Professional Documents
Culture Documents
JIK UPN Vol 17 No 3 (2019)
JIK UPN Vol 17 No 3 (2019)
JIK UPN Vol 17 No 3 (2019)
Abstract
One of contents the Privileges Law of Number 13/2012 concerning the Privileges Special Region Yogyakarta
one of which a description the features education. This is a major challenge for the world of education in
order to make Yogyakarta a leading culture-based education in Southeast Asia according to the philosophy
Hamemayu Hayunig Bawana. Related to this, the Regional Government Yogyakarta launched Jogja Belajar
Budaya program as an effort to carry out the vision education and preservation Jogja Culture. This research
intend to the communication audit of the Jogja Belajar Budaya Program. The research method in this research
is evaluative method with qualitative approach. The results is it shows that the communication audit of
Jogja Belajar Budaya Program in general, on input stage have a good preparations, however there is a miss
communication between practitioner and documentation; output stage, implementation of the program was
running good showed by the expectations of this program was reached, however there are some problem be
discovered. and the outcome stages the expectations of this program was reached, although there are people
who can’t feel the benefits of program.
Keywords: Communication Audit; Basic Elements Of Communication; Jogja Belajar Budaya; Pyramid Model
Of Research
Abstrak
Salah satu isi Undang-Undang Keistimewaan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah penjabaran keistimewaan tentang pendidikan. Hal ini menjadi tantangan besar dunia
pendidikan guna mewujudkan Yogyakarta menjadi pendidikan berbasis budaya terkemuka di Asia Tenggara
sesuai falsafah Hamemayu Hayunig Bawana. Terkait hal tersebut Pemda Daerah Iistimewa Yogyakarta (DIY)
meluncurkan program Jogja Belajar Budaya sebagai salah satu upaya mengemban visi besar pendidikan dan
pelestarian budaya Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan melakukan audit komunikasi Program Jogja Belajar
Budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan audit komunikasi Program Jogja Belajar Budaya pada secara umum tahap input konsep
kegiatan terencana dengan baik, namun masih ada pemahaman program yang belum sejalan dengan dokumen
perencanaan. Tahap output yang merupakan tahap pelaksanaan lancar terlihat dari tujuan program yang
tercapai walaupun masih ditemukan beberapa kendala dalam pelaksanaan. Tahap outcome ditemukan bahwa
tujuan besar program yang diharapkan belum tercapai dilihat dari hasil yang dapat merasakan kebermanfaatan
program minim.
Kata kunci: Audit Komunikasi; Elemen Dasar Komunikasi; Jogja Belajar Budaya; Pyramid Model of Research
207
208 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 207-223
Fenomena lunturnya esensi kejawen dan komunikasi (TIK) yang menjadikan internet
ditandai sikap generasi muda yang tidak tahu sebagai media komunikasi utama masyarakat.
dan tidak mau tahu dengan budaya nenek Perubahan teknologi komunikasi dari
moyang. Sopan santun, unggah-ungguh tidak konvensional menjadi modern dan serba digital
lagi diterapkan dalam hidup bermasyarakat. diharapkan mampu mengantarkan program Jogja
Penggunaan Bahasa Jawa juga sangat minim Belajar Budaya di puncak kejayaannya. Hadirnya
dalam kehidupan sehari- hari ditambah adanya media ini menjadikan fasilitas yang disediakan
kebijakan bahwa Bahasa Jawa hanya dimasukkan dalam berkomunikasi semakin beraneka ragam.
sebagai mata pelajaran muatan lokal dan tidak Salah satunya program Jogja Belajar Budaya
menduduki dalam mata pelajaran penting. yang bisa diakses kapanpun dan dimanapun
Sebenarnya pemerintah juga memikul dengan harapan mampu mendongkrak visi
tanggung jawab agar mampu memposisikan pendidikan DIY mewujudkan pendidikan
Budaya Jogja sebagai budaya tinggi dan berbasis budaya terkemuka di asia tenggara 2025.
memang harus ditinggikan. Terkait kebijakan Langkah perwujudan visi besar ternyata
pelajaran Bahasa Jawa sebagai muatan lokal tidak semudah yang direncanakan. Pra survei
perlu ditinjau ulang guna penanaman budaya yang dilakukan terdapat indikasi bahwa program
Jawa dalam kehidupan sehari- hari. Langkah Jogja Belajar Budaya belum mampu menjadi
yang bisa diambil pemerintah guna perlindungan seperti yang diinginkan. Pra survei dilakukan
Budaya Jawa juga dapat dilakukan melalui peneliti kepada 250 sekolah penerima bantuan
program yang dibutuhkan masyarakat dengan ICT EQEP ternyata kurang memauaskan.
asumsi mampu menumbuhkan rasa cinta budaya. Dipilihnya sekolah ini karena diasumsikan
Langkah nyata Pemerintah Daerah DIY penerima bantuan ICT EQEP lebih tahu dan
diwujudkan dengan peluncuran program Jogja mengenal program Balai Tekkomdik. Prasurvei
Belajar Budaya. Program ini dirilis tahun 2014 dalam bentuk kuesioner dilaksanakan di
oleh Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan bulan September 2018 (Tabel 1 dan tabel 2).
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY. Tabel 1 memperlihatkan program yang
Program Jogja Belajar Budaya berisi konten menjadi andalan Pemda DIY ternyata masih
berbagai macam Budaya Jogja agar dapat belum seperti yang diharapkan. Program Jogja
dinikmati semua orang yang membutuhkan. Belajar Budaya dalam kategori pembelajaran
Internet dipilih sebagai media yang dianggap yang dianggap bermanfaat oleh guru ternyata
paling efektif. Pemilihan media dilatar belakangi hanya 45,71% sehingga hanya masuk dalam
pesatnya perkembangan teknologi informasi kategori sedang. Artinya bahwa hanya 45,7% guru
210 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 207-223
menyatakan bahwa program Jogja Belajar Budaya mua ta n inf or ma si, ma na je me n, pro s e s
bermanfaat. Jadi manfaat yang bisa dirasakan komunikasi atau kegiatan-kegiatan komunikasi,
belum mencapai setengah dari seluruh responden. dan umpan balik, hasil penelitian menunjukkan
Tabel 2 merupakan tabel hasil monitoring proses pelaksanaan audit komunikasi organisasi
kepada guru dengan kategori frekuensi WALHI Yogyakarta sudah berjalan cukup baik.
penggunaan media pembelajaran. Hasilnya Penelitian lain yaitu Audit Komunikasi
menunjukkan frekuensi penggunaan Jogja Organisasi Horisonal Departemen Front Office
Belajar Budaya hanya 35,24% saja atau dalam Singgasana Hotel Surabaya oleh Panghegar
kategori jarang. Berarti jumlah pengakses (2013). Penelitian tersebut menjabarkan jenis
program ini masih minim dibandingkan dengan komunikasi horizontal, tujuan komunikasi
target pemanfaatannya. Hal ini dikuatkan horizontal, serta hambatan di dalamnya. Hasil
dengan melihat jumlah visitor di tahun 2018 menunjukkan komunikasi horizontal departemen
hanya 1175 kali dikunjungi. Artinya adanya FO Singgasana Hotel Surabaya berjalan baik.
kesesuaian antara hasil monitoring dengan media komunikasi yang digunakan cukup
jumlah visitor yang menguatkan bahwa program beraneka ragam yang disesuaikan dengan tujuan
Jogja Belajar Budaya memang jarang diakses. komunikasi. namun masih ditemukan beberapa
Jika jumlah visitor minim artinya pesan hambatan seperti hambatan lingkungan, SDM,
yang ingin disampaikan dari program Jogja dan tugas serta tanggung jawab individu.
Belajar Budaya selaku komunikator melalui Koesmastuti (2015) melakukan penelitian
tentang audit komunikasi dalam organisasi
media internet tidak akan sampai kepada
budaya Timur. Penelitian ini menemukan bahwa
target pengguna/komunikan. Artinya terdapat
budaya suatu daerah sangat memengaruhi
gangguan dalam proses komunikasi. Sesuai teori
perilaku individu. Pengaruh ini terjadi bukan
teori komunikasi model David K. Berlo atau
hanya pada perilaku sehari-hari, melainkan
lebih dikenal dengan model SMCR. Model ini
juga perilaku pada organisasi professional.
mengacu bahwa proses komunikasi dipengaruhi Diperlukan penyesuaian dalam proses audit
oleh Source (sumber), Message (pesan), Channel komunikasi pada organisasi berlatar belakang
(Saluran), dan Receiver (penerima). Oleh sebab budaya timur. Pengaruh budaya pada perilaku
itu tantangan bagi peneliti untuk dapat mencari komunikasi anggota juga berdampak positif
letak gangguan dalam proses komunikasi tersebut. untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
Fenomena komunikasi inilah yang menarik Selain itu dari beberapa penelitian yang ada,
untuk diteliti guna mencari sumber kemacetan. peneliti belum menemukan penelitian tentang
Audit komunikasi menjadi pilihan yang tepat program Jogja Belajar Budaya. Hasil pra survei
untuk memberikan solusi permasalahan yang yang diperoleh menjadikan peneliti peneliti ingin
ada karena dalam audit komunikasi merupakan mengetahui lebih banyak tentang kemanfaatan
kajian ilmiah dalam rangka mendiagnosis dari program Jogja Belajar Budaya. Selama ini
seluruh proses komunikasi. Audit komunikasi penelitian audit komunikasi tentang komunikasi
diharapkan kehadirannya mampu memberikan internal ataupun komunikasi organisasi. Oleh
pemecahan masalah dengan adanya rekomendasi. karena itu penelitian tentang audit komunikasi
Penelitian terkait audit komunikasi sudah program Jogja Belajar Budaya menjadi penting
dilakukan oleh Ramadani, Lestari, dan Susilo agar dapat memberikan masukan guna perbaikan
(2015). Penelitian tersebut menganalisis audit program dan kehadirannya agar mampu
komunikasi Organisasi Wahana Lingkungan menempatkan program ini dalam posisi yang
H i d u p I n d o n esia (WA L H I) Yogya ka r ta . diinginkan demi pencapaian visi pendidikan
Menggunakan lima unit analisis yaitu organisasi, berbasis budaya terkemuka di Asia Tenggara.
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...211
Berdasarkan dari latar belakang maka kini agar diketahui kesalahan yang terjadi dan
tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui menemukan jalan yang dapat dipergunakan
ketercapaian komunikasi persiapan (input) untuk memperbaikinya, sehingga efektifitas
program Jogja Belajar Budaya di Balai Teknologi organisasi dapat tercapai. Unsur yang perlu
Komunikasi Pendidikan Dinas pendidikan diperiksa adalah komunikasi, peran dan fungsi
Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah istimewa anggota dalam kelompok, pemecahan masalah
Yogyakarta, (2) mengetahui ketercapaiann dan pengambilan keputusan, norma dan
komunikasi pelaksanaan (output) program Jogja pertumbuhan kelompok, kepemimpinan dan
Belajar Budaya di Balai Teknologi Komunikasi kewenangan, kerjasama maupun persaingan
Pendidikan Dinas pendidikan Pemuda dan antar kelompok. (3) Model evaluasi komunikasi,
Olahraga Provinsi Daerah istimewa Yogyakart, meliputi pemeriksaan dan penilaian, praktik dan
dan (3) mengetahui ketercapaian komunikasi kegiatan komunikasi. Informasi yang didapat
dampak (outcome) pelaksanaan Program Jogja dijadikan dasar pembanding manajemen guna
Belajar Budaya di Balai Teknologi Komunikasi perbaikan sistem komunikasi internal dan
Pendidikan Dinas pendidikan Pemuda dan eksternal, perbaikan dalam perencanaan dan
Olahraga Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta pengendalian manajemen dan menjembatani
sistem komunikasi. (Hardjana , 2000: 40-58)
Audit Komunikasi Model evaluasi komunikasi menjadi
Audit komunikasi merupakan kajian ilmiah pilihan penelitian ini karena model ini
dan profesional yang dapat disamakan dengan mencakup penilaian dari perencanaan
diagnosis kesehatan dalam general checkup dokter dan pengendalian untuk perbaikan sistem
atau audit keuangan oleh akuntan tersertifikasi. komunikasi baik internal maupun eksternal
Audit komunikasi dilakukan mengikuti kaidah
penelitian ilmiah dan mempunyai tujuan Audit Komunikasi di Instansi Pemerintahan
khusus, menghasilkan rekomendasi untuk Guna mencapai visi, misi, dan tujuannya,
memperbaiki atau mengubah kebijakan atau instansi pemerintah melakukan aktivitas
sistem komunikasi organisasi yang berdampak operasional sehari-hari. Dalam penyelenggaraan
pada perubahan disesuaikan kebutuhan kondisi pelayanan publik, instansi pemerintah
internal maupun eksternal (Hardjana:2000). berinteraksi dengan publik atau pihak lain.
