Professional Documents
Culture Documents
Article+April+2023 8
Article+April+2023 8
e-ISSN:2527-4406
Faculty of Law, Universitas Brawijaya, Malang p-ISSN:0126-0235
Indonesia
https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena
Abstract
In 2020, the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) agreement was signed.
The RCEP Agreement is the largest regional trade agreement in the world in terms of total GDP.
In the Asia-Pacific region, there are various regional and bilateral trade agreements that lead
to not only overlapping of substantive provisions, but also overlapping of dispute settlement
for a. It is important to review the procedural aspects RCEP agreement to as the means to
enforce the rules and commitments in the RCEP for its member countries, especially with
regard to Indonesia. This study concludes that although the RCEP has its own dispute resolution
mechanism procedures, the formulation of the provisions in the RCEP shows compromise of
the negotiation outcome, typical in ASEAN agreements. This would become the hindrance to
the effective implementation and implementation of the agreement.
Keywords: Dispute settlement; RCEP; Trade agreement.
Abstrak
Tahun 2020, perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) telah
ditandatangani. Perjanjian RCEP adalah perjanjian perdagangan regional terbesar di dunia dari
segi total gross domestic product (GDP). Di kawasan Asia Pasifik terdapat berbagai perjanjian
perdagangan regional dan bilateral yang menyebabkan terjadinya tidak hanya tumpang tindih
ketentuan substantif, terjadi pula tumpang tindih dari segi forum penyelesaiannya. Untuk itu
penting untuk meninjau segi prosedural dari perjanjian RCEP ini untuk meninjau penegakan
aturan-aturan dan komitmen dalam RCEP, khususnya yang berkaitan dengan Indonesia.
Hasilnya, meskipun RCEP memiliki prosedur mekanisme penyelesaian sengketanya tersendiri,
perumusan ketentuan-ketentuan dalam RCEP tersebut menunjukkan kompromi dari luaran
negosiasi dalam RCEP, yang tipikal ditemui pada perjanjian-perjanjian ASEAN. Hal ini
berpotensi menghambat pelaksanaan dan implementasi perjanjian yang efektif.
Kata kunci: Penyelesaian sengketa; Perjanjian perdagangan; RCEP.
1 Stephen W. Hartman, “The WTO, the Doha Round Impasse, PTAs, and FTAs/RTAs”, The International Trade
Journal Vol. 27, No. 5, (2017): 411-430, doi: 10.1080/08853908.2013.827903
2 The Economist, “The meaning of RCEP, the world’s biggest trade agreement”, https://www.economist.com/
finance-and-economics/2020/11/15/the-meaning-of-rcep-the-worlds-biggest-trade-agreement.
3 Yoshifumi Fukunaga & Ikumo Isono, “Taking ASEAN+1 FTAs towards the RCEP: A Mapping Study,” ERIA
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 149
spaghetti bowl effect,14 atau dalam konteks aturan perdagangan semakin kompleks
Asia adalah Asian Noodle Bowl effect untuk sehingga menyulitkan sektor usaha untuk
menjelaskan fenomena proliferasi dan dapat langsung memanfaatkan FTA dalam
tumpang-tindihnya FTA di kawasan negara- kegiatan ekspor-impor maupun investasi
negara Asia.15 Keberadaan FTA yang tumpang karena keberadaan aturan yang kompleks dan
tindih justru semakin membuat penerapan tumpang tindih.
Gambar 1. Tumpang tindih negara anggota perjanjian perdagangan regional16
19 TPP sendiri bermula dari Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement yang diinisiasi pada tahun
2006, mQelibatkan tiga negara RCEP yaitu Singapura, Brunei, Selandia Baru dan Chile.
20 Chien-Huei Wu, “ASEAN at the Crossroads: Trap and Track between CPTPP and RCEP,” Journal of
QInternational Economic Law, 2019.
21 Yoshifumi Fukunaga, “ASEAN’s Leadership in the Regional Comprehensive Economic Partnership,” Asia &
The Pacific Policy Studies 2, no. 1 (2014).
