Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 26

Volume 16 No 1 (April) 2023 : pp 148-173

e-ISSN:2527-4406
Faculty of Law, Universitas Brawijaya, Malang p-ISSN:0126-0235
Indonesia
https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN


MEGAREGIONAL: REGIONAL COMPREHENSIVE ECONOMIC
PARTNERSHIP (RCEP) AGREEMENT

Rizky Banyualam Permana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia


Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Kampus UI Depok, 16424
Email: rizkybanyualam@ui.ac.id

Disubmit: 01-12-2021 | Direview: 09-01-2023 | Diterima: 24-02-2023

Abstract
In 2020, the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) agreement was signed.
The RCEP Agreement is the largest regional trade agreement in the world in terms of total GDP.
In the Asia-Pacific region, there are various regional and bilateral trade agreements that lead
to not only overlapping of substantive provisions, but also overlapping of dispute settlement
for a. It is important to review the procedural aspects RCEP agreement to as the means to
enforce the rules and commitments in the RCEP for its member countries, especially with
regard to Indonesia. This study concludes that although the RCEP has its own dispute resolution
mechanism procedures, the formulation of the provisions in the RCEP shows compromise of
the negotiation outcome, typical in ASEAN agreements. This would become the hindrance to
the effective implementation and implementation of the agreement.
Keywords: Dispute settlement; RCEP; Trade agreement.

Abstrak
Tahun 2020, perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) telah
ditandatangani. Perjanjian RCEP adalah perjanjian perdagangan regional terbesar di dunia dari
segi total gross domestic product (GDP). Di kawasan Asia Pasifik terdapat berbagai perjanjian
perdagangan regional dan bilateral yang menyebabkan terjadinya tidak hanya tumpang tindih
ketentuan substantif, terjadi pula tumpang tindih dari segi forum penyelesaiannya. Untuk itu
penting untuk meninjau segi prosedural dari perjanjian RCEP ini untuk meninjau penegakan
aturan-aturan dan komitmen dalam RCEP, khususnya yang berkaitan dengan Indonesia.
Hasilnya, meskipun RCEP memiliki prosedur mekanisme penyelesaian sengketanya tersendiri,
perumusan ketentuan-ketentuan dalam RCEP tersebut menunjukkan kompromi dari luaran
negosiasi dalam RCEP, yang tipikal ditemui pada perjanjian-perjanjian ASEAN. Hal ini
berpotensi menghambat pelaksanaan dan implementasi perjanjian yang efektif.
Kata kunci: Penyelesaian sengketa; Perjanjian perdagangan; RCEP.

147 DOI: https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2023.01601.8


148 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

Pendahuluan Regulations and Conformity Assessment); 7)


Aktivitas reformasi dan pembuatan lnstrumen Perlindungan terhadap perdagangan
hukum perdagangan internasional terkini tidak sehat (Trade Remedies); 8) Perdagangan
terjadi melalui ranah perjanjian regional dan Jasa, termasuk bagian tambahan tentang Jasa
bilateral melalui perjanjian dagang regiona/ Keuangan, Telekomunikasi, dan Layanan
preferensial (PTA/RTAs).1 Pada 15 November Profesional (Trade in Services including
2020 lalu, perjanjian Regional Comprehensive Annexes on Financial, Telecommunication
Economic Partnership (RCEP) telah and Professional Services); 9) Pergerakan
diselesaikan dan ditandatangani oleh negara- Manusia (Movement of Natural Persons);
negara anggotanya. Perjanjian RCEP adalah 10) lnvestasi (Investment); 11) Kekayaan
perjanjian perdagangan regional terbesar di lntelektual (Intellectual Property); 12)
dunia dari segi total gross domestic product Perdagangan Online (Electronic Commerce);
(GDP).2 RCEP melibatkan ASEAN beserta 13) Kompetisi (Competition); 14) Usaha
lima negara mitra ASEAN+1 seperti Jepang, Kecil dan Menengah atau UKM (Small
Korea Selatan, Cina, Australia, Selandia and Medium Enterprises); 15) Kerja Sama
Baru. RCEP dibuat sebagai proyek yang Ekonomi dan Teknis (Economic and Technical
menyatukan negara-negara mitra ASEAN, Cooperation); 16) Proses Pengadaan oleh
sehingga ASEAN berperan sebagai pusat Pemerintah (Government Procurement); 17)
daripada penyusunan RCEP ini dengan prinsip Ketentuan Umum dan Pengecualian (General
ASEAN centrality. Provisions and Exceptions); 18) Hukum dan
RCEP terdiri dari dua puluh bab, yakni: Kelembagaan (Institutional Provisions); 19)
bab 1) Ketentuan Awai dan Definisi Umum Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement);
(Initial Provisions and General Definition); dan 20) Ketentuan Akhir (Final Provisions).
2) Perdagangan Barang (Trade in Goods); Pengaturan di RCEP bersifat lebih luas
3) Ketentuan Asal Barang, termasuk bagian daripada pengaturan perdagangan di level
tambahan tentang Aturan Khusus Produk WTO karena mencakup hal-hal yang berkaitan
(Rules of Origin); 4) Prosedur Kepabeanan dan dengan perdagangan (trade-related issues)
Fasilitasi Perdagangan (Customs Procedures yang belum menjadi norma hukum dalam
and Trade Facilitation); 5) Sanitasi dan ketentuan WTO.
Standar Phytosanitary (Sanitary and Dalam literatur telah banyak pembahasan
Phytosanitary Measures); 6) Standar Teknis tentang perjanjian RCEP ini setidaknya sejak
dan Prosedur Penilaian (Standards, Technical tahun 2013, baik itu dari segi hukum ekonomi
3

1 Stephen W. Hartman, “The WTO, the Doha Round Impasse, PTAs, and FTAs/RTAs”, The International Trade
Journal Vol. 27, No. 5, (2017): 411-430, doi: 10.1080/08853908.2013.827903
2 The Economist, “The meaning of RCEP, the world’s biggest trade agreement”, https://www.economist.com/
finance-and-economics/2020/11/15/the-meaning-of-rcep-the-worlds-biggest-trade-agreement.
3 Yoshifumi Fukunaga & Ikumo Isono, “Taking ASEAN+1 FTAs towards the RCEP: A Mapping Study,” ERIA
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 149

internasional,4 ekonomi politik internasional,5 Ketentuan penyelesaian sengketa tersebut


maupun ekonomi internasional.6 Tetapi karena tidak hanya mencakup sengketa perdagangan
penelitian-penelitian tersebut dilakukan tetapi juga penyelesaian sengketa investasi.
pada saat sebelum atau saat berlangsungnya Penyelesaian sengketa perdagangan tersebut
negosiasi, sifat dari penelitian terdahulu adalah termasuk penegakan ketentuan RCEP melalui
studi prediktif. Beberapa penelitian terdahulu upaya hukum perdagangan (trade remedies)
berfokus pada masalah-masalah sektoral seperti penegakan ketentuan antisubsidi,
yang (akan) diatur dalam RCEP. Misalnya, antidumping, maupun tindakan pengamanan
Anuradha membahas spesifik mengenai (safeguard).
liberalisasi perdagangan jasa dalam RCEP.7 Pembahasan khusus tentang penyelesaian
Anuradha melihat bagaimana liberalisasi sengketa sangat perlu dan penting untuk
perdagangan jasa dalam ketentuan ASEAN+ dilakukan. Hal ini karena dalam sistem hukum
yang ada bersifat konservatif dan berisi arah internasional yang sifatnya desentralisasi, salah
liberalisasi yang terbatas, serta mencoba satu upaya penegakan hukum dilakukan melalui
melihat pemetaan bagaimana negosiasi sarana atau mekanisme penyelesaian sengketa
liberalisasi perdagangan jasa akan berlangsung yang terdapat di masing-masing perjanjian
dalam konteks RCEP. Kemudian Peter K. Yu tersebut. Selain itu terdapat isu strategis
membahas mengenai norma perlindungan dalam penyelesaian sengketa perdagangan
kekayaan intelektual yang terkandung dalam dan investasi seperti ruang kebijakan (policy
TPP dan RCEP.8 space) dari suatu negara untuk mengatur, serta
Dibandingkan dengan kedua tulisan praktik-praktik perdagangan yang adil (fair),
tersebut, kajian ini tidaklah membahas serta isu tanggungjawab investor. Untuk itu
RCEP dari segi substansi sektoralnya, tetapi tulisan ini akan menyasar pertanyaan pokok,
kajian ini membahas ketentuan penyelesaian yaitu bagaimanakah pengaturan penyelesaian
sengketa dalam RCEP secara umum. sengketa dalam RCEP dan apa sajakah yang
Discussion Paper Series ERIA-DP-2013-02, (2013), https://www.eria.org/ERIA-DP-2013-02.pdf.
4 Meredith Kolsky Lewis, “The TPP and the RCEP (ASEAN6) as Potential Paths toward Deeper Asian Economic
Integration”, Asian Journal of WTO & International Healthy Law & Policy Vol.8, No. 2, (September 2013):
359; David A. Gantz, “The TPP and RCEP: Mega-Trade Agreements for the Pacific Rim”, Arizona Journal of
International & Comparative Law Vol. 33, No. 1, (2016): 57.
5 Jeffrey D. Wilson, “Mega-Regional Trade Deals in the Asia-Pacific: Choosing Between the TPP and RCEP?”,
Journal of Contemporary Asia Vol. 45, No. 2, (2015): 345-353. Sanchita Basu Das, “RCEP and TPP:
Comparisons and Concerns”, ISEAS Perspective, (2013): 2; Shintaro Hamanaka, “TPP versus RCEP: Control
of Membership and Agenda Setting”, Journal of East Asian Economic Integration Vol. 18, No. 2, (2014):
163-186; Jagannath P. Panda “Factoring the RCEP and the TPP: China, India and the Politics of Regional
Integration,” Strategic Analysis, 38 no. 1 (2014), 49-67, DOI: 10.1080/09700161.2014.863462
6 Yoshifumi Fukunaga & Ikumo Isono, “Taking ASEAN+1 FTAs towards the RCEP: A Mapping Study,” ERIA
Discussion Paper Series ERIA-DP-2013-02, (2013), https://www.eria.org/ERIA-DP-2013-02.pdf.
7 R. V. Anuradha, “Liberalization of Trade in Services under RCEP: Mapping the Key Issues,” Asian Journal of
WTO & International Health Law & Policy 8 (2013): 401.
8 Peter K. Yu, “The RCEP and Trans-Pacific Intellectual Property Norms”, Vanderbilt Journal of Transnational
Law Vol. 50, No. 3, (2017): 673.
150 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

