Professional Documents
Culture Documents
11 52 1 PB
11 52 1 PB
11 52 1 PB
Abstract
This study aims to reveal and then reconstruct the mindset of judges in deciding corruption cases
based Progressive Law. Academic question posed is whether the condition of existing as the mindset
of judges in deciding cases of corruption and how to build a new construction mindset of judges
based on the principles of Progressive Law. This research is classified in the tradition of non-
doctrinal legal research with sosiolegal approach. Data collected by interview, observation and
document study and then analyzed following the interactive model of Mattew B. Miles and A.
Michael Haberman. The results of study indicate the need for new construction mindset of judges
based progressive law. This is based on the empirical reality that the judge handling the case of
corruption by many experienced deterioration and failure to bring the law in a fair, useful and
protect the interests of society. The mindset of the judge who figured positivistic needs to be
reorganized under the new progressive mindset in deciding the various legal problems that emerged
recently that the more complex and complicated, especially in deciding the case of corruption.
Judges at all levels of education and environmental justice needs to be improved for the judge able
to resolve various legal issues properly, fairly and wisely.
Key words: reconstruction, the mindset of judges, corruption cases, progressive law
Abstrak
Studi ini bertujuan untuk mengungkap dan kemudian merekonstruksi pola pikir hakim dalam
memutuskan perkara korupsi berbasis Hukum Progresif. Pertanyaan akademik yang diajukan adalah
seperti apakah kondisi existing pola pikir hakim dalam memutuskan perkara korupsi dan
bagaimanakah membangun konstruksi baru pola pikir hakim berdasarkan prinsip-prinsip Hukum
Progresif. Penelitian ini tergolong dalam tradisi penelitian hukum non-doktrinal dengan pendekatan
sosiolegal. Data dihimpun dengan wawancara, observasi dan studi dokumen dan kemudian dianalisis
mengikuti model interaktif dari Mattew B.Miles dan A.Michael Haberman. Validasi data dilakukan
dengan triangulasi sumber dan metode. Hasil pembahasan menunjukkan perlunya konstruksi baru
pola pikir hakim berbasis hukum progresif. Hal ini didasarkan pada realitas empirik bahwa
penanganan perkara korupsi oleh hakim banyak mengalami kemerosotan dan kegagalan untuk
menghadirkan hukum yang adil, bermanfaat dan melindungi kepentingan masyarakat. Pola pikir
hakim yang bercorak positivistik perlu ditata ulang berdasarkan pola pikir baru yang progresif dalam
memutuskan berbagai problem hukum yang muncul akhir-akhir ini yang semakin kompleks dan rumit,
terutama dalam memutuskan perkara korupsi. Pendidikan hakim di semua tingkatan dan lingkungan
pengadilan perlu ditingkatkan agar hakim mampu memecahkan berbagai permasalahan hukum secara
tepat, adil dan bijaksana. Muatan hukum progresif perlu dielaborasikan dalam pendidikan calon
hakim dan isntitusi pendidikan hukum pada umumnya
Kata kunci: rekonstruksi, pola pikir hakim, perkara korupsi, hukum progresif
Pendahluan
Artikel ini merupakan bagian kedua dari hun 2010 yang berjudul “Membangun Budaya
penelitian multi years Hibah Bersaing Dikti ta- Hukum Hakim dalam Proses Memutuskan Per-
kara Korupsi Berbasis Hukum Progresif”. Hasil
Artikel ini merupakan hasil penelitian multi years Hibah
Bersaing yang dibiayai oleh DP2M Dikti Kementrian temuan penelitian pada tahap pertama menun-
Pendidikan Nasional RI, anggaran tahun 2010. jukkan adanya dua kecenderungan pola pikir
12 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011
hakim dalam menangani perkara korupsi, yaitu Hasil penelitian menemukan dua tipe hakim
pertama pola pikir hakim yang bercorak posi- dalam memaknai korupsi yaitu ”tipe hakim
tivistik dan kedua pola pikir hakim yang ber- tekstual” dan ”tipe hakim kontekstual”. Pe-
corak non-positivistik. Pola pikir hakim dengan maknaan tekstual yaitu penafsiran sempit yang
corak yang pertama sangat menekankan pada hanya mengacu pada teks undang-undang yang
ukuran-ukuran formal teks aturan (aturan sen- berlaku, sedangkan pemaknaan kontekstual yai-
tris) dalam menggali kebenaran hukum, sedang- tu penafsiran luas yang selain mengacu pada
kan pola pikir dengan corak yang kedua meng- bunyi teks hukum juga mengaitkan dan
