Professional Documents
Culture Documents
Mirza Muttaqin Kelompok 2
Mirza Muttaqin Kelompok 2
Mirza Muttaqin Kelompok 2
ABSTRACT
Among the hadiths about the primacy of women, there are also hadiths that are literally
offensive, such as the hadith about a wife's prostration to her husband. This hadith has
received a lot of criticism from contemporary Muslim intellectuals because textually it
seems to differentiate the position and role of women from men. This research aims to
reinterpret the hadith regarding the obedience/command of wives to prostrate to their
husbands by using Jorge G.E Gracia's hermeneutics which pays attention to textual
aspects: History, meaning, and implications as well as non-textual aspects. This research
is descriptive qualitative research using the literature study method. The data sources for
this research were obtained from books and journals that were relevant to the research.
The results of this research show that in the analysis of the historical, socio-cultural
function of Arab society, it still prioritized the role of men over women, so this hadith
cannot be understood textually. Then the chain of narration of the hadith comes from Abu
Hurairah which is factually very problematic. Then, in the analysis of the meaning
function, linguistically this hadith uses analogical language. which means if I can order
and the one who says this is the Messenger of Allah, which means that if interpreted in
general it means that the Messenger of Allah cannot order and must not bow down to
anyone other than Allah, as in Surah An-Nahl Verse 49. Then in the analysis of the
implicative function, the obedience of a wife towards the husband is an obligation as long
as the husband does not order him to commit a disobedience. Then, the non-textual
analysis of this hadith implicitly teaches its followers not to prostrate themselves to fellow
humans or prostrate themselves to anyone other than God, the Creator.
Keywords: Reinterpretation; hadith; husband and wife; hermeneutics Jorge J.E Gracia
ABSTRAK
Diantara hadis-hadis tentang keutamaan perempuan, terdapat juga hadis yang secara
harfiah menyudutkan, seperti hadis tentang sujud seorang istri pada suami. Hadis ini
banyak mendapat kritikan para intelektual muslim kontemporer karena secara tekstual
terlihat membedakan kedudukan dan peran perempuan dari laki-laki. Penelitian ini
bertujuan untuk mereinterpretasi hadist tentang ketaatan/perintah istri bersujud kepada
suami dengan menggunakan hermeneutika Jorge G.E Gracia yang memperhatikan aspek
tekstual: History, makna, dan implikasinya serta aspek non tekstualnya. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi pustaka. Sumber data
penelitian ini didapat dari buku dan jurnal yang relevan dengan penelitian. Hasil penelitian
ini menunjukkan dalam analisis fungsi historis, sosial-kultural masyakarat Arab dulu masih
mengutamakan peran laki-laki dari pada Perempuan, maka hadis tersebut tidak dapat
dipahami secara tekstual. Kemudian rantai periwayatan hadits tersebut bersumber dari Abu
Hurairah yang secara faktual sangat problematis. Kemudian dalam analisis fungsi makna,
secara linguistik hadis ini menggunakan bahasa analogis. yaitu bermakna jikalau saya
boleh memerintahkan dan yang berkata disini adalah Rasulullah saw yang berarti jika
dimaknai secara umum berarti Rasulullah tidak dapat memerintahkan dan tidak boleh
sujud kepada manusia selain Allah, seperti Surat An-Nahl Ayat 49. Kemudian pada
analisis fungsi implikatif, ketaatan seorang istri terhadap suami merupakan kewajiban
selama suami tidak memerintahkan kepadanya untuk melakukan suatu kemaksiatan.
Kemudian analisis non tekstual secara tersirat hadis tersebut mengajarkan kepada umatnya
untuk tidak bersujud kepada sesama manusia ataupun bersujud kepada selain Tuhan Sang
Pencipta.
Kata kunci: Reinterpretasi; hadist; suami istri; hermeneutika Jorge G.E Gracia
PENDAHULUAN
Hadis sebagai sumber hukum Islam mempunyai peran signifikan dalam membangun
peradaban manusia. Hadis mempunyai peran yang cukup berpengaruh, yaitu pada satu sisi
menjadi tafsir dari ayat-ayat alquran yang bersifat umum, tetapi pada sisi lain hadis juga
mempunyai peran mandiri sebagai sumber hukum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
perilaku keagamaan seorang banyak mengambill dari pemahaman hadis dibandingkan
sumber-sumber lain (Mohammad Muhtador, 2018). Meski demikian, bukan berarti bahwa
hadis nabi adalah sesuatu yang bernilai transenden secara keseluruhan, karena pada sisi lain
hadis mengandung banyak kritikan yaitu terkait otentisitas yang mencakup kritik sanad dan
matan, konteks nabi dalam menyabdakan hadis yaitu apakah beliau sebagai nabi atau rasul,
dan pemahaman hadis yaitu terkait dengan hadis-hadis yang bernilai diskriminatif
(Djamaluddin, 2018)(Hauqola, 2016).