Model-model dominan audit komunikasi Pemerintah selalu berusaha untuk menampilkan
yang dapat dimasukan dalam 3 (tiga) kategori profil penyelenggaraan pelayan publik
sebagai berikut: (1) Model struktur konseptual, terbaik. Tujuannya supaya publik selaku mitra
adalah audit komunikasi keorganisasian layanan mendapatkan kepuasan. Namun pada
dalam hubungannya antara maksud, tujuan kenyataannya tak jarang terjadi kesenjangan
akhir komunikasi organisasi dalam rangka antara pesan yang dikomunikasikan oleh instansi
pencapaian tujuan organisasi, tata kerja atau pemerintah dengan persepsi dan harapan publik.
prosedur pelaksanaan meliputi pemanfaatan Umumnya kesenjangan komunikasi yang terjadi
jaringan komunikasi, adopsi kebijakan berdampak pada persoalan kepercayaan (trust).
komunikasi dan pelaksanaannya dan struktur Akibatnya proses komunikasi yang berlangsung
organisasi yang mencakup unit kerja, jaringan dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kondisi
komunikasi fungsional, kebijakan dan kegiatan ini dapat berpengaruh pada efektifitas dan
komunikasi. (2) Model profil keorganisasian, kinerja instansi pemerintah di dalam pencapaian
merupakan model analisis fungsional sistem visi, misi, dan tujuannya. Perlu diadakan audit
organisasi untuk memeriksa keadaan masa komunikasi dengan tujuan meningkatkan
212 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 207-223
efektifitas sistem dan proses komunikasi humas Tekkomdik. Sedangkan objek dalam penelitian
pemerintah. Audit komunikasi mengukur, ini adalah audit komunikasi program JB Budaya
menganalisis, serta mengevaluasi secara Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan
mendalam dan menyeluruh terhadap sistem serta Dinas Pemuda dan Olahraga provinsi DIY.
proses komunikasi instansi pemerintahan. Berikut Data primer diperoleh melalui wawancara.
konsep audit di instansi pemerintah (gambar 1). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari arsip dan dokumentasi serta data observasi
Metode Penelitian terkait program Jogja Belajar Budaya (Moleong,
Penelitian ini merupakan penelitian 2008). Teknik pengumpulan data yaitu dengan
kualitatif studi kasus (case study). Studi wawancara, dokumentasi dan observasi. Teknik
analisa data melalui beberapa tahap, yaitu
kasus adalah suatu penelitian yang diarahkan
(1) merangkum memilih hal-hal yang pokok,
untuk menghimpun data, mengambil makna,
memfokuskan pada hal-hal yang penting
memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. dan dicari tema dan polanya, (2) menyusun
Kasus yang diangkat dalam penelitian ini kembali data berdasarkan klasifikasi dan
adalah audit komunikasi program Jogja Belajar masing-masing topik dipisahkan, kemudian
Budaya Balai Tekkomdik Dinas Dikpora DIY. topik yang sama disimpan dalam satu tempat,
Subjek penelitian ini adalah informan masing- masing tempat diberi kode, (3) data
yang berasal dari berbagai pihak, antara lain yang dikelompokkan yang sesuai dengan topik-
kepala Balai Tekkomdik DIY, pengembang topik, kemudian diteliti kembali dengan cermat,
teknologi pembelajaran, programmer, admin mana data yang sudah lengkap dan mana data
Jogja Belajar Budaya. direktur JB Radio, yang belum lengkap yang masih memerlukan
guru SMA, Pegawai Balai Tekkomdik selaku data tambahan, dan (4) menyusun laporan
pemegang anggaran, dan tim teknis Balai hingga pada akhirnya pembuatan kesimpulan.
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...213
Metode penelitian audit komunikasi juga dari proses input maupun proses output. Terkait
memiliki prosedur yang harus dilalui peneliti program Jogja Belajar Budaya maka dampak
sehingga persyaratan ilmiah dapat dipenuhi. yang ingin dilihat adalah kebermanfaatan
Prosedur atau tahapan perlu diuraikan dan adanya program Jogja Belajar Budaya.
dilakukan dalam audit komunikasi. Berkaitan Model piramida ini instruktif dan praktis
dengan tahap-tahap penelitian audit komunikasi, karena berusaha menyajikan daftar metodologi
Agensi Joyece F.Jones dan Ruder Finn Rotman riset untuk tiap tahapan. Model Piramida riset
yang dikutip Bakin, Aronoff & Lattimore dilakukan sebelum, selama dan setelah kegiatan
(1997: 124) membaginya menjadi empat komunikasi sehingga dapat mengidentifikasi,
tahap yaitu 1. Menyelidiki apa yang “kita” memahami dan mengakomodasi kebutuhan,
pikirkan; 2. Menyelidiki apa yang “mereka” minat dan sikap khalayak, serta agar praktisi
pikirkan; 3. Mengevaluasi perbedaan antara dapat melakukan patokan sebelum dan
dua sudut pandang; 4. Menganjurkan atau setelah implementasi. Model riset piramida
merekomendasikan program komunikasi menerapkan evaluasi sistem tertutup (closed
yang komprehensif dengan tujuan untuk system evaluation) dan evaluasi sistem terbuka
mengakhiri kesenjangan tersebut; 5. Prosedur (open system evaluation). Sistem evaluasi
tersebut menjadi sebuah acuan pelaksanaan tertutup terfokus pada pesan-pesan dan event
sebuah audit yang benar dalam penelitian audit kampanye serta efeknya terhadap khalayak
komunikasi pada program Jogja Belajar Budaya. yang dituju. Sedangkan sistem evaluasi
Metode analisis data menggunakan Pyramid terbuka mengukur dampak diluar program.
model of research merupakan salah satu Metode ini mengutamakan untuk mencapai
model evaluasi dalam public relation. Model efektivitas organisasi secara keseluruhan.
ini digambarkan dengan sebuah piramida Kombinasi dua sistem ini merupakan perpaduan
dan terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap yang baik untuk mengukur efektivitas
input, tahap output dan tahap outcome. Model kinerja Public Relations (Prayudi: 2016).
piramida memberikan arahan bahwa tahap input
berada paling bawah merupakan komponen fisik Hasil Penelitian dan Pembahasan
program komunikasi misalnya pilihan media, Profil Balai Tekologi Komunikasi Pendidikan
konten dan format. Secara garis besar tahap input Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
mengevaluasi tentang perencanaan program Provinsi DIY
dengan harapan semua aspek dapat dilihat Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan
agar bisa memperoleh data yang diinginkan. (BTKP) merupakan instansi pemerintah yang
Tahap berikutnya dalam pyramid model of berfokus pada pemanfaatan IT. Kantor ini
research digambarkan berada di atas tahap input. menjadi salah satu UPT Dinas Pendidikan
Tahapan ini mengulas tentang jumlah ataupun Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa
banyaknya pesan yang telah tersampaikan Yogyakarta yang dulunya bernama Sanggar
kepada komunikan melalui kegiatan yang Tekkomdik dan berada di bawah kewenangan
produksi dan prosesnya. Tahapan ini berusaha Pustekkom Depdiknas Jakarta. Balai Tekkomdik
memotret sejauh mana pesan tersampaikan mengusung visi “menjadi pusat sumber belajar
beserta media yang digunakan. Tahap outcome pendidikan formal dan non formal jenjang
merupakan tahap terakhir dari pyramid model pendidikan dasar dan menengah berbasis
of research yang berada di posisi teratas dengan teknologi informasi dan komunikasi terkemuka
jumlah paling sedikit. Tahapan ini merupakan di Asia Tenggara Tahun 2025”. Adanya visi
tahap guna melihat dampak yang dihasilkan tersebut diharapkan mampu memotivasi agar
214 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 207-223
mampu mewujudkan mimpi di waktu yang akan Hasil audit komunikasi Program Jogja
datang. Misi Balai Tekkomdik orientasinya Belajar Budaya sebagai salah satu upaya
memberantas buta komputer bagi pendidik dan pelestarian budaya Jogja dengan mewujudkan
tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan misi pendidikan berbasis budaya. Pendidikan
dasar dan menengah. Pengembangan dan berbasis budaya diasumsikan sebagai
roduksi materi atau bahan pembelajaran berbasis upaya penanaman tata nilai budaya. Hal ini
TIK bagi dunia pendidikan diharapkan dapat merupakan langkah strategis implementasi
membantu mempermudah transfer pengetahuan nilai budaya Jogja kedalam sendi kehidupan
khusunya TIK bagi pembelajaran. Selain itu masyarakat yang telah terwujud di masa lampau.
jalur yang ditempuh guna memasyarakatkan Sejalan dengan hal itu Pemda DIY
produk balai dilakukan dengan promosi serta meluncurkan Program Jogja Belajar Budaya.
memberikan layanan teknis pemanfaatan Berpedoman pada konsep Tri pusat pendidikan
TIK. Balai Tekkomdik juga membuka ruang yaitu keberhasilan pendidikan menjadi tugas
konsultasi untuk umum di bidang penggunaan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini terlihat
TIK baik untuk sekolah maupun luar sekolah. dari target yang ditetapkan dalam Program
Jogja Belajar Budaya bukan hanya anak didik
Program Jogja Belajar Budaya ataupun guru, namun masyarakat secara umum.
Jogja Belajar merupakan unggulan Digital Sesuai Peraturan Menteri Negara
Goverment Service’s sebagai bagian Jogja Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Cyber Province, mencakup layanan meliputi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
muatan pembelajaran multimedia, audio, video, 2011 Tentang Pedoman Umum Audit Komunikasi
muatan budaya dan layanan pembelajaran di Lingkungan Instansi Pemerintah disebutkan
secara online, kapanpun dan dimanapun. adanya dimensi audit komunikasi instansi
Keseluruhan muatan Jogja Belajar pemerintah. Untuk mempermudah proses audit
diharapkan dapat memberikan kontribusi komunikasi Program Jogja Belajar Budaya,
besar bagi visi pendidikan di DIY yaitu peneliti menggunakan pedoman Pyramid Model
membangun pendidikan berkarakter dan Of Research. Model ini digabungkan dengan
berbudaya dengan mewujudkan Yogyakarta dimensi audit komunikasi sehingga muncul
sebagai pusat pendidikan berbasis budaya yang dalam tiap tahapan input, output maupun outcome
terkemuka di Asia Tenggara pada tahun 2025. dengan memiliki masing- masing indikator.
