Professional Documents
Culture Documents
Kudsia W. Sahupala KMB III CKR
Kudsia W. Sahupala KMB III CKR
KELOMPOK : PROGSUS
MALUKU HUSADA
AMBON
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang bergerak (misalnya alat
pemukul menghantam kepala atau peluru ditembakan ke kepala).
b. Cedera deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam, seperti pada kasus
jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dengan episode
kekerasan fisik.
d. Cedera coup-contre coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang
kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta
area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul
dibagian belakang kepala.
e. Cedera rotasional
Terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak (Huda & Hardi, 2016).
1.1.3 WOC
Trauma Kepala
Terputusnya kontinuitas Resiko perdarahan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak (kontusio
jaringan kulit, otot & vaskuler jaringan tulang laserasi)
Perubahan autoregulasi
Perdarahan & Gangguan suplai darah Resiko infeksi Nyeri akut & eodema serebral
hemastoma
Iskemia
Perubahan sirkulasi CSS Kerusakan memori
Gangguan neurologis - Bersihan jalan napas
Hipoksia vocal
Perfusi jaringan - Obstruksi jalan napas
Peningkatan TIK serebra tidak efektif - Dispneu
- Henti nafas
Deficit neurologis
- Perubahan pola nafas
Gilus medialis lobus - Mual muntah Resiko hipovolemia
temporalis tergeser - Paipilodema
Gangguan persepsi
- Pandangan kabur Bersihan jalan napas
sensori
- Penurunan fungsi tidak efektif
Herniasi unkus Kompresi medulla
pendengaran
- Nyeri kepala oblongata
Sumber :
Ansietas
(Huda & Hardi, 2016)
1.1.4 Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan GCS yang akan dikelompokan menjadi cedera kepala
ringan, sedang dan berat seperti diatas.
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukan oleh cairan spinal berdarah (Huda & Hardi,
2016).
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan <10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala (Huda & Hardi, 2016).
2. Kontusio serebri
Adannya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan >10 menit) atau
terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian
besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada
setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari,
dapat berubah menjadi perdarahan interserebral yang membutuhkan tindakan
operasi (Huda & Hardi, 2016).
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
cranium (Huda & Hardi, 2016).
4. Epidural hematom
Hematoma antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemiparese/plegi, pupil anisokor,
reflex patologis satu sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk
bikonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau >1 cm
midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan (Huda &
Hardi, 2016).
5. Subdural hematom
Hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat berasal dari
bridging vein, a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-
gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang dan
udem pupil, sclera klinis ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya
lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi
operasi jika perdarahan tebalnya > 1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5
mm (Huda & Hardi, 2016).
6. SAH (Subarachnoid hematom)
Merupakan perdarahan fokal di daerah subarachnoid. Gejala klinisnya menyerupai
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens yang
mengikuti arah girus-girus serebri di daerah yang berdekatan dengan hematom.
Hanya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi operatif (Huda &
Hardi, 2016).
7. ICH (Intracerebral hematom)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi perdarahan di antara neuron otak yang relatif
normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3 cm,
perifer adanya pergeseran garis tengah (Huda & Hardi, 2016).
8. Fraktur basis krani
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid, dan etmoid. Terbagi menjadi fraktur basis krani anterior, dan posterior.
Pada fraktur anterior melibatkan tulang etmoid dan sphenoid, sedangkan pada
fraktur posterior melibatkan tulang temoral, oksipital dan beberapa bagian tulang
sphenoid. Tanda terdapat fraktur basis krani antara lain:
a. Ekimosis periorbital (raccoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (battle’s sign)
c. Keluar darah beserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga (rinore atau
otore)
d. Kelumpuhah nervus cranial (Huda & Hardi, 2016).
1.1.6 Penatalaksanaan
1. Penanganan cedera kepala
a. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-Breathing-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung
memperberat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
b. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan
pertama.
c. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan dibagian tubuh lainnya.
d. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motoric, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okuloselefatik dan refleks okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
e. Pemberian pengobatan seperti; antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium
bikarbonat.
f. Tindakan pemeriksaan diagnostic, Scan tomografi computer otak, angiografi
cerebral, dan lainnya (Huda & Hardi, 2016).
2. Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah :
a. Amnesia antegrade/pasca traumatic
b. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai berat
c. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
d. Intoksidasi alcohol atau obat-obatan
e. Adanya fraktur tulang tengkorak
f. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ottore/rinorre)
g. Cedera berat bagian tubuh lain
h. Indikasi social (tidak ada keluarga/pendamping dirumah) (Huda & Hardi,
2016).
3. Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan bila
ada gejala-gejala seperti :
a. Mengantuk dan sukar dibangunkan
b. Mual, muntah dan pusing hebat
c. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa
d. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang
e. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
f. Kacau/bingung (confuse) tidak mampu berkonsetrasi, terjadi perubahan
personalitas
g. Gaduh, gelisah
h. Perubahan denyut nadi atau pola pernapasan (Huda & Hardi, 2016).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1.2 Konsep Keperawatan
1.2.2 Pengkajian
1. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya (Huda & Hardi, 2016)
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat
operasi.
b. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
d. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,
adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris
2) Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
3) Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
4) Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I
dan II murmur atau gallop
f. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
2) Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
3) Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga
dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.
1.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf karnial
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen penceraan fisiologis
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neoromuskular
5. Defenisi perawatan diri berhubungan dengan gangguan neoromuskuler
6. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
7. Resiko jatuh
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan neoromuskuler
9. Resiko perfusi serebral tidak efektif.
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Huda, A., & H. K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda NIC NOC. Jojgakarta: MediaAction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal II. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN CKR (CEDERA KEPALA
RINGAN)
A. Data Biografi
Nama : Tn.J No. Register: 0798
Umur : 18 Tahun
Suku/Bangsa : Ambon/Indonesia
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Batu Merah
Tanggal Masuk RS : 17 Juni 2021 jam 10:30 WIT
Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2021 jam 09:00 WIT
Catatan Kedatangan : Kursi Roda ( ), Ambulans ( ), Brankar ( ѵ )
F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran: Compos mentis GCS: 15 (E:4 V:5 M:6)
Klien tampak Sehat / Sakit / Sakit Berat: Sakit
BB: 60 Kg
TB: 160 Kg
2. Tanda-Tanda Vital
TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/m
RR: 18 x/m
S: 36,5 0C
SPO2 : 95%
3. Kulit
Warna kulit (sianosis, icterus, pucat eritema, dll):
Kuning langsat, tidak ada sianosis, aniketerik, ananemis
Kelembapan: Lembab
Turgor kulit: <3 detik
Ada atau tidaknya oedema: Tidak ada
4. Kepala / Rambut
Inspeksi : Bentuk normal, rambut hitam, tampak bersih, rambut ikal dan lembab
Palpasi : Tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan
5. Mata
Inspeksi : Konjungtiva ananemis, sclera ainikteri, pupil isokor 2 mm
Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
6. Telinga
Inspeksi : Simetris antara kiri dan kanan, tidak ada edema, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan
7. Hidung dan Sinus
Inspeksi : Normal, tidak ada secret, tidak ada epsitaksis, tidak ada polip
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung dan sinus, daya penciuman hidung
kiri dan kanan normal
8. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Mukosa lembab
Palpasi : Tidak ada nyeri saat menelan
9. Leher