elaborasikan teks aturan hukum dengan konteks memperhatikan faktor-faktor sosiolegal yang
sosiolegal1 dalam menggali kebenaran hukum.2 ada. Dalam praktik, pola pikir hakim dengan
Kecenderungan pola pikir hakim tersebut tipologi pemaknaan tektual masih mendominasi
tidak dapat dilepaskan dari sistem penge- paradigma hakim dalam menafsirkan ketentuan
tahuan yang dimiliki hakim dan kemudian dari perundang-undangan korupsi. Implikasinya ha-
sistem pengetahuan yang dimilikinya itu me- kim menjadi sulit atau dapat dikatakan gagal
nentukan corak atau karakter pemikirannya membuktikan unsur-unsur tindak pidana korup-
dalam memutuskan suatu perkara di pengadil- si, sehingga banyak melahirkan putusan bebas.4
an. Dalam praktik terdapat kecenderungan Hasil penelitian juga mengungkapkan
umum (mainstream) para hakim mengikuti pola bahwa orientasi hakim dalam menjalankan
berpikir legal positivism dan jarang sekali di- hukum juga sangat menentukan keberhasilan
temukan hakim yang mengikuti cara berpikir hakim dalam memutuskan perkara korupsi di
non-positivistik dalam memutuskan perkara. pengadilan. Ada tiga tipologi orientasi hakim
Corak berpikir positivistik ini sebenarnya lahir dalam menjalankan hukum yaitu ada yang
dari paham hukum yang diikuti hakim selama berorientasi materialis disebut tipe hakim
ini yaitu paham positivisme hukum. Paham materialis, ada yang berorientasi pragmatis di
positivisme hukum ini melahirkan pola pikir sebut hakim pragmatis, dan ada yang ber-
hakim yang bercorak positivistik dalam me- orientasi idealis disebut hakim idealis. Hakim
mutuskan perkara.3 materialis adalah hakim yang suka menjadikan
Pola pikir yang bercorak positivistik dan kasus sebagai sumber komoditi untuk men-
yang non-positivistik pada tataran praksisnya dapatkan keuntungan materi. Hakim pragmatis
melahirkan kecenderungan hakim yang berbeda adalah hakim yang selalu mengikuti arah angin
dalam melakukan pemaknaan atau penafsiran dan situasi yang menguntungkan dirinya baik
hukum dalam memutuskan perkara korupsi. secara materiil maupun immateriil. Hakim
idealis adalah hakim yang mempunyai idealisme
1 untuk mewujudkan tujuan hukum yaitu ke-
Konteks sosiolegal disini dimaksudkan bahwa dalam me-
mahami hukum para pengkaji tersebut berupaya adilan dan selalu menolak pemberian apapun
mengaitkan dengan faktor-faktor sosial, budaya dan
dari pihak-pihak yang berkepentingan.
sebaginya yang bersifat interdisipliner. Baca Sulistyo-
wati Irianto & Shidarta (ed), 2009, Metode Penelitian Dalam praktik terekam pula bahwa akti-
Hukum Konstelasi dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. hlm. 173-175; Werner Menski, 2006.
vitas hakim dalam menangani suatu perkara,
Comparative Law in a Global Context, The Legal Sys-
tems of Asia and Africa. Second Edition. New York:
4
Cambridge University Press. hlm. 161-162. M. Syamsudin, “Kecenderungan Paradigma Berpikir
2
M.Syamsudin, Pemaknaan Hakim tentang Korupsi dan Hakim dalam Memutuskan Korupsi”, Jurnal Media
Implikasinya terhadap Putusan: Studi Perspektif Hukum FH UMY, Vo.15 No.2. Des 2008. hlm.188; Ban-
Hermeneutika Hukum”, Jurnal Mimbar Hukum FH UGM, dingkan dengan Koesnoe yang membagi dua faham
Vol.22.No.4.Oktober 2010. hlm. 510. Bandingkan hukum dalam menafsirkan suatu ketentuan hukum,
dengan Al. Wisnubroto, “Upaya Mengembalikan Keman- yaitu faham juridisme positivistis dan juridisme idea-
dirian Hakim Melalui Pemahaman Realitas Sosialnya”, listis. Baca lebih lanjut pada Moh. Koesnoe. “Apa
Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XX No. 1 Januari Artinya Yuridis itu? Kajian Ukuran dan Persoalannya
2003, hlm. 9-23. Dewasa ini” Varia Peradilan. No. 118 Edisi Juli 1995.
3
M. Syamsudin, op.cit. hlm. 511. Bandingkan dengan tu- hlm. 35. Bandingkan pula dengan Adolf Heuken, ”Te-
lisan Faisal A. Rani, “Hakim Sebagai “Quasi Legislator”, ladan Hakim yang Bijaksana, Tegas, dan Memperhatikan
Jurnal Hukum Pro Jusitia, Tahun Ke 20 No. 2 April Situasi”, Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 1, Tahun 2002,
2002, hlm. 24-35. hlm. 32-33.
Konstruksi Pola Pikir Hakim dalam Memutus Perkara Korupsi Berbasis Hukum Progresif 13
banyak sekali godaannya terutama godaan yang bangun konstruksi baru sebagai hasil dari re-
bersifat material.5 Dalam konteks ini, pena- konstruksi atas kondisi existing hasil penelitian.