Perkembangan periwayatan hadis telah melewati waktu panjang. Dengan bahasa yang
sederhana, hadis telah melewati fase panjang dimana pada tiap masa mempunyai ciri dan
karakter sendiri. Pada tataran ini para feminis Islam mensinyalir adanya kepentingan-
kepentingan kaum laki-laki dalam usaha menguatkan posisinya. Karakter yang melingkupi
perjalanan hadis menjadi bagian integral dengan budaya patriarki. Dimana ajaran telah
terselimuti kepentingan kelompok tertentu sehingga mulai dari awal penghimpunan,
penyuntingan, dan penulisan hadis telah bercampur dengan budaya patriarki. Hal ini
berimplikasi terhadap redaksi atau matan hadis yang berkembang pada masa selanjutnya.
Lebih jauh, adanya redaksi hadis dengan bias gender memberi peluang untuk dipahami secara
tekstual yang berimplikasi pada posisi perempuan pada sektor publik maupun domistik
(Alfansuri et al., 2023).
Di sisi lain banyak sekali ayat Al-quran ataupun hadis yang menunjukkan Islam
sangat memuliakan perempuan. Islam menganggap mereka sebagai manusia yang sama
kedudukannya dengan laki-laki. Islam juga memberikan hak-hak dan tanggung jawab kepada
mereka baik di sektor domestik maupun publik, sehingga menjadikan mereka berhak
menyandang kemuliaan dan penghormatan setinggi-tingginya (Soleha & Miski, 2022).
Namun, diantara hadis-hadis yang berbicara tentang keutamaan perempuan, terdapat juga
hadis-hadis yang secara harfiah menyudutkan mereka, seperti hadis tentang sujud seorang
istri pada suami. Hadis ini banyak sekali mendapat kritikan, para intelektual muslim
kontemporer saat ini, karena secara tekstual hadis-hadis di atas terlihat membedakan
kedudukan dan peran perempuan dari laki-laki.
Khaled M. Abou el-Fadl salah satu dari sekian banyak intelektual muslim yang
melakukan kajian terhadap persoalan perempuan, juga telah membahas hadis-hadis yang
dinilai negatif tersebut. Dalam bukunya “Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority,
and Women” (dalam versi bahasa Indonesia “Atas Nama Tuhan: dari Fikih Otoriter ke Fikih
Otoritatif”) ia mengkritik ulama yang menyandarkan fatwanya kepada hadis-hadis di atas,
baik fatwa perseorangan atau pun yang tergabung dalam suatu lembaga resmi tertentu, seperti
al Lajnah ad-Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’ (lembaga resmi riset ilmiah dan fatwa
di Saudi Arabia, yang diberikan kepercayaan untuk mengeluarkan fatwa), yang dibaca secara
luas oleh para akademisi. Menurut Profesor Hukum Islam di Fakultas Hukum UCLA
(University of CaliforniaLos Angeles) USA ini, pelandasan fatwa secara tekstual terhadap
hadis-hadis di atas akan berdampak pada teologis, moral, dan sosial yang serius.Yaitu
perendahan terhadap status moral perempuan secara umum dan meletakkan kehormatan
perempuan di bawah kekuasaan laki-laki, serta menjadikan perempuan sebagai makhluk
sekunder dalam kehidupan Masyarakat (Abduh & Bellyta, 2022).