Layanan strategis dalam portal jogja Belajar Pada dasarnya audit ini dilakukan untuk
yang bisa diakses meliputi Jogja Belajar Radio mencari manfaat ataupun kendala Program
(JB Radio), Jogja Belajar Tube (JB Tube), Jogja Jogja Belajar Budaya dengan melakukan
Belajar Media (JB Media), Jogja Belajar Class audit komunikasi. Dengan kata lain peneliti
(JB Class) dan Jogja Belajar Budaya (JB Budaya). mengadakan audit karena selama Program
Program Jogja Belajar Budaya tidak bisa Jogja Belajar Budaya terbentuk belum pernah
lepas dari dunia pendidikan. Diharapkan dilakukan audit/ evaluasi melalui audit
semua materi yang tertuang di dalam Jogja komunikasi sehingga dianggap penting untuk
Belajar Budaya mampu memenuhi bahkan bisa memberikan gambaran keadaan Program
menopang kelancaran proses belajar mengajar Jogja Belajar Budaya yang sebenarnya. Evaluasi
di sekolah sesuai kurikulum yang berlaku. penting dilakukan setiap program karena
Artinya target Jogja Belajar Budaya memenuhi mendapatkan data guna mengetahui efektivitas
semua kebutuhan masyarakat dan juga sebuah program. Hasil evaluasi menjadi patokan
bidang pendidikan khususnya Bahasa Jawa. apakah program dilanjutkan, dihentikan atau
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...215
kuota. Ada juga yang menyatakan Program Jogja lebih dikenal dengan model SMCR. Model ini
Belajar Budaya dipindah ke media sosial seperti mengacu bahwa proses komunikasi dipengaruhi
Instagram dan Facebook dengan alasan media oleh Source (sumber), Message (pesan),
sosial tersebut banyak digunakan semua kalangan. Channel (Saluran), dan Receiver (penerima).
Dipindahkannya Program Jogja Belajar Budaya Media memiliki peran penting dalam proses
melalui media sosial diharapkan akan menambah penyampaian sehingga pemilihan media memang
jumlah pengunjung demi pencapaian tujuan. harus tepat. Selain itu saluran komunikasi atau
Hasil audit selanjutnya terdapat 22% informan media yang baik digunakan hendaknya memiliki
menyatakan kurang merespon ketika diminta kriteria (1) baik menurut sasaran (2) dapat
keterangan tentang ketepatan penggunaan media diterima banyak sasaran (3) mudah digunakan
JBB. Hal ini disebabkan banyak diantara mereka oleh banyak sumber maupun penerima (4)
yang jarang mengakses Program Jogja Belajar lebih ekonomis (5) cocok dengan pesan.
Budaya sehingga enggan berkomentar. Selain itu Hasil Audit program belajar budaya
informan juga mengatakan akan membuka jika itu ditemukan tentang kejelasan arti pesan. Audit
dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar saja. dokumen menjabarkan bahwa kejelasan arti
Secara keseluruhan hasil audit dapat pesan tidak bisa lepas dari proses penyampaian
disimpulkan bahwa penggunaan media Program pesan yang terjadi. Terkait audit Program
Jogja Belajar Budaya telah tepat sehingga Jogja Belajar Budaya telah melakukan proses
tidak perlu berubah menggunakan media lain penyampaian pesan melalui cara primer dengan
meskipun ada pendapat 32% informan untuk sosialisasi Program Jogja Belajar Budaya dan
beralih media. Usul ini sebenarnya tidak harus berbagai contoh tindakan yang mencerminkan
berganti media namun cukup ditambahkan masyarakat Jogja yang berbudaya. Pelayanan
atau dikembangkan melalui media sosial prima yang dilakukan menjadi salah satu
yang lain, misalnya Instagram dan Facebook. indikator proses penyampaian pesan. Selain
Ketepatan pemilihan media yang melalui proses primer, proses penyampaian pesan
digunakan dalam penyampaian pesan sangat Program Jogja Belajar Budaya juga dilakukan
besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dengan cara sekunder. Cara ini ditempuh dengan
proses komunikasi yang terjadi. Hal ini sejalan bantuan media. Internet menjadi pilihan utama
dengan model komunikasi David K. Berlo atau dalam rangka penyampaian pesan tersebut.
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...217
Gambar 5 Audit Komunikasi Program Jogja Belajar Gambar 6 Audit Komunikasi Program Jogja Belajar
Budaya Tahap Output Budaya Tahap Outcome
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...219
setelah melalui proses komunikasi dari berbagai Hasil audit tahapan output Program Jogja
sisi sesuai model SMCR. Tampilan Program Belajar Budaya menunjukkan jumlah pesan yang
Jogja Belajar Budaya sebagai Source, sumber disampaikan telah mencukupi dan sesuai target.
informasi sudah menarik sehingga informan Penyampaian pesan dilakukan melalui berbagai
mengatakan bahwa Program Jogja Belajar program kegiatan di Balai Tekkomdik. Hal ini
Budaya menarik, informatif meskipun masih berarti adanya koordinasi seperti teori informasi
perlu diadakan beberapa pembenahan sesuai organisasi Weick yang memandang struktur
masukan informan. Dilihat dari kejelasan sebagai aktivitas yang lebih spesifik sebagai
message, isi pesan hasil penelitian menyatakan aktivitas komunikasi. Struktur oraganisasi
arti pesan mudah dipahami meskipun tetap ada ditentukan oleh perilaku yang saling bertautan.
tanggapan yang kurang merespon dengan baik. Hasil audit tahapan outcome audit
Hasil audit ketepatan penggunaan Channel, media komunikasi Program Jogja Belajar Budaya
yang digunakan masuk ketagori tepat. Hampir menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan
setengah informan menyatakan penggunaan
memanfaatkan progran JBB dalam kehidupan
media sesuai. Ada pendapat yang menyatakan
sehari- hari tinggi. Namun temuan ketika
bahwa Program Jogja Belajar Budaya sebaiknya
dilihat dari segi kemanfaatan ternyata masih
merambah ke media sosial agar lebih mudah
sangat rendah. Hal ini bisa disebabkan saat
dikenal masyarakat. Dari segi Receiver,
perencanaan program tidak berorientasi pada
penerima program banyak memberikan respon
tertarik menggunakan program Jogja Belajar outcome dan hanya sebatas output saja. Selain itu
Budaya dalam kehidupan sehari-hari. Infirman kelengkapan dan kedalaman isi Program Jogja
banyak yang menyatakan tertarik, meskipun Belajar Budaya juga belum sesuai dengan yang
ada sedikit yang menyatakan tidak tertarik. Hal diharapkan. Sesuai SOP yang ada saat program
ini menunjukkan bahwa sebenarnya banyak ini direncanakan hanya terlihat bahwa keluaran
yang tertarik dengan Budaya Jogja hanya saja program hanya sebatas output dan informasi saja.
kurangnya media, informasi yang dapat menuntun Setelah peneliti memberikan kesimpulan
ke arah yang diinginkan. Tantangan bagi berdasarkan hasil audit maka peneliti
Balai Tekkomdik untuk bisa mewujudkannya. memberikan saran atau rekomendasi. Saran ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan Balai
Simpulan Tekkomdik dalam mengelola Program Jogja
Berdasarkan analisis hasil audit Program Belajar Budaya agar Program Jogja Belajar
Jogja Belajar Budaya yang dilakukan maka dapat Budaya bisa menjadi lebih baik. Selain itu
disimpulkan bahwa hasil audit tahapan input diharapkan dapat menjadi acuan memperbaiki
Program Jogja Belajar Budaya pada dasarnya kinerja organisasi dan memaksimalkan kinerja
telah berjalan dengan baik sesuai SOP yang telah dalam pelaksanaan suatu program untuk
ada. Proses tahapan telah dilalui dengan adanya publiknya. Penelitian audit komunikasi Program
workshop, FGD, uji coba maupun proses yang Jogja Belajar Budaya diharapkan kehadirannya
tertuang didalam aturan. Ada temuan tentang mampu menjadi bahan rujukan ataupun referensi
isi dalam Program Jogja Belajar Budaya masih bagi penelitian selanjutnya khususnya penelitian
kurang mendalam dan terkesan hanya sebatas tentang audit komunikasi program dan mampu
informasi saja. Hal ini terkendala waktu yang memberikan sumbangan pemecahan masalah.
terlalu pendek sehingga kerja tim menjadi Adapun rekomendasi praktis penelitian
kurang maksimal dan menyebabkan kurangnya audit ini yaitu Bagi pemerintah, adanya
bobot materi program bahkan terkesan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
hanya sebatas penyerapan anggaran saja. Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Fitri et al. Audit Komunikasi Program Jogja Belajar ...223
Abstract
The forest fire incident in Indonesia is an event that has happened repeatedly in every dry season, so the media
has an important perspective in presenting the news. This study aims to analyze the Sindonews media framing
the incidents of forest fires in Indonesia during October 2015. This study uses the Pan and Kosicki Model
framing analysis research method. The results showed that Sindonews framed forest fires at a very dangerous
point. A total of 70 Sindonews articles tend to emphasize the theme of the impact of the haze disaster and the
government’s slow response to this disaster, which are the dominant points of view. Sindonews framed the
government’s slow response to the government’s performance.
Keywords: Forestry Flaring; Framing; News; Online Media; Sindonews
Abstrak
Peristiwa kebakaran hutan di Indonesia merupakan peristiwa yang sudah berulangkali terjadi di setiap
musim kemarau, sehingga media memiliki perspektif penting dalam menyajikan berita tersebut. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis media Sindonews membingkai peristiwa kebakaran hutan di Indonesia
selama Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis framing Model Pan dan Kosicki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sindonews membingkai kebakaran hutan mencapai titik yang sangat
bahaya. Sejumlah 70 berita Sindonews cenderung menekankan tema pada dampak dari bencana kabut asap
dan lambannya pemerintah dalam menangani bencana ini menjadi sudut pandang yang dominan. Sindonews
membingkai lambannya respon pemerintah tersebut dengan kinerja pemerintahan.
Kata kunci: Bencana Kabut; Framing; Berita; Online Media; Sindonews
kebakaran hutan serta lahan di beberapa daerah, Indonesia (Sindonews, 2015). MNCN didirikan
seperti Sumatera dan Kalimantan. Fenomena ini di Surabaya pada tanggal 2 November 1989 oleh
mengakibatkan muculnya kabut asap. Direktur Hary Tanoesoedibjo. Habsari (2012) menyatakan
Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika bahwa PT. Media Nusantara Cipta (PT MNC
Herlambang menyatakan bahwa titik panas Terbuka) merupakan salah satu konglomerasi
kabut asap mencapai puncak pada bulan Oktober media terbesar di Indonesia. Perusahaan ini
2015 (Kompas, 2015). Di awal Oktober 2015 memiliki bisnis di bidang produksi program,
kabut asap semakin mengkhawatirkan, Badan distribusi program, saluran program televisi,
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) surat kabar, tabloid, jaringan radio dan portal
menyebutkan, Indeks Standar Pencemaran Udara berita online, serta perusahaan ini dikatakan
(ISPU) sudah masuk kategori sangat berbahaya sebagai perusahaan media yang terintegrasi
karena menembus angka 2.314 (Sindonews, secara raksasa. Dalam fenomena konglomerasi
2015). Permasalahan kabut asap yang merugikan media, proses konstruksi realitas pun diselaraskan
banyak pihak, baik dari segi perekonomian dan dnegan pertimbangan-pertimbangan modal,
kesehatan membuat Presiden Joko Widodo baik yang langsung maupun tidak langsung
akhirnya menerima bantuan negara lain di bulan berkaitan dengan usaha yang ada di bawah
Oktober 2015. Di bulan yang sama muncul konglomerasi tersebut (Hamad, 2004, 26).
desakan kepada Pemerintah untuk menetapkan Hary memiliki pengaruh tinggi terhadap
kabut asap sebagai bencana nasional, salah kepemilikan media PT. MNCN dan karirnya
satu desakan itu datang dari DPR dan DPD. sebagai salah satu ketua umum partai politik.
