Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

e-ISSN: 2549-9122

Paradigma Holistic Education


Oleh:
* Hasan Sayfullah
Email: hosaini2612@gmail.com
STIT Togo Ambar Sari Bondowoso. Indonesia

Abstrak

The ever-expanding rotation of science, along with the remarkable


progress of civilization and human science in this modern age, has arisen
multidimensional and multi-complex human life problems and crises, such
as: ecological crisis, humanitarian crisis , moral crises (demoralisation),
greater social and economic inequality, violence and crime, and other crises.
The occurrence of that is because of the enormous inequality between
science and technology that developed so rapidly with moral wisdom and
humanity that is not developed at all, if not said backwards.
Furthermore, if traced the root cause, as a result of the unsuitability
between the demands of the times with the world view of the modern world.
On the one hand, the flow of globalization has eliminated human
relationships in a more open, dialogical, tolerant, and plural climate. The
most dominant significance of character change, mindset, attitude, ethics,
and morals is endorsed in educational institutions. So when there is a
deterioration and anxiety in human life that is definitely blamed is the
educational institution.
However, on the other hand, the worldview adopted by most modern
humans does not allow the dialogical and humanist relations to grow and
develop. Based on the concept of holistic education is an offer.
.

Keywords: Paradigm, Holistic Education

.
Paradigma Holistic Education …….

Pendahuluan dan humanis itu tumbuh dan


Rotasi ilmu pengetahuan yang berkembang. Cara pandang manusia
semakin lama semakin berkembang, modern dimaksud adalah cara
bersamaan itu pula seiring dengan pandang dunia yang oleh kesepakatan
kemajuan peradaban dan ilmu banyak cendekiawan dirujuk kepada
pengetahuan manusia yang luar biasa modus pemikiran kedua sarjana jenius
di abad modern ini, telah muncul Rene Descartes (1596-1650) dan Sir
berbagai problem dan krisis Isaac Newton (1642-1727) yang
kehidupan umat manusia yang didaulat sebagai bapak peradaban
multidimensional dan multi kompleks, dunia modern, atau yang sering
seperti: krisis ekologis, krisis disebut dengan istilah“paradigma
kemanusiaan, krisis moral Cartesian-Newtonian”.Paradigma
(demoralisasi), kesenjangan Cartesian-Newtonian tersebut itu telah
kehidupan sosial dan ekonomi yang yang menghegemoni dunia ilmu
makin besar, tindak kekerasan dan pengetahuan dan bidang kehidupan
kriminalitas, dan berbagai krisis manusia modern dalam segala bidang
lainnya. Terjadinya hal itu, menurut dan telah menjadi cara pandang dunia
Arnold Toynbee (1976: 307) adalah manusia modern. Menurut Heriyanto1
karena adanya ketimpangan yang (2003:25-26) pervasifnya paradigma
amat besar antara sains dan teknologi Cartesian-Newtonian ini telah
yang berkembang sedemikian pesat berlangsung sedemikian rupa sehingga
dengan kearifan moral dan paradigma ini telah menyatu dan built-
kemanusiaan yang samasekali tidak in dalam berbagai sistem dan dimensi
berkembang, kalau tidak dikatakan kehidupan modern, baik dalam
mundur ke belakang. kegiatan dan wacana ilmiah maupun
Lebih jauh, bila dilacak akar dalam kehidupan sosial-budaya
penyebabnya, maka menurut Capra sehari-hari.
(1997: 4,5), sebagai akibat dari tidak
sesuainya antara tuntutan
perkembangan zaman dengan cara Pembahasan
pandang dunia (world-view) manusia
modern. Di satu sisi, arus globalisasi Paradigma adalah salah satu
telah menghilangkan relasi konsep yang memiliki pengertian
antarmanusia dalam iklim yang lebih yang beragam. Secara etemologis,
terbuka, dialogis, toleran, dan istilah paradigma berasal dari bahasa
plural.Tak kalah pentingnya yang Yunani, yaitu para (bersebelahan) dan
sangat dominan dalam perubahan deikunai (memperlihatkan) yang
karakter, pola pikir, sikap, etika, dan kemudian diserap ke dalam bahasa
moral terkafer dalam lembaga Inggeris paradigm yang berarti suatu
pendidikan. Sehingga ketika terdapat model atau pola. Sejalan dengan itu
kemerosotan dan kegagala dalam dalam kamus Webster paradigma
kehidupan manusia yang pasti diartikan: a pattern or model – an
disalahkan adalah lembaga overall concept accepted by most
pendidikan. people in an intelectual community, as
Namun, di sisi lain, cara
pandang dunia yang dianut oleh 1
Heriyanto, Husain (2003). Paradigma
kebanyakan manusia modern tidak Holisti: Dialog Filsafat, Sains, dan Kehidupan
memungkinkan relasi yang dialogis Menurut Shadra dan Whitehead, Bandung:
Mizan Media Utama.