22 Syah Deva Ammurabi, “Negosiator Targetkan RCEP Siap 2020, Selanjutnya Ratifikasi,” Gatra, 22 Oktober
2019, https://www.gatra.com/detail/news/452458/ekonomi/negosiator-targetkan-rcep-siap-2020-selanjutnya-
ratifikasi
23 Deborah K. Elms, “Getting RCEP across the Line”, World Trade Review Vol. 20, No. 3, (2021): 373–80,
doi:10.1017/S1474745620000592, 375.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 155
satu negara RCEP dapat membuat beberapa Procedures (STRACAP), atau dalam rezim
dokumen schedule sekaligus yang ditujukan hukum WTO dikenal sebagai Technical
kepada negara mitra yang berbeda-beda. Barriers to Trade (TBT). Penggunaan
Praktik ini dilakukan oleh China, Indonesia, nomenklatur STRACAP sebagai nama bab
Korea Selatan, Filipina dan Vietnam. Misalnya, tersebut dibandingkan dengan dengan TBT
Indonesia dalm komitmen Annex 1 memiliki menunjukkan sentralitas ASEAN yang lebih
lima jenis schedule. Schedule yang pertama familiar dengan nomenklatur STRACAP untuk
berlaku kepada negara-negara ASEAN, mengatur TBT dalam berbagai FTA ASEAN.27
sementara Indonesia membuat dokumen Kemudian selain isu standardisasi produk,
khusus untuk Australia, Jepang, Korea, Cina pengaturan NTMs yang berupa regulasi
dan Selandia Baru secara terpisah. perlindungan terkait kesehatan dan nyawa
Konsekuensi dari fleksibiltias atas hewan, tumbuhan, dan manusia dilindungi
akses pasar bagi barang ini berarti bahwa melalui bab Sanitary and Phytosanitary
meskipun RCEP mengatur liberalisasi suatu Measures (SPS). NTMs menjadi isu krusial
komoditi atau produk, bisa jadi komoiditi bagi negara-negara RCEP, khususnya negara-
tersebut mendapatkan perlakuan tarif yang negara ASEAN, namun demikian dalam
berbeda bergantung arus asal dan tujuan Bab 5 (SPS) maupun Bab 6 (STRACAP)
barang tersebut. Hal ini sesuai dengan tinkgat diatur bahwa keberlakuan bab penyelesaian
liberalisasi dalam Schedule yang ditentukang sengketa dikecualikan (waiver). Akibatnya
masing-masing negara anggota RCEP, adalah dalam hal terdapat dugaan pelanggaran
meskipun produk tersebut diperdagangkan komitmen SPS maupun STRACAP oleh
intra-RCEP. negara anggota RCEP, dugaan tersebut tidak
Kemudian terdapat isu dalam perdagangan dapat ajudikasi melalui bab penyelesaian
barang dalam konteks RCEP adalah terkait sengketa.
dengan penerapan non-tariff measures Meskipun digadang-gadang sebagai
(NTMs) oleh negara-negara anggota RCEP. perjanjian yang komprehensif dari segi
Di tingkat ASEAN sendiri, isu NTMs yang cakupan pengaturannya dan keanggotannya,
bersifat proteksi merupakan isu tersendiri bila ditelisik lebih lanjut secara substantif
yang telah dikaji secara mendalam yang sulit ketentuan RCEP sebagian besar hanya
untuk diselesaikan.26 Hambatan perdagangan mengafirmasi ketentuan-ketentuan dalam
yang bersifat NTMs beberapanya diatur dalam WTO dan sebagian norma dalam RCEP
RCEP melalui bab Standards, Technical tidak memiliki bentuk kewajiban yang
Regulations, and Conformity Assessment mengikat. Misalnya saja, dalam ketentuan
26 Muhamad Rias K. V. Zainuddin, Tamat Sarmidi, dan Norlin Khalid, “Sustainable Production, Non-Tariff
Measures, and Trade Performance in RCEP Countries,” Sustainability (2020): doi:10.3390/su12239969.
27 Elms, loc. cit.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 157
trade remedies, untuk pemberlakuan komitmen politik untuk saat ini kemudian
tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan untuk melakukan negosiasi di masa depan
(countervailing measures) dilakukan menurut terkait isu-isu yang tersisa, dan negosiasi
ketentuan dari Pasal VI GATT, Anti-dumping akan berlangsung secara progresif melalui
Agreement, dan Subsidy and Countervailing General Review dengan pendekatan seperti
Measures Agreement, tanpa menjabarkan atau ini negara-negara dalam negosiasi RCEP
mengatur ketentuan pelaksanaan lebih rinci dapat dengan segera melakukan finalisasi teks
khusus untuk RCEP. akhir tanpa harus mencapai tahap conclusion
Dalam beberapa bab dalam RCEP terdapat untuk menciptakan norma liberalisasi yang
ketentuan yang yang bersifat tidak mengikat. mengikat.
Pengaturan di dalam bab tersebut tidak Salah satu fenomena yang menarik yang
berisi kewajiban yang berimplikasi hukum, terjadi pada fase akhir negosiasi RCEP adalah
tetapi hanya mengunci komitmen politik. penarikan diri India dari negosiasi RCEP.
Sebagai contoh, Bab 16 tentang Pengadaan India sebelumnya telah berpartisipasi pada
Pemerintah (Government Procurement), seluruh putaran negosiasi sejak tahun 2013.
tidak terdapat kewajiban apapun kecuali Namun demikian, Perdana Menteri Narendra
kewajiban transparansi, dan bab tersebut Modi pada akhirnya mengumumkan bahwa
mengandung prinsip-prinsip dasar, tanpa India menarik diri dari proses negosiasi RCEP
mengandung kewajiban nondiskriminasi di tahap akhir. Penjelasan dan naratif umum
dan lainnya sebagaimana Government yang disampaikan pada publik adalah bahwa
Procurement Agreement di WTO.28 Dengan konstituensi domestik Modi di India tidak
demikian, ketiadaan norma yang mengikat mendukung untuk India menjadi bagian dari
dalam beberapa bab menunjukkan bahwa RCEP. ASEAN, pada akhirnya, mengundang
masih terdapat ketidaksamaan posisi India secara khusus untuk mencapai titik temu
antarnegara RCEP dalam proses negosiasi mengenai hasil negosiasi yang tidak dapat
untuk membentuk aturan yang mengikat diterima oleh India dan melihat terdapat opsi
dan komitmen liberalisasi di tingkat WTO+. untuk membuka pintu terhadap India. Namun
Namun demikian, klausul General Review demikian, delegasi India tidak memenuhi
dalam berbagai bab substantif RCEP undangan tersebut.29 Pada akhirnya, negara
menghendaki adanya proses negosiasi lanjutan anggota RCEP kemudian masih membuka
ketika RCEP telah entry into force. Negara- pintu untuk India, dengan pengaturan bahwa
negara RCEP bersepakat untuk mengunci ketika nantinya India akan mengaksesi RCEP
28 Sebagai contoh, Bab Pengadaan Pemerintah mengatur bahwa “Art. 16.3. The Parties recognise the role of
government procurement in furthering the economic integration of the region so as to promote growth and
employment. Where government procurement is expressly open to international competition, each Party, to the
extent possible and as appropriate, shall conduct its government procurement in accordance with generally
accepted government procurement principles as applied by that Party.”