menjadi isu-isu struktural-strategis dalam ke kawasan Asia. Volume perdagangan yang


pengaturan penyelesaian sengketa tersebut. akan didorong melalui perjanjian RCEP
Untuk menyasar pokok bahasan tersebut sekitar $48 miliar USD. 9 Dari segi geopolitik,
tulisan ini membahas dengan metode hukum RCEP juga sangat penting karena selain dari
normatif, dengan pendekatan komparatif yang segi ukuran perjanjian tersebut, perjanjian
melihat mekanisme penyelesaian sengketa ini juga melibatkan negara-negara yang
RCEP dan relasinya dengan penyelesaian mengalami ketegangan geopolitik di kawasan
sengketa di WTO maupun ASEAN dari segi antara lain Cina, Jepang, Korea Selatan,
prosedur, kelembagaan, dan kewenangan dari Filipina. Dari aspek hukum internasional,
mekanisme penyelesaian sengketa di RCEP. RCEP berisi ketentuan-ketentuan dalam
bidang hukum perdagangan internasional
Pembahasan yang progresif. Berdasarkan ketentuan Pasal
XXIV General Agreement on Tariffs and
A. RCEP Dalam Konteks
Trade (GATT) 1994 dan Pasal V General
Penyusunannya
Agreement on Trade in Services (GATS),
Secara Secara ekonomis, RCEP memiliki
anggota WTO diperkenankan untuk membuat
potensi untuk berkontribusi terhadap
perjanjian perdagangan regional, sepanjang
kesejahteraan global dan regional, khususnya
ketentuannya mengatur ketentuan liberalisasi
di kawasan Asia Pasifik. Dalam konteks
lebih jauh daripada ketentuan dalam GATT,
pandemi dan perang dagang yang terjadi
serta sepanjang perjanjian tersebut konsisten
antara Amerika Serikat dengan Cina, RCEP
dengan ketentuan dalam WTO pada
menjadi harapan baru terhadap terciptanya
umumnya.10
peluang-peluang perdagangan yang baru dan
Penyusunan RCEP sebagai perjanjian
pengalihan perdagangan (trade diversion)
9 Peter A. Petri dan Michael G. Plummer, “East Asia Decouples from the United States: Trade War, COVID-19,
and East Asia’s New Trade Blocs”, PIIE Working Paper, June 2020.
10 GATT 1994, Pasal XXIV.5 berbunyi “Accordingly, the provisions of this Agreement shall not prevent, as
between the territories of contracting parties, the formation of a customs union or of a free-trade area or
the adoption of an interim agreement necessary for the formation of a customs union or of a free-trade area;
Provided that:
a with respect to a customs union, or an interim agreement leading to a formation of a customs union, the
duties and other regulations of commerce imposed at the institution of any such union or interim agreement
in respect of trade with contracting parties not parties to such union or agreement shall not on the whole be
higher or more restrictive than the general incidence of the duties and regulations of commerce applicable
in the constituent territories prior to the formation of such union or the adoption of such interim agreement,
as the case may be;
b with respect to a free-trade area, or an interim agreement leading to the formation of a free-trade area, the
duties and other regulations of commerce maintained in each of the constituent territories and applicable at
the formation of such free–trade area or the adoption of such interim agreement to the trade of contracting
parties not included in such area or not parties to such agreement shall not be higher or more restrictive
than the corresponding duties and other regulations of commerce existing in the same constituent territories
prior to the formation of the free-trade area, or interim agreement as the case may be; and
c any interim agreement referred to in subparagraphs (a) and (b) shall include a plan and schedule for the
formation of such a customs union or of such a free-trade area within a reasonable length of time.”
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 151

perdagangan megaregional tidak bisa adalah Treaty of Amity and Cooperation in


dilepaskan dari peranan ASEAN sebagai Southeast Asia (TAC)11 yang memberikan
poros sentral dalam pembentukan RCEP. landasan prinsipil bagaimana perselisihan
Peranan sentral dari ASEAN tersebut internasional di kawasan harus diselesaikan.
membentuk pola umum bagaimana ketentuan TAC juga memformalkan prinsip mendasar
perjanjian RCEP itu terbentuk selama putaran bagi ASEAN untuk menyelesaikan konflik
negosiasi perjanjian tersebut. Pada dasarnya dan perselisihan di antara negara ASEAN,
RCEP merupakan konsolidasi dari perjanjian yakni apa yang lazim disebut dengan “ASEAN
perdagangan/RTA yang melibatkan negara- Way”. Secara garis besar, ASEAN Way pada
negara mitra ASEAN (ASEAN Plus) yang intinya berisi tentang praktik diplomasi dan
telah ada selama ini. Masing-masing perjanjian penyelesaian sengketa di tingkat ASEAN
ASEAN Plus tersebut memiliki tingkatan yang merupakan refleksi dari nilai-nilai
kerja sama perdagangan dan investasi yang musyawarah (consultation) untuk mencapai
berbeda satu sama lainnya. Ketika berbicara mufakat (consensus).12 ASEAN Way ini juga lah
mengenai ASEAN, ASEAN tidak dapat yang akan memengaruhi jalannya bagaimana
dipandang sebagai suatu organisasi regional ASEAN berdiplomasi dan membuat aturan-
yang bersifat monolitik atau tunggal. Terdapat aturan hukum dalam kerangka kelembagaan
perbedaan kepentingan antarnegara anggota ASEAN, termasuk aspek pengaturan dan
ASEAN yang berbeda satu dengan lainnya pelaksanaan penyelesaian sengketa di kawasan
yang menjadi dinamika internal dari proses ASEAN.
pembentukan hukum di ASEAN itu sendiri. Transformasi ASEAN menjadi
Oleh karena itu, meskipun ASEAN memiliki organisasi yang mencakup aspek kerjasama
perjanjian perdagangan yang bersifat ASEAN ekonomi terwujud pada tahun 1992 dengan
Plus, tetapi masing-masing negara anggota disepakatinya ASEAN Common Effective
ASEAN juga dapat memiliki perjanjian Preferential Tariff (CEPT) Scheme dalam
perdagangan yang berbeda dengan mitra kerangka ASEAN Free Trade Area. Perjanjian
eksternal ASEAN secara koeksis. ini memberikan preferensi tarif dan ketentuan
Bila dirunut dari sejarah pembentukannya, penurunan tarif lebih lanjut bagi barang-
ASEAN tidak dibentuk sebagai organisasi barang yang berasal dari kawasan ASEAN.
kerja sama ekonomi, tetapi ASEAN berawal Langkah integrasi ekonomi ini diikuti dengan
dari organisasi keamanan regional yang berdiri pendirian ASEAN FTA, ASEAN Framework
pada tahun 1967 melalui Deklarasi Bangkok. Agreement on Services (1995), ASEAN
Salah satu instrumen hukum ASEAN penting Trade in Goods Agreement (2007), ASEAN
11 Treaty of amity and cooperation in Southeast Asia, Denpasar, Bali, 24 February 1976, UNTS 1025, p.297.
12 Miko Oishi, “Introduction: ASEAN Way of Conflict Management Under Challenge”, dalam Mikio Oishi, eds.
Contemporary Conflicts in Southeast Asia: Towards a New ASEAN Way of Conflict Management (Springer,
2016), hlm. 5.
152 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

Comprehensive Investment Agreement (2009) kewenangan terbatas untuk membentuk


dan yang terakhir adalah ASEAN Trade in instrumen hukum dengan pihak mitra eksternal
Services Agreement (2020). Dengan demikian, ASEAN. Tidak ada bentuk penyerahan
ASEAN melakukan proses integrasi ekonomi kewenangan kompetensi yang diberikan oleh
kawasan dengan progres yang bertahap. negara anggota kepada ASEAN selayaknya di
Di tengah-tengah integrasi regional intra- Uni Eropa.
ASEAN, ASEAN juga menjalin kerjasama Konsekuensi dari format kerja sama
perdagangan dengan mitra ASEAN Plus. antarpemerintah/intergovernmental ini
Beberapa perjanjian perdagangan dan kerja adalah setiap negara anggota ASEAN dapat
sama ekonomi yang terbentuk antara lain mempertahankan kewenangannya untuk
adalah: ASEAN-Australia-New Zealand Free mengadakan kerja sama dengan negara mitra
Trade Area (AANZFTA, 2009); ASEAN-India pihak ketiga secara bilateral. Hasilnya adalah
Framework Agreement on Comprehensive terdapat proliferasi perjanjian perdagangan
Economic Cooperation (2003); ASEAN antara masing-masing negara anggota
– Japan Agreement on Comprehensive ASEAN dengan negara (yang juga) menjadi
Economic Partnership (2008); ASEAN-Korea mitra dari ASEAN itu sendiri. Sebagai contoh,
Framework Agreement on Comprehensive Indonesia memiliki perjanjian perdagangan
Economic Cooperation (2005); ASEAN – China dengan Australia secara bilateral melalui
Framework Agreement on Comprehensive Indonesia – CEPA dan juga melalui ASEAN
Economic Cooperation (2002). dengan AANZFTA. Perjanjian ASEAN Plus
Perlu dicatat bahwa sebelum adanya dengan perjanjian bilateral individu negara
ASEAN Charter (2008), ASEAN tidak ASEAN akan berbeda dari segi ruang lingkup
memiliki personalitas hukum khusus sebagai dan kedalamannya. Perjanjian yang dibentuk
organisasi internasional.13 Dengan demikian, secara bilateral akan menghasilkan kerja sama
secara kelembagaan, kewenangan ASEAN ekonomi yang lebih dalam, dan memiliki
terikat dan terbatas pada praktik keputusan komitmen liberalisasi yang lebih tinggi dan
dari masing-masing negara dalam menjalin kompleks.
kerja sama di tingkat regional. Setelah ASEAN Berbagai perjanjian perdagangan para
Charter disahkan, ASEAN tetap berformat pihaknya saling beririsan di Kawasan Asia
sebagai organisasi antarpemerintah (inter- membuat ketentuan dan komitmen liberalisasi
governmental organisation), serta tidak yang dituju dalam perjanjian tersebut menjadi
berfungsi sebagai entitas supranasional. tumpang tindih. Fenomena tersebut adalah
Dengan demikian ASEAN memiliki apa yang disebut oleh Bhagwati sebagai

