Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 129

BAB 7 EMPLOYEE EMPOWERMENT MINDSET


 
PENDAHULUAN
Teknologi yang digunakan oleh masyarakat menuntut kualitas pekerja tertentu
untuk dapat mengoperasikan teknologi tersebut secara efektif. Pada gilirannya,
tipe pekerja menentukan cara pengelolaan yang mampu menjadikan pekerja
tersebut memanfaatkan secara optimum kompetensi mereka dalam
mengoperasikan teknologi tersebut untuk menghasilkan value bagi customer.
Pemberdayaan karyawan (employee empowerment) merupakan trend
pengelolaan modal manusia di dalam organisasi masa depan. Pemberdayaan
karyawan dilakukan di dalam organisasi perusahaan dengan fokus ke penyediaan
produk dan jasa bagi customer. Untuk kepuasan customer-lah pada dasarnya
pemberdayaan karyawan ditujukan.
Agar memiliki jiwa, pemberdayaan karyawan perlu dilandasi dengan mindset
semestinya. Dengan mindset tersebut, pemberdayaan karyawan akan
berkelanjutan dan dapat mengakibatkan organisasi mampu secara optimum
memanfaatkan modal manusia dalam jaman teknologi informasi ini.
Bab ini menguraikan mindset yang melandasi pemberdayaan karyawan.
Sebelum diuraikan komponen yang membentuk mindset pemberdayaan karyawan,
di dalam bab ini diuraikan alasan yang melandasi perlunya pemberdayaan
karyawan. Uraian tentang alasan perlunya pemberdayaan karyawan dimaksudkan
untuk membangkitkan keyakinan di dalam diri para pembelajar, bahwa
pemberdayaan karyawan merupakan cara pengelolaan yang tidak bisa dihindari
lagi dalam jaman smart technology. Fokus bab ini terletak pada uraian tentang
komponen yang membentuk mindset pemberdayaan karyawan. Fokus ini
dimaksudkan untuk membuka cakrawala para pembelajar, sehingga mereka
mampu merekayasa building blocks kultur organisasi yang berlandaskan
paradigma pemberdayaan karyawan. Bab ini diakhiri dengan uraian tentang
perwujudan mindset pemberdayaan karyawan di SPPM.
 
MENGAPA PERLU PEMBERDAYAAN KARYAWAN?
Untuk menjelaskan latar belakang mengapa pemberdayaan karyawan merupakan
suatu usaha yang tidak bisa tidak perlu dilaksanakan, kita perlu melihat dua faktor
penting berikut ini: (1) pergeseran teknologi yang digunakan oleh masyarakat di
dalam memenuhi kebutuhan produk dan jasa, (2) tipe pekerja yang pas dengan
teknologi yang digunakan oleh masyarakat.
 
Smart Technology
Pergeseran teknologi yang digunakan oleh masyarakat merupakan pemicu
timbulnya kebutuhan untuk memberdayakan karyawan, agar seluruh sumber daya
yang dikuasai oleh organisasi dapat dimanfaatkan secara produktif di dalam
menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Sejak pertengahan abad
keduapuluh, masyarakat mulai meninggalkan hard automation ke smart
technology di dalam memenuhi kebutuhan produk dan jasa.
Menurut sifat dasarnya, smart technology hanya produktif di tangan
knowledge workers. Perangkat keras smart technology tidak dapat beroperasi jika
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 130

tidak menggunakan perangkat lunak (computer software). Dengan demikian smart


technology tidak dapat dioperasikan jika pekerja tidak menguasai perangkat lunak
yang digunakan untuk menjalankan perangkat keras. Namun, penguasaan
perangkat lunak belum juga memadai, pekerja harus menguasai pengetahuan
untuk menciptakan produk dan jasa melalui smart technology tersebut. Oleh
karena itu, hanya knowledge workers yang mampu menjadikan smart technology
produktif untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
Smart technology menyediakan shared database untuk memungkinkan
information sharing di antara anggota organisasi, baik secara vertikal maupun
horisontal. Di samping itu, information sharing dapat pula dilakukan
antarorganisasi perusahaan dan antara perusahaan dengan customer. Jika di dalam
organisasi tradisional, informasi dikuasai dan dijaga untuk kepentingan
manajemen puncak atau organisasi perusahaan yang memprosesnya, di dalam
organisasi kontemporer, siapa saja yang diberi wewenang akan dapat melakukan
akses ke database perusahaan, sehingga memungkinkan karyawan dapat
menggunakan informasi untuk pengambilan keputusan. Bahkan pemasok, mitra
bisnis, dan customer dapat diberi wewenang untuk melakukan akses ke database
perusahaan untuk memungkinkan pelaksanaan transaksi bisnis antara pemasok,
mitra bisnis, dan customer dengan perusahaan.
Karakteristik smart technology yang menuntut pemekerjaan knowledge
workers agar produktif dan yang menyediakan kesempatan information sharing
tersebut memerlukan pemberdayaan karyawan sebagai pendekatan pengelolaan
modal manusia yang pas dengan teknologi tersebut. Pendekatan pemberdayaan
karyawan akan memberikan keleluasaan bagi knowledge workers dalam
memanfaatkan pengetahuannya untuk menciptakan produk dan jasa yang mampu
menghasilkan value bagi customer. Di samping itu, pemberdayaan karyawan
memberikan keleluasaan kepada knowledge workers untuk akses ke pusat
informasi perusahaan, sehingga memampukan mereka mengambil keputusan
dalam merespons dengan cepat perubahan kebutuhan customer. Dengan demikian,
pendekatan pemberdayaan karyawan dapat memanfaatkan secara optimum
kemampuan smart technology (dengan shared database-nya) dan kemampuan
karyawan (dengan knowledge yang dikuasai mereka) untuk menyediakan produk
dan jasa bagi customer.

Knowledge Workers
Siapakah knowledge workers? Knowledge workers adalah pekerja yang memiliki
keterampilan tinggi; di samping itu mereka mempunyai pengetahuan tinggi yang
diperoleh dari pendidikan formal, dan kemampuan untuk belajar serta untuk
memperoleh tambahan pengetahuan.i Pengetahuan terdiri dari ilmu (science),
teknologi, pengetahuan sosial, ekonomi, manajemen, bisnis, keuangan,
pemasaran, akuntansi, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Knowledge workers adalah orang yang memanfaatkan pengetahuannya untuk
menciptakan produk dan jasa dengan menggunakan smart technology. Mereka
adalah pekerja yang menjadikan knowledge sebagai alat produksi untuk
menghasilkan produk dan jasa bagi customers organisasi.
Pekerjaan knowledge workers lebih bersifat kreatif. Dengan demikian
pekerjaan knowledge workers tidak dapat disupervisi sebagaimana yang
diterapkan di dalam pengawasan terhadap pekerja yang mengoperasikan teknologi
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 131

hard automation. Knowledge workers memerlukan suasana kerja yang


merangsang inovasi, toleran terhadap eksperimen hal yang baru, dan kesediaan
manajemen untuk menerima kegagalan eksperimen.
Oleh karena pemanfaatan smart technology semakin meluas di masa depan,
knowledge workers akan semakin dominan di dalam menghasilkan produk dan
jasa bagi customer. Dengan demikian intellectual assets menjadi kekayaan
penting organisasi perusahaan di masa depan. Pemberdayaan karyawan
merupakan pendekatan pengelolaan modal manusia yang pas dengan karakteristik
pekerja yang akan dominan di masa depan. Pemberdayaan karyawan dapat
menjadikan knowledge workers secara kreatif menerapkan knowledge yang
dikuasainya dalam menciptakan produk dan jasa yang menghasilkan value bagi
customer. Di samping itu, pemberdayaan karyawan adalah pas dengan
karakteristik pekerja yang tidak dapat diawasi pekerjaannya melalui supervisi
sebagaimana yang diterapkan terhadap pekerja dalam hard automation era.
 