Isu ini memiliki nilai berita (news value) Hal ini tidak menutup kemungkinan pemilik
yang tinggi dan menarik perhatian masyarakat media membangun media untuk melancarkan
karena memberikan dampak negatif yang sangat kepentingannya dalam hal politik dan penyebaran
besar. Kebakaran hutan dan kabut asap tentunya ideologi tertentu, melalui media yang dimiliki.
ini menjadi headline di berbagai media, salah Eriyanto (2008:87) menyatakan ideologi adalah
satunya pemberitaan di beberapa portal berita sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh
online. Hal ini dilansir oleh Kompas bahwa kelompok atau kelas tertentu. Pemilik media
hasil survei yang dilakukan oleh lembaga riset melalui kerja ideologinya mempunyai kekuasaan
Indonesia Indicator (I2) perusahaan dibidang lebih besar dalam menyebarkan gagasan dan pesan.
intelijen media, analisis data, dan kajian strategis Hal ini menarik perhatian peneliti untuk
berbasis software Artificial Intelligence (AI) mengaitkan masalah dengan teori ekonomi
yang bertugas untuk menganalisis fenomena politik media. Dennis McQuail (2010:97)
politik, ekonomi, sosial di Indonesia menyatakan menjelaskan teori masyarakat massa media
pemberitaan mengenai kabut asap mendapat melihat bahwa fenemona jaringan media yang
ruang sebanyak 6.920 berita atau 18 persen terpusat di Jakarta mempunyai kecenderunagn
dari seluruh pemberitaan. Indonesia Indicator untuk melakukan manipulasi dan mengontrol
mencatat volume berita bencana asap tahun masyarakat. Sementara dalam teori ekonomi
ini melonjak sekitar 400 persen dibandingkan politik media memfokuskan hubungan antara
tahun sebelumnya di bulan yang sama. struktur ekonomi dan dinamika industri
Peneliti tertarik membahas www.sindonews. media serta konten ideologis media yang
com yang dikelola oleh PT Media Nusantara Citra memandang lembaga media sebagai bagian
Tbk (MNCN) salah satu perusahaan terbaik di dari sistem ekonomi dalam hubungan erat
Indonesia. MNCN meraih penghargaan sebagai dengan sistem politik. Lebih jauh dalam
salah satu dari 50 perusahaan terbaik versi Forbes teori ekonomi politik kritis (McQuail, 2010)
226 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 224-234
Dilihat dari sudut pandang ekonomi politik Berita Sindonews.com periode Oktober 2015.
media dalam penelitian ini, Sindonews.com Sumber data penelitian ini adalah data primer
merupakan portal berita yang dikelola oleh PT. berupa 34 teks pemberitaan Bencana Kabut
MNC sebagai perusahaan konglomerasi terbesar. Asap pada Portal Berita Sindonews.com Periode
Perusahaan ini memiliki bisnis di bidang produksi Oktober 2015. Data primer ini termasuk data
program, distribusi program, saluran program mentah (raw data) yang harus diproses sehingga
televisi, surat kabar, tabloid, dan jaringan radio, menjadi informasi bermakna (Kriyantono,
serta perusahaan in dikatakan sebagai perusahaan 2010: 42). Teknik pengumpulan data pada
media yang terintegrasi secara raksasa. Adanya penelitian ini berupa studi dokumentasi. Data
konglomerasi tentu mempengaruhi kesamaan isi bermuatan kualitatif disebut juga dengan
media yang ditampilkan di semua saluran PT. data lunak, keberadaan data kualitatif dapat
MNC dapat membatasi arus informasi. diperoleh melalui pemaknaan peneliti terhadap
Kekuasaan terpusat pada konglomerasi dokumen (Pujileksono, 2015:151). Adapun
merupakan elemen utama dalam bentuk instrument teknik analisis data dari Model
konsentrasi media. Hary Tanoesoedibjo Pan dan Kosicki meliputi analisis sintaksis,
merupakan pimpinan di Grup Perusahaan tematik (tema pemberitaan), skrip, dan retoris.
media terbesar se-Asia Tenggara. Rosali
Hasil Penelitian dan Pembahasan
(2014) menyatakan bahwa Hary Tanoesoedibjo
Fokus penelitian ini yaitu cara media
memiliki kerajaan media terbesar se-Asia
melakukan framing berita terkait bencana kabut
Tenggara yang meliputu PT. Media Nusantara
asap dalam media online Sindonews.com periode
Citra Tbk, PT. Global Mediacom Tbk, PT
Oktober 2015. Pertama, dari analisis sintaksis
MNC Sky Vision, RCTI, Viva News, dan
yaitu pandangan Sindonews.com diwujudkan
Global TV. Harry tidak hanya menjabat sebagai
dalam skema atau bagan dalam berita. Judul berita
pimpinan media perusahaan melainkan juga
atau headline pada Sindonews menunjukkan
seorang elite politik yang aktif dalam dunia ada dua topik besar di bulan Oktober 2015,
politik dan tentunya akan mempengaruhi yaitu dampak kabut asap dan upaya pemerintah
ideologi media di bahwa kepemimpinan Harry. dalam menangani kabut asap. Dua topik besar
tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain
Metode Penelitian yang membentuk pesan bermakna untuk
Penelitian ini menggunakan metode pembaca. Eriyanto (2012: 297) menyatakan
analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald bahwa headline digunakan untuk menunjukkan
M. Kosicki. Metode ini melihat bagaimana bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu,
seseorang memaknai suatu peristiwa dapat seringkali menekankan makna tertentu. McQuail
dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan (2010) menilai bahwa cara inilah yang pada
dalam teks. Wartawan menggunakan kata, akhirnya memosisikan media sebagai kekuatan
kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, dalam mempengaruhi masyrakat. Bagian berita
grafik, dan perangkat lain untuk membantu lain yang penting setelah pewarta Sindonews.
dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka com menuliskan headline dan lead berita akan
sehingga dapat dipahami (Eriyanto, 2012: 293). didukung oleh kutipan sumber dari beberapa
Unit analisis data dalam penelitian ini narasumber yang terpercaya dalam bidangnya.
merujuk pada unsur teks seperti, headline, lead, Eriyanto (2012:298) menyatakan bagian
latar informasi, kutipan, hubungan antar kalimat, pengutipan sumber dalam penulisan berita
idiom, gambar, dan grafik yang terdapat di dimaksudkan untuk membangun objektivitas,
dalam Berita Bencana Kabut Asap pada Portal prinsip keseimbangan dan tidak memihak.
230 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 224-234
Kedua adalah struktur tematik. Ada 34 tema Keempat, dari level retoris, pembingkaian
dalam teks berita yang mengarah pada topik yang dilakukan pada teks berita bencana kabut
terkait dampak kabut asap di bulan Oktober 2015. asap Oktober 2015 ada dua topik besar yang
Inti dari teks yang diuraikan oleh tema-tema ditekankan dari tema-tema tersebut, yaitu
tersebut terkait kondisi kabut asap yang masih dampak kabut asap dan up aya pemerintah
belum mereda bahkan semakin tebal di bulan dalam menangani kabut asap. Penekanan kata
Oktober 2015. Selanjutnya, ada 32 tema dalam tertentu dapat dilihat dari headline beberapa
teks berita yang mengarahkan pembaca dalam tema berita terkait kabut asap dari sisi dampak
melihat usaha yang dilakukan oleh pemerintah yang ditimbulkan selama bulan Oktober 2015.
menangani kabut asap di bulan Oktober 2015. Berikut adalah temuan penonjolan kata pada
Penulis menemukan pesan implisit pada inti headline, pertama, penggunaan kata ‘tewas’
teks dari tema-tema tersebut yaitu pesan yang pada korban akibat kabut asap, penggunaan
mengarah pada kritikan lambannya usaha kata ‘ancam’ memberi makna bahwa kabut
pemerintah dalam menangani kabut asap menjadi asap sangat merugikan, penggunaan kata
salah satu penyebab kabut asap masih tebal di ‘resahkan’ yang mengarahkan pembaca bahwa
bulan Oktober 2015. Pada tema terakhir, empat
warga sudah merasa terganggu, penggunaan
tema berita secara umum terkait dengan tambahan
kata ‘meradang’ terkait segi pariwisata semakin
informasi bagi pembaca, seperti seperti tips
memburuk akibat kabut asap, penggunaan kata
sehat saat kabut asap, kabut asap tidak sebabkan
‘menggila’ memberi makna bahwa kabut asap
kematian secara umum, kualitas udara di Jakarta
sudah terlalu parah atau semakin meningkat
masih dikotori polusi kendaraan, dan kabut asap
ketebalannya. Pada sebuah informasi, media
menipis, siswa mulai bersekolah. Hamad (2004:
online sengaja menggunakan kata-kata yang
21) menyatakan framing bisa dipandang sebagai
bersifat persuasif untuk mendorong pembaca
sebuah strategi penyusunan realitas sedemikian
membuka halaman tersebut (Wenerda, 2015).
rupa melalui pilihan kata dan cara penyajian
Selanjutnya, penekanan kata tertentu juga
realitas serta memunculkan sebuah makna.
Ketiga, dari struktur skrip, seperti yang dapat dilihat dari headline beberapa tema berita
telah di bahas sebelumnya media berita online terkait upaya pemerintah dalam menangani
memiliki salah satu keunggulan yaitu dalam kabut asap di bulan Oktober 2015, penggunaan
penyampaian informasi secara cepat. Kecepatan kata ‘desak’ diartikan sebagai dorongan paksa,
ini juga memunculkan kekurangan lain, yaitu penggunaan kata ‘gagap’ memiliki makna bahwa
dari sisi kelengkapan berita media online yang pemerintah masih tidak cepat atau lamban,
sering kali kurang diperhatikan oleh pewarta. penggunaan kata ‘pesimistis’ memiliki makna
Hal ini terjadi pada pemberitaan di portal berita pada usaha pemerintah yang tidak percaya
Sindonews, ada beberapa berita yang memiliki diri, penggunaan kata ‘sindir’ yang memberi
kekurangan dalam unsur skrip 5W+1H. Apabila makna sebuah kritikan pada kinerja pemerintah,
diperhatikan dari keseluruhan hasil analisis penggunaan kata ‘tak peka’ yang mengarahkan
teks berita, Sindonews.com menekankan pada pembaca bahwa pemerintah kurang peduli,
unsur ‘where’ yang mengarah pada lokasi penekanan kata ‘setengah hati’ memberi makna
terjadinya bencana kabut asap dan unsur bahwa pemerintah masih belum serius, penekanan
‘how’ yang menggambarkan kondisi terkini kata ‘pemakzulan’ yang diartikan sebagai
di wilayah yang terkena dampak kabut asap. pemberhentian jabatan Jokowi sebagai presiden.
