Professional Documents
Culture Documents
Skripsi A.richar Fenton
Skripsi A.richar Fenton
A.RICHAR FENTON
05071181320050
Keywords: Chili, Plant Extract, Application Time Interval, Aphids, Virus Mosaic.
RINGKASAN
Kata kunci : Cabai, Ekstrak Tanaman, Interval Waktu Aplikasi, Kutu Daun
Mosaik Virus.
SKRIPSI
A.Richar Fenton
05071181320050
Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dimuat dalam skripsi
ini merupakan hasil penelitian saya sendiri di bawah supervisi pembimbing,
kecuali yang disebutkan sumbernya, dan bukan hasil penjiplakan atau plagiat.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiasi dalam skripsi ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar dari Univeritas
Sriwijaya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
mendapatkan paksaan dari pihak manapun.
A.Richar Fenton
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 01 April 1995 di Desa Pelabuhan Talang Leak
Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu, merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Ayahanda bernama Irwan Ansori, S.pd dan Ibu bernama Efi Haryanti.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 2001 di SDN 05 Taba Anyar
tamat pada tahun 2007, dan melanjutkan sekolah tingkat pertama pada tahun 2007
di MTS Pancasila Bengkulu tamat pada tahun 2010, kemudian melanjutkan MA
pada tahun 2010 di MA Pondok Pesantren Qodratullah Langkan Banyuasin tamat
pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program strata (S-1),
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada
tahun 2013 melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2015 penulis memilih peminatan
Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Penulis pernah tergabung sebagai salah satu Anggota di organisasi
HIMAGROTEK pada tahun 2014 – 2015 dan organisasi IKMABIRA 2014-2015.
Selain itu, penulis juga pernah termasuk dalam Anggota HIMAPRO UNSRI pada
tahun 2015 - 2016.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh
Lama Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap Serangan Virus Mosaik dan
Kutu Daun (Aphis gossypii) pada Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L)” ini
dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam penulis sampaikan pada
suri tauladan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan ke zaman yang penuh dengan pengetahuan dan teknologi seperti
sekarang ini.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada ibu Prof. Dr. Ir.
Nurhayati, M.Si dan bapak Dr. Ir. Chandra Irsan, M.Si yang telah bersedia
membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
Gelar Sarjana Pertanian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh Dosen Fakultas Pertanian, dan seluruh Staft Administrasi Universitas
Sriwijaya.
Terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada keluarga, teman-teman
sejawat Agroekoteknologi dari angkatan 2010-2018 terkhusus kepada teman
aegroekoteknologi angkatan 2013, dan seluruh kerabat yang telah turut memberi
bantuan berupa doa dan dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
A.Richar Fenton
ix Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
Halaman
x Universitas Sriwijaya
Halaman
2.5.1. Sejarah Tanaman Bengkuang ........................................................ 12
2.5.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Bengkuang ........................... 12
2.5.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Bengkuang ........................ 13
2.6. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) .......................................... 14
2.6.1. Sejarah Tanaman Jarak Pagar ......................................................... 14
2.6.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar ........................... 14
2.6.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jarak Pagar ........................ 15
2.7. Virus ..................................................................................................... 16
2.7.1 Jenis Virus dan Gejala Serangannya................................................ 16
2.8. Kutu daun ............................................................................................. 18
2.8.1. Klasifikasi dan Morfologi Kutu daun ............................................ 18
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 20
3.1. Tempat dan Waktu ............................................................................. 20
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 20
3.3. Metode Penelitian ................................................................................ 20
3.4. Cara Kerja ........................................................................................... 20
3.4.1. Persiapan Pestisida Nabati .............................................................. 20
3.4.2. Penyemaian Benih Tanaman Cabai Besar (C. Annuum L) ............. 21
3.4.3. Persiapan Lahan Pertanaman .......................................................... 21
3.4.4. Aplikasi Ekstrak Nabati .................................................................. 21
3.4.5. Pemeliharaan Tanaman................................................................... 21
3.5. Peubah yang Diamati ........................................................................... 22
3.5.1. Insiden ............................................................................................ 22
3.5.2. Intensitas Penyakit .......................................................................... 22
3.5.3. Jumlah Buah yang di Panen dan Berat Buah .................................. 23
3.5.4. Keberadaan Kutu daun ................................................................... 23
3.5.5. Berat Basah dan Berat Kering ........................................................ 23
3.5.6. Tinggi Tanaman .............................................................................. 23
3.5.7. Analisi Data .................................................................................... 23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 24
xi Universitas Sriwijaya
Halaman
4.1. Hasil ..................................................................................................... 24
4.1.1 Gejala Serangan Virus Mosaik ....................................................... 24
4.1.2. Persentase Serangan Virus Mosaik................................................. 25
4.1.3. Intensitas Serangan Virus Mosaik .................................................. 26
4.1.4. Jumlah dan Berat Buah yang di Panen ........................................... 28
4.1.5. Keberadaan Kutu daun (Aphis gossypii)......................................... 30
4.1.6. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman ....................................... 32
4.1.7. Tinggi Tanaman Cabai ................................................................... 35
4.2. Pembahasan.......................................................................................... 36
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 42
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 42
5.2. Saran .................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 43
LAMPIRAN
Tabel Halaman
1. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Tanaman Terhadap Persentase (%)
Serangan Mosaik Virus pada Tanaman Cabai .............................. 25
Gambar Halaman
Lampiran Halaman
1. Persentase Serangan Mosaik Virus ................................................... 50
2. Intensitas Serangan Mosaik Virus..................................................... 51
3. Jumlah Buah Tanaman Cabai............................................................ 52
4. Berat Buah Tanaman Cabai ............................................................. 53
5. Populasi Kutu Daun .......................................................................... 54
6. Berat Basah Tanaman ...................................................................... 55
7. Berat Kering Tanaman Cabai ............................................................ 56
8. Tinggi Tanaman Cabai ...................................................................... 57
xv Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
1
2
Universitas Sriwijaya
3
Minyak biji jarak pagar juga dilaporkan efektif sebagai larvasida, anti-
oviposisi dan ovisida terhadap larva nyamuk Aedes albopictus Kovendan et al.
