Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.

1 April 2016, 43-55

GOAL ORIENTATION DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA LANSIA

Dinie Ratri Desiningrum

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro


Jl. Prof Soedarto, SH, Tembalang, Semarang

dn.psiundip@gmail.com

Abstract
This study aimed to examine the relationship between goal orientation and subjective well-being in the elderly,
which includes psychological well-being, emotional well-being and social well-being. The research subjects
consisted of 90 elderly from the elderly group Adi Yuswo and Wulandaru Semarang obtained through simple
random sampling. The data were obtained using a measuring instrument goal orLHQWDWLRQ LWHPV . .87),
psychological well-being (33 LWHPV . .92), social well-being (33 LWHPV . .93), and emotional well-being (18
LWHPV . .95). Measurements were made using Structural Equation Modelling (SEM) with Linear Structural
Relations program (lisrel) 8.80. The analysis showed that the model of goal orientation influence on subjective well
being appropriate to the research subject. Subject used their own goal orientation to acquire information, knowledge,
insight and new experiences through the association that they follow (knowledge related goal) in addition to
obtaining emotional well being. Goal orientation then significant influence to form an overall positive evaluation of
the self (subjective well-being), particularly to emerge social acceptance and social actualization (social well being)
in individuals aside form the psychological well being and emotional well being.

Keywords: goal orientation; subjective well being; psychological well being; social well being; emotional well
being; elderly.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara goal orientation dan subjective well being pada lansia, yaitu
mencakup psychological well being, emotional well being dan social well being. Subyek penelitian terdiri dari 90
lansia dari kelompok lansia Adi Yuswo dan Wulandaru Semarang yang diperoleh melalui simple random sampling.
Data diperoleh menggunakan alat ukur goal orientation (18 aLWHP . psychological well being (33 aitem,
.= 0,92), social well being (33 aitem . GDQ emotional well being (18 aitem . $QDOLVLV GDWD
dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan program Linear Structural Relation
(Lisrel) 8.80. Hasil analisis menunjukkan bahwa model pengaruh goal orientation terhadap subjective well being
tepat untuk subyek penelitian. Goal orientation pada subyek mengarahkannya untuk memperoleh informasi, ilmu
pengetahuan, wawasan dan pengalaman baru melalui perkumpulan yang mereka ikuti (knowledge related goal)
selain untuk memperoleh emotional well being. Goal orientation kemudian berpengaruh secara signifikan untuk
menumbuhkan suatu evaluasi keseluruhan yang positif terhadap diri (subjective well being) yaitu menumbuhkan
penerimaan sosial dan aktualisasi sosial (social well being) pada individu selain membentuk psychological well
being dan emotional well being.

Kata kunci: goal orientation; subjective well being; psychological well being; social well being; emotional well
being; lansia

PENDAHULUAN itu akan terdapat lebih dari 900 juta orang


berusia di atas 60 tahun, dan dua pertiga
Menjadi tua adalah sesuatu yang pasti akan mereka berada di negara berkembang
dialami semua orang di dunia ini jika termasuk Indonesia.
berumur panjang. Sepanjang tahun 2000,
populasi orang tua di dunia tumbuh lebih Dikatakan lagi bahwa dalam abad ke-20
dari 795.000 setiap bulannya (Kinsella & terjadi dua perubahan besar pada daerah-
Velkoff, 2001), dan diperkirakan lebih dari daerah di dunia, terdapat orang-orang
dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pada saat berpendidikan dan mengembangkan ilmu
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55
44 Desiningrum

