Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 75

SKRIPSI

PENGARUH LAMA APLIKASI BEBERAPA EKSTRAK


TANAMAN TERHADAP SERANGAN VIRUS MOSAIK DAN
KUTU DAUN (Aphis gossypii) PADA TANAMAN CABAI
(Capsicum annuum L)

THE EFFECT OF LONG APPLICATION OF SOME PLANT


EXTRACTS ON MOSAIC VIRUS AND APHIDS (Aphis gossypii)
ATTACK ON CHILI PLANTS (Capsicum annuum L)

A.RICHAR FENTON
05071181320050

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
SUMMARY

A.RICHAR FENTON "The Effect of Long Application of Some Plant Extracts


Mosaic Virus Attack and Aphids (Aphis Gossypii) on Chili (Capsicum Annuum L)
Plants". (Supervised by NURHAYATI and CHANDRA IRSAN).

This study aims to determine the effect of application intervals of some


plant extracts on the incidence of mosaic virus attacks and Aphids (Aphis
Gossypii) on chili plants in the field. This research was compiled using a factorial
randomized block design (RAKF) with 6 treatments, namely neem leaf extract,
bengkoang leaf extract, jatropha leaf extract, amethyst leaf extract, soursop leaf
extract, and control. Application of the extract treatment was carried out when the
chili plant was 1 week after planting until the 9th week. The results of this study
indicate that the effect of application time interval spraying of plant extracts on
the percentage and intensity of virus mosaic attacks on chili plants tends to be
effective when applied every 2 weeks with attack rates for percentage of virus
mosaic attacks of 24.81% and 14.88% for the intensity of virus mosaic attacks.
The parameter of presence of aphids totaled 25,26 tails in each plant for spraying
interval of 2 weeks. The treatment of neem leaf extract has the lowest percentage
of virus mosaic attacks on a weekly basis with an average attack of 2.36% at week
5, 8.72% at week 6, 9.16% at week 7, 24, 48% in the 8th week, and 32.09% in the
9th week.

Keywords: Chili, Plant Extract, Application Time Interval, Aphids, Virus Mosaic.
RINGKASAN

A.RICHAR FENTON “Pengaruh Lama Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman


Terhadap Serangan Virus Mosaik dan Kutu Daun (Aphis gossypii) pada Tanaman
Cabai (Capsicum Annuum L)”. (Dibimbing oleh NURHAYATI dan CHANDRA
IRSAN).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interval aplikasi


beberapa ekstrak tanaman terhadap kejadian serangan virus mosaik Dan Kutu
Daun (Aphis Gossypii) pada tanaman cabai di lapangan. Penelitian ini disusun
dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 6
perlakuan yaitu ekstrak daun mimba, ekstrak daun bengkoang, ekstrak daun jarak
pagar, ekstrak daun kecubung, ekstrak daun sirsak, dan kontrol. Pengaplikasian
perlakuan ekstrak dilakukan ketika tanaman cabai berumur 1 minggu setelah
tanam hingga minggu ke-9. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman terhadap
persentase dan intensitas serangan mosaic virus pada tanaman cabai cenderung
efektif bila di aplikasi setiap 2 minggu sekali dengan tingkat serangan untuk
persentase serangan mosaik virus sebesar 24,81% dan 14,88% untuk intensitas
serangan mosaik virus. Pada parameter keberadaan kutu daun berjumlah 25,26
ekor di setiap tanaman untuk interval waktu penyemprotan 2 minggu sekali.
Perlakuan ekstrak daun mimba memiliki persentase serangan mosaik virus
terendah di setiap minggunya dengan serangan rata-rata 2,36% di minggu ke-5,
8,72% di minggu ke-6, 9,16% di minggu ke-7, 24,48% di minggu ke-8, dan
32,09% di minggu ke-9.

Kata kunci : Cabai, Ekstrak Tanaman, Interval Waktu Aplikasi, Kutu Daun
Mosaik Virus.
SKRIPSI

PENGARUH LAMA APLIKASI BEBERAPA EKSTRAK


TANAMAN TERHADAP SERANGAN VIRUS MOSAIK DAN
KUTU DAUN (Aphis gossypii) PADA TANAMAN CABAI
(Capsicum annuum L)

Diajukan Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar


Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya

A.Richar Fenton
05071181320050

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
PERNYATAAN INTEGRITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : A.RICHAR FENTON


NIM : 05071181320050
Judul : Pengaruh Lama Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap Serangan
Virus Mosaik dan Kutu Daun (Aphis gossypii) pada Tanaman Cabai
(Capsicum Annuum L.).

Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dimuat dalam skripsi
ini merupakan hasil penelitian saya sendiri di bawah supervisi pembimbing,
kecuali yang disebutkan sumbernya, dan bukan hasil penjiplakan atau plagiat.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiasi dalam skripsi ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar dari Univeritas
Sriwijaya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
mendapatkan paksaan dari pihak manapun.

Indralaya, 08 Juli 2020

A.Richar Fenton
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 01 April 1995 di Desa Pelabuhan Talang Leak
Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu, merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Ayahanda bernama Irwan Ansori, S.pd dan Ibu bernama Efi Haryanti.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 2001 di SDN 05 Taba Anyar
tamat pada tahun 2007, dan melanjutkan sekolah tingkat pertama pada tahun 2007
di MTS Pancasila Bengkulu tamat pada tahun 2010, kemudian melanjutkan MA
pada tahun 2010 di MA Pondok Pesantren Qodratullah Langkan Banyuasin tamat
pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program strata (S-1),
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada
tahun 2013 melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2015 penulis memilih peminatan
Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Penulis pernah tergabung sebagai salah satu Anggota di organisasi
HIMAGROTEK pada tahun 2014 – 2015 dan organisasi IKMABIRA 2014-2015.
Selain itu, penulis juga pernah termasuk dalam Anggota HIMAPRO UNSRI pada
tahun 2015 - 2016.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh
Lama Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap Serangan Virus Mosaik dan
Kutu Daun (Aphis gossypii) pada Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L)” ini
dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam penulis sampaikan pada
suri tauladan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan ke zaman yang penuh dengan pengetahuan dan teknologi seperti
sekarang ini.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada ibu Prof. Dr. Ir.
Nurhayati, M.Si dan bapak Dr. Ir. Chandra Irsan, M.Si yang telah bersedia
membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
Gelar Sarjana Pertanian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh Dosen Fakultas Pertanian, dan seluruh Staft Administrasi Universitas
Sriwijaya.
Terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada keluarga, teman-teman
sejawat Agroekoteknologi dari angkatan 2010-2018 terkhusus kepada teman
aegroekoteknologi angkatan 2013, dan seluruh kerabat yang telah turut memberi
bantuan berupa doa dan dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Indralaya, 08 Juli 2020


Penulis

A.Richar Fenton

ix Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... ix


DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB 1. PENDAHULAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.4. Hipotesis............................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
2.1. Tanaman Cabai (Capsicum annuum L) ............................................... 4
2.1.1. Sejarah Tanaman Cabai................................................................... 4
2.1.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai..................................... 4
2.2. Tanaman Mimba (Azadirachta indica) ................................................ 7
2.2.1. Sejarah Tanaman Mimba ................................................................ 7
2.2.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mimba .. ............................... 7
2.2.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Mimba ............................... 8
2.3.Tanaman Sirsak (Annona muricata L) ................................................. 8
2.3.1. Sejarah Tanaman Sirsak ................................................................. 8
2.3.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sirsak .................................... 9
2.3.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Sirsak................................. 9
2.4. Tanaman Kecubung (Datura metel L) ................................................. 10
2.4.1. Sejarah Tanaman Kecubung ........................................................... 10
2.4.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kecubung ............................. 10
2.4.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Kecubung ......................... 11
2.5. Tanaman Bengkuang ( Pacyrrhizhus erosus ) ..................................... 12

x Universitas Sriwijaya
Halaman
2.5.1. Sejarah Tanaman Bengkuang ........................................................ 12
2.5.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Bengkuang ........................... 12
2.5.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Bengkuang ........................ 13
2.6. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) .......................................... 14
2.6.1. Sejarah Tanaman Jarak Pagar ......................................................... 14
2.6.2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar ........................... 14
2.6.3. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jarak Pagar ........................ 15
2.7. Virus ..................................................................................................... 16
2.7.1 Jenis Virus dan Gejala Serangannya................................................ 16
2.8. Kutu daun ............................................................................................. 18
2.8.1. Klasifikasi dan Morfologi Kutu daun ............................................ 18
BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 20
3.1. Tempat dan Waktu ............................................................................. 20
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 20
3.3. Metode Penelitian ................................................................................ 20
3.4. Cara Kerja ........................................................................................... 20
3.4.1. Persiapan Pestisida Nabati .............................................................. 20
3.4.2. Penyemaian Benih Tanaman Cabai Besar (C. Annuum L) ............. 21
3.4.3. Persiapan Lahan Pertanaman .......................................................... 21
3.4.4. Aplikasi Ekstrak Nabati .................................................................. 21
3.4.5. Pemeliharaan Tanaman................................................................... 21
3.5. Peubah yang Diamati ........................................................................... 22
3.5.1. Insiden ............................................................................................ 22
3.5.2. Intensitas Penyakit .......................................................................... 22
3.5.3. Jumlah Buah yang di Panen dan Berat Buah .................................. 23
3.5.4. Keberadaan Kutu daun ................................................................... 23
3.5.5. Berat Basah dan Berat Kering ........................................................ 23
3.5.6. Tinggi Tanaman .............................................................................. 23
3.5.7. Analisi Data .................................................................................... 23
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 24

xi Universitas Sriwijaya
Halaman
4.1. Hasil ..................................................................................................... 24
4.1.1 Gejala Serangan Virus Mosaik ....................................................... 24
4.1.2. Persentase Serangan Virus Mosaik................................................. 25
4.1.3. Intensitas Serangan Virus Mosaik .................................................. 26
4.1.4. Jumlah dan Berat Buah yang di Panen ........................................... 28
4.1.5. Keberadaan Kutu daun (Aphis gossypii)......................................... 30
4.1.6. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman ....................................... 32
4.1.7. Tinggi Tanaman Cabai ................................................................... 35
4.2. Pembahasan.......................................................................................... 36
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 42
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 42
5.2. Saran .................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 43
LAMPIRAN

xii Universitas Sriwijaya


xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Tanaman Terhadap Persentase (%)
Serangan Mosaik Virus pada Tanaman Cabai .............................. 25

2. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Tanaman Terhadap Intensitas


Serangan Mosaik Virus pada Tanaman Cabai .............................. 27

3. Pengaruh Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap


Jumlah dan Berat Buah (g) Produksi Cabai .................................. 28

4. Pengaruh Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap


Keberadaan Kutu Daun pada Tanaman Cabai .............................. 31

5. Pengaruh Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap


Tinggi (cm) Tanaman Cabai ......................................................... 35

xiii Universitas Sriwijaya


xiiix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Cabai di Petakan Penelitian, (a) Tanaman Cabai Sehat


(b) Tanaman Cabai Yang Menunjukkan Gejala Serangan
Mosaik Virus ................................................................................. 24

2. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Persentase (%) Serangan Mosaik
Virus pada Tanaman Cabai ............................................................. 26

3. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Intensitas Serangan Mosaik Virus pada
Tanaman Cabai................................................................................ 27

4. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Jumlah Produksi Buah Cabai .......................... 29

5. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Berat Produksi Buah Cabai ............................. 30

6. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Keberadaan Kutu Daun pada Tanaman
Cabai ............................................................................................. 31

7. Pengaruh Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap


Berat Basah pada Tanaman Cabai ................................................. 32

8. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Berat Basah Tanaman Cabai ........................... 33

9. Pengaruh Aplikasi Beberapa Ekstrak Tanaman Terhadap


Berat Basah pada Tanaman Cabai.................................................. 34

10. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Berat Kering Tanaman Cabai ........................ 34

11. Pengaruh Lama Interval Waktu Pengaplikasian Ekstrak


Tanaman Terhadap Tinggi Tanaman Cabai ................................. 36

xiv Universitas Sriwijaya


xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Persentase Serangan Mosaik Virus ................................................... 50
2. Intensitas Serangan Mosaik Virus..................................................... 51
3. Jumlah Buah Tanaman Cabai............................................................ 52
4. Berat Buah Tanaman Cabai ............................................................. 53
5. Populasi Kutu Daun .......................................................................... 54
6. Berat Basah Tanaman ...................................................................... 55
7. Berat Kering Tanaman Cabai ............................................................ 56
8. Tinggi Tanaman Cabai ...................................................................... 57

xv Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu jenis komoditas unggulan
untuk komoditas hortikultura di indonesia karena merupakan salah satu jenis
sayuran yang mempunyai potensi untuk dikembangkan Ditjend BPH (2007).
Pemerintah menetapkan cabai termasuk salah satu sayuran nasional unggulan
karena menempati areal penanaman yang terbilang luas dibandingkan dengan
sayuran lainnya. Data statistik yang dikeluarkan oleh Ditjen BPH, produksi cabai
nasional mencapai 1.700.000 ton yang dimana memiliki produktivitas rata-rata 7.2
ton /ha di tahun 2014 BPS (2015).
Penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu faktor
pembatas dalam budidaya cabai. Beberapa macam virus telah dilaporkan dapat
menyerang berbagai kultivar cabai di Indonesia Duriat et al., (1995) Suryaningsih
et al., (1996). Empat virus penting di antaranya yaitu Cucumber Mosaic Virus
(CMV), Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Potato Virus Y (PVY) dan Tobaco
Mosaic Virus (TMV) dapat menginduksi gejala mosaik Nurdin, (1998), tiga di
antaranya ditemukan berasosiasi dengan penyakit mosaik yaitu TMV, CMV dan
ChiVMV.
Penyakit mosaik menjadi penting karena kerugian yang ditimbulkannya
cukup besar. Penurunan hasil panen akibat penyakit mosaik pada tujuh kultivar
cabai berkisar mulai dari 32% sampai 75% Sulyo, (1984). Bahkan hasil penelitian
Sari et al., (1997), menunjukkan bahwa serangan virus penyebab penyakit mosaik
dapat menurunkan jumlah dan bobot buah per tanaman sebesar 81,4 dan 82,3%.
Penurunan produksi juga semakin tinggi karena virus penyebab penyakit mosaik
ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar sumber virus sesuai
dengan aktivitas kutu daun (Aphis) yang berfungsi sebagai vektornya.
Sampai saat ini beberapa usaha yang dilakukan untuk pengendalian
penyakit mosaik pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang
diharapkan Gallitelli, (1998) Suryaningsih et al. (1996). Selama ini petani selalu

Universitas Sriwijaya
1
2

mengutamakan penggunaan bahan kimia untuk mengatasi serangan mosaik virus


pada tanaman cabai. Penggunaan bahan kimia tidak hanya berbahaya bagi
lingkungan tetapi juga berbahaya bagi konsumen. Banyak jenis tanaman yang
dapat dijadikan pestisida nabati Grainge & Ahmed, (1998). Menurut Pralkash &
Rao (1977), banyak tanaman yang berpotensi dikembangkan sebagai pestisida
nabati untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Diantaranya tanaman mimba di ketahui memiliki senyawa biotoksin yaitu
limenoid dan terpenoid yang mempunyai fungsi sebagai penghambat makan
Saxena (1983). Efek dari biotoksin yang terdapat pada daun mimba mampu
menekan gejala serangan virus komplek (kerupuk dan mosaik) pada tanaman
cabai. Suryaningsih & Hadisoeganda (2004).
Pemanfaatan tanaman sirsak dan brotowali. Kandungan daun sirsak
mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin.
Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti
feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak lagi bergairah melahap tanaman.
Bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga mati Lasut, (2011).
Kecubung dapat menjadi alternatif biopestisida sebagai insektisida nabati
Senyawa yang terkandung dalam suku Solanaceae (alkaloid thropana) dapat
menghambat syaraf parasimpatik pada sistem syaraf serangga Mulyana. (2002.).
Tanaman ini berpotensi sebagai insektisida karena kandungan senyawa alkaloid
dan steroid yang dimiliki dapat menghambat dan menghentikan pertumbuhan
serangga Kuganathan & Ganeshalingam, (2010).
Tanaman bengkoang merupakan tanaman yang berpotensi sebagai sumber
biopestisida terutama sebagai insektisida nabati yang berspektrum luas Faradita et
al., (2010). Diduga senyawa rotenon yang terkandung pada tanaman bengkoang .
Bagian-bagian pada tanaman bengkuang kecuali umbi. Bobot kering, rotenon
yang terkandung pada batang sebesar 0,03%, retonon pada daun 0,11%,
kandungan retonon pada polong 0,02%, dan kandungan retonono pada biji 0,66%
Martono et al. (2004)]. Biji memiliki kandungan rotenon murni yang telah masak
berkisar antara 0,5%-1,0% Faradita et al., (2010).