nganan suatu perkara dapat dimaknai sebagai Rekonstruksi sendiri dimaknai sebagai proses
sumber komoditi untuk mendapatkan keuntung- membangun kembali atau menciptakan kembali
an secara material. Singkat kata, aktivitas ha- atau melakukan pengorganisasian kembali atas
kim dalam memutuskan perkara sangat rentan sesuatu.7 Sesuatu yang dimaksudkan adalah
dengan praktik-praktik koruptif (baca: suap pola pikir hakim. Jadi, rekonstruksi pola pikir
menyuap).6 hakim berbasis hukum progresif dimaksudkan
proses membangun kembali pola pikir hakim
Permasalahan dalam menangani suatu perkara (korupsi) yang
Berdasarkan hasil-hasil temuan penelitian didasarkan pada asumsi-asumsi, konsep-konsep
seperti yang telah dipaparkan tersebut, dimun- dan prinsip-prinsip hukum progresif dalam rang-
culkan pertanyaan akademik bagaimanakah ka mewujudkan nilai-nilai hukum dalam me-
membangun konstruksi baru pola pikir hakim mutuskan perkara.8 Nilai-nilai hukum itu ter-
yang progresif dalam memutuskan perkara simpan dan juga tersimbolkan dalam judul
korupsi sehingga mampu mewujudkan putusan (irah-irah) di setiap putusan hakim yaitu: ”DEMI
yang adil, bermanfaat dan melindungi hak-hak KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
dan kepentingan masyarakat? MAHA ESA”.9
Pentingnya suatu konstruksi baru pola
Metode Penelitian pikir hakim bertolak dari kondisi existing (hasil
Penelitian ini tergolong dalam tradisi pe- studi) atas penanganan perkara (korupsi) oleh
nelitian hukum nondoktrinal dengan pendekat- hakim di pengadilan saat ini banyak mengalami
an sosiolegal. Subjek penelitian adalah hakim kemerosotan atau dapat dibilang kegagalan
yang didukung oleh informan dan nara sumber. untuk menghadirkan hukum yang adil, ber-
Data dihimpun dengan metode wawancara, manfaat dan melindungi kepentingan masya-
observasi dan studi dokumen. Data dianalisis rakat (social justice). Pola pikir hakim yang
mengikuti model interaktif, yang terdiri dari bercorak positivistik perlu dibangun kembali
kegiatan pengumpulan data, reduksi data, pe- (ditata ulang) berdasarkan pola pikir baru yang
nyajian data, dan penarikan simpulan/verifi- progresif dalam menyelesaikan problem hukum
kasi. Untuk menjamin validitas, objektivitas yang muncul akhir-akhir ini yang semakin kom-
dan keterandalan data ditempuh pemeriksaan
triangulasi. Dalam penelitian ini digunakan
triangulasi sumber dan metode. Triangulasi 7
Baca Bryan A.Garner, 1999, Black’ Law Dictionary. Edisi
ke-7. ST.Paul Minn: West Group. hlm. 1278. Recon-
sumber dan metode dilakukan dengan cara
struction is the act or process of rebuilding, recrea-
melakukan cek silang antara sumber data dan ting, or reorganizing something.
8
Bandingkan dengan rumusan nilai-nilai hukum oleh
metode yang satu dengan data lainya, baik
Radbruch yaitu niali keadilan, kepastian, dan kegunaan.
yang diperoleh lewat metode wawancara, Gustav Radbruch dalam The Legal Philosophies of Lask,
Radbruch, and Dabin. Cambridge. Massachusetts, Har-
observasi, studi dokumentasi/pustaka maupun vard University Press. hlm.107-108. Bandingkan dengan
catatan lapangan. tulisan Ridwan, ”Memunculkan Karakter Hukum Progre-
sif dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik Solusi
Pencarian dan penemuan Keadilan Substantif”, Jurnal
Pembahasan Hukum Pro Justitia, Vol. 27 No. 1 April 2009, hlm. 67-
80.
Uraian pembahasan ini pada intinya hen- 9
Judul (irah-irah) tersebut harus dicantumkan di setiap
dak menganalisis tentang pola pikir hakim di- putusan hakim dan jika tidak dicantumkan berdasarkan
Pasal 197 ayat (1) KUHAP putusan batal demi hukum.