Pembacaan hadis atas relasi suami istri ini terkesan bias gender. Hadis-hadis tersebut
diyakini sebagai ajaran yang harus diaplikasikan dalam kehidupan berumah tangga, tetapi
pada posisi tertentu hadis tersebut mempunyai problem yang mengganggu eksistensi
perempuan, karena perempuan dipahami sebagai obyek kekuasaan laki-laki (Parwanto,
2022). Hadis tersebut berpeluang dipahami secara patriarki dan endosentrisme. Pemahaman
atas hadis misoginis sarat akan kepentingan, kepentingan-kepentingan yang melibatkan
kelompok gender tertentu dalam menguatkan budaya patriarki. Adanya kepentingan yang
melingkupi pembaca dalam memahami hadis akan mempengaruhi produk pemahamannya,
ketika seorang berada dalam lingkar patriarki maka dapat dipastikan hasil pemahamannya
menjadi bias gender.
Dengan demikian, dibutuhkan kontekstualisasi pemahaman atas hadis tersebut.
Kontekstualisasi tersebut merupakan usaha penyesuaian dengan dan dari hadis untuk
mendapatkan pandangan yang sejati, orisinal, dan memadai bagi perkembangan atau
kenyataan yang dihadapi dengan perkembangan zaman. Modernisasi yang berkembang pada
masa sekarang merupakan keniscayaan dari peradaban manusia. Hadis sebagai ajaran
otoritatif dalam Islam tidak bisa menutup mata adanya modernisasi, tetapi bukan berarti
memaksakan hadis untuk meradaptasi atau mengikuti arus modernisasi. Begitu juga dengan
modernisasi tidak harus dipaksakan atau mengikuti ajaran hadis, karena hadis lahir terlebih
dahulu dari pada modernisasi sehingga terpisah oleh jarak yang begitu panjang. Dalam hal ini
peneliti akan mereinterpretasi hadits perintah istri bersujud kepada suami menggunakan pisau
analisis hermeneutika Jorge G. E. Gracia.
Konsep hermeneutika Gracia cukup komprehensif. Dalam bukunya A Theory of
Textuality, Gracia berpendapat bahwa teks adalah entitas historis dalam arti bahwa teks itu
diproduksi oleh pengarang atau muncul pada waktu tertentu dan tempat tertentu (Gracia et
al., 2020). Secara etimologis, Gracia menjelaskan bahwa istilah interpretation berasal dari
kata interpres yang berarti menyebarkan keluar (Zamawi, 2016). Interpretasi bisa
didefinisikan dalam tiga bentuk pengertian, di antaranya: 1) Pemahaman (understanding)
yang dimiliki seseorang terhadap makna teks; 2) Proses atau aktivitas di mana seseorang
mengembangkan pemahaman terhadap teks; 3) Interpretasi merujuk pada teks yang
melibatkan tiga hal, yaitu: teks yang ditafsirkan (interpretandum), penafsir, dan keterangan
tambahan (interpretans) yaitu tambahan-tambahan ungkapan yang dibuat oleh penafsir
sehingga interpretandum lebih dapat dipahami (Lutfiani, 2017).
Fungsi umum interpretasi menurut Gracia adalah menciptakan di benak audiens
kontemporer pemahaman terhadap teks yang sedang ditafsirkan. Fungsi ini dibagi ke dalam
tiga macam fungsi spesifik (Akastangga, 2020), yaitu:
a. Fungsi historis (historical function) yaitu menciptakan kembali di benak audiens
kontemporer pemahaman yang dimiliki oleh pengarang teks dan audiens historis.
b. Fungsi makna (meaning function) yaitu menciptakan di benak audiens kontemporer
pemahaman di mana audiens kontemporer itu dapat menangkap dan mengembangkan
makna dari teks, terlepas dari apakah makna tersebut memang secara persis
merupakan apa yang dimaksud oleh pengarang teks dan audiens historis atau tidak.
c. Fungsi implikatif (implicative function) yaitu memunculkan di benak audiens
kontemporer suatu pemahaman sehingga mereka memahami implikasi dari makna
teks yang ditafsirkan.
Ketiga fungsi inilah yang merupakan teori interpretasi yang nantinya dapat
diaplikasikan dalam penafsiran yang subyektif plus obyektif dengan mempertimbangkan
fungsi historis dan fungsi makna kemudian dinetralkan dengan fungsi implikatif. Kemudian
Gracia membagi interpretasi ke dalam dua bagian (Toni, 2017): 1) Interpretasi tekstual,
merupakan upaya menangkap makna dari teks yang ditafsirkan yang bertujuan menangkap
makna orisinal/historis dari interpretandum; dan 2) Interpretasi non tekstual, yaitu menguak
dibalik makna tekstual dengan tujuan menciptakan pemahaman yang melibatkan teks yang
ditafsirkan, makna dan implikasinya, juga relasi teks dengan halhal lain.