Universitas Sriwijaya
3

Minyak biji jarak pagar juga dilaporkan efektif sebagai larvasida, anti-
oviposisi dan ovisida terhadap larva nyamuk Aedes albopictus Kovendan et al.
(2011). Tukimin & Karmawati (2012) melaporkan minyak bungkil biji jarak pagar
dapat digunakan sebagai biopestisida terhadap Helicoverpa armigera Hũbner.
Meskipun telah dilaporkan efektif sebagai pestisida nabati terhadap beberapa
hama dan patogen pada tanaman.
Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh interval
pengaplikasian berbagai macam ekstrak tanaman dalam melihat perkembangan
penyakit mosaik virus pada tanaman cabai dilapangan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana cara
pengaplikasian ekstrak tanaman untuk menekan kejadian serangan virus mosaik
dan keberadaan kutu daun (Aphis gossypii) pada tanaman cabai di lapangan.

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interval aplikasi
beberapa ekstrak tanaman terhadap kejadian serangan virus mosaik dan
keberadaan kutu daun (Aphis Gossypii) pada tanaman cabai di lapangan.

1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga beberapa
ekstrak tanaman yang digunakan dengan interval aplikasi yang berbeda dapat
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian serangan virus mosaik dan
keberadaan kutu daun (Aphis gossypii) pada tanaman cabai di lapangan.

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dasar
bagaimana aplikasi ekstrak beberapa tanaman sebagai pestisida nabati dalam
mempengaruhi kejadian serangan virus mosaik dan keberadaan kutu daun (Aphis
gossypii) pada tanaman cabai di lapangan.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai (Capsicum annuum L)


2.1.1 Sejarah Tanaman Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annuum L) berasal dari dunia subtropika Benua
Amerika dan tropika, khususnya Amerika Selatan, Colombia, dan menyebar ke
Amerika Latin. Dalam sejarah peru budidaya cabai pertama kali ditemukan
dengan bukti adanya sisaan biji yang berumur lebih dari lima ribu tahun sebelum
masehi di salah satu gua di Tehuacan, Meksiko. Cabai tersebar ke negara di Asia
seperti Indonesia yang di bawa masuk oleh pedagang spanyol dan portugis, dan
seluruh dunia termasuk, Harpenas & Dermawan. (2010).
Cabai merupakan tanaman dari famili terong-terongan yang memiliki
nama ilmiah Capsicum sp. Pada tanaman cabai terkandung vitamin (A, C),
kapsaisin, vitamin (A, C), damar, dihidrokapsaisin, zeasantin, zat warna
kapsantin, karoten, zeasantin, kapsarubin, clan lutein, dan kriptosantin. Selain itu
cabai juga terkandung mineral pada tanaman cabai, seperti kalium, zat besi,
fosofr, kalsium, dan niasin. Kapsaisin Zat aktif bisa bermanfaat sebagai stimulan.
Rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata dapat dirasakan oleh orang yang
mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak. Tanaman cabai juga mengandung
kapsisidin. Bermanfaat mencegah infeksi sistem pencernaan dan memperlancar
sekresi asam lambung.

2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai


Menurut Tjitrosoepomo (2000) klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut:
1. Divisi : Spermatophyta
2. Sub divisi : Angiospermae
3. Kelas : Dicotyledoneae
4. Ordo : Solanales
5. Famili : Solanaceae
6. Genus : Capsicum

Universitas Sriwijaya
4
5

7. Spesies : Capsicum annuum L.


Cabai merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam suku
terong-terongan (Solanaceae) yang mudah ditanam di dataran tinggi ataupun di
dataran rendah. Tanaman cabai biasanya oleh masyarakat diolah sebagai rempah-
rempah (bumbu dapur). Proses penanaman tanaman cabai cukup mudah sehingga
bisa dimanfaatkan sebagai kebutuhan dalam kegiatan sehari-hari Harpenas,
(2010). Tanaman cabai memiliki struktur yang sama dengan tanaman lainnya ,
tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti buah dan biji, bunga,
daun, batang, dan akar.
1. Akar
Menurut Harpenas, (2010). Cabai termasuk ke dalam kategori tanaman
semusim yang memiliki akar tunggang. Dengan panjang berkisar antara 25-35 cm.
adapun fungsi dari bagian akar antara lain mengangkut zat makanan yang berada
di dalam tanah, menyerap air dan serta sebagai penopang tegaknya batang
tanaman. Sedangkan menurut Tjahjadi, (1991) akar tanaman cabai berfungsi
sebagai penegak pohon tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, dengan kedalaman
kurang lebih dua ratus cm dan berwarna coklat-kecoklatan. Pada akar tunggang,
cabang akar tumbuh di dalam tanah secara horizontal, tumbuh akar berbentuk
kecil-kecil yang disebut sebagai akar serabut dari akar cabang dan membentuk
masa yang rapat.
2. Batang
Batang inti tanaman cabai menurut Hewindati, (2006) pangkalnya berkayu
dan berdiameter 1,5-2,5 cm dari panjang 20-28 cm. Batang percabangan memiliki
panjang mencapai 5-7 cm dan berwarna hijau, 0,5-1 cm merupakan diameter
batang yang bercabang. Memiliki sifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya
cabang beraturan pada percabangan secara berkesinambungan. Menurut Tjahjadi,
(1991) tanaman cabai bentuknya bulat berbatang tegak. Tanaman cabai memiliki
tinggi berkisar 50-150 cm, termasuk kedalam tanaman perdu dengan tekstur
batang beruas-ruas serta berbuku-buku dan warna batangnya panjang tiap ruas
memiliki panjang 5-10 cm dan berdiameter 5-2 cm.
3. Daun

Universitas Sriwijaya
6

Daun cabai menurut Dermawan, (2010) berbentuk lonjong, dan memiliki


posisi yang berbentuk selang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), Daun
cabai dengan ujung meruncing berbentuk oval memanjang, dilengkapi urat daun
adapun bentuk dari tulang daun menyirip. Daun permukaan bagian atas berwarna
hijau tua. Sedangkan bagian lapisan bawah daun berwarna hijau terang atau hijau
muda. Daun memiliki panjang antara 9-15 cm dengan ukuran lebar daun 3,5-5 cm.
Selain itu daun cabai bertangkai, merupakan daun tunggal, letak tersebar. Helaian
daun berbentuk elips sampai bulat telur, pangkal meruncing, ujung runcing, tepi
rata, panjang 1,5-12 cm, pertulangan menyirip, serta lebar 1-5 cm, dan berwarna
hijau.
4. Bunga
Menurut Hendiwati, (2006), Bunga tanaman cabai umumnya bunga cabai
berwarna putih berbentuk terompet kecil, tetapi ada juga yang berwarna ungu.
Cabai memiliki benang sari yang lepas tidak berlekatan dan berbunga sempurna.
Karena terdiri atas dasar bunga, tangkai bunga, kelopak bunga, alat kelamin
jantan, mahkota bunga, dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga
ermaphroditeh atau berkelamin dua karena dalam satu bunga terdapat alat kelamin
betina dan jantan. Sedangkan menurut Anonim, (2007) bunga cabai keluar dari
ketiak daun. berbentuk bintang, berwarna putih, Tjahjadi, (2010) menyebutkan
bahwa Warna mahkota putih, panjangnya 1-1,5 cm, warna kepala putik kuning.
memiliki kuping sebanyak lima sampai enam helai posisi bunga cabai
menggantung. lebar 0,5 cm.
5. Buah dan Biji
Menurut Anonim buah cabai, (2010), buahnya memiliki bentuk meruncing
pada bagian ujungnya, menggantung, buah buni berbentuk kerucut memanjang,
lurus atau bengkok, permukaan mengkilap licin, tankai yang pendek, diameter 1-2
cm, panjang 4-17 cm, rasa pada buahnya pedas. Buah berwarna hijau tua pada
saaat masih muda, dan berwarna merah cerah setelah masak. Sedangkan biji yang
masih muda biasanya berwarna kuning, dan menjadi cokelat setalah tua,
berbentuk pipih, diameter antara 4 mm. Rasa pedas pada buahnya dapat

Universitas Sriwijaya
7

mengakibatkan pengkonsumsinya mengeluarkan air mata tetapi sebagian orang


masih membutuhkannya dalam meningkatkan nafsu makan.

2.2 Tanaman Mimba (Azadirachta indica Juss.)


2.2.1 Sejarah Tanaman Mimba
Tanaman mimba memiliki Daerah asal yang belum jelas diketahui,
perkiraan beberapa ahli mimba berasal dari Assam dan Birma, sedangkan
perkiraan yang lain menyatakan tanaman mimba berasal dari India. Penyebaran
tanman mimba sampai saat ini sudah tersebar di seluruh penjuru negara tropis
seperti Bangladesh, Pakistan, Vietnam, Indonesia, Srilanka, dan Myanmar, juga
ditemukan di Afrika, Arab Saudi, Amerika, dan Australia. Di Negara India
memiliki populasi tanaman mimba terbanyak yaitu mencapai 14-16 juta pohon.
Untuk Indonesia tanaman mimba tumbuh di daerah Jawa Barat, Lombok, Jawa
Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan dominannya di daerah Bali.
Sehingga tanaman mimba memiliki nama daerah bermacam-macam, antara lain :
intaran (Bali dan Nusa Tenggara), nimbi membha/mempheuh (Madura)
(Pasundan), dan sebagainya Sukrasno & Tim Lentera, (2003).

2.2.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mimba


Menurut Tjitrosoepomo (2000) berdasarkan taksonominya mimba
tergolong kedalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dycotiledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Azadirachta
Spesies : Azadirachta indica.
Mimba (A.indica) merupakan tanaman dengan perakaran akar tunggang
sehingga batang berdirik tegak ditopang oleh akar tunggang. Permukaan kulit

Universitas Sriwijaya
8

kayu yang tebal serta batangnya kasar. Tanaman mimba memiliki tinggi hingga
30 meter dan batang berdiameter 2-5 m, dan memiliki ukuran diameter kanopi
yang bisa mencapai sepuluh meter. Tanaman mimba selalu hijau sepanjang
tahundan merupukan tanaman yang tumbuh secara tahunan. Tanaman mimba
memiliki struktur seperti tanaman lainnya dengan bagian-bagian yang terdiri dari
buah dan biji, daun, bunga, akar, batang. Batang tegak, memiliki bentuk bulat
struktur kayu, sedikit kasar untuk bagian permukaan, dan memiliki warna cokelat.
Daun letak berhadapan, majemuk, tepi bergerigi, bentuk melonjong, ujung lancip,
berpangkal runcing, tulang menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun
berwarna hijau panjangnya 8-20 cm. Buah berwarna hijau bulat telur. Biji
diameter 1 cm, bulat, dan berwarna putih. Pertumbuhan tanaman mimba sangat
baik di daerah panas, dengan tinggi permukaan tanah satu sampai tujuh ratus mdpl
dan kuat memnahan tekanan air Kardinan, (2011). Tumbuhan yang berasal dari
alam dan berpotensi sebagai pestisida nabati umumnya mempunyai karakteristik
rasa pahit (mengandung alkaloid dan terpen).

2.2.3 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Mimba


Daun mimba mengandung azadirachtin, salanin, nimbin dan meliantriol,
flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin Puspitasari et al., (2009) yang memiliki
potensi untuk menjadi pestisida nabati Sudarmo, (2005). Faktor alam sangat
berpengaruh terhadap daya kerja senyawa yang terkandung dalam daun mimba
seperti azadirachtin Yudiarti, (2010).

2.3 Tanaman Sirsak (Annona muricata L)


2.3.1 Sejarah Tanaman Sirsak
Tanaman sirsak merupakan tanaman yang memiliki daerah asal dari
Karibia, Amerika Tengah, khususnya di Amazon di Amerika Selatan. Disebut
sebagai pohon keajaiban oleh Masyarakat adat dari hutan Amazon. Mereka
memanfaatkan berbagai bagian tanaman seperti kulit kayu, buah, biji, dan bunga
untuk mengobati segala penyakit, mulai dari artritis ke masalah hati selama ribuan
tahun.