dasarkan pada prinsip-prinsip hukum progresif. Lihat juga Pasal 2 ayat (1) UU No.48 tahun 2009 tentang
Tujuan analisis diorientasikan untuk mem- Kekuasaan Kehakiman: peradilan dilakukan “DEMI KEA-
DILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Ju-
ga lihat Pasal 8 ayat (3) UU Kejaksaan No.16 Tahun
5
Wawancara dengan kode AA. Hakim Agung RI. 2004: Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketu-
6
Wawancara dengan kode SS. Mantan hakim di PN hanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan
Jogjakarta. dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
14 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011
pleks dan rumit, terutama dalam memecahkan Paham positivisme hukum menjadikan
masalah korupsi. aturan sebagai acuan dan sumber satu-satunya
Pola pikir hakim yang progresif diperlu- bagi hakim dalam mengadili korupsi. Hakim
kan karena berdasarkan hasil studi ditemukan hanyalah diposisikan sebagai corong undang-
adanya kesulitan atau dapat dikatakan kegagal- undang dan hanya boleh menerapkan undang-
an hakim dalam menangani korupsi disebabkan undang secara mekanis dan prosedural. Aturan
karena hakim masih mengikuti pola pikir yang hukum ditempatkan sebagai pusat dan tujuan
bercorak positivistik.10 Cara berpikir ini masih dalam dirinya sendiri, tanpa memperhatikan
diikuti secara dominan oleh para hakim di pe- dimensi-dimensi lain di luar aturan. Kejujuran
ngadilan. Dalam pandangan positivisme hukum, dan kearifan dalam menjalankan hukum, justru
hukum dikonsepkan sebagai lawyer’s law, terabaikan. Akibatnya, kepekaan, empati, serta
dalam arti hukum itu identik dengan undang- dedikasi untuk menghadirkan keadilan dan ke-
undang, proses hukum harus berjalan menurut benaran tertinggal jauh di belakang. Kebenaran
prinsip ‘aturan dan logika’ (rules and logic), dan keadilan hanya menjadi persoalan legal-
dan undang-undanglah yang dianggap paling formal belaka. Cara berpikir ini sangat meng-
mampu menertibkan masyarakat. Pandangan utamakan nilai kepastian hukum dibandingkan
ini melihat hukum sebagai suatu institusi pe- dengan nilai keadilan dan kegunaan. Cara ber-
ngaturan yang linier, mekanik, dan diterminis- pikirnya lazimnya bersifat deduktif dalam me-
tik terutama untuk kepentingan profesi hukum nemukan kebenaran hukum dengan meng-
sendiri. Paham ini melihat hukum sebagai se- utamakan logika formal (silogisme). 13
suatu yang rasional, logis, penuh kerapian dan Karakter teknisitas tersebut menggiring
keteraturan. Tegasnya hukum adalah sebuah hukum pada posisi yang siap ”direkayasa”. Bagi
order yang diterapkan kepada manusia dan orang yang menguasai hukum dan teknik hukum
karena manusia harus tunduk kepadanya.11 yang tinggi, akan tetapi rendah moralitasnya,
Paham ini menempatkan hukum tidak akan dapat memanfaatkan hukum dengan se-
untuk manusia melainkan manusia dipaksa baik-baiknya untuk memenangkan kasus yang
menyesuaikan dengan format undang-undang sedang ditanganinya. Bahkan jika memiliki ke-
dan prosedur teknis. Institusi hukum yang for- cenderungan senang berkolaborasi dengan pi-
malistik, birokratis, sentralistik dibangun untuk hak yang melakukan kejahatan, maka baginya
melayani hukum yang demikian. Sudah barang hukum sewaktu-waktu dapat diubah sebagai
tentu keadaan ini hanya dapat diakses oleh alat kejahatan (law as a tool of crime). Per-
mereka yang memiliki kelebihan ekonomi, po- buatan jahat dengan hukum sebagai alatnya
litik, dan mampu akses untuk mengikuti segala merupakan kejahatan yang sempurna, sulit
tata cara/prosedur yang ditetapkan.12 dilacak, karena diselubungi hukum dan berada
di dalam hukum.14
10
Paham ini lahir dari basis filsafat hukum modern yang
Kuatnya cara berpikir legal positivism di
merupakan produk sosial, ekonomi, dan kultur barat,
khususnya Eropa, yang memiliki tipe liberal, kapita- kalangan hakim Indonesia menjadi penyebab
listik, dan individualistik. Menurut Rahardjo cara ber-
hukum dengan tipe seperti itu sudah ditanamkan kepa-
utama koruptor terlepas dari jeratan hukum.
da mahasiswa sejak duduk di bangku kuliah di fakultas Berbagai praktik korupsi dilakukan begitu mas-
hukum di Indonesia. Baca Satjipto Rahardjo, 2009. Hu-
sif dan telanjang, tetapi semua itu sulit ditin-
kum Progresif sebuah Sintesa Hukum Indonesia.
Jogjakarta: Genta Publishing.hlm.141. Lihat juga Sa- dak, hal ini disebabkan karena aparat penegak
tjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum Yang Mem-
hukum, terutama hakim hanya berpegang pada
bebaskan”, Jurnal Hukum Progresif, Vol. 1 No. 1, April
2005. bunyi teks peraturan hukum secara eksplisit
11
Satjipto Rahardjo, “Konstitusional dari Dua Sudut Pan-
dang”, Kompas, 7 September 1998, hlm. 4.
12 13
Esmi Warassih, “Hukum Progresif Jawaban Alternatif Baca “Hukum itu Manusia, bukan Mesin” dalam Satjipto
Menuju Pembangunan Hukum Indonesia Menghadapi Rahardjo, 2007, “Biarkan Hukum Mengalir Catatan Kritis
Mafia Peradilan”, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Pergulatan Manusia dan Hukum”, Jakarta: Kom-
Nasional Menembus Kebuntuan Legal Formal Menuju pas. hlm. 91.
14
Pembangunan Hukum dengan Pendekatan Hukum pro- Tb. Ronny R Nitibaskara, “Hukum sebagai Alat Kejahat-
gresif, FH Undip 19 Desember 2009. hlm. 3. an”, Kompas, 16 Oktober, 2000. hlm. 4.