29 Elms, op. cit., 379.
158 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210
keikutsertaan India dianggap sebagai original untuk menguji komitmen dalam FTA. Dalam
negotiating State.30 RCEP, ketentuan penyelesaian sengketa diatur
Walaupun dalam beberapa bagian teks dalam Bab 19 tentang Dispute Settlement.
RCEP tersebut terdapat isu-isu yang belum Dalam bab tersebut terdapat dua jenis
dapat diselesaikan dalam forum negosiasi, penyelesaian sengketa dalam RCEP, yakni
negara-negara negosiator RCEP telah penyelesaian sengketa perdagangan (trade
bersepakat untuk mempercepat penyelesaian dispute settlement) dan penyelelsaian sengketa
RCEP pada tahun 2020. Akhirnya, teks akhir investasi (investment dispute settlement).
RCEP telah disetujui dan ditandatangani secara Masing-masing mekanisme peneyelesaian
daring pada 15 November 2021. Di tengah sengketa tersebut terdapat ruang lingkup dan
dunia yang menghadapi pandemi Covid-19, kewenangan yang berbeda yang berbeda.
RCEP digadang-gadang sebagai perjanjian Dalam mekanisme penyelesaian sengketa
penting yang dapat membawa dampak positif investasi, RCEP hanya mengatur penyelesaian
atas perbaikan ekonomi pascapandemi, sengketa antarnegara dan tidak mengatur
khususnya di kawasan Asia.31 tentang penyelesaian sengketa antara negara
dengan investor yang lazim ditemui dalam FTA
B. Penyelesaian Sengketa Dalam maupun perjanjian investasi internasional yang
RCEP mengatur tentang perlindungan investasi.33
Schill & Vidigal32 menjelasksan bahwa Penyelesaian sengketa perdagangan di
pada dasarnya tujuan umum mengapa RCEP dilakukan dengan metode penyelesaian
perjanjian perdagangan (mega)regional sengketa melalui Panel sebagaimana dapat
memiliki ketentuan penyelesaian sengketa ditemukan dalam mekansime di WTO.
tersendiri yaitu untuk menjamin kepatuhan Tetapi mekanisme penyelesaian sengekta
dari para pihak untuk menaati ketentuan perdagangan dalam RCEP tidak memiliki
substantif yang telah disepakati. Alasan tahapan banding. Bila dijumlah, jangka
kepatuhan tersebut menjadikan aturan- waktu proses penyelesaian sengketa melalui
aturan penyelesaian sengketa di perjanjian RCEP, apabila menempuh semua prosedur
perdagangan modern sangat lazim untuk yang ada, adalah 1145 hari atau sekitar 37
ditemui meskipun ketentuan penyelesaian bulan. Secara relatif, penyelesaian sengketa di
sengketa pada dasarnya dapat dipergunakan RCEP berlangsung cukup lama dibandingkan
30 Footnote 2, Chapter 20 – Final Provisions, “Notwithstanding this sentence, this Agreement shall be open for
accession by India, as an original negotiating State, from the date of entry into force of this Agreement.”
31 ASEAN, Australia, China, Japan, Korea dan New Zealand, “Joint Leader’s Statement on the
Regional Comprehensive Economic Partnersip,” 15 November 2021, https://www.meti.go.jp/pre
ss/2020/11/20201115001/20201115001-1.pdf
32 Stephan W. Schill & Geraldo Vidigal, “Reforming Dispute Settlemen in Trade: The Contribution of Mega-
Regionals,” ICTSD Think Piece, April 2018.