(2011). Tukimin & Karmawati (2012) melaporkan minyak bungkil biji jarak pagar
dapat digunakan sebagai biopestisida terhadap Helicoverpa armigera Hũbner.
Meskipun telah dilaporkan efektif sebagai pestisida nabati terhadap beberapa
hama dan patogen pada tanaman.
Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh interval
pengaplikasian berbagai macam ekstrak tanaman dalam melihat perkembangan
penyakit mosaik virus pada tanaman cabai dilapangan.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga beberapa
ekstrak tanaman yang digunakan dengan interval aplikasi yang berbeda dapat
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian serangan virus mosaik dan
keberadaan kutu daun (Aphis gossypii) pada tanaman cabai di lapangan.
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
4
5
Universitas Sriwijaya
6
Universitas Sriwijaya
7
Universitas Sriwijaya
8
kayu yang tebal serta batangnya kasar. Tanaman mimba memiliki tinggi hingga
30 meter dan batang berdiameter 2-5 m, dan memiliki ukuran diameter kanopi
yang bisa mencapai sepuluh meter. Tanaman mimba selalu hijau sepanjang
tahundan merupukan tanaman yang tumbuh secara tahunan. Tanaman mimba
memiliki struktur seperti tanaman lainnya dengan bagian-bagian yang terdiri dari
buah dan biji, daun, bunga, akar, batang. Batang tegak, memiliki bentuk bulat
struktur kayu, sedikit kasar untuk bagian permukaan, dan memiliki warna cokelat.
Daun letak berhadapan, majemuk, tepi bergerigi, bentuk melonjong, ujung lancip,
berpangkal runcing, tulang menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun
berwarna hijau panjangnya 8-20 cm. Buah berwarna hijau bulat telur. Biji
diameter 1 cm, bulat, dan berwarna putih. Pertumbuhan tanaman mimba sangat
baik di daerah panas, dengan tinggi permukaan tanah satu sampai tujuh ratus mdpl
dan kuat memnahan tekanan air Kardinan, (2011). Tumbuhan yang berasal dari
alam dan berpotensi sebagai pestisida nabati umumnya mempunyai karakteristik
rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen).
Universitas Sriwijaya
9
Universitas Sriwijaya
10
Universitas Sriwijaya
11
lima cm. Tangkai bunga memiliki ukuran 1-3 cm, kelopak bunga memiliki jumlah
tajuk 5 dan berbentuk runcing. Berbentuk corong, rusuk kuat, dan tepian bertajuk
5, tajuk di mahkota oleh suatu runcingan betuk dari tabung mahkota. Pada ujung
dari tabung mahkota tertancap benang sari dan berambut mengecil ke bawah
sebagai bingkai. Di malam hari Bunga mekar, terutup sore berikutnya dan terbuka
menjelang matahari tenggelam.
Buah kecubung memiliki duri-duri pendek bagian luarnya, bagian
dalamnya berwarna kuning kecoklatan dan berisi biji-biji kecil, buah ini memiliki
diameter berkisar antar empat sampai lima cm. Buah berwarna hijau muda yang
masih muda, sedangkan berwarna hijau tua untuk yang sudah tua. Bakal buah
membujur pada irisan, memiliki 4 ruang bagian bawah dan 2 ruang pada puncak .
Buah terdapat pada dasar bunga yang tebal dan lebar ditambah sisa-sisa dari
kelopak. Tjitrosoepomo, (1994).
Tanaman kecubung yang sering ditemui , yaitu yang berwarna putih
dengan tepian mahkota berwarna ungu dan bunga berwarna ungu. berbunga putih,
Ada juga yang disebut dengan stramonium yaitu kecubung kecil yang berbunga
dan dihiasi dengan duri hitam pada buahnya kecil Heyne, (1987). Kecubung
paling beracun adalah kecubung berbunga putih yang mengandung zat alkaloida
dibandingkan dengan tanaman kecubung lainnya Tjitrosoepomo, (1994).
Universitas Sriwijaya
12
Universitas Sriwijaya
13
Genus : Pacyrrhizhus
Spesies : Pacyrrhizhus erosus Urb.
Bengkuang merupakan tanaman tahunan yang memiliki panjang 4 -5 m,
dan panjang akarnya 2 m. Batangnya membelit dan menjalar. Daun menyirip
beranak daun 3 serta majemuk, memiliki panjang tangkai 8,5-16 cm, anak daun
berbentuk telur bundar dan ujung runcing melebar dan bergigi besar, dan kedua
belah sisinya berambut; ukuran paling besar adalah anak daun paling ujung,
berbentuk belah seperti ketupat, dengan ukuran 7-21 × 6-20 cm. Memiliki warna
cokelat pada bagian rambut. Adapun pada bagian Tabung kelopak berbentuk
lonceng, dan sedikit kecoklatan, panjang berkisar antara 0,5 cm. Memiliki
mahkota berwarna putih ungu kebiruan dan gundul. Tangkai sari berbentuk pipih,
dan menggulung sedikit pada bagian ujung, kepala putik mempunyai bentuk
seperti bola, di bawah ujung tangkai putik, kepala putik berjanggu pada bagian
bawaht. Buah polong berbentuk garis, pipih, dengan panjang berkisar antara 8-13
cm, memiliki rambut, dan berbiji 4 sampai 9 butir.