Konstruksi Pola Pikir Hakim dalam Memutus Perkara Korupsi Berbasis Hukum Progresif 15
dan sempit serta tidak berupaya mencari mak- setiap preskripsi undang-undang. Hakim mo-
na dalam menafsirkan aturan hukum itu secara dern yang terdidik untuk melayani kebutuhan
lebih luas atau progresif. Di sisi lain, pengalam- hukum masyarakat yang berkultur majemuk,
an selama ini menunjukkan bahwa pemberan- bukanlah kepanjangan tangan badan legislatif.
tasan korupsi tidak jarang justru dihambat atau Hakim yang bertugas di daerah-daerah amat
dikalahkan oleh penggunaan asas dan doktrin diharapkan dapat memainkan peran sebagai
tertentu yang masuk dalam ranah ilmu dan teo- agen yang mampu mengantar hukum undang-
ri hukum. Dalam praktik apa yang dilakukan undang yang diproduksi di pusat ditransformasi
oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa, ad- ke dalam suatu ekspresi kearifan dan keadilan
vokat, hakim) sangat ditentukan oleh mindset yang bisa diterima oleh warga masyarakat
atau paradigma yang ada di kepala-kepala setempat.16
mereka. Paradigma menentukan bagaimana Hukum progresif mencoba membogkar
mereka membaca dan memaknai hukum yang cara-cara berhukum yang telah mengakar ter-
digunakan. Peraturan yang sama dapat dibaca sebut dengan kata kunci hukum untuk manusia
secara berbeda oleh orang-orang dengan para- bukan sebaliknya manusia dipaksa-paksa untuk
digma yang berbeda.15 tunduk pada hukum. Hukum progresif adalah
Problem yang bersifat paradigmatis ter- hukum yang membebaskan, hukum yang mem-
sebut sungguh tidak mamadai jika hanya di- bahagiakan, hukum yang memuat moral ke-
selesaikan melalui proses hukum yang seder- manusiaan, dan hukum yang merupakan sebuah
hana dan biasa-biasa saja. Oleh karena itu proses yang tidak pernah final. Hukum progresif
perlu dicarikan alternatif paradigma baru yang bukan sekedar menerapkan aturan dan hanya
mampu menyelesaikan permasalahan tersebut untuk memenuhi prosedur melainkan hukum
secara memadai. Dengan kata lain diperlukan yang harus dilihat sebagai persoalan manusia
perubahan paradigma dari paradigma legal secara utuh. Hukum progresif adalah hukum
positivism ke paradigma progresif. Di sinilah yang diperlukan untuk manusia baik dalam aksi-
relevansi paradigma Hukum Progresif ditawar- interaksi dengan sesama manusia, maupun
kan. manusia dengan alam semesta yaitu lingkungan
Dalam hal ini, Wignyosoebroto menya- sosial dan alam sekitarnya. Hukum progresif
rankan agar paradigma kerja hakim di negeri- adalah hukum yang pada hakikatnya mengatur
negeri berkembang yang berkultur majemuk perilaku manusia melalui norma-norma hukum
seperti Indonesia sudah waktunya berubah dan yang diciptakan yang lebih mengutamakan ke-
diubah. Hakim bukan lagi sebatas bereksistensi adilan dan kebahagiaan yang hakiki bagi ke-
sebagai mulut yang membunyikan kalimat-ka- hidupan.17
limat undang-undang (le juge est uniquenment Agenda perubahan paradigma meliputi
la bouche qui prononce le mots de lois). Hakim perubahan asumsi dasar atau asumsi filosofis-
juga bukan piranti yang dirancang untuk ber- teoretis yang dijadikan sumber nilai, kerangka
logika dan bekerja secara mekanik, melainkan pikir, orientasi dasar, asas, tolak ukur, para-
manusia seutuhnya yang punya kepekaan pada meter, serta arah dan tujuan dari suatu per-
ihwal kemanusiaan dan kepedulian sosial.
Kalaupun hakim itu harus membaca bunyi kata- 16
Soetandyo Wignyosoebroto, 2010, ”Mempersoalkan Ke-
kata yang tertera secara tekstual di buku un- adilan dalam Amar Putusan Hakim” dalam Wajah Hakim
dalam Putusan, Studi atas Putusan Hakim Berdimensi
dang-undang, diapun harus pula belajar dan
Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII. hlm. 141-
pandai membuat interpretasi yang tidak harfiah 142. Lihat juga Niken Savitri, “Tugas Hakim dan Penaf-
siran Atas KUHP”, Jurnal Hukum Pro Jutitia, Vol. 25 No.
(konotatif), agar mampu mengungkap norma- 4 Oktober 2007, hlm. 339-350.
norma sosial yang secara kontekstual melatari 17
Satjipto Rahardjo, op.cit. Lihat juga Suadamara
Ananda, “Hukum dan Moralitas”, Jurnal Hukum Pro
Justitia, Vol. 24 No. 3 Juli 2006, hlm. 301-307; dan
15
Satjipto Rahardjo, 2009. Hukum Progresif sebuah Sinte- Frans H. Winata, “Pencapaian Supremasi Hukum yang
sa Hukum Indonesia. Jogjakarta: Genta Publishing, hlm. Beretika dan Bermoral”, Jurnal Hukum Pro Justitia,
137-138. Tahun XX No. 1 Januari 2003, hlm. 3-8.
