Cirebon.
[9] Nazir, Mohamad. 2009. Metode Penelitian. Graha Indonesia. Jakarta
[10] Putong Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia
Indonesia
[11] Soekartawi. 2001. Metode Kualitatif. LP3ES. Jakarta.
[12] Siti Masita. 2015. Perilaku Pedagang Kaki Lima di Jalan Veteran
Banjarmasin (Tinjauan Etika Bisnis Islam): Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam.
[13] Wahyudi, Agus R. 2003. Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung; Antara
Harapan dan Kenyataan: Jurnal kependudukan Universitas Pajajaran
Bandung. Vol 5

You might also like