PARADIGMA PEMBERDAYAAN KARYAWAN
Pemberdayaan berarti memampukan (to enable), memberi kesempatan (to allow)
atau mengizinkan (to permit), yang dapat diartikan baik melalui inisiatif sendiri
atau dipicu oleh orang lain. Pemberdayaan karyawan berarti memampukan dan
memberi kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan, mengimplemen-
tasikan rencana, dan mengendalikan pengimplementasian rencana pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya. Ditinjau dari
sudut pandang manajer, pemberdayaan karyawan merupakan proses pemberian
peluang kepada karyawan untuk memampukan diri karyawan di dalam
merencanakan dan mengendalikan pengimplementasian rencana pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab karyawan. Ditinjau dari sudut pandang karyawan,
pemberdayaan karyawan merupakan proses untuk meningkatkan keandalan
dirinya agar dipercaya oleh manajer di dalam merencanakan dan mengendalikan
pengimplementasian rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan
yang bersangkutan. Sebagaimana diuraikan di atas, pemberdayaan karyawan
merupakan proses yang tidak bisa tidak harus dilaksanakan sebagai akibat
tuntutan pergeseran teknologi dan tipe pekerja yang pas dengan tuntutan teknologi
masa depan.
 
MINDSET PEMBERDAYAAN KARYAWAN—SUDUT
PANDANG MANAJER
Perwujudan pemberdayaan karyawan menyangkut dua pihak: (1) manajer yang
bertanggung jawab untuk menjadikan karyawan berdaya, dalam arti karyawan
dapat dipercaya dan diandalkan oleh manajer untuk melaksanakan pengambilan
keputusan yang sebelumnya dilaksanakan oleh manajer, dan (2) karyawan yang
bertanggung jawab untuk menjadikan dirinya berdaya, dalam arti dapat
menumbuhkan kepercayaan di dalam diri manajer bahwa ia dapat dipercaya untuk
melaksanakan pengambilan keputusan yang sebelumnya tidak pernah
dilakukannya. Oleh karena itu, dalam bab ini diuraikan dua mindset
pemberdayaan karyawan yang perlu dibangun: (1) mindset manajer dan (2)
mindset karyawan. Gambar 7.1 melukiskan building blocks kultur organisasi yang
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 132

dilandasi paradigma pemberdayaan karyawan ditinjau dari sudut pandang


manajer.
Mindset pemberdayaan karyawan terdiri dari paradigma pemberdayaan
karyawan, keyakinan dasar, dan nilai-nilai dasar yang melandasi pemberdayaan
karyawan. Di dalam organisasi masa depan, yang di dalamnya knowledge workers
dominan dalam penciptaan produk dan jasa dengan menggunakan smart
technology, manajer perlu memandang karyawan sebagai modal yang secara
optimum mampu memberikan kontribusi di dalam perwujudan visi organisasi.
Untuk dapat optimum, manajer perlu mengubah mindset mereka di dalam
memandang karyawan, agar pas dengan smart technology yang digunakan oleh
organisasi, serta karakteristik pekerja dan pekerjaan mereka.
 
Keyakinan Dasar dalam Diri Manajer untuk Mewujudkan
Paradigma Pemberdayaan Karyawan
Keyakinan dasar yang perlu dimiliki oleh para manajer untuk mewujudkan
mindset pemberdayaan karyawan adalah (1) karyawan adalah manusia, (2) orang
pada dasarnya baik, (3) birokrasi membunuh inisiatif, (4) tugas manajer adalah
menyediakan pelatihan, teknologi, dan dukungan bagi karyawan.ii
 
Karyawan adalah manusia. Mengapa keyakinan dasar ini perlu ditanamkan ke
dalam diri manajer? Bukankah fakta memang menunjukkan bahwa karyawan
adalah manusia? Mengapa harus secara eksplisit dinyatakan bahwa karyawan
adalah manusia?
Manajer mengelola berbagai sumber daya: uang, sumber daya manusia,
sumber daya alam, sumber daya modal. Di antara berbagai sumber daya tersebut,
hanya karyawan yang merupakan modal manusia. Jika tidak secara eksplisit
ditanamkan dalam diri manajer bahwa karyawan adalah modal manusia, manajer
akan mempunyai kecenderungan untuk memperlakukan karyawannya
sebagaimana yang dilakukan terhadap sumber daya lain.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 133

Tampak Luar

SPPM

Keyakinan Dasar
(1) karyawan adalah manusia, (2)
orang pada dasarnya adalah baik, Employee
(3) birokrasi membunuh inisiatif, Empowerement
(4) tugas manajer adalah Mindset
menyediakan pelatihan, teknologi,
dan dukungan bagi karyawan

Nilai Dasar
kejujuran dan kerendahan hati.

Paradigma Pemberdayaan Karyawan


 
Gambar 7.1 Building Blocks yang Membentuk Employee Empowerment Mindset
Ditinjau dari Sudut Pandang Manajer
 
Manajer harus memandang sisi manusia dalam diri karyawan, bukan hanya
dari sisi pekerjaannya. Seringkali kita mendengar ungkapan, “Ia hanya operator,”
atau “Ia hanya seorang wiraniaga.” Pandangan ini menutupi kenyataan bahwa
karyawan adalah orang yang usahanya sangat menentukan sukses suatu
perusahaan—yang membuat produk dan menyediakan jasa bagi customers. Dalam
organisasi yang berkualitas, karyawan dinilai sama dengan direktur pemasaran.
Setiap orang dipandang memiliki kemampuan untuk memahami dan memberikan
kontribusi dalam mewujudkan visi perusahaan. Manajer harus memandang
karyawannya sebagai orang dewasa yang pantas untuk memikul tanggung jawab
yang lebih besar atas pekerjaannya, atas pekerjaan kelompoknya, dan akhirnya
atas sukses perusahaan secara keseluruhan. Gambar 7.2 melukiskan bagaimana
karyawan memberikan kontribusi besar di dalam penciptaan produk dan jasa yang
menghasilkan value bagi customers.
 
Orang pada dasarnya adalah baik. Inti pemberdayaan karyawan adalah
keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang
gagal, dan kadang-kadang orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang
adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia yang berakal sehat dan makhluk yang
berpikir, orang memiliki kecenderungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya.
 
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 134

Tinggi tuntutannya dan


berubah secara konstan

Improvement Tuntutan Customers


Berkelanjutan

Penyesuaian
Proses oleh Customer
Karyawan

Karyawan berinterkasi dengan customer.


Karyawan menerjemahkan tuntutan
customers kedalam produk dan jasa
Karyawan mengelola dan meng-improve
proses.
Karyawan bekerja dengan para pemasok.
Karyawan menentukan dan menggunakan
ukuran. Kepuasan Customer
Karyawan membandingkan proses mereka
dengan proses organisasi lain.
Karyawan memberikan kontribusi
kepada masyarakat.
Karyawan melaksanakan semua tugas lain
dan mengubah sebuah gedung yang berisi
peralatan menjadi bisnis yang berhasil.
 