33 Bandingkan dengan CPTPP
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 159
yang tersisa (appointing authority). Selain dari tumpeng tindih forum tersebut perumus
penyelesaian sengketa melalui mekanisme Bab 19 telah mencantumkan klausul pilihan
panel, Bab 19 juga mengatur penyelesaian forum yang akan eksklusif atau fork-in-the
sengketa secara alternatif yakni melalui jasa- road clause bilamana penyelesaian sengketa
jasa baik (good offices), konsiliasi, maupun melalui Bab 19 yang dipilih.51
mediasi, meskipun Bab 19 tidak secara rinci Pada hakikatnya, setiap perjanjian
mengatur aspek prosedural yang berlaku perdagangan regional membutuhkan
dalam hal para pihak memilih mekanisme konsistensi pelaksanaannya dengan aturan-
alternatif.50 aturan WTO. Hal ini mengingat bahwa dasar
Dalam bagian sebelumnya telah dijelaskan pendirian dari masing-masing perjanjian
terdapat hubungan RCEP dengan perjanjian perdagangan regional tersebut diatur dalam
perdagangan regional/bilateral lainnya, ketentuan WTO.52 Mekanisme penyelesaian
sehingga dapat terjadi tumpang tindih aturan sengketa dalam RCEP pun memiliki hubungan
perdagangan di kawasan. Mengingat masing- erat dan sistematis dengan penyelesaian
masing perjanjian di Kawasan tersebut sengketa di WTO. Dalam hukum internasional
terdapat aturan penyelesaian sengketa umum pada asasnya tidak berlaku asas
masing-masing, tumpeng tindih keberlakuan preseden, dan putusan yudisial maupun quasi-
forum penyelesaian sengketa pun menjadi yudisial atas suatu sengketa tidak memiliki
situasi yang menjadi persoalan hukum. kekuatan hukum mengikat bagi sengkta
Kondisi tumpeng tindih atau noodle bowl ini lainnya.53 Namun demikian, dalam ketentuan
juga berimplikasi pada berlimpahnya pilihan Bab 19, laporan-laporan yang dihasilkan
forum penyelesaian sengketa bagi negara- Panel WTO dan Appellate Body WTO wajib
negara anggota RCEP untuk melakukan dipertimbangkan sebagai sumber interpretasi
komplain atas tindakan negara yang dianggap ketentuan dalam RCEP. Akan tetapi temuan
merugikan dan berlawanan dengan komitmen hukum oleh Panel RCEP tidak boleh menambah
dalam masing-masing perjanjian. Untuk maupun mengurangi hak dan kewajiban yang
mengantisipasi persoalan hukum yang timbul tercantum dalam perjanjian RCEP. Kewajiban
bagi para panelis penyelesaian sengekta RCEP Dalam hal sengketa berkaitan dengan barang-
adalah ‘wajib mempertimbangkan’ dengan barang mudah rusak (perishable goods), maka
demikian perumusan klausul tersebut tidak maksimum jangka waktu penerbitan laporan
menimbulkan akibat hukum eksternal yang antara adalah 90 hari.55 Laporan panel tersebut
bersumber dari laporan Panel/Appellate Body bersifat final dan mengikat dan tidak terdapat
WTO. mekanisme banding. Sehingga, tanpa adanya
Salah satu fitur penting dalam bab proses adopsi laporan panel seperti di WTO
penyelesaian sengketa oleh RCEP adalah DSB, laporan panel serta merta mengikat
adanya klausul special & differential treatment, bagi pihak yang bersengketa. Dalam hal
yang berlaku di negara-negara terbelakang laporan tersebut mengharuskan implementasi
(least developed countries) di RCEP, yakni di tingkat domestik, pihak tergugat wajib
Kamboja, Laos, dan Myanmar. SD&T tersebut melakukan notifikasi daripada pihak penggugat
diatur dalam bentuk kewajiban due restraint. terkait rencana pengimplementasiannya.
Yakni, dalam hal terdapat pelanggaran yang Implementasi tersebut bergantung kepada
dilakukan oleh tindakan yang dilakukan jangka waktu yang layak atau reasonable
oleh LDCs, pihak complainant memiliki period of time. Di mana jangka waktu tersebut
kewajiban untuk menahan diri (due restraint) yang bergantung dari usulan pihak yang kalah
untuk menginisiasi prosedur penyelesaian dan ditentukan berdasarkan persetujuan dari
sengketa.54 Namun demikian, due restraint pihak penggugat. Dalam hal penggugat dan
tersebut pada dasarnya tidak membatasi secara tergugat tidak dapat menyepakati reasonable
tegas atau melarang penggunaan mekansime period of time, maka ketua panelis akan
penyelesaian sengketa oleh negara-negara menentukan jangka waktu implementasi,
RCEP terhadap tindakan yang diambil oleh namun pada asasnya implementasi tersebut
negara-negara RCEP yang merupakan negara tidak dapat melebihi 15 bulan.56
LDCs. Bilamana para pihak tidak sepakat bahwa
Panel RCEP berkewajiban untuk implementasi laporan yang dilakukan belumlah
mengeluarkan laporan antara (interim report) sesuai dengan temuan dari laporan tersebut,
dalam waktu 150 hari sejak panel dibentuk, para pihak dapat mengajukan mekanisme
sementara laporan akhir (final report) dalam tinjauan ulang atas kepatuhan (compliance
waktu 30 hari sejak laporan antara diserahkan review). Dalam ketentuan Pasal 19.16 tidak
kepada para pihak. Dengan demikian jumlah ditentukan secara spesifik apakah Compliance
sengketa tahapan panel adalah 180 hari. Review Panel ini adalah panel yang sama
54 RCEP, Pasal 19.18, “In this regard, Parties shall exercise due restraint in raising matters under these procedures
involving a Least Developed Country Party.”