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 78


Hasan Sayfullah

science, because of its effectiveness in adalah kesadaran kolektif terhadap


explaining a complex process, ide, or prinsip-prinsip dasar itu yang dianut
set of data (Webster`s: 1979: 979). secara bersama sedemikian sehingga
Paradigma juga dapat berarti dapat melangsungkan komunikasi
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan yang memiliki frame of reference
praktek yang diterapkan dalam yang sama.
memandang realitias dalam sebuah Dalam konteks tulisan ini,
komunitas yang sama, khususnya paradigma dipandang tentu tidak saja
dalam disiplin intelektual. sebagai paradigm biasa tetapi juga
Sehubungan dengan itu, Thomas sebagai pandangan dunia yang
Kuhn dalam bukunya The Structure of mempengaruhi cara berpikir
Scientific Revolutions, menggunakan (kognitif), bersikap (afektif), dan
istilah paradigma untuk banyak arti, bertingkah laku (psikomotorik) baik
seperti: matriks disipliner, model, atau dalam tataran filosofis, teoritis, dan
pola berpikir, dan pandangan dunia praktek pendidikan. Pandangan
(world-veiw)kaumilmuan. Dalam tersebut sesuatu yang telah menyatu
disiplin intelektual paradigma adalah dan built-in dalam pelbagai sistem dan
merupakan pandangan seseorang dimensi kehidupan pendidikan, baik
terhadap diri dan lingkungannya yang dalam kegiatan dan wacana ilmiah
akan mempengaruhinya dalam maupun dalam kehidupan sosial-
berpikir (kognitif), bersikap (afektif), budaya sehari-hari.
dan bertingkah laku (psikomotorik). 1. Sejarah Pendidikan Holistik
Dalam sebuah paradigma Lahirnya pendidikan holistik
terkandung di dalamnya asumsi- sejatinya adalah merupakan
asumsi ontologis dan epistemologis suaturespon yang bijaksana atas
tertentu, visi realitas, dan sistem ekologi, budaya, dan tantangan moral
nilai.Dalam hal ini dapat dibedakan padaabad ini, yang bertujuan untuk
antara paradigma biasa dengan mendorong para kaum muda
paradigma dalam arti pandangan sebagaigenerasi penerus untuk dapat
dunia. Perbedaan pokok antara hidup dengan bijaksana dan
paradigma biasa dengan paradigma bertanggungjawab dalam suatu
yang dalam arti pandangan dunia masyarakat yang saling pengertian
adalah bahwa pandangan dunia dan secaraberkelanjutan ikut serta
merupakan paradigma atau cara berperan dalam pembangunan
pandang yang dianut secara pervasif masyarakat.Persoalan ekologi,
dan terkandung di dalamnya asumsi- budaya, dan tantangan moral pada
asumsi ontologis dan efestemologis abad ini itu tentutidak bisa dipisahkan
tertentu, visi realitas, dan sistem nilai. dari persoalan dan kegagalan
Dalam paradigma yang diartikan paradigma Cartesian-Newtonian
sebagai pandangan dunia, menurut dalam menjawab berbagai tantangan
Heriyanto (2003) mengandung dua dan perkembangan ilmupengetahuan
komponen utama, yaitu prinsip- dan teknologi dewasa ini serta
prinsip dasar dan kesadaran berbagai problema krusialyang
intersubjektif.Prinsip-prinsip dasar itu diakibatkannyaPemikiran dan gagasan
adalah asumsi-asumsi teoritis yang inti dari para perintis pendidikan
mengacu kepada sistem metafisis, holisticsempat tenggelam sampai
ontologis, dan epistemologis tertentu.
Sedangkan kesadaran intersubjektif

79, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

dengan terjadinya loncatan paradigma Kemajuan yang signifikan


kulturalpada tahun 1960-an.2 terjadi ketika dilaksanakan konferensi
Secara historis, paradigma pertamaPendidikan Holistik Nasional
pendidikan holistik sebetulnya yang diselenggarakan oleh Universitas
bukanhal yang baru. Ada banyak California padabulan Juli 1979. Enam
tokoh klasik perintis pendidikan tahun kemudian, para penganut
holistik, diantaranya: Jean Rousseau, pendidikan holistik
Ralph Waldo Emerson, Henry mulaimemperkenalkan tentang dasar
Thoreau,Bronson Alcott, Johan pendidikan holistik dengan sebutan 3
Pestalozzi, Friedrich Froebel dan R, akronimdari relationship,
Francisco Ferrer.Beberapa tokoh responsibility dan reverence. Berbeda
lainnya yang dianggap sebagai dengan pendidikan padaumumnya,
pendukung pendidikanholistik, adalah dasar pendidikan 3 R ini lebih
Rudolf Steiner, Maria Montessori, diartikan sebagai writing, reading
Francis Parker, JohnDewey, John danarithmetic atau di Indonesia
Caldwell Holt, George Dennison dikenal dengan sebutan “calistung”
Kieran Egan, HowardGardner, Jiddu (membaca, menulisdan berhitung).4
Krishnamurti, Carl Jung, Abraham Dalam pendidikan holistik,
Maslow, Carl Rogers,Paul Goodman, peran dan otoritas guru untuk
Ivan Illich, dan Paulo Freire. memimpin danmengontrol kegiatan
Pendidikan holistik pembelajaran hanya sedikit dan guru
berkembang sekitar tahun 1960-1970 lebih banyak berperansebagai sahabat,
sebagai akibat darikeprihatinan mentor, dan fasilitator.Diibaratkan
merebaknya krisis ekologis, dampak peran guru seperti seorangteman
nuklir, polusi kimia dan dalam perjalanan yang telah
radiasi,kehancuran keluarga, berpengalaman dan
hilangnya masyarakat tradisional, menyenangkan.Sekolah hendaknya
hancurnya nilai-nilaitradisional serta menjadi tempat peserta didik dan guru
institusinya.Namun sampai saat ini bekerja gunamencapai tujuan yang
banyak model pendidikan saling menguntungkan.Komunikasi
yangmembuat siswa sulit untuk yang terbuka dan jujursangat penting,
memahami relevansi arti dan nilai perbedaan individu dihargai dan
antara yang dipelajaridi sekolah kerjasama lebih utama dari
dengan kehidupannya.Oleh karena itu, padakompetisi.
sangat dibutuhkan adanya Gagasan pendidikan holistik
systempendidikan yang terpusat pada telah mendorong terbentuknya model-
siswa yang dibangun berdasarkan modelpendidikan alternatif, yang
asumsikomunikatif, menyeluruh dan mungkin dalam penyelenggaraannya
demi kepenuhan jatidiri siswa dan sangat jauh berbedadengan pendidikan
guru.3 pada umumnya, salah satunya adalah
“Sekolah Rumah”(homeschooling),
2
Nanik Rubiyanto dan Dani Haryanto,
Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2010), 32.