Adapun penelitian mengenai hadist tersebut atau penelitian tentang hadist misioginis
sudah banyak dilakukan, diantaranya: 1) Penelitian Reni Kumalasari tahun 2020 tentang
hadist ketundukan istri pada suami. Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban dari
persoalan pokok, yaitu bagaimana pemahaman yang sesungguhnya hadis ketaatan istri
tersebut (Reni Kumalasari, 2020); 2) Penelitian Irsan tahun 2021 tentang esensi dari ketaatan
istri kepada suami yang berpersepsi bahwa ketaatan ini bersifat mengekang bahkan tidak
manusiawi. Penelitian ini bertujuan meneliti hubungan antara ketaatan istri kepada suami
dan status manusiawi istri dalam tinjauan hukum Islam (Irsan, 2021); 3) Penelitian Marhany
Malik dan Andi Alda Khairul Ummah pada tahun 2021 tentang analisis hadits tersebut
menggunakan metode tahlili untuk menjelaskan makna kosa kata dan penjelasan hadis
tersebut (Malik & Ummah, 2021); 4) Penelitian Muhamad Abduh, Erizka Putri Bellyta pada
tahun 2022 tentang analisis hadits tersebut dengan hermeneutika negosiasif dari Khaled M.
Abou el Fadl yang memperhatikan aspek peran pengarang, teks, dan pembaca dalam
menentukan makna (Abduh & Bellyta, 2022).
Adapun penelitian ini bertujuan pada mereinterpretasi hadist tentang ketaatan/perintah
istri bersujud kepada suami dengan menggunakan hermeneutika Jorge G.E Gracia yang
memperhatikan aspek tekstual: History, makna, dan implikasinya serta aspek non
tekstualnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode
studi pustaka. Terdapat dua sumber data yang digunakan, yaitu: sumber data yang terkait
dengan hadits tentang perintah istri bersujud kepada suami dan sumber data yang membahas
hermeneutika Jorge J. E. Gracia. Kemudian data peneliti analisis menggunakan pisau analisis
hermeneutika Jorge J. E. Gracia dan ditampilkan dalam bentuk deskriptif.
PEMBAHASAN
Dalam epistemologi teks dijelaskan salah satunya mengenai interpretasi. Menurut
Gracia ada tiga faktor yang memainkan peranan dalam penafsiran: teks yang ditafsirkan
(interpretandum), komentar tambahan (interpretans), dan penafsir (interpreter).
Interpretandum merupakan teks historis yang menjadi objek penafsiran. Adapun interpretans
adalah teks baru yang ditambahkan oleh penafsir untuk menjelaskan interpretandum kepada
audiens kontemporer. Bentuknya bisa berupa terjemahan, pemaparan, atau komentar.
Sedangkan, interpreter adalah orang yang melakukan aktivitas penafsiran. Gabungan antara
interpretandum dan interpretans ini disebut sebagai sebuah penafsiran (Aynun &
Faridatunnis, 2020).
ت َ َس بْ ِن َس ْع ٍد ق
ُ ال أَتَ ْي ِ َّعِ ِب َع ْن قَ ْي
ص ْْي َع ْن الش ْ ي
ٍ ف َعن َش ِر
ٍ َ يك َع ْن ُح ْ َ وس
ِ ْ َحدَّثَنَا َع ْمرو بْن َعو ٍن أ
ُ َُخ ََبَََن إ ْس َح ُق بْ ُن ي ْ ُ ُ
اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
َّ صلَّى َّ ِت الن
َِّ ول ٍ ِ ِ
َ َّب ُ ال فَأَتَ ْي
َ ََح ُّق أَ ْن يُ ْس َج َد لَهُ ق
َ اَّلل أ ُ ت َر ُس
ُ ْا ْْلريَةَ فَ َرأَيْتُ ُه ْم يَ ْس ُج ُدو َن ل َم ْرُزََبن ََلُْم فَ ُقل
َِّ ول ٍ ِ ِ فَ ُقلْت إِِّن أَتَي
ت
َ ت لَ ْو َمَرْر
َ ْال أ ََرأَي
َ َك ق
َ ََح ُّق أَ ْن نَ ْس ُج َد ل
َ اَّلل أ َ ْت ا ْْلريَةَ فَ َرأَيْتُ ُه ْم يَ ْس ُج ُدو َن ل َم ْرُزََبن ََلُْم فَأَن
َ ت ََي َر ُس ُْ ُ ي
ت النيِ َساءَ أَ ْن ٍ ال فَ ََل تَ ْفعلُوا لَو ُكنْت ِآمرا أَح ًدا أَ ْن يسج َد ِِل
ُ َحد َِل ََم ْر
َ ُ َْ َ ً ُ ْ َ َ َت ََل ق
ُ ْال قُل َ ْبَِق َِْبي أَ ُكن
َ َت تَ ْس ُج ُد لَهُ ق
ِآمًرا
Kata ini bermakna memerintahkan, kata memerintahka disini jika di lihat dari kata
sebelumnya yaitu bermakna jikalau saya boleh atau sekiranya aku orang yang memerintahkan
dan yang berkata disini adalah Rasulullah saw yang berarti jika dimaknai secara umum
berarti Rasulullah tidak dapat memerintahkan.