Universitas Sriwijaya
9

2.3.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sirsak


Menurut Tjitrosoepomo (1991) klasifikasi dari sirsak adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dycotiledoneae
Ordo : Polycarpiceae
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L.
Sirsak memilikin pohon dengan ketinggian sekitar 3-8 m. Daun bentuk
lanset atau bulat telur terbalik, memanjang, , ujung runcing pendek, seperti kulit,
panjang 6-18 cm, tepi rata. Bunga berhadapan dengan daun. Daun mahkota
berdaging kelopak kecil, berwarna hijau pada 3 terluar, kemudian kuning, panjang
3,5-5 cm, tiga pada bagian dalam bulat telur, kuning muda. Daun , daun mahkota
terdalam secara genting kelopak dan daun mahkota yang terluar kuncup tersusun
menyamai katup. Dasar bunga bercekung. Benang sari terpenghubung dengan
ruas sari diatas ruang sari yang sedikit lebar menutup ruangnya, dan putih.banyak
memilki bakal buah, biji berbakal satu.berbentuk langsing pada tangkainya,
silindris pada rambut kepala. Buah majemuk tidak beraturan, berbentuk miring
atau bengkok pada telor, 15-35 kali, diameter 10-15 cm. Berwarna kehitaman
pada biji dan daging buah berwarna putih

2.3.3 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Sirsak


Menurut Kardinan, (2003), menyatakan bahwa tanaman sirsak dapat
digunkan untuk pengobatan dalam medis, karena terdapat kandungan senyawa-
senyawa yaitu tannin, alkaloid dan flavonoid yang ditemukan di bagian akar yang
termasuk senyawa kimia, daun, buah dan bijinya. Bahan aktif seperti annonain
saponin, flavonoid, dan tanin terkandung pada daun sirsak. Bahkan Niken (2002),

Universitas Sriwijaya
10

menyatakan bahwa senyawa bersifat bioaktif yang dikenal dengan nama


acetogenin di temukan pada tanaman sirsak.
2.4 Tanaman Kecubung (Datura metel L)
2.4.1 Sejarah Tanaman Kecubung
Kecubung merupakan tanaman yan memiliki asal daerah dari afrika dan
asia, kemudian menyebar luas sampai di benua Amerika Tjitrosoepomo, (1994).
Tanaman ini memiliki kemampuan untuk tumbuh di daerah dengan posisi dataran
rendah sampai kisaran ketinggian delapan ratus mdpl. Tumbuh baik di tanah
berpasir dengan kelembaban yang rendah, beserta iklim yang tidak basah tempat-
tempat terbuka, Sugeng, dalam Wahid, P. (1989). Tanaman kecubung dapat
tumbuh liar ladang-ladang, selain itu kecubung juga biasanya dijadikan tanaman
hias dan di tanam di halaman rumah yang memiliki khasiat sebagai obat.

2.4.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kecubung


Menurut Tjitrosoepomo (1994), tanaman kecubungtermasuk ke dalam
klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Datura
Spesies : Datura metel L.
Kecubung mempunyai jumlah cabang yang banyak, tumbuh dengan tinggi
berkisar dari dua meter pokok batang kayu dan tebal. Daun kecubung berbentuk
bulat telur, berwarna hijau, tunggal, dan tipis. Pangkal daun runcing dan tulang
daun menyirip Tampubolon, (1995). Untuk Bunga memiliki warna putih, tunggal,
serta panjang bunga lebih kurang dua belas sampai delapan belas cm, menyamai
terompet, bunga memiliki gerigi lima sampai enam dengan pendek tiga sampai

Universitas Sriwijaya
11

lima cm. Tangkai bunga memiliki ukuran 1-3 cm, kelopak bunga memiliki jumlah
tajuk 5 dan berbentuk runcing. Berbentuk corong, rusuk kuat, dan tepian bertajuk
5, tajuk di mahkota oleh suatu runcingan betuk dari tabung mahkota. Pada ujung
dari tabung mahkota tertancap benang sari dan berambut mengecil ke bawah
sebagai bingkai. Di malam hari Bunga mekar, terutup sore berikutnya dan terbuka
menjelang matahari tenggelam.
Buah kecubung memiliki duri-duri pendek bagian luarnya, bagian
dalamnya berwarna kuning kecoklatan dan berisi biji-biji kecil, buah ini memiliki
diameter berkisar antar empat sampai lima cm. Buah berwarna hijau muda yang
masih muda, sedangkan berwarna hijau tua untuk yang sudah tua. Bakal buah
membujur pada irisan, memiliki 4 ruang bagian bawah dan 2 ruang pada puncak .
Buah terdapat pada dasar bunga yang tebal dan lebar ditambah sisa-sisa dari
kelopak. Tjitrosoepomo, (1994).
Tanaman kecubung yang sering ditemui , yaitu yang berwarna putih
dengan tepian mahkota berwarna ungu dan bunga berwarna ungu. berbunga putih,
Ada juga yang disebut dengan stramonium yaitu kecubung kecil yang berbunga
dan dihiasi dengan duri hitam pada buahnya kecil Heyne, (1987). Kecubung
paling beracun adalah kecubung berbunga putih yang mengandung zat alkaloida
dibandingkan dengan tanaman kecubung lainnya Tjitrosoepomo, (1994).

2.4.3 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Kecubung


Zat alkaloid yang terdapat pada Tanaman kecubung diketahui sebagai
bahan yang dapat digunakan untuk obat membius Kartasapoetra, (1993).
Kecubung mempunyai kandungan kimia yang berbeda-beda pada buah, bunga,
daun, akar maupun biji. Kecubung mengandung senyawa kimia alkaloid. Senyawa
alkaloid tersebut terdiri dari atropin, hiosiamin, dan skopolamin yang bersifat
antikholinergik. Kecubung juga mengandung hiosin, zat lemak, kalsium oksalat,
meteloidina, norhiosiamina, norskopolamina, kuskohigrina, dan nikotina. Pada
bagian daun kecubung mengandung 0.2 - 0.3% alkaloid, sedangkan pada bagian
akar dan bijinya mengandung 0,4 – 0,9 alkaloid (sekitar 85% skopolamin dan
15% hyoscyamine), hyoscin dan atropin (tergantung pada varietas, lokasi dan

Universitas Sriwijaya
12

musim). Zat aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya. Jika


alkaloid kecubung diisolasi maka akan terdeteksi adanya senyawa methyl
crystalline yang mempunyai efek relaksasi pada otot gerak Novizan, (2002).
Komponen utama yang di gunakan sebagai pestisida adalah zat alkaloid
golongan atropin (sekitar 85% skopolamin dan 15% hyoscyamine), karena zat
alkaloid mengandung racun yang sangat efektif untuk mengendalikan hama
seperti halnya hama ulat grayak (Spodoptera exiqua) dan cara kerjanya adalah
racun pernapasan yaitu racun insektisida yang meresap ke dalam tubuh serangga
melalui sistem pernapasan otak, menyebabkan ulat pusing dan mengalami gejala
tremor akut. Jika memperhatikan zat aktif yang terdapat pada daun kecubung
ternyata bisa mendatangkan efek positif terutama untuk bioinsektisida Baehaki,
(1993).

2.5 Tanaman Bengkuang (Pacyrrhizhus erosus Urb)


2.5.1 Sejarah Tanaman Bengkuang
Bengkuang (Pachyrhizus erosus L) merupakan salah satu tanaman yang
termasuk kedalam famili Fabaceae, genus Pachyrhizus. Tanman bengkuang
memiliki asal dari Negara Amerika tropis, tepatnya di Amerika Tengah dan
Meksiko, sejak masa sebelum Colombus tanaman bengkuang telah
dibudidayakan. Sebagian besar daerah tropik dan subtropik seperti India dan
Afrika Timur bengkuang telah dibudidayakan karena tanaman ini mudah untuk
dibudidayakan dan cepat diperoleh hasil panennya Sorensen (1996).

2.5.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Bengkuang


Menurut Tjitrosoepomo (1994). Tanaman Bengkuang dalam taksonomi
tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae

Universitas Sriwijaya
13

Genus : Pacyrrhizhus
Spesies : Pacyrrhizhus erosus Urb.
Bengkuang merupakan tanaman tahunan yang memiliki panjang 4 -5 m,
dan panjang akarnya 2 m. Batangnya membelit dan menjalar. Daun menyirip
beranak daun 3 serta majemuk, memiliki panjang tangkai 8,5-16 cm, anak daun
berbentuk telur bundar dan ujung runcing melebar dan bergigi besar, dan kedua
belah sisinya berambut; ukuran paling besar adalah anak daun paling ujung,
berbentuk belah seperti ketupat, dengan ukuran 7-21 × 6-20 cm. Memiliki warna
cokelat pada bagian rambut. Adapun pada bagian Tabung kelopak berbentuk
lonceng, dan sedikit kecoklatan, panjang berkisar antara 0,5 cm. Memiliki
mahkota berwarna putih ungu kebiruan dan gundul. Tangkai sari berbentuk pipih,
dan menggulung sedikit pada bagian ujung, kepala putik mempunyai bentuk
seperti bola, di bawah ujung tangkai putik, kepala putik berjanggu pada bagian
bawaht. Buah polong berbentuk garis, pipih, dengan panjang berkisar antara 8-13
cm, memiliki rambut, dan berbiji 4 sampai 9 butir.

2.5.3 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Bengkuang


Tanaman bengkuang merupakan tanaman yang berpotensi sebagai sumber
biopestisida terutama sebagai insektisida nabati yang berspektrum luas. Faradita et
al (2010). Adanya senyawa rotenon yang kemungkinan besar menyebabkan
kejadian tersebut terjadi. Semua bagian tanaman bengkuang mengandung
senyawa rotenon kecuali bagian umbi. Berdasarkan bobot kering, adapun
senyawa rotenon yang terkandung pada bagian batang adalah 0,03%, pada daun
0,11%, pada bagian polong 0,02%, dan biji 0,66%. Martono et al., (2004)]. Dan
pada bagian biji yang telah masak memiliki kandungan Kandungan rotenon murni
0,5%-1,0% Faradita et al., (2010).
Penelitian dengan menggunakan ekstrak biji bengkuang cukup banyak
sebagai salah satu biopestisida dalam mengatasi masalah pada hama tanaman
sayuran, seperti yang dilakukan Faradita, et al., (2010), menyatakan bahwa
ekstrak biji bengkuang paling berpengaruh dengan konsentrasi 100% dalam
membasmi mortalitas hama ulat Plutella xylostella pada pertanaman kubis. Selain

Universitas Sriwijaya
14

itu, menurut penelitian Wahyuningsih (1998), ekstrak biji bengkuang berpengaruh


nyata terhadap mortalitas dan aktivitas makan larva ulat tanah Agrotis sp pada
konsentrasi 12,18%.
Menurut penelitian Juriah (2003), bagian biji pada tanaman bengkuang
memiliki potensi sebagai anti bakteri. Selain itu, Permatasari (2002), menyatakan
bahwa lalt rumah dapat mengalami hambatan dalam berkembang melalui
pengaruh pemaparan ekstrak biji bengkuang efektif terhadap penghambatan
perkembangan lalat rumah. Proses perkembangan menjadi lalat dewasa terhambat
membunuh pada saat lalat masih berbentuk larva dan pupa,. Biopestisida tidak
meninggalkan residu di lingkungan, sehingga aman digunakan karena mudah
terdegradasi di alam sehingga

2.6 Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)


2.6.1 Sejarah Tanaman Jarak Pagar
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah tanaman yang berasal dari
Meksiko, Amerika Tengah. Konon, jarak pagar dibawa ke Indonesia dan ditanam
paksa pada pemerintahan Jepang karena akan dijadikan BBM oleh tentara Jepang.
Jarak pagar disebut pinoncillo di Meksiko dengan berbagai nama lokal kusekeey,
axti, dan cuauixtli Prihandana & Hendoko, (2006), adapun nama daerah untuk
tanaman jarak pagar di Indonesia, antara lain jarak budeg, jarak gundul, arak cina,
jarak pager. Kusuma (2009).

2.6.2 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Pagar


Adapun Klasifikasi Jarak Pagar sebagai berikut Nurcholis dan Sumarsih
2007) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas :Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha

Universitas Sriwijaya
15

Spesies : Jatropha curcas L.


Jarak pagar termasuk tanaman semak besar dengan cabang yang tidak
teratur. Umur tanaman jarak pagar bisa mencapai 50 tahun. Cabang pohonnya
mengandung getah (lateks). Daunnya lebar berbentuk jantung dan bertangkai
panjang. Tanaman ini dapat mencapai ketinggian 3-5 m. Pada musim kemarau
yang panjang, tanaman ini menggugurkan daunnya. Umumnya, seluruh bagian
tanaman beracun, sehingga tanaman ini hampir tidak memiliki hama. Tanaman ini
mulai berbuah pada umur 5 bulan, dan mencapai produktivitas penuh pada umur 5
tahun. Buahnya berbentuk elips, panjangnya 1 inci, dan mengandung 2-3 biji
Syah, (2005).
Daun berlekuk 5-7, dengan susunan pada batang membentuk spiral dengan
posisi berselang-seling, daun berwarna hijau muda sampai hijau tua. Panjang
tangkai daun bervariasi 6-23 mm. Rangkaian bunga terbentuk di ujung cabang
(terminal) dan berbentuk cyme Hasnam & Mahmud, (2006). Tanaman jarak pagar
bersifat monocious (berumah satu), bunga berkelamin satu (uniseksual) kadang-
kadang ditemukan bunga hermaprodit. Pada bunga jantan (androecium) 10
tangkai sari tersusun dalam dua lingkaran (masing-masing 5 tangkai sari) pada
bunga betina (gynoecium) tiga tangkai putik tumbuh dan membesar menjadi putik
yang bercabang Hasnam & Mahmud, (2006).
Biji jarak pagar termasuk biji ortodoks, berbentuk bulat lonjong, berwarna
coklat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4-0,6
gram/biji Prihandana & Hendroko, (2006). Biji masak bila kapsul berubah warna
dari hijau menjadi kuning saat 3 bulan setelah berbunga Hasnam & Mahmud,
(2006).

2.6.3 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jarak Pagar


Jarak pagar mmenandung minyak yang memiliki komponen yang dikenal
sebagai senyawa ester atau gliserida. Asam lemak dan gliserol menjadi
komponen peyusun gliserida. asam lemak minyak jarak memiliki komposisi yang
terdiri dari asam asam oleat 8,5%, risinoleat sebanyak 86%, asam stearat 0,5-2,0%
asam linoleat 3,5%, asam dihidroksi stearat 1-2 %. Menurut Soenardi, et. al,

Universitas Sriwijaya
16

(2000). Minyak jarak pagar memiliki kandungan asam risinoleat lebih dikenal
dengan sebutan risin sehingga dapat digunakan sebagai pestisida, Hambali (2006).
Menyebutkan bahwa daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) mengandung senyawa
alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan flavonoid. Daun jarak pagar (Jatropha curcas
L.) juga mengandung senyawa saponin, tannin, alkaloid, flavonoid dan fenolik
yang bisa berpotensi sebagai pestisida nabati.