Anang et al. Bencana Kabut Asap dalam Bingkai Media ...231
Pada sisi retoris lain, pembingkaian juga mendesak pemerintah untuk menjadikan
dilakukan oleh penggunakan gambar, ilustrasi, kabut asap sebagai bencana nasional dan
dan foto. Pembingkaian yang dilakukan oleh mengkritik kinerja pemerintah yang masih
Sindonews.com juga dilihat dari pemilihan belum membuahkan hasil dalam meredakan
gambar atau foto sebagai pelengkap berita. kabut asap di daerah bencana. Nama yang
Pengambilan foto yang dilakukan oleh media dimunculkan dalam berita, seperti Ketua Umum
menekankan pada keadaan atau lokasi kabut Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Wakil Ketua
asap. Sebagian besar foto memperlihatkan MPR Hidayat Nur Wahid (Fraksi Partai PKS),
bagaimana kabut asap tebal masih menyelimuti Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (Fraksi Partai
rumah, lapangan, jalan raya, sekolah di daerah Demokrat), Wakil Ketua Komisis IV DPR
yang terkena imbas dari kebakaran hutan dan Herman Khaeron (Fraksi Partai Demokrat),
lahan. Hal ini dilakukan agar pembaca lebih Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Wakil Ketua
merasakan dampak dari kabut asap saat membaca Umum Partai Gerindra), Ketua Umum DPP
berita tersebut. Pada foto juga terdapat ‘people in Partai Golkar, Ketua Umum Partai Bulan Bintang
the news’ biasanya mengarah pada tokoh orang Yusril Ihza, Wakil Ketua Partai Gerindra Edhy
penting yang memberikan keterangan sebagai Prabowo, Wakil Wali Kota Padangsidimpuan
narasumber berita. Jemat (2014) menyatakan Muhammad Iskandar Nasution, Ketua Komisi
framing sebagai metode penyajian realitas III DPRD Padangsidimpuan Khoiruddin
dimana kebenaran tentang suatu kejadian Nasution (Fraksi Partai Demokrat), Anggota
dibelokan secara halus, salah satunya dengan Komisi III DPR Adies (Fraksi Partai Golkar).
bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Dalam memilih narasumber tergantung
Berdasarkan pembingkaian yang dijabarkan dari pewarta, tetapi tetap sesuai dengan tujuan
melalui perangkat framing di atas terdapat hal dari redaksi dalam organisasi media tersebut.
yang paling menonjol melalui tema besar yang Hal ini dilakukan pewarta untuk mencapai
dibuat oleh Sindonews.com. Tema dampak kabut kesesuaian tujuan pemberitaan pada media
asap menyertakan sumber informasi berasal dari yang bersangkutan. Hal ini juga dijelaskan oleh
pihak dari warga di lokasi bencana kabut asap Shoemaker dan Reese yang ada pada level rutinitas
yang mengeluh kabut asap tak kunjung usai media (1996: 255) menyatakan bahwa semakin
dan pihak lembaga lain yang bertugas dalam pekerja mengikuti aturan dari rutinitas organisasi
menyampaikan keadaan kabut asap di lokasi mereka, semakin besar konten yang ditulis oleh
bencana, seperti Badan Nasional Penanggulangan pekerja akan dimuat oleh media. Rutinitas media
Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan menjadi salah satu alasan yang mempengaruhi
Bencana Daerah (BPBD), Badan Meteorologi, isi konten yang telah dibuat oleh individu.
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Sindonews.com telah memilih pihak-
Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dicermati dari pihak di luar organisasi media untuk
sisi dampak berita, narasumber yang dipilih membentuk makna tertentu karena secara
oleh pewarta sesuai dengan nilai berita dari tidak langsung pembingkaian dapat dilihat
bencana kabut asap karena untuk mendukung isi melalui bagaimana media memilih narasumber
berita terkait kredibilitas dan validitas sumber. untuk mempengaruhi isi konten media. Ada
Kedua, tema upaya pemerintah dalam kemungkinan pengaruh HT sebagai pemilik
menangani kabut asap. Tema ini lebih media, sehingga menguhubungkan beberapa
menonjolkan kritikan dari narasumber berasal aktor politik sebagai narasumber berita terkait
dari lembaga luar media yaitu anggota parlemen upaya pemerintah dalam menangani kabut asap.
dan perwakilan anggota partai politik yang Ini juga dijabarkan oleh Shoemaker dan Reese
232 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 224-234
pada level organisasi (1996:177) menyatakan pada level idelogi (1996: 215) menyatakan pada
semua anggota di dalam organisasi diharuskan tingkat ideologi melihat bagaimana kekuasaan
menjawab kepentingan pemilik dan manajemen yang dimainkan melalui media, sehingga
puncak yang bertugas mengkoordinasi seluruh peristiwa ditafsirkan dari perspektif kepentingan
perusahaan dan meningkatnya kompleksitas berkuasa. Melalui kepentingan yang berkuasa ini
struktur kepemilikan perusahaan membuat penulis mengarah pada kepemilikan Sindonews.
proses koordinasi menjadi lebih kompleks. com yang dipimpin oleh HT. Kepemilikan media
Pemilihan narasumber berasal dari anggota memengaruhi isi konten dalam media. Hal ini
partai politik seperti, Gerinda, PKS, PBB, dan dapat dilihat dari penyudutan atau pemberitaan
Golkar yang memiliki afiliasi khusus dengan negatif terkait pemerintahan Jokowi-JK yang
HT sebagai Ketua Umum Perindo dan pemilik merupakan lawan politik HT. Selain itu, HT
media Sindonews.com. Seperti yang dijelaskan juga mempunyai visi bersama partai politik
sebelumnya, bahwa HT membawa masuk Perindo yang didirikannya untuk mengkritisi kinerja
ke dalam Koalisi Merah Putih (KMP) pada Mei pemerintah yang secara tidak langsung ada
2015 karena memiliki visi yang sejalan yaitu kemungkinan memengaruhi Sindonews.
mengkritisi kinerja pemerintah. KMP merupakan com dalam mengkritisi kinerja pemerintahan
koalisi yang mendukung Prabowo Subianto- Jokowi-JK. Shoemaker dan Reese (1996: 215)
Hatta Rajasa pada pilpres 2014 yang terdiri dari menyatakan pada tingkat ideologis meneliti
Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB, Golkar, bagaimana sumber kekuatan bertindak dalam
dan Perindo. Ada kemungkinan HT membawa kepentingan mereka sendiri, bukan sebagai
masuk ideologi yang dianut dalam mengkritisi individu tetapi mencakup satu organisasi, seperti
kinerja pemerintah ke dalam konten pemberitaan rutinitas, nilai-nilai dan struktur organisasi untuk
Sindonews.com, sehingga mempengaruhi mempertahankan sistem kontrol dan reproduksi
pemilihan narasumber terkait kinerja pemerintah ideologi dominan. Hal ini memungkinkan
dalam menangani kabut asap. Shoemaker penanaman ideologi yang dilakukan oleh
dan Reese pada level extramedia (1996: 258) pemilik media mempengaruhi seluruh struktur
menjelaskan adanya sumber kekuatan ekonomi organisasi dalam menghasilkan konten berita.
atau politik yang besar sangat memungkinkan Penelitian ini berfokus pada interpretasi
elite untuk mempengaruhi laporan berita. Secara sebuah teks dalam pemeberitaan media online
tidak langung, Sindonews.com mencerminkan dan tidak sedang dalam mengkritisi motivasi
ideologi yang dianut oleh HT sebagai pemilik media melakukan framing sehingga data
media dan aktor politik. Hal ini juga juga yang dapat ditampikan masih sebatas pada
dijabarkan oleh Shoemaker dan Reese pada level permukaan sebuah teks tanpa menghubungkan
organisasi (1996: 257) menyatakan bahwa sikap dengan ideologi media dan pekerja media.
pribadi dan nilai-nilai dari pemilik media berita
dapat tercermin tidak hanya dalam editorial Simpulan
dan kolom tetapi juga dalam news dan features. Berdasarkan 70 berita yang diterbitkan oleh
Ada penerapan ideologi tertentu yang Sindonews.com mempunyai kecenderungan
dimasukkan oleh Sindonews.com dengan pada tema terkait dampak kabut asap untuk
menanamkan perspektif negatif pada menarik emosi pembaca dengan menuliskan
pemerintahan Jokowi-JK. Penerapan ideologi kerugian dan jumlah korban jiwa yang
pada sebuah media memiliki keterkaitan erat diakibatkan oleh kabut asap. Selanjutnya, tema
dengan pihak yang memegang kekuasaan terkait upaya pemerintah dalam menangani
tertinggi di suatu media. Shoemaker dan Reese kabut asap, peneliti menemukan pesan secara
Anang et al. Bencana Kabut Asap dalam Bingkai Media ...233
implisit yang dibuat oleh pewarta, yaitu ada 21 ini masih terbatas pada kajian teks media,
dari 32 tema berita menonjolkan pesan yang sehingga penelitian selanjutnya bisa diperdalam
menunjukkan bahwa pemerintah lamban dalam dengan menggunakan kajian analisis wacana
menangani kabut asap yang sudah dijanjikan untuk mengungkapkan ideologi media di balik
akan selesai pada bulan Oktober 2015. pemberitaan kebakaran hutan. Hal ini menarik
Media massa memiliki fungsi sebagai karena konteks politik antara pemilik MNC
watchdog yang bertugas mengawasi dan Group yang membawahi Sindonews dan partai
mengontrol kinerja dari lembaga eksekutif. yang berkuasa memiliki kepentingan persaingan.
Pada pemberitaan Sindonews.com, pewarta
menggiring pembaca dengan mengaitkan Daftar Pustaka
bencana kabut asap dan pemerintahan Jokowi- Abrar, A. N. (1993). Mengenal Jurnalisme
JK yang genap satu tahun pada bulan Oktober Lingk ungan Hidup. Yogya ka r ta :
2015 karena banyak program kerja Kabinet Kerja Gadjah Mada University Press.
yang belum menyentuh kebutuhan dan harapan Abrar, N. A. (2008). Memberdayakan Masyarakat
rakyat, terutama dalam penanganan kabut asap. Lewat Penyiaran Berita Bencana Alam, 11 (3).
Media memiliki ideologi yang menyebabkan Davis, D. K. & Baran, S. J. (2010). Teori komunikasi
berita bukan murni sebagai cerminan hasil massa: dasar, pergolakan, dan masa depan
realitas melainkan ada representasi ideologi (ed. 5). Jakarta: Salemba Humanika.
media yang bersangkutan. Ideologi bisa Dahlgren, P. (2005) ‘The Internet, Public
menggambarkan bahwa ada kemungkinan Sphere And Political Communication’.
Political Communication, 22 (2), 147–62.
keterlibatan pemilik media mempengaruhi isi
Dominick, J. R. (2005). The Dynamics of
media. Keterlibatan HT tidak hanya sebagai
Mass Communication: Media in The
pemilik media online Sindonews.com melainkan
Digital Age, New York: McGraww Hill.
juga sebagai pemimpin partai politik yang
Eriyanto. (2012). Analisis Framing:
didirikannya, yaitu Partai Perindo. Seperti
Konstruksi, Ideologi, Dan Politik
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Media. Yo g y a k a r t a : LKiS.
kekuasaan politik dan media massa mempunyai
Eriyanto. (2008). Analisis Wacana: Pengantar
hubungan sangat erat. Hal ini memungkinkan
Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.
munculnya kecenderungan kritikan pemberitaan
Fahrudin, D. (2013). Konglomerasi media:
Sindonews.com pada Pemerintahan Jokowi- studi ekonomi politik terhadap media
JK karena merupakan lawan politik dari HT group. Jurnal Visi Komunikasi, 11 (01).
yang merupakan pemilik dari Sindonews.com. Fikri, M. (2015). Konflik Agama Dan
Pembingkaian yang dilakukan Sindonews. Konstruksi New Media (Kajian
com terkait bencana kabut asap menggunakan Kritis Pemberitaan Konflik Di Media
perangkat framing Zhongdang Pan dan Berita Online). Malang: UB Press.
Gerald M. Kosicki adalah fokus menampilkan Gabrillin,A. (2015) Survei: Terburuk, Penanganan
kerugian yang disebabkan oleh kabut asap. Kebakaran Hutan oleh Pemerintah,
Hal ini diperlihatkan melalui foto pada setiap Kompas.com. (2015). https://nasional.kompas.
berita kebanyakan menampilkan foto dari com/read/2015/10/26/18022191/Survei.
daerah kabut asap yang masih diselimuti Terburuk.Penanganan.Kebakaran.Hutan.
kabut asap tebal. Selanjutnya, dari unsur skrip oleh.Pemerintah, diakses 27 Oktober 2015.
juga berfokus pada unsur ‘where’ dan ‘how’ Hapsari, S. U. H. (2012). Spasialisasi kelompok
yang menggambarkan lokasi kabut asap dan media MNC. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
keadaan terkini dari lokasi tersebut. Penelitian Politik Universitas Pandanaran, 10 (24).