16 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011
kembangan, perubahan dan proses dalam bi- ontologis yakni terkait dengan hakikat hukum
dang tertentu, termasuk dalam pembangunan, yang ditetapkan, apakah hukum dimaknai se-
gerakan reformasi maupun dalam proses pen- bagai asas keadilan dan kebenaran, atau hukum
didikan. Dengan demikian, paradigma menem- sebagai norma hukum positif dalam sistem
pati posisi dan fungsi yang strategis dalam perundang-undangan, atau hukum sebagai peri-
setiap proses kegiatan, termasuk kegiatan laku sosial dalam skala makro dan mikro, dan
penegakan hukum. Suatu perencanaan, proses seterusnya. Kedua dimensi aksiologis, yakni tu-
pelaksanaan, dan hasil-hasilnya dapat diukur juan yang ingin dicapai oleh hukum, yaitu
dengan paradigma tertentu yang diyakini apakah keadilan, kepastian hukum, dan keman-
kebenarannya.18 faatan (gerechtigkeit, rechtssicherheit, und
Paradigma di sini dimaksudkan sebagai zweckmaaigkeit) atau ketiga-tiganya. Ketiga,
pola atau kerangka berpikir hakim dalam me- dimensi epistemologis yaitu tentang metode
nangani perkara.19 Kerangka berpikir tersebut atau pendekatan yang digunakan si subjek da-
didasarkan pada penalaran hakim dalam meng- lam berhubungan dengan objek telaahnya. Da-
konstruksi putusan atas suatu kasus konkrit. lam konteks epistemologi ini, penalaran hukum
Penalaran hukum merupakan kegiatan berpikir tidak hanya menggunakan rasio sebagai satu-
problematis tersistematisasi dari subjek hukum satunya modalitas yang dipakai si subjek dalam
(manusia, hakim tambahan penulis) sebagai mendekati objek. Ada modalitas lain di luar
makhluk individu dan sosial di dalam lingkungan rasio, seperti indera dan intuisi. Kenyataannya
kebudayaanya. Disebut problematis karena pe- bahwa para subjek itu tidak sepenuhnya mah-
nalaran hukum merupakan penalaran praktis luk rasional, tapi juga makhluk etis dan poli-
sebagai konsekuensi dari karakter keilmuan tis.21
hukum sendiri (sebagai ilmu praktis) yang Berpikir rasional dalam penalaran hukum
diabdikan untuk mencari putusan bagi penyele- memang sangat diperlukan, tetapi jelas bukan
saian kasus-kasus konkrit. Disebut tersistema- satu-satunya modalitas penalaran hukum.
tisasi karena argumentasi dan putusaan yang Hampir seluruh kasus yang dihadapi hakim
dihasilkan harus ditempatkan dalam kerangka berstruktur sangat kompleks, sehingga akhirnya
hukum sebagai sistem (tatanan).20 penalaran hukum juga harus bersinggungan de-
Dalam kegitan penalaran hukum itu ter- ngan moral reasoning. Ini merupakan keunikan
kait dengan subjek dan objek penalaran yang penalaran hukum. Jika penalaran hukum hanya
mengandung 3 (tiga) dimensi, yakni ontologis, dibatasi pada aktivitas rasional seperti dikenal
aksiologis dan epistemologis. Pertama, dimensi dalam ilmu-ilmu pasti, maka konsekuensinya
adalah fungsi utama hakim tidak lain sekedar
18
Sugito dkk, 2002, Pendidikan Pancasila. Semarang: UPT
sebagai penerap hukum (law enforcer), menafi-
MKU UNNES, hlm. 178. Bandingkan dengan Dodo SDW,
”Asas Negara Hukum Menurut Paham Pancasila”, Jurnal kan yang lain sebagai pencipta hukum (law
Keadilan, Vol. 2 No. 1, Tahun 2002, hlm. 34-40.
19 creator; law maker). Fenomena ini sangat kuat
Makna paradigma meliputi: model dalam teori ilmu
pengetahuan, kerangka berpikir, daftar semua bentuk- terasa dalam tata hukum Indonesia yang berada
an dari sebuah kata yang memperlihatkan konjungsi dan
deklinasi kata tersebut. Baca Erlyn Indarti, 2010, Dis-
dalam keluarga sistem civil law. Dapat ditebak
kresi dan Paradigma Sebuah Telaah Filsafat Hukum, bahwa fungsi hakim yang diposisikan seperti itu
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Flsafat
akan mudah mengarah pada menguatnya cara
Hukum pada FH Undip. hlm.13-14. Lihat juga Indarti,
Erlyn. “Legal Constructivism: Paradigma Baru Pendi- berpikir ala aliran legal positivism, dan ekstrim-
dikan Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Madani”,
nya legisme.22
dalam Majalah Ilmiah Masalah-Masalah Hukum, Vol.
XXX, No. 3, Juli – September 2001, hlm. 139-154 dan Agenda Hukum Progresif menawarkan pa-
Suparlan, Parsudi, “Paradigma Naturalistik dalam
Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif dan
radigma baru dalam cara berhukum yang se-
Penggunaannya”, Majalah Antropologi Indonesia No. lama ini didominasi oleh paham hukum yang
53, Vol. 21 – 1997, diterbitka oleh FISIP UI Jakarta.
20
Shidarta, 2006, ”Filosofi Penalaran Hukum Hakim Kons-
legal positivism. Lahirnya hukum progresif di
titusi dalam Masa Transisi Konstitusionalitas”. Jurnal
21
Hukum Jentera, Edisi 11-tahun III, Januari-Maret 2006. Ibid.