4
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto,
3 Strategi…, hlm. 32-33.
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto,
Strategi…, hlm. 31.

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 80


Hasan Sayfullah

yang saat ini sedang berkembang, Kamus Psikologi secara


termasuk di Indonesia. 5 lengkap mendefinisikan holistik
2. Pengertian Holistik adalah sebuah istilah umum yang
Istilah holistik memang masih diterapkan kepada pendekatan
tergolong asing di kalangan filosofis apapunyang berfokus pada
masyarakatpendidikan.Bahkan istilah keseluruhan organisme hidup.
ini lebih familiar di lingkungan Aksioma dasar tentangsebuah
seputar dunia ilmukesehatan.Salah pandangan holistik bahwa sebuah
satunya seperti dikatakan oleh Moh. fenomena yang kompleks tidak
Soleh dan Imam Musbikin,dalam biasdimengerti lewat sebuah analisis
Agama sebagai Terapi bahwa, “dalam terhadap bagian-bagian penyusunnya
dunia kedokteran, ilmu saja.Lawan dari elementarisme dan
holisticmemandang bahwa tubuh atomisme.Teori Gestalt19dan teori
manusia adalah sebuah sistem yang Freudianadalah contoh klasik
saling berkaitan satusama lain.”6 pendekatan-pendekatan bagi
Namun demikian, dapat pendekatan-pendekatanholistik di
10
dikemukakan beberapa definisi lain, dalam psikologi.
baik dari segietimologi maupun Pengertian tersebut
terminologi, yang mampu menunjukkan bahwa holistik
menjelaskan makna holistik mempunyai hubungan yangerat
agarmudah dipahami.Secara etimologi dengan dunia psikologi, sebuah dunia
(bahasa) holistik berasal dari kosakata yang mengkaji jiwa manusia.Tidak
Inggris “holistic”.Istilah ini berasal berbeda jauh dengan definisi di atas,
dari kata “holy” yang berarti “suci dan William F. O’Neill
bijak”.Sedangkan akar kataholy memberikandefinisi holistik sedabagai
sendiri adalah “whole” yang bermakna sebuah sudut pandang dalam filosofi
“menyeluruh”.Sehingga, menurut yang menganggap bahwa segala
RatnaMegawangi, arti holy man halyang mengada (eksis) pada
adalah “manusia yang berkembang puncaknya tercakup dalam sebuah
secara utuh danseimbang seluruh wilayahkekuatan-kekuatan yang
dimensinya”.7Lebih jauh lagi, secara total bersatu (sebuah
Wikipedia menerangkan bahwa akar keseluruhan kosmis), dan bahwa tidak
kata dari holistic berasaldari bahasa ada apapun yang dapat benar-benar
Yunani “holos” yang mempunyai arti
9
all (semua), whole (utuh), Gestalt: sebuah istilah dalam bahasa Jerman
entire(keseluruhan), total (total).8 yang merujuk kepada keseluruhan yang
lebihbesar ketimbang penjumlahan bagian-
5
bagiannya. Dalam filosofi holistik, being
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto, sering sekali dianggapsebagai sebuah Gestalt,
Strategi…, hlm. 33-34. yang dicirikan oleh serangkaian piranti
6
Moh. Soleh dan Imam Musbikin, Agama lapangan yang saling berkaitan dan takbisa
sebagai Terapi: Telaah Menuju Ilmu dimengerti sepenuhnya melalui penelitian atas
KedokteranHolistik, (Yogyakarta: Pustaka aspek-aspeknya.Lihat, William F.
Pelajar, 2005), hlm. 5. O’Neill,Ideologi-Ideologi Pendidikan, terj.
7 Omi Intan Naomi, (Yogyakarta: Pustaka
Lihat, Ratna Megawangi, Pengembangan
Program Pendidikan Karakter di Pelajar, 2002), Cet. II,hlm. 598.
Sekolah:Pengalaman Sekolah Karakter,
dalam file PDF, diakses 2 Mei 2011. 10
Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, Kamus
8
Lihat, Wikipedia, Holism, dalam Psikologi, terj. Yudi Santoso,
http://en.wikipedia.org/wiki/Holism, diakses (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 1,
16 Mei 2012. hlm. 427.428

81, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

dipahami kecuali di dalam Artinya ; Sesungguhnya Kami


keterkaitan-keterkaitan totalnya telah menciptakan manusia dalam
dengan segala aspek lain dari being. 11 bentuk yangsebaik-baiknya. (Q.S.
Kamus Besar Bahasa at-Tin ;95: 4).
Indonesia membagi pengertian Bentuk yang sebaik-baiknya
holistik menjadi duamacam.Pertama, tersebut, menurut Ibnu
sebagai sebuah paham, holistik adalah Thufail,merupakan ketiga aspek
“cara pendekatan terhadapsuatu fundamental dalam pendidikan,
masalah atau gejala, dengan yaitu ranah kognitif(al-’aqliyyah),
memandang masalah atau gejala itu afektif (al-khuluqiyyah al-
sebagai suatukesatuan yang ruhaniyyah), maupun
utuh.”Kedua, sebagai sebuah sifat, psikomotorik(al-’amaliyyah).
maka holistik “berhubungandengan Ketiganya merupakan syarat
sistem keseluruhan sebagai suatu utama bagi tercapainya
kesatuan lebih daripada sekadar tujuanpendidikan yaitu
kumpulanbagian.”12 mewujudkan manusia seutuhnya
Hall dan Lindzey, dalam dengan memadukanpengetahuan
Supratiknya, memberikan definisi alam melalui penelitian diskursif,
holistik sebagai“semua teori yang dan pengetahuan agama
menekankan pandangan bahwa yangberdasarkan wahyu melalui
manusia merupakan suatuorganisme para Nabi dan Rasul, sehingga
yang utuh atau padu dan bahwa mewujudkansosok yang mampu
tingkah laku manusia tidak menyeimbangkan kehidupan
dapatdijelaskan semata-mata vertikal dan kehidupanhorizontal
berdasarkan aktivitas bagian- sekaligus. 13
bagiannya”. Definisi pendidikan holistik
3. Pengertian Pendidikan Holistik lainnya dikemukakan oleh para
1) Dalam perspektif Islam sarjanamuslim pada Konferensi
Dalam dunia Islam, terminologi Dunia Pertama tentang
holistik dapat diwakili dengan Pendidikan Islam,
istilahkaffah. Istilah ini seperti yangmenyatakan
termaktub dalam Al-Qur’an: bahwa:Pendidikan harus bertujuan
Artinya ; Hai orang-orang mencapai pertumbuhan
yang beriman, masuklah kamu ke kepribadianmanusia yang
dalam Islamkeseluruhan… (Q.S. menyeluruh secara seimbang
al-Baqarah ; 2: 208). melalui latihan jiwa,intelek, diri
Al-Qur’an juga manusia yang rasional, perasaan,
menegaskan bahwa manusia dan indera. Karena itu,pendidikan
sebagai individu telahdiciptakan harus mencapai pertumbuhan
dalam bentuk yang sebaik- manusia dalam segalaaspeknya:
baiknya. Hal ini seperti spiritual, intelektual, imajinatif,
disebutkandalam ayat: fisik, ilmiah, bahasa, baiksecara

13
M. Hadi Masruri, “Pendidikan menurut
11 Ibnu Thufail (Perspektif Teori Taxonomy
William F. O’Neill, Ideologi…, hlm. 600. Bloom)”,dalam M. Zainuddin, dkk. (eds.),
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik
Kamus…, hlm. 406. Hingga Kontemporer,(Malang: UIN Malang
Press, 2009), hlm. 187-213.

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 82


Hasan Sayfullah

individual maupun secara kolektif, disebut dengan pendidikan


dan mendorong semuaaspek ini ke holistik.15
arah kebaikan dan mencapai 2) Dalam perspektif filosofis
kesempurnaan.Tujuanterakhir Sebuah definisi tentang
pendidikan Muslim terletak dalam pendidikan holistik yang
perwujudan ketundukanyang cukup sederhanadiberikan
sempurna kepada Allah baik oleh sebuah ensiklopedi
secara pribadi, komunitas, bebas, Wikipedia, sebagai
maupunseluruh umat manusia.14 berikut:Holistic education is
Pendidikan holistik sebagai a philosophy of education
dikemukakan oleh Ahmad Tafsir based on the premisethat
yangmerumuskan tentang ciri each person finds identity,
muslim sempurna, sebagai berikut: meaning, and purpose in life
a) Jasmaninya sehat serta kuat, throughconnections to the
dengan ciri community, to the natural
ciri:a.Sehat.b.Kuatc. world, and tohumanitarian
Berketerampilan values such as compassion
b) Akalnya cerdas serta pandai, and peace.16
dengan ciri-ciri: Maksudnya kurang lebih,
1. Mampu menyelesaikan seperti dinyatakan oleh
masalah secara cepat dan Akhmad Sudrajat adalah
tepat pendidikan holistik
2. Mampu menyelesaikan merupakan suatu filsafat
masalah secara ilmiah dan pendidikan yangberangkat
filosofis. dari pemikiran bahwa pada
3. Memiliki dan dasarnya seorang individu
mengembangkan sains dapatmenemukan identitas,
4. Memiliki dan makna dan tujuan hidup
mengembangkan filsafat melalui hubungannyadengan
c) Hatinya takwa kepada Allah, masyarakat, lingkungan
dengan ciri-ciri: alam, dan nilai-nilai
1. Sukarela melaksanakan kemanusiaanseperti kasih
perintah Allah dan sayang dan
menjauhi larangan-Nya perdamaian. 17Istilah
2. Hati yang berkemampuan pendidikan holistik muncul
berhubungan dengan alam dalam Peraturan
gaib. MenteriPendidikan Nasional
Jika disederhanakan, pada (Permendiknas) Nomor 41
akhirnya pendidikan Islam
mempunyai satutujuan utama
15
yaitu terwujudnya sosok Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
muslim yang sempurna. Perspektif Islam, hlm. 50-51.
16
Pendidikaninilah yang Wikipedia, Holistic Education, dalam
http://en.wikipedia.org/wiki/Holistic_educatio
n,diakses 29 September 2015.
17
Akhmad Sudrajat, Pendidikan Holistik,
dalam
14
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01
terj. Sori Siregar, (Jakarta: Pustaka /26/pendidikan-holistik/, diakses 29September
Firdaus,1989), hlm. 107. 2015.

83, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

Tahun 2007 tentang hakikatnya adalah ilmu


StandarProses untuk Satuan tentang jiwa manusia (psyche
Pendidikan Dasar dan = jiwa,logos = ilmu). Dunia
Menengah. Dalam psikologi meyakini bahwa
peraturantersebut, holistik kondisi jiwa manusia
didefinisikan sebagai “cara sangatmempengaruhi banyak
memandang segala reaksi fisik yang kelihatan
sesuatusebagai bagian yang dari luar manusia.
tidak terpisahkan dengan Orangbereaksi terhadap
bagian lain yang lebih sesuatu di mata psikologi
luas.”18Dengan bukan lantas begitu saja
diakomodirnya istilah dinilaidari luar, dari apa yang
holistik dalam Permendiknas, kelihatan begitu saja. Namun
makasemakin menunjukkan psikologi lebih melihatsecara
betapa pentingnya konsep mendalam ke dalam jiwa
pendidikan holistik manusia.Contohnya, ada
untuksudah saatnya fakta seorang tibatibamerosot
diterapkan dalam sistem tajam prestasi akademisnya
pendidikan nasional di di sekolah padahal
Indonesia. sebelumnya
3) Dalam perspektif psikologis tidakdemikian.Di masa
Di Eropa, pendekatan holistik psikologi, aspek “mengapa”
lahir dan diperkenalkan oleh siswa itu
psikologCarl Jung. Psikologi mengalamikemerosotan dan
holistik sendiri lahir sebagai kemunduran prestasi
reaksi atas ketimpangan belajarnya itulah yang harus
paham behavioristik yang digalisampai ke akar-
terlalu menitikberatkan akarnya.Banyak kasus
penilaian terhadap membuktikan bahwa
tingkahlaku (yang kemunduransiswa dalam
tampak/indrawi) belajar sering bukan karena
manusia.Behavioristik dalam siswa itu pada dasarnya
perjalananpraktiknya sering bodoh,tetapi karena antara
kurang mampu menilai hidup kejiwaan and fisiknya
manusia secara obyektif dan mengalamiketidakseimbanga
jatuhdalam subyektivisme. n/ketidakstabilan. 19
Ini sebenarnya bertentangan Psikologi holistik
dengan tujuan luhurpsikologi menegaskan agar pribadi
yang bercita-cita mencapai dipahami secara
kesempurnaan pemahaman holistic(menyeluruh), bukan
akanmanusia, esensi dan sepotong-sepotong; aspek
eksistensinya dari aspek tingkah lakunya saja
“psyche” (jiwa). atauaspek kejiwaannya saja,
Psikologisendiri pada melainkan secara pendekatan
holistik, pribadi harusdilihat
18
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
19
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto,
untukSatuan Pendidikan Dasar dan Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah,
Menengah. (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2010), hlm. 39.

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 84


Hasan Sayfullah

dan dipahami sebagai satu spek kognitif dibedakan


kesatuan utuh antara aspek atas enam jenjang berfikir
badaniah danrohaniahnya. mulai darijenjang terendah
Kondisi fisik mempengaruhi sampai jenjang yang
kejiwaannya, paling tinggi.Keenam
kejiwaanmempengaruhi jenjangdimaksud adalah
fisiknya. Pokoknya, dalam (1)
bingkai holistik, manusia pengetahuan/hafalan/ingat
sebagaipribadi janganlah an (knowledge)
dinilai dari luarnya saja (2)pemahaman
melainkan harus (comprehension), (3)
dikorelasikandengan data- penerapan (application)
data analisis selengkap dan (4) analisis(analysis) (5)
seobyektif mungkin atas sintesis (synthesis) dan (6)
situasihidup luar (outer life, penilaian (evaluation).21
badaniah) dengan hidup b) Afektif
dalamnya (inner Ranah afektif adalah ranah
life,rohaniah).20 yang berkaitan dengan
4) Dalam perspektif pendidikan sikap dan nilai.Ciri-ciri
Dunia pendidikan tidak dapat belajar afektif akan
dilepaskan dari suatu konsep tampak pada peserta didik
yangdipopulerkan oleh dalam tingkahlaku,
Benjamin S. Bloom.Konsep seperti: perhatiannya
ini dikenal dengan terhadap suatu proses
istilahTaksonomi Bloom. pembelajaran,kedisiplinan
Intisari dari konsep ini adalah nya dalam kegiatan
bahwa tiap-tiap pembelajaran, motivasinya
manusia,sejak ia dilahirkan, yang tinggiuntuk tahu
inheren pada dirinya tiga lebih banyak,
aspek utama: kognitif, penghargaannya atau rasa
afektifdan psikomotorik. hormatnya
a) Kognitif terhadaporangtua dan
Ranah kognitif dapat guru. Ranah afektif ini
digambarkan dengan dibagi dalam lima jenjang
istilah yang yaitu:receiving atau
lebihsederhana: akal. attending (menerima atau
Meskipun sisi kognitif memperhatikan),
masih terdapat penjabaran responding(merespon),
yanglebih kompleks lagi, valuing
dapatlah disederhanakan (menilai/menghargai),
bahwa aspek ini organization (mengatur
sangatberhubungan erat ataumengorganisasikan),
dengan, apa yang disebut characterization by value
sebagai complex (karakter
“kecerdasanintelektual”.A