55 RCEP, Pasal 19.14
56 RCEP, Pasal 19.15.
164 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210
sekali baru, atau terdiri atas panelis yang deadlock pemilihan panelis. Appointing
lama. Namun secara praktik, penyelesaiasn authority ini pada dasarnya diadopsi dari
sengketa di WTO cenderung mengatur bahwa UNCITRAL Arbitration Rules. Kemudian, dari
Compliance Review Panel sebisa mungkin karakteristiknya laporan panel berdasarkan
adalah panel di tingkat pertama.57 Kemudian, RCEP bersifat final & binding. Sementara
apabila pihak yang kalah tidak mematuhi berdasarkan sistem penyelesaian sengketa di
kewajiban impelementasi laporan panel, WTO, secara sifatnya laporan panel bukanlah
maka pihak penggugat dapat mengajukan dokumen hukum melainkan dokumen teknis
penangguhan konsesi atau kewajiban lainnya sehingga nomenklaturnya adalah ‘laporan/
terhadap pihak yang kalah, atau disebut juga report’ bukan ‘putusan/judgment/award’.
sebagai prosedur retaliasi.58 Berbeda dengan Sehingga untuk mendapatkan daya ikat
retaliasi di WTO yang harus disetujui oleh dari dokumen tersebut, dokumen laporan
DSB secara konsensus terbalik (negative haruslah diadopsi oleh seluruh anggota WTO
consensus), persetujuan retaliasi dalam RCEP via melalui pertemuan Dispute Settlement
diberikan oleh panel aslinya, berdasarkan Body.60 Panel RCEP juga memiliki otoritas
hasil asesmennya. Prosedur asesmen retaliasi yang sangat besar, dari mulai menyelesaikan
oleh panel ini untuk meninjau keseimbangan sengketa, memberikan rekomendasi untuk
tindakan retaliasi yang diambil dengan implementasi, melakukan tinjauan ulang atas
komitmen yang dilanggar, dan wajib implementasi, hingga menyetujui retaliasi.
dilaksanakan dalam waktu 45 hari.59 Sehingga, meskipun dalam penyelesaian
Secara umum, prosedur penyelesaian sengketa RCEP menggunakan sistem panel,
sengketa berdasarkan Chapter 19 mengadopsi namun pada karakteristiknya terdapat
sistem panel yang dikenal dalam WTO. Namun percampuran dengan konsep dan karakteristik
demikian, terdapat ketentuan-ketentuan yang dari arbitrase.
sifatnya teknis tetapi sebetulnya diadopsi
C. Isu-isu Kritis Dalam Penyelesaian
dari model arbitrase. Pertama, terkait dengan
Sengketa RCEP
pemilihan panelis, Dirjen WTO dan Sekjen
Dalam bagian sebelumnya telah dibahas
PCA masing-masing memiliki peranan sebagai
dalam penyusunan RCEP masih terdapat
appointing authority dalam hal terjadinya
57 RCEP, Pasal 21.5 Dispute Sttlement Understanding: “Where there is disagreement as to the existence or
consistency with a covered agreement of measures taken to comply with the recommendations and rulings such
dispute shall be decided through recourse to these dispute settlement procedures, including wherever possible
resort to the original panel.”
58 Pasal 19.17. Namun demikian ketentuan pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa mekanisme
retaliasi merupakan mekanisme yang tidak dianjurkan (“however, neither compensation nor the suspension of
concessions or other obligations is preferred”).
59 RCEP, Pasal 19.17.9.
60 Cosette D. Creamer,” Between the Letter of the Law and the Demands of Politics: Judicial Balancing of Trade
Authority within the WTO,” https://scholar.harvard.edu/files/cosettecreamer/files/creamer_jls_v2.pdf
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 165
isu-isu kritis yang menjadi tantangan dalam untuk menyesuaikan ketentuan hukumnya
implementasi RCEP yang diawali pada tahun agar sesuai dengan komitmen RCEP. Di sisi
2022. Beberapa persoalan terkait penyelesaian lain tinjauan ulang atas implementasi juga
sengketa di mencakup: 1) pengecualian akan bergantung pada hasil review yang akan
pemberlakuan penyelesaian sengketa dalam dilakukan pada tahun 2024, sehingga tidak
bab-bab RCEP; 2) ketidakjelasan proses ada jaminan mengikat bahwa mekanisme Bab
pemastian kepatuhan melalui penyelesaian 19 berlaku secara definitif di waktu tertentu
sengketa; dan 3) ketiadaan penyelesaian untuk keseluruhan komitmen RCEP.
sengketa investor dengan negara. Terdapat potensi ketidakefektifan dari
Dalam RCEP terdapat ketentuan pelaksanaan komitmen RCEP itu sendiri karena
substantif yang didraft dengan kalimat arsitektur penyelesaian sengketa yang bersifat
yang menghasilkan norma yang bersifat ‘lunak’. Dengan demikian, untuk menyasar
tidak mengikat (hortatory), dan juga juga tindakan-tindakan negara RECP yang tidak
terdapat pengecualian (exemption) beberapa sesuai dengan komitmen RCEP, sektor
bab substantif dari keberlakuan prosedur industri dan Pemerintah yang terpengaruh dari
penyelesaian sengketa. Terdapat terdapat kebijakan yang diambil oleh negara-negara
sembilan bab yang implementasinya tidak RCEP harus melihat alternatif di luar RCEP
dapat diuji melalui penyelesaian sengketa. itu sendiri. Sebagai ilustrasi, komitmen tarif
Padahal dari segi postur perjanjian RCEP dalam RCEP sudah sedemikian rendahnya
sendiri, terdapat 20 bab, di mana 16 bab di sehingga proteksi melalui tarif dipandang
antaranya merupakan ketentuan substantif. tidak efektif bagi negara-negara yang ada.