pengetahuan dan teknologi, yaitu harapan


hidup meningkat hampir dua kali lipat, dan Laporan terkait dengan subjective well being
tingkat kesuburan turun secara dramatis. pada lebih dari sejuta orang di 45 negara
Akibatnya, populasi yang menua lebih menunjukkan bahwa rata-rata penilaian
banyak daripada kelahiran bayi. Ditemukan pribadi secara global atas subjective well
dalam satu jurnal, Growing Old or being adalah mengesankan yaitu 6,75 dalam
Longevity, para ilmuwan menyebutkan skala 10 angka. Di Jakarta, Indonesia,
bahwa tantangan masa depan adalah untuk ditemukan bahwa subjective well being
membangun dunia yang responsif terhadap cenderung rendah pada populasi dewasa
kebutuhan orang-orang tua (Carstensen, awal, namun cenderung stabil bahkan
2003). meningkat pada populasi dewasa akhir
(Ayuningsih, 2007).
Masa tua yang sukses sangat didambakan
oleh setiap individu yang memasuki usia Semakin sedikit jarak antara keinginan dan
dewasa akhir. Kriteria sukses masih terus pencapaian maka semakin tinggi tingkat
diperdebatkan oleh banyak ilmuwan kebahagiaan. Meskipun jelas bahwa
perkembangan dan bidang lainnya. Teori- seseorang menjadi lebih bahagia ketika
teori bermunculan dengan dasar pengertian mereka dapat mencapai tujuan yang mereka
tentang "sukses penuaan" yaitu suatu anggap penting, hubungan antara tujuan dan
rangkaian perilaku ideal seiring keterbatasan kebahagiaan mencakup area yang lebih luas
di usia tua. Psikolog perkembangan daripada sekedar mendapatkan apa yang kita
menetapkan sukses di usia tua dengan inginkan. Ketika seseorang menerima
adanya optimalisasi perkembangan usia dirinya sendiri dengan cara yang lebih
dewasa akhir. positif, mereka akan tampil di hadapan
orang lain dengan tingkat kepercayaan diri
Patokan atas kesuksesan di usia dewasa dan optimisme tertentu, yang nantinya akan
akhir ini adalah kesiapan dalam memasuki membantu terciptanya reaksi positif dari
usia lanjut (lansia), ditandai dengan orang lain dan hal itu akan meningkatkan
penilaian sejahtera terhadap diri atau kembali harga diri mereka. Penerimaan diri
kesejahteraan diri (well-being) (Poulin & secara positif membentuk harga diri yang
Silver, 2007). Well being ini lebih dikenal tinggi sehingga membangun relasi
dengan subjective well being. Banyak interpersonal yang baik individu dengan
dilakukan studi subjective well being di lingkungannya, kesejahteraan dipengaruhi
berbagai negara industri barat yang oleh persepsi yang positif terhadap
menemukan bahwa sebagian besar orang dukungan sosial yang diterima
PHQLODL KLGXS PHUHND ³GL DWDV UDWD-UDWD´ (Desiningrum, 2010).
(Seligman, 2002). Di Amerika Serikat
dideskripsikan bahwa usia dewasa madya Subjective well being adalah suatu kondisi
dan dewasa akhir memiliki ciri khusus sejahtera yang dirasakan individu
perihal kebahagiaan, 60% lansia berdasarkan aspek kognisi dan afeksi atau
memandang diri mereka sendiri sebagai perasaannya sekaligus, atau terkait dengan
³FXNXS EDKDJLD´ GDQ GHZDVD PDG\D apa yang dinamakan global well being,
EHUNDWD EDKZD PHUHND ³FXNXS EDKDJLD´ dinyatakan oleh Keyes & Moe dalam Lopez
(Ryff, 2004). Hal ini dikuatkan oleh hasil & Snyder (2003) terdiri dari psychological
penelitian yang menemukan bahwa individu well being, social well being dan emotional
dewasa akhir (lansia) mengalami emosi well being.
negatif yang lebih rendah dibandingkan
dengan individu yang lebih muda dalam Sebagai makhluk sosial, individu
suatu tugas antisipatif dan consummatory membutuhkan orang lain untuk berinteraksi,
(Nielsen, Knutson & Carstensen, 2009). berbagi, dan saling menolong, termasuk para

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 45

dewasa akhir. Dikaitkan dengan kesuksesan Selektivitas sosioemosional berakar dari


di usia dewasa akhir yaitu melalui subjective teori motivasi Maslow (Lang & Carstensen,
well being, maka relasi dengan orang lain 2002) yang merupakan suatu dorongan
dapat mempengaruhi pula. Relasi dalam diri individu untuk secara selektif
merupakan sebuah konteks ketika proses membentuk ukuran dan komposisi jaringan
sosialisasi terjadi. Individu menggunakan sosial, lalu memperoleh tujuan (Goal
ketrampilan meregulasi emosi dan Orientation) dari jaringan sosial tersebut
kompetensi emosional melalui relasinya (Fredrickson & Carstensen, 2001).
dengan orang-orang yang signifikan atau
orang-orang yang penting baginya (Hartup, Goal Orientation dalam teori Selektivitas
2000). Sosioemosional, memiliki definisi yaitu
kemampuan seseorang dalam menetapkan
Dilakukan penelitian longitudinal yang tujuan melalui jaringan sosial yang
diperoleh dari Journal of Psychology and dipilihnya untuk pemenuhan kebutuhan diri
Aging (Carstensen, 2005) melalui individu (Carstensen, 2005). Teori Goal
wawancara terhadap 28 perempuan dan 22 Orientation dari Laura Carstensen ini
laki-laki dari Child Guidance Study, merupakan salah satu teori yang lahir dari
dilakukan selama 34 tahun, kepada mereka psikologi positif perkembangan lansia yang
diperiksa dan diberi nilai untuk frekuensi kemudian dikembangkan ke usia dewasa
interaksi, kepuasan terhadap hubungan, dan awal dan madya. Maka hal ini berbeda
derajat kedekatan emosional dalam 6 jenis dengan teori lain mengenai Goal
hubungan. Hasilnya, frekuensi interaksi Orientation seperti menurut Dweck dan
dengan kenalan dan teman dekat menurun rekan-rekan. Dweck menerangkan bahwa
sejak masa dewasa awal. Frekuensi interaksi goal orientation yang dirumuskan berawal
dengan pasangan, keluarga dan saudara dari penelitian yang dilakukannya terhadap
kandung meningkat pada masa dewasa anak-anak sekolah dasar yang kemudian
akhir, dan kedekatan emosional meningkat dikembangkan pada usia yang lebih tua.
sepanjang masa dewasa akhir ini dalam Goal Orientation menurut Dweck
hubungan dengan kerabat dan teman dekat. merupakan kemampuan individu dalam
Hasil temuan lainnya menunjukkan bahwa mengembangkan dan menguasai
individu semakin dekat dengan mitra sosial pengetahuan, keterampilan, dan keahlian,
sejalan dengan pertambahan usia. yang disebut sebagai orientasi belajar, dan
kemampuan individu dalam menunjukkan
Dari seluruh keterangan di atas dapat dan memvalidasi kompetensi yang disebut
disimpulkan bahwa salah satu hal yang sebagai orientasi kinerja (Dweck & Elliott,
mempengaruhi subjective well being 1983 dalam Yeo & Neal, 2004).
seseorang adalah bagaimana ia memaknakan
situasi dalam jaringan sosialnya, yaitu Goal orientation dalam teori Selektivitas
berkaitan dengan aktivitas individu dalam Sosioemosional, terdiri dari dua aspek: (1)
pertemuan-pertemuan atau kegiatan knowledge-related goal, yaitu meliputi
organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas bagaimana perolehan pengetahuan, rencana
yang dilakukan dan dengan siapa kontak karir, dan perkembangan dari hubungan
sosial dilakukan, dan keseluruhannya dapat sosial; (2) emotional-related goal, yaitu
memenuhi kebutuhan psikologis individu mencakup regulasi emosi, bagaimana
(Pinquart & Sorenson, 2007). Bagaimana menjalin interaksi emosional yang
individu memaknakan suatu relasi menyenangkan dengan mitra sosial. Di usia
sosioemosional untuk memenuhi kebutuhan dewasa akhir umumnya seseorang lebih
psikologisnya dikenal dengan selektivitas dominan memilih emotional related goal
sosioemosional (Carstensen, 1995). (Carstensen, Isaacowitz & Charles, 2003).
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55
46 Desiningrum