 
Gambar 7.2 Model Manajemen Baru yang Dipacu oleh Customer dan Digerakkan
oleh Karyawan
 
Untuk dapat memberdayakan orang lain, manajer harus secara sederhana
yakin bahwa “sepanjang masa, hampir setiap orang, hampir selalu, akan
menggunakan kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-
nilai kebaikan.”
Pemberdayaan karyawan dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena
dengan pemberdayaan, manajer tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecek-
an, pemverifikasian, dan pengaturan aktivitas orang yang bekerja dalam organi-
sasi. Manajer melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan
teknologi yang memadai kepada karyawan, memberikan arah yang benar, dan
membiarkan karyawan untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh
mereka.
Oleh karena konsep pemberdayaan dimulai dari keyakinan bahwa orang pada
dasarnya ingin mengerjakan pekerjaan baik, manajer tidak perlu lagi menerapkan
metode guna membujuk karyawan untuk mengerahkan usaha mereka. Manajer
harus memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan dan teknologi yang
diperlukan untuk pekerjaan mereka, dan ia harus mendukung usaha karyawan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 135

dengan menghilangkan hambatan apa pun yang mencegah terwujudnya kinerja


unggul. Manajer, yang dalam manajemen tradisional mengajukan pertanyaan
“Apa yang saya lakukan untuk memotivasi karyawanku?” sekarang harus
mengajukan pertanyaan “Apa yang perlu saya lakukan, dan apa yang perlu
dilakukan oleh organisasi, untuk menghilangkan penyebab tidak adanya minat
karyawan dalam mencapai kinerja unggul, atau untuk menghilangkan penyebab
gangguan terhadap usaha mereka dalam mencapai kinerja unggul?”
 
Birokrasi menghambat inisiatif. Seringkali dalam organisasi perusahaan,
karyawan mendengar pesan yang menghambat inisiatif, inovasi, dan kreativitas
seperti: “Kerjakan hanya apa yang saya katakan!” “Anda tidak dibayar untuk
berpikir.” “Pikirkan urusan Anda, kerjakan pekerjaan Anda, dan kami akan
mengurus selain itu!”
Hirarkhi organisasi yang tinggi menguatkan pesan kepada karyawan bahwa
kontribusi yang lebih besar dalam mewujudkan visi organisasi hanya diharapkan
dari orang-orang yang menduduki jenjang organisasi atas.
Satu aspek organisasi yang paling merusak pemberdayaan adalah
berjenjangnya tingkat manajerial. Setiap tingkat manajerial diharuskan me-review,
memantau, dan menyetujui pekerjaan tingkat manajerial di bawahnya. Tingkat
manajerial menengah sekarang ini menarik perhatian karena memberikan
kontribusi lebih rendah dalam menghasilkan nilai bagi customer dibandingkan
dengan karyawan yang berada di garis depan, namun menelan biaya yang lebih
besar, karena organisasi dibangun berdasarkan anggapan bahwa karyawan yang
berada dalam tingkat lebih rendah (dan secara khusus: pekerjaannya) harus
diawasi dan diverifikasi secara cermat untuk meyakinkan kualitas dan untuk
menghindari kesalahan.
Dalam pemberdayaan karyawan, tanggung jawab atas pekerjaan
dikembalikan ke tangan karyawan. Karyawan diajari bagaimana memantau
pekerjaan mereka sendiri, dan pekerjaan mereka dalam tim. Mereka belajar
mengumpulkan dan menafsirkan data kinerja mereka sendiri, membuat
penyesuaian yang diperlukan terhadap pekerjaan yang sedang berlangsung
sebagaimana ditunjukkan oleh data yang dikumpulkan. Dengan demikian
karyawan memperoleh motivasi yang lebih besar terhadap pekerjaan mereka,
karena mereka bertanggung jawab atas pekerjaan mereka, dan organisasi
memperoleh penghematan signifikan dengan penghilangan jenjang manajemen
yang tidak menambah nilai bagi customer. Manajer harus mengidentifikasi aspek
organisasi yang, meskipun kelihatannya efisien, mengajari karyawan untuk tidak
mengerjakan, tidak mencoba, dan tidak peduli tentang pekerjaan mereka.
 
Tugas manajer adalah menyediakan pelatihan, teknologi memadai, dan
dukungan bagi karyawan. Manajer dan karyawan harus belajar peran baru
dalam organisasi yang menerapkan pemberdayaan karyawan. Manajer yang
semula melakukan pemantauan, review, persetujuan, dan pembuatan keputusan,
harus mengajarkan pekerjaan tersebut kepada karyawan agar karyawan dapat
melakukan pekerjaan yang sebelumnya menjadi tanggung jawab manajer.
Karyawan, di lain pihak, harus belajar untuk menerima tanggung jawab baru,
yang sebelumnya diserahkan kepada manajer atasannya, untuk mendapatkan
penyelesaian.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 136

Manajer harus melihat karyawan sebagai “suatu ikat (bundle) peluang yang
harus dikembangkan dan diperluas untuk tujuan pemberian layanan kepada
customers.” Manajer bertanggung jawab untuk menyediakan teknologi memadai
dan pelatihan bagi karyawan untuk memungkinkan mereka mengerjakan apa yang
dapat mereka kerjakan. Di samping itu, manajer harus memberikan dukungan
selama proses perubahan karyawan dalam memikul tanggung jawab baru ini. Jika
manajer tidak memiliki kesediaan untuk menerima kesalahan dan kegagalan,
karyawan akan cenderung kembali ke cara kerja lama yang telah dikenal
sebelumnya.
 
Nilai Dasar dalam Diri Manajer untuk Mewujudkan Paradigma
Pemberdayaan Karyawan
Untuk mewujudkan paradigma pemberdayaan karyawan, perlu ditanamkan
personal values dalam diri para manajer yang pas dengan paradigma tersebut: (1)
kejujuran dan (2) kerendahan hati.iii
 
Kejujuran. Manajer harus mengatakan yang sebenarnya kepada karyawan, dan
sebaliknya manajer juga harus memberikan kesempatan sama kepada karyawan
untuk mengatakan yang sebenarnya kepada manajer. Manajer harus memberikan
informasi yang dimilikinya kepada karyawan untuk memungkinkan karyawan
mengambil keputusan secara efektif.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan “pengintegrasian antara pemikiran
dan pelaksanaan.” Dalam manajemen tradisional, pemikiran dilaksanakan oleh
manajer, pembicaraan dilaksanakan oleh supervisor, dan pelaksanaan dilakukan
oleh karyawan. Dalam rerangka pengambilan keputusan ini, karyawan hanya
bertugas mengumpulkan data dan menyerahkannya kepada supervisor. Supervisor
kemudian melakukan analisis pendahuluan dan kemudian menyerahkan hasil
analisisnya kepada manajer di atasnya. Manajer kemudian menimbang data yang
dianalisis supervisor dengan data lain yang dimilikinya, menambah analisis, dan
memberitahukan keputusannya dan memberikan arahan pelaksanaannya kepada
karyawan. Dalam pemberdayaan karyawan, karyawan yang diberi tanggung jawab
untuk pengambilan keputusan seperti itu, memerlukan akses ke data yang sama,
menggunakan alat analisis yang sama, dan melakukan analisis yang sama.
 
