Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Andrew (1990) akademi militer merupakan sebuah lembaga


pendidikan militer yang penting dalam sejarah dan perkembangan angkatan
bersenjata suatu negara, memiliki peran krusial dalam membentuk para pemimpin
dan perwira yang akan menjaga keamanan dan kedaulatan bangsa. Bowden (2005)
Para Taruna Akademi Militer menghabiskan waktu dalam pembelajaran akademik
yang mendalam, pelatihan fisik yang intens, dan simulasi taktis untuk
mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan di medan perang dan situasi
krisis. Selama masa pendidikan mereka, taruna menjalani transformasi dari individu
sipil menjadi perwira calon yang siap untuk mengemban peran penting dalam
menjaga keamanan nasional dan melindungi kedaulatan negara.
Menurut Siswosoediro (2009) Taruna Akademi Militer adalah calon perwira
bersumber dari SMA dan akan mendapatkan pendidikan setara sarjana selama
empat tahun. Selanjutnya setelah lulus akan dilantik sebagai perwira TNI dengan
pangkat letnan dua. Setelah menjadi perwira TNI dengan pangkat letnan dua,
perwira TNI ini kana mendapat kesempatan yang sama dengan perwira lainnya
untuk berkarir sebagai prajurit TNI yang professional. Sedangkan menurut Ratih
(2014) Taruna Akademi Militer merupakan siswa yang menempuh pendidikan di
Akademi Militer Magelang dan spenuhnya dibiayai oleh negara. Setelah menempuh
pendidikan taruna berhak menyandang Sarjana Terapan Pertahanan.
Siswosoediro (2009) Taruna bertugas untuk menjalani latihan militer untuk
mengembangkan keterampilan tempur dan taktik, termasuk pelatihan lapangan,
perang simulasi, manuver militer, dan latihan tembak serta berpartisipasi dalam
program akademik yang mencakup mata pelajaran seperti ilmu militer, ilmu sosial,
ilmu pengetahuan, dan sejarah. taruna harus mencapai standar akademik yang
ditetapkan dan menjalani ujian akademik secara teratur.
Menurut Sunarto (2007) Permasalahan pada Taruna Akademi Militer yang
sering terjadi yaitu mengalami tekanan mental dan emosional yang tinggi selama
masa pelatihan. Persaingan yang ketat, tuntutan akademis, dan pelatihan fisik yang
intens dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan tekanan emosional yang
signifikan. Terkadang, taruna dapat mengalami konflik interpersonal dalam
lingkungan yang ketat. Ini dapat menciptakan ketegangan serta burnout pada taruna
akademi militer.
Menurut Penelitian Fadilah (2021), kegiatan taruna akademi militer sangat
terstruktur, dari bangun tidur sampai dengan mau tidur taruna terjadwalkan, dari
apel pagi sampai apel malam ada kegiatan. Hal tersebut menyebabkan taruna
akademi militer merasa lelah, mengakibatkan dirinya merasa tertekan dan membuat
taruna akademi militer menjadi burnout. Kondisi asrama di akademi militer yang
seperti barak membuat taruna tidak dapat memiliki privasi sendiri-sendiri. Kondisi
tersebut dapat muncul sewaktu-waktu dan sulit untuk diprediksikan.
Menurut Sherman (2020) Taruna akademi militer beroperasi di bawah kode
disiplin yang ketat dan taruna diharapkan untuk mematuhi standar perilaku yang
tinggi. Pengawasan yang terus-menerus dan ketakutan akan tindakan disiplin. taruna
beradaptasi dengan budaya militer yang keras dan dapat menjadi pemicu stres yang
signifikan. Struktur hirarkis yang ketat, dikombinasikan dengan tekanan untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma militer, dapat menyebabkan burnout.
Menurut Clayton (2012) Taruna akademi militer memiliki resiko yang
cukup besar. Bukan hanya resiko fisik, namun resiko psikis banyak dialami oleh
taruna akademi militer, salah satunya adalah burnout. Taruna Akademi Militer,
seperti halnya pekerja di berbagai profesi lainnya, dapat mengalami burnout ketika
taruna menghadapi beban kerja yang berat, tuntutan fisik dan emosional yang
tinggi, serta kurangnya waktu untuk pemulihan. Menurut Bhakti, Heryadi, dan
Bantam (2022) Sebagai Taruna yang bertugas di Akademi Militer dengan fungsi
melaksanakan pembinaan teritorial, tugas yang dilakukan tidak hanya tugas di
dalam ksatrian, tetapi harus turun langsung ke masyarakat sebagai bentuk yata dari
fungsi teritorial itu sendiri. Hal tersebut membuat Taruna bekerja keras dan
terkadang dapat menimbulkan burnout. Adanya tugas serta tuntutan pada saat
bekerja memicu prajurit mengalami burnout yang diakibatkan dari terkuras nya
tenaga serta waktu yang ada.
Menurut Freudenberger (1974), Burnout merupakan representasi dari
sindrom pschycological stress yang menunjukkan respon negatif sebagai hasil dari
tekanan pekerjaan. Menurut Schaufelli (1993) menjelaskan burnout sebagai
sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi. Sedangkan menurut
Lazarus (1982) mendifiniskan burnout sebagai suatu hasil dari ketidakseimbangan
antara tuntutan kerja yang berlebihan dan sumber daya yang terbatas. Menurutnya,
burnout terjadi ketika individu mengalami ketidakmampuan untuk mengatasi
stresor-stresor di lingkungan kerja.
Menurut Pines (1981), burnout berdampak pada hubungan interpersonal.
Burnout dapat mengakibatkan penarikan diri sosial, konflik di tempat kerja, dan
penurunan kualitas hubungan pribadi. Menurut Freudenberger (1974) bahwa
burnout dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan emosional yang signifikan,
termasuk gejala seperti kelelahan yang mendalam, frustrasi, dan hilangnya
motivasi. Sedangkan menurut Massey dan Denton (2013), dampak negatif burnout
mencakup empat dimensi utama yaitu Frustrasi, Kecurigaan, Kecemasan, dan
Penarikan Diri. Dampak negatif dari burnout dalam model ini mencakup pengaruh
pada kesejahteraan fisik dan mental, serta penurunan produktivitas.
Salah satu cara mengatasi burnout pada taruna akademi militer adalah dengan
resiliensi yaitu beradaptasi, dan bahkan berkembang di tengah-tengah tekanan dan
ancaman kehidupan yang sulit. Hal ini sejalan dengan penelitian Suprapti (2020),
Resiliensi melibatkan kemampuan untuk beradaptasi dan memiliki pandangan yang
lebih fleksibel terhadap situasi yang sulit. Menurut Werner (1993) Resiliensi adalah
kemampuan seseorang untuk mengatasi kegagalan, trauma, dan tantangan hidup
dengan menggunakan sumber daya internal dan eksternal yang ada, sehingga dapat
pulih dan berkembang secara positif.
Menurut Reivich & Shatte (2002), Individu dengan resiliensi yang baik akan
Mampu beradaptasi dengan perubahan dan menghadapi tantangan dengan kepala
dingin. Individu yang resilien dapat melihat situasi dari berbagai sudut pandang dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Individu lebih cenderung
mencari solusi daripada fokus pada masalah, dan memiliki sumber daya internal
yang kuat untuk mengatasi berbagai situasi hidup.
Dalam penelitian Dharmeswari, Hardika, dan Ayuningtias (2022)
menggambarkan resiliensi sebagai suatu proses dinamis yang berkelanjutan, tidak
sebagai hasil akhir sifat psikologis individu. Individu yang resiliensi ditandai dengan
adanya proses peningkatan kemampuan dan fungsionalitas, tidak sebagai atribut yang
menekan atau mengeliminasi gangguan psikologis. Selanjutnya, penelitian Busti,
Yulihasri dan Rivai (2023) menjelaskan bahwa stress kerja pada Perawat RSU
Aisyiyah Padang bahwa semakin tinggi tingkat ketahanan atau resiliensi pada
perawat maka akan menurunkan tingkat stress kerja pada perawat. Beban kerja
terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap job burnout pada perawat RSU
Aisyiyah Padang. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi beban yang dirasakan
perawat dalam bekerja maka akan meningkatkan gejala kelelahan atau burnout
perawat.
Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas, burnout menjadi salah satu hal
yang terjadi pada Taruna Akademi Militer. Burnout dapat menyebabkan hilangnya
semangat dan motivasi untuk melaksanakan tugas-tugas militer. Taruna Akademi
Militer yang mengalami burnout biasanya kehilangan minat pada pekerjaan Taruna
dan merasa tidak puas dengan pencapaian Taruna Akademi Militer yang dapat
mempengaruhi kinerja Taruna Akademi Militer. Salah satu cara dalam mengatasi
burnout pada taruna akademi militer adalah dengan resiliensi. Resiliensi membantu
taruna akademi militer beradaptasi dengan cepat dengan perubahan lingkungan dan
situasi. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
hubungan resilien dengan burnout pada Taruna Akademi Militer?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah terdapat
hubungan antara resiliensi dengan burnout pada Taruna Akademi Militer.
C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :


1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini akan menambah wawasan pembacaca
mengenai keilmuan psikologi, khususnya psikologi klinis dan psikologi
industri dan organisasi. Terutama mengenai perilaku resliensi dengan burnout
pada Taruna Akademi Militer.

2. Manfaat Praktis
a. Taruna Akademi Militer
Hasil penelitian ini diharapkan taruna akademi militer mempunyai resiliensi
yang baik agar dapat mengontrol burnout semasa pendidikan di Akademi
Militer. Pastikan ada keseimbangan antara latihan fisik, pelajaran, dan waktu
istirahat, serta sediakan waktu liburan atau istirahat yang memadai untuk
memungkinkan pemulihan.
b. Bagi OrangTua
Hasil penelitian ini diharapkan orang tua dapat memberi dukungan yang sesuai
dengan kebutuhan anak khususnya yang sedang menjalani pendidikan di
akademi militer untuk membantu mengatasi burnout. Serta Mendukung anak
dalam perencanaan waktu dan manajemen tugas, membantu merasa lebih
terorganisir dan kurang terbebani.
c. Peneliti Selanjutnya
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada peneliti
selanjutnya tentang cara mengatasi burnout pada taruna akademi militer dan
meningkatkan resiliensi untuk menurunkan tingkat burnout yang dialami oleh
taruna akademi militer.

You might also like