13 ASEAN Charter, Art. 3 Legal Personality of ASEAN, “ASEAN, as an intergovernmental-organisation, is


hereby conferred legal personality.”
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 153

spaghetti bowl effect,14 atau dalam konteks aturan perdagangan semakin kompleks
Asia adalah Asian Noodle Bowl effect untuk sehingga menyulitkan sektor usaha untuk
menjelaskan fenomena proliferasi dan dapat langsung memanfaatkan FTA dalam
tumpang-tindihnya FTA di kawasan negara- kegiatan ekspor-impor maupun investasi
negara Asia.15 Keberadaan FTA yang tumpang karena keberadaan aturan yang kompleks dan
tindih justru semakin membuat penerapan tumpang tindih.
Gambar 1. Tumpang tindih negara anggota perjanjian perdagangan regional16

Sumber: Peterson Institute for International Economics, 2017


Dengan kondisi noodle bowl tersebut, dengan perdagangan barang dan jasa saja,
ASEAN dan mitra ASEAN Plus bertujuan tetapi juga mencakup aspek investasi,
untuk mewujudkan suatu perjanjian kerja kekayaan intelektual, persaingan usaha,
sama ekonomi yang “modern, komprehensif, dan juga e-commerce. Salah satu ciri khas
berkualitas tinggi, dan memberikan manfaat dari negosiasi RCEP adalah bahwa afirmasi
mutual” melalui perjanjian RCEP.17 Sebagai tentang adanya “ASEAN Centrality”18 dalam
perjajian kerja sama ekonomi yang bersifat proses negosiasi yang dimulai sejak tahun
komprehensif, RCEP juga tidak hanya 2013. Dengan adanya asas ASEAN Centrality,
mengandung ketentuan-ketentuan terkait negosiasi akan terpusat pada kepentingan dan
14 Richard E. Baldwin, Managing the Noodle Bowl: The Fragility of East Asian Regionalism,” ADB Working
Paper, 2007.
15 Jagdish Bhagwati, “US Trade Policy: Infatuation with FTAs,” Columbia University Discussion Paper Series
No. 726; Jong Woo Kang, “The Noodle Bowl Effect: Stumbling or Building Block?” Asian Development Bank
ADB Working Economics Working Paper Series, No. 446, August 2015.
16 Peterson Institute for International Economics, 2017. Dengan modifikasi dan pembaruan.
17 ASEAN, Australia, China, India, Japan, Korea, New Zealand, “Guiding Principles and Objectives for Negotiating
the Regional Comprehensive Economic Partnership,” https://asean.org/wp-content/uploads/2012/05/RCEP-
Guiding-Principles-public-copy.pdf
18 Ibid., “Negotiations for the RCEP will recognize ASEAN Centrality in the emerging regional economic
aQrchitecture and the interests of ASEAN’s FTA Partners in supporting and contributing to economic integration,
equitable economic development and strengthening economic cooperation among the participating countries.”
154 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

arsitektur hukum ASEAN yang diimbangkan Menurut Fukunaga, prinsip ASEAN


dengan kepentingan dari mitra ASEAN. Centrality dapat dimaknai sebagai fasilitator
Dari segi ekonomi politik internasional, dari proses negosiasi dan juga pendorong dari
konteks penyusunan RCEP tidak dapat substansi perjanjian yang dinegosiasikan.21
dipandang sebagai suatu fenomena yang Pertama, ASEAN telah melakukan fasilitasi
terpisah dari fenomena di kawasan lainnya. Di berbagai putaran negosiasi RCEP. RCEP
awal dekade 2010, mulai muncul fenomena diinisiasi pertama kali melalui ASEAN Summit,
mega-regionalisme di dunia, yakni fenomena dan juga pelaksanaan negosiasi didukung
kerja sama ekonomi yang menghubungkan oleh peranan ASEAN Secretariat. Dengan
dua regional yang berbeda dengan potensi demikian, ASEAN centrality diwujudkan dari
ekonomi yang raksasa. Mega-regionalisme segi fungsi fasilitasi negosiasi RCEP. Salah
tidaklah dimulai dari RCEP. Sejak tahun satu tantangan ASEAN dalam negosiasi
2008, Amerika Serikat melakukan orientasi adalah bagaimana mewujudkan ASEAN
perdagangan ke Asia melalui kerangka centrality secara substantif, dengan hasil
Trans-Pacific Partnership pada tahun 2008.19 negosiasi yang dapat diterima dan memuaskan
Dengan adanya dualisme RCEP dan TPP, mitra ASEAN+6.
terjadi persaingan antara Amerika Serikat Negosiasi RCEP dipimpin oleh Iman
dan Cina yang terwujud. Beberapa komentar Pambagyo,22 Direktur Jenderal Perundingan
menggarisbawahi bahwa sebetulnya TPP Perdagangan Internasional Kementerian
dibentuk sebagai alat untuk menangkal Perdagangan yang bertindak selaku kepala
pengaruh dan dominasi Cina di bidang Trade Negotiating Committee. Ia secara
perdagangan. Di sini lah terdapat peranan konsisten mengawal negosiasi RCEP mulai
ASEAN beserta negara anggota ASEAN untuk dari puataran pertama yang dilaksanakan
menyeimbangkan dua poros yang berbeda pada tahun 2013 hingga penyelesaian pada
di tengah tensi geopolitik tersebut. ASEAN November 2020.23 Dengan tujuang untuk
tepat berada di antara TPP dan RCEP karena konsolidasi FTA mitra ASEAN+6, RCEP
adanya irisan keanggotaan di kedua perjanjian berfungsi untuk mengunci komitmen
tersebut. 20 yang sudah saling diberikan melalui FTA

19 TPP sendiri bermula dari Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement yang diinisiasi pada tahun
2006, mQelibatkan tiga negara RCEP yaitu Singapura, Brunei, Selandia Baru dan Chile.
20 Chien-Huei Wu, “ASEAN at the Crossroads: Trap and Track between CPTPP and RCEP,” Journal of
QInternational Economic Law, 2019.
21 Yoshifumi Fukunaga, “ASEAN’s Leadership in the Regional Comprehensive Economic Partnership,” Asia &
The Pacific Policy Studies 2, no. 1 (2014).
22 Syah Deva Ammurabi, “Negosiator Targetkan RCEP Siap 2020, Selanjutnya Ratifikasi,” Gatra, 22 Oktober
2019, https://www.gatra.com/detail/news/452458/ekonomi/negosiator-targetkan-rcep-siap-2020-selanjutnya-
ratifikasi
23 Deborah K. Elms, “Getting RCEP across the Line”, World Trade Review Vol. 20, No. 3, (2021): 373–80,
doi:10.1017/S1474745620000592, 375.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 155

ASEAN+ masing-masing dan masing-masing memberikan bagi negara Kamboja, Laos,


negara anggota ASEAN tidak memberikan Mynamar, Vietnam (CLMV) dan juga melalui
komitmen liberalisasi yang lebih buruk pembentukan norma-norma yang bersifat soft
sehingga negosiasi diarahkan kepada hasil law dalam instrumen AEC sebagai standar
yang berupa Pareto outcome. Dalam masing- terendah. Norma-norma ini yang kemudian
masing putaran negosiasi, ASEAN centrality dibahas secara progresif dan bertahap dalam
dilakukan dengan cara ASEAN membentuk kerangka AEC. Pendekatan yang serupa pun
kaukus internal sehari sebelum melakukan terwujud dalam putaran-putaran negosiasi
pertemuan dengan pihak mitra ASEAN+.24 RCEP selama ini, sehingga luaran dari
Dengan demikian, masing-masing negara perundingan RCEP menunjukkan terdapat
ASEAN dalam menghadapi mitra ASEAN beberapa norma yang sifatnya tidak mengikat,
memiliki posisi yang relatif sama. Salah satu tetapi lebih berfungsi untuk mengunci
keunggulan dengan sistem kaukus ASEAN komitmen politik masing-masing negara
adalah bahwa ASEAN dapat meningkatkan tanpa adanya akibat hukum yang mengikat
posisi tawarnya vis-à-vis mitra ASEAN Plus yang perlu dilaksanakan oleh negara-negara
lainnya, terutama yang memiliki kekuatan anggota RCEP.
ekonomi jauh di atas negara anggota ASEAN Keragaman keanggotaan RCEP dan
secara individual. dinamika negosiasi di dalamnya menjadikan
Sementara itu, di tingkat ASEAN sendiri adanya varian luaran negosiasi yang bersifat
negosiasi komitmen antarnegara anggota fleksibel. Dalam ketentuan substantif RCEP
ASEAN cenderung dilakukan dengan format terdapat perumusan ketentuan dan komitmen
ASEAN-4 (ASEAN minus four), dan dengan dalam RCEP yang memberikan fleksibilitas
pendekatan lowest common denominator, terhadap negara-negara dalam negosiasi
yakni hasil dari negosiasi cenderung perdagangan barang. Dari segi akses pasar
menghasilkan norma yang memilik tingkat atas barang misalnya, lazimnya dalam FTA
atau derajat terendah yang merupakan satu negara akan menggunakan satu dokumen
refleksi kesamaan kepentingan antarnegara Schedule of Tariff Concession (Schedule)
ASEAN.25 Kedua pendekatan ini diambil yang berisi komitmen reduksi bea masuk atau
mengingat ASEAN terdiri atas negara-negara liberalisasi bea masuk. Satu dokumen tersebut
yang tingkat ekonomi dan kapasitasnya akan berlaku kepada seluruh negara anggota
beragam. Kedua pendekatan tersebut dalam RCEP dan beraku secara most favoured
lingkup pilar ASEAN Economic Community nations (MFN) intra-negara RCEP. Tetapi
(AEC) lazim untuk dilakukan, yakni dengan dalam praktik negosiasi akses pasar RCEP,