Kerendahan hati. Pemberdayaan karyawan berarti pemberian tanggung jawab
lebih besar kepada karyawan untuk mengambil keputusan. Dengan demikian,
dapat terjadi inisiatif karyawan jauh lebih baik dibandingkan yang dilakukan oleh
manajer. Kerendahan hati untuk mengakui kinerja karyawan harus merupakan
suatu nilai yang dijunjung tinggi oleh manajer, jika pemberdayaan karyawan
dikehendaki berhasil dalam suatu organisasi. Tugas manajer adalah membuat
karyawan yang berada di bawah wewenangnya menjadi terkenal karena
kinerjanya. Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh manajer yang memiliki
kerendahan hati.
 
 
 
 
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 137

MINDSET PEMBERDAYAAN KARYAWAN—SUDUT


PANDANG KARYAWAN
Dari sudut karyawan, pemberdayaan karyawan berkaitan dengan bagaimana
karyawan dipercaya oleh manajer untuk mengambil keputusan tentang pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab karyawan. Untuk dapat dipercaya, perlu dibangun
keyakinan dasar dan nilai dasar dalam diri karyawan. Gambar 7.3 melukiskan
building blocks kultur organisasi yang berlandaskan pada mindset pemberdayaan
karyawan ditinjau dari sudut pandang karyawan.
 
Keyakinan Dasar dalam Diri Karyawan
Dua keyakinan dasar yang perlu dibangun dalam diri karyawan untuk
memperoleh kepercayaan dari manajer adalah:
1. Pemberdayaan karyawan hanya terwujud berdasarkan kepercayaan yang
tumbuh dalam diri manajer terhadap karyawan.
2. Kepercayaan manajer terhadap karyawan tumbuh karena kompetensi dan
karakter yang dibangun dalam diri karyawan.
 
Kepercayaan (trust). Pemberdayaan karyawan hanya akan terwujud jika
karyawan dapat dipercaya oleh manajer. Oleh karena itu, karyawan perlu
menanamkan keyakinan dalam dirinya bahwa ia dapat merencanakan,
mengimplementasikan rencana, dan mengendalikan implementasi rencana
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya
jika manajer mempercayai (trust) karyawan.

Kompetensi dan karakter. Pembangunan kepercayaan bukan sesuatu yang


mudah dilaksanakan, jika karyawan memandang bahwa manajer akan
memberikan wewenang untuk pengambilan keputusan kepada karyawan karena
pengambilan keputusan merupakan hak karyawan. Hak untuk pengambilan
keputusan hanya dapat diperoleh karyawan melalui pembuktian kompetensi
karyawan di dalam pengambilan keputusan. Tanpa keyakinan bahwa kepercayaan
dari manajer lah yang menjadikan pemberdayaan karyawan terwujud, karyawan
tidak akan bersemangat untuk meningkatkan kompetensi dan membangun
karakter untuk mendapatkan hak pengambilan keputusan atas pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Kompetensi dimiliki oleh karyawan jika ia berkemampuan untuk
menggunakan knowledge. Knowledge merupakan sumber daya yang khusus
dimiliki oleh manusia, knowledge tidak dapat ditemukan dalam buku. Buku hanya
berisi informasi; sedangkan knowledge adalah kemampuan untuk menerapkan
informasi ke pekerjaan dan kinerja tertentu.iv Informasi bidang keuangan yang
terkandung dalam buku manajemen keuangan hanya menjadi knowledge di tangan
personel yang memiliki kemampuan menerapkan informasi tersebut dalam
pekerjaan dan kinerjanya. Informasi yang dapat diubah menjadi knowledge
dengan kemampuan manusia terdiri dari informasi yang bersifat ilmu dan teknik
sampai ke yang bersifat sosial, ekonomi, dan manajerial. Informasi yang berkaitan
dengan sain (science), teknik, sosial, ekonomi, dan manajerial tersebut dapat
diakses oleh siapa saja. Namun tidak semua orang mampu menerapkan informasi
tersebut ke dalam pekerjaan dan kinerjanya. Itulah sebabnya keunggulan suatu
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 138

bisnis dibandingkan dengan bisnis lain terletak pada knowledge-—kemampuan


sumber daya manusianya dalam menerapkan informasi yang berkaitan dengan
sain (science), teknik, sosial, ekonomi, dan manajerial ke dalam pekerjaan dan
kinerja mereka.
 

Tampak Luar

SPPM

Keyakinan Dasar:
(1) pemberdayaan didasarkan pada
kepercayaan manajer atas karyawan, (2)
kepercayaan didasarkan atas kompetensi dan Employee
karakter. Empowerment
Mindset
Nilai Dasar:
(1) kejujuran, (2) keberanian, (3) integritas,
(4) mental berlimpah, dan (5) kesabaran.

Paradigma Pemberdayaan Karyawan


 
 
Gambar 7.3 Building Blocks yang Membentuk Employee Empowerment Mindset
Ditinjau dari Sudut Pandang Karyawan
 
Knowledge bukan merupakan sumber daya bisnis, namun merupakan sumber
daya sosial, yang tidak dapat dipertahankan kerahasiaannya untuk jangka panjang.
Oleh karena itu, personel harus senantiasa meng-up date dan meningkatkan
knowledge mereka agar organisasi tempat mereka bekerja memiliki keunggulan
dibandingkan dengan pesaingnya. Dengan demikian, untuk mempertahankan
posisi unggul organisasi mereka, personel harus menjadi life-long learners
 
Nilai Dasar dalam Diri Karyawan
Lima nilai dasar yang perlu dijunjung tinggi oleh karyawan agar ia dapat
dipercaya oleh manajer dan teman sekerja lain dalam tim kerja adalah: kejujuran,
keberanian, integritas, mental berlimpah, dan kesabaran dalam mewujudkan visi.
 
Kejujuran. Kejujuran adalah kemampuan orang untuk mengatakan suatu
kenyataan sebagaimana adanya. Kejujuran membutuhkan keberanian jiwa, karena
seringkali suatu kenyataan jika diungkapkan sebagaimana adanya mempunyai
dampak yang tidak menguntungkan bagi pengungkap. Untuk membangun
kepercayaan dengan manajer dan teman sekerja, kejujuran merupakan nilai yang
harus dijunjung tinggi. Setiap hubungan antarmanusia dilandasi oleh nilai
kejujuran ini.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 139

 
Keberanian. Keberanian adalah keteguhan hati seseorang dalam
mempertahankan pendirian, keyakinan, prinsip, visinya. Keberanian adalah
keteguhan hati dalam mengambil posisi. Keberanian juga berarti kemampuan
untuk mengubah pikiran; kemampuan untuk mengatakan, “Saya tidak tahu,
namun saya akan mencari jawabannya;” kemampuan untuk mengakui bahwa
dirinya tidak sempurna; kemampuan untuk tetap belajar, tidak puas dengan sukses
yang telah dicapai; kemampuan untuk meletakkan prinsip di atas prasangka dan di
atas ekspediensi (cari mudahnya saja). Nilai keberanian perlu dijunjung tinggi
karyawan untuk memacu karyawan dalam mengemban tanggung jawab
pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Di
samping itu, kreativitas penerapan pengetahuan memerlukan nilai keberanian
dalam diri karyawan untuk mengungkapkan dan mengimplementasikannya.
 