234 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 224-234
Abstract
The competition in the radio broadcast business is increasingly booming because of the tight competition
conditions for channels in Yogyakarta accompanied by conditions of social change due to the 4.0
revolution. The digitalization of the 4.0 industrial revolution has also decreased the number of radio
listeners because it is easier to get information and music that has been obtained only from the radio.
I-Radio Jogja as a networked radio certainly has challenges in competing with old radio business players
in Yogyakarta apart from other new radios. This study aims to find a business management model and
marketing communication for radio stations in the era of digitalization of revolution 4.0. The method
used is a descriptive qualitative method. The results showed that the radio business management model
should prioritize local content by combining music and information shows. Primetime for young people as
listeners is in the morning and evening. From the client-side, the ideal management model is to use discount
offers and consider the balance of both parties’ benefits with offers integration with other radio networks.
Keywords: Business Management; Marketing Communication; Radio
Abstrak
Persaingan bisnis siaran radio semakin membuncah karena kondisi persaingan kanal yang rapat di Yogyakarta
disertai dengan kondisi perubahan sosial akibat adanya revolusi 4.0. Digitalisasi dari revolusi industri 4.0 turut
menurunkan jumlah pendengar radio karena lebih mudah mendapatkan informasi dan musik yang selama
ini diperoleh hanya dari radio. I-Radio Jogja sebagai radio berjaringan tentunya memiliki tantangan dalam
bersaing dengan pemain lama bisnis radio di Yogyakarta selain radio baru lainnya. Penelitian ini bertujuan
menemukan model manajemen bisnis dan komunikasi poemasaran stasiun radio di era disgitgalisasi revolusi
4.0. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan model
manajemen bisnis radio harus mengedepankan konten lokal dengan menggabungkan antara acara musik dan
informasi. Waktu prime time untuk kalangan muda sebagai pendengar adalah saat pagi dan sore hari. Dari
sisi klien model manajemen yang ideal adalah menggunakan penawaran diskon dan mempertimbangkan
keseimbangan keuntungan kedua belah pihak dengan penawaran terintegrasi dengan jaringan radio lainnya.
Kata kunci: Manajemen Bisnis; Komunikasi Pemasaran; Radio
dan konsultan global yang berbasis di London, 0.9 %, sementara stasiun radio di Yogyakarta
memprediksi bahwa tahun 2021 industri E&M melampaui jumlah ideal radio yang berbanding
Indonesia hanya mampu meraup pendapatan denga luas wilayah dan jumlah penduduk.
US$23-US$25 miliar, di bawah rata-rata Kondisi di Yogyakarta sendiri terdapat 40 Stasiun
pendapatan negara yang disurvei US$41 miliar. radio beberapa diantaranya sudah tidak bertahan
Kondisi ini juga terjadi dengan bisnis industri bahkan kemudian terjadi praktek jual beli
penyiaran radio, beberapa stasiun radio swasta radio atau frekuensi. Efek lain adalah beberapa
juga mulai tumbang satu persatu, karena semakin stasiun radio saling menyerang satu sama
lama semakin sedikit sekali masyarakat yang lain dengan memperbesar power transmitter
mendengarkan siaran radio. Penyebab utamanya sehingga menutupi frekeunsi stasiun radio lain.
adalah akibat bertumbuh pesatnya penetrasi Selain efek saling menutupi frekuensi,
dunia internet. Akses informasi dan konten sesuai kondisi bisnis radio di Yogyakarta juga terjadi
kebutuhan sudah sangat cepat dan dimudahkan, spasialisasi yaitu proses integrasi antar media
dalam hitungan detik informasi sudah didapatkan dan perpindahtanganan kapital maupun
yang bersifat interaktif. Kondisi ini menjadi otoritas di antara pihak-pihak yang terlibat di
salah satu penyebab masyarakat mulai beranjak dalamnya termasuk perluasan jangkauan siaran
meninggalkan radio (Lestari, 2018, 10^0. (Maulana, 2019, 62). Keseragaman program
Berdasarkan survey Nielsen 2018, tiap tahun, di antara radio-radio yang masuk dalam ranah
pendengar radio mengalami penurunan hingga spasialisasi adalah salah satu dampak yang
3%. Sedangkan sebagai media promosi, radio muncul dari integrasi yang dilakukannya.
hanya memiliki porsi penetrasi 30% penggunaan Pola kepemilikan media yang terkonsentrasi
di tengah masyarakat, dibanding televisi, majalah se pe r ti ini me me nga r uhi ke be r a ga ma n
dan media lainnya. Penurunan jumlah pendengar konten siaran radio sehingga masyarakat
radio juga disebabkan karena kemudahan tidak lagi dapat menikmati keberagaman
mendapatkan lagu lewat internet, mengakses informasi dan hiburan yang menyudutkan
informasi lewat android dan tidak adanya lagi radio menjadi media yang membosankan.
rasa bangga dan spesial ketika lagu yang diminta Dengan demikian dapat dilihat bahwa
masyarakat diputar di radio kesayangan mereka. terdapat beberapa identifikasi masalah dari
Persoalan lain adalah pembagian kue paparan di atas bahwa ancaman terhadap bisnis
iklan yang sejak era tahun 1990-an yang siaran radio di Yogyakarta dalam kondisi kritis
sudah termakan media televisi memperarah akibat persaingan dan kondisi penurunan jumlah
kondisi bisnis stasiun radio. Kondisi saat ini pendengar radio akibat beralih ke media daring
radio semakin sulit mendapat iklan, semakin dan digital. Oleh karena itu rumusan masalah yang
tergerus dengan media daring dan media sosial, diambil dalam penelitian ini adalah ”Bagaiamana
Meskipun beberapa stasiun radio sudah berusaha model manajemen bisnis dan komunikasi
keras untuk mengimbanginya dengan terobosan pemasaran radio yang ideal dalam era digitalisasi
teknologi, namun hal ini belum mampu meraih media dan revolusi industri 4.0 di Yogyakarta? ”
kembali jumlah pendengar yang ideal, sehingga Subjek yang dipilih dalam penelitian
biaya operasionalpun tak tertutupi yang berujung ini adalah I-Radio jogja dengan beberapa
pada tumbangnya stasiun radio tersebut. pertimbangan yaitu (a). I-Radio Jogja merupakan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) radio yang mengedepankan musik Indonesia
Yogyakarta sendiri sudah menerangai bahwa terbaik dan berkualitas dalam program siaran
kondisi industri bisnis siaran radio di Yogyakarta musik yang seratus prosen musik Indonesia,
kian kritis. Penetrasi iklan yang bisa diraih hanya (b). I-Radio Jogja merupakan radio jaringan
Sadeli, Edwi. Model Manajemen Bisnis dan Komunikasi ...237
yang mampu mematahkan dominasi radio tugas inti manajemen media adalah membangun
lokal di Yogyakarta dan bersaing dalam jembatan antara disiplin teori manajemen umum
kualitas siaran dan meraih penggemar serta dan kekhasan industri media (Küng, 2008).
kue iklan, (c) I-Radio Jogja telah menjadi W a h y u d i ( 2 0 1 6 : 3 9 ) menyatakan
barometer perjalanan dan perkembangan manajemen penyiaran adalah merupakan proses
musik Indonesia bagi para insan musik dan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan
musisi Indonesia, dan menjadi referensi musik dan pengendalian suatu kegiatan penyiaran yang
Indonesia yang terlengkap bagi masyarakat. dilakukan secara proporsional dan professional
Penelitian ini melihat dari dua prespektif untuk mencapai target atau sasaran yang
yaitu manajemen bisnis dan komunikasi telah ditentukan, terdiri atas: (a) Perencanaan
pemasaran sebagai tulang punggung bisnis (planning): menyiapkan rencana dan strategi
siaran radio yang belum banyak diungkapan yang akan dikerahkan guna mencapai tujuan
dalam penelitian ilmiah sejak bergemanya perusahaan penyiaran. Dalam tahapan ini harus
revolusi industri 4.0. Umumnya penelitian sudah tahu tentang apa yang harus dilakukan,
melihat strategi komunikasi pemasaran radio kapan, bagaimana, dan siapa yang akan
lakal semata seperti tesis Kastaya (2014) yang menjalankan rencana tersebut. Radio harus
meneliti tentang strategi komunikasi pemasaran memiliki Visi dan Misi perusahaan yang menjadi
radio lokal di Surabaya kurun waktu 2010-2014, acuan pembuatan sebuah rencana perusahaan. (b)
sedangkan penelitian yang menyoal manajeman Pengorganisasian (Organizing); Tanggung jawab
bisnis siaran radio belum banyak ditemukan dan dalam menjalankan sebuah radio terbagi menjadi
umumnya lebih mengarah pada manajemen siaran dua kategori, yaitu manajemen penyiaran dan
radio seperti penelitian Rihartono (2015) yang pelaksanaan operasional penyiaran. (c) Pengaruh
mengulik strategi pengelolaan radio siaran di mengarahkan dan memberikan pengaruh
tengah-tengah perkembangan teknologi internet. memiliki tujuan agar merangsang antusiasme
Sementara mengangkat tema manajemen bisnis karyawan dalam menjalankan tanggung jawab
radio lokal belum banyak diteliti namung kerja secara efektif. Fungsi memengaruhi atau
lebih menbgarah pada konten siaran yang mengarahkan fokus pada stimulasi karyawan
dilaksanakn seperi penelitian Anindhita (2013). dalam melaksanakan tanggung jawab yang
dimiliki secara antusias dan efektif (Peter Pringle,
Manajemen Bisnis Siaran 1991), (d) Pengawasan (Controlling), pengawasan
Manajemen bisnis media dipandang sebagai dilakukan berdasarkan kinerja karyawan yang
disiplin administrasi bisnis yang mengidentifikasi bisa diukur agar penilaian berjalan secara efektif.
dan menggambarkan fenomena dan masalah Menurut Undang-undang penyiaran No. 32
strategis dan operasional dalam kepemimpinan Tahun 2002 yang disebut lembaga penyiaran
perusahaan media. Manajemen media berisi adalah lembaga yang menyelenggarakan jasa
fungsi manajemen strategis, manajemen penyiaran yang terdiri dari lembaga penyiaran
pengadaan, manajemen produksi, manajemen publik, swasta, komunitas dan berlangganan.
organisasi dan pemasaran perusahaan media. Dalam UU tersebut lembaga penyiaran adalah
Manajemen Media terdiri dari; kemampuan organisasi yang memproduksi siaran yang
untuk mengawasi dan memotivasi karyawan berbentuk stasiun baik radio maupun televisi.
dan kemampuan untuk mengoperasikan fasilitas Secara operasional salah satu jenis stasiun
dan sumber daya dengan cara yang hemat biaya yang harus melaksankan kegiatan manajemen
agar menguntungkan (Sherman, 1995, 17). dan mencari keuntungan finasial adalah stasiun
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa penyiaran swasta. Ada hal yang harus dilakukan
238 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 235-248
dalam manjemen bisnis siaran swasta yaitu Ini memiliki metode yang berbeda untuk
manajemen pengeloaan siaran dan manajemen menjangkau khalayak tetapi tujuan utamanya
pemasaran siaran. Menurut Mogel (2014) dalam adalah untuk membangun media yang dapat
melaksanakan manajemen bisnis siaran maka menginformasikan dan membujuk konsumen.
yang perlu dipertimbangkan adalah: (a) Investasi Juga, komunikasi pemasaran adalah metode
atau Modal dalam bisnis media merupakan faktor untuk membangun hubungan yang tidak
penting karena menjadi kekuatan agar media terlihat antara perusahaan dan pelanggan.