Usia dewasa akhir cenderung memelihara dengan tujuan berbagi ilmu, pengalaman
hubungan sosioemosional dengan jaringan dan menjalani hobi bersama, seperti
sosial yang tidak terlalu luas, seperti dengan berolahraga bulutangkis, tenis, senam dan
teman sejawat atau dalam satu rentang usia, jalan sehat. Secara rutin para lansia juga
misalnya dalam perkumpulan pensiunan, melakukan kegiatan bersama seperti
perkumpulan olahraga, arisan dan pengajian, arisan, menyanyi, dan rekreasi ke
pertemuan rutin, dan perkumpulan haji lokasi-lokasi dalam dan luar kota.
(hasil survei Tanggal 10 Januari 2014).
Relasi sosioemosional bagi dewasa akhir
Pada studi kasus mengenai lansia, banyak disebut sebagai hubungan yang dapat
lansia yang pensiun kemudian sibuk memberi kepuasan, dukungan dan
membantu mengurus cucu dan rumah tangga memenuhi kebutuhan emosional. Setelah
anak, padahal kegiatan tersebut tidak melakukan observasi terhadap perkumpulan
mendayagunakan semua kelebihan dan lansia di Semarang ini, peneliti menilai
potensi lansia. Lansia mempunyai terdapat keceriaan, kebahagiaan dan
kelebihan, yaitu memiliki banyak kesehatan secara umum (well-being) yang
pengalaman kerja, kebijakan dan waktu tampak dari kegiatan mereka yaitu olahraga
yang lebih fleksibel. Lansia memiliki di usia yang sudah tidak muda lagi yaitu 60-
banyak waktu luang sehingga mempunyai 74 tahun, dan kegiatan-kegiatan dalam
lebih banyak waktu untuk mempelajari hal- pertemuan rutin. Wawancara awal dilakukan
hal yang belum diketahuinya. Pengetahuan peneliti untuk melihat selektivitas
yang baru akan membuat lansia dapat sosioemosional khususnya goal oriented
mengikuti perkembangan zaman sehingga dari para pensiunan ini, yaitu cara subyek
dapat tetap mandiri di usia lanjut menetapkan tujuan melalui perkumpulan
(Silvianingrum, 2012). yang diikutinya bersama seluruh kegiatan di
dalamnya, untuk memenuhi kebutuhan diri
Berdasarkan hasil wawancara awal di lansia, seperti memperoleh kenyamanan dan
lapangan 10 Februari 2014, pada beberapa informasi serta pengalaman baru karena
lansia di perkumpulan lansia adi yuswo dan relasi dalam perkumpulan tersebut
wulandaru Semarang, diperoleh keterangan merupakan salah satu relasi sosioemosional
bahwa terdapat perbedaan kegiatan yang yang dipilih ditinjau dari teori selektivitas
dilakukan lansia setelah pensiun. Terdapat sosioemosional.
lansia yang enggan untuk bergaul dengan
orang lain dan memilih untuk tinggal di Kesimpulan yang dapat diambil dari studi
rumah saja sehingga semakin lama ia pendahuluan ini adalah, terdapat gambaran
semakin tidak bergaul yang selanjutnya akan umum bahwa subyek dapat memperoleh
membentuk keengganan untuk tujuan sosial baik emotional related goal
bersosialisasi. Terdapat pula lansia yang maupun knowledge related goal dari
hanya menghabiskan waktunya dengan perkumpulan tersebut, dan hal ini berbeda
menonton televisi sehingga membuat lansia dengan penelitian yang dilakukan di
tersebut menjadi pasif yang akhirnya California (Lockenhoff & Carstensen,
menjadi pelupa dan tidak mau bertemu 2008), juga penelitian di USA yang
dengan teman-teman sehingga kebutuhan kemudian diulang di Hongkong, Taiwan dan
sosial, intelektual, dan spiritual yang China, yang menemukan kecenderungan
dimiliki akan menurun. Lansia yang tidak dewasa akhir ini untuk memprioritaskan
mau bersosialisasi akan berdampak pada diri emotional related goal (Carstensen,
mereka sendiri. Lansia merasa tidak bisa Isaacowitz & Charles, 2003).
memberikan sesuatu sehingga ia merasa
tidak dibutuhkan oleh orang-orang di Usia dewasa akhir lebih mengutamakan
sekitarnya. Kelompok lansia ini berkumpul kepuasan emosi, sehingga mereka lebih