أَ ْن يَ ْس ُج َدkata ini bermakna sujud menundukkan kepala sampai ketanah yang berarti jika boleh
Rasulullah memerintahkan untuk bersujud.
ِ
َالني َساء, kata ini bermakna perempuan, perempuan yang dimaksud di sini ialah seorang istri.
أ َْزَو ِاج ِه َّن, kata ini bermakna kepada suaminya.
Quraish Shihab mengartikan kata sujud dengan ketundukan dan kerendahan diri,
digunakan juga dalam arti menundukkan kepala, dan dalam arti mengarahkan pandangan
kepada sesuatu. Sujud adalah meletakkan dahi di lantai yang di mana ini merupakan salah
satu gerakan dalam salat. Sujud selalu terkait dengan konteks hubungan antara makhluk
dengan tuhannya. Jadi matan hadis di atas menjelaskan bahwa tidak dibenarkan untuk sujud
kepada makhluk selain kepada Allah, hadis ini hanya mengindikasikan bahwa kewajiban atau
wajibnya seorang istri untuk taat kepada suaminya (Habudin, 2012).
Hadis ini sangat populer di masyarakat dan selalu dijadikan sebagai rujukan untuk
melegitimasi ketaatan istri terhadap suaminya. Bahkan ada yang menambahkan riwayat, jika
seorang istri disuruh merubah gunung merah menjadi gunung hitam dan sebaliknya, atau
diperintahkan menjilati bisul yang ada di seluruh tubuh suaminya, maka si istri harus
menaatinya. Khaled mengkaji kembali kopetensi hadis ini di dalam bukunya, sebab pengaruh
hadis ini di dalam masyarakat sangat serius, yaitu terjadinya kesenjangan status perempuan di
dalam masyarakat, terutama dalam kehidupan rumah tangga. Hadis tentang ketundukan
seorang istri terhadap suaminya, menurut Khaled perlu diteliti kembali, di bawah ini hal-hal
yang perlu diteliti menurut Khaled (Fadhilah, 2016):
1. Matan hadis di atas memiliki struktur yang janggal. Maksudnya, pertanyaan yang
diajukan kepada Rasulullah beliau alihkan kepada persolan relasi suami istri.
2. Jika dilihat secara luas hadis tersebut tidak sesuai dengan konsep al- Quran. Yang
dimana al-Quran menjelaskan bahwa pernikahan itu didalamnya harus terdapat cinta
dan kasih sayang, bukan tentang atasan bawah, seperti surat ar-rum ayat 21.
3. Jika dilihat dari perilaku Rasullah saw, hadis ini tidak mencontoh perilaku Rasullah
saw. sebab mengapa Rasulullah sebagai seorang suami yang menyenangkan, dan
penuh cinta kasih kepada istri-istrinya, bahkan beliau sering meminta pendapat dari
istri-istrinya.
4. Kita harus mempertimbangkan, bagaimana masyarakat Arab sebelum adanya islam.
yang dimana mereka sangat membenci kaum perempuan.
5. Kemudian, Khaled menyarankan untuk mempertimbangkan kredibilitas periwayat
hadis tersebut. Periwayat hadis ini adalah Abu Hurairah, yang menurut beliau harus
dipertimbangkan karena Abu Hurirah paling banyak meriwayatkan hadis padahal
beliau masuk Islam tiga tahun sebelum Rasulullah wafat.