2.7 Virus
2.7.1 Jenis Virus dan Gejala Serangannya
Tanaman cabai pada umumnya menunjukkan gejala mosaik, kuning dan
klhorosis jika terinfeksi virus. umumnya beberapa patogen virus merupakan
penyebab gejala mosaik yang terdapat pada tanaman cabai, yaitu ChiiVMV (Chilli
Veinal Mottle Virus), CMV (Cucumber Mosaic Virus), dan TMV (Tobacco
Mosaic Virus) Nyana, (2012). Tanaman cabai dengan gejala klorosis merupakan
virus pendatang baru pada tanaman cabai dan pertama kali ditemukan di Bali,
tepatnya di Desa Kerta Kecamatan Payangan Gianyar pada tahun 2011, dan belum
ditemukan di daerah lain. Penyakit ini adalah merupakan pendatang baru yang
ikut menambah keragaman penyakit pada tanaman cabai di Bali Suastika, (2012).
Telah dilaporkan krang lebih terdapat 1800 spesies tanaman terserang
virus yang menyerang tanaman cabai. Dalam mengendalikan gejala serangan
penyakit dari penyakit virus, pertama pentingnya peran dalam mendiagnosis jenis
virus yang menyerang tanaman tersebut. Setelah mendapatkan hasil diagnosis,
dijadikan sebagai panduan untuk membasmi beberapa sumber virus yang
potensial, sehingga tanaman cabai atau tanaman sayuran lainnya terhindar dari
infeksi serangan virus, Edwarson & Christie, (1997).
Gejala mosaik dapat dilihat ketika tanaman cabai Tanaman cabai terserang
virus, mengakibatkan penurunan hasil produksi buah cabai. Pada umumnya
Penyakit virus tersebut tersebar melalui vektor misalnya, Thrips tabaci, Myzus
persicae (Aphids), Bemisia tabaci (lalat putih). TMV adalah virus yang mampu
ditularkan melalui benih (seed transmission) Nyana, (2008). Virus dari golongan
Tobamovirus seperti TMV, berukuran diameter sekitar 30 nm, berbentuk batang

Universitas Sriwijaya
17

kaku (tongkat), dan panjang sekitar 600 – 670 nm Fauquet et al., (2005).
Diketahui sampai saat ini TMV adalah virus yang sangat stabil. Virus ini telah
dilaporkan dapat bertahan dalam tanah dan sisa tanaman terinfeksi juga pada
benih sebagai kontaminan dalam waktu cukup lama. Di samping itu, juga
diketahui bahwa TMV dapat bertahan selama dua tahun yang berada pada
serpihan sisa-sisa tanaman bisa mengkontaminasi baju para pekerja. Produk yang
terbuat dari tembakau seperti cerutu atau rokok bisa membawa TMV dan dia
dapat bertahan beberapa jam pada tangan setelah menyentuh produk dari
tembakau tersebut Igwegbe & Ogungbade, (1985). Virus dari golongan
cucumovirus seperti CMV, memiliki diameter sekitar 30nm, berbentuk bulat, serta
memiliki 4 jenis asam nukleat yang masing-masing berupa RNA utas tunggal
Palukaitis et al. (1992); Fauquet et al., (2005).
virus dari golongan Potyvirus seperti Sedangkan ChiVMV, memiliki
diameter 12-13 nm, panjang sekitar 650-750 nm, berbentuk lentur dan panjang
dan mempunyai RNA sebagai asam nukleat utas tunggal satu jenis Ong, (1995);
Fauquet et al., (2005). Banyak jenis tanaman inang Kedua virus ini (untuk CMV
lebih dari 800 spesies tanaman inang) termasuk beberapa gulma yang berada di
sekitar pertanaman inang utama Palukaitis et al,. (1992); Ong, (1995). Virus ini
mudah bertahan hidup dikarenakan Banyaknya jenis tanaman inang. Lebih dari 60
spesies kutu daun dapat menyebarkan ke dua virus ini, seperti yang dilakukan oleh
Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten Palukaitis et al,. (1992);
Ong, (1995). Dalam waktu 5-10 detik virus ini bisa ditularkan dan dalam waktu
kurang dari 1 menit sudah bisa di translokasikan. Setelah 2 menit kemampuan
virus ini menurun untuk ditranslokasikan dan dalam waktu 2 jam biasanya hilang.
Khetarpal et al., (1998).
Penyebab kegagalan pengendalian penyakit mosaik disebabkan karena
cara penularan non-persisten melalui pemberantasan kutu daun dengan
insektisida. Kutu daun yang singgah pada pertanaman cabai akan segera
menularkan virus pada tanaman baru yang dihinggapinya, sehingga meskipun
pestisida yang digunakan bisa membunuh kutu daun tersebut tetapi tanaman sudah
terlanjur tertular virus. Adapun gejala mozaik yang menginfeksi tanaman cabai

Universitas Sriwijaya
18

sangat bervariasi, ada yang bergejala berat, lemah dan sangat lemah (mild) dan
gejala ini biasanya tidak menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan tanaman,
dan bahkan virus yang menginfeksi dengan gejala ini mampu melindungi tanaman
cabai dari infeksi virus ganas (severe) Nyana, (2012).
Kutu daun akan lebih banyak terbang ketika kondisi udara di areal
tersebut tenang dan menuju ke arah lokasi yang dominan berwarna hijau seperti
adanya pertanaman. Dan telah diketahui pula bahwa kutu daun mempunyai selera
terhadap warna-warna tertentu tergantung dengan spesies kutudaun tersebut. Dari
spesies kutu daun hampir semuanya tidak menyukai pantulan cahaya abu-abu
Blackman & Eastop, (2000). Repellent yang dikeluarkan dari cahaya abu-abu
metalik ini sejenak memperlihatkan kepada kita suatu peluang dimana mulsa
plastik abu-abu metalik bisa digunakan sebagai pemantul cahaya yang mempunyai
sifat repellent terhadap kutu daun.

2.8 Kutu Daun


2.8.1 Klasifikasi dan Morfologi Kutu Daun
Kutu daun merupakan serangga yang memiliki kisaran inang yang luas.
Kutu daun berbentuk seperti buah pir, panjangnya sekitar 4mm, lunak, dan
pengisap cairan bermacam-macam tanaman. Serangga ini hidup secara
bergerombol pada daun dan tunas muda. Menurut Pedigo et al. (2006), kutu daun
dapat dikenali dari sepasang kornikel yang berbentuk silinder menyerupai pipa
dan meruncing ke ujung yang menonjol dari bagian belakang abdomen. Kutu
daun mengeluarkan embun madu, cairan yang mengandung gula yang dikeluarkan
melalui anus. Ketika eksresi, embun madu jatuh diatas permukaan daun, ranting,
buah, atau bagian permukaan tanaman lainnya. Embun madu tersebut menarik
semut untuk datang. Semut-semut tersebut berperan untuk melindungi kutu daun
dari serangan predator. Menurut Tjitrosoepomo (1994), kedudukan taksonomi
kutu daun (Aphis gossypii) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta

Universitas Sriwijaya
19

Order : Hemiptera
Family : Aphididae
Genus : Aphis
Species : Aphis Gossypii.
gossypii dapat menjadi vektor penyakit virus tumbuhan. Menurut Blackman dan
Eastop (2000) bahwa lebih dari 50 penyakit virus tumbuhan ditularkan oleh A.
Gossypii. A. Menurut Mahr et al. (2001) bahwa A. gossypii merupakan vektor
penyakit virus pada tanaman. A. gossypii adalah vektor penyakit Citrus Tristeza
Virus (CTV) serta penyakit virus mosaik pada mentimun, tembakau dan Cabai.
Kutu daun termasuk kedalam kelompok hama yang cukup merugikan pada
tanaman buah. Kutu daun mengakibatkan kerusakan secara langsung dan tidak
langsung. Kerusakan karena kutu daun tampak pada bagian-bagian tanaman yang
masih muda, misalnya tunas-tunas dan daun-daun serta tangkai daun yang masih
muda. Kerusakan langsung yang diakibatkan kutu daun meliputi daun yang
terserang keriput (berkerut) dan keriting, berwarna kekuningan, terpuntir, dan
pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman layu dan mati.
Kerugian secara tidak langsung disebabkan peranan kutu daun sebagai vektor
virus antara lain virus mosaik dan virus roset. Kutu daun merupakan vektor yang
efektif dalam menularkan virus tanaman dan mampu menularkan lebih dari 150
strain virus Saragih (1994). Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun yang
menjelma mejadi hama hanya 6-25%, sedangkan kerugian bisa mencapai lebih
dari 80% jika menjelma menjadi vektor Miles, (1987).

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir. Waktu pelaksanaan
penelitian dimulai pada bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah traktor, alat tulis,
cangkul, kertas label, waring, kamera, hand sprayer, baki, tali, ajir, dan selang
air.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai besar,
ekstrak daun sirsak, ekstrak daun kecubung, ekstrak daun bengkuang, ekstrak
daun jarak pagar, ekstrak daun mimba, pupuk kandang, dan pupuk NPK.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Faktor
pertama adalah ekstrak tanaman yaitu: ekstrak daun sirsak (A), ekstrak daun
kecubung (B), ekstrak daun jarak pagar (C), ekstrak daun bengkuang (D), ekstrak
daun mimba (E), dan kontrol (J).
Faktor Kedua adalah interval aplikasi yaitu: 1 minggu (P1), 2 minggu (P2) dan 3
minggu (P3). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

3.4. Cara Kerja


3.4.1 Persiapan Pestisida Nabati
Masing-masing bahan untuk pestisida nabati ditimbang sebanyak 500 g,
dicuci dan di kering anginkan. Setelah bahan kering lalu di potong halus dan di
blender sampai halus. Bahan yang telah halus tersebut kemudian di campur
dengan aquades sebanyak 1 liter dan di inkubasikan selama 24 jam. Selanjutnya
bahan di saring menggunakan kain kasa halus. Ekstrak yang di peroleh di

20
21

tampung ke dalam Erlenmeyer dan kemudian di UV selama 15 menit. Ekstrak


siap digunakan atau dapat disimpan terlebih dahulu. Suryaningsih &
Hadisoeganda, (2004). Setiap bahan dilakukan secara terpisah sehingga akan di
peroleh 5 ekstrak pestisida nabati.

3.4.2 Penyemaian Benih Tanaman Cabai Besar (C.annum L.)


Sebelum persemaian dilakukan persiapan media tumbuh berupa campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Biji cabai kering sebelum
disemai terlebih dahulu direndam dan diseleksi biji yang baik akan tenggelam dan
biji yang kurang bagus akan mengapung dan biji yang mengapung di buang.
Selanjutnya diberi perlakuan NaOCL 1% selama 5 menit, kemudian, dibilas
dengan air steril dan di semaikan pada tempat yang telah disediakan. Setelah
berumur 15 hari, dipindahkan ke lapangan yang telah disiapkan.

3.4.3 Persiapan Lahan Pertanaman


Lahan pertanian yang digunakan adalah Lahan Percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir. Lahan
dibersihkan dari seresah-seresah dengan menggunakan traktor setelah bersih
selanjutnya di buat petakan dengan luas satu petakan 2 m sebanyak 48 petakan
Dengan jarak tanam 50 x 50 cm dalam satu petakan. Kemudian diberi pupuk NPK
sebanyak 90 g/petakan serta pupuk kandang sebanyak 1,3 kg/perpetakan sesuai
dengan cara bercocok tanam tanaman cabai.

3.4.4 Aplikasi Ekstrak Nabati


Aplikasi pestisida nabati dilakukan 1 minggu setelah tanaman di
pindahkan ke lapangan. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan lahan
pertanaman sesuai dengan perlakuan. Inokulasi virus mosaik di biarkan terjadi
secara alami.

Universitas Sriwijaya
22

3.4.5 Pemeliharaan Tanaman


Pemeliharaan terdiri dari penyulaman, penyiangan gulma, dan
penyiraman. Penyulaman dilakukan pagi atau sore hari bila ada tanaman yang
mati atau rusak. Selanjutnya penyiangan gulma dilakukan apabila terdapat gulma
pada lahan penelitian yang dilakukan secara manual. Sedangkan penyiraman
dilakukan setiap hari pada sore hari dengan tetap memperhatikan kondisi air pada
media tanam tersebut.

3.5 Peubah yang Diamati


3.5.1 Insiden
Pengamatan insiden penyakit virus mosaik dilakukan pada semua tanaman
pada umur 1 minggu setelah aplikasi (MSA).
Rumus yang digunakan untuk perhitungan insiden yaitu:
Insiden (%) = a/A x 100
Keterangan:
a = Jumlah tanaman yang bergejala
A = Jumlah tanaman yang diamati

3.5.2 Intensitas penyakit


Intensitas serangan penyakit virus mosaik dihitung menggunakan rumus
Dolores, (1996) sebagai berikut :
∑ ( )

Keterangan:
I = Intensitas serangan
n = Jumlah tanaman yang termasuk ke dalam skala gejala tertentu,
v = Nilai gejala tertentu,
N = Jumlah tanaman yang diamati,
V = Nilai intensitas serangan tertinggi.
Skor keparahan gejala diklasifikasikan ialah sebagai berikut:
0 = Tanaman tidak muncul gejala

Universitas Sriwijaya
23

1 = Tanaman menunjukkan gejala mosaik ringan (1-25%)


2 = Tanaman menunjukkan mosaik ringan dan agak menguning (26-50%)
3 = Tanaman menunjukkan mosaik berat (51-75%)
4 = Tanaman menunjukkan mosaik berat, malformasi dan kerdil (76-100%)

3.5.3 Jumlah Buah yang di Panen dan Berat Buah


Jumlah buah yang di panen dihitung sampai panen ke 3.

3.5.4 Keberadaan Kutu Daun


Kutu Daun (Aphis gossypii) akan di amati pada daun tanaman cabai besar
setiap 1 minggu setelah pengaplikasian ekstrak tanaman. Kemudian daun yang
terdapat kutu daun akan di potong dari ranting tanaman dan di masukkan ke
dalam kantong plastik untuk dilakukan identifikasi.

3.5.5 Berat basah dan Berat Kering


Berat basah akan dihitung dengan menimbang tanaman setelah panen
kemudian dirata-rata. Berat kering akan dihitung setelah tanaman dikering
anginkan selama tiga hari kemudian ditimbang dan dirata-rata.

3.5.6 Tinggi Tanaman


Tinggi tanaman diamati setiap minggu selama periode tumbuh tanaman.

3.5.7 Analisis Data


Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
Analysis of Variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan BNJ 5%.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian beberapa ekstrak
tanaman berbeda nyata pada persentase serangan mozaik virus, intensitas
serangan mosaik virus, keberadaan kutu daun, tinggi tanaman, berat buah, dan
jumlah buah. Tidak berbeda nyata terhadap interval waktu pengaplikasian
terhadap serangan mosaik virus, intensitas serangan, keberadaan kutu daun, tinggi
tanaman, jumlah buah panen, berat buah panen, berat basah pada tanaman, dan
berat kering pada tanaman berdasarkan kombinasi perlakuan yang diberikan.