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 47

memilih menghabiskan waktunya bersama 2) Sudah pensiun dari pekerjaannya, dan


orang-orang yang familiar dan memiliki tidak bekerja lagi.
relasi yang baik, sehingga seringkali malas 3) Sehat secara umum, dalam arti tidak
berinteraksi di lingkungan yang baru
memiliki penyakit kronis atau akut.
(Carstensen, 2003), dan interaksi selektif ini
dapat memaksimalkan pengalaman emosi 4) Berdomisili di Semarang dan sekitarnya,
yang positif dan meminimalkan resiko sebagai kontrol terhadap kemungkinan
emosi negatif sejalan dengan bertambahnya pengaruh perbedaan budaya atau
usia individu. Dalam penelitian lintas lingkungan sosial.
budaya (Norwegia, Katolik, Afrika-
Amerika, Cina-Amerika, Eropa-Amerika), Pengambilan sampel dilakukan secara
ditemukan bahwa individu dewasa akhir simple random sampling dari 110 subjek
lebih mampu mengontrol emosinya dan yang tergabung dalam perkumpulan lansia
lebih sedikit mengalami pengalaman emosi wulandaru dan adi yuswo, Semarang dan
negatif daripada usia yang lebih muda diperoleh 90 subjek.
(Lawton & Others, dalam Mroczek, 2001).
Di Indonesia belum diadakan penelitian Berikut gambaran latar belakang subyek:
khusus mengenai selektivitas Tabel. 1. Karakteristik Subjek (N=90)
sosioemosional ini. Jenis kelamin (P/L) 37/53
Usia 65 ± 73
Dari latar belakang di atas, maka penelitian Domisili Jawa Tengah
ini bertujuan untuk melihat hubungan antara (Semarang, Jepara,
goal orientation dan subjective well being, Purwodari, Pati,
dan lebih jauh lagi adalah melihat hubungan Kendal, Solo,
goal orientation dengan psychological well Banjarnegara)
being, social well being dan emotional well Pasangan 48/42
being, pada kelompok lansia Adi Yuswo dan (Hidup/meninggal)
Wulandaru Semarang. Pekerjaan Terakhir Guru (17), Dosen (4)
Pengusaha (30), PNS
Hipotesis pada penelitian ini, semakin tinggi (9), TNI/Polisi (15),
goal orientation, baik itu mencakup aspek Ibu Rmh Tangga (15)
knowledge related goal maupun emotional
related goal, maka semakin tinggi subjective Pengumpulan data menggunakan self
well being. Dengan sub hipotesis, semakin administered questionnaire. Dilakukan
tinggi goal orientation maka semakin tinggi ujicoba dan pengambilan data, dengan
pula psychological well being, social well bantuan software Statistical Packages for
being dan emotional well being pada lansia. Social Science (SPSS) 21.0 for Windows
dan Linear Structural Relation (Lisrel) 8.80,
METODE dilakukan pengujian model pengukuran
dengan Metode Confirmatory Factor
Penelitian ini menggunakan metode Analysis (CFA).
kuantitatif dengan desain korelasional.
Karakteristik sampel penelitian ini adalah: Variabel penelitian, terdiri dari:
1) Lansia berusia antara 60 ± 74 tahun yang 1) Goal orientation, yaitu kemampuan
tergolong young old menurut Santrock seseorang dalam menetapkan tujuan
(2006), yang sudah mengisi informed melalui jaringan sosial yang dipilihnya
consent. untuk pemenuhan kebutuhan diri
individu. Pengukuran variabel ini
menggunakan skala psikologis yang
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55
48 Desiningrum

berisi item-item pernyataan yang Contoh item emotional well being untuk
mengukur knowledge related goal dan indikator life satisfaction: ³6D\D VDQJDW
emotional related goal (18 aitem . SXDV GHQJDQ KLGXS VD\D´
0,87). Alat ukur ini diadopsi dari alat
ukur Carstensen (1995). Goals Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
Orientation Scale. Unpublished Structural Equation Modelling (SEM)
manuscript. Stanford University. Contoh dengan program Linear Structural Relation
item knowledge related goal: ³6D\D (Lisrel) 8.80. Kegunaan dari Lisrel adalah
ingin memperluas wawasan dengan dapat dicari pengaruh antarvariabel
EHUJDEXQJ GDODP SHUNXPSXODQ LQL´. sekaligus kontribusi dari setiap indikator
Contoh item emotional related goal: terhadap variabel-variabelnya (Setyo, 2008).
³0HQXUXW VD\D WHPDQ-teman perhatian
VDPD VD\D´ Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel
yaitu goal orientation dan subjective well
2) Subjective Well being adalah suatu being, dimana pada variabel subjective well
pengukuran terhadap diri, mengenai being dibentuk oleh tiga konstruk psikologis
perasaan sejahtera yang dinilai secara dari teoris yang berbeda untuk digabungkan
subjektif (Seligman, 2002). Terdapat ke dalam satu variabel besar, yaitu
beberapa aspek yang tercakup dalam alat subjective well being (Keyes & Moe dalam
ukur ini, yaitu: Lopez & Snyder, 2003), sehingga jumlah
a) Psychological well being, yang terdiri item cukup banyak di masing-masing sub-
dari sub-aspek, yaitu self acceptance, variabel/aspek yang kemudian diuji melalui
personal growth, purpose in life, model pengukuran confirmatory factor
environmental mastery, autonomy, dan analysis (CFA) dengan tujuan mengestimasi
positive relation with others (33 aitem, muatan faktor yang secara teoritik diduga
. . berhubungan dengan variabel latennya
Contoh item psychological well being (Jöreskog & Sörbom, 1996). Maka model
untuk indikator self acceptance: ³6D\D penelitian ini secara umum terdiri dari
merasa bangga melihat semua yang telah empat konstruk psikologis (goal orientation,
VD\D FDSDL VHMDXK LQL´ psychological well being, social well being
dan emotional well being) sehingga
b) Social well being, yang terdiri dari 5 menggunakan Structural Equation Model,
sub-aspek, yaitu social acceptance, untuk melihat pengaruh antar variabel.
social actualization, social contribution,
social coherence, dan social integration Program Lisrel mengeluarkan suatu
(33 aitem . . keluaran hasil kecocokan sebuah model
Contoh item unfavorable, social well struktural dan model pengukuran dengan
being untuk indikator social acceptance: data. Jöreskog & Sörbom (1993)
³6D\D PHUDVD RUDQJ-orang di sekitar mengemukakan beberapa kriteria kecocokan
VD\D WLGDN PHPSHGXOLNDQ VD\D´ antara model dengan data, dan dalam
penelitian ini yang digunakan terutama
c) Emotional well being, yang terdiri adalah empat uji kecocokan yang biasa
2
dari 4 sub-aspek, yaitu affection;
dilakukan yakni F , RMR, RMSEA, AGFI,
satisfaction in life, avowed happiness,
CFI dan GFI (Hair, Black, Babin, Anderson
dan life domain (18 aitem .
& Tatham, 2007).