Sehingga, dari perbandingan angka ini dapat Terdapat kecenderungan negara-negara
dilihat bahwa lebih dari setengah ketentuan RCEP untuk menerapkan hambatan nontariff
substantif RCEP bersifat non-enforceable seperti tindakan sanitary & phytosanitary
melalui penyelesaian sengketa. Pengecualian maupun tindakan yang sifatnya hambatan
bab substantif RCEP dari keberlakuan prosedur teknis (TBT). Sementara itu, tindakan SPS &
penyelesaian sengekta disebutkan secara TBT merupakan cakupan yang dikecualikan
eksplisit dalam masing-masing bab substantif dari prosedur penyelesaian sengketa RCEP.
bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat Dengan demikian penegakan atas komitmen
temporer. Dalam jangka waktu dua tahun RCEP harus disalurkan ke tingkat WTO,
setelah entry into force, pengecualian tersebut dengan aturan WTO yang ada.
harus ditinjau ulang.61 Pengecualian ini dapat Toohey62 dalam melihat ketentuan
dipandang sebagai jangka tenggang (grace penyelesaian sengketa (CP)TPP, berargumen
period) terhadap para negara anggota RCEP bahwa kemungkinan besar dalam konteks (CP)
61 Pasal 5.17.1; Pasal 6.14.
62 Lisa Toohey, “Dispute Settlement in the TPP and the WTO: Which Way Will Asian TPP Members Turn?,”
166 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210
TPP negara-negara akan merujuk ke forum bersengketa itu sendiri. Dalam ketentuan Bab
penyelesaian sengketa multialteral di WTO Ketentuan Kelembagaan (Bab 18), terdapat
sebagaimana praktik yang terjadi, meskipun kelembagaan yakni RCEP Joint Committee.
pelanggaran komitmennya berkaitan dengan Dari kacamata hukum organisasi internasional,
komitmen substantif (CP)TPP. Fenomena RCEP bukanlah suatu perjanjian internasional
serupa juga diprediksi terjadi dalam RCEP yang kemudian membentuk organisasi
karena ruang lingkup penyelesaian sengketa di internasional yang memiliki personalitas
RCEP yang relatif terbatas. Telah disinggung terpisah dari negara-negara anggotanya. RCEP
pula di atas bahwa dalam ketentuan RCEP Joint Committee, adalah komite antarnegara
untuk menghindari duplikasi sengketa terdapat (intergovernmental) yang memiliki fungsi
ketentuan fork-in-the-road, yang membatasi kesektertariatan. Dengan demikian komite
pilihan forum sengketa bagi para pihak begitu tersebut tidak memiliki mandat dan
Panel telah terbentuk. kewenangan untuk administrasi sengketa.
Dalam penerapan klausul fork-in-the road, RCEP Joint Committee sebagai organ satu-
pihak yang menjadi penggugat/pengomplain satunya yang disebutkan dalam Chapter 19
memiliki privilese untuk memilih forum hanya memiliki kewenangan terbatas untuk
penyelesaian perdagangan yang tepat. Hal mengadopsi Rules of Procedures for Panel
ini penggugat mengajukan usulan untuk Proceedings (Pasal 19.1.(e)). Tetapi tidak
pendirian panel, atau establishment of panel, pernah secara eksplisit disebutkan untuk
ketentuan tersebut menjadikan tergugat tidak mengenai fungsi administrasi sengketa.
memiliki hak untuk memilih forum yang Selain itu, RCEP Joint Committee juga tidak
tepat. Hal tersebut merupakan tindakan fait berfungsi untuk mengadministrasi daftar atau
accompli yang dilakukan oleh penggugat, dan roster panelis yang dapat dipilih oleh para
merupakan penyampingan dari prinsip consent pihak. Hal ini berlainan dengan praktik di
dalam penyelesaian sengketa internasional WTO di mana Sekretariat WTO memelihara
secara umum. dan mengadministrasi roster dari panelis.