Dalam memahami hadis, yang sangat penting dan perlu diperhatikan adalah konteks
dan sasaran hadis tersebut ketika diucapkan oleh Rasulullah saw. Hadis ini memang tampak
telah terjadi pergeseran tujuan atau sasarannya, yaitu pertanyaan yang diajukan oleh para
sahabat kepada Rasulullah saw, mengatakan bahwa “apakah boleh menyembah Rasulullah
saw” dan kemudian Rasulullah menjawab. Akan tetapi terdapat pengalihan, Rasulullah
mengalihkan kepada persoalan relasi suami dan istri. Dapat dikatakan bahwa dari pengalihan
ini begitu besar kewajiban seorang istri untuk taat kepada suaminya. Namun, pada hakikatnya
hadis ini menegaskan bahwa tidak boleh sujud kepada selain Allah swt.
KESIMPULAN
Interpretasi hadis didasarkan pada tiga fungsi interpretasi hermeneutika Gracia, yaitu
historical function, meaning function, dan implicative function. Dalam analisis fungsi
historis, sosial-kultural masyakarat Arab dulu memang masih mengutamakan peran laki-laki
dari pada perempuan. Maka, hadis tersebut tidak dapat dipahami secara tekstual, karena hadis
tersebut bersifat temporal dan sangat mungkin hadis yang konteksnya adalah larangan
Rasulullah untuk bersujud kepadanya, mengalami penambahan keharusan istri untuk bersujud
kepada suami. Kemudian dengan menyelidiki rantai periwayatan, kebanyakan versi hadis
tentang sujudnya istri terhadap suami tersebut bersumber dari Abu Hurairah yang secara
faktual sangat problematis. Kemudian dalam analisis fungsi makna, secara tersurat, hadis ini
memang berseru mengenai perintah istri untuk bersujud kepada suami. Secara linguistik hadis
ini menggunakan bahasa analogis. yaitu bermakna jikalau saya boleh memerintahkan dan
yang berkata disini adalah Rasulullah saw yang berarti jika dimaknai secara umum berarti
Rasulullah tidak dapat memerintahkan dan tidak boleh sujud kepada manusia selain Allah
sang pencipta, seperti Surat An-Nahl Ayat 49. Kemudian pada analisis fungsi implikatif,
hadis tersebut selaras dengan al-Quran, yang di mana di dalam al- Quran menjelaskan bahwa
suami atau laki-laki itu adalah pemimpin dalam rumah tangga. Namun dalam
implementasinya, ketaatan seorang istri terhadap suami merupakan kewajiban selama suami
tidak memerintahkan kepadanya untuk melakukan suatu kemaksiatan. Kemudian analisis non
tekstual secara tersirat hadis tersebut mengajarkan kepada umatnya untuk tidak bersujud
kepada sesama manusia ataupun bersujud kepada selain Tuhan Sang Pencipta.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M., & Bellyta, E. P. (2022). KHALED M. ABOU EL FADL: Menuju Pembacaan
Otoritatif Atas Hadis Nabi Melalui Hermeneutika Negosiatif. Tahdis: Jurnal Kajian
Ilmu Al-Hadis, 12(2), 116–131. https://doi.org/10.24252/tahdis.v12i2.21105
Abdullah, Z. (2021). Peran Perempuan Dalam Dunia Pendidikan Perspektif Hamka. Jurnal
Kajian Ilmu Dan Budaya Islam, 4(01), 115–135.
Abdurrahman, U. (2015). METODOLOGI TAFSIR FALSAFI DAN TAFSIR SUFI. ’Adliya,
9(1), 246–268.
Ahmad, F. (2020). Hoaks Dalam Perspektif Al-Qur’an (Pendekatan Hermeneutika Jorge J.E
Gracia). 9(2), 19–46.
Akastangga, M. D. B. (2020). Air Mensucikan Dan Menajiskan Pada Naskah Muqaddimah
Imam Bafadal Al-Hadramy Karya Al-Haitami (Tinjauan Filologi). IJAS: Indonesian
Journal of Arabic Studies, 2(1), 31. https://doi.org/10.24235/ijas.v2i1.5437
Alfansuri, M. R., Shidiq, S., Abu, R., & Askar, B. (2023). Materi Pendidikan Pra Nikah
dalam Kitab Qurratul Uyun dan Relevansinya dengan Isu-Isu Pernikahan Kontemporer.
JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan), 6(10), 7800–7810.
Aynun, N., & Faridatunnis, N. (2020). Qiradah dalam Tafsir Mafatih Al-Ghaib dan Tafsir
Ruh Al- Ma ’ ani : Perspektif Hermeneutika Jorge Gracia. Jurnal Al-Mubarak: Jurnal
Kajian Al-Qur’an Dan Tafsir, 3(1), 20–34.
Djamaluddin, A. (2018). Wanita Karier Dan Pembinaan Generasi Muda. Al-MAIYYAH :
Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 11(1), 111–131.
https://doi.org/10.35905/almaiyyah.v11i1.546
Fadhilah, I. (2016). APLIKASI HERMENEUTIKA DALAM FIQH PEREMPUAN (Studi
Pemikiran Khaled Abou el Fadl tentang fiqh Perempuan dalam Fatwa CRLO). Iqtisad,
3(1), 22. https://doi.org/10.31942/iq.v3i1.2459
Gracia, J. J. E., Abdullah, O., & Al Haidary, H. (2020). Islamisme dan Konsep al-Ḥākimīyah
Sayyid Quṭb Perspektif Teori Fungsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.
Habibi, M. D. (2019). Interpretasi Hermeneutika Jorge J.E. Gracia Dalam Al-Qur’an Surah
Al-Maidah: 51. Qof, 3(2), 195–204. https://doi.org/10.30762/qof.v3i2.1377
Habudin, I. (2012). KONSTRUKSI GAGASAN FEMINISME ISLAM KHALED M .
ABOU EL-FADL Relevansinya Dengan Posisi Perempuan Dalam Keluarga. Al-Ahwal,
5(2), 1–30.
Haitomi, F. (2021). Reinterpretasi Hadis Ketaatan Istri Terhadap Suami Perspektif Qira’ah
Mubadalah. Al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits, 15(2), 209–226.
https://doi.org/10.24042/al-dzikra.v15i2.9764
Hauqola, N. (2016). HERMENEUTIKA HADIS: Upaya Memecah Kebekuan Teks. Jurnal
THEOLOGIA, 24(1), 261–284. https://doi.org/10.21580/teo.2013.24.1.324
Imam, K. (2016). Relevansi Hermeneutika Jorge J. E. Gracia Dengan Kaidah-Kaidah
Penafsiran Al-Qur’an. ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 17(2), 251.
https://doi.org/10.14421/esensia.v17i2.1291
Irsan. (2021). Hubungan antara Ketaatan Istri kepada Suami dan Status Manusiawi Istri
dalam Prespektif Hukum Islam. Prosiding Seminar Nasional Hukum Keluarga Islam,
3(1), 20–39.
http://journal.unilak.ac.id/index.php/JIEB/article/view/3845%0Ahttp://dspace.uc.ac.id/h
andle/123456789/1288
Lutfiani, N. F. (2017). Hak-Hak Perempuan Dalam Surat Al-Ahzab Ayat 33: Sebuah
Pendekatan Hermeneutik. Jurnal Pendidikan Islam, X(2), 63–83.
Malik, M., & Ummah, A. A. K. (2021). Ketaatan Istri Terhadap Suami Perspektif Nabi SAW.
Jurnal Ushuluddin, 23(1), 94–104.
Matswah, A. (2014). PENDIDIKAN GENDER DALAM KELUARGA : TELAAH
TERHADAP HADIS-HADIS TENTANG RELASI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
DALAM KELUARGA. Al-Adabiya : Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan, 9(1), 1–20.
Muhtador, Mohamad. (2017). Membaca Perempuan dalam Hadis Misoginis: Usaha
Kontekstualisasi Nilai Kemanusiaan. BUANA GENDER : Jurnal Studi Gender Dan
Anak, 2(1), 59–72. https://doi.org/10.22515/bg.v2i1.783
Muhtador, Mohammad. (2018). Memahami Hadis Misoginis Dalam Perspektif Hermeneutika
Produktif Hans Gadamer. Diya Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-Hadis, 6(02),
257. https://doi.org/10.24235/diyaafkar.v6i02.3787
Muslim HD, A. T. (2019). Diskursus Fertilitas Dalam Perspektif Hadis (Aplikasi
Hermeneutik Fungsionalisme Jorge J. E. Gracia). Jurnal Living Hadis, 3(2), 277–297.
https://doi.org/10.14421/livinghadis.2018.1695
Muslimah. (2021). HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERKAWINAN. AAINUL HAQ:
Jurnal Hukum Keluarga Islam, 1(1), 62–75.