Universitas Sriwijaya
14
Universitas Sriwijaya
15
Universitas Sriwijaya
16
(2000). Minyak jarak pagar memiliki kandungan asam risinoleat lebih dikenal
dengan sebutan risin sehingga dapat digunakan sebagai pestisida, Hambali (2006).
Menyebutkan bahwa daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) mengandung senyawa
alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan flavonoid. Daun jarak pagar (Jatropha curcas
L.) juga mengandung senyawa saponin, tannin, alkaloid, flavonoid dan fenolik
yang bisa berpotensi sebagai pestisida nabati.
2.7 Virus
2.7.1 Jenis Virus dan Gejala Serangannya
Tanaman cabai pada umumnya menunjukkan gejala mosaik, kuning dan
klhorosis jika terinfeksi virus. umumnya beberapa patogen virus merupakan
penyebab gejala mosaik yang terdapat pada tanaman cabai, yaitu ChiiVMV (Chilli
Veinal Mottle Virus), CMV (Cucumber Mosaic Virus), dan TMV (Tobacco
Mosaic Virus) Nyana, (2012). Tanaman cabai dengan gejala klorosis merupakan
virus pendatang baru pada tanaman cabai dan pertama kali ditemukan di Bali,
tepatnya di Desa Kerta Kecamatan Payangan Gianyar pada tahun 2011, dan belum
ditemukan di daerah lain. Penyakit ini adalah merupakan pendatang baru yang
ikut menambah keragaman penyakit pada tanaman cabai di Bali Suastika, (2012).
Telah dilaporkan krang lebih terdapat 1800 spesies tanaman terserang
virus yang menyerang tanaman cabai. Dalam mengendalikan gejala serangan
penyakit dari penyakit virus, pertama pentingnya peran dalam mendiagnosis jenis
virus yang menyerang tanaman tersebut. Setelah mendapatkan hasil diagnosis,
dijadikan sebagai panduan untuk membasmi beberapa sumber virus yang
potensial, sehingga tanaman cabai atau tanaman sayuran lainnya terhindar dari
infeksi serangan virus, Edwarson & Christie, (1997).
Gejala mosaik dapat dilihat ketika tanaman cabai Tanaman cabai terserang
virus, mengakibatkan penurunan hasil produksi buah cabai. Pada umumnya
Penyakit virus tersebut tersebar melalui vektor misalnya, Thrips tabaci, Myzus
persicae (Aphids), Bemisia tabaci (lalat putih). TMV adalah virus yang mampu
ditularkan melalui benih (seed transmission) Nyana, (2008). Virus dari golongan
Tobamovirus seperti TMV, berukuran diameter sekitar 30 nm, berbentuk batang
Universitas Sriwijaya
17
kaku (tongkat), dan panjang sekitar 600 – 670 nm Fauquet et al., (2005).
Diketahui sampai saat ini TMV adalah virus yang sangat stabil. Virus ini telah
dilaporkan dapat bertahan dalam tanah dan sisa tanaman terinfeksi juga pada
benih sebagai kontaminan dalam waktu cukup lama. Di samping itu, juga
diketahui bahwa TMV dapat bertahan selama dua tahun yang berada pada
serpihan sisa-sisa tanaman bisa mengkontaminasi baju para pekerja. Produk yang
terbuat dari tembakau seperti cerutu atau rokok bisa membawa TMV dan dia
dapat bertahan beberapa jam pada tangan setelah menyentuh produk dari
tembakau tersebut Igwegbe & Ogungbade, (1985). Virus dari golongan
cucumovirus seperti CMV, memiliki diameter sekitar 30nm, berbentuk bulat, serta
memiliki 4 jenis asam nukleat yang masing-masing berupa RNA utas tunggal
Palukaitis et al. (1992); Fauquet et al., (2005).
virus dari golongan Potyvirus seperti Sedangkan ChiVMV, memiliki
diameter 12-13 nm, panjang sekitar 650-750 nm, berbentuk lentur dan panjang
dan mempunyai RNA sebagai asam nukleat utas tunggal satu jenis Ong, (1995);
Fauquet et al., (2005). Banyak jenis tanaman inang Kedua virus ini (untuk CMV
lebih dari 800 spesies tanaman inang) termasuk beberapa gulma yang berada di
sekitar pertanaman inang utama Palukaitis et al,. (1992); Ong, (1995). Virus ini
mudah bertahan hidup dikarenakan Banyaknya jenis tanaman inang. Lebih dari 60
spesies kutu daun dapat menyebarkan ke dua virus ini, seperti yang dilakukan oleh
Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten Palukaitis et al,. (1992);
Ong, (1995). Dalam waktu 5-10 detik virus ini bisa ditularkan dan dalam waktu
kurang dari 1 menit sudah bisa di translokasikan. Setelah 2 menit kemampuan
virus ini menurun untuk ditranslokasikan dan dalam waktu 2 jam biasanya hilang.
Khetarpal et al., (1998).