4.1.1 Gejala Serangan Virus Mosaik


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman cabai yang terserang
mosaik virus mengalami perubahan warna pada daun tanaman. Tanaman cabai
yang terserang mosaik virus memiliki corak daun berwarna hijau kekuningan dan
mengalami klorosis daun mengkeriting (berkerut), permukaan daun yang tidak
merata hingga malformasi (perubahan bentuk daun) sedangkan tanaman cabai
yang tidak terserang mosaik virus daunnya berwarna hijau segar. (Gambar 1).

a b

Gambar 1. Tanaman cabai di petakan penilitian, (a) tanaman cabai sehat, (b)
tanaman cabai yang menunjukkan gejala serangan mosaik virus.

24 Universitas Sriwijaya
25

4.1.2 Persentase Serangan Mosaik Virus


Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman
terhadap kejadian mosaik virus dilakukan setelah adanya gejala serangan mosaik
virus pada tanaman cabai. Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa
ekstrak tanaman terhadap kejadian mosaik virus pada tanaman cabai disajikan
pada lampiran 1a-1b.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak untuk
persentase serangan mosaik virus pada tanaman cabai berbeda nyata pada faktor
ekstrak dan berbeda tidak nyata pada faktor interval waktu pengaplikasian ekstrak.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi beberapa ekstrak terhadap persentase
serangan mosaik virus tanaman cabai disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap persentase (%) serangan
mosaik virus pada tanaman cabai.

Faktor Ekstrak Persentase serangan mosaik virus (%)BNJ 5 %


= 15,79
Sirsak 33,54 b
Kecubung 18,52 ab
Mimba 12,80 a
Jarak Pagar 26,07 ab
Bengkoang 23,04 ab
Kontrol 52,23 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Table 1 menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap


persentase serangan mosaik virus yang terbaik adalah perlakuan penyemprotan
ekstrak daun mimba yaitu sebesar 12,80% berbeda nyata dengan kontrol dan
perlakuan aplikasi ekstrak daun sirsak. Antara perlakuan ekstrak daun kecubung,
ekstrak daun jarak pagar, ekstrak daun bengkoang dan ekstrak daun sirsak tidak
berbeda nyata satu sama lainnya.
Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap persentase serangan mosaik virus disajikan pada (Gambar 2).

Universitas Sriwijaya
Persentase serangan mosaik virus (%)
26

35,00
29,50 28,79
30,00
24,81
25,00

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 2. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman terhadap


Persentase (%) serangan mosaik virus pada tanaman cabai.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu


penyemprotan ekstrak tanaman terhadap persentase serangan mosaik virus pada
tanaman cabai walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara
tabulasi penyemprotan ekstrak tanaman cenderung efektif bila di aplikasi setiap
dua minggu sekali. Persentase serangan mosaik virus tertinggi terjadi pada
interval waktu penyemprotan satu minggu sekali.

4.1.3 Intensitas Serangan Virus Mosaik


Pengamatan intensitas serangan mosaik virus dilakukan selama lima kali,
pengamatan mulai dilakukan setelah adanya gejala serangan mosaik virus pada
tanaman cabai. Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa ekstrak
tanaman terhadap kejadian intensitas mosaik virus pada tanaman cabai disajikan
pada lampiran 2a-2b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman untuk intensitas serangan mosaik virus pada tanaman cabai berbeda
nyata pada faktor ekstrak dan berbeda tidak nyata pada faktor interval waktu

Universitas Sriwijaya
pengaplikasian ekstrak. Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman terhadap intensitas serangan mosaik virus disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap intensitas serangan mosaik
virus pada tanaman cabai.

Faktor Ekstrak Intensitas Penyakit BNJ 5 % = 9,04


Sirsak 14,82 a
Kecubung 12,60 a
Mimba 9,11 a
Jarak Pagar 14,53 a
Bengkoang 12,95 a
Kontrol 32,88 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Table 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda nyata dengan


kontrol. Intensitas serangan mosaik virus terkecil ditunjukkan oleh perlakuan
aplikasi ekstrak daun mimba yaitu 9,11% walaupun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan ekstrak lainnya.
pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap intensitas serangan mosaik virus disajikan pada (Gambar 3).
Intensitas Penyakit

20,00
18,00 17,26
16,30
16,00 14,88
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 3. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap intensitas serangan mosaik virus pada tanaman cabai.
Gambar 3 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman terhadap intensitas serangan mosaik virus pada
tanaman cabai walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara
tabulasi penyemprotan ekstrak tanaman cenderung efektif bila di aplikasi setiap 2
minggu sekali.

4.1.4 Jumlah dan Berat Buah yang di Panen


Pengamatan jumlah dan berat buah saat panen dilakukan selama tiga kali,
panen buah cabai dilakukan pada saat seluruh tanaman cabai memiliki jumlah
buah tingkat kematangan yang sudah siap untuk di panen. Hasil pengamatan lama
pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap jumlah buah disajikan pada
lampiran 3a-3b, hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa ekstrak
tanaman terhadap berat buah disajikan pada lampiran 4a-4b.
Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak untuk
jumlah buah dan berat buah produksi cabai berbeda nyata pada faktor ekstrak dan
berbeda tidak nyata pada faktor interval waktu pengaplikasian eksrak. Uji lanjut
BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap jumlah dan
berat buah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap jumlah dan berat
buah (g) produksi cabai.

Faktor Ekstrak Jumlah Buah Berat Buah (g)


ab b
Sirsak 16,93 31,88
ab ab
Kecubung 14,19 29,35
b b
Mimba 19,00 34,72
ab b
Jarak Pagar 17,59 36,26
ab ab
Bengkoang 14,33 27,62
a a
Kontrol 11,00 19,42
BNJ 5% 6,46 11,9

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.
Tabel 3 Menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap
jumlah buah yang terbaik adalah perlakuan ekstrak daun mimba yaitu sebesar 19
buah, berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, antara perlakuan ekstrak daun
sirsak, ekstrak daun kecubung, ekstrak daun mimba, ekstrak daun jarak pagar, dan
ekstrak daun bengkoang tidak berbeda nyata satu sama lainnya.
Tabel 3 Menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap
berat buah yang terbaik adalah perlakuan ekstrak daun jarak pagar yaitu sebesar
36,26 g berbeda nyata dengan kontrol. Antara perlakuan ekstrak daun mimba,
ekstrak daun sirsak, ekstrak daun jarak pagar, ekstrak daun kecubung, dan ekstrak
daun bengkoang tidak berbeda nyata satu sama lainnya.
Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap jumlah produksi buah cabai disajikan pada (Gambar 4).
Jumlah Buah Cabai

15,60
15,58 15,57

15,56
15,54
15,52
15,50
15,48
15,48 15,46
15,46
15,44
15,42
15,40
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 4. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap jumlah produksi buah cabai.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu


penyemprotan ekstrak tanaman terhadap jumlah produksi buah cabai walaupun
secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan
ekstrak tanaman cenderung efektif di aplikasikan setiap satu minggu sekali.
Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap berat produksi buah cabai disajikan pada (Gambar 5).
Berat Buah (gr)

33,00
32,10
32,00
31,00
30,00 29,70

29,00
27,83
28,00
27,00
26,00
25,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 5. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap berat produksi buah cabai.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu


penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat produksi buah cabai walaupun
secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan
ekstrak tanaman cenderung lebih efektif bila diaplikasikan setiap satu minggu
sekali.

4.1.5 Keberadaan Kutu Daun (Aphis gossypii)


Hasil pengamatan dilapangan ditemukan hama kutu daun (Aphis
gosyipii) yang merupakan vektor utama dari penyebaran penyakit mosaik virus
pada tanaman cabai. Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa ekstrak
tanaman terhadap kejadian keberadaan kutu daun pada tanaman cabai disajikan
pada lampiran 5a-5b.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman keberadaan kutu daun pada tanaman cabai berbeda nyata pada faktor
ekstrak dan berbeda tidak nyata pada faktor interval waktu pengaplikasian ekstrak.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap keberadaan
kutu daun disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap keberadaan kutu
daun pada tanaman cabai.

Rerata Populasi Kutu daun


Faktor Ekstrak (ekor) BNJ 5 % = 17,68
Sirsak 22,70 ab
Kecubung 17,67 a
Mimba 15,30 a
Jarak Pagar 27,26 ab
Bengkoang 36,81 bc
Kontrol 50,07 c
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Tabel 4 Menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap


keberadaan kutu daun terbaik adalah perlakuan penyemprotan ekstrak mimba
yaitu sebesar 15,30 ekor berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan perlakuan
aplikasi ekstrak bengkoang. Antara perlakuan ekstrak mimba, perlakuan ekstrak
jarak pagar, perlakuan ekstrak kecubung dan perlakuan ekstrak sirsak tidak
Populasi Kutu Daun (ekor)

berbeda nyata satu sama lain.


pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap keberadaan kutu daun pada tanaman cabai disajikan pada (Gambar 6).
40,00
35,00 33,54

30,00
26,11 25,26
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 6. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap keberadaan kutu daun pada tanaman cabai.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman terhadap keberadaan kutu daun pada tanaman
cabai walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi
penyemprotan ekstrak tanaman cenderung efektif bila di aplikasi setiap 2 minggu
sekali. Populasi kutu daun tertinggi terjadi pada interval waktu penyemprotan
ekstrak tiga minggu sekali. Populasi kutu daun terendah terjadi pada interval
waktu penyemprotan ekstrak dua minggu sekali.

4.1.6 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman


Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman
terhadap berat basah pada tanaman cabai disajikan pada lampiran 6a-6b, untuk
pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap berat kering pada tanaman
cabai disajikan pada lampiran 7a-7b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman berat basah dan berat kering pada tanaman cabai berbeda tidak nyata
Berat Basah Tanaman (gr)

pada masing-masing faktor ekstrak dan interval waktu. Uji lanjut BNJ taraf 5%
pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap berat basah tanaman cabai disajikan
pada (Gambar 7).

300,00
251,78
250,00
191,67
200,00 168,78 169,89 160,00
150,00
110,33
100,00

50,00

0,00
Sirsak Kecubung Nimba Jarak Pagar Bengkoang Kontrol
Perlakuan

Gambar 7. Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap berat basah pada
tanaman cabai.
Gambar 7 menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman
terhadap berat basah tanaman cabai walaupun secara statistik tidak berpengaruh
nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan ekstrak bengkoang cenderung efektif
untuk meningkatkan berat basah tanaman cabai . Berat basah tertinggi terjadi pada
perlakuan ekstrak daun bengkoang, berat basah terendah terjadi pada perlakuan
kontrol.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh lama aplikasi interval waktu
Berat Basah Tanaman (gr)

penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat basah tanaman cabai disajikan pada
(Gambar 8).

200,00 186,06
170,06 170,11

150,00

100,00

50,00

0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 8. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap berat basah tanaman cabai.

Gambar 8 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu


penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat basah tanaman walaupun secara
statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan ekstrak
tanaman cenderung efektif bila di aplikasi setiap 3 minggu sekali. Berat basah
tertinggi terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak tiga minggu sekali.
Berat basah terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak satu
minggu sekali.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap berat
kering tanaman cabai disajikan pada (Gambar 9).
Berat Kering Tanaman (gr)
240,00 217,33
200,00
159,33
160,00 144,22 140,67
130,56
120,00 99,44

80,00

40,00

0,00
Sirsak Kecubung Nimba Jarak Pagar Bengkoang Kontrol
Perlakuan

Gambar 9. Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap berat kering


pada tanaman cabai.

Gambar 9 menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman


terhadap berat kering tanaman pada tanaman cabai walaupun secara statistik tidak
berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan ekstrak bengkoang
cenderung lebih efektif dalam meningkatkan berat kering tanaman cabai. Berat
kering tertinggi terjadi pada perlakuan ekstrak daun bengkoang, berat kering
terendah terjadi pada perlakuan kontrol.
. Uji lanjut BNJ taraf 5% pengaruh lama aplikasi interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat kering tanaman cabai disajikan
Berat Kering Tanaman

pada (Gambar 10).


(gr)

165,00 160,06
150,00 142,67 143,06
135,00
120,00
105,00
90,00
75,00
60,00
45,00
30,00
15,00
0,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 10. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap berat kering tanaman cabai.
Gambar 10 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman terhadap berat kering tanaman cabai walaupun
secara statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi penyemprotan
ekstrak tanaman cenderung efektif bila di aplikasi setiap 3 minggu sekali. Berat
kering tertinggi terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak tiga minggu
sekali. Berat kering terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak
satu minggu sekali.

4.1.7 Tinggi Tanaman Cabai


Pengamatan tinggi tanaman cabai mulai dilakukan setelah tanaman cabai
berumur satu minggu setelah tanam. Hasil pengamatan lama pengaruh aplikasi
beberapa ekstrak tanaman terhadap tinggi tanaman cabai disajikan pada lampiran
8a-8b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap pengaruh aplikasi ekstrak
tanaman tinggi tanaman cabai berbeda nyata pada faktor ekstrak dan berbeda tidak
nyata pada faktor interval waktu pengaplikasian ekstrak. Uji lanjut BNJ taraf 5%
pengaruh aplikasi beberapa ekstrak terhadap tinggi tanaman cabai disajikan pada
Tabel 5.
Table 5 Pengaruh aplikasi beberapa ekstrak tanaman terhadap tinggi (cm)
tanaman cabai.

Faktor Ekstrak Tinggi Tanaman (cm) BNJ 5 % = 14,24


Sirsak 45,89 ab
Kecubung 50,64 ab
Mimba 56,89 b
Jarak Pagar 55,64 b
Bengkoang 57,71 b
Kontrol 39,91 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi ekstrak tanaman terhadap


tinggi tanaman cabai yang terbaik adalah perlakuan penyemprotan ekstrak
bengkoang yaitu 57,71 cm berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Antara
perlakuan ekstrak bengkoang, ekstrak mimba, ekstrak jarak pagar, ekstrak
kecubung, dan ekstrak sirsak tidak berbeda nyata satu sama lainnya.
Tinggi Tnamanm (cm) Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap tinggi tanaman cabai disajikan pada (Gambar 11).
56,00 55,25
54,00
52,00
50,29
50,00
48,00 47,80

46,00
44,00
1 2 3
Interval waktu (minggu)

Gambar 11. Pengaruh lama interval waktu pengaplikasian ekstrak tanaman


terhadap tinggi tanaman cabai.