20 21
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Strategi…, hlm. 42-43. Rineka Cipta, 2001), hlm. 101.

85, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

dengansuatu nilai atau bagiberjalannya suatu sistem


kompleks nilai). pendidikan. Karenanya, sebuah
c) Psikomotorik sistem pendidikan yangberhasil,
Ranah psikomotor ini Tujuan pendidikan holistik,
berhubungan erat menurut Nanik Rubiyanto dan
langsung dengan kerjaotot Dany Haryantodalam Strategi
sehingga menyebabkan Pembelajaran Holistik di
geraknya tubuh atau Sekolah adalah:Membantu
bagian-bagiannya.Ranah mengembangkan potensi
psikomotor dapat individu dalam suasana
dikelompokkan dalam tiga pembelajaranyang lebih
kelompok utamaberikut menyenangkan dan
ini:(1) Ketrampilan menggairahkan, demokratis dan
motorik (muscular or humanismelalui pengalaman
motor skills), dalam berinteraksi dengan
memperlihatkangerak, lingkungannya.
menunjukkan hasil Melaluipendidikan holistik,
(pekerjaan tangan), peserta didik diharapkan dapat
menggerakkan,menunjukk menjadi dirinya sendiri(learning
an, melompat, dan to be). Dalam arti dapat
sebagainya.(2) Manipulasi memperoleh kebebasan
benda-benda psikologis,mengambil
(manipulation of material keputusan yang baik, belajar
or objects)menyusun, melalui cara yang sesuai
membentuk, dengandirinya, memperoleh
memindahkan, menggeser, kecakapan sosial, serta dapat
mereparasi, dan mengembangkan karakterdan
23
sebagainya.(3) Koordinasi emosionalnya.
neuromuscular, Syarat utama
menghubungkan, tercapainya tujuan pendidikan
mengamati, holistik adalah
memotong,dan lingkunganpembelajaran yang
sebagainya, meliputi: mendukung, atau dalam bahasa
gerak refleks, gerak Rubiyanto dan
fundamental, kemampuan Haryanto,lingkungan tersebut
persepsi, kemampuan mempunyai “suasana
fisik, komunikasi pembelajaran yang lebih
nondiskursif. 22 menyenangkandan
menggairahkan, demokratis dan
4. Tujuan Pendidikan Holistik humanis”.Keduanya juga
Tujuan adalah sepakat bahwa obyek utama
sesuatu yang ingin pendidikan adalah karakter
dicapai.Pendidikan harus danemosional seseorang.
mempunyaitujuan yang jelas Karakter dan emosional adalah
dan terarah.Tujuan ini wilayah-wilayah yang selamaini
diperlukan sebagai panduan
23
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto,
22
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, hlm. 124 Strategi…, hlm. 33.

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 86


Hasan Sayfullah

kurang tersentuh oleh sistem tidakmengambil pola pikir


pendidikan di Indonesia. dikotomis atau binary logic
Kekurang tersentuhan tersebut yang memaksa harusmemilih
barangkali disebabkan karena salah satu dan membuang yang
sistem pendidikan hanya lainnya, melainkan
bertumpu padapengajaran atau dapatmenerima realitas secara
transfer pengetahuan semata. plural sebagaimana kekayaan
realitas itu sendiri.
A. Analisis Pendidikan Holistik Dalam konteks ini
Berbasis Karakter pula sistem pendidikan
Sebagai bentuk dibangun terpusat pada
analisis tentang pendidikan anakberdasarkan asumsi
holistik, langkah awal volue connectedness, wholeness dan
yang dapat ditampilkan bahwa being fully human.Pendidikan
pendidikan holistik holistik sangat menafikan
adalahmerupakan suatu filsafat adanya dikotomi dalamberbagai
pendidikan yang berangkat dari bentuknya, seperti dikotomi
pemikiran bahwapada dasarnya dunia-akhirat, ilmu umum dan
seorang individu dapat agama/ilmu shar’iyyah-ghairu
menemukan identitas, makna shar’iyyah, akal-fisik, dan lain-
dantujuan hidup melalui lain.
hubungannya dengan Keduanya harus ada
masyarakat, lingkungan alam, dan diperhatikan serta dibangun
dan nilai-nilai spiritual. Dalam dalam relasi yangtidak
konteks ini, meminjam terputus.Pendidikan holistik
formulasiHeriyanto, setidaknya membantu mengembangkan
ada dua karateristik pendidikan potensiindividu dalam suasana
holistik yang harusdiperhatikan, pembelajaran yang lebih
yaitu: pertama, paradigma menyenangkan
pendidikan holistik danmenggairahkan, demokratis
berkaitandengan pandangan dan humanis melalui
antropologisnya bahwa subjek pengalaman dalamberinteraksi
merupakan pengertianyang dengan lingkungannya.
berkorelasi dengan subjek- Melalui pendidikan
subjek lain. Makna subjek holistik, peserta didik
dalamparadigma ini jauh diharapkan dapatmenjadi dirinya
berbeda dengan paradigma sendiri (learning to be). Dalam
modern Cartesian-Newtonian, arti dapat memperolehkebebasan
yaitu tidak terisolasi, tidak psikologis, mengambil
tertutup dan tidak keputusan yang baik, belajar
terkungkung,melainkan melaluicara yang sesuai dengan
berinterkoneksi dengan dirinya, memperoleh kecakapan
pengada-pengada lain di alam sosial, serta
raya.Kedua, paradigma dapatmengembangkan karakter
pendidikan holistik juga dan emosionalnya. Jika merujuk
berkarakter realispluralis,kritis- pada pemikiranAbraham
konstruktif, dan sintesis- Maslow dalam tulisan
dialogis. Pandangan holistik Syaifuddin,maka

87, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

pendidikanharus dapat bergerak dan kegiatan fisik


mengantarkan peserta didik lainnya. Pembinaan
untuk memperoleh aktualisasi kecerdasan ini agar anak
diri(self-actualization) yang cemerlang dalam olah raga,
ditandai dengan adanya seni tari, seni pahat, dan
kesadaran, kejujuran,kebebasan sebagainya.
atau kemandirian, dan 5. Kecerdasan musikal adalah
kepercayaan. Dalam konteks ini, kecerdasan untuk menyanyi,
HowardGardner menyebutkan bersiul, bersenandung,
ada sembilan kecerdasan bagi menghentak-hentakkan kaki
siswa yang harusdikembangkan atau tangan, mendengar
dan mendapat perhatian khusus, bunyi-bunyian. Pembinaan
yaitu: kecerdasan ini diarahkan agar
1. Kecerdasan linguistik anak mempunyai
kecerdasan untuk membaca, kecenderungan ini akan
menulis, bercerita,bermain sukses dalam bernyanyi,
kata dan menjelaskan. menggubah lagu, memainkan
Pembentukan ini agar anak alat musik dan lain-lain.
kelakberkemampuan dalam 6. Kecerdasan interpersonal
bidang pemberitaan, yaitu kecerdasan untuk
jurnalistik, berpidato,debat, memimpin, mengatur,
percakapan dan lain-lain. menghubungkan, bekerja
2. Kecerdasan logis atau sama, berpesta dll.
matematis yaitu kecerdasan Pembinaan kecerdasan ini
dalambereksperimen, agar anak berhasil dalam
bertanya, memecahkan teka- pekerjaan seperti guru,
teki dan pekerja sosial, pemimpin
berhitung.Pembentukan ini kelompok, organisasi, politik.
diarahkan agar anak berhasil 7. Kecerdasan intrapersonal
dalam bidangmatematika, yaitu kecerdasan untuk suka
akutansi, program komputer, mengkhayal, berdiam diri,
perbankan dan lain-lain. merencanakan, menetapkan
3. Kecerdasan spatial atau tujuan, refleksi.
visual yaitu kecerdasan Pembinaankecerdasan ini
dalam agar anak cemerlang dalam
mendisain,menggambar, filsafat, menulis
membuat sketsa, penelitiandan sebagainya.
menvisualisasikan. 8. Kecerdasan natural yaitu
Pembentukankecerdasan ini kecerdasan untuk suka
agar anak memiliki berjalan,
kemampuan yang baik antara berkemah,berhubungan
lainmembuat peta, fotografi, dengan alam terbuka,
melukis, desain rencang tumbuh-tumbuhan, hewan.
bangun dan lainlain. Pembinaan kecerdasan ini
4. Kecerdasan body atau agar anak dapat menguasai
kenestetik yaitu kecerdasan dan menyenangi dengan baik
untuk menari,berlari, bidang botani, lingkungan
membangun, menyentuh,