24 Elms, loc. cit.


25 Kevin H.R. Villanueva & Rosario G. Manalo, “ASEAN Consensus: The Intangible Heritage of Southeast
Asian Diplomacy,” ERIA, https://www.eria.org/ASEAN_at_50_4A.6_Villanueva_final.pdf, 88.
156 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

satu negara RCEP dapat membuat beberapa Procedures (STRACAP), atau dalam rezim
dokumen schedule sekaligus yang ditujukan hukum WTO dikenal sebagai Technical
kepada negara mitra yang berbeda-beda. Barriers to Trade (TBT). Penggunaan
Praktik ini dilakukan oleh China, Indonesia, nomenklatur STRACAP sebagai nama bab
Korea Selatan, Filipina dan Vietnam. Misalnya, tersebut dibandingkan dengan dengan TBT
Indonesia dalm komitmen Annex 1 memiliki menunjukkan sentralitas ASEAN yang lebih
lima jenis schedule. Schedule yang pertama familiar dengan nomenklatur STRACAP untuk
berlaku kepada negara-negara ASEAN, mengatur TBT dalam berbagai FTA ASEAN.27
sementara Indonesia membuat dokumen Kemudian selain isu standardisasi produk,
khusus untuk Australia, Jepang, Korea, Cina pengaturan NTMs yang berupa regulasi
dan Selandia Baru secara terpisah. perlindungan terkait kesehatan dan nyawa
Konsekuensi dari fleksibiltias atas hewan, tumbuhan, dan manusia dilindungi
akses pasar bagi barang ini berarti bahwa melalui bab Sanitary and Phytosanitary
meskipun RCEP mengatur liberalisasi suatu Measures (SPS). NTMs menjadi isu krusial
komoditi atau produk, bisa jadi komoiditi bagi negara-negara RCEP, khususnya negara-
tersebut mendapatkan perlakuan tarif yang negara ASEAN, namun demikian dalam
berbeda bergantung arus asal dan tujuan Bab 5 (SPS) maupun Bab 6 (STRACAP)
barang tersebut. Hal ini sesuai dengan tinkgat diatur bahwa keberlakuan bab penyelesaian
liberalisasi dalam Schedule yang ditentukang sengketa dikecualikan (waiver). Akibatnya
masing-masing negara anggota RCEP, adalah dalam hal terdapat dugaan pelanggaran
meskipun produk tersebut diperdagangkan komitmen SPS maupun STRACAP oleh
intra-RCEP. negara anggota RCEP, dugaan tersebut tidak
Kemudian terdapat isu dalam perdagangan dapat ajudikasi melalui bab penyelesaian
barang dalam konteks RCEP adalah terkait sengketa.
dengan penerapan non-tariff measures Meskipun digadang-gadang sebagai
(NTMs) oleh negara-negara anggota RCEP. perjanjian yang komprehensif dari segi
Di tingkat ASEAN sendiri, isu NTMs yang cakupan pengaturannya dan keanggotannya,
bersifat proteksi merupakan isu tersendiri bila ditelisik lebih lanjut secara substantif
yang telah dikaji secara mendalam yang sulit ketentuan RCEP sebagian besar hanya
untuk diselesaikan.26 Hambatan perdagangan mengafirmasi ketentuan-ketentuan dalam
yang bersifat NTMs beberapanya diatur dalam WTO dan sebagian norma dalam RCEP
RCEP melalui bab Standards, Technical tidak memiliki bentuk kewajiban yang
Regulations, and Conformity Assessment mengikat. Misalnya saja, dalam ketentuan

26 Muhamad Rias K. V. Zainuddin, Tamat Sarmidi, dan Norlin Khalid, “Sustainable Production, Non-Tariff
Measures, and Trade Performance in RCEP Countries,” Sustainability (2020): doi:10.3390/su12239969.
27 Elms, loc. cit.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 157

trade remedies, untuk pemberlakuan komitmen politik untuk saat ini kemudian
tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan untuk melakukan negosiasi di masa depan
(countervailing measures) dilakukan menurut terkait isu-isu yang tersisa, dan negosiasi
ketentuan dari Pasal VI GATT, Anti-dumping akan berlangsung secara progresif melalui
Agreement, dan Subsidy and Countervailing General Review dengan pendekatan seperti
Measures Agreement, tanpa menjabarkan atau ini negara-negara dalam negosiasi RCEP
mengatur ketentuan pelaksanaan lebih rinci dapat dengan segera melakukan finalisasi teks
khusus untuk RCEP. akhir tanpa harus mencapai tahap conclusion
Dalam beberapa bab dalam RCEP terdapat untuk menciptakan norma liberalisasi yang
ketentuan yang yang bersifat tidak mengikat. mengikat.
Pengaturan di dalam bab tersebut tidak Salah satu fenomena yang menarik yang
berisi kewajiban yang berimplikasi hukum, terjadi pada fase akhir negosiasi RCEP adalah
tetapi hanya mengunci komitmen politik. penarikan diri India dari negosiasi RCEP.
Sebagai contoh, Bab 16 tentang Pengadaan India sebelumnya telah berpartisipasi pada
Pemerintah (Government Procurement), seluruh putaran negosiasi sejak tahun 2013.
tidak terdapat kewajiban apapun kecuali Namun demikian, Perdana Menteri Narendra
kewajiban transparansi, dan bab tersebut Modi pada akhirnya mengumumkan bahwa
mengandung prinsip-prinsip dasar, tanpa India menarik diri dari proses negosiasi RCEP
mengandung kewajiban nondiskriminasi di tahap akhir. Penjelasan dan naratif umum
dan lainnya sebagaimana Government yang disampaikan pada publik adalah bahwa
Procurement Agreement di WTO.28 Dengan konstituensi domestik Modi di India tidak
demikian, ketiadaan norma yang mengikat mendukung untuk India menjadi bagian dari
dalam beberapa bab menunjukkan bahwa RCEP. ASEAN, pada akhirnya, mengundang
masih terdapat ketidaksamaan posisi India secara khusus untuk mencapai titik temu
antarnegara RCEP dalam proses negosiasi mengenai hasil negosiasi yang tidak dapat
untuk membentuk aturan yang mengikat diterima oleh India dan melihat terdapat opsi
dan komitmen liberalisasi di tingkat WTO+. untuk membuka pintu terhadap India. Namun
Namun demikian, klausul General Review demikian, delegasi India tidak memenuhi
dalam berbagai bab substantif RCEP undangan tersebut.29 Pada akhirnya, negara
menghendaki adanya proses negosiasi lanjutan anggota RCEP kemudian masih membuka
ketika RCEP telah entry into force. Negara- pintu untuk India, dengan pengaturan bahwa
negara RCEP bersepakat untuk mengunci ketika nantinya India akan mengaksesi RCEP
28 Sebagai contoh, Bab Pengadaan Pemerintah mengatur bahwa “Art. 16.3. The Parties recognise the role of
government procurement in furthering the economic integration of the region so as to promote growth and
employment. Where government procurement is expressly open to international competition, each Party, to the
extent possible and as appropriate, shall conduct its government procurement in accordance with generally
accepted government procurement principles as applied by that Party.”
29 Elms, op. cit., 379.
158 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

keikutsertaan India dianggap sebagai original untuk menguji komitmen dalam FTA. Dalam
negotiating State.30 RCEP, ketentuan penyelesaian sengketa diatur
Walaupun dalam beberapa bagian teks dalam Bab 19 tentang Dispute Settlement.
RCEP tersebut terdapat isu-isu yang belum Dalam bab tersebut terdapat dua jenis
dapat diselesaikan dalam forum negosiasi, penyelesaian sengketa dalam RCEP, yakni
negara-negara negosiator RCEP telah penyelesaian sengketa perdagangan (trade
bersepakat untuk mempercepat penyelesaian dispute settlement) dan penyelelsaian sengketa
RCEP pada tahun 2020. Akhirnya, teks akhir investasi (investment dispute settlement).
RCEP telah disetujui dan ditandatangani secara Masing-masing mekanisme peneyelesaian
daring pada 15 November 2021. Di tengah sengketa tersebut terdapat ruang lingkup dan
dunia yang menghadapi pandemi Covid-19, kewenangan yang berbeda yang berbeda.
RCEP digadang-gadang sebagai perjanjian Dalam mekanisme penyelesaian sengketa
penting yang dapat membawa dampak positif investasi, RCEP hanya mengatur penyelesaian
atas perbaikan ekonomi pascapandemi, sengketa antarnegara dan tidak mengatur
khususnya di kawasan Asia.31 tentang penyelesaian sengketa antara negara
dengan investor yang lazim ditemui dalam FTA
B. Penyelesaian Sengketa Dalam maupun perjanjian investasi internasional yang
RCEP mengatur tentang perlindungan investasi.33
Schill & Vidigal32 menjelasksan bahwa Penyelesaian sengketa perdagangan di
pada dasarnya tujuan umum mengapa RCEP dilakukan dengan metode penyelesaian
perjanjian perdagangan (mega)regional sengketa melalui Panel sebagaimana dapat
memiliki ketentuan penyelesaian sengketa ditemukan dalam mekansime di WTO.
tersendiri yaitu untuk menjamin kepatuhan Tetapi mekanisme penyelesaian sengekta
dari para pihak untuk menaati ketentuan perdagangan dalam RCEP tidak memiliki
substantif yang telah disepakati. Alasan tahapan banding. Bila dijumlah, jangka
kepatuhan tersebut menjadikan aturan- waktu proses penyelesaian sengketa melalui
aturan penyelesaian sengketa di perjanjian RCEP, apabila menempuh semua prosedur
perdagangan modern sangat lazim untuk yang ada, adalah 1145 hari atau sekitar 37
ditemui meskipun ketentuan penyelesaian bulan. Secara relatif, penyelesaian sengketa di
sengketa pada dasarnya dapat dipergunakan RCEP berlangsung cukup lama dibandingkan

30 Footnote 2, Chapter 20 – Final Provisions, “Notwithstanding this sentence, this Agreement shall be open for
accession by India, as an original negotiating State, from the date of entry into force of this Agreement.”
31 ASEAN, Australia, China, Japan, Korea dan New Zealand, “Joint Leader’s Statement on the
Regional Comprehensive Economic Partnersip,” 15 November 2021, https://www.meti.go.jp/pre
ss/2020/11/20201115001/20201115001-1.pdf
32 Stephan W. Schill & Geraldo Vidigal, “Reforming Dispute Settlemen in Trade: The Contribution of Mega-
Regionals,” ICTSD Think Piece, April 2018.
33 Bandingkan dengan CPTPP
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 159

dengan mekanisme penyelesaian sengketa di kelembagaan dan penyelesaian sengketa


WTO34 dan ASEAN35 yang notabene memiliki WTO yang terjadi saat ini, penyelesaian
prosedur banding dan dapat berlangsung dalam sengketa di WTO sering kali mengalami
dua tahapan. Meskipun dalam Bab 19 telah keterlambatan karena adanya overload
ditentukan mengenai jangka waktu prosedur kasus.37 Keterlambatan tersebut jauh melebihi
penyelesaian sengketa, dalam bab yang sama apa yang telah ditetapkan dalam Dispute
pula terdapat klausul yang memungkinkan Settlement Understanding, dan pada akhirnya
negara yang bersengketa untuk melakukan memengaruhi prosedur penyelesaian sengketa
modifikasi terhadap jangka waktunya, secara riil. Terlebih lagi, saat ini di WTO
sepanjang tidak mengganggu kepentingan dari pun secara institusional prosedur banding
pihak ketiga.36 Ketentuan ini tidak membatasi tidak dapat ditempuh oleh para pihak karena
apakah modifikasi tersebut kemudian kekosongan anggota Appellate Body. Hal
mempersingkat atau memperpanjang dari tersebut memungkinkan ketidakpastian hukum
keseluruhan proses yang sudah ditetapkan. karena pihak yang kalah dalam sengketa di
Dengan demikian, para pihak dalam sengketa WTO dapat melakukan banding sementara
memiliki fleksibilitas penuh untuk menentukan tidak ada yang lembaga yang secara de facto
jangka waktu penyelesaian sengekta yang memeriksa banding tersebut atau appeal into
dikehendaki, pada dasarnya. the void.38 Sehingga, bila mempertimbangkan
Apabila dibandingkan dengan mekanisme posisi overload kasus dan keterlambatan
penyelesaian sengketa di WTO, prosedur penyelesaian sengketa di WTO, secara relatif,
melalui Bab 19 RCEP secara relatif dapat penyelesaian sengketa di RCEP memiliki
berlangsung lebih lama. Namun demikian, keunggulan tersendiri dan dapat menjadi
pada kenyataannya di tengah konteks krisis pilihan forum bagi negara-negara RCEP.