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : Tidak ada nyeri saat menelan
10. Thoraks atau Paru
Inspeksi : Tidak ada jejas, simetris antara kiri dan kanan, pernafasan ireguler,
penggunaan otot bantu pernapasan
Palpasi : Pengembangan dada simetris antara kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
11. Jantung
Inspeksi : Tidak ada jejas, tidak ada pembengkakan pada kardiak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics ke 5
Perkusi : Sonor
Auskultasi : S1-S2 tunggal (lup-dup)
12. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Persitaltik usus 10x/menit
13. Genetalia
Inspeksi : Pasien dan keluarga menolak untuk dilakukan pengkajian
Palpasi : Pasien dan keluarga menolak untuk dilakukan pengkajian
14. Rektal
Inspeksi : Pasien dan keluarga menolak untuk dilakukan pengkajian
Palpasi : Pasien dan keluarga menolak untuk dilakukan pengkajian
15. Ekstremitas
Inspeksi :
5 5 Esktremitas mampu melawan tahanan dan gravitasi maksimal
5 5
Palpasi : Tidak ada edema dan nyeri tekan
16. Vaskuler Perifer
CRT : <3 detik
Clubbing : Tidak ada
Perubahan warna: Tidak ada
17. Neurologis
Status mental / GCS: 15 (E:4 V:5 M:6)
Motorik:
5 5 Esktremitas mampu melawan gravitasi dan tahanan maksimal
5 5
Sensorik:
Pendengaran normal, penglihatan kabur normal, pengecapan dan perabaan normal
Tanda Rangsangan Meningeal:
Kaku kuduk :-
Brudzinki I :-
Brudzunki II : -/-
Kernig : -/-
Lasague : -/>700
Saraf kranial:
1. Nervus I (Olfaktorius) :
Pasien dapat menyebutkan jenis bau yang dicium (alcohol)
2. Nervus II (Optikus) :
a. Daya penglihatan : Pasien dapat membaca nametag berjarak ½ meter
b. Lapang pandang : Baik <1800, tidak ada strabismus
3. Nervus III (Okulomotoris), Nervus IV (Troklearis) dan Nervus VI (Abdusens)
a. Gerakan bola mata : Tidak ada hambatan pada pergerakan bola mata
b. Kelopak mata : Normal tidak ada ptosis (kelopak mata yang tertutup)
c. Pemeriksaan pupil : Isokor 2 m
4. Nervus V (trigemenus) :
a. Motorik : Otot master teraba, pasien dapat menggerakan rahang kekiri dan
kekanan
b. Sensorik : Pasien dapat merasakan sensasi nyeri dan suhu
c. Reflex kornea : Pasien berkedip dan dapat merasakan sentuhan kapas.
5. Nervus VII (Facial) :
a. Motorik : Wajah simetris, dapat mengangkat kedua alis, dapat memoncongkan
bibir dan mengembungkan pipi
b. Sensorik : Pasien dapat mengenali rasa
6. Nervus VIII (Vestibulokokleris) :
a. Pendengaran :
1) Weber : Getaran kiri dan kanan sama
2) Rine : Hantaran udara > hantaran tulang
3) Schwabch : Getaran pada pasien dan pemeriksa sama.
b. Keseimbangan : Pasien dapat menyentuh ujung jari pemeriksa dengan keadaan
mata tertutup
7. Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Vagus)
a. Keadaan uvula normal, adanya reflex muntah, pasien dapat mengucapkan
artikulasi, labial fa,pa, palatal kh,ka, lingual la,la, pasien dapat batuk
b. Sensorik : Pasien dapat mengenali rasa
8. Nervus XI (Asesoris Spinal) :
Tidak bisa dikaji karena pasien belum bisa duduk.
9. Nervus XII (Hipoglosus) :
Lidah simetris, gerakan lidah norma
Refleks fisiologis:
Bisep : -/+
Trisep : -/+
KPR : -/+
APR : -/+
Refleks patologis:
Babinski :-/-
Openheim :-/-
Gordon : -/-
Schaifer : -/-
Chddoak : -/-
Rasolomo : -/-
Mandel berctrhw: -/-
Hofmen trowmer : -/-
Klonus lutut : -/- Klonus kaki : -/-
G. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik dan Laboratorium)
(Dibuat setiasp dilakukan pemeriksaan berdasarkan tanggal dilakukan)
No. Hari / Tgl Janis Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
17-06-21 WBC 8.44 4.50-11.0 103/µL
RBC 4.70 4.20-6.10 106/µL
HGB 14.5 12.0-18.0 g/dl
HCT 40.5 37.0-52.0 %
MCV 86.2 86.0-110.0 fL
MCH 30.9 26.0-38.0 pg
MCHC 35.8 31.0-37.0 g/dl
PLT 252 150-450 103/µL
RDW-SD 37.2 37.0-54.0 fL
RDW-CV 12.0 11.0-16.0 %
PDW 10.5 9.0-17.0 fL
MPV 10.0 9.0-13.0 fL
P-LCR 22.6 13.0-43.0 %
PCT 0.25 0.17-0.35 %
NEUT 5.51 1.50-7.00 103/µL
LYMPH 1.94 1.00-3.70 103/µL
EO 0.92 0.00-0.40 103/µL
BASO 0.05 0.00-0.10 103/µL
NEUT % 0.02 40.0-60.0 %
LYMPH % 65.3 20.0-35.0 %
MONO % 23.0 3.0-6.0 %
EO % 10.9 1.0-4.0 %
BASO % 0.6 0.0-1.0 %
H. Penatalaksanaan Pengobatan
No Tgl dan waktu Jenis (Oral / IV / IM / Topikal Dosis Indikasi
.