Integritas. Integritas adalah kemampuan orang untuk mewujudkan apa yang telah
diucapkan atau janjikan oleh orang tersebut menjadi suatu kenyataan. Karyawan
perlu menjunjung tinggi integritas, dengan cara mewujudkan semua komitmen
yang telah mereka sanggupi ke dalam tindakan nyata. Integritas adalah
kemampuan orang untuk mewujudkan apa yang telah dikatakan menjadi suatu
realitas, dalam situasi apa pun. Orang yang tidak berintegritas hanya mampu
mewujudkan apa yang telah dikatakan, terbatas yang dipandang menguntungkan
dirinya. Character is what you are in the dark. Jika karyawan telah menjanjikan
sesuatu kepada customer, dan meskipun untuk merealisasikan komitmen kepada
customer tersebut, ia harus mengorbankan sumber daya tertentu, dan ia tetap
teguh dengan komitmen yang telah dijanjikan kepada customer, terlepas dari
sumber daya yang harus dikorbankan, ia adalah karyawan yang menjunjung tinggi
integritas dalam memenuhi komitmennya kepada customer. Customer akan
memilih berhubungan dengan perusahaan yang karyawannya menjunjung tinggi
integritas, karena hanya orang yang berintegritas pantas dijadikan partner dalam
bekerja.
 
Mental berlimpah. Mental berlimpah (abundant mentality) adalah kemampuan
jiwa seseorang dalam menerima keberhasilan, kelebihan, keberuntungan,
penghargaan yang diperoleh orang lain. Mental berlimpah sangat diperlukan,
karena karyawan bekerja dalam tim kerja (teamwork), yang bersama dengan
karyawan lain bahu-membahu memenuhi kebutuhan customer. Perwujudan nilai
mental berlimpah antara lain: (1) ringan hati untuk memberikan selamat atas
keberhasilan rekan sekerja, (2) menghindarkan diri dari sikap merendahkan
prestasi kerja rekan sekerja, (3) membiasakan diri melihat “the bright side of
everyone and everything.”
 
Kesabaran. Kesabaran dalam mewujudkan visi merupakan nilai yang perlu
dijunjung tinggi oleh karyawan. Kesabaran adalah kekuatan hati orang untuk
menerima kelainan yang terjadi terhadap dirinya dalam jangka waktu panjang.
Kesabaran adalah kemampuan orang dalam menyalurkan semangat secara konstan
dan tekun sampai terwujud visi yang telah dirumuskan.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 140

PERWUJUDAN MINDSET PEMBERDAYAAN KARYAWAN


KE DALAM SPPM
Mindset pemberdayaan karyawan berdampak besar terhadap SPPM. Mindset ini
diwujudkan ke dalam dua komponen SPPM: (1) struktur pengendalian
manajemen, (2) proses SPPM.
 
Perwujudan Mindset Pemberdayaan Karyawan Ke Dalam
Struktur SPPM
Mindset pemberdayaan karyawan diwujudkan dalam struktur SPPM berikut ini:
(1) organisasi masa depan, (2) pengelolaan knowledge workers..
 
Organisasi Masa Depan
Organisasi pada dasarnya merupakan wealth-creating institution. Oleh karena itu,
setiap anggota organisasi pada dasarnya memiliki tanggung jawab untuk
menambah nilai (value-adding role). Knowledge workers bertanggung jawab
untuk menggunakan knowledge yang mereka kuasai dengan smart technology
yang disediakan oleh organisasi untuk memproduksi produk dan menyediakan
jasa yang menghasilkan value bagi customer secara cost effective. Dengan cara
demikian knowledge workers melaksanakan perannya sebagai penambah nilai,
sehingga organisasi perusahaan dapat berfungsi sebagai wealth-creating
institution. Terdapat empat perubahan organisasi masa depan yang dilandasi oleh
mindset pemberdayaan karyawan: (1) struktur organisasi menjadi datar (2)
kembalinya fungsi dasar organisasi sebagai destabilizer, (3) deskripsi jabatan
menjadi tidak diperlukan, (4) berkembangnya jejaring organisasi untuk memenuhi
kebutuhan customers yang semakin kompleks.
 
Organisasi semakin datar. Oleh karena pemanfaatan shared database
memungkinkan organisasi melakukan information sharing di antara anggota
organisasi, smart technology memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
akses ke pusat informasi organisasi perusahaan. Faktor ketersediaan informasi di
dalam pengambilan keputusan menjadi terwujud untuk memungkinkan karyawan
melakukan pengambilan keputusan. Diperlukan kemudian pendidikan dan
pelatihan agar karyawan memiliki knowledge dan keterampilan memadai untuk
pengambilan keputusan. Dengan penguasaan pengetahuan, keterampilan,
kewenangan untuk mengakses informasi ke database, sistem penghargaan
berbasis kinerja, dan dukungan dari manajer, karyawan akan berdaya dalam
pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Di dalam organisasi tradisional, karyawan hanya berperan dalam
pengumpulan data sebagai bahan untuk proses pengambilan keputusan. Data yang
dikumpulkan oleh karyawan, kemudian diserahkan kepada manajer di atasnya
untuk dianalisis. Manajer ini kemudian memberikan pertimbangan atas dasar
analisisnya tersebut bagi manajer di atasnya. Berdasarkan analisis dan
pertimbangan dari manajer di bawahnya, manajer yang terakhir ini kemudian
memberikan rekomendasi kepada manajer puncak untuk pengambilan keputusan.
Manajer puncak kemudian melakukan pengambilan keputusan berdasarkan data
yang dikumpulkan oleh karyawan, dianalisis oleh manajer tingkat pertama, dan
rekomendasi manajer tingkat kedua. Pengambilan keputusan berada di tangan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 141

manajer puncak karena hanya dia yang menguasai informasi yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan.
Dengan dimanfaatkannya shared database, karyawan dapat melakukan akses
ke pusat informasi. Dengan demikian, jika karyawan memiliki pengetahuan
memadai untuk pengambilan keputusan, ia dapat melakukan analisis dan
rekomendasi tanpa bantuan dari manajer tingkat menengah. Oleh karena itu,
pemanfaatan shared database berakibat peran manajer tingkat menengah tidak
diperlukan. Terjadi lah trend organisasi menjadi semakin datar (flat), dengan
hilangnya jenjang manajer menengah. Karakteristik organisasi seperti itu
dilandasi oleh mindset pemberdayaan karyawan di dalam modal manusia.
 
Organisasi sebagai destabilizer. Pekerjaan knowledge workers adalah berupa
penerapan secara kreatif knowledge ke dalam pembuatan produk dan jasa dengan
memanfaatkan smart technology. Dengan demikian perubahan akan menjadi
bagian yang biasa terjadi di dalam organisasi perusahaan. Fungsi organisasi
dikembalikan kepada sifat dasarnya, yaitu sebagai destabilizer. Sebagai
destabilizer, organisasi harus secara sistematik melakukan pendobrakan terhadap
segala proses dan sistem yang mapan, untuk digantikan dengan sistem dan proses
yang mampu menghasilkan produk dan jasa yang lebih berkualitas, lebih dapat
diandalkan, lebih cepat, dan lebih cost effective. Mindset pemberdayaan karyawan
menjadikan karyawan mampu menciptakan dan melaksanakan perubahan, kapan
saja lingkungan bisnis memerlukan perubahan.
 