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 49

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Pengujian Model
Knowledge
0,32 0,80
Related Goal
GOAL
ORIENTATION
Emotional
0,49 Related Goal 0,72
0,69
Psychological
0,19 Well Being 0,93
SUBJECTIVE
0,15 Social Well 0,95 WELL BEING
Being

0,18 Emotional Well 0,94


Being

Chi Square= 10,11; df=5; p-value=0,17; RMSEA=0,08; CFI=0,99; RMR=0,02; GFI=0,95; AGFI=0,88

Gambar 1. Model Pengaruh Goal Orientation terhadap Subjective Well Being

Tabel 2. Muatan Faktor & Nilai Signifikansi Pengujian Model Pengaruh Goal Orientation
terhadap Subjective Well Being

Muatan
Variabel Aspek T p
Faktor
Goal Orientation Knowledge RG 0,80 9,21 < 0,001
Emotional RG 0,72 8,11 < 0,001
Subjective Well Being Psychological WB 0,93 15,81 < 0,001
Social WB 0,95 17,78 < 0,001
Emotional WB 0,94 16,67 < 0,001
Hasil pengujian model pada gambar 1 Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian dari
menunjukkan bahwa model cocok dengan koefisien jalur atau pengaruh antar-variabel.
data empirik dengan nilai chi-square=10,11; Tampak bahwa goal orientation signifikan
df=5; dan p-value=0,17; RMSEA=0,08; sangat berpengaruh terhadap subjective well
CFI=0,99; RMR=0,02; GFI=0,95; dan being dengan besaran pengaruh sebesar
AGFI=0,88. Perolehan ini menyatakan 0,97. Dan sekaligus memiliki pengaruh yang
bahwa Model Pengaruh Goal Orientation juga cukup besar terhadap masing-masing
terhadap Subjective Well Being cocok aspek psychological well being, social well
dengan data penelitian (atau tergolong good being dan emotional well being (0,81, 0,88,
fit). dan 0,74). Besaran perolehan pengaruh ini
menunjukkan bahwa goal orientation sangat
Berdasarkan Tabel 2, terdapat gambaran kuat mempengaruhi subjective well being
muatan faktor dari aspek knowledge related namun sedikit lebih rendah pengaruh goal
goal dan emotional related goal pada orientation terhadap psychological well
variabel goal orientation, dan gambaran being, social well being dan emotional well
muatan faktor aspek social well being, being
emotional well being dan psychological well
being pada variabel subjective well being.
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55
50 Desiningrum