17 Juni 2021 IVFD RL 500 ml (IV)/24 jam 20 tpm Untuk penderita
dehidrasi yang
mengalami gangguan
elektrolit didalam tubuh
Injeksi ondansnetron (IV) 3x4 Untuk mengatasi mual
mg
KLASIFIKASI DATA
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
7. Untuk meningkatkan
nafsu makan pasien
17 Juni 2021 10:00 Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
WIT keperawatan 3 kali 24 jam intracranial
diharapkan masalah resiko perfusi Observasi
serebral tidak efektif dapat teratasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Untuk mengetahui
TIK (misalnya lesi, gangguan penyebab peningtakan
dengan kriteria hasil : metabolism, edema serebral) TIK
Perfusi serebral 2. Monitor tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui
1. Tingkat kesadaran meningkat peningkatan TIK tanda dan gejala
2. Tekanan intrakaranial Terapeutik peningkatan TIK
menurun 3. Minimalkan stimulus dengan 3. Untuk memberikan
3. Sakit kepala menurun menyediakan lingkungan yang lingkungan yang
tenang koddusif
4. Berikan posisi semi fowler 4. Memaksimalkan
ekspansi paru
5. Pertahankan suhu tubuh normal 5. Mencegah terjadinya
Kolaborasi hipertermia
6. Kolaborasi pemberian diuretic 6. Mencegah penyerapan
osmosis, jika perlu garam yang
mempengaruhi kadar
air yang diserap atau
dikeluarkan oleh
ginjal
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari pertama :
HARI/TGL NO. JAM IMPLEMENTASI PARAF JAM EVALUASI (SOAP) PARAF
DK
17 Juni 1 10:05 Pemberian makan 10:10 S : Pasien mengatakan masih
2021 WIT Observasi WIT tidak nafsu makan karena
1. Mengidentifikasi makanan yang pusing
diprogramkan O : ½ porsi makan tidak
R : Lunak, bubur, ikan dan sayur dihabiskan
2. Mengidentifikasi kemampuan menelan A : Masalah deficit nutrisi
R : Kemampuan menelan baik belum teratasi
Terapeutik P : Intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7
3. Menyeediakan lingkungan yang di lanjutkan
menyenangkan selama waktu makan Pemberian makan
R : Lingkungan yang kondusif Observasi
4. Memberikan posisi duduk semi fowler 1. Identifikasi makanan yang
saat makan diprogramkan
R : Pasien merasa pusing dan hanya 2. Identifikasi kemampuan
ingin berbarin menelan
5. Memberikan makanan sesuai keinginan, Terapeutik
jika memungkinkan 3. Sediakan lingkungan yang
R : Pasien makan bubur ayam menyenangkan selama
Edukasi waktu makan
6. Menganjurkan keluarga membantu 4. Berikan posisi duduk semi
memberi makan kepada pasien fowler saat makan
R : Keluarga dan perawat membantu 5. Berikan makanan sesuai
memberi makan kepada pasien keinginan, jika
Kolaborasi memungkinkan
7. Melakukan kolaborasi dalam Edukasi
pemberian antiemetil sebelum makan 6. Anjurkan keluarga
jika perlu membantu memberi makan
R : injeksi ondansentron kepada pasien
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
antiemetil sebelum makan
jika perlu
17 Juni 2 10:25 Manajemen peningkatan tekanan 10:35 S : Pasien mengatakan masih
2021 WIT intracranial WIT merasa pusing saat duduk, dan
Observasi merasa lemah
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan O : Pasien tampak lemah dan
TIK (misalnya lesi, gangguan hanya berbaring ditempat tidur.