34 World Trade Organization, “Dispute Settlement Understanding (DSU)”, https://www.wto.org/english/tratop_e/


dispu_e/dsu_e.htm, accessed January 31, 2023.
35 ASEAN, ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism, Manila, 20 December 2019.
36 RCEP, Pasal. 19.8.5. “Any period of time provided in this Chapter may be modified by agreement of the Parties
to the dispute provided that any modification shall be without prejudice to the rights of the Third Parties
provided in Article 19.10 (Third Parties).”
37 Meskipun WTO DSU mensyaratkan maksimum 1310 hari untuk seluruh sengketa hingga retaliasi, pada
kenyataannya hampir seluruh proses penyelesaian sengekta di WTO membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan apa yang tertulis dan diatur dalam DSU. Sebagai contoh, US – Large Civil Airacft (Boeing)
dan EU – Large Civil Aircraft (Airbus) adalah salah satu terpanjang dalam sejarah WTO, membutuhkan waktu
15-16 tahun untuk selesai. Lihat R. McDougall, “Regional Trade Agreement Dispute Settlement Mechanisms:
Modes, Challenges and Options for Effective Dispute Resolution,” RTAExchange, April 2018 https://
e15initiative.org/wp-content/uploads/2015/09/Regional-Dispute-Settlement-Mechanisms-Robert-McDougall-
RTA-Exchange-Final.pdf
38 Simon Lester, “Do Appeals Have To Go into the “Void”” International Economic Law and Policy Blog, 6
September 2022, https://ielp.worldtradelaw.net/2022/09/do-appeals-have-to-go-into-the-void.html
160 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

Tabel 1. Perbandingan Lama Proses Penyelesaian Sengketa di WTO


Jangka waktu maksimum
Tahapan
RCEP Chapter 19 WTO DSU EDSM 2019
Konsultasi 60 hari 60 hari 60 hari
30 hari (bila
65 hari (bila merujuk ke
Pemilihan panel 30 hari merujuk Sekjen
DG-WTO)
ASEAN)
Tahapan panel 180 hari (6 bulan) 270 hari (9 bulan) 6 bulan
Adopsi laporan panel - 60 hari 30 hari
90 hari (bila 90 hari (bila
Penentuan reasonable 120 hari (bila merujuk ke
merujuk ke merujuk ke
period of time panel)
arbitrase) arbitrase)
Implementasi 450 hari (15 bulan) 450 hari (15 bulan) 450 hari (15 bulan)
Tahap banding - 90 hari 90 hari
Adopsi laporan banding 30 hari 30 hari
90 hari (+90
hari bila laporan 90 hari (+90 hari
AB diuji bila laporan panel
Compliance review 150 hari
implementasinya diuji di tingkat
melalui Pasal banding)
21.5)
Negosiasi untuk mutually
acceptable compensation 60 hari 20 hari 60 hari
dan retaliasi
Panel retaliasi 60 hari 30 hari 60 hari
Total 1145 hari 1310 hari 1260 hari

Adapun berdasarkan kompetensi melalui sarana penyelesaian sengketa. Hal ini


substantifnya (ratione materiae), Sengketa karena negara-negara RCEP telah membuat
yang dapat diajukan melalui prosedur Chapter ketentuan yang membatasi keberlakuan
19 adalah sengketa tentang interpretasi prosedur penyelesaian sengketa atas bab
dan penerapan dari perjanjian RCEP, serta substantif dalam RCEP, dengan mengecualikan
kesesuaian penerapan ketentuan RCEP oleh bab-bab tertentu secara eksplisit. Dengan
negara anggotanya. Namun demikian, secara demikian, bilamana terdapat tindakan negara
eksplisit negara RCEP tidak menghendaki anggota RCEP yang berpotensi menjadi
non-violation complaint.39 tindakan yang tidak patuh (non-compliance)
Perlu diperhatikan bahwa dari di antara atas komitmen RCEP, tidak seluruh Tindakan
keseluruhan substantif RCEP, tidak seluruh tersebut dapat diuji berdasarkan mekanisme
bagian substantif dari perjanjian RCEP dapat Bab 19. Hal ini karena adanya pembatasan
diuji interpretasi maupun penerapannya atau pengecualian (exemption/caveat) dalam

39 RCEP, Pasal 19.3


Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 161

masing-masing bab substantifnya. sebelum pembentukan Panel, para pihak


Beberapa ketentuan yang dikecualikan yang bersengketa wajib menempuh tahapan
dari penyelesaian sengketa antara lain adalah konsultasi terlebih dahulu. Panel baru
tentang tindakan Sanitary & Phytosanitary dapat dibentuk apabila konsultasi gagal
atau SPS (Pasal 5.17.1),40 Standard, Technical menyelesaikan masalah yang ada, atau pihak
Regulation and Conformity Assessment yang menjadi terkomplain tidak memberikan
Procedure/STRACAP (Pasal 6.14),41 tindakan respon.49 Panel yang memeriksa sengketa pada
imbalan dan anti dumping/countervailing asasnya terdiri atas tiga orang panelis, kecuali
& anti-dumping measures, (Pasal 7.16);42 disepakati lain oleh para pihak. Pemilihan
perpindahan sementara pribadi kodrati/ panel diserahkan berdasarkan persetujuan
temporary movement of natural persons (Pasal para pihak dengan mempertimbangkan aspek
9.9);43 e-commerce (Pasal 12.17);44 persaingan faktual, teknis, dan juga hukum. Apabila
usaha (Pasal 13.9);45 usaha kecil dan keseluruhan panelis tidak dapat disetujui,
menengah (Pasal 14.5);46 kerjasama teknis dan maka prosedur yang berlaku adalah masing-
ekonomi (Pasal 15.7)47 dan tentang pengadaan masing penggugat dan tergugat memilih
Pemerintah/Government Procurement (Pasal panelis. Sementara panelis ketiga sebagai
16.8).48 Sehingga, bilamana terdapat tindakan ketua panelis dipilih berdasarkan kesepakatan
negara yang dianggap tidak sesuai dengan para pihak. Apabila para pihak tidak memilih
ketentuan bab tersebut, negara yang merasa panelis, Direktur Jenderal WTO, namun
keberatan atas tindakan negara RCEP lainnya apabila Dirjen WTO tidak bersedia, Sekretaris
tidak dapat menggugat tindakan tersebut Jenderal dari Mahkamah Arbitrase Permanen
melalui mekanisme Bab 19. (Permanent Court of Arbitration) memiliki
Bab 19 mengatur bahwa pada dasarnya kewenangan untuk menentukan panelis
40 “Chapter 19 (Dispute Settlement) shall not apply to this Chapter at the entry into force of this Agreement.”
41 “Chapter 19 (Dispute Settlement) shall not apply to any matter arising under this Chapter at the entry into
force of this Agreement, and this nonapplication shall be subject to a review by the Parties two years after the
date of entry into force of this Agreement.”
42 “No Party shall have recourse to dispute settlement under Chapter 19 (Dispute Settlement) for any matter
arising under this Section or Annex
7A (Practices Relating to Anti-Dumping and Countervailing Duty Proceedings). The applicability of dispute
settlement to this Section will be subject to review in accordance with Article 20.8 (General Review).”
43 “No Party shall have recourse to dispute settlement under Chapter 19 (Dispute Settlement) regarding a refusal
to grant temporary entry unless: (a) the matter involves a pattern of practice; and (b) the natural persons
affected have exhausted all available administrative remedies regarding the particular matter.”
44 “3. No Party shall have recourse to dispute settlement under Chapter
19 (Dispute Settlement) for any matter arising under this Chapter”
45 “No Party shall have recourse to dispute settlement under Chapter 19 (Dispute Settlement) for any matter
arising under this Chapter.”
46 “Dispute settlement mechanisms in this Agreement shall not apply to any matter arising under this Chapter.”
47 “Dispute settlement mechanisms in this Agreement shall not apply to any matter arising under this Chapter.”
48 “Dispute settlement mechanisms in this Agreement shall not apply to any
matter arising under this Chapter”
49 RCEP, Pasal 19.8
162 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

yang tersisa (appointing authority). Selain dari tumpeng tindih forum tersebut perumus
penyelesaian sengketa melalui mekanisme Bab 19 telah mencantumkan klausul pilihan
panel, Bab 19 juga mengatur penyelesaian forum yang akan eksklusif atau fork-in-the
sengketa secara alternatif yakni melalui jasa- road clause bilamana penyelesaian sengketa
jasa baik (good offices), konsiliasi, maupun melalui Bab 19 yang dipilih.51
mediasi, meskipun Bab 19 tidak secara rinci Pada hakikatnya, setiap perjanjian
mengatur aspek prosedural yang berlaku perdagangan regional membutuhkan
dalam hal para pihak memilih mekanisme konsistensi pelaksanaannya dengan aturan-
alternatif.50 aturan WTO. Hal ini mengingat bahwa dasar
Dalam bagian sebelumnya telah dijelaskan pendirian dari masing-masing perjanjian
terdapat hubungan RCEP dengan perjanjian perdagangan regional tersebut diatur dalam
perdagangan regional/bilateral lainnya, ketentuan WTO.52 Mekanisme penyelesaian
sehingga dapat terjadi tumpang tindih aturan sengketa dalam RCEP pun memiliki hubungan
perdagangan di kawasan. Mengingat masing- erat dan sistematis dengan penyelesaian
masing perjanjian di Kawasan tersebut sengketa di WTO. Dalam hukum internasional
terdapat aturan penyelesaian sengketa umum pada asasnya tidak berlaku asas
masing-masing, tumpeng tindih keberlakuan preseden, dan putusan yudisial maupun quasi-
forum penyelesaian sengketa pun menjadi yudisial atas suatu sengketa tidak memiliki
situasi yang menjadi persoalan hukum. kekuatan hukum mengikat bagi sengkta
Kondisi tumpeng tindih atau noodle bowl ini lainnya.53 Namun demikian, dalam ketentuan
juga berimplikasi pada berlimpahnya pilihan Bab 19, laporan-laporan yang dihasilkan
forum penyelesaian sengketa bagi negara- Panel WTO dan Appellate Body WTO wajib
negara anggota RCEP untuk melakukan dipertimbangkan sebagai sumber interpretasi
komplain atas tindakan negara yang dianggap ketentuan dalam RCEP. Akan tetapi temuan
merugikan dan berlawanan dengan komitmen hukum oleh Panel RCEP tidak boleh menambah
dalam masing-masing perjanjian. Untuk maupun mengurangi hak dan kewajiban yang
mengantisipasi persoalan hukum yang timbul tercantum dalam perjanjian RCEP. Kewajiban

