Professional Documents
Culture Documents
Proposal Skripsi - Maulidah Kahfi - 1701010069
Proposal Skripsi - Maulidah Kahfi - 1701010069
SKRIPSI
Oleh.
NIM : 1701010069
UNIVERSITAS WISNUWARDHA
MALANG
2021
Daftar Isi
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................7
2.5 Hipotesis.........................................................................................................................15
3.3.1 Populasi...........................................................................................................................16
3.5.1 Validitas...................................................................................................................18
3.5.2 Reliabilitas...............................................................................................................18
Anak di masa pra sekolah (usia 0-6 tahun) belum mengetahui apa yang baik
dan tidak untuk dirinnya, maka peran orangtua pada masa tersebut sangat
berpengaruh. Pada masa ini anak mulai aktif meniru orang-orang disekitarnya,
sehingga pembentukan karakter anak mulai berlangsung pada fase ini. Jean Piaget
(1936) dengan teori Perkembangan kognitifnya mengatakan jika perkembangan
kognitif seorang anak bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, namun juga
harus mengembangkan atau membangun mental. Pada fase perkembangan fisik dan
mental ini maka pola asuh orangtua sangat berpngaruh akan baik tidaknya
perkembangan anak tersebut.
Sering kita temui dalam berita baik dari surat kabar atau televisi kejadian
pembuangan bayi terutama di berita nasional, hal ini membuktikan jika tidak semua
orangtua memiliki kesiapan memiliki anak, baik kesiapan secara material dan
kesiapan secara mental. banyak juga kita dengar kejadian orangtua melakukan
kekerasan terhadap anak, dari kejadian-kejadian tersebut. Menurut National Institute
of Mental Health (NIMH), diperkirakan 11,2 juta orang dewasa di AS, atau sekitar 4,5
persen orang dewasa, memiliki kondisi psikologis yang parah pada 2017. Menurut
data survei Global Health Data Exchange 2017, ada 27,3 juta orang di Indonesia
mengalami masalah kesehataan kejiwaan. Artinya, satu dari sepuluh orang di negara
ini mengidap gangguan kesehatan jiwa. Sementara, National Alliance on Mental
Illness memperkirakan, 1 dari 5 orang dewasa mengalami masalah kesehatan mental
setiap tahunnya. Data terbaru yang dirilis oleh WHO saat pandemi corona,
menunjukkan, ada penambahan kasus gangguan kesehatan mental secara signifikan di
sejumlah negara. Menurut data dari situs resmi WHO, mereka melakukan survei di
130 negara. Hasilnya, ada dampak buruk Covid-19 pada akses layanan kesehatan
mental. Survei ini dilakukan pada Juni hingga Agustus 2020. Tujuan dilakukannya
survei ini adalah untuk mengevaluasi bagaimana penyediaan layanan mental,
neurologis, dan penggunaan zat telah berubah akibat Covid-19, jenis layanan yang
telah terganggu, dan bagaimana negara-negara beradaptasi untuk mengatasi tantangan
ini. Berikut hasil survei yang dilakukan WHO terhadap 130 negara yang melaporkan
gangguan kesehatan mental yang meluas: Lebih dari 60 persen melaporkan gangguan
layanan kesehatan mental bagi orang-orang yang rentan, termasuk anak-anak dan
remaja (72 persen); orang dewasa yang lebih tua (70 persen), dan wanita yang
membutuhkan layanan antenatal atau postnatal (61 persen). Sebanyak 67 persen
melihat gangguan pada konseling dan psikoterapi; 65 persen untuk layanan
pengurangan bahaya kritis; dan 45 persen untuk pengobatan pemeliharaan agonis
opioid untuk ketergantungan opioid.
Terdapat enam (6) dimensi psychological well being yang merupakan intisari dari
teori positive functioning psychology yang di rumuskan oleh Riff (1989):
A. Dimensi penerimaan diri (self acceptence) Dimensi ini merupakan ciri utama
kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri,
berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan
kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan
seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang
dijalaninya. Hal tersebut menurut Ryff (1989) menandakan psychological well
being yang tinggi. Individu yang mimiliki tingkat penerimaan diri yang baik
ditandai dengan bersikap positif terhadap dirinya sendiri, mengakui dan menerima
berbagai aspek yang ada dalam dirinya baik positif maupun negatif, dan memiliki
pandangan positif terhadap masa lalunya. Demikian pula sebaliknya, seseorang
bisa dikatakan rendah dalam dimensi penerimaan dirinya apabila ia memunculkan
perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan apa yang terjadi
pada masa lalu, dan memiliki pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
B. Hubungan positif dengan orang lain Dimensi ini berulangkali ditekankan sebagai
dimensi yang penting dalam konsep psychological well being. Kemampuan
mencintai seseorang di anggap kemampuan utama dari kondisi mental yang sehat.
Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat
dengan orang lain. Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi hubungan positif
dengan orang lain ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan
dan saling percaya dengan orang lain. Begitu sebaliknya jika seseorang tidak
memiliki hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan ketidak percayaan
kepada lingkungan, ia akan menjadi pribadi yang tertutup dan tidak peduli dengan
orang lain, merasa terisolasi dari lingkungannya dan tidak ingin berkompromi
dengan lingkungan untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain.
C. Dimensi otonomi (autonomy) Dimensi otonomi menjelaskan mengenai
kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk
mengatur tingkah laku. Ciri individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai
dengan adanya penolakan terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah
laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan
standar personal. Begitu juga dengan individu yang kurang baik dalam dimensi
otonomi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat
keputusan berdasarkan penilaian orang lain, cenderung bersikap konformis dan
bertingkah sesuai dengan penilian serta harapan orang lain.
D. Kemampuan penguasaan lingkungan (environmental mastery) Salah satu
karakteristik kondisi sehat secara mental adalah bagaimana menciptakan
lingkungan yang kondusif secara psikis. Dimensi ini menjelaskan mengenai
kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Alport (1961)
mengatakan bahwa manusia yang matang akan mampu berpartisipasi dalam
aktivitas diluar dirinya (dalam Riff, 1989). Individu dengan PWB yang baik
memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi fisik dirinya. Individu tersebut mempunyai kemampuan dalam
menghadapi kejadian- kejadian diluar dirinya, mampu untuk memanipulasi
keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya,
serta mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik
maupun mentalnya. Begitupula individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan
menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan
kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
E. Dimensi tujuan hidup Kondisi mental yang sehat memungkinkah individu untuk
menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu dalam hidupnya dan mampu
menjalani segala konsekuensi kehidupannya. Dimensi ini menjelaskan mengenai
kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Seseorang yang
memiliki dimensi tujuan hidup baik akan mempunyai rasa keterarahan dalam
hidupnya, ia akan memiliki perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalunya
mempunyai keberartian, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup.
Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan
bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya
manfaat dalam masa lalu kehidupannya, hilangnya keterarahan hidupnya dan tidak
mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti.
F. Dimensi pertumbuhan pribadi (personality growth) Kebutuhan aktualisasi diri
untuk mengembangkan potensi diri individu adalah tujuan utama dari pada
dimensi ini. Pengoptimalan fungsi psikologis tidak hanya sebatas pencapaian
karakteristik saja namun pada sejauh mana seseorang terus dapat
mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan
meningkatkan kualitas positif dirinya. Dimensi ini dibutuhkan oleh setiap individu
agar dapat mengoptimalkan dirinya untuk berfungsi secara psikologis. Salah satu
hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang baik
dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang bahwa
perkembangan hidupnya berkesinambungan, melihat diri sendiri sebagai sesuatu
yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya untuk
dikembangkan, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari
waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini akan
menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku
baru, mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang tidak dapat
mengembangkan potensinya, dan tidak tertarik dan bosan dengan kehidupan yang
dijalani.
Menurut Mental Health Foundation di Amerika (2004), anak yang sehat secara
mental mempunyai kemampuan untuk:
1. Berkembang secara psikologis, emosional, kreatif, intelektual dan spiritual
2. Mengambil inisiatif, mengembangkan dan mempertahankan kelangsungan relasi
personal yang memuaskan
3. Memanfaatkan kesendirian (solitude) dan menikmatinya
4. Menjadi sadar akan orang lain dan berempati dengan mereka
5. Bermain dan belajar
6. Mengembangkan rasa benar dan salah
7. Menghadapi problem dan kemalangan serta belajar dari peristiwa-peristiwa ini,
dalam cara-cara yang selaras dengan tingkat usia mereka.
Beberapa kekhawatiran adalah hal normal bagi setiap anak, seringkali kekhawatiran
terjadi karena anak berubah dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan
selanjutnya. Namun, ketika kekhawatiran sudah menyulitkan anak untuk menjalankan
kehidupan sehari-harinya. Maka patut dipertimbangkan.
Gangguan mood contohnya adalah depresi dan gangguan bipolar. Gangguan mood
yang dimiliki anak ini dapat menyebabka anak tersebut merasakan perasaan sedih
yang terus-menerus atau perubahan suasana hati yang ekstrem dan parah.