Tabel 3. Koefisien Jalur & Signifikansi knowledge related goal. Subyek


pada Pengujian Model Pengaruh memperoleh tujuan yang berkaitan dengan
Goal Orientation terhadap pengetahuan dan tujuan yang berkaitan
Subjective Well Being dengan emosi melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Koefisien
Jalur t p
Pengaruh Lansia yang mengikuti perkumpulan
Goal dengan berbagai aktivitasnya cenderung
Orientation - mendapatkan kedua tujuan sosial, yaitu
0,97 0, 44 < 0,001
Subjective selain tujuan yang berkaitan dengan ilmu
Well Being pengetahuan (knowledge related goal)
Goal seperti untuk memperoleh informasi, ilmu
Orientation ± pengetahuan dan wawasan baru serta
psychological menambah pengalaman-pengalaman baru,
well being juga memperoleh tujuan terkait regulasi
Goal emosi, untuk menjalin interaksi emosional
0,81 4,37 < 0,001 yang menyenangkan dengan mitra sosial
Orientation ±
0,88 3,49 < 0,001 (emotional-related goal).
social well
0,74 2,40 < 0,001
being
Goal Penelitian ini relevan dengan hasil
Orientation ± penelitian lain yang menemukan bahwa
emotional pemenuhan kebutuhan psikologis sangat
well being terkait dengan belajar, otonomi, merasa
bermanfaat, rasa hormat, dan kemampuan
Sukses di usia tua ditandai dengan penilaian untuk mengandalkan orang lain dalam
sejahtera terhadap diri atau kesejahteraan keadaan darurat (Diener, Harter, & Arora,
diri (well-being) (Poulin & Silver, 2007). 2010).
Kesejahteraan diri ini lebih dikenal dengan
subjective well being. Subjective well being Hal ini berbeda dengan beberapa penelitian
meliputi psychological well being, social sebelumnya yang menemukan bahwa
well being dan emotional well being. dewasa akhir memiliki kecenderungan lebih
(Pratama, 2009). tinggi pada emotional related goal, yaitu
tujuan sosial yang mencakup regulasi
Subjective well being individu salah satunya emosi, bagaimana menjalin interaksi
dipengaruhi oleh bagaimana mereka emosional yang menyenangkan dengan
membangun komunitas sosial, dan mitra sosial, dan memperoleh makna
memperoleh kepuasan dari komunitasnya emosional yang mendalam, dan kategori
tersebut yang menjadi bagian dari goal tujuan ini fokus pada "menyeimbangkan
orientation. Goal orientation merupakan keadaan emosi atau mencari makna dari
tujuan yang ditetapkan oleh individu dari suatu hubungan" (Carstensen, Isaacowitz &
hubungan sosioemosional yang dibentuk Charles, 2003).
secara selektif (Carstensen, 2005).
Perbedaan ini bisa terjadi karena beberapa
Dari hasil penelitian ini, berdasarkan Tabel faktor, diantaranya berkaitan dengan
2, untuk variabel goal orientation, tampak karakteristik subyek penelitian seperti pada
bahwa subyek memperoleh kedua tujuan tabel 1, yaitu sebagian adalah lansia
sosial, yaitu emotional related goal dan pensiunan pengajar, TNI/Polisi, pengusaha

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 51

dan ibu rumah tangga, yang masih sehat square=10,11; df=5; dan p-value=0,17;
dan aktif dalam pemikirannya, mengikuti RMSEA=0,08; RMR=0,02; CFI=0,99;
kegiatan seminar dan menulis di surat GFI=0,95; dan AGFI=0,88. Hal ini berarti
kabar. Pensiunan memiliki aktivitas yang Model Pengaruh Goal Orientation terhadap
beragam, dan subyek tetap haus akan Subjective Well Being cocok dengan data
informasi, wawasan baru serta terus penelitian melalui kelompok dewasa akhir
menambah pengalaman, dan beberapa dari yang tergabung dalam perkumpulan.
mereka juga aktif menjadi narasumber di Kecocokan ini menunjukkan bahwa model
beberapa kegiatan. Di sisi lain, tersebut benar-benar mengukur hubungan
perkumpulan juga menumbuhkan perasaan antara Goal Orientation dan Subjective
nyaman, senang dan merasa dihargai, Well Being. Didukung dengan data tabel 3,
termasuk ketika para lansia bersenda gurau yang menunjukkan pengaruh yang tinggi
dan makan bersama. Suatu penelitian goal orientation terhadap subjective well
menyebutkan bahwa humor dapat memiliki being.
dampak pada psikologi positif seseorang,
diantaranya meningkatkan kekuatan Pada tabel 3, terdapat koefisien jalur yang
karakter, kebijaksanaan, gaya berpikir, menggambarkan hubungan antara goal
pengalaman dan tindakan (Radomska, orientation dengan subjective well being,
2012) maupun dengan psychological well being,
social well being dan emotional well being.
Untuk pengukuran variabel subjective well Tergambar bahwa pengaruh goal
being, tampak melalui tabel 2 bahwa orientation lebih besar terhadap subjective
mayoritas subyek penelitian memiliki well being (0,97), dibandingkan ketiga
subjective well being yang positif, baik itu aspek subjective well being. Hal ini berarti
berupa psychological well-being, social bahwa goal orientation memiliki pengaruh
well-being maupun emotional well-being. yang lebih tinggi terhadap ketiga konstruk
psikologis (psychological well being, social
Suatu studi menggunakan 553 sampel well being dan emotional well being) secara
melihat pengalaman emosional individu bersama-sama dalam subjective well being,
dewasa awal. Lalu dipilih secara acak setiap daripada secara terpisah. Hal ini
hari untuk jangka waktu satu minggu. mempertegas teori Keyes & Moe (dalam
Pengambilan sampel satu minggu ini Lopez & Snyder, 2003) yang menerangkan
diulang lima dan sepuluh tahun kemudian. bahwa subjective well being merupakan ciri
Maka analisis kurva cross-sectional dari individu yang berfungsi secara penuh
menunjukkan bahwa penuaan terkait secara dalam hidupnya (full functioning) dan
positif dengan emotional well being, dengan merupakan global well being, yang
stabilitas dan kompleksitas emosional yang mencakup psychological well being, social
lebih besar. Temuan ini tetap kuat setelah well being dan emotional well being.
memperhitungkan variabel lain yang
mungkin terkait dengan pengalaman Suatu penelitian menggambarkan
emosional (kepribadian, kefasihan lisan, perbedaan yang signifikan dalam dinamika
kesehatan fisik, dan variabel demografis). dua langkah kunci dari kesejahteraan
(Carstensen, Turan, Scheibe, Ram, Ersner, subjektif, yaitu emosi dan evaluasi hidup.
Samanez, Brooks & Nesselroade, 2011) Ditemukan bahwa akhir pekan digunakan
individu untuk evaluasi kehidupan, dengan
Berdasarkan Gambar 1, ditemukan hasil diwarnai kondisi kebahagiaan, kesenangan,
pengujian model yang menunjukkan bahwa dan tawa daripada khawatir, sedih, dan
model cocok dengan data empirik, nilai chi- marah (termasuk hari libur) dibandingkan