Kemudian, dari segi pelaksanaan Selain itu komponen yang hilang dalam
penyelesaian sengketa Panel dalam Bab 19. dari RCEP yang lazimnya terdapat perjanjian
Terdapat ketentuan bahwa panel dibentuk kemitraan ekonomi komprehensif lainnya
berdasarkan permohonan pendirian panel adalah mengenai penyelesaian sengketa
(request for the establishment). Namun investor dengan negara (investor-state dispute
demikian secara institusional tidak jelas settlement). Dalam bab investasi RCEP, terapat
siapa yang mengadministrasi penyusunan ketentuan-ketentuan yang mewajibkan negara
panel tersebut, kecuali negara pihak yang untuk memberikan standar perlakuan tertentu
dalam Julien Chaisse, Henry Gao & Chang-fa Lo (eds.), Paradigm Shift in International Economic Law Rule-
Making (Singapore: Springer, 2017): 87-104.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 167
kepada investor. Praktik yang lazim terjadi tinjauan RCEP di tahun 2024. Dari perspektif
adalah bab investasi meyediakan sarana bagi reformis, tentunya ketiadaan mekanisme
investor untuk menggugat negara tuan rumah ISDS ini merupakan suatu terobosan, suatu
(host state) atas tindakannya yang dianggap jawaban atas ISDS yang selama ini penuh
melanggar komitmen terhadap investor dan dengan kontroversi dan kritik.65 Tetapi dari
investasinya. Hal tersebut dapat dipandang perspektif negara asal investor, ketiadaan
secara positif mengingat adanya kritik dan ini menyulitkan untuk menegakkan hak-hak
suara-suara untuk menghentikan sarana investor di negara RCEP yang dianggap
ISDS yang dianggap membatasi kedaulatan melanggar komitmen perlindungan investasi.
negara untuk mengatur (right to regulate), Ketiadaan mekanisme ISDS mengharuskan
yang lazimnya disuarakan oleh negara investor untuk berurusan dengan birokrasi
berkembang. Yang menarik adalah inisiatif administratif di negara asal untuk mewakili
untuk menghilangkan (sementara) ketentuan kepentingannya dan bersengketa untuk dan
ISDS dari Bab 19 ini bukan usulan dari atas nama investor tersebut di berdasarkan Bab
negara-negara berkembang yang cenderung 19.66 Alternatifnya, investor harus mencari
kontra dari mekanisme ISDS, tetapi proposal sarana upaya hukum mealui forum lain seperti
tersebut ISDS tersebut berasal dari Selandia melalui perjanjian investasi bilateral maupun
Baru.63 Posisi Indonesia tidak menolak secara bab investasi perjanjian perdagangan lain.
ketat mekanisme ISDS, tetapi Indonesia Menurut Schill & Vidgal, terdapat tiga
condong pada penerapan aturan exhaustion of ciri utama penyelesaian sengketa di perjanjian
local remedies terlebih dahulu. Yakni sebelum mega-regional, yaitu adanya kendali negara
beralih ke arbitrase internasional, investor harus yang besar untuk menentukan sengketa,
menggugurkan seluruh langkah dalan upaya deinstitusionalisasi sengketa, dan selective
hukum menurut tingkat domestik.64 Penentuan judicialisation.67 Dari gambaran tentang
apakah kemudian klausul ISDS akan diekslusi RCEP di atas, terdapat beberapa isu kritis
selamanya atau tidak akan berlansung pada di atas mengafirmasi pandangan tersebut.
63 “At the same time, New Zealand was successful in excluding Investor-State Dispute Settlement (ISDS) from
RCEP, and New Zealand’s schedule of commitments contains a number of exceptions which reserve policy
space including for our investment screening regime under the Overseas Investment Act.,” New Zealand
Ministry of Foreign Affairs and Trade, https://www.mfat.govt.nz/en/trade/free-trade-agreements/free-trade-
agreements-concluded-but-not-in-force/regional-comprehensive-economic-partnership-rcep/key-outcomes/
64 Yustinus Andri DP, “Perundingan RCEP: Payung Hukum Pengganti ISDS Dibutuhkan,” Bisnis.com, 23
Oktober 2019, https://ekonomi.bisnis.com/read/20191023/12/1162416/perundingan-rcep-payung-hukum-
pengganti-isds-dibutuhkan
65 Malcolm Langford, et. al. “Special Issue: UNCITRAL and Investment Arbitration Reform: Matching Concerns
and Solutions an Introduction”, The Journal of World Investment and Trade Vol. 21, (2020).
66 Michael Ewing-Chow & Junianto James Losari, ”The RCEP Investment Chapter: A State-to-State WTO
Style System For Now,” Kluwer Arbitration Blog, 8 Desember 2020, http://arbitrationblog.kluwerarbitration.
com/2020/12/08/the-rcep-investment-chapter-a-state-to-state-wto-style-system-for-now/
67 Stephan W. Schill & Geraldo Vidigal, “Reforming Dispute Settlemen in Trade: The Contribution of Mega-
Regionals,” ICTSD Think Piece, April 2018.
168 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210
Kendali negara atas sengketa dan selective RCEP yang dilakukan oleh negara-negara
judicialisation terjadi dalam konteks eksklusi anggotanya. Klausul atau bab penyelesaian
beberapa bab penting dalam RCEP dari sengketa di perjanjian (mega)regional
cakupan penyelesaian sengketa. Sementara menawarkan alternatif dari mekanisme yang
deinstitusionalisasi terlihat dari peranan yang ada di WTO.