Penyebab kegagalan pengendalian penyakit mosaik disebabkan karena
cara penularan non-persisten melalui pemberantasan kutu daun dengan
insektisida. Kutu daun yang singgah pada pertanaman cabai akan segera
menularkan virus pada tanaman baru yang dihinggapinya, sehingga meskipun
pestisida yang digunakan bisa membunuh kutu daun tersebut tetapi tanaman sudah
terlanjur tertular virus. Adapun gejala mozaik yang menginfeksi tanaman cabai
Universitas Sriwijaya
18
sangat bervariasi, ada yang bergejala berat, lemah dan sangat lemah (mild) dan
gejala ini biasanya tidak menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan tanaman,
dan bahkan virus yang menginfeksi dengan gejala ini mampu melindungi tanaman
cabai dari infeksi virus ganas (severe) Nyana, (2012).
Kutu daun akan lebih banyak terbang ketika kondisi udara di areal
tersebut tenang dan menuju ke arah lokasi yang dominan berwarna hijau seperti
adanya pertanaman. Dan telah diketahui pula bahwa kutu daun mempunyai selera
terhadap warna-warna tertentu tergantung dengan spesies kutudaun tersebut. Dari
spesies kutu daun hampir semuanya tidak menyukai pantulan cahaya abu-abu
Blackman & Eastop, (2000). Repellent yang dikeluarkan dari cahaya abu-abu
metalik ini sejenak memperlihatkan kepada kita suatu peluang dimana mulsa
plastik abu-abu metalik bisa digunakan sebagai pemantul cahaya yang mempunyai
sifat repellent terhadap kutu daun.
Universitas Sriwijaya
19
Order : Hemiptera
Family : Aphididae
Genus : Aphis
Species : Aphis Gossypii.
gossypii dapat menjadi vektor penyakit virus tumbuhan. Menurut Blackman dan
Eastop (2000) bahwa lebih dari 50 penyakit virus tumbuhan ditularkan oleh A.
Gossypii. A. Menurut Mahr et al. (2001) bahwa A. gossypii merupakan vektor
penyakit virus pada tanaman. A. gossypii adalah vektor penyakit Citrus Tristeza
Virus (CTV) serta penyakit virus mosaik pada mentimun, tembakau dan Cabai.
Kutu daun termasuk kedalam kelompok hama yang cukup merugikan pada
tanaman buah. Kutu daun mengakibatkan kerusakan secara langsung dan tidak
langsung. Kerusakan karena kutu daun tampak pada bagian-bagian tanaman yang
masih muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang masih
muda. Kerusakan langsung yang diakibatkan kutu daun meliputi daun yang
terserang keriput (berkerut) dan keriting, berwarna kekuningan, terpuntir, dan
pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman layu dan mati.
Kerugian secara tidak langsung disebabkan peranan kutu daun sebagai vektor
virus antara lain virus mosaik dan virus roset. Kutu daun merupakan vektor yang
efektif dalam menularkan virus tanaman dan mampu menularkan lebih dari 150
strain virus Saragih (1994). Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun yang
menjelma mejadi hama hanya 6-25%, sedangkan kerugian bisa mencapai lebih
dari 80% jika menjelma menjadi vektor Miles, (1987).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN
20
21
Universitas Sriwijaya
22
Keterangan:
I = Intensitas serangan
n = Jumlah tanaman yang termasuk ke dalam skala gejala tertentu,
v = Nilai gejala tertentu,
N = Jumlah tanaman yang diamati,
V = Nilai intensitas serangan tertinggi.
Skor keparahan gejala diklasifikasikan ialah sebagai berikut:
0 = Tanaman tidak muncul gejala
Universitas Sriwijaya
23
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian beberapa ekstrak
tanaman berbeda nyata pada persentase serangan mozaik virus, intensitas
serangan mosaik virus, keberadaan kutu daun, tinggi tanaman, berat buah, dan
jumlah buah. Tidak berbeda nyata terhadap interval waktu pengaplikasian
terhadap serangan mosaik virus, intensitas serangan, keberadaan kutu daun, tinggi
tanaman, jumlah buah panen, berat buah panen, berat basah pada tanaman, dan
berat kering pada tanaman berdasarkan kombinasi perlakuan yang diberikan.
a b
Gambar 1. Tanaman cabai di petakan penilitian, (a) tanaman cabai sehat, (b)
tanaman cabai yang menunjukkan gejala serangan mosaik virus.
24 Universitas Sriwijaya
25
Universitas Sriwijaya
Persentase serangan mosaik virus (%)
26
35,00
29,50 28,79
30,00
24,81
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
Universitas Sriwijaya
pengaplikasian ekstrak. Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman terhadap intensitas serangan mosaik virus disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap intensitas serangan mosaik
virus pada tanaman cabai.
20,00
18,00 17,26
16,30
16,00 14,88
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.
Tabel 3 Menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap
jumlah buah yang terbaik adalah perlakuan ekstrak daun mimba yaitu sebesar 19
buah, berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, antara perlakuan ekstrak daun
sirsak, ekstrak daun kecubung, ekstrak daun mimba, ekstrak daun jarak pagar, dan
ekstrak daun bengkoang tidak berbeda nyata satu sama lainnya.
Tabel 3 Menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap
berat buah yang terbaik adalah perlakuan ekstrak daun jarak pagar yaitu sebesar
36,26 g berbeda nyata dengan kontrol. Antara perlakuan ekstrak daun mimba,
ekstrak daun sirsak, ekstrak daun jarak pagar, ekstrak daun kecubung, dan ekstrak
daun bengkoang tidak berbeda nyata satu sama lainnya.
Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap jumlah produksi buah cabai disajikan pada (Gambar 4).
Jumlah Buah Cabai
15,60
15,58 15,57
15,56
15,54
15,52
15,50
15,48
15,48 15,46
15,46
15,44
15,42
15,40
1 2 3
Interval waktu (minggu)
33,00
32,10
32,00
31,00
30,00 29,70
29,00
27,83
28,00
27,00
26,00
25,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
30,00
26,11 25,26
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
pada masing-masing faktor ekstrak dan interval waktu. Uji lanjut BNJ taraf 5%
pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap berat basah tanaman cabai disajikan
pada (Gambar 7).
300,00
251,78
250,00
191,67
200,00 168,78 169,89 160,00
150,00
110,33
100,00
50,00
0,00
Sirsak Kecubung Nimba Jarak Pagar Bengkoang Kontrol
Perlakuan
Gambar 7. Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap berat basah pada
tanaman cabai.
Gambar 7 menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman
terhadap berat basah tanaman cabai walaupun secara statistik tidak berpengaruh
nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan ekstrak bengkoang cenderung efektif
untuk meningkatkan berat basah tanaman cabai . Berat basah tertinggi terjadi pada
perlakuan ekstrak daun bengkoang, berat basah terendah terjadi pada perlakuan
kontrol.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh lama aplikasi interval waktu
Berat Basah Tanaman (gr)
penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat basah tanaman cabai disajikan pada
(Gambar 8).
200,00 186,06
170,06 170,11
150,00
100,00
50,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
80,00
40,00
0,00
Sirsak Kecubung Nimba Jarak Pagar Bengkoang Kontrol
Perlakuan
165,00 160,06
150,00 142,67 143,06
135,00
120,00
105,00
90,00
75,00
60,00
45,00
30,00
15,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
46,00
44,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini pengaplikasian ekstrak tanaman pertama kali dilakukan
ke tanaman cabai yang telah berumur satu minggu setelah tanam. Pengambilan
data pengaplikasian ekstrak tanaman dilakukan sebelum melakukan
pengaplikasian ke-2 pada minggu ke-2, pada minggu pertama sampai minggu ke-
4 masih belum ditemukan gejala mosaik virus pada pertanaman cabai di lapangan.
Gejala serangan mosaik virus terlihat pada minggu ke-5, Tanaman cabai yang
terserang mosaik menunjukkan gejala daun berwarna kekuningan, helai daun
mengalami malformasi, klorosis diantara tulang daun maupun pinggir daun, daun-
daun yang sudah agak tua melengkung ke arah atas, tulang daun menebal, pinggir
daun menjadi pucat sampai kuning terang. Daun-daun mengecil dan berwarna
kuning terang jika telah mengalami infeksi lanjut, dan ukuran tanaman terlihat
kerdil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trisno et al. (2009) menyatakan gejala
yang kompleks seperti mosaik, kuning, keriting, cupping, daun kecil-kecil, tulang
daun menebal dan tanaman menjadi kerdil pada tanaman cabai di Sumatera Barat.
Sukada et al., (2014) menyatakan di daerah sentra pertanaman cabai Desa Kerta
Payangan, Bali ditemukan gejala mosaik, kuning dan klorosis yang ditimbulkan
akibat serangan virus.
Pada Table 1 menunjukkan bahwa hasil pengamatan semua perlakuan
esktrak terhadap tingkat serangan mosaik virus pada tanaman cabai memiliki
perbedaan, serangan mosaik virus yang menyerang tanaman cabai dimulai dari
minggu ke-5 hingga minggu ke-9 di setiap ekstrak tanaman. Serangan mosaik
virus tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan angka 52,23%. Tanaman
cabai yang di beri perlakuan ekstrak daun mimba memperlihatkan gejala serangan
mosaik virus terendah dengan angka 12,80%. daun mimba memiliki kandungan
senyawa alkoloid yang berperan penting dalam menekan tingkat serangan mosaik
virus pada tanaman cabai, sesuai dengan pernyataan Soparat (2010). Kandungan
senyawa alkoloid pada daun mimba dapat menyebabkan gangguan sistem
pencernaan karena alkoloid bertindak sebagai racun perut yang masuk melalui
mulut larva. Menurut Djojosumarto (2000). Menyatakan selain itu racun yang
terkandung pada daun mimba akan berpengaruh dalam proses pencernaan
makanan, menghambat kontraksi usus, sehingga proses pencernaan makanan tidak
dapat berlangsung. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor interval waktu
penyemprotan gejala serangan mosaik virus terendah terjadi pada pengaplikasian
ekstrak tanaman setiap dua minggu sekali dengan angka 24,81%.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat intensitas serangan mosaik virus
pada tanaman cabai terus meningkat di setiap pengamatan, intensitas serangan
mosaik virus di hitung dari minggu ke-5 sampai minggu ke-9. Perlakuan ekstrak
daun mimba merupakan perlakuan dengan tingkat intensitas serangan terendah
dari rata-rata seluruh pengamatannya dengan angka 9,11%. Diduga kandungan
senyawa alkoloid yang terdapat pada daun mimba menjadi faktor yang memiliki
yang sangat efektif dalam menekan perkembangan dari penyakit mosaik virus
Universitas Sriwijaya
pada tanaman cabai sehingga ekstrak daun mimba selalu memiliki tingkat
serangan terendah dibandingkan perlakuan lainnya, baik pada peubah keparahan
serangan mosaik virus maupun pada peubah intensitas serangan mosaik virus di
tanaman cabai. Gambar 3 menunjukkan bahwa keparahan intensitas penyakit
terendah interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman terjadi pada perlakuan
interval waktu dua minggu sekali dengan rata-rata 14,88.