Nasruddin, M. R. (2023). Perintah Perang dalam Q . S . Al-Baqarah [ 2 ]: 191 dan
Relevansinya dengan Konsep Moderasi Beragama ( Analisis Fungsi Interpretasi Jorge J .
E . Gracia ). Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 3(1), 97–112.
Parwanto, W. (2022). Penafsiran Ulang Konsep “Kontekstualisasi” dalam Hadis: Kajian atas
Hadis Tentang Kepemimpinan Perempuan. Lathaif: Literasi Tafsir, Hadis Dan Filologi,
1(2), 109. https://doi.org/10.31958/lathaif.v1i2.7808
Qomariyah, S. L. (2020). Penciptaan Perempuan Perspektif Hermeneutika George J.E.
Gracia. Al-Dhikra, 2(1), 97.
http://journal.ushuluddin.ptiq.ac.id/index.php/aldhikra/article/view/7
Reni Kumalasari. (2020). PEREMPUAN DAN KETAATAN:Analisis Terhadap Hadis
Ketundukan Istri pada Suami. SETARA: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 2(2), 35.
Shofa, I. K. (2020). KONSEPSI SUJUD DALAM AL-QUR’AN (Analisis Komparatif Surah
al-Baqarah: 34 dan al-Kahfi: 50 Perspektif Sayyid Quthb dan Imam al-Qurthubi).
Journal of Indonesian Tafsir Studies, 2(1), 30–34. http://jurnal.idaqu.ac.id/index.php/at-
taisir/article/view/33
Soleha, S., & Miski. (2022). CITRA PEREMPUAN SALIHAH DALAM AKUN YOUTUBE
YUFID.TV: AL-QUR’AN, HADIS, KONSTRUKSI, DAN RELEVANSI. QOF: Jurnal
Studi Al-Qur’an Dan Tafsir, 6(1), 67–88.
Taufiqotuzzahro’, ’Azzah Nurin. (2019). Pembacaan Hermeneutika Hadis tentang Perintah
Istri Bersujud kepada Suami: Perspektif Hans-George Gadamer. Jurnal Living Hadis,
4(1), 45. https://doi.org/10.14421/livinghadis.2019.1616
Toni, A. (2017). MENUJU HISTORIS SOSIALIS DALAM ISLAM Pendahuluan Titik
Singgung Paradigm Tektual dan Konteksstual dalam Islam. El-Wasathiya: Jurnal Studi
Agama, 5.
Ulummudin. (2018). Hadith on the Prohibition of Women Traveling without a Maḥram
(Application of Hermeneutic Theory of Jorge J.E. Gracia). Journal of Hadith Studies,
1(1), 28–42. http://www.journal.islamicateinstitute.co.id/index.php/johs/article/view/361
Ulummudin. (2019). Tafsir Kontemporer Atas “Ayat Perang” Qs Al-taubah (9): 5-6:
Perspektif Hermeneutika Jorge Je Gracia. Aqlam: Journal of Islam and Plurality, 4(9),
215–232. http://journal.iain-
manado.ac.id/index.php/AJIP/article/view/1013%0Ahttp://journal.iain-
manado.ac.id/index.php/AJIP/article/download/1013/740
Wathani, S. (2017). Hermeneutika Jorge J.E. Gracia Sebagai Alternatif Teori Penafsiran
Tekstual Alqur’an. Al-A’raf : Jurnal Pemikiran Islam Dan Filsafat, 14(2), 193.
https://doi.org/10.22515/ajpif.v14i2.945
Zamawi, B. (2016). Aplikasi Teori Fungsi Interpretasi Jorge J.E, GraciaTentang Hadith
Kebiri. Marâji‘: Jurnal Studi Keislaman, 2, 400–434.
Zawawi, B. (2016). Apliaksi Teori Fungsi Interpretasi Jorge J.E. Gracia Tentang Hadith
Kebiri. Maraji’: Jurnal Studi Keislaman, 2(2), 400–434.