minim dari Joint Committee dalam melakukan Secara umum, RCEP mengadopsi sistem
fasilitasi dan administrasi penyelesaian penyelesaian sengketa melalui Panel a
sengketa. la WTO. Namun demikian, dalam teknis
pelaksanannya terdapat pengaruh-pengaruh
Simpulan dari arbitrase investasi internasional. Hal yang
RCEP merupakan perjanjian megaregional paling mencengangkan dalam hal penyelesaian
yang paling ambisius yang pernah diinisiasi sengketa RCEP adalah mengenai pengecualian
oleh ASEAN. RCEP bertujuan untuk ketentuan substantif cakupan penyelesaian
mengonsolidasi perjanjian antara ASEAN sengketa. Lebih dari setengah ketentuan
dengan negara-negara mitra ASEAN Plus substantif yang bersifat fitur inti dikecualikan
lainnya. Sejauh ini ASEAN mencakup negara- dari penyelesaian sengketa dalam dua tahun
negara yang strategis di kawasan seperti Cina, pertama setelah entry into force. Baru pada
Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia tinjauan di tahun 2024, negara-negara RCEP
Baru. RCEP dihasilkan dari negosiasi sejak baru akan melakukan negosiasi apakah
tahun 2013 yang mengutamakan prinsip sistem penyelesaian sengketa akan berlaku
ASEAN centrality, dan diselesaikan dalam bagi bab-bab inti tersebut. Dengan demikian,
konteks pandemi di November 2020. dapat dilihat bahwa pelaksanaan RCEP serta
Dengan segala ambisi yang diletakkan kepatuhan terhadap komitmen tersebut tidak
dalam RCEP, perjanjian RCEP masih memiliki disertai dengan sarana peneegakan hukum
beberapa isu yang disepakati untuk ditunda atau ajudikasi yang rigid, hal ini merupakan
untuk dibahas dalam tinjauan umum (general perwujudan dari ASEAN centrality yang
review), sehingga tidak menjadi bagian dari pada akhirnya mencerminkan prinsip ASEAN
komitmen yuang mengikat. Dengan adanya Way. Sebagai alternatif sementara dari RCEP,
pengecualian dan norma substantif yang tentunya negara-negara anggota RCEP
tidak mengikat pada beberapa bab, format patut juga untuk mempertimbangkan sarana
pengaturan tersebut menjadikan implementasi penyelesaian sengketa lalui melalui WTO
RCEP tidak adapat diajudikasi. Dalam atau perjanjian lain yang overlapping dengan
konteks perjanjian (mega)regional, fungsi dari RCEP untuk mengatasi ketidakpatuhan dari
penyelesaian sengketa adalah untuk menjamin negara anggota RCEP.
kepatuhan impelementasi perjanjian
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 169
DAFTAR PUSTAKA
Panda, Jagannath P. “Factoring the RCEP and University Discussion Paper Series No.
the TPP: China, India and the Politics 726.
of Regional Integration.” Strategic Creamer, Cosette D. “Between the Letter of
Analysis Vol. 38, No. 1, (2014). doi:10 the Law and the Demands of Politics:
.1080/09700161.2014.863462. Judicial Balancing of Trade Authority
Wilson, Jeffrey D. “Mega-Regional Trade within the WTO.” Harvard University,
Deals in the Asia-Pacific: Choosing https://scholar.harvard.edu/files/
Between the TPP and RCEP?”. Journal cosettecreamer/files/creamer_jls_
of Contemporary Asia Vol. 45, No. 2, v2.pdf.
(2015). Fukunaga, Yoshifumi, and Ikumo Isono.
Wu, Chien-Huei. “ASEAN at the Crossroads: “Taking ASEAN+1 FTAs towards
Trap and Track between CPTPP and the RCEP: A Mapping Study.” ERIA
RCEP,” Journal of International Discussion Paper Series ERIA-DP-
Economic Law Vol. 23, No. 1, (2020). 2013-02. https://www.eria.org/ERIA-
Yu, Peter K. “The RCEP and Trans-Pacific DP-2013-02.
Intellectual Property Norms.” McDougall, R. “Regional Trade Agreement
Vanderbilt Law Review Vol. 50, No. 3, Dispute Settlement Mechanisms:
(2021). Modes, Challenges and Options
Zainuddin, Muhamad Rias K. V., Tamat for Effective Dispute Resolution.”
Sarmidi, and Norlin Khalid. RTAExchange, April 2018. https://
“Sustainable Production, Non-Tariff e15initiative.org/wp-content/
Measures, and Trade Performance in uploads/2015/09/Regional-Dispute-
RCEP Countries.” Sustainability Vol. Settlement-Mechanisms-Robert-
12, No. 23, (2020). doi: https://doi. McDougall-RTA-Exchange-Final.pdf
org/10.3390/su12239969. Petri, Peter A., and Michael G. Plummer.
Makalah “East Asia Decouples from the United
Baldwin, Richard E. “Managing the Noodle States: Trade War, COVID-19, and East
Bowl: The Fragility of East Asian Asia’s New Trade Blocs.” PIIE Working
Regionalism.” ADB Working Paper, Paper, June 2020.
2007. Schill, Stephan W., and Geraldo Vidigal.
Basu Das, Sanchita. “RCEP and TPP: “Reforming Dispute Settlemen in Trade:
Comparisons and Concerns.” ISEAS The Contribution of Mega-Regionals.”
Perspective, 2013. ICTSD Think Piece, April 2018.
Bhagwati, Jagdish. “US Trade Policy: Villanueva, Kevin H.R., and Rosario G.
Infatuation with FTAs.” Columbia Manalo. “ASEAN Consensus: The
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 171
economic-partnership-rcep/
key-outcomes/