Pada produksi buah cabai proses panen dilakukan di minggu ke-10 dengan
melihat rata-rata kematangan buah berkisar antara 50%, proses panen buah cabai
di lakukan sebanyak 3 kali. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil panen buah
cabai tertinggi terdapat pada perlakuan ekstrak daun mimba dengan rata-rata
19,00 buah per tanaman di setiap panennya. Hasil produksi cabai terendah terjadi
pada perlakuan kontrol dengan rata-rata 11,00 buah per tanaman di setiap hasil
panennya. Hasil produksi memperlihatkan bahwa terdapat keterkaitan antara
tanaman yang memiliki gejala serangan mosaik virus terendah memberikan hasil
produksi yang lebih baik dibandingkan tanaman yang memperlihatkan gejala
sarangan mosaik virus yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulyo,
(1984), penurunan hasil panen akibat penyakit mosaik pada tujuh kultivar cabai
berkisar mulai dari 32% sampai 75%. Gambar 4 menunjukkan bahwa produksi
buah cabai tertinggi terjadi pada interval waktu waktu penyemprotan ekstrak
tanaman dua minggu sekali dengan rata-rata 15,48 buah/tanaman.
Pada saat tanaman memasuki masa generatif beberapa tanaman mengalami
kerontokan bunga dan buah sehingga menyebabkan hasil produksi buah cabai
tidak merata di setiap masa panennya. Diduga tingginya suhu pada saat penelitian
berlangsung menjadi penyebab utama terjadinya rontok buah dan bunga pada
tanaman cabai, hal ini sesuai dengan pernyataan Prajnanta, (1999). Kuranngnya
pengairan tinggunya suhu yang dan keringnya udara dadpat membuat suplai unsur
hara terhambat sehingga buah dan bunga mengalami transpiras yang dapat
menyebabkan terjadinya kerontokan serta buah tanaman caabai berbentuk kecil–
kecil. Ketika matahari terbit, terbukalah stomata karena pencahayaan
meningkatnya dan suhu pada daun menjadi naik karena pencahayaan tersebut,
sehingga uapan air lebih cepat, transpirasai bisa meningkat dikarenakan naiknya
Universitas Sriwijaya
suhu udara mampu menciptakan kelembaban yang optimal. Tanaman yang
terinfeksi mosaik virus dapat menghasilkan produksi tetapi tidak seoptimal hasil
produksi tanaman yang tidak terinfeksi mosaik virus, hal ini sesuai dengan
pernyataan Clark, M. F. & Adams, A. N. (1977). Tanaman yang terinfeksi
menghasilkan buah dengan kualitas rendah dan produksi rendah. Dolores, (1996);
Duriat, (1997). Menyatakan kualitas buah sangat menurun jika tanaman terinfeksi
sakit. Tidak seperti tanaman yang sehat tanaman yang sakit hanya mampu
berproduksi 30%. Sudiono et al., (2005). Menyatakan Tanaman yang terserang
sejak tanaman masih muda (vegetatif) akan lebih merugikan petani dibandingkan
tanaman yang terserang ketika telah masuk pada fase generatif. Menambahkan
Green & kim, (1991). Virus terutama menyerang bagian vegetatif tanaman, oleh
karena itu serangan virus pada perkembangan awal tanaman dapat menyebabkan
kerugian hingga 100%.
Table 3 menunjukkan bahwa jumlah buah tidak menentukan berat buah
hasil produksi, karena terdapat perbedaan di bentuk dan ukuran buah cabai di
setiap tanamannya. Pada Table 3 dapat dilihat bahwa berat buah tertinggi terjadi
pada perlakuan ekstrak daun jarak pagar dengan rata-rata 36,26 gr per tanaman.
Berat buah terendah terjadi pada perlakuan kontrol dengan berat rata-rata 19,42 gr
per tanaman. Gambar 5 menunjukkan bahwa interval waktu penyemprotan ekstrak
tanaman satu minggu sekali sebagai hasil berat produksi buah cabai tertinggi
dengan rata-rata 32,10 gr per tanaman.
Kutu daun (Aphis gossypii) merupakan salah satu vektor pembawa mosaik
virus, hal ini sesuai dengan pernyataan Fareres & Moreno (2009). Menjelaskan
kutu daun, kutu kebul merupakan Serangga yang termasuk ordo hemiptera yang
dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus oleh 39 spesies serangga yang
berbeda. Menambahkan Kalshoven (1981), dalam penularan virus baik secara
persisten maupun nonpersisten kutu daun memiliki peran yang penting. Banyak
virus yang menyebabkan penyakit yang bisa ditularkan. Kutu daun adalah
serangga penghisap tanaman dan penusuk. Makan kutu daun berada di jaringan
tanaman. Bagian mulut kutu daun mengalami sedikit meruncing untuk menghisap
dan menusuk ke jaringan tanaman bagian dalam. Kutu daun merupakan salah satu
Universitas Sriwijaya
vecor penting mosaik virus. Pengamatan di lapangan memperlihatkan kutu daun
mulai menyerang tanaman terjadi pada pengamatan di minggu ke-8 dan minggu
ke-9, daun yang terserang kutu daun diambil kemudian di lakukan identifikasi
untuk mengetahui jumlah populasi kutu daun yang menyerang tanaman cabai.