De-jobbed organization. Jika pekerjaan knowledge workers bersifat kreatif,
perubahan akan senantiasa terjadi di dalam organisasi masa depan. Oleh karena
itu, sulit atau hampir dapat dikatakan tidak mungkin membuat job description
untuk pekerja semacam itu. Jika misalnya mungkin dilaksanakan, penyusunan job
description bagi knowledge workers akan menghasilkan deskripsi pekerjaan yang
segera out-dated. Jika organisasi menghadapi kesulitan di dalam membuat job
description bagi knowledge workers, organisasi masa depan akan cenderung
menjadi de-jobbed organization—suatu organisasi yang karyawannya tidak
memiliki job description. Berdasarkan shared vision, karyawan memanfaatkan
smart technology untuk menerapkan knowledge di dalam desain dan produksi
produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customers. De-jobbed
organization dilandasi oleh mindset pemberdayaan karyawan dalam pengelolaan
sumber daya manusia, sehingga memungkinkan karyawan mencurahkan
kreativitas mereka dalam memanfaatkan knowledge mereka dalam menghasilkan
produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customers.
 
Virtuality. Organisasi bisnis masa depan akan memfokuskan aktivitasnya ke core
competency-nya saja. Sebagai akibatnya, aktivitas yang bukan menjadi
kompetensi unggulannya diserahkan (outsourced) kepada mitra bisnisnya.
Perusahaan-perusahaan membangun hubungan kemitraan yang mengikat pemasok
dan customers menjadi suatu jejaring yang erat.
Virtualityv berarti mengelola orang yang tidak dapat dilihat dan tidak dapat
dikendalikan secara rinci. Karena perusahaan berusaha menghasilkan customer
value terbaik sesuai dengan core competency yang dimilikinya, maka untuk
menghasilkan suatu produk dan jasa, perusahaan perlu beroperasi dalam suatu
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 142

jejaring (network) dengan perusahaan lain. Mengelola perusahaan yang beroperasi


dalam sebuah jejaring sama saja dengan mengelola virtual organization, yang
secara fisik tidak dapat dilihat dan dikendalikan secara rinci, namun melalui
ikatan kontrak antarperusahaan dalam network, organisasi perusahaan dapat
menyerahkan produk dan jasa berkualitas bagi customers.
Organisasi masa depan akan memfokuskan kepada misi dan core
competency-nya. Aktivitas yang bukan merupakan core competency-nya akan di-
serahkan kepada organisasi lain melalui: (1) strategic outsourcing dan (2)
strategic alliance. Organisasi masa depan lebih merupakan “a box of contracts.”
Organisasi bisnis merupakan organisasi jejaring (network organization). Kekuatan
organisasi bisnis terletak pada kemampuannya menjadi matarantai yang
fungsional dalam jejaring (network). Virtual organization hanya dapat dijalankan
oleh karyawan yang berdaya (karena memiliki knowledge memadai dan memiliki
wewenang untuk akses ke pusat informasi perusahaan) yang dikelola dengan
mindset pemberdayaan karyawan dalam pengelolaan sumber daya manusia.
 
Pengelolaan Knowledge Workers
Oleh karena knowledge workers memiliki karakteristik pekerjaan yang sangat
berbeda dengan pekerjaan pekerja yang mengoperasikan teknologi hard
automation, maka diperlukan cara pengelolaan yang berbeda pula. Konsep
subsidiarity perlu dipakai sebagai dasar di dalam mengelola knowledge workers,
untuk memungkinkan para pekerja tersebut menggunakan kreativitasnya di dalam
menerapkan knowledge mereka melalui smart technology untuk menghasilkan
value bagi customers. Di samping itu, perlu didefinisikan kembali konsep
wewenang di dalam organisasi masa depan, agar knowledge workers menyadari
bahwa hanya melalui pemberdayaan, mereka menguasai wewenang dalam arti
sebenarnya. Sebagai tambahan, organisasi masa depan memerlukan banyak
leaders untuk memungkinkan organisasi beradaptasi dengan perubahan dan untuk
mampu menciptakan perubahan, sehingga konsep “leadership from everybody”
hanya akan terwujud melalui pendekatan pemberdayaan karyawan.
 
Subsidiarity dan peran manajer. Dalam Bab 2 telah diuraikan bahwa prinsip
subsidiarity mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak
boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan
yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab
orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang
tersebut tidak terampil. Negara tidak boleh merebut peran keluarga, karena
dengan demikian negara meniadakan tempat keluarga dalam masyarakat. Manajer
tidak boleh merebut tanggung jawab yang menjadi beban karyawan, karena
akhirnya karyawan menjadi tidak kreatif, tidak memiliki keterampilan.
Kenyataannya, di masa lalu organisasi lebih banyak dirancang untuk
memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam jargon lama organisasi,
pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh manajer merupakan hal yang
normal terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu organisasi
dibentuk untuk menghindari kesalahan.
Organisasi yang didesain untuk menghindari kesalahan menghambat
bawahan untuk berkreasi, karena tidak ada kesalahan berarti juga tidak ada
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 143

eksperimen. Tidak ada eksperimen berarti tidak pernah terjadi improvement,


sehingga organisasi tidak pernah beranjak dari status quo.
Pemanfaatan teknologi informasi menuntut setiap perusahaan untuk
melaksanakan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang
digunakan dalam menghasilkan customer value. Dengan demikian, organisasi
perusahaan yang didesain untuk tujuan kontrol menjadi tidak cocok lagi dengan
lingkungan bisnis global yang menuntut perusahaan senantiasa melakukan
improvement berkelanjutan.
Dalam subsidiarity, kontrol dilakukan setelah peristiwa terjadi. Manajer
meletakkan kepercayaan kepada individu atau kelompok selamanya, kecuali jika
mereka terbukti tidak dapat dipercaya. Dalam berhubungan dengan pemasok
misalnya, perusahaan perlu membangun kepercayaan (trust) timbal balik jangka
panjang. Perusahaan harus meletakkan kepercayaan penuh kepada pemasok yang
telah diseleksi, dan membangun hubungan kemitraan jangka panjang dalam bisnis
berdasarkan prinsip win/win relationship.
Tugas manajer dalam kondisi subsidiarity adalah memastikan bahwa individu
atau kelompok:
1. Memiliki kompetensi dan karakter dalam melaksanakan tanggung jawab yang
dibebankan kepada mereka.
2. Memahami visi yang akan dituju organisasi.
3. Memiliki komitmen terhadap visi organisasi.
 
Berdasarkan konsep subsidiarity, manajer bertanggung jawab untuk
melakukan pemberdayaan (empowerment) dan pelibatan (involvement) seluruh
knowledge workers dalam melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem
dan proses untuk mewujudkan visi organisasi. Pemberdayaan karyawan dapat
terwujud melalui pemberian ke tangan karyawan empat komponen berikut ini:
kompetensi, informasi, wewenang, dan penghargaan. Untuk menjadikan
karyawan berdaya, langkah pertama yang perlu ditempuh adalah meningkatkan
kompetensi karyawan sehingga mereka mampu melakukan pengambilan
keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Langkah
berikutnya adalah menyediakan teknologi informasi yang menjadikan karyawan
dapat melakukan akses ke pusat informasi, sehingga mereka dapat melakukan
pengambilan keputusan berbasis informasi yang andal. Untuk memungkinkan
karyawan melakukan pengambilan keputusan, mereka harus diberi wewenang
untuk itu. Jika karyawan diberi tanggung jawab atas jalannya perusahaan, mereka
harus mendapatkan penghargaan sesuai dengan tanggung jawab yang mereka
pikul.
Peran manajer bergeser menjadi “seorang yang bertanggung jawab atas
penerapan dan kinerja pengetahuan. Manajemen bertanggung jawab untuk
memimpin knowledge workers, yang dengan kreativitasnya menerapkan
knowledge di dalam pembuatan produk dan penyediaan jasa. Di samping itu,
manajemen juga bertanggung jawab untuk menerapkan knowledge ke dalam
pengelolaan (management), sehingga kinerja manajemen juga diukur dari
seberapa kompeten mereka menerapkan knowledge ke dalam pengelolaan. Kinerja
pengetahuan berkaitan penyediaan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dan
pemberian akses bagi karyawan ke pusat informasi, pemberian support (sikap
terhadap kesalahan yang terjadi).
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 144