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55


52 Desiningrum

hari kerja. Lebih lanjut ditemukan Uraian di atas didukung oleh suatu
pentingnya konteks sosial, baik di kantor penelitian dengan sampel semi-bertingkat
maupun di rumah, dalam menjelaskan orang dewasa Norwegia yang menemukan
ukuran dan kemungkinan faktor-faktor bahwa subjek memahami kebahagiaan dan
penentu efek akhir pekan yang kehidupan yang baik sangat inklusif dengan
mempengaruhi kondisi kesejahteraan domain kehidupan eksternal, sedangkan
seseorang. Artinya kondisi emosional, kepuasan diasosiasikan dengan keadaan
evaluasi diri dan sosial, membentuk internal khususnya psikologis dan
subjective well being pada individu pengalaman hidup. Kebahagiaan sehari-hari
(Helliwell & Shun, 2011). dan kehidupan baik yang terkait relasi
sosial (social well being), lalu kepuasan
Melalui pengukuran pengaruh goal yang terkait kondisi psikologis
orientation terhadap subjective well being, (psychological well being) merupakan
terdapat gambaran bahwa lansia yang konstruk psikologis yang tercakup di dalam
memilih secara selektif jaringan sosialnya, konsep subjective well being (Carlquist,
dalam penelitian ini adalah perkumpulan Ulleberg & Fave, 2016).
lansia aktif, memiliki goal orientation yang
tinggi, yaitu memperoleh dua tujuan yaitu Berdasarkan seluruh uraian di atas peneliti
memperluas wawasan serta mendapatkan melihat bahwa goal orientation
kenyamanan emosional, sehingga di mempengaruhi keadaan subjective well
usianya yang sudah sampai pada dewasa being subjek penelitian. Secara umum
akhir atau lansia, mampu terus sehat baik ketika subjek memperoleh tujuan-tujuan
fisik maupun psikologis, tetap merasakan sosial, yakni tujuan yang berkaitan dengan
bermanfaat dan puas terhadap hidupnya, knowledge dan emotional, mereka
merasa diterima oleh lingkungan sosialnya, memaknakan diri mereka termasuk pada
bahkan mampu mengaktualisasikan dirinya. orang-orang yang sejahtera, baik sejahtera
Hal tersebut merupakan sebagian gambaran secara psikologis, sosial maupun emosional.
dari subjective well being lansia dalam
penelitian ini. Atau dapat dikatakan Penelitian ini memiliki beberapa
tingginya goal orientation dari lansia, kelemahan, yaitu perumusan konsep goal
menumbuhkan subjective well being yang orientation diperoleh dari teori tunggal,
tinggi pula, dan hasil ini menjawab yaitu dari Carstensen (2005), karena
hipotesis penelitian. peneliti menilai adanya perbedaan konsep
dasar dari teori tersebut dengan teori goal
Melalui hasil analisis model pengujian orientation lainnya. Selain itu, subjective
pengaruh ini, pada dasarnya ketiga aspek, well being yang juga diambil dari satu
yakni psychological well-being, social well- konsep teori yaitu dari Keyes & Moe
being dan emotional well-being, sama-sama (dalam Snyder & Lopez, 2003) mengenai
berkontribusi dengan nilai muatan yang global well being sehingga mencakup tiga
tidak jauh berbeda untuk membentuk teori lainnya (psychological well being,
subjective well being dewasa akhir yang social well being dan emotional well being),
tergabung sebagai partisipan penelitian, dan yang sedikit berbeda dari teori subjective
secara umum menunjukkan subjective well well being dari Diener (Diener, Harter &
being yang tinggi, yaitu mereka menilai diri Arora, 2010). Kelemahan lainnya adalah,
mereka sejahtera dengan bergabung dalam penelitian ini tidak secara jelas
perkumpulan tersebut. menerangkan intervening atau mediating
variabel, sehingga dapat pula dianalisis
dengan metode analisis berganda.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 53

KESIMPULAN Carstensen, L. L., Isaacowitz, D. and


Charles, S.T .(2003). Taking time
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka seriously: A theory of
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa socioemotional selectivity. Journal
mayoritas subyek penelitian memperoleh of American Psychologist, 54, 165-
kedua tujuan sosial yang tinggi, yaitu 181.
emotional related goal dan knowledge
related goal. Di samping itu, mayoritas Carstensen, L. L. (2005). Social and
subyek penelitian memiliki subjective well emotional patterns in adulthood:
being yang tinggi pula. Support for socioemotional
selectivity theory. Journal of
Model Pengaruh Goal Orientation terhadap Psychology and Aging, 7, 331-338.
Subjective Well Being sesuai untuk subyek
penelitian. Subjek memperoleh goal Carstensen, L. L., Turan, B., Scheibe, S.,
orientation yang tinggi yaitu berupa Ram, N., Ersner-Hershfield,
informasi, ilmu pengetahuan, wawasan dan H., Samanez-Larkin, G. R., Brooks,
pengalaman baru melalui perkumpulan K.P., & Nesselroade, J. R. (2011).
yang mereka ikuti (knowledge related goal) Emotional experience improves
dan juga kenyamanan dan dukungan with age: Evidence based on over 10
emosional (emotional related goal). Goal years of experience sampling.
orientation kemudian berpengaruh Psychological Aging, 26(1), 21-33.
signifikan untuk menumbuhkan suatu doi: 10.1037/a0021285.
evaluasi keseluruhan yang positif terhadap
diri (Subjective Well Being) yang tinggi. Desiningrum (2010). Family social support
Lebih lanjut, goal orientation yang tinggi and psychological well being of
menumbuhkan psychological well-being, elderly in Tembalang. Anima,
social well-being dan emotional well-being Indonesian Psychological Journal.
yang tinggi pada individu. 26 (1), 61-68.