50 RCEP, Pasal 19.7


51 Perhatikan Pasal 19.5 berikut: “Where a dispute concerns substantially equivalent rights and obligations under
this Agreement and another international trade or investment agreement to which the Parties to the dispute are
party, the Complaining Party may select the forum in which to settle the dispute and that forum shall be used
to the exclusion of other fora.
For the purposes of this Article, the Complaining Party shall be deemed to have selected the forum in which
to settle the dispute when it has requested the establishment of a panel pursuant to paragraph 1 of Article 19.8
(Request for Establishment of a Panel) or requested the establishment of, or referred a matter to, a dispute
settlement panel or tribunal under another international trade or investment agreement.” (cetak tebal dari
penulis).
52 Lihat Pasal XIV GATT dan Pasal V GATS.
53 Harlan Grant Cohen, “Theorizing Precedent in International Law,” dalam Andrea Bianchi, Daniel Peat, and
Matthew Windsor (eds), Interpretation in International Law (Oxford, 2015), hlm. 268.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 163

bagi para panelis penyelesaian sengekta RCEP Dalam hal sengketa berkaitan dengan barang-
adalah ‘wajib mempertimbangkan’ dengan barang mudah rusak (perishable goods), maka
demikian perumusan klausul tersebut tidak maksimum jangka waktu penerbitan laporan
menimbulkan akibat hukum eksternal yang antara adalah 90 hari.55 Laporan panel tersebut
bersumber dari laporan Panel/Appellate Body bersifat final dan mengikat dan tidak terdapat
WTO. mekanisme banding. Sehingga, tanpa adanya
Salah satu fitur penting dalam bab proses adopsi laporan panel seperti di WTO
penyelesaian sengketa oleh RCEP adalah DSB, laporan panel serta merta mengikat
adanya klausul special & differential treatment, bagi pihak yang bersengketa. Dalam hal
yang berlaku di negara-negara terbelakang laporan tersebut mengharuskan implementasi
(least developed countries) di RCEP, yakni di tingkat domestik, pihak tergugat wajib
Kamboja, Laos, dan Myanmar. SD&T tersebut melakukan notifikasi daripada pihak penggugat
diatur dalam bentuk kewajiban due restraint. terkait rencana pengimplementasiannya.
Yakni, dalam hal terdapat pelanggaran yang Implementasi tersebut bergantung kepada
dilakukan oleh tindakan yang dilakukan jangka waktu yang layak atau reasonable
oleh LDCs, pihak complainant memiliki period of time. Di mana jangka waktu tersebut
kewajiban untuk menahan diri (due restraint) yang bergantung dari usulan pihak yang kalah
untuk menginisiasi prosedur penyelesaian dan ditentukan berdasarkan persetujuan dari
sengketa.54 Namun demikian, due restraint pihak penggugat. Dalam hal penggugat dan
tersebut pada dasarnya tidak membatasi secara tergugat tidak dapat menyepakati reasonable
tegas atau melarang penggunaan mekansime period of time, maka ketua panelis akan
penyelesaian sengketa oleh negara-negara menentukan jangka waktu implementasi,
RCEP terhadap tindakan yang diambil oleh namun pada asasnya implementasi tersebut
negara-negara RCEP yang merupakan negara tidak dapat melebihi 15 bulan.56
LDCs. Bilamana para pihak tidak sepakat bahwa
Panel RCEP berkewajiban untuk implementasi laporan yang dilakukan belumlah
mengeluarkan laporan antara (interim report) sesuai dengan temuan dari laporan tersebut,
dalam waktu 150 hari sejak panel dibentuk, para pihak dapat mengajukan mekanisme
sementara laporan akhir (final report) dalam tinjauan ulang atas kepatuhan (compliance
waktu 30 hari sejak laporan antara diserahkan review). Dalam ketentuan Pasal 19.16 tidak
kepada para pihak. Dengan demikian jumlah ditentukan secara spesifik apakah Compliance
sengketa tahapan panel adalah 180 hari. Review Panel ini adalah panel yang sama

54 RCEP, Pasal 19.18, “In this regard, Parties shall exercise due restraint in raising matters under these procedures
involving a Least Developed Country Party.”
55 RCEP, Pasal 19.14
56 RCEP, Pasal 19.15.
164 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

sekali baru, atau terdiri atas panelis yang deadlock pemilihan panelis. Appointing
lama. Namun secara praktik, penyelesaiasn authority ini pada dasarnya diadopsi dari
sengketa di WTO cenderung mengatur bahwa UNCITRAL Arbitration Rules. Kemudian, dari
Compliance Review Panel sebisa mungkin karakteristiknya laporan panel berdasarkan
adalah panel di tingkat pertama.57 Kemudian, RCEP bersifat final & binding. Sementara
apabila pihak yang kalah tidak mematuhi berdasarkan sistem penyelesaian sengketa di
kewajiban impelementasi laporan panel, WTO, secara sifatnya laporan panel bukanlah
maka pihak penggugat dapat mengajukan dokumen hukum melainkan dokumen teknis
penangguhan konsesi atau kewajiban lainnya sehingga nomenklaturnya adalah ‘laporan/
terhadap pihak yang kalah, atau disebut juga report’ bukan ‘putusan/judgment/award’.
sebagai prosedur retaliasi.58 Berbeda dengan Sehingga untuk mendapatkan daya ikat
retaliasi di WTO yang harus disetujui oleh dari dokumen tersebut, dokumen laporan
DSB secara konsensus terbalik (negative haruslah diadopsi oleh seluruh anggota WTO
consensus), persetujuan retaliasi dalam RCEP via melalui pertemuan Dispute Settlement
diberikan oleh panel aslinya, berdasarkan Body.60 Panel RCEP juga memiliki otoritas
hasil asesmennya. Prosedur asesmen retaliasi yang sangat besar, dari mulai menyelesaikan
oleh panel ini untuk meninjau keseimbangan sengketa, memberikan rekomendasi untuk
tindakan retaliasi yang diambil dengan implementasi, melakukan tinjauan ulang atas
komitmen yang dilanggar, dan wajib implementasi, hingga menyetujui retaliasi.
dilaksanakan dalam waktu 45 hari.59 Sehingga, meskipun dalam penyelesaian
Secara umum, prosedur penyelesaian sengketa RCEP menggunakan sistem panel,
sengketa berdasarkan Chapter 19 mengadopsi namun pada karakteristiknya terdapat
sistem panel yang dikenal dalam WTO. Namun percampuran dengan konsep dan karakteristik
demikian, terdapat ketentuan-ketentuan yang dari arbitrase.
sifatnya teknis tetapi sebetulnya diadopsi
C. Isu-isu Kritis Dalam Penyelesaian
dari model arbitrase. Pertama, terkait dengan
Sengketa RCEP
pemilihan panelis, Dirjen WTO dan Sekjen
Dalam bagian sebelumnya telah dibahas
PCA masing-masing memiliki peranan sebagai
dalam penyusunan RCEP masih terdapat
appointing authority dalam hal terjadinya

57 RCEP, Pasal 21.5 Dispute Sttlement Understanding: “Where there is disagreement as to the existence or
consistency with a covered agreement of measures taken to comply with the recommendations and rulings such
dispute shall be decided through recourse to these dispute settlement procedures, including wherever possible
resort to the original panel.”
58 Pasal 19.17. Namun demikian ketentuan pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa mekanisme
retaliasi merupakan mekanisme yang tidak dianjurkan (“however, neither compensation nor the suspension of
concessions or other obligations is preferred”).
59 RCEP, Pasal 19.17.9.
60 Cosette D. Creamer,” Between the Letter of the Law and the Demands of Politics: Judicial Balancing of Trade
Authority within the WTO,” https://scholar.harvard.edu/files/cosettecreamer/files/creamer_jls_v2.pdf
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 165