 
Wewenang. Dalam organisasi bisnis, kekuasaan berasal dari kedudukan
seseorang. Dalam organisasi politik, kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada
pemimpin yang dipercaya akan menerapkan kekuasaan tersebut dengan baik bagi
rakyat pemilih. Dalam organisasi masa depan, jabatan dan peran yang disandang
oleh seseorang tidak banyak artinya sampai dengan orang tersebut mampu
membuktikan keandalan profesionalnyavi. Semua wewenang harus dapat
diperoleh (melalui pembuktian keandalan profesional) sebelum wewenang
tersebut dapat dilaksanakan secara efektif. Organisasi harus mampu
mengembangkan leadership potential setiap personel, baik yang memegang posisi
manajerial maupun yang berperan sebagai karyawan.
Leader perlu diberi waktu dan kesempatan untuk membuktikan bahwa
dirinya memiliki keandalan profesional. Leader tumbuh dari pembuktian
keandalan profesionalnya; leader bukan hasil penunjukan, bukan dibuat.
Organisasi melaksanakan banyak projek dan task force yang dapat memberi
kesempatan bagi seseorang untuk membuktikan keandalan profesionalnya sebagai
leader.
Karier personel tidak lagi berupa tangga peran menuju ke jenjang yang lebih
tinggi, namun berupa reputasi yang berkembang dari keberhasilan seseorang
dalam menjadikan berbagai hal terlaksana dengan baik. Pengaruh—bukan
wewenang—yang mendorong maju organisasi masa depan.

Leadership from everybody. Di dalam manajemen tradisional, leader berada di


dalam posisi puncak organisasi, sehingga organisasi di masa lalu disebut
organisasi dengan responsibility at the top. Di dalam organisasi masa depan,
setiap karyawan adalah leader. Dengan mindset pemberdayaan karyawan, potensi
leadership yang terdapat di dalam diri setiap karyawan dipicu dan dikembangkan,
sehingga setiap karyawan memiliki tanggung jawab untuk melakukan alignment
visi pribadinya dengan visi organisasi. Dengan potensi leadership-nya, karyawan
menggunakan kompetensi dan keterampilan dalam menerapkan knowledge-nya ke
pembuatan produk dan penyediaan jasa untuk menghasilkan value bagi customers
organisasi. Dengan smart technology karyawan mencurahkan kreativitasnya di
dalam merumuskan dan mewujudkan visinya sejalan dengan visi organisasi,
sehingga ia menjadi agen perubahan dalam mewujudkan paradigma improvement
berkelanjutan. Organisasi masa depan berubah menjadi responsibility-based
organization—suatu organisasi yang setiap anggotanya bertanggung jawab dalam
menjadikan organisasinya sebagai wealth-creating institution.
 
Perwujudan  Mindset  Pemberdayaan  Karyawan  Ke  Dalam    
Proses  SPPM  
Mindset pemberdayaan karyawan diwujudkan dalam proses SPPM berupa
pergeseran pengelolaan dari financial assets leverage ke human assets leverage.
 
Pergeseran pengelolaan dari financial assets leverage ke human
assets leverage
Keunggulan organisasi tidak dapat diperoleh melalui financial asset leverage,
karena financial assets bukan merupakan faktor yang dapat menjadikan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 145

perusahaan berbeda (distinct) dari pesaing. Kemampuan sumber daya manusia


dalam menerapkan pengetahuan lah yang mampu menjadikan perusahaan berbeda
(distinct) dari persaingan.
Karyawan bertanggung jawab atas kinerja pengetahuan, oleh karena itu,
kualitas karyawan merupakan penentu produktivitas pengetahuan untuk
memproduksi produk dan jasa bagi kepuasan kebutuhan customers.
Kandungan pengetahuan yang terdapat dalam produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan ditentukan oleh seberapa tinggi pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawan dan seberapa produktif pengetahuan yang dimiliki oleh
karyawan perusahaan dimanfaatkan untuk menghasilkan value bagi customer.
Tingginya pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan ditentukan oleh efektivitas
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Produktivitas
pengetahuan yang dimanfaatkan oleh karyawan dalam menghasilkan produk dan
jasa bagi kepentingan pemuasan kebutuhan customer ditentukan oleh quality work
life yang diciptakan oleh perusahaan. Semakin tinggi kualitas sumber daya
manusia dan semakin tinggi quality work life yang diciptakan oleh perusahaan,
semakin produktif kinerja pengetahuan dalam menghasilkan produk yang sarat
dengan kandungan pengetahuan, sehingga perusahaan dapat mempertahankan dan
meningkatkan daya saingnya dalam jangka panjang.
Kemampuan manajemen dalam menerapkan pengetahuan terhadap
pengelolaan perusahaan menentukan daya saing perusahaan dalam jangka
panjang, oleh karena itu, perusahaan harus dipimpin oleh para manajer yang
memiliki managerial skill memadai.
Manajemen bertanggung jawab atas penerapan pengetahuan dalam
pengelolaan. Pengelolaan organisasi memerlukan pengetahuan memadai untuk
dapat menjadikan organisasi sebagai institusi pencipta kekayaan. Semakin
kompetitif dan semakin kompleks lingkungan bisnis yang dihadapi oleh
perusahaan, semakin tinggi pengetahuan yang diperlukan untuk mengelola
perusahaan. Perusahaan hanya akan mampu menempati posisi kompetitif jika para
pengelolanya menerapkan pengetahuan memadai di dalam mengelola bisnis. Oleh
karena pengetahuan manajemen sekarang ini sedang dalam era perubahan
radikal—atau lebih dikenal dengan era revolusi manajemen—para manajer
dituntut senantiasa melakukan up dating pengetahuan manajemen mereka agar
mereka mampu senantiasa menerapkan pengetahuan manajemen mutakhir, untuk
mempertahankan dan meningkatkan posisi kompetitif perusahaan mereka.
Produk dan jasa yang sarat dengan kandungan pengetahuan akan mampu
menghasilkan value-added yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk
dan jasa yang miskin kandungan pengetahuan. Oleh karena itu, di arena
persaingan global, produk dan jasa dengan kandungan pengetahuan tinggi akan
mendepak keluar produk dan jasa dengan kandungan pengetahuan rendah.
Sumber daya manusia perusahaan memiliki potensi yang menunggu untuk
dikembangkan dan difokuskan, sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh sumber
daya manusia dapat secara produktif dimanfaatkan untuk menghasilkan value
terbaik bagi customers. Pada dasarnya apa yang terbaik dilaksanakan oleh
perusahaan dalam bisnis adalah melakukan pengembangan dan pemusatan potensi
sumber daya manusia ke dalam bisnis inti (core business) perusahaan.
Dengan demikian titik berat penekanan proses SPPM perlu diarahkan ke
human asset leverage untuk menjadikan perusahaan mampu sebagai institusi
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 146

pencipta kekayaan di lingkungan bisnis global ini. Hal ini dapat dimulai dari sejak
perumusan strategic objectives pada waktu proses perencanaan strategik dimulai.
Strategic objectives perlu dirumuskan secara komprehensif dengan mencakup
empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Perspektif terakhir ini berhubungan dengan sumber daya
manusia, yang perlu dikembangkan dan kemudian difokuskan seluruh potensi
mereka ke kegiatan untuk menghasilkan value terbaik bagi customers. Human
assets leverage menekankan pentingnya perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan ini dalam perumusan strategic objectives. Uraian lebih mendalam
tentang perumusan strategic objectives dalam perencanaan strategik disajikan
dalam Bab 22 Sistem Perencanaan Strategik dengan Rerangka Balanced
Scorecard.
 