Gambar 11 menunjukkan bahwa pengaruh lama aplikasi interval waktu


penyemprotan ekstrak tanaman terhadap tinggi tanaman cabai walaupun secara
statistik tidak berpengaruh nyata tetapi secara tabulasi ekstrak tanaman cenderung
efektif bila di aplikasi setiap 1 minggu sekali. Tinggi tanaman cabai tertinggi
terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak satu minggu sekali. Tinggi
tanaman cabai terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak dua
minggu sekali.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini pengaplikasian ekstrak tanaman pertama kali dilakukan
ke tanaman cabai yang telah berumur satu minggu setelah tanam. Pengambilan
data pengaplikasian ekstrak tanaman dilakukan sebelum melakukan
pengaplikasian ke-2 pada minggu ke-2, pada minggu pertama sampai minggu ke-
4 masih belum ditemukan gejala mosaik virus pada pertanaman cabai di lapangan.
Gejala serangan mosaik virus terlihat pada minggu ke-5, Tanaman cabai yang
terserang mosaik menunjukkan gejala daun berwarna kekuningan, helai daun
mengalami malformasi, klorosis diantara tulang daun maupun pinggir daun, daun-
daun yang sudah agak tua melengkung ke arah atas, tulang daun menebal, pinggir
daun menjadi pucat sampai kuning terang. Daun-daun mengecil dan berwarna
kuning terang jika telah mengalami infeksi lanjut, dan ukuran tanaman terlihat
kerdil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trisno et al. (2009) menyatakan gejala
yang kompleks seperti mosaik, kuning, keriting, cupping, daun kecil-kecil, tulang
daun menebal dan tanaman menjadi kerdil pada tanaman cabai di Sumatera Barat.
Sukada et al., (2014) menyatakan di daerah sentra pertanaman cabai Desa Kerta
Payangan, Bali ditemukan gejala mosaik, kuning dan klorosis yang ditimbulkan
akibat serangan virus.
Pada Table 1 menunjukkan bahwa hasil pengamatan semua perlakuan
esktrak terhadap tingkat serangan mosaik virus pada tanaman cabai memiliki
perbedaan, serangan mosaik virus yang menyerang tanaman cabai dimulai dari
minggu ke-5 hingga minggu ke-9 di setiap ekstrak tanaman. Serangan mosaik
virus tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dengan angka 52,23%. Tanaman
cabai yang di beri perlakuan ekstrak daun mimba memperlihatkan gejala serangan
mosaik virus terendah dengan angka 12,80%. daun mimba memiliki kandungan
senyawa alkoloid yang berperan penting dalam menekan tingkat serangan mosaik
virus pada tanaman cabai, sesuai dengan pernyataan Soparat (2010). Kandungan
senyawa alkoloid pada daun mimba dapat menyebabkan gangguan sistem
pencernaan karena alkoloid bertindak sebagai racun perut yang masuk melalui
mulut larva. Menurut Djojosumarto (2000). Menyatakan selain itu racun yang
terkandung pada daun mimba akan berpengaruh dalam proses pencernaan
makanan, menghambat kontraksi usus, sehingga proses pencernaan makanan tidak
dapat berlangsung. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor interval waktu
penyemprotan gejala serangan mosaik virus terendah terjadi pada pengaplikasian
ekstrak tanaman setiap dua minggu sekali dengan angka 24,81%.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat intensitas serangan mosaik virus
pada tanaman cabai terus meningkat di setiap pengamatan, intensitas serangan
mosaik virus di hitung dari minggu ke-5 sampai minggu ke-9. Perlakuan ekstrak
daun mimba merupakan perlakuan dengan tingkat intensitas serangan terendah
dari rata-rata seluruh pengamatannya dengan angka 9,11%. Diduga kandungan
senyawa alkoloid yang terdapat pada daun mimba menjadi faktor yang memiliki
yang sangat efektif dalam menekan perkembangan dari penyakit mosaik virus
Universitas Sriwijaya
pada tanaman cabai sehingga ekstrak daun mimba selalu memiliki tingkat
serangan terendah dibandingkan perlakuan lainnya, baik pada peubah keparahan
serangan mosaik virus maupun pada peubah intensitas serangan mosaik virus di
tanaman cabai. Gambar 3 menunjukkan bahwa keparahan intensitas penyakit
terendah interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman terjadi pada perlakuan
interval waktu dua minggu sekali dengan rata-rata 14,88.
Pada produksi buah cabai proses panen dilakukan di minggu ke-10 dengan
melihat rata-rata kematangan buah berkisar antara 50%, proses panen buah cabai
di lakukan sebanyak 3 kali. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil panen buah
cabai tertinggi terdapat pada perlakuan ekstrak daun mimba dengan rata-rata
19,00 buah per tanaman di setiap panennya. Hasil produksi cabai terendah terjadi
pada perlakuan kontrol dengan rata-rata 11,00 buah per tanaman di setiap hasil
panennya. Hasil produksi memperlihatkan bahwa terdapat keterkaitan antara
tanaman yang memiliki gejala serangan mosaik virus terendah memberikan hasil
produksi yang lebih baik dibandingkan tanaman yang memperlihatkan gejala
sarangan mosaik virus yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulyo,
(1984), penurunan hasil panen akibat penyakit mosaik pada tujuh kultivar cabai
berkisar mulai dari 32% sampai 75%. Gambar 4 menunjukkan bahwa produksi
buah cabai tertinggi terjadi pada interval waktu waktu penyemprotan ekstrak
tanaman dua minggu sekali dengan rata-rata 15,48 buah/tanaman.
Pada saat tanaman memasuki masa generatif beberapa tanaman mengalami
kerontokan bunga dan buah sehingga menyebabkan hasil produksi buah cabai
tidak merata di setiap masa panennya. Diduga tingginya suhu pada saat penelitian
berlangsung menjadi penyebab utama terjadinya rontok buah dan bunga pada
tanaman cabai, hal ini sesuai dengan pernyataan Prajnanta, (1999). Kuranngnya
pengairan tinggunya suhu yang dan keringnya udara dadpat membuat suplai unsur
hara terhambat sehingga buah dan bunga mengalami transpiras yang dapat
menyebabkan terjadinya kerontokan serta buah tanaman caabai berbentuk kecil–
kecil. Ketika matahari terbit, terbukalah stomata karena pencahayaan
meningkatnya dan suhu pada daun menjadi naik karena pencahayaan tersebut,
sehingga uapan air lebih cepat, transpirasai bisa meningkat dikarenakan naiknya

Universitas Sriwijaya
suhu udara mampu menciptakan kelembaban yang optimal. Tanaman yang
terinfeksi mosaik virus dapat menghasilkan produksi tetapi tidak seoptimal hasil
produksi tanaman yang tidak terinfeksi mosaik virus, hal ini sesuai dengan
pernyataan Clark, M. F. & Adams, A. N. (1977). Tanaman yang terinfeksi
menghasilkan buah dengan kualitas rendah dan produksi rendah. Dolores, (1996);
Duriat, (1997). Menyatakan kualitas buah sangat menurun jika tanaman terinfeksi
sakit. Tidak seperti tanaman yang sehat tanaman yang sakit hanya mampu
berproduksi 30%. Sudiono et al., (2005). Menyatakan Tanaman yang terserang
sejak tanaman masih muda (vegetatif) akan lebih merugikan petani dibandingkan
tanaman yang terserang ketika telah masuk pada fase generatif. Menambahkan
Green & kim, (1991). Virus terutama menyerang bagian vegetatif tanaman, oleh
karena itu serangan virus pada perkembangan awal tanaman dapat menyebabkan
kerugian hingga 100%.
Table 3 menunjukkan bahwa jumlah buah tidak menentukan berat buah
hasil produksi, karena terdapat perbedaan di bentuk dan ukuran buah cabai di
setiap tanamannya. Pada Table 3 dapat dilihat bahwa berat buah tertinggi terjadi
pada perlakuan ekstrak daun jarak pagar dengan rata-rata 36,26 gr per tanaman.
Berat buah terendah terjadi pada perlakuan kontrol dengan berat rata-rata 19,42 gr
per tanaman. Gambar 5 menunjukkan bahwa interval waktu penyemprotan ekstrak
tanaman satu minggu sekali sebagai hasil berat produksi buah cabai tertinggi
dengan rata-rata 32,10 gr per tanaman.
Kutu daun (Aphis gossypii) merupakan salah satu vektor pembawa mosaik
virus, hal ini sesuai dengan pernyataan Fareres & Moreno (2009). Menjelaskan
kutu daun, kutu kebul merupakan Serangga yang termasuk ordo hemiptera yang
dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus oleh 39 spesies serangga yang
berbeda. Menambahkan Kalshoven (1981), dalam penularan virus baik secara
persisten maupun nonpersisten kutu daun memiliki peran yang penting. Banyak
virus yang menyebabkan penyakit yang bisa ditularkan. Kutu daun adalah
serangga penghisap tanaman dan penusuk. Makan kutu daun berada di jaringan
tanaman. Bagian mulut kutu daun mengalami sedikit meruncing untuk menghisap
dan menusuk ke jaringan tanaman bagian dalam. Kutu daun merupakan salah satu

Universitas Sriwijaya
vecor penting mosaik virus. Pengamatan di lapangan memperlihatkan kutu daun
mulai menyerang tanaman terjadi pada pengamatan di minggu ke-8 dan minggu
ke-9, daun yang terserang kutu daun diambil kemudian di lakukan identifikasi
untuk mengetahui jumlah populasi kutu daun yang menyerang tanaman cabai.
Pada Table 4 menunjukkan bahwa populasi kutu daun tertinggi terjadi pada
perlakuan kontrol dengan rata-rata 50,07 ekor per tanaman. Perlakuan ekstrak
daun mimba memiliki tingkat populasi kutu daun terendah dengan rata-rata 15,30
ekor per tanaman. Diduga karena kandungan senyawa alkaloid yang terdapat pada
daun mimba tidak terlalu disenangi oleh berbagai hama termasuk kutu daun,
menurut Soparat (2010). Kandungan senyawa alkoloid pada daun mimba dapat
menyebabkan gangguan sistem pencernaan karena alkoloid bertindak sebagai
racun perut yang masuk melalui mulut larva. Keberadaan kutu daun mulai terlihat
di minggu ke-8 sedangkan mosaik virus mulai memperlihatkan gejala pada
minggu ke-5 di tanaman cabai, diduga faktor alam seperti angin menjadi vektor
awal pembawa mosaik virus ke lapangan sebelum kutu daun. Gambar 6
menunjukkan bahwa populasi kutu daun terendah terjadi pada interval waktu
penyemprotan ekstrak tanaman dua minggu sekali dengan rata-rata 25,26 ekor per
tanaman.
Tanaman cabai yang telah mealui proses panen di ambil secara utuh mulai
dari bagian akar sampai pucuk tanaman kemudian dilakukan penimbangan untuk
mengetahui berat basah tanaman. Gambar 7 menunjukkan bahwa berat basah
tanaman tertinggi terjadi pada perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata
251,78 gr per tanaman. Perlakuan kontrol memiliki angka terendah untuk berat
basah tanaman dengan rata-rata 110,33 gr per tanaman. Gambar 8 menunjukkan
bahwa berat basah terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak
tanaman satu minggu sekali dengan rata-rata 170,06 gr per tanaman. Sedangkan
interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman tiga minggu sekali sebagai berat
basah tertinggi pada tanaman cabai dengan rata-rata 186,06 gr per tanaman.
Tanaman cabai yang telah di timbang berat basahnya kemudian di jemur
selama 1 X 24 jam untuk di lakukan penimbangan berat kering tanaman. Pada
pengamatan berat kering tanaman. Berat kering tanaman tertinggi terjadi pada

Universitas Sriwijaya
perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata 217,33 gr per tanaman.
Perlakuan kontrol memiliki angka terendah untuk berat kering tanaman dengan
rata-rata 99,44 gr per tanaman. Gambar 10 Menunjukkan bahwa pengaruh interval
waktu penyemprotan ekstrak tanaman berat kering terendah terjadi pada interval
waktu penyemprotan ekstrak tanaman satu minggu sekali dengan rata-rata 142,67
gr per tanaman, sedangkan interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman tiga
minggu sekali sebagai berat basah tertinggi pada tanaman cabai dengan rata-rata
160,06 gr per tanaman.
Tinggi tanaman cabai di ukur dengan menggunakan meteran, pengukuran
tinggi tanaman cabai dilakukan setelah tanaman cabai berumur satu minggu di
lahan pertanaman. Pada Table 5 menunjukkan bahwa tinggi tanaman cabai
terendah terjadi pada perlakuan kontrol. Sedangkan tinggi tanaman cabai tertinggi
terjadi pada perlakuan ekstrak daun bengkoang dengan rata-rata 57,71 cm per
tanaman. Gambar 11 menunjukkan bahwa pengaruh interval waktu penyemprotan
ekstrak tanaman terhadap tinggi tanaman cabai hasilnya tinggi tanaman cabai
terendah terjadi pada interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman dua minggu
sekali dengan rata-rata 47,80 cm per tanaman, sedangkan tinggi tanaman cabai
tertinggi terjadi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman satu minggu sekali
dengan rata-rata 55,25 cm per tanaman.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pengaruh lama aplikasi interval waktu penyemprotan ekstrak tanaman
terhadap persentase, intensitas serangan mosaik virus dan keberadaan kutu
daun pada tanaman cabai cenderung efektif bila di aplikasikan setiap 2
minggu sekali dengan tingkat serangan untuk persentase serangan mosaik
virus sebesar 24,81%, 14,88% untuk intensitas serangan mosaik virus, dan
untuk parameter keberadaan kutu daun berjumlah 25,26 ekor pada tanaman
cabai.
2. Ekstrak daun mimba mampu menekan perkembangan serangan mosaik virus
pada tanaman cabai tertinggi dari pada empat ekstrak daun lainnya. Pada
perlakuan ekstrak daun mimba gejala serangan mosaik virus terendah yaitu
sebesar 12,80%, 9,11% untuk intensitas serangan mosaik virus, dan 15,30
ekor jumlah rata-rata populasi kutu daun yang terdapat pada tanaman cabai.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkombinasikan antara
satu ekstrak daun dengan esktrak daun lainnya, sehingga diharapkan dapat
memberi hasil yang lebih optimal dalam menekan perkembangan mosaik virus
pada tanaman cabai.

Universitas Sriwijaya
42
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Cabai Merah. http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai. Diakses pada


tanggal 03 Mei 2019.
.
Anonim 2010. Budidaya Cabai Hibrida. http://www.tanindo.com/budidaya/
cabe/cabehibrida.htm. Diakses pada tanggal 03 Mei 2019.

Baehaki, Dr. Ir. SE. 1993. Insektisida Pengendalian Hama Tanaman. Angkasa,
Bandung.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crop. An identification
and Information Guide 2nd eds. New York : John Wiley and Sons.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas
Sayuran di Indonesia periode 2013-2014.http://www.pertanian.go.id/
Indikator/tabel-2-prod-lspn-prodvitas-horti.pdf [03 Mei 2018].