metabolism, edema serebral) TD 110/70 mmHg saat
R : Cedera kepala berbaring, 90/60 mmHg saat
2. Memonitoring tanda dan gejala bedrest
peningkatan TIK A : Masalah resiko perfusi
R : TD 110/70 mmHg saat berbaring, serebral tidak efektif belum
90/60 mmHg saat bedrest, pasien teratasi
merasa pusing P : Intervensi 1,2,3,4,5, dan 6
Terapeutik dilanjutkan
3. Meminimalkan stimulus dengan Manajemen peningkatan
menyediakan lingkungan yang tenang tekanan intracranial
R : Pasien merasa nyaman Observasi
4. Memberikan posisi semi fowler 1. Identifikasi penyebab
R : Pasien tampak pusing saat duduk peningkatan TIK
5. Mempertahankan suhu tubuh normal (misalnya lesi, gangguan
R : S : 36,5oC dalam batas normal metabolism, edema
Kolaborasi serebral)
6. Melakukan kolaborasi dalam pemberian 2. Monitor tanda dan gejala
diuretic osmosis, jika perlu peningkatan TIK
R : Injeksi ondansentron Terapeutik
3. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
4. Berikan posisi semi fowler
5. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari kedua :
HARI/TGL NO. JAM IMPLEMENTASI PARAF JAM EVALUASI (SOAP) PARAF
DK
18 Juni 1 14:05 Pemberian makan 14:10 S : Pasien mengatakan nafsu
2021 WIT Observasi WIT makan mulai meningkat
1. Mengidentifikasi makanan yang O : ½ porsi makan dihabiskan
diprogramkan A : Masalah deficit nutrisi
R : Lunak, bubur, ikan dan sayur belum teratasi
2. Mengidentifikasi kemampuan menelan P : Intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7
R : Kemampuan menelan baik di lanjutkan
Terapeutik Pemberian makan
3. Menyeediakan lingkungan yang Observasi
menyenangkan selama waktu makan 1. Identifikasi makanan yang
R : Lingkungan yang kondusif diprogramkan
4. Memberikan posisi duduk semi fowler 2. Identifikasi kemampuan
saat makan menelan
R : Pasien merasa pusing dan hanya Terapeutik
ingin berbaring 3. Sediakan lingkungan yang
5. Memberikan makanan sesuai keinginan, menyenangkan selama
jika memungkinkan waktu makan
R : Pasien makan bubur ayam 4. Berikan posisi duduk semi
Edukasi fowler saat makan
6. Menganjurkan keluarga membantu 5. Berikan makanan sesuai
memberi makan kepada pasien keinginan, jika
R : Keluarga dan perawat membantu memungkinkan
memberi makan kepada pasien Edukasi
Kolaborasi 6. Anjurkan keluarga
7. Melakukan kolaborasi dalam membantu memberi makan
pemberian antiemetil sebelum makan kepada pasien
jika perlu Kolaborasi
R : injeksi ondansentron 7. Kolaborasi pemberian
antiemetil sebelum makan
jika perlu
18 Juni 2 14:25 Manajemen peningkatan tekanan 14:35 S : Pasien mengatakan masih
2021 WIT intracranial WIT merasa pusing dan merasa
Observasi lemah
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan O : Pasien tampak lemah dan
TIK (misalnya lesi, gangguan hanya berbaring ditempat tidur.
metabolism, edema serebral) TD 110/70 mmHg
R : Cedera kepala A : Masalah resiko perfusi
2. Memonitoring tanda dan gejala serebral tidak efektif belum
peningkatan TIK teratasi
R : Pasien merasa masih pusing, TD P : Intervensi 1,2,3,4,5, dan 6
110/70 mmHg dilanjutkan
Terapeutik Manajemen peningkatan
3. Meminimalkan stimulus dengan tekanan intracranial
menyediakan lingkungan yang tenang Observasi
R : Pasien merasa nyaman 1. Identifikasi penyebab
4. Memberikan posisi semi fowler peningkatan TIK (misalnya
R : Pasien tampak pusing saat duduk lesi, gangguan metabolism,
5. Mempertahankan suhu tubuh normal edema serebral)
R : S : 36,5oC dalam batas normal 2. Monitor tanda dan gejala
Kolaborasi peningkatan TIK
6. Melakukan kolaborasi dalam pemberian Terapeutik
diuretic osmosis, jika perlu 3. Minimalkan stimulus
R : Injeksi furosemide dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
4. Berikan posisi semi fowler
5. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika
perlu