22
hlm.6. Ibid. hlm. 8.
Konstruksi Pola Pikir Hakim dalam Memutus Perkara Korupsi Berbasis Hukum Progresif 17
latarbelakangi oleh ketidakpuasaan kinerja pe- kum progresif disatukan dalam satu komitmen.
negakan hukum dalam setting Indonesia akhir Tanpa kesatuan komitmen, langkah pembaruan
abad ke-20, berupa keprihatinan atas kualitas yang terarah sulit diwujudkan, bahkan tidak
penegakan hukum di Indonesia. Dalam konteks mustahil, inisiatif individual seorang pelaku
Indonesia, pentingnya hukum progresif didasar- hukum dapat menjadi liar dan sewenang-we-
kan pada pengalaman antara lain gagalnya hu- nang. L. Tanya mengajukan tiga pertimbangan
kum membawa koruptor ke penjara oleh pene- pemikiran, pertama, bahwa hukum progresif
gak hukum (hakim). Kegagalan itu disebabkan berusaha menolak keadaan status quo, mana-
oleh sifat submisif terhadap kelengkapan hu- kala keadaan tersebut menimbulkan dekadensi,
kum yang ada, seperti prosedur, doktrin dan suasana korup, dan semangat merugikan kepen-
asas. Akibatnya hukum justru menjadi safe tingan rakyat; kedua, dalam hukum progresif
heaven bagi para koruptor. Dilihat dari sudut melekat semangat perlawanan dan pemberon-
hukum Progresif, maka cara-cara dan praktek takan untuk mengakhiri kelumpuhan hukum
berhukum seperti itu sudah tergolong kontra- melalui aksi kreatif dan inovatif para pelaku
progresif.23 (aktor) hukum; dan ketiga, hukum progresif
Hukum progresif menawarkan bentuk pe- membutuhkan kehadiran sebuah exemplar atau
mikiran dan penegakan hukum yang tidak sub- contoh/model, yang akan dapat menyatukan
misif (tunduk sepenuhnya) terhadap sistem kekuatan-kekuatan hukum progresif pada suatu
yang ada, tetapi lebih afirmatif. Afirmatif arti- platform aksi. Exemplar itu menyediakan tiga
nya memerlukan keberanian untuk melakukan perangkat lunak yang dibutuhkan sebuah gerak-
pembebasan dari praktik konvensional dan an, yakni pertama, landasan ideologis yang
menegaskan penggunaan cara yang lain. Lang- mendasari gerakan yang diperjuangkan; kedua,
kah afirmatif tersebut akan menimbulkan te- masalah yang dianggap relevan dan penting
robosan-terobosan atau sering disebut rule- untuk diperjuangkan dan dikerjakan; dan ke-
breaking. Hukum progresif mengajukan mak- tiga, Metode atau prosedur yang tepat dan
sim, ”hukum untuk manusia atau rakyat dan efektif untuk menyelesaikan masalah dimaksud.
bukan sebaliknya”. Ini dapat diperluas menjadi Kejelasan tiga hal tersebut, per-teori, akan me-
asas dan doktrin untuk rakyat bukan sebalik- rekatkan kekuatan-kekuatan potensial hukum
nya. Dengan paradigma ini, maka apabila rak- progresif dalam satu agenda dan garis per-
yat menghadapi atau didera oleh suatu per- juangan. Dengan begitu harapan bersatunya ke-
soalan, maka bukan rakyat yang disalahkan, kuatan hukum progresif seperti diserukan Ra-
melainkan harus dicari jalan keluarnya atas hu- hardjo lebih mudah terwujud.25
kum yang ada, termasuk meninjau asas, dok- Di antara sekian model yang ada, Interes-
trin, subtansi, serta prosedur yang berlaku.24 senjurisprudenz merupakan satu model yang
Penataan ulang yang ditawarkan hukum nampak lebih sesuai dengan semangat hukum
progresif tentunya membutuhkan sebuah model progresif. Searah dengan hukum progresif alir-
atau kerangka kerja yang dapat memandu un- an ini menganut prinsip melayani kepentingan
tuk menjalankan hukum progresif tersebut. dan memenuhi kebutuhan manusia merupakan
Tanpa panduan atau model yang jelas yang tujuan utama dari hukum. Upaya mencapai tu-
berfungsi sebagai platform sulit kekuatan hu- juan tersebut tidak bisa hanya dengan meng-
andalkan penerapan aturan hukum secara hi-
23
Satjipto Rahardjo. “Hukum Progresif sebagai Dasar
tam-putih.26
Pembangunan Ilmu Hukum Indonesia”. Dalam Buku:
Menggagas Hukum Progressif Indonesia, Penyunting:
25
Ahmad Gunawan dan Muammar Ramadhan, Yogyakarta: Bernard L. Tanya, 2005, Hukum, Politik dan KKN.