dapat menjalankan fungsinya sebagai pembuat Untuk memastikan audiens menerima pesan
konten siaran serta memberikan fasilitasi pada dengan benar adalah langkah utama. Dengan
pelaku atau pekerja siaran dalam lembaga menggunakan komunikasi pemasaran,
penyiaran. (b) Sumber Daya Manusia (SDM) konsumen dapat memahami tentang perusahaan,
atau pekerja media merupakan kekuatan utama produk dan merek (Kotler dan Keller, 2012).
lainnya dalam sebuah bisnis media massa. Modal Secara tradisional, ada beberapa elemen
yang kuat belum tentu mampu menyelenggarakan dalam komunikasi pemasaran yang meliputi
kegiatan siaran dengan baik bila tidak didukung periklanan, promosi penjualan, sponsor,
oleh kompetensi SDM pekerja media. (c) hubungan masyarakat, pemasaran langsung,
Teknologi: peralatan yang sesuai dengan dan penjualan pribadi (Pickton dan Broderick,
perkembangan teknologi menjadi poin ketiga 2005). Padahal sudah ada beberapa elemen
dalam memberikan kontribusi dalam bisnis yang dibedakan untuk membedakannya. Masih
media. Teknologi menjadi bagian dalam strategi ada beberapa ruangan yang tumpang tindih.
penyebarluasan siaran dan menjaga kualitas Oleh karena itu, ini menunjukkan pentingnya
siaran harus mutlak dipenuhi dalam manajemen komunikasi pemasaran terintegrasi. Selain itu,
bisnis siaran terkait pemberian kepuasan audiens. telah diklaim bahwa ada beberapa alat yang juga
(d) Media sebagai entitas ekonomi dalam ranah dapat dalam bauran komunikasi pemasaran seperti
bisnis, media sama halnya dengan perusahaan kemasan, dari mulut ke mulut, titik penjualan,
lainnya yang juga harus berorientasi pada profit. Alasan utama untuk memilih bauran
Namun, perbedaan institusi media massa dengan pemasaran yang terintegrasi adalah bahwa pesan
media lainnya adalah, produk yang dihasilkan dan informasi dapat secara luas menjangkau
bisnis media massa adalah produk yang audiens target dengan semua saluran serta
mempengaruhi pemikiran, cara pandang, sikap metode yang lebih cocok dan efektif untuk
dan perilaku khalayak terhadap lingkungan. mencapai tujuan komunikasi pemasaran
Pada produk tersebut, harus ada kompromi (Ivanova & Dennis, 2018:9). Dengan promosi
antara idealism, komersialisme dalam balutan multi-saluran, ini meningkatkan kesadaran
profesionalisme. (e) Regulasi Media Regulasi merek dan memahami pesan. Oleh karena itu,
media dalam skala kebijakan, juga sangat setiap elemen bauran komunikasi pemasaran
menentukan iklim pertumbuhan media massa. memiliki fungsi khusus untuk mempromosikan
merek dalam kampanye pemasaran. Saat ini,
Komunikasi Pemasaran iklan TV, sponsor, promosi penjualan adalah
Menurut Kotler (2012, 563) “Suatu cara alat komunikasi pemasaran yang populer dan
memandang keseluruhan proses pemasaran penting untuk digunakan dalam kampanye
dari sudut pandang pelanggan” Pada dasarnya, promosi bir. Juga, telah ditemukan bahwa kata-
komunikasi pemasaran adalah proses penting kata dari mulut ke mulut memainkan peran
untuk menyampaikan pesan antara perusahaan utama untuk mempengaruhi beberapa pelanggan
dan konsumen yang membuat khalayak sasaran bir. Elemen-elemen bauran komunikasi
percaya. merek dan pemasar Burnett (1993). pemasaran ini dibahas seperti di bawah ini.
Sadeli, Edwi. Model Manajemen Bisnis dan Komunikasi ...239
Periklanan adalah elemen utama dalam menyebar sangat cepat yang tidak seperti elemen
bauran komunikasi pemasaran. Adalah umum campuran komunikasi lainnya yang tidak dapat
untuk menemukan bahwa mayoritas audiens diukur dan dikendalikan hanya oleh promotor.
menganggap iklan sama dengan promosi. Salah satu teori utama dalam kerangka
Menurut Kotler dan Keller (2012) “Segala komunikasi pemasaran adalah hierarki efek
bentuk presentasi dan promosi ide, barang, atau model yang secara logis menjelaskan tugas
jasa non-pribadi yang dibayar oleh sponsor yang sekuensial pengaruh pesan pemasaran. Dengan
teridentifikasi.” Ini adalah definisi umum dari kata lain, itu mempengaruhi kesadaran konsumen
iklan tetapi menunjukkan titik karakteristik kunci untuk membeli tindakan yang diasumsikan
yang merupakan promosi untuk produk atau bahwa langkah relatif idealnya akan mendorong
layanan oleh sponsor. Sedangkan Sponsorship proses selanjutnya. Proses pertama adalah
bagian kognitif yang berarti konsumen telah
berada dalam sub-kategori hubungan
menerima pesan dan suka kesadaran. Proses
masyarakat yaitu membangun hubungan dan
kedua adalah bagian afektif yang menunjukkan
citra perusahaan (Kotler dan Armstrong, 2012).
sikap dan reaksi terhadap pesan promosi
Definisi sponsorship adalah bahwa perusahaan
yang telah dihasilkan pada langkah tersebut.
menginvestasikan uang atau sejenisnya untuk
Proses terakhir adalah bagian perilaku yang
mengharapkan pendapatan potensial untuk merupakan pembelian aktual untuk merek yang
mencapai tujuan pemasaran (Meenaghan, 1991). dipromosikan . Menurut tiga proses utama ini,
Promosi penjualan adalah promosi jangka banyak model yang berbeda telah dibuat dan
pendek untuk merangsang perilaku pembelian AIDA adalah salah satu model dan sering disebut.
konsumen (Kotler dan Armstrong, 2012). Berdasarkan latarbelakang tersebut
Fungsi promosi penjualan tidak sama dengan penelitian ini bertujuan menemukan model
elemen lain yang meningkatkan hubungan manajemen bisnis dan komunikasi poemasaran
jangka panjang dengan konsumen. Ini berfokus stasiun radio di era disgitgalisasi revolusi 4.0.
untuk meningkatkan penjualan segera. Ada
dua cara untuk mencapai penjualan. Salah Metode Penellitian
satunya adalah untuk mendorong pelanggan Penelitian ini menggunakan pendekatan
saat ini membeli lebih banyak produk atau kualitatif yang dijelaskan secara deskriptif
yang lain adalah untuk menarik perhatian Pendekatan ini dipilih agar dapat mengungkapkan
pelanggan baru untuk membeli. Berbeda dengan secara mendalam tentang strategi manajemen
word of mouth adalah media yang kuat untuk bisnis penyiaran radio dalam menghadapi
komunikasi pemasaran. Sulit untuk bersaing persaingan informasi digital (Kaelan: 2012).
dengan rekomendasi teman dengan iklan atau Objek penelitian ini yaitu manajemen bisnis
elemen campuran komunikasi lainnya. Juga, dan komunikasi pemasaran. Lokasi peneltian
telah diklaim bahwa konsumen lebih mungkin dilakukan di I-Radio Jogja. Analisis dan
untuk mengubah preferensi merek mereka pengujian validitas data dilakukan dengan teknik
dengan saran daripada bauran promosi. Words triangulasi, yaitu pengujian dengan jalan meminta
of mouth dapat menjadi alat untuk menembus sumber lain sebagai pembanding hasil penelitian
penghalang. Dengan perkembangan internet, dan untuk lebih meyakinkan pernyataan yang ada.
saluran komunikasi nyaman dan informasinya Pada penelitian ini triangulasi yang dilakukan
terlalu banyak. Pengalaman dan perasaan dapat adalah menggunakan triangulasi sumber dan data.
240 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 235-248
Hasil Penelitian Dan Pembahasan lebih unggul meskipun dua stasiun tersebut
Struktur Pasar (Market Structure) I-Radio adalah stasiun lokal dan sudah lama eksis di
Jogja Yogyakarta. Hal ini bermakna bahwa pendengar
Terdapat perbedaan dalam kegiatan bisnis I-Radio Jogja cenderung tidak mendengarkan
secara umum dengan bisnis media penyiaran. I-Radio Jogja secara selintas saja melainkan
Bila bisnis pada umumnya menciptakan supply dalam waktu yang lama dan berkesinambungan
barang atau jasa kemudian memasarkannya dibandingkan radio- radio lainnya dengan
(demand creates its own supply), maka pada segmen sejenis. Rata – rata seorang pendengar
bisnis media penyiaran (broadcast media) aktif mendengarkan I-Radio Jogja mendengarkan
justru sebaliknya yaitu “supply creates its own frekuensi 88,7 fm ini selama 12 menit.
demands” (Edwards, 2019:172). Artinya bahwa Pendengar I-Radio Jogja berdasarkan
stasiun radio sebagai produsen yang menciptakan jenis pendidikannya berdasarkan wave 3
jenis jasa penyiaran baru atau baik atau handal tahun 2019 AC Nielsesn adalah sebanyak
maka selalu mendapat permintaan terhadap 43% telah menyelesaikan pendidikan SMA
jasa siaran tersebut dari audience. Hal ini dapat (Sekolah Menengah Umum) atau berstatus
terjadi karena sumber daya ekonomi media radio sebagai mahasiswa. Peringkat kedua terbanyak
tak terbatas (unlimited resources) sedang sumber adalah sebanyak 31% yang memiliki tingkat
daya ekonomi lain terbatas (limited resources). pendidikan dasar (Elementary Finished) atau
Output ekonomi media seperti berita dan lagu Sekolah Menengah Atas (SMA) sedangkan
dapat disiarkan atau dipertunjukkan lagi pada untuk peringkat ketiga adalah pendidikan SMP
waktu dan tempat lain. Bentuk ekonomi lain (Sekolah Menengah Pertama) sebanyak 14%.
dibatasi ruang dan waktu. Oleh karena itu daur Pendengar I-Radio Jogja terbanyak adalah
produk ekonomi media radio lebih panjang. orang- orang yang berusia 20 hingga 24 tahun.