isu-isu kritis yang menjadi tantangan dalam untuk menyesuaikan ketentuan hukumnya
implementasi RCEP yang diawali pada tahun agar sesuai dengan komitmen RCEP. Di sisi
2022. Beberapa persoalan terkait penyelesaian lain tinjauan ulang atas implementasi juga
sengketa di mencakup: 1) pengecualian akan bergantung pada hasil review yang akan
pemberlakuan penyelesaian sengketa dalam dilakukan pada tahun 2024, sehingga tidak
bab-bab RCEP; 2) ketidakjelasan proses ada jaminan mengikat bahwa mekanisme Bab
pemastian kepatuhan melalui penyelesaian 19 berlaku secara definitif di waktu tertentu
sengketa; dan 3) ketiadaan penyelesaian untuk keseluruhan komitmen RCEP.
sengketa investor dengan negara. Terdapat potensi ketidakefektifan dari
Dalam RCEP terdapat ketentuan pelaksanaan komitmen RCEP itu sendiri karena
substantif yang didraft dengan kalimat arsitektur penyelesaian sengketa yang bersifat
yang menghasilkan norma yang bersifat ‘lunak’. Dengan demikian, untuk menyasar
tidak mengikat (hortatory), dan juga juga tindakan-tindakan negara RECP yang tidak
terdapat pengecualian (exemption) beberapa sesuai dengan komitmen RCEP, sektor
bab substantif dari keberlakuan prosedur industri dan Pemerintah yang terpengaruh dari
penyelesaian sengketa. Terdapat terdapat kebijakan yang diambil oleh negara-negara
sembilan bab yang implementasinya tidak RCEP harus melihat alternatif di luar RCEP
dapat diuji melalui penyelesaian sengketa. itu sendiri. Sebagai ilustrasi, komitmen tarif
Padahal dari segi postur perjanjian RCEP dalam RCEP sudah sedemikian rendahnya
sendiri, terdapat 20 bab, di mana 16 bab di sehingga proteksi melalui tarif dipandang
antaranya merupakan ketentuan substantif. tidak efektif bagi negara-negara yang ada.
Sehingga, dari perbandingan angka ini dapat Terdapat kecenderungan negara-negara
dilihat bahwa lebih dari setengah ketentuan RCEP untuk menerapkan hambatan nontariff
substantif RCEP bersifat non-enforceable seperti tindakan sanitary & phytosanitary
melalui penyelesaian sengketa. Pengecualian maupun tindakan yang sifatnya hambatan
bab substantif RCEP dari keberlakuan prosedur teknis (TBT). Sementara itu, tindakan SPS &
penyelesaian sengekta disebutkan secara TBT merupakan cakupan yang dikecualikan
eksplisit dalam masing-masing bab substantif dari prosedur penyelesaian sengketa RCEP.
bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat Dengan demikian penegakan atas komitmen
temporer. Dalam jangka waktu dua tahun RCEP harus disalurkan ke tingkat WTO,
setelah entry into force, pengecualian tersebut dengan aturan WTO yang ada.
harus ditinjau ulang.61 Pengecualian ini dapat Toohey62 dalam melihat ketentuan
dipandang sebagai jangka tenggang (grace penyelesaian sengketa (CP)TPP, berargumen
period) terhadap para negara anggota RCEP bahwa kemungkinan besar dalam konteks (CP)
61 Pasal 5.17.1; Pasal 6.14.
62 Lisa Toohey, “Dispute Settlement in the TPP and the WTO: Which Way Will Asian TPP Members Turn?,”
166 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

TPP negara-negara akan merujuk ke forum bersengketa itu sendiri. Dalam ketentuan Bab
penyelesaian sengketa multialteral di WTO Ketentuan Kelembagaan (Bab 18), terdapat
sebagaimana praktik yang terjadi, meskipun kelembagaan yakni RCEP Joint Committee.
pelanggaran komitmennya berkaitan dengan Dari kacamata hukum organisasi internasional,
komitmen substantif (CP)TPP. Fenomena RCEP bukanlah suatu perjanjian internasional
serupa juga diprediksi terjadi dalam RCEP yang kemudian membentuk organisasi
karena ruang lingkup penyelesaian sengketa di internasional yang memiliki personalitas
RCEP yang relatif terbatas. Telah disinggung terpisah dari negara-negara anggotanya. RCEP
pula di atas bahwa dalam ketentuan RCEP Joint Committee, adalah komite antarnegara
untuk menghindari duplikasi sengketa terdapat (intergovernmental) yang memiliki fungsi
ketentuan fork-in-the-road, yang membatasi kesektertariatan. Dengan demikian komite
pilihan forum sengketa bagi para pihak begitu tersebut tidak memiliki mandat dan
Panel telah terbentuk. kewenangan untuk administrasi sengketa.
Dalam penerapan klausul fork-in-the road, RCEP Joint Committee sebagai organ satu-
pihak yang menjadi penggugat/pengomplain satunya yang disebutkan dalam Chapter 19
memiliki privilese untuk memilih forum hanya memiliki kewenangan terbatas untuk
penyelesaian perdagangan yang tepat. Hal mengadopsi Rules of Procedures for Panel
ini penggugat mengajukan usulan untuk Proceedings (Pasal 19.1.(e)). Tetapi tidak
pendirian panel, atau establishment of panel, pernah secara eksplisit disebutkan untuk
ketentuan tersebut menjadikan tergugat tidak mengenai fungsi administrasi sengketa.
memiliki hak untuk memilih forum yang Selain itu, RCEP Joint Committee juga tidak
tepat. Hal tersebut merupakan tindakan fait berfungsi untuk mengadministrasi daftar atau
accompli yang dilakukan oleh penggugat, dan roster panelis yang dapat dipilih oleh para
merupakan penyampingan dari prinsip consent pihak. Hal ini berlainan dengan praktik di
dalam penyelesaian sengketa internasional WTO di mana Sekretariat WTO memelihara
secara umum. dan mengadministrasi roster dari panelis.
Kemudian, dari segi pelaksanaan Selain itu komponen yang hilang dalam
penyelesaian sengketa Panel dalam Bab 19. dari RCEP yang lazimnya terdapat perjanjian
Terdapat ketentuan bahwa panel dibentuk kemitraan ekonomi komprehensif lainnya
berdasarkan permohonan pendirian panel adalah mengenai penyelesaian sengketa
(request for the establishment). Namun investor dengan negara (investor-state dispute
demikian secara institusional tidak jelas settlement). Dalam bab investasi RCEP, terapat
siapa yang mengadministrasi penyusunan ketentuan-ketentuan yang mewajibkan negara
panel tersebut, kecuali negara pihak yang untuk memberikan standar perlakuan tertentu
dalam Julien Chaisse, Henry Gao & Chang-fa Lo (eds.), Paradigm Shift in International Economic Law Rule-
Making (Singapore: Springer, 2017): 87-104.
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 167

kepada investor. Praktik yang lazim terjadi tinjauan RCEP di tahun 2024. Dari perspektif
adalah bab investasi meyediakan sarana bagi reformis, tentunya ketiadaan mekanisme
investor untuk menggugat negara tuan rumah ISDS ini merupakan suatu terobosan, suatu
(host state) atas tindakannya yang dianggap jawaban atas ISDS yang selama ini penuh
melanggar komitmen terhadap investor dan dengan kontroversi dan kritik.65 Tetapi dari
investasinya. Hal tersebut dapat dipandang perspektif negara asal investor, ketiadaan
secara positif mengingat adanya kritik dan ini menyulitkan untuk menegakkan hak-hak
suara-suara untuk menghentikan sarana investor di negara RCEP yang dianggap
ISDS yang dianggap membatasi kedaulatan melanggar komitmen perlindungan investasi.
negara untuk mengatur (right to regulate), Ketiadaan mekanisme ISDS mengharuskan
yang lazimnya disuarakan oleh negara investor untuk berurusan dengan birokrasi
berkembang. Yang menarik adalah inisiatif administratif di negara asal untuk mewakili
untuk menghilangkan (sementara) ketentuan kepentingannya dan bersengketa untuk dan
ISDS dari Bab 19 ini bukan usulan dari atas nama investor tersebut di berdasarkan Bab
negara-negara berkembang yang cenderung 19.66 Alternatifnya, investor harus mencari
kontra dari mekanisme ISDS, tetapi proposal sarana upaya hukum mealui forum lain seperti
tersebut ISDS tersebut berasal dari Selandia melalui perjanjian investasi bilateral maupun
Baru.63 Posisi Indonesia tidak menolak secara bab investasi perjanjian perdagangan lain.
ketat mekanisme ISDS, tetapi Indonesia Menurut Schill & Vidgal, terdapat tiga
condong pada penerapan aturan exhaustion of ciri utama penyelesaian sengketa di perjanjian
local remedies terlebih dahulu. Yakni sebelum mega-regional, yaitu adanya kendali negara
beralih ke arbitrase internasional, investor harus yang besar untuk menentukan sengketa,
menggugurkan seluruh langkah dalan upaya deinstitusionalisasi sengketa, dan selective
hukum menurut tingkat domestik.64 Penentuan judicialisation.67 Dari gambaran tentang
apakah kemudian klausul ISDS akan diekslusi RCEP di atas, terdapat beberapa isu kritis
selamanya atau tidak akan berlansung pada di atas mengafirmasi pandangan tersebut.

63 “At the same time, New Zealand was successful in excluding Investor-State Dispute Settlement (ISDS) from
RCEP, and New Zealand’s schedule of commitments contains a number of exceptions which reserve policy
space including for our investment screening regime under the Overseas Investment Act.,” New Zealand
Ministry of Foreign Affairs and Trade, https://www.mfat.govt.nz/en/trade/free-trade-agreements/free-trade-
agreements-concluded-but-not-in-force/regional-comprehensive-economic-partnership-rcep/key-outcomes/
64 Yustinus Andri DP, “Perundingan RCEP: Payung Hukum Pengganti ISDS Dibutuhkan,” Bisnis.com, 23
Oktober 2019, https://ekonomi.bisnis.com/read/20191023/12/1162416/perundingan-rcep-payung-hukum-
pengganti-isds-dibutuhkan
65 Malcolm Langford, et. al. “Special Issue: UNCITRAL and Investment Arbitration Reform: Matching Concerns
and Solutions an Introduction”, The Journal of World Investment and Trade Vol. 21, (2020).
66 Michael Ewing-Chow & Junianto James Losari, ”The RCEP Investment Chapter: A State-to-State WTO
Style System For Now,” Kluwer Arbitration Blog, 8 Desember 2020, http://arbitrationblog.kluwerarbitration.
com/2020/12/08/the-rcep-investment-chapter-a-state-to-state-wto-style-system-for-now/
67 Stephan W. Schill & Geraldo Vidigal, “Reforming Dispute Settlemen in Trade: The Contribution of Mega-
Regionals,” ICTSD Think Piece, April 2018.
168 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