DAFTAR PUSTAKA Diener, E., Harter, J., & Arora, R. (2010).


Wealth and happiness across the
Carlquist, E., Ulleberg, P., & Fave, D. world: Material prosperity predicts
(2016). Everyday understandings of life evaluation, whereas
happiness, good life, and psychosocial prosperity predicts
satisfaction: Three different facets positive feeling. Journal Personality
of well-being. Applied Research in Social Psychology, 99(1), 52-61.
Quality of Life. 1±25. doi: 10.1037/a0018066.
doi:10.1007/s11482-016-9472-9

Carstensen, L. L. (1995). Evidence for a Fredrickson, B. L., & Carstensen, L. L.


life-span theory of socioemotional (2001). Choosing social partners:
selectivity. Psychological Science, How old age and anticipated
4(5), 151-156. endings make us more selective.
Journal of Psychology and Aging, 5,
Carstensen, L. L. (2003). Growing old or 335-347.
longevity. California: Stanford
University. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J.,
Anderson, R. F., & Tatham, R. L.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55


54 Desiningrum

(2007). Multivariate data analysis: measures. Washington, DC:


Sixth edition. London: Pearson American Psychological
International Edition. Association (APA).

Hartup, W. W. (2000). Social relationship Mroczek, D. K. (2001). Age and emotion in


and their developmental adulthood. Current Directions in
significance. American Psychological Science, 10, 87±90.
Psychologist, 44(2), 120 ± 126.
Ayuningsih, M. (2007). Kesejahteraan
Helliwell, J. F., & Shun, W. (2011) subjektif pada dewasa awal dan
Weekends and subjective well- dewasa akhir. Tesis, Program
being. PloS ONE, 10(12). doi: Magister Psikologi, Universitas
10.1371/journal.pone.0145123. Indonesia.

Jöreskog, K., & Sörbom, D. (1993). Lisrel Nielsen, L., Knutson, B., & Carstensen, L.
8: Structural equation modeling L. (2009). Affect dynamics,
with the SIMPLIS command affective forecasting, and aging.
language. Chicago: Scientific Emotion, 9(5).
Software International.
Pinquart, M., & Sorensen, S. (2007).
Jöreskog, K., & Sörbom, D. (1996). Lisrel Correlates of physical health of
8VHU¶V UHIHUHQFH JXLGH. Chicago: informal caregivers: A meta-
Scientific Software International. analysis. Journals of Gerontology,
Series B Psychological Sciences and
Kinsella, K., & Velkoff, V. A. (2001). An Social Sciences, 62(2), 126±137.
aging world. Washington, DC:
Economics and Statistics Poulin, M., & Silver R. C. (2007). World
Administration. benevolence beliefs and well-being
across the life span. Psychology and
Lang, F. R., & Carstensen, L. L. (2002). Aging, 23(1).
Time counts: Future time
perspective, goals, and social Pratama, A. G. (2009). Kontribusi
relationship. Psychology and Aging, kesejahteraan subjektif pada
17(1), 125-139. doi:10.1037/0882- religiusitas islam, persepsi tentang
7974.17.1.125. penyakit, dan perilaku menjaga
kesehatan diri dalam model perilaku
Lockenhoff, C. E., & Carstensen, L. L PHPHOLKDUD NHVHKDWDQ ³6XDWX
(2008). Decision strategies in health upaya menemukan model perilaku
care choice for self and others: memelihara kesehatan dengan taraf
Older but not younger adults make kecocokan optimal pada penderita
adjustment for the age of the +,9 ´ Disertasi (Tidak
decision target. Journal of dipublikasikan). Program
Gerontology Series B, 63(2), 106- Pascasarjana, Universitas
109. Padjadjaran Bandung.

Lopez, S. J., & Snyder, C. R. (2003). Radomska, A. (2012). Humor from the
Positive psychological assessment: perspective of positive psychology.
A handbook of models and Implications for research on

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55


Goal orientation dan subjective well being pada lansia 55

development in adulthood. Polish Setyo H, W. (2008). Structural equation


Psychological Bulletin, 42(4), 215± modelling dengan lisrel 8.8: Konsep
225. doi: 10.2478/v10059-011- dan Tutorial. Yogyakarta: Graha
0028-4. Ilmu.

Ryff, C. D. (2004). In the eye of the Silvianingrum, A. (2012). Manfaat belajar


beholder: Views of psychological di usia lanjut. Skripsi. Fakultas
well-being among middle and old- Psikologi, Universitas Diponegoro
aged adults. Psychology and Aging, 4, Semarang.
195-210.
Yeo, G., & Neal, A. (2004). A multilevel
Santrock, J. W. (2006). Life span analysis of effort, practice, and
development: Tenth edition. New performance: Effects of ability,
York: McGraw-Hill Companies. conscientiousness and goal
orientation. Journal of Applied
Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Psychology, 89, 231-247.
happiness. Bandung: PT. Mizan
Pustaka.

Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55

You might also like