Pada Table 4 menunjukkan bahwa populasi kutu daun tertinggi terjadi pada
perlakuan kontrol dengan rata-rata 50,07 ekor per tanaman. Perlakuan ekstrak
daun mimba memiliki tingkat populasi kutu daun terendah dengan rata-rata 15,30
ekor per tanaman. Diduga karena kandungan senyawa alkaloid yang terdapat pada
daun mimba tidak terlalu disenangi oleh berbagai hama termasuk kutu daun,
menurut Soparat (2010). Kandungan senyawa alkoloid pada daun mimba dapat
menyebabkan gangguan sistem pencernaan karena alkoloid bertindak sebagai
racun perut yang masuk melalui mulut larva. Keberadaan kutu daun mulai terlihat
di minggu ke-8 sedangkan mosaik virus mulai memperlihatkan gejala pada
minggu ke-5 di tanaman cabai, diduga faktor alam seperti angin menjadi vektor
awal pembawa mosaik virus ke lapangan sebelum kutu daun. Gambar 6
menunjukkan bahwa populasi kutu daun terendah terjadi pada interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman dua minggu sekali dengan rata-rata 25,26 ekor per
tanaman.
Tanaman cabai yang telah mealui proses panen di ambil secara utuh mulai
dari bagian akar sampai pucuk tanaman kemudian dilakukan penimbangan untuk
mengetahui berat basah tanaman. Gambar 7 menunjukkan bahwa berat basah
tanaman tertinggi terjadi pada perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata
251,78 gr per tanaman. Perlakuan kontrol memiliki angka terendah untuk berat
basah tanaman dengan rata-rata 110,33 gr per tanaman. Gambar 8 menunjukkan
bahwa berat basah terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak
tanaman satu minggu sekali dengan rata-rata 170,06 gr per tanaman. Sedangkan
interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman tiga minggu sekali sebagai berat
basah tertinggi pada tanaman cabai dengan rata-rata 186,06 gr per tanaman.
Tanaman cabai yang telah di timbang berat basahnya kemudian di jemur
selama 1 X 24 jam untuk di lakukan penimbangan berat kering tanaman. Pada
pengamatan berat kering tanaman. Berat kering tanaman tertinggi terjadi pada
Universitas Sriwijaya
perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata 217,33 gr per tanaman.
Perlakuan kontrol memiliki angka terendah untuk berat kering tanaman dengan
rata-rata 99,44 gr per tanaman. Gambar 10 Menunjukkan bahwa pengaruh interval
waktu penyemprotan ekstrak tanaman berat kering terendah terjadi pada interval
waktu penyemprotan ekstrak tanaman satu minggu sekali dengan rata-rata 142,67
gr per tanaman, sedangkan interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman tiga
minggu sekali sebagai berat basah tertinggi pada tanaman cabai dengan rata-rata
160,06 gr per tanaman.
Tinggi tanaman cabai di ukur dengan menggunakan meteran, pengukuran
tinggi tanaman cabai dilakukan setelah tanaman cabai berumur satu minggu di
lahan pertanaman. Pada Table 5 menunjukkan bahwa tinggi tanaman cabai
terendah terjadi pada perlakuan kontrol. Sedangkan tinggi tanaman cabai tertinggi
terjadi pada perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata 57,71 cm per
tanaman. Gambar 11 menunjukkan bahwa pengaruh interval waktu penyemprotan
ekstrak tanaman terhadap tinggi tanaman cabai hasilnya tinggi tanaman cabai
terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman dua minggu
sekali dengan rata-rata 47,80 cm per tanaman, sedangkan tinggi tanaman cabai
tertinggi terjadi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman satu minggu sekali
dengan rata-rata 55,25 cm per tanaman.
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap persentase, intensitas serangan mosaik virus dan keberadaan kutu
daun pada tanaman cabai cenderung efektif bila di aplikasikan setiap 2
minggu sekali dengan tingkat serangan untuk persentase serangan mosaik
virus sebesar 24,81%, 14,88% untuk intensitas serangan mosaik virus, dan
untuk parameter keberadaan kutu daun berjumlah 25,26 ekor pada tanaman
cabai.
2. Ekstrak daun mimba mampu menekan perkembangan serangan mosaik virus
pada tanaman cabai tertinggi dari pada empat ekstrak daun lainnya. Pada
perlakuan ekstrak daun mimba gejala serangan mosaik virus terendah yaitu
sebesar 12,80%, 9,11% untuk intensitas serangan mosaik virus, dan 15,30
ekor jumlah rata-rata populasi kutu daun yang terdapat pada tanaman cabai.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkombinasikan antara
satu ekstrak daun dengan esktrak daun lainnya, sehingga diharapkan dapat
memberi hasil yang lebih optimal dalam menekan perkembangan mosaik virus
pada tanaman cabai.
Universitas Sriwijaya
42
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki, Dr. Ir. SE. 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa,
Bandung.
Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crop. An identification
and Information Guide 2nd eds. New York : John Wiley and Sons.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas
Sayuran di Indonesia periode 2013-2014.http://www.pertanian.go.id/
Indikator/tabel-2-prod-lspn-prodvitas-horti.pdf [03 Mei 2018].
43 Universitas Sriwijaya
44
Duriat, A. S., Gunaeni, N., & Sulastrini, I. (1997). Further studies on screening
pepper varieties for resistance to CMV strains, In: AVRDC Collaborative
vegetable research in Southeast Asia proceedings of the AVNET-II final
workshop, Publication No. 119–124 (pp 451). Thailand: Bangkok.