Skizofrenia, penyakit mental kronis ini menyebabkan anak kehilangan kontak dengan
kenyataan (psikosis) maksudnya anak menjadi sering berhalusinasi. Skizofrenia
paling sering muncul pada remaja akhir hingga 20-an.
berikut:
2.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah adanya Pengaruh antara Pola Asuh dengan
Kesehatan Mental pada murid TK BAIPAS di kota Malang yang artinya jika pola asuh
orangtua baik, maka anak tersebut memiliki kesehatan mental yang baik, dan sebaliknya
jika pola asuh orangtua kurang baik, maka Kesehatan Mental anak pun kurang baik.
BAB III
METODE PENELITAN
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek dengan
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi penelitian ini adalah orangtua murid TK
BAIPAS Kota Malang yang berjumlah 340 orang, terdiri dari 2 orangtua siswa dari
80 murid kelompok A dan 90 murid kelompok B.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi yang bersifat representatif (mewakili)
populasi dalam sebuah penelitian (Gunawan Muhamad Ali, 2015). Bila populasi
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel dalam penelitian ini
diambil berdasarkan penentuan tabel Izaac taraf kesalahan 5% yang berjumlah 170
orang.
3.3.3 Teknik Sampling
Teknik Sampling adalah suatu proses menyeleksi yang digunakan dalam
menentukan sample yang digunakan dalam sebuah penelitian. Kemudian dari
populasi yang ada, sehingga jumlah sample akan mewakili keseluruhan populasi
yang ada (Hidayat, 2015). Teknik yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah
random simple sampling. Random simple sampling adalah teknik untuk
mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dengan
demikian setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh
peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi. Cara
demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi butir-
butir pertanyaan. Penyusunan kuesioner tersebut didasarkan pada konstruksi teoritik
yang telah disusun sebelumnya. Kemudian atas dasar teoritik tersebut dikembangkan
dalam indikator-indikator dan selanjutnya dikembangkan dalam butir-butir pertanyaan.
Kuesioner dilengkapi dengan skala likert , dimana responden menyatakan tingkat setuju
atau tidak setuju mengenai berbagai pernyataan, dan fungsinya adalah untuk mengukur
suatu sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu
fenomena social. Instrumen ini disusun dengan menggunakan Skala likert. Dalam skala
likert terdapat dua macam pernyataan sikap yaitu pernyataan Favorable(mendukung
atau memihak padaobyek sikap) dan unfavorable (tidak mendukung obyek sikap)
(Azwar, 2015). Penilaian atas responden menggunakan skala likert dan menghasilkan
pengukuran variabel dalam skala interval yaitu.
√ {N ∑ x −(∑ x ¿ ) }{N ∑ y −( ∑ y ) }¿
2 2 2 2
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi.
N = Jumlah sampel yang digunakan.
∑x = Jumlah skor item.
∑y = Jumlah skor total.
∑xy = Jumlah perkalian skor item dan skor total.
x2 = Jumlah kuadrat skor item.
y2 = Jumlah kuadrat skor total.
3.5.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk mendapatkan apakah instrument yang dalam hal
ini kuisioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang
sama akan menghasilkan data yang konsisten (Ietje, 2016). Reliabilitas
menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala pengukuran). Uji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode Cronbach Alpha untuk
menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak. dimana secara umum
dianggap reliabel apabila nilai Alfa Cronbach-nya > 0,6, Pada penelitian ini, uji
reliabilitas diuji menggunakan program SPSS versi 16. Dengan rumus:
Keterangan:
r = Reliabilitas Instrumen
k = Jumlah pertanyaan
= Varian butir pertanyaan
= Varian skor tes
Apabila variabel yang diteliti mempunyai cronbach’s alpha (α) > 60%
(0,60) maka variabel tersebut dikatakan reliabel, sebaliknya cronbach’s alpha (α) <
60% (0,60) maka variabel tersebut dikatakan tidak reliabel.
N ∑ xy - (∑x) (∑y)
rxy = -----------------------------------------------
√ {N ∑ x −(∑ x ¿ ) }{N ∑ y −( ∑ y ) }¿
2 2 2 2
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi.
N = Jumlah sampel yang digunakan.
∑x = Jumlah skor item.
∑y = Jumlah skor total.
∑xy = Jumlah perkalian skor item dan skor total.
x2 = Jumlah kuadrat skor item.
y2 = Jumlah kuadrat skor total.
DAFTAR PUSTAKA
Sochib, Moch. 2000. Pola Asuh Orang Tua. Dalam Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri. Rineka Cipta: Jakarta.
Gunarsa, Singgih. 2002, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Gunung Mulia.
Hurlock, EB. 1978. Perkembangan Anak (terjemahan). Erlangga: Jakarta
Fadillah, Ika dkk. 2010 . Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua dengan Emotional Quotient
pada Anak Usia Prasekolah di TK Islam AlFatihah Sumampir Purwokwrto Utara.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.1,
Maret 2010.