RANGKUMAN
Pergeseran teknologi yang digunakan oleh masyarakat ke smart technology
menuntut tipe pekerja yang sangat berbeda dengan tipe pekerja yang diperlukan
pada waktu masyarakat menggunakan teknologi hard automation. Knowledge
workers yang secara produktif mampu memanfaatkan smart technology
memerlukan cara pengelolaan yang sangat berbeda dengan pengelolaan terhadap
tipe pekerja yang menjalankan teknologi hard automation.
Pemberdayaan karyawan merupakan pendekatan pengelolaan terhadap
sumber daya manusia yang pas dengan karakteristik pekerjaan dan pekerja di
dalam jaman teknologi informasi. Tujuan utama pemberdayaan karyawan adalah
untuk penyediaan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value bagi
customers, dengan memanfaatkan smart technology secara optimum.
Pemberdayaan karyawan akan berhasil jika dilaksanakan melalui
pembentukan mindset yang semestinya, baik di dalam diri manajer maupun di
dalam diri karyawan. Di dalam diri manajer perlu ditanamkan keyakinan dasar
bahwa: (1) karyawan adalah manusia, (2) orang pada dasarnya baik, (3) birokrasi
membunuh inisiatif, (4) tugas manajer adalah menyediakan pelatihan, teknologi,
dan dukungan bagi karyawan. Di samping itu, manajer perlu menjunjung tinggi
nilai-nilai: kejujuran dan kerendahan hati. Di lain pihak, dalam diri karyawan
perlu ditanamkan keyakinan dasar bahwa: (1) pemberdayaan karyawan hanya
terwujud berdasarkan kepercayaan yang tumbuh dalam diri manajer terhadap
karyawan, dan (2) kepercayaan manajer terhadap karyawan tumbuh karena
kompetensi dan karakter yang dibangun dalam diri karyawan. Di samping itu,
dalam diri karyawan perlu ditanamkan nilai-nilai: kejujuran, keberanian,
integritas, mental berlimpah, dan kesabaran dalam mewujudkan visi.
Mindset pemberdayaan karyawan diwujudkan dalam struktur SPPM berikut
ini: (1) organisasi semakin datar, (2) peran organisasi sebagai destabilizer, (3)
virtual organization, (4) de-jobbed organization, (4) organisasi dengan banyak
leaders. Mindset pemberdayaan karyawan juga diwujudkan dalam proses SPPM
berupa pergeseran pengelolaan dari financial assets leverage ke human assets
leverage.
 
PERTANYAAN
1. Ada dua faktor penyebab dibutuhkannya pemberdayaan karyawan. Sebut dan
jelaskan masing-masing faktor tersebut.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 147

2. Pemberdayaan karyawan adalah pas dengan tuntutan pekerjaan dan pekerja di


jaman teknologi informasi ini. Setujukah Saudara dengan pernyataan
tersebut. Jelaskan jawaban Saudara.
3. Jelaskan makna pemberdayaan karyawan. Jelaskan pula makna
pemberdayaan karyawan dari sudut pandang manajer dan dari sudut pandang
karyawan.
4. Keyakinan dasar apa saja yang perlu ditanamkan dalam diri manajer untuk
mewujudkan pemberdayaan karyawan.
5. Keyakinan dasar apa saja yang perlu ditanamkan dalam diri karyawan untuk
mewujudkan pemberdayaan karyawan.
6. Nilai dasar apa saja yang perlu ditanamkan dalam diri manajer untuk
mewujudkan pemberdayaan karyawan.
7. Nilai dasar apa saja yang perlu ditanamkan dalam diri karyawan untuk
mewujudkan pemberdayaan karyawan.
8. “Karyawan adalah manusia” begitu lah keyakinan dasar yang perlu
ditanamkan dalam diri manajer untuk mewujudkan pemberdayaan karyawan.
Jelaskan mengapa demikian.
9. Pemberdayaan karyawan tidak dapat diwujudkan dalam organisasi banyak
memiliki jenjang manajemen (organisasi hirarkhis). Jelaskan mengapa
demikian.
10. Jelaskan mengapa human assets menjadi lebih penting dibandingkan dengan
financial assets dalam jaman teknologi informasi ini.
11. Jelaskan apa tugas manajer dalam mewujudkan pemberdayaan karyawan
dalam organisasinya.
12. Jika manajer suatu organisasi tidak menjunjung nilai-nilai kejujuran dan
kerendahan hati, tidak mungkin pemberdayaan karyawan dapat terwujud di
dalam organisasi tersebut. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut.
Jelaskan jawaban Saudara.
13. Di samping kejujuran, nilai dasar apa saja yang perlu ditanamkan dalam diri
karyawan untuk mewujudkan pemberdayaan karyawan?
14. Jika seluruh karyawan dalam suatu organisasi tidak memiliki keyakinan dasar
“kompetensi dan karakter” pemberdayaan karyawan tidak mungkin terwujud
dalam organisasi tersebut. Jelaskan mengapa demikian.
15. Sebut dan jelaskan secara singkat perwujudan mindset pemberdayaan
karyawan ke dalam struktur SPPM.
16. Perwujudan mindset pemberdayaan karyawan ke dalam proses SPPM
mengakibatkan penggeseran penekanan manajemen dari financial asset
leverage ke human asset leverage. Jelaskan pernyataan tersebut.

END NOTES
i
Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New York: HarperBusiness , 1993), p. 73.
ii
Neil H Snyder, James D. Dowd, Jr., Dianne Morse Houghton. Vision, Values, and Courage: Leadership for
Quality Management (New York: The Free Press, 1994.), pp. 188 - 195.
iii
Snyder, Dowd, Houghton, pp. 195-199.
iv
Peter F. Drucker, The Executive in Action: Managing for Results, Innovation and Entrepreneurship, The
Effective Executive (New York: HarperBusiness, 1996), p. 123.
v
Charles Handy. The New Language of Organizing and Its Implications for Leaders. Dalam Frances
Hesselbein, Marshal Goldsmith, Richard Beckhard (Eds.), The Leader of The Future; New Vision, Strategies
and Practices for the Next Era (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1996), pp. 4-5.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 148

vi
Keandalan profesional seseorang ditentukan oleh 6K: kompetensi, karakter, keterbukaan, kerja keras,
kegairahan untuk mewujudkan pengetahuan terkini, dan kemitraan. Karakter dirinci lebih lanjut menjadi:
kejujuran, keberanian, integritas, mental berlimpah, dan kesabaran.

You might also like