Edwardson, J.R., R.G. Christie. 1997. Virus Infecting Peppers and Other
Solanaceus Crop. University of Florida. USA.
Fauquet C.M., Mayo M.A., Maniloff J., Desselberger U., Ball L.A. 2005. Virus
Taxonomy. Lassification and Nomenclature of Viruses. Elsevier
Academic Press. Amsterdam.
Universitas Sriwijaya
45
Juriah, Juju. 2003. Fraksinasi Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrizus erosus) yang
Berpotensi sebagai Antibakteri. Program Studi Kimia, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. Dr. Van der Lan D. A.
Revisi. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Mahr SER, Cloyd RA, Mahr DL, Sadof CS. 2001. Biology control of insects and
the other pest of the greenhouse crop. North Central Regional Publication
581. University of WisconsinExstention, CooperativeExtention.
Universitas Sriwijaya
46
Mulyana. 2002. “Ekstraksi Senyawa Aktif Alkaloid, Kuinon, dan Saponin dari
Tumbuhan Kecubung sebagai Larvasida dan Insektisida terhadap
Nyamuk”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Budi Daya Jarak Pagar dan Pembuatan
Biodiesel. Kanisius. Yogyakarta.
Nurdin. 1998. Identifikasi Virus Penyebab Mosaik dan Kerdil pada Cabai Besar
(Capsicum annuum L.). Thesis Pascasarjana IPB.
Nyana, D.N., G.Suastika, K.T.Natsuaki, 2008. The Effect of Dry Heat Treatment
on Tobacco Mosaic Virus Contaminated Chili Pepper Seeds. ISSAAS
Journal. 2008. Vol. 13. No.3.
Palukaitis P, Roossinck MJ, Dietzgen RG, Francki RI. 1992. Cucumber mosaic
virus. Adv Virus Res 41: 281-348.
Universitas Sriwijaya
47
Pedigo LP, Rice ME. 2006. Entomology and Pest Management. 5thed. Upper
Saddle River (US): Pearson Education.
Prakash, A dan J Rao. 1997. Botanical Pestiside In Agrikultur. Boca Raton Lewis
Publisher.
Puspitasari, A., Sudarso, dan D.B. Asrining. 2009. Aktivitas antijamur ekstrak
etanol soxhletasi dan maserasi daun mimba (Azadirachta indica)
terhadap Candida albicans. Pharmacy. 6(2) : 6-13.
Sari, C.N., I.R., Suseno, Sudarsono, M. Sinaga, 1997. Reaksi Sepuluh Galur
Cabai Terhadap Infeksi Isolat CMV dan PVY Asal Indonesia. Prosiding
kongres nasional dan Seminar Ilmiah PFI. Palembang 27-29 Oktober
1997. Hal.116-119.
Soenardi, M. Romli, Djumali, dan Suhadi. 2000. System tanam tumpang sari
jarak dan palawija. Laporan hasil penelitian. Balittas, malang. 18 hal.
Universitas Sriwijaya
48
Sorensen, M. 1996. Yam Bean Pachyrrhizus DC. Promoting the Conservation and
Useof Under Utilised and Neglected Crops. 2. IPGRI.Rome
Sukada. W., 2014. “Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus terhadap Penurunan
Hasil pada Tanaman Cabai (Capsicum Frutescens L.)”. ( skripsi ).
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.
Sukrasno dan Tim Lentera, 2003. Mengenal Lebih Dekat Mimba Tanaman Obat
Multifungsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. 79 hlm.
Universitas Sriwijaya
49
Trisno J, Hidayat SH, Habazar T, Manti I, Jamsari. 2009. Detection and sequence
diversity ofassociated with Yellow Leaf Curl Diseases of Begomovirus
Pepper (Capsicum annum) in West Sumatra, Indonesia. Microbiol
Indonesia. 3(2):61-66.
Yudiarti, T. 2010. Cara Praktis dan Ekonomis Mengatasi Hama dan Penyakit
Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Graha Ilmu. Yogyakarta. 91 hlm.
Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
50 Universitas Sriwijaya
51
Universitas Sriwijaya
Lampiran 3 Jumlah buah Tanaman Cabai
Data jumlah buah tanaman cabai
Faktor Interval Jumlah buah Kelompok
Faktor Ekstrak Jumlah Rerata
waktu (Minggu) ke...
1 2 3
SIRSAK 1 19,67 19,33 18,33 57,33 19,11
2 11,67 25,33 10,00 47,00 15,67
3 13,67 14,33 20,00 48,00 16,00
KECUBUNG 1 13,33 15,33 10,33 39,00 13,00
2 16,00 15,33 17,67 49,00 16,33
3 15,67 10,33 13,67 39,67 13,22
MIMBA 1 21,00 20,33 16,67 58,00 19,33
2 21,33 22,33 11,33 55,00 18,33
3 15,33 28,33 14,33 58,00 19,33
JARAK PAGAR 1 15,33 12,00 23,33 50,67 16,89
2 10,00 26,00 12,33 48,33 16,11
3 25,00 15,67 18,67 59,33 19,78
BENGKOANG 1 15,33 15,00 11,67 42,00 14,00
2 20,00 16,00 11,67 47,67 15,89
3 8,67 13,67 17,00 39,33 13,11
KONTROL 1 13,33 11,67 8,33 33,33 11,11
2 11,33 11,00 9,33 31,67 10,56
3 11,67 13,00 9,33 34,00 11,33
JUMLAH 278,33 305,00 254,00 837,33