Pustaka Pelajar, hlm.2-3. Surabaya: Srikandi. hlm. 39. Baca pula Satjipto Rahar-
24
Satjipto Rahardjo, 2009. op.cit. hlm. 141-142. Lihat djo, “Bersatulah Hukum Progresif”, Kompas, 6
dan bandingkan dengan Theresia Anita Christiani, September 2004. Lihat pula Yohanes Suhardin,
”Studi Hukum Berdasarkan Perkembangan Paradigma “Paradigma Rule Breaking dalam Penegakan Hukum
Pemikiran Hukum Menujur Metode Holistik”, Jurnal yang Berkeadilan”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 26
Hukum Pro Justitia, Vol. 26 No. 4 Oktober 2008, hlm. No. 3 Juli 2008, hlm. 282-291.
26
347-358. Ibid.
18 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011
ada. Itu pula sebabnya, kecerdikan dan ke- baru kemudian disusul dengan hukum dengan
arifan pelaku hukum menyelami roh sebuah segala atribut dan permasalahnnya.31
peraturan, serta kemampuan menentukan se- Di situ bukan berarti setelah menuntas-
cara tepat keutamaan suatu kepentingan/ke- kan pembicaraan manusia kemudian ditutup
butuhan sosial yang harus dilayani oleh hukum, untuk pindah ke pembicaraan tentang hukum.
merupakan kekuatan kinci dari hukum pro- Tidak demikian. Perbincangan tentang hukum
gresif. untuk tahap berikutnya tidak akan menutup
Oleh karena itu praktik hukum progresif pintu bagi isu manusia dan kemusiaan. Hukum
lebih mengandalkan kebijaksanaan para pelaku progresif tidak membuat batas seperti itu.
hukum, yaitu hakim, polisi, jaksa, dan advokat Masalah manusia dan kemanusiaan akan terus
dalam memaknai hukum kini dan di sini. Hakim, mengalir memasuki hukum. Maka menjadilah
polisi, jaksa dan advokatlah yang progresiflah bahwa hukum itu bukan untuk dirinya sendiri,
yang sebenarnya menjadi ujung tombak per- melainkan untuk mengabdi dan melestarikan
juangan hukum progresif. Untuk mewujudkan manusia dengan segala perbincangan tentang
hukum mereka harus bertindak sebagai a cre- kebenaran dan keadilan di dalamnya. Dengan
ative lawyer. Dari merekalah diharapkan lahir kurikulum yang demikian maka akan menawar-
keputusan yang berkualitas ’yurisprudensial’ kan lulusan yang siap untuk menegakkan mar-
(keputusan bermutu yang layak menjadi ruju- tabat manusia, menolong yang susah, ber-
kan) untuk memandu perubahan hukum secara semangat menyanyangi dan memberi garansi
progresif. Tanpa panduan itu hukum progresif alumniya tidak akan pernah berkolaborasi de-
akan sulit terwujud. Di tengah kebanyakan ngan pelaku kejahatan untuk merekayasa hu-
orang (termasuk aparat penegak hukum) dikua- kum untuk alat kejahatan.32
sai sikap pragmatis-naif, bisa saja kebebasan Pada saat faktor manusia dan kemanu-
yang diberikan hukum progresif itu disalahguna- siaan menjadi pusat perbincangan hukum pro-
kan untuk menabrak hukum itu sendiri demi gresif, maka faktor etika dan moralitas dengan
sebuah kemungkaran. sendirinya akan ikut terseret masuk di dalam-
Agenda paradigma Hukum progresif juga nya. Oleh karena itu hukum progresif tidak bisa
tidak dapat melepaskan diri dari ”pabrik ju- lepas dari membicarakan keadilan, kebenaran,
rist”. Lembaga pendidikan hukum sebagai pen- dan kemanusiaan. Jadi dengan tegas hukum
cetak ahli hukum menjadi institusi yang stra- progresif menolak pendapat yang memisahkan
tegis dalam sosialisasi Hukum Progresif. Agenda hukum dari faktor kemanusiaan dan moralitas.
yang cukup mendesak di ranah pendidikan ting- Di sinilah faktor pencerahan yang dilakukan
gi hukum adalah dengan melakukan reformasi oleh hukum progresif.
kurikulum di bidang hukum. Sebagaimana Bertolak dari pembahasan yang telah di-
disebutkan di muka bahwa agenda paradigma uraikan di atas, dapat diperoleh skema tentang
utama hukum progresif adalah menempatkan proses rekonstruksi pola pikir hakim berbasis
manusia sebagai sentralitas utama dari seluruh hukum progresif sebagai nampak pada bagan di
perbincangan tentang hukum. Filosofi dan para- bawah ini.
digma hukum progresif adalah ”hukum untuk
manusia”. Dengan bingkai pemahaman yang de- Penutup
mikian maka sesungguhnya kurikulum pendidik- Simpulan
an tinggi hukum niscaya memperbincangkan Konstruksi baru pola pikir hakim berbasis
manusia dan kemanusiaan sebagai wacana awal hukum progresif sangat dibutuhkan hakim da-
dalam hukum. Jadi urutanya, manusia dulu lam proses memutuskan perkara korupsi. Hal ini
31
Satjipto Rahardjo,” Kemanusiaan, Hukum dan Tekno-
krasi”, Makalah pada Program Doktor Ilmu Hukum
Undip 2005.
32
Ibid.
20 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011
Sesudah
Sebelum