Clark, M. F. & Adams, A. N. (1977). Characteristics of the microplatemethod of


enzyme-linked immunosorbent assay for the detection ofplant viruses. J
Gen Virol34, 475–483.

De Barrow, P. J., S. H. Hidayat, D. Frohlich, S. Subandiyah, U. Shigenori. 2008.


A Virus and its Vector, Pepper Yellow Leaf Curl Virus and Bemisia
tabaci, Two New Invaders of Indonesia. Biological Invasions 10 (4): 411-
433.

Dermawan, R dan A. Harpenas. 2010. Budidaya Cabai Unggul, Cabai Besar,


Cabai Keriting, Cabai Rawit, dan Paprika. Penebar Swadaya Jakarta.

[Ditjen Hort] Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2007a.


Perkembangan luas panen sayuran tahun 1996-2005.
http://www.deptan.go.id.[03 Mei 2019].

Djojosumarto, P. 2000. Tehnik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Penerbit


Kanisius.

Dolores, LM 1996, ’Management of pepper viruses’, in AVNET-II. Final


Workshop Proc. AVRDC, Tainan, Taiwan, pp. 334-42. Dalam jurnal uji
Ketahanan terhadap Tomato Yellow Leaf Curl Virus pada beberapa Galur
Tomat.

Duke J.A. 1981. Handbook of Legumes, Worl Economic Importance. Plenum


Press. New York & London. 345 Hal.

43 Universitas Sriwijaya
44

Duriat, A. S., Gunaeni, N., & Sulastrini, I. (1997). Further studies on screening
pepper varieties for resistance to CMV strains, In: AVRDC Collaborative
vegetable research in Southeast Asia proceedings of the AVNET-II final
workshop, Publication No. 119–124 (pp 451). Thailand: Bangkok.

Duriat, A .S., Y. Sulyo, N. Gunaeni, E. Korlina.1995.Screening of peppercultivars


for resistance to Cucumber mosaic virus (CMV) and Chilli veinalmottle
virus (ChiVMV) in Indonesia. Proceeding of the AVNET II Midterm
Workshop Philippines 21-23 Februari 1995. AVRDC.

Edwardson, J.R., R.G. Christie. 1997. Virus Infecting Peppers and Other
Solanaceus Crop. University of Florida. USA.

Faradita et al. 2010. Evektivitas Penggunaan Ekstrak Biji Bengkoang (


Pachyrrizus erosus) Terhadap Mortalitas Plutella xylostela pada
Tanaman Kubis. Program Kreativitas Mahasiswa.

Fauquet C.M., Mayo M.A., Maniloff J., Desselberger U., Ball L.A. 2005. Virus
Taxonomy. Lassification and Nomenclature of Viruses. Elsevier
Academic Press. Amsterdam.

Fereres, A. & Moreno, A. (2009). Behavioural aspects influencingplant virus


transmission by homopteran insects. Virus Res141, 158–168.

Gallitelli. D.1998. Present status of controlling Cucumber mosaic virus (CMV).In:


Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease
Control. APS Press. pp: 507-523.
.
Grainge, M. Dan S. Ahmed. 1998. Handbook of Plants with Control Properties.
John Wiley & Sons. New York.

Green SK, Kim JS (1991) Characterization and control of pepperviruses: a


litrature review. AVRDC Press, Shanhua, Taiwan.

Hambali, E, 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Swadaya, Jakarta.


131 hal.

Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Hasnam, Z. Mahmud. 2006. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha


curcas L.). Puslitbang Perkebunan. Bogor.

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan


Litbang Pertanian, Jakarta. Yayasan Saran Wanajaya, Jakarta.

Universitas Sriwijaya
45

Hewindati, Yuni Tri . 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.

Igwegbe, E. C. K. and O. K. Ogungbade. 1985. “Evaluation of pepper cultivars


under greenhouse conditions for resistance to a defoliation strain of
tobacco mosaic virus,” Plant Disease 69:899-900.

Juriah, Juju. 2003. Fraksinasi Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrizus erosus) yang
Berpotensi sebagai Antibakteri. Program Studi Kimia, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. Dr. Van der Lan D. A.
Revisi. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Penerbit Agro


Media Pustaka, Jakarta, hal: 18-31.

Kardinan, A. 2011. Penggunaan pestisida nabati sebagai kearifan lokal dalam


pengendalian hama tanaman menuju sistem pertanian organik.
Pengembangan Inovasi Pertanian. 4(4) : 262-278.

Kartasapoetra,AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Khetarpal, R. K., B. Maisonneuve, Y. Maury, B. Chalhouh, Dinant, H. Lecoq, A.


Varma. 1998. Breeding for Resistance to Plant Viruses. In: Hadidi
A,Khetarpal RK, Koganezawa H (eds.) Plant Virus Disease Control.
APS Press. pp: 14-32.

Kovendan. K, Murugan. K, Shantakumar .S.P. and Vincent. S, 2012. Evaluation


of larvicidal and pupicidal activity of Morinda citrifolia. Againts three
mosquito vectors. Asian Pacific Journal of Tropical Diseases s365-369.

Kuganathan, N dan Ganeshalingam, S. 2010. Chemical Analysis of Datura metel


Leaves and Investigation of The Acutetoxicity onGrasshoppers and Red
Ants. E-Journal of Chemistry.Vol. 8(1): 107-112.

Kusuma, L. A. 2009. Kultur Jaringan Jarak. http://leqi.files.wordpress.com/.


Diakses pada Tanggal 04 Mei 2019.

Lasut, Marthen. (2011). Deskripsi Tumbuhan Penghasil Pestisida Hayati.


Fakultas Pertanian UNSRAT, Manado

Mahr SER, Cloyd RA, Mahr DL, Sadof CS. 2001. Biology control of insects and
the other pest of the greenhouse crop. North Central Regional Publication
581. University of WisconsinExstention, CooperativeExtention.

Universitas Sriwijaya
46

Martono, B., E. Hadipoentyanti dan L. Udarmo. 2004. Plasma Nutfah Insektisida


Nabati. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XVI.
No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal 43-60.

Mulyana. 2002. “Ekstraksi Senyawa Aktif Alkaloid, Kuinon, dan Saponin dari
Tumbuhan Kecubung sebagai Larvasida dan Insektisida terhadap
Nyamuk”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Miles PW. 1987. Feeding process of Aphidoidea in relation of effects on their


food plants. Di dalam: Minks AK, Harrewijn P, editor. Aphids: Their
Biology, Natural Enemies and Control. Vol 2A. Amsterdam (NL):
Elsevier. hlm 321-340.

Niken, 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak sebagai Insektisida Rasional


terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Paprika Varietas Bell
Boy http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-
gdl-s12002niken 5526 ekstrak. (Diakses Pada Tanggal 03 Mei 2019).

Novizan, 2002, Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan, Agro


Media Pustaka, Jakarta.

Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Budi Daya Jarak Pagar dan Pembuatan
Biodiesel. Kanisius. Yogyakarta.

Nurdin. 1998. Identifikasi Virus Penyebab Mosaik dan Kerdil pada Cabai Besar
(Capsicum annuum L.). Thesis Pascasarjana IPB.

Nyana, D.N., G.Suastika,G. R. M. Temaja and D. N. Suprapta. 2012. Protective


Mild Isolates of Cucumber mosaic virus Obtained from Chili Pepper in
Bali. Journal of Agricultural Science Research, 2 (6): 280-284.

Nyana, D.N., G.Suastika, K.T.Natsuaki, 2008. The Effect of Dry Heat Treatment
on Tobacco Mosaic Virus Contaminated Chili Pepper Seeds. ISSAAS
Journal. 2008. Vol. 13. No.3.

Nyana, D. N. 2012. Isolasi dan Identifikasi Cucumber Mosaic Virus untuk


Mengendalikan Penyakit Mosaik pada Tanaman Cabai (Capsicum spp.).
Disertasi Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ong C.A. 1995. Symptomatic variants of CVMV in Malaysia. Proceeding of the


AVNET II Midterm Workshop. Philippines 21-25 Februari 1995. AVRDC.

Palukaitis P, Roossinck MJ, Dietzgen RG, Francki RI. 1992. Cucumber mosaic
virus. Adv Virus Res 41: 281-348.

Universitas Sriwijaya
47

Permatasari, Erdiyanti. 2002. Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang


(Pachryrrizus erosus) Terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca
domestica) di Darmaga Lasem , dan Kajar. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prajnanta 1999, „Pemeliharaan secara intensif dan kiat sukses beragribisnis


melon’, dalam Sudjianto & Veronica Krestiani 2009, ‘Studi pemulsaan
dan dosis npk pada hasil buah melon (Cucumis melo L)’, J. Sains dan
Teknologi, vol. 2, no. 2, hlm. 1-7.

Pedigo LP, Rice ME. 2006. Entomology and Pest Management. 5thed. Upper
Saddle River (US): Pearson Education.

Prakash, A dan J Rao. 1997. Botanical Pestiside In Agrikultur. Boca Raton Lewis
Publisher.

Permatasari, Erdyanti. 2002. Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang


(Pachyrrizus erosus) Terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca
domestica) di Darmaga, Lasem, dan Kajar. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prihandana, R. dan P. Hendroko, 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

Puspitasari, A., Sudarso, dan D.B. Asrining. 2009. Aktivitas antijamur ekstrak
etanol soxhletasi dan maserasi daun mimba (Azadirachta indica)
terhadap Candida albicans. Pharmacy. 6(2) : 6-13.

Saragih E. 1994. Identifikasi dan biologi kutudaun [Homoptera: Aphididae] pada


Brassicaceae liar Nasturium heterophyllum BL, Nasturtium indicum (L.)
DC dan Cardamine hirsuta L [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

Sari, C.N., I.R., Suseno, Sudarsono, M. Sinaga, 1997. Reaksi Sepuluh Galur
Cabai Terhadap Infeksi Isolat CMV dan PVY Asal Indonesia. Prosiding
kongres nasional dan Seminar Ilmiah PFI. Palembang 27-29 Oktober
1997. Hal.116-119.

Saxena, R.C. 1983. Naturally, Occuring Pestisides and Their Potential.


Chemistry and World Food Suplies: New Frontiers CHEMRAWN11 : 383.

Soenardi, M. Romli, Djumali, dan Suhadi. 2000. System tanam tumpang sari
jarak dan palawija. Laporan hasil penelitian. Balittas, malang. 18 hal.

Universitas Sriwijaya
48

Soparat, S. 2010. Chemical Ecology and Function of Alkaloids.


http://pirun.ku.ac.th/~g4686045/ media/alkaloid.pdf. Diakses pada 03 mei
2019.

Sorensen, M. 1996. Yam Bean Pachyrrhizus DC. Promoting the Conservation and
Useof Under Utilised and Neglected Crops. 2. IPGRI.Rome

Suastika, G., H. Sedyo; D. N. Nyana dan T. Natsuaki, 2012. Laporan Pertama


tentang Infeksi Polerovirus pada Tanaman Cabai di Daerah Bali,
Indonesia, Journal Fitopatologi Indonesia,: 8 (5) : 151-154.

Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius.


Yogyakarta. 58 hlm.

Sudiono, Yasin, N, Hidayat SH, Hidayat, P. (2005). The Distri-bution and


Molecular detection of geminivirus of chilliyellowing disease in Sumatra
Island (2005). Jurnal HPTTropika 5:113–121.

Sukada. W., 2014. “Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus terhadap Penurunan
Hasil pada Tanaman Cabai (Capsicum Frutescens L.)”. ( skripsi ).
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

Sukrasno dan Tim Lentera, 2003. Mengenal Lebih Dekat Mimba Tanaman Obat
Multifungsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. 79 hlm.

Sulyo,Y.1984. Penurunan hasil beberapa varietas Lombok akibat infeksi


Cucumber mosaic virus (CMV) di rumah kaca. Laporan Hasil Penelitian,
Balai Penelitian Hortikultura Lembang 1982/1983.

Suryaningsih,E. & W.Hadisoeganda. 2004. Pestisida Botani untuk Mengendalikan


Hama dan Penyakit pada Tanaman Sayuran Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal 24-29.

Suryaningsih, Sutarya R, Duriat AS (1996) Penyakit tanaman cabai merah dan


pengendaliannya. In: Duriat AS, Wijaya W, Hadisoeganda A, Soetiarlkso
TA, Prabaningum L (eds.) Teknologi Produksi Cabai Merah. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. p: 64-84.

Syah, A. 2005. Mengenal Lebih Dekat Biodiesel Jarak Pagar. Agromedia


Pustaka, Bogor.

Tampubolon, O. 1995. Tanaman Obat. Penerbit Bharatara. Jakarta.

Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Universitas Sriwijaya
49

Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan. Penerbit UGM Press,


Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat -obatan. Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta. 477


hlm.

Trisno J, Hidayat SH, Habazar T, Manti I, Jamsari. 2009. Detection and sequence
diversity ofassociated with Yellow Leaf Curl Diseases of Begomovirus
Pepper (Capsicum annum) in West Sumatra, Indonesia. Microbiol
Indonesia. 3(2):61-66.

Tukimin dan E. Karmawati. 2012. Pengaruhu Minyak Bungkil Jarak Pagar


Terhadap Mortalitas dan Peneluran Helicoverpa Amigera Hubner. Jurnal
Litri 18 (2) : 54-59.

Wahid, P. 1989. Medicinal Plants and Aromatic Plants in Indonesia. Proc. of


RECBINMAP in Asia, FAO-RAPPA Bangkok. 1993: 1331-137.

Wahyuningsih, P. 1998. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrizus


erosus)Terhadap Mortalitas dan Aktifitas Makan Ulat Tanah (Agrotis sp)
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Dipenogoro, Semarang.