Kendali negara atas sengketa dan selective RCEP yang dilakukan oleh negara-negara
judicialisation terjadi dalam konteks eksklusi anggotanya. Klausul atau bab penyelesaian
beberapa bab penting dalam RCEP dari sengketa di perjanjian (mega)regional
cakupan penyelesaian sengketa. Sementara menawarkan alternatif dari mekanisme yang
deinstitusionalisasi terlihat dari peranan yang ada di WTO.
minim dari Joint Committee dalam melakukan Secara umum, RCEP mengadopsi sistem
fasilitasi dan administrasi penyelesaian penyelesaian sengketa melalui Panel a
sengketa. la WTO. Namun demikian, dalam teknis
pelaksanannya terdapat pengaruh-pengaruh
Simpulan dari arbitrase investasi internasional. Hal yang
RCEP merupakan perjanjian megaregional paling mencengangkan dalam hal penyelesaian
yang paling ambisius yang pernah diinisiasi sengketa RCEP adalah mengenai pengecualian
oleh ASEAN. RCEP bertujuan untuk ketentuan substantif cakupan penyelesaian
mengonsolidasi perjanjian antara ASEAN sengketa. Lebih dari setengah ketentuan
dengan negara-negara mitra ASEAN Plus substantif yang bersifat fitur inti dikecualikan
lainnya. Sejauh ini ASEAN mencakup negara- dari penyelesaian sengketa dalam dua tahun
negara yang strategis di kawasan seperti Cina, pertama setelah entry into force. Baru pada
Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia tinjauan di tahun 2024, negara-negara RCEP
Baru. RCEP dihasilkan dari negosiasi sejak baru akan melakukan negosiasi apakah
tahun 2013 yang mengutamakan prinsip sistem penyelesaian sengketa akan berlaku
ASEAN centrality, dan diselesaikan dalam bagi bab-bab inti tersebut. Dengan demikian,
konteks pandemi di November 2020. dapat dilihat bahwa pelaksanaan RCEP serta
Dengan segala ambisi yang diletakkan kepatuhan terhadap komitmen tersebut tidak
dalam RCEP, perjanjian RCEP masih memiliki disertai dengan sarana peneegakan hukum
beberapa isu yang disepakati untuk ditunda atau ajudikasi yang rigid, hal ini merupakan
untuk dibahas dalam tinjauan umum (general perwujudan dari ASEAN centrality yang
review), sehingga tidak menjadi bagian dari pada akhirnya mencerminkan prinsip ASEAN
komitmen yuang mengikat. Dengan adanya Way. Sebagai alternatif sementara dari RCEP,
pengecualian dan norma substantif yang tentunya negara-negara anggota RCEP
tidak mengikat pada beberapa bab, format patut juga untuk mempertimbangkan sarana
pengaturan tersebut menjadikan implementasi penyelesaian sengketa lalui melalui WTO
RCEP tidak adapat diajudikasi. Dalam atau perjanjian lain yang overlapping dengan
konteks perjanjian (mega)regional, fungsi dari RCEP untuk mengatasi ketidakpatuhan dari
penyelesaian sengketa adalah untuk menjamin negara anggota RCEP.
kepatuhan impelementasi perjanjian
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 169

DAFTAR PUSTAKA

Kumpulan Tulisan dalam Buku Pacific Policy Studies Vol. 2, No. 1,


Toohey, Lisa. “Dispute Settlement in the TPP (2014).
and the WTO: Which Way Will Asian Gantz, David A. “The TPP and RCEP: Mega-
TPP Members Turn?” In Paradigm Trade Agreements for the Pacific Rim,”
Shift in International Economic Law Arizona Journal of International &
Rule-Making, edited by Julien Chaisse, Comparative Law Vol. 33, No.1, (2016).
Henry Gao, and Chang-fa Lo, 87-104. Gaur, Pankhuri. “India’s withdrawal from
Singapore: Springer, 2017. RCEP: Neutralizing National Trade
Oishi, Miko. “Introduction: ASEAN Way Concerns.” Journal of the Asia Pacific
of Conflict Management Under Economy Vol. 27, No. 2, (2022):
Challenge.” In Contemporary Conflicts 270–88. doi: https://doi.org/10.1080/13
in Southeast Asia: Towards a New 547860.2020.1809772.
ASEAN Way of Conflict Management, Hamanaka, Shintaro. “TPP versus RCEP:
edited by Mikio Oishi, 1-18. Springer, Control of Membership and Agenda
2016. Setting.” Journal of East Asian
Cohen, Harlan Grant. “Theorizing Precedent Economic Integration Vol. 18, No. 2,
in International Law.” In Interpretation (2014).
in International Law, edited by Andrea Hartman, Stephen W. “The WTO, the Doha
Bianchi, Daniel Peat, and Matthew Round Impasse, PTAs, and FTAs/
Windsor, 107-124. Oxford: Oxford RTAs.” The International Trade
University Press, 2015. Journal Vol. 27, No. 5, (2017). doi:
Jurnal 10.1080/08853908.2013.827903
Anuradha, R. V. “Liberalization of Trade in Langford, Malcolm, et. al. “Special Issue:
Services Under RCEP: Mapping the UNCITRAL and Investment Arbitration
Key Issues.” Asian Journal of WTO & Reform: Matching Concerns and
International Health Law and Policy Solutions an Introduction,” The Journal
Vol. 8, No. 2, (2013): 401-420. of World Investment and Trade Vol. 21,
Elms, Deborah K. “Getting RCEP across the (2020).
Line.” World Trade Review Vol. 20, Lewis, Meredith K. “The TPP and the RCEP
No. 3, (2021): 373–80. doi:10.1017/ (ASEAN+6) as Potential Paths Toward
S1474745620000592. Deeper Asian Economic Integration.”
Fukunaga, Yoshifumi. “ASEAN’s Leadership Asian Journal of WTO & International
in the Regional Comprehensive Health Law and Policy Vol. 8, No. 2,
Economic Partnership.” Asia & The (2013).
170 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

Panda, Jagannath P. “Factoring the RCEP and University Discussion Paper Series No.
the TPP: China, India and the Politics 726.
of Regional Integration.” Strategic Creamer, Cosette D. “Between the Letter of
Analysis Vol. 38, No. 1, (2014). doi:10 the Law and the Demands of Politics:
.1080/09700161.2014.863462. Judicial Balancing of Trade Authority
Wilson, Jeffrey D. “Mega-Regional Trade within the WTO.” Harvard University,
Deals in the Asia-Pacific: Choosing https://scholar.harvard.edu/files/
Between the TPP and RCEP?”. Journal cosettecreamer/files/creamer_jls_
of Contemporary Asia Vol. 45, No. 2, v2.pdf.
(2015). Fukunaga, Yoshifumi, and Ikumo Isono.
Wu, Chien-Huei. “ASEAN at the Crossroads: “Taking ASEAN+1 FTAs towards
Trap and Track between CPTPP and the RCEP: A Mapping Study.” ERIA
RCEP,” Journal of International Discussion Paper Series ERIA-DP-
Economic Law Vol. 23, No. 1, (2020). 2013-02. https://www.eria.org/ERIA-
Yu, Peter K. “The RCEP and Trans-Pacific DP-2013-02.
Intellectual Property Norms.” McDougall, R. “Regional Trade Agreement
Vanderbilt Law Review Vol. 50, No. 3, Dispute Settlement Mechanisms:
(2021). Modes, Challenges and Options
Zainuddin, Muhamad Rias K. V., Tamat for Effective Dispute Resolution.”
Sarmidi, and Norlin Khalid. RTAExchange, April 2018. https://
“Sustainable Production, Non-Tariff e15initiative.org/wp-content/
Measures, and Trade Performance in uploads/2015/09/Regional-Dispute-
RCEP Countries.” Sustainability Vol. Settlement-Mechanisms-Robert-
12, No. 23, (2020). doi: https://doi. McDougall-RTA-Exchange-Final.pdf
org/10.3390/su12239969. Petri, Peter A., and Michael G. Plummer.
Makalah “East Asia Decouples from the United
Baldwin, Richard E. “Managing the Noodle States: Trade War, COVID-19, and East
Bowl: The Fragility of East Asian Asia’s New Trade Blocs.” PIIE Working
Regionalism.” ADB Working Paper, Paper, June 2020.
2007. Schill, Stephan W., and Geraldo Vidigal.
Basu Das, Sanchita. “RCEP and TPP: “Reforming Dispute Settlemen in Trade:
Comparisons and Concerns.” ISEAS The Contribution of Mega-Regionals.”
Perspective, 2013. ICTSD Think Piece, April 2018.
Bhagwati, Jagdish. “US Trade Policy: Villanueva, Kevin H.R., and Rosario G.
Infatuation with FTAs.” Columbia Manalo. “ASEAN Consensus: The
Permana, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Perdagangan Megaregional: Regional... 171

Intangible Heritage of Southeast Asian pengganti-isds-dibutuhkan.


Diplomacy.” ERIA, https://www.eria. Ewing-Chow, Michael and Junianto James
org/ASEAN_at_50_4A.6_Villanueva_ Losari. “The RCEP Investment Chapter:
final.pdf. A State-to-State WTO Style System
Konvensi Internasional For Now.” http://arbitrationblog.
ASEAN Charter (2007) kluwerarbitration.com/2020/12/08/
ASEAN Protocol on Enhanced Dispute the-rcep-investment-chapter-a-state-to-
Settlement Mechanism, (2019) state-wto-style-system-for-now/.
Regional Comprehensive Economic Lain-lain
Partnership Agreement (2020) ASEAN, “Joint Declaration on the Launch
Internet of Negotiations for the Regional
The Economist. “The meaning of RCEP, the Comprehensive Economic Partnership,”
world’s biggest trade agreement.” The https://asean.org/wp-content/
Economist, November 15, 2020. https:// uploads/2016/10/SEOM-AFPs-Bali-
www.economist.com/finance-and- Annex-4-Joint-Declaration-on-the-
economics/2020/11/15/the-meaning- Launch-of-Negotiations-for-the-RCEP.
of-rcep-the-worlds-biggest-trade- pdf
agreement. ASEAN, Australia, China, India, Japan, Korea,
Suvannaphakdy, Sithanonxay. “Multiplicative New Zealand, “Guiding Principles
effects of RCEP on ASEAN trade.” and Objectives for Negotiating the
ASEAN Post, March 15, 2020. Regional Comprehensive Economic
https://theaseanpost.com/article/ Partnership,” https://asean.org/
multiplicative-effects-rcep-asean-trade. wp-content/uploads/2012/05/RCEP-
Ammurabi, Syah Deva. “Negosiator Guiding-Principles-public-copy.pdf
Targetkan RCEP Siap 2020, ASEAN, Australia, China, Japan, Korea dan
Selanjutnya Ratifikasi.” Gatra, October New Zealand, “Joint Leader’s Statement
22, 2019. https://www.gatra.com/detail/ on the Regional Comprehensive
news/452458/ekonomi/negosiator- Economic Partnersip,” 15 November
targetkan-rcep-siap-2020-selanjutnya- 2021, https://www.meti.go.jp/press/202
ratifikasi. 0/11/20201115001/20201115001-1.pdf
Yustinus Andri DP. “Perundingan RCEP: New Zealand Ministry of Foreign Affairs
Payung Hukum Pengganti ISDS and Trade, https://www.mfat.govt.
Dibutuhkan.” https://ekonomi.bisnis. nz/en/trade/free-trade-agreements/
com/read/20191023/12/1162416/ free-trade-agreements-concluded-but-
perundingan-rcep-payung-hukum- not-in-force/regional-comprehensive-
172 ARENA HUKUM Volume 16, Nomor 1, April 2023, Halaman 1-210

economic-partnership-rcep/
key-outcomes/

You might also like