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 88


Hasan Sayfullah

hidup, kedokteran dan potensikecerdasan jamak


lainlain. (multiple intelligences).
9. Kecerdasan eksistensialis d) Pembelajaran berkewajiban
yaitu kecerdasan untuk suka menyadarkan siswa tentang
berfilsafat, suka agama, keterkaitannya dengan
kebudayaan dan isu-isu komunitasnya, sehingga
sosial. Pada umumnya mereka tak boleh
merekaberhasil dalam bidang mengabaikan tradisi, budaya,
keagamaan dan psikologi. kerjasama, hubungan
Pendidikan model manusiawi, serta pemenuhan
holistik sangat menekankan kebutuhan yang tepat guna
pendekatanpendidikan yang (jawa: nrimo ing pandum;
sangat manusiawi dan anti konsumerisme).
utuh.Model ini tidak sepihak e) Pembelajaran berkewajiban
atautidak sepotong-sepotong; mengajak siswa untuk
dari aspek otaknya saja, fisiknya menyadari hubungannya
saja, atau darikerohaniannya dengan bumi dan
saja, karena segala aspek fisik "masyarakat" non manusia
maupun kejiwaan seperti hewan, tumbuhan, dan
salingberkaitan dan benda benda tak bernyawa
melengkapi.Dalam (air, udara, tanah) sehingga
implementasinya, spiritualitas mereka memiliki kesadaran
dapatdipadukan secara sinergis ekologis.
dengan religiusitas secara f) Kurikulum berkewajiban
holistik tanpa perlumereduksi memperhatikan hubungan
universalitas dan transendensi antara berbagai pokok
dari spiritualitas itu sendiri. bahasan dalam tingkatan
Ciricirikurikulum dari trans-disipliner, sehingga hal
pendidikan holistik adalah itu akan lebih memberi
sebagai berikut: makna kepada siswa.
a) Pembelajaran diarahkan agar g) Pembelajaran berkewajiban
siswa menyadari akan menghantarkan siswa
keunikan dirinyadengan untukmenyeimbangkan
segala potensinya. Mereka antara belajar individual
harus diajak untuk dengan kelompok(kooperatif,
berhubungandengan dirinya kolaboratif, antara isi dengan
yang paling dalam (inner proses, antara
self), sehingga pengetahuandengan
memahamieksistensi, imajinasi, antara rasional
otoritas, tapi sekaligus dengan intuisi, antara
bergantung sepenuhnya kuantitatifdengan kualitatif.
kepadapencipta-Nya. h) Pembelajaran adalah sesuatu
b) Pembelajaran tidak hanya yang tumbuh, menemukan,
mengembangkan cara danmemperluas cakrawala.
berpikir analitis/liniertapi i) Pembelajaran adalah sebuah
juga intuitif. proses kreatif dan artistik.
c) Pembelajaran berkewajiban Proses pembelajaran
menumbuh-kembangkan menjadi tanggung jawab

89, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018
Paradigma Holistic Education …….

personal sekaligusjuga menjadi diharapkan dapat menjadi dirinya


tanggung jawab kolektif. Oleh sendiri (learning to be).
karena itu strategipembelajaran
lebih diarahkan pada bagaimana
mengajar dan bagaimanaorang Daftar Pustaka
belajar. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, hlm. 50-51.
Wikipedia, Holistic Education, dalam
http://en.wikipedia.org/wiki/H
Kesimpulan olistic_education,diakses 29
Berdasarkan paparan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa September 2015.
pendidikan holistik merupakan suatu Akhmad Sudrajat, Pendidikan
filsafat pendidikan yang berangkat
dari pemikiran bahwa pada dasarnya Holistik, dalam
seorang individu dapat menemukan http://akhmadsudrajat.wordpre
identitas, makna dan tujuan hidup
melalui hubungannya dengan ss.com/2008/01/26/pendidikan
masyarakat, lingkungan alam, dan -holistik/, diakses
nilai-nilai spiritual. Secara historis,
pendidikan holistik sebetulnya bukan 29September 2015.
hal yang baru. Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan
lebih tegas lagi dikatakan
pendidikan holistik adalah perpaduan Islam, terj. Sori Siregar,
antara intelektual, emosional dan (Jakarta: Pustaka
religius. Jika ini dikembangkan
dengan baik, maka akan terbentuk Firdaus,1989), hlm. 107.
manusia yang berjiwa ” holistik “, Arthur S. Reber dan Emily S. Reber,
yang mencerminkan jati diri/tabiat
atau karakter yang unggul. Kamus Psikologi, terj. Yudi
Pendidikan holistik yang Santoso, (Yogyakarta:Pustaka
mengembangkan seluruh potensi
intelektual, rohani, jasmani, hingga Pelajar, 2010), Cet. 1, hlm.
estetika harus dikedepankan di 427.428
lembaga pendidikan untuk
menghasilkan peserta didik yang Daryanto, Evaluasi Pendidikan,
memiliki makna dalam hidupnya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),
Tujuan pendidikan holistik
adalah membantu mengembangkan hlm. 101.
potensi individu dalam suasana Heriyanto, Husain (2003). Paradigma
pembelajaran yang lebih
menyenangkan dan menggairahkan, Holisti: Dialog Filsafat, Sains,
demoktaris dan humanis melalui dan Kehidupan Menurut
pengalaman dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.Melalui Shadra dan Whitehead,
pendidikan holistik, peserta didik

Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02. No. 2, Desember 2018. | 90


Hasan Sayfullah

Bandung: Mizan Media William F. O’Neill,Ideologi-Ideologi


Utama. Pendidikan, terj. Omi Intan
M. Hadi Masruri, “Pendidikan Naomi, (Yogyakarta: Pustaka
menurut Ibnu Thufail Pelajar, 2002), Cet. II,hlm.
(Perspektif Teori Taxonomy 598.
Bloom)”,dalam M. Zainuddin,
dkk. (eds.), Pendidikan Islam
dari Paradigma Klasik Hingga
Kontemporer,(Malang: UIN
Malang Press, 2009), hlm.
187-213.
Moh. Soleh dan Imam Musbikin,
Agama sebagai Terapi: Telaah
Menuju Ilmu
KedokteranHolistik,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 5.
Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto,
Strategi Pembelajaran Holistik
di Sekolah, (Jakarta:Prestasi
Pustaka, 2010), hlm. 39.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses
untukSatuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Ratna Megawangi, Pengembangan
Program Pendidikan Karakter
di Sekolah:Pengalaman
Sekolah Karakter, dalam file
PDF, diakses 2 Mei 2011.

91, .| Edukais: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol: 02, No. 2, Desember 2018

You might also like