Yudiarti, T. 2010. Cara Praktis dan Ekonomis Mengatasi Hama dan Penyakit
Tanaman Pangan Dan Hortikultura. Graha Ilmu. Yogyakarta. 91 hlm.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Lampiran 1 Persentase Serangan Mosaik Virus


Data persentase serangan mosaik virus
Faktor Interval Persentase serangan mosaik virus
Faktor Ekstrak Jumlah Rerata
waktu (Minggu) ulangan ke...
1 2 3
1 38,82 55,92 41,72 136,46 45,49
SIRSAK 2 13,62 16,77 39,55 69,94 23,31
3 54,83 23,21 17,39 95,42 31,81
1 15,21 18,47 38,48 72,16 24,05
KECUBUNG 2 12,46 17,58 6,02 36,06 12,02
3 36,74 6,48 15,23 58,45 19,48
1 9,49 4,40 38,33 52,22 17,41
MIMBA 2 5,27 16,95 13,98 36,19 12,06
3 8,87 9,21 8,72 26,79 8,93
1 35,65 7,14 36,39 79,19 26,40
JARAK PAGAR 2 9,30 30,86 34,71 74,87 24,96
3 21,29 28,11 31,18 80,59 26,86
1 12,07 22,49 11,85 46,41 15,47
BENGKOANG 2 14,46 39,35 16,67 70,48 23,49
3 24,02 27,43 39,04 90,49 30,16
1 47,61 48,15 48,71 144,47 48,16
KONTROL 2 50,55 51,34 57,21 159,10 53,03
3 56,23 55,83 54,46 166,51 55,50
JUMLAH 466,48 479,68 549,64 1495,80

Anova persentase serangan mosaik virus


F
SK DB JK KT F HITUNG F TABEL
VALUE
Kelompok 2 221,96 110,98 0,82 3,28 0,4475
Perlakuan 17 10195,32 599,72 4,45 1,93 0,0001
Faktor Ektraks 5 8698,26 1739,65 12,91 2,49 0,0000
Faktor Interval
2 229,47 114,73 0,85 3,28 0,4357
waktu (Minggu)
Interaksi Ekstrak X
10 1267,59 126,76 0,94 2,12 0,5099
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 4581,88 134,76
Total 53 14777,20

50 Universitas Sriwijaya
51

Lampiran 2 Intensitas Serangan Mosaik Virus


Data intensitas serangan mosaik virus
Faktor Interval Intensitas serangan mosaik
Faktor Ekstrak Jumlah Rerata
waktu (Minggu) virus ulangan ke...
1 2 3
SIRSAK 1 20,62 15,31 16,11 52,04 17,35
2 5,69 13,60 13,54 32,83 10,94
3 20,68 15,89 11,93 48,50 16,17
KECUBUNG 1 13,63 11,26 24,22 49,11 16,37
2 8,51 12,49 4,68 25,68 8,56
3 25,11 4,91 8,55 38,57 12,86
MIMBA 1 9,27 5,92 17,67 32,86 10,95
2 4,59 14,21 10,33 29,13 9,71
3 6,23 7,04 6,76 20,04 6,68
JARAK PAGAR 1 14,31 4,36 18,20 36,87 12,29
2 4,09 18,25 21,06 43,41 14,47
3 11,29 16,69 22,55 50,53 16,84
BENGKOANG 1 8,31 16,03 4,90 29,23 9,74
2 7,42 20,09 10,10 37,61 12,54
3 9,04 17,33 23,33 49,70 16,57
KONTROL 1 38,11 36,49 18,74 93,34 31,11
2 29,39 28,58 41,21 99,18 33,06
3 35,64 35,53 32,25 103,41 34,47
JUMLAH 271,93 293,97 306,13 872,04

Anova intensitas serangan mosaik virus


SK DB JK KT F F F
HITUNG TABEL VALUE

Kelompok 2 33,39 16,69 0,38 3,28 0,6879


Perlakuan 17 3519,67 207,04 4,69 1,93 0,0001
Faktor Ektraks 5 3210,41 642,08 14,55 2,49 0,0000
Faktor Interval waktu 2 51,80 25,90 0,59 3,28 0,5616
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 257,46 25,75 0,58 2,12 0,8159
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 1500,62 44,14
Total 53 5020,29

Universitas Sriwijaya
Lampiran 3 Jumlah buah Tanaman Cabai
Data jumlah buah tanaman cabai
Faktor Interval Jumlah buah Kelompok
Faktor Ekstrak Jumlah Rerata
waktu (Minggu) ke...
1 2 3
SIRSAK 1 19,67 19,33 18,33 57,33 19,11
2 11,67 25,33 10,00 47,00 15,67
3 13,67 14,33 20,00 48,00 16,00
KECUBUNG 1 13,33 15,33 10,33 39,00 13,00
2 16,00 15,33 17,67 49,00 16,33
3 15,67 10,33 13,67 39,67 13,22
MIMBA 1 21,00 20,33 16,67 58,00 19,33
2 21,33 22,33 11,33 55,00 18,33
3 15,33 28,33 14,33 58,00 19,33
JARAK PAGAR 1 15,33 12,00 23,33 50,67 16,89
2 10,00 26,00 12,33 48,33 16,11
3 25,00 15,67 18,67 59,33 19,78
BENGKOANG 1 15,33 15,00 11,67 42,00 14,00
2 20,00 16,00 11,67 47,67 15,89
3 8,67 13,67 17,00 39,33 13,11
KONTROL 1 13,33 11,67 8,33 33,33 11,11
2 11,33 11,00 9,33 31,67 10,56
3 11,67 13,00 9,33 34,00 11,33
JUMLAH 278,33 305,00 254,00 837,33

Anova jumlah buah tanaman cabai


SK DB JK KT F F F
HITUNG TABEL VALUE
Kelompok 2 72,30 36,15 1,60 3,28 0,22
Perlakuan 17 457,94 26,94 1,19 1,93 0,32
Faktor Ektraks 5 378,02 75,60 3,35 2,49 0,01
Faktor Interval waktu 2 0,13 0,06 0,00 3,28 1,00
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 79,80 7,98 0,35 2,12 0,96
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 766,67 22,55
Total 53 1224,61
Lampiran 4 Berat Buah Tanaman Cabai

Data berat buah


Berat buah Kelompok
Faktor Interval ke... Jumlah Rerata
Faktor Ekstrak waktu (Minggu)
1 2 3
1 38,40 30,37 34,61 103,38 34,46
SIRSAK 2 28,80 46,22 15,65 90,67 30,22
3 28,52 31,06 33,27 92,85 30,95
1 36,56 26,53 26,46 89,56 29,85
KECUBUNG 2 30,39 30,73 28,42 89,54 29,85
3 34,25 17,60 33,23 85,07 28,36
1 48,36 42,25 30,02 120,63 40,21
MIMBA 2 43,06 39,47 16,94 99,47 33,16
3 27,24 44,85 20,33 92,42 30,81
1 29,31 29,21 49,09 107,61 35,87
JARAK PAGAR 2 26,70 45,11 24,46 96,27 32,09
3 42,81 34,73 44,94 122,47 40,82
1 30,64 34,50 27,28 92,42 30,81
BENGKOANG 2 30,22 22,36 20,80 73,38 24,46
3 20,80 22,27 39,74 82,81 27,60
1 18,44 23,15 22,58 64,17 21,39
KONTROL 2 15,81 22,41 13,46 51,69 17,23
3 22,51 19,46 16,99 58,96 19,65
JUMLAH 552,82 562,29 498,25 1613,36

Anova berat buah


SK DB JK KT F F TABEL F
HITUNG VALUE
Kelompok 2 132,76 66,38 0,87 3,28 0,43
Perlakuan 17 2026,44 119,20 1,56 1,93 0,13
Faktor Ektraks 5 1645,75 329,15 4,30 2,49 0,00
Faktor Aplikasi 2 164,48 82,24 1,07 3,28 0,35
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 216,21 21,62 0,28 2,12 0,98
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 2601,61 76,52
Total 53 4628,05
Lampiran 5 Populasi Kutu Daun
Data populasi kutu daun pada tanamn cabai
Faktor Interval Populasai Kutu Daun
Faktor Ekstrak waktu Jumlah Rerata
Kelompok ke...
(Minggu)
1 2 3
SIRSAK 1 18,00 44,00 15,33 77,33 25,78
2 13,33 6,33 29,33 49,00 16,33
3 44,33 5,33 28,33 78,00 26,00
KECUBUNG 1 9,33 24,00 27,00 60,33 20,11
2 32,33 5,00 7,33 44,67 14,89
3 36,00 6,00 12,00 54,00 18,00
MIMBA 1 4,00 10,67 31,33 46,00 15,33
2 3,67 14,00 6,67 24,33 8,11
3 24,00 29,67 13,67 67,33 22,44
JARAK PAGAR 1 37,33 13,67 30,00 81,00 27,00
2 7,00 46,00 32,67 85,67 28,56
3 15,67 26,00 37,00 78,67 26,22
BENGKOANG 1 11,33 27,67 10,33 49,33 16,44
2 36,67 55,00 15,00 106,67 35,56
3 59,00 55,33 61,00 175,33 58,44
KONTROL 1 49,00 53,33 53,67 156,00 52,00
2 52,67 51,67 40,00 144,33 48,11
3 47,67 48,00 54,67 150,33 50,11
JUMLAH 501,33 521,67 505,33 1528,33

Anova populasi kutu daun pada tanaman cabai


SK DB JK KT F F F
HITUNG TABEL VALUE

Kelompok 2 12,89 6,45 0,04 3,28 0,96


Perlakuan 17 10967,17 645,13 3,82 1,93 0,00
Faktor Ektraks 5 7750,60 1550,1 9,18 2,49 0,00
2
Faktor Aplikasi 2 746,35 373,17 2,21 3,28 0,13
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 2470,22 247,02 1,46 2,12 0,20
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 5743,33 168,92
Total 53 16710,50
Lampiran 6 Berat Basah Tanaman
Data berat basah tanaman cabai
Faktor Ekstrak Faktor Berat Basah tanaman Jumlah Rerata
Interval Ulangan ke... (gr)
Waktu(Min
ggu)
1 2 3
SIRSAK 1 224,00 192,00 177,00 593,00 197,67
2 132,00 307,00 98,00 537,00 179,00
3 121,00 116,00 152,00 389,00 129,67
KECUBUNG 1 284,00 239,00 221,00 744,00 248,00
2 152,00 141,00 118,00 411,00 137,00
3 78,00 98,00 198,00 374,00 124,67
MIMBA 1 142,00 187,00 132,00 461,00 153,67
2 197,00 165,00 156,00 518,00 172,67
3 208,00 237,00 301,00 746,00 248,67
JARAK PAGAR 1 63,00 104,00 189,00 356,00 118,67
2 62,00 223,00 116,00 401,00 133,67
3 273,00 119,00 291,00 683,00 227,67
BENGKOANG 1 303,00 87,00 192,00 582,00 194,00
2 500,00 192,00 183,00 875,00 291,67
3 192,00 192,00 425,00 809,00 269,67
KONTROL 1 125,00 96,00 104,00 325,00 108,33
2 90,00 132,00 98,00 320,00 106,67
3 118,00 104,00 126,00 348,00 116,00
JUMLAH 3264,00 2931,00 3277,00 9472,00

Anova berat basah tanaman cabai


SK DB JK KT F HITUNG F TABEL F VALUE
Kelompok 2 0,02 0,01 0,27 3,28 0,77
Perlakuan 17 1,03 0,06 2,02 1,93 0,04
Faktor Ektraks 5 0,51 0,10 3,39 2,49 0,01
Faktor Aplikasi 2 0,02 0,01 0,32 3,28 0,73
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 0,50 0,05 1,67 2,12 0,13
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 1,02 0,03
Total 53 2,05
Lampiran 7 Berat Kering Tanaman Cabai
Data berat kering tanaman cabai
Faktor Ekstrak Faktor Berat Kering Tanaman Cabai Jumlah Rerata
Interval (gr) Ulangan ke..
Waktu(Mi
nggu)
1 2 3
SIRSAK 1 196,00 157,00 133,00 486,00 162,00
2 130,00 285,00 91,00 506,00 168,67
3 96,00 94,00 116,00 306,00 102,00
KECUBUNG 1 256,00 212,00 202,00 670,00 223,33
2 120,00 111,00 85,00 316,00 105,33
3 49,00 63,00 168,00 280,00 93,33
MIMBA 1 115,00 155,00 98,00 368,00 122,67
2 162,00 122,00 123,00 407,00 135,67
3 177,00 204,00 278,00 659,00 219,67
JARAK PAGAR 1 37,00 73,00 155,00 265,00 88,33
2 32,00 193,00 89,00 314,00 104,67
3 248,00 97,00 251,00 596,00 198,67
BENGKOANG 1 267,00 61,00 166,00 494,00 164,67
2 460,00 162,00 125,00 747,00 249,00
3 164,00 161,00 390,00 715,00 238,33
KONTROL 1 105,00 85,00 95,00 285,00 95,00
2 75,00 126,00 84,00 285,00 95,00
3 109,00 99,00 117,00 325,00 108,33
JUMLAH 2798,00 2460,00 2766,00 8024,00

Anova berat kering tanaman cabai


SK DB JK KT F F TABEL F
HITUNG VALUE
Kelompok 2 0,02 0,01 0,26 3,28 0,78
Perlakuan 17 1,32 0,08 1,75 1,93 0,08
Faktor Ektraks 5 0,48 0,10 2,16 2,49 0,08
Faktor Aplikasi 2 0,03 0,02 0,37 3,28 0,69
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 0,81 0,08 1,82 2,12 0,10
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 1,51 0,04
Total 53 2,84
57

Lampiran 8 Tinggi Tanaman Cabai


Data tinggi tanaman cabai
Faktor Ekstrak Faktor Populasai Kutu Daun Jumlah Rerata
Interval Kelompok ke...
waktu
(Minggu)
1 2 3
SIRSAK 1 70,40 46,80 54,80 172,00 57,33
2 36,00 47,80 25,80 109,60 36,53
3 30,40 50,00 51,00 131,40 43,80
KECUBUNG 1 65,20 68,20 49,80 183,20 61,07
2 44,00 45,80 47,20 137,00 45,67
3 52,40 28,20 55,00 135,60 45,20
MIMBA 1 53,40 72,00 42,80 168,20 56,07
2 65,20 61,80 46,80 173,80 57,93
3 48,80 58,20 63,00 170,00 56,67
JARAK PAGAR 1 51,20 45,40 55,40 152,00 50,67
2 35,60 64,60 49,80 150,00 50,00
3 71,20 45,20 82,40 198,80 66,27
BENGKOANG 1 72,80 59,80 71,00 203,60 67,87
2 63,40 59,00 48,80 171,20 57,07
3 40,80 49,00 54,80 144,60 48,20
KONTROL 1 40,00 39,12 36,40 115,52 38,51
2 41,84 35,90 41,14 118,88 39,63
3 38,34 41,84 44,60 124,78 41,59
JUMLAH 920,98 918,66 920,54 2760,18

Anova tinggi tanaman cabai


SK DB JK KT F F TABEL F
HITUNG VALUE
Kelompok 2 0,17 0,08 0,00 3,28 0,9992
Perlakuan 17 4522,52 266,03 2,43 1,93 0,0136
Faktor Ektraks 5 2254,26 450,85 4,11 2,49 0,0050
Faktor Interval waktu 2 517,53 258,76 2,36 3,28 0,1097
(Minggu)
Interaksi Ekstrak X 10 1750,74 175,07 1,60 2,12 0,1497
Aplikasi (Minggu)
Galat 34 3727,94 109,65
Total 53 8250,46

You might also like