Selain itu pada ekonomi media radio hubungan Peringkat kedua adalah pendengar usia 25-
biaya produksi dan pendapatan terjadi secara 29 tahun sebesar 25%, sedangkan pendengar
tidak langsung karena pendapatan pada bisnis dengan usia 30-34 tahun sebesar 24%.
media radio terutama berasal dari iklan. Selebihnya kemudian diduduki oleh pendengar
dengan usia lebih dari 35 tahun dan usia yang
Jumlah Penjual dan Pembeli (Numbers of kurang dari 20 tahun. pendengar terbanyak
Sellers or Buyers) I-Radio Jogja berasal dari golongan C dan
I-Radio Jogja dalam rangka memperoleh golongan status B. Kondisi ini dapat dipahami
rating dalam hal ini berbasis pada survey AC karena usia 20 tahun sampai dengan 29 tahun
Nielsen melalui penggunaan metode buku harian, adalah kondisi pendengar dengan status belum
wawancara responden, dan portable people. pekerja atau mahasiswa ataupun berstatus
Metode buku harian ini semacam quosieoner pegawai atau pekerja awal sehingga kondisi
yang diisi oleh koresponden penelitian yang ekonomi yang belum mapan atau mandiri.
digunakan untuk mengetahui jumlah pendengar
radio. Data dari AC Nielsen 2019 pada radio Product Differentiation
wave 2 dan wave 3 berdasarkan keseluruhan Melalui spesialisasi dalam pemutaran khusus
pendengar secara kumulatif, I-Radio Jogja tidak musik Indonesia inilah maka I-Radio Jogja
berada pada urutan teratas atau tidak mengungguli menawarkan hal yang berbeda dengan stasiun
radio-radio lain dari berbagai format stasiun. radio lainnya. Jargon 100% musik Indonesia
Namun jika dibandingkan dengan segmen sejenis yang terimplementasi dengan komposisi 100%
seperti Swaragama dan Geronimo posisinya memutar musik Indonesia maka menjadikan
Sadeli, Edwi. Model Manajemen Bisnis dan Komunikasi ...241
strategi format staisun yang dilakukan program Insert yang bersifat kelokalan seperti
sekaligus merupakan strategi positioning yang Geguritan, Gudeg Manggir dan sebagainya.
menunjukkan diferensiasi dengan stasiun radio Hal lain yang dilakukan oleh I-Radio Jogja
lain. Indikasi atas keberhasilan format stasiun dalam meningkatkan penetrasi jumlah pendengar
I-Radio Jogja sebagai strategi differensiasi adalah dengan mengakomodasi kebutuhan
dapat dilihat dari alasan survey AC Nielsen pendengar serta pelayanan yang terbaik kepada
wave 3 Tahun 2019 bahwa umumnya pendengar pendengar maupun klien (Keller, 2020, 63).
atau para i-listener dalam mendengarkan Strategi inilah yang kemudian dilakukan oleh
dan menyimak I-Radio Jogja dikarenakan I-Radio dengan tetap konsisten memutar lagu
ingin mendengarkan New Release Songs atau Indonesia serta memberikan ruang publik
mendengarkan lagu Indonesia rilis terbaru untuk pendengar dan penggemar I-Radio Jogja
mengalami kenaikan tertinggi. Selain alasan berupa co working space. Co working space
tersebut juga disebabkan karena pendengar adalah fasilitas tempat para penggemar dan
I-Radio Jogja bersifat overcome boredom pendengar I-Radio beraktifitas apapun dengan
yaitu mengatasi kebosanan adalah merupakan fasilitas koneksi internet yang memadai serta
alasan mendengarkan I-Radio tertinggi. bertujuan untuk sebagai branding ke kolega
pendengar I-Radio Jogja yang kebetulan ikut
Barries to Entry datang ke ruang co working di lokasi kantor
Tantangan dan hambatan serta ancaman yang terletak di Jl. Gondosuli Yogyakarta.
dalam industri media radio saat ini di Yogyakarta
adalah rapatnya atau banyak jumlah stasiun Cost Structures
radio atau lembaga siaran radio swasta. Fixed cost yang ada di I-Radio Jogja
Kanal yang disediakan untuk gelombang digunakan untuk pembiayaan gaji, listrik dan
Frequency Modulation (FM) sudah penuh kesejahteraan kru I-Radio Jogja. Sedangkan
pada setia kanalnya. Bila kemudian di analisis untuk variabel cost adalah biaya yang
lebih detail dari 32 stasiun radio swasta di dipergunakan I-Radio Jogja untuk kegiatan
Yogyakarta beberapa diantaranya memiliki di luar produksi siaran seperti promosi,
format dan positioning yang sama sehingga administrasi dan pengeluaran tidak terduga. Cost
menambah alur kompetisi untuk bertahan structure yang harus ditanggung oleh I-Radio
hidup dan dalam mempertahankan rating. Jogja dalam membiayai pengeluaran sebagai
Pada sudut pandang regulasi, pemerintah industri media, besarannya berkisar 100 juta
melalui keputusan KPI (Komisi Penyiaran lebih per bulannya dengan pemasukkan dari
Indonesia) Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang iklan keseluruhannya. Selama ini kegiatan cost
Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standart structure selalu dapat melaksanakan pembiayaan
Program Penyiaran telah memberikan batasan cost structure tersebut dengan penjualan iklan
– batasan untuk pengembangan konten program selama 16 jam lokal dan support dari pembiayaan
acara agar tidak bertentangan dengan surat iklan national times yang berasal dari pusat.
keputusan tersebut yang tidak boleh melampaui
aturan – aturan yang berlaku di dalamnya. Vertical Integration
I-Radio Jogja pernah mendapat teguran dari I-Radio Jogja sebagai radio jaringan dalam
KPID DIY dikarenakan tidak menyiarkan pelaksanaan vertical integration memiliki dua
program acara berkonten lokal seperti kethoprak keuntungan yaitu menciptakan sinergi dengan
dan sebagainya. Adanya teguran tersebut stakeholder lokal, stakeholder nasional berasal
pada akhirnya diantisipasi dengan program- dari kantor pusat serta stakeholder dari radio
242 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 235-248
jaringan di daerah lain. Salah satu keuntungan dari I-Radio Jogja mulai mengudara pada 1
kegiatan sebagai radio jaringan adalah dengan Oktober 2005, namun dalam jangka waktu 5
pelaksanaan cross promotion untuk menghemat bulan siaran pertamanya berhasil menduduki
pengeluaran produksi melalui promosi produk peringkat ke 2. Berdasarkan survey AC
atau jasa ke jaringan stasiun radio lain yang Nielsen Wave 4 tahun 2005 (release Februari
masih dalam satu grup jaringan. Contohnya 2006), untuk Segmen usia 20-34 Tahun dan
adalah iklan yang ditayangkan di I-Radio Jogja Kelas Ekonomi S.E.S: AB (menengah keatas).
dari klien lokal maupun nasional dapat disiarkan Identitas I-Radio Jogja beranjak naik sejak
pula melalui jaringan radio Hard-Rock FM, tahun 2007 dengan pengukuhan sebagai
I-Radio Makasar, Bandung dan sebagainya. barometer musik Indonesia dan semakin
Pelaksanaan vertical integration yang meninggalkan ciri khas sebelumnya yaitu MTV
dilakukan oleh I-Radio Jogja adalah bekerjasama on Sky yang memutar juga lagu-lagu barat.
dengan berbagai lembaga pendidikan tinggi I-Radio Jogja mampu menunjukan identitas
dan menegah, biro iklan, produsen produk
mereka sebagai radio jaringan yang bisa menyaingi
dan jasa, serta lembaga pemerintahan maupun
dan mengalahkan kompetitornya radio lokal yang
non-pemerintahan. Bentuk combination,
telah lebih dahulu eksis. Kenerhasilan dalam
transactions costs, dan coordinating yang
meraih pendengar dikarenakan I-Radio Jogja
dilakukan dalam rangka vertical integration
melakukan strategi format station yang bersifat
yang dilakukan I-Radio Jogja adalah dengan
bekerjasama dengan biro iklan dan event nasional namun tidak melupakan suasana lokal
organizer untuk mendukung kegiatan produksi serta mengedepankan selera masyarakat lokal.
yang sifatnya off air. Kerjasama yang dilakukan Visi misi untuk tampil terdepan dalam
tersebut berprinsip dengan menguntungkan mengusung musik Indonesia secara utuh juga
kedua belah pihak agar masing masing dapat sebagai bagian dari keunggulan yang dimiliki oleh
menjalankan fungsi dan tujuan bisnis yang ideal. I-Radio Jogja dibandingkan kompetitornya yang
mengusung lagu campuran barat dan Indonesia.
Market Conduct Specialized yang dilakukan oleh I-Radio Jogja
Perspektif bisnis media radio dipandang inilah yang menjadikan I-Radio memiliki ciri
sebagai industri yang berorientasi pada pendengar khas sendiri melalui musik-musik pilihan yang
(listener) yang terbatas pada wilayah tertentu enak didengar dengan profile gaya penyiar yang
karena keterbatasan jangkauan siarannya. Oleh menyenangkan dengan gaya yang sesuai dengan
karena itu maka prespektif bisnis industri radio selera masyarakat Yogyakarta. Pada sisi yang lain
juga bersifat skala lokal. Ciri lain dapat dilihat keberhasilan ini juga didukung oleh penyediaan
dari hampir semua stasiun radio memiliki format informasi dalam satu paket selain suguhan
station yang hampir sama tetapi stasiun radio musik dan wacana dari penyiar I-Radio Jogja.
yang satu dengan yang lain tidak dapat saling
menggantikan dengan sempurna (subtitute). Pricing Behavior
Selain itu bentuk siaran yang dilakukan Strategi pricing I-Radio Jogja dalam
memiliki kecenderungan homogen meskipun menghadapi struktur pasar siaran radio dan
terdapat differensited. Masing-masing stasiun persaingan merebut pendengar dan iklan adalah
radio berusaha menunjukkan format station melalui keputusan dari Kantor Pusat MRA
khusus mereka agar dapat dibedakan dengan group. Strategi yang dlakukan adalah dengan
stasiun radio lainnya dengan berbagai strategi tidak membedakan harga jual dengan harga
yaitu gaya siaran, jenis lagu serta karateristik jual kompetitor. Artinya pricing disini dengan
berbagai produk siaran lainnya yang berbeda. melihat rate dari price yang berlaku di daerah
Sadeli, Edwi. Model Manajemen Bisnis dan Komunikasi ...243
masing-masing lokasi radio berjaringan. Untuk stasiun radio yang menyediakan konten
lebih menarik klien maka diberlakukan diskon informasi yang dibutuhkan masyarakat luas
dan sistem paket dalam penjulan kontennya, berkaitan hal-hal keren atau menjadi buzzword.
misalnya bahwa durasi waktu beriklan Beberapa langkah strategi dari segi program
menentukan besarnya diskon yang diberikan yang akhirnya menjadi kekuatan I-Radio Jogja
semakin lama durasi kontrak iklannya maka sampai saat ini adalah: a). Selalu melakukan
akan semkin besar harga diskon iklan tersebut. riset seperti memberikan quisioner kepada para
Melalui strategi pricing tersebut serta pendengar tentang program acara radio yang
program konten yang menyatu dengan selera diinginkan pendengar. Dari sinilah kemudian
lokal maka I-Radio Jogja mampu menjangkau dijadikan strategi dalam membuat program
target listeners SES BC. Selain itu dengan strategi acara unggulan. b). Mengutamakan pemutaran
yang dilakukan I-Radio Jogja menjadi salah satu musik dengan sedikit iklan dan sedikit bicara
pilihan klien lokal dan agensi dalam beriklan. dari penyiar serta bernuansa fun, entertaint,
Hal ini disupport juga dengan keunikan program dan kehangatan kepada pendengar yang tetap
konten acaranya seperti I-Radio Ngantor dan dipegang oleh I-Radio Jogja. c). I-Radio Jogja
I-Radio Masuk Sekolah serta peringkat di Neilsen merupakan stasiun radio yang mengudara
yang naik (diatas Swaragama FM dan Geronimo) selama 19 jam nonstop. d). Mempunyai program
pada tahun 2018 dan 2019 sehingga menjadi unggulan seperti “Pagi-Pagi” dan “Sore-sore”.
senjata merebut pasar dari klien kompetitor Program unggulan ini memiliki kelebihan
sebelumnya karena diminati oleh klien. dibandingkan dengan radio kompetitor lainnya
karena selain memanjakan pendengar dengan
Product Strategy or Advertising musik lagu yang sedang hits juga diberikan
Pada konteks ini strategi yang dilakukan informasi yang bermanfaat khas pendengar.
oleh I-Radio Jogja adalah dengan melakukan e). I-Radio Jogja, siarannya sangat lokal
tahapan sebagai berikut: a). Tujuan radio dibanding dengan radio lokal sendiri yang
(station objectives): I-Radio Jogja konsisten tidak menampilkan kelokalannya, misalnya
dalam mengembangkan dan menyuarakan musik penyiar I-Radio Jogja selalu menyisipkan dialog
Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. dan aksen khas Jogja atau kata-kata plesetan
b). Target pendengar (target audience): khalayak khas Yogyakarta. d). Nama-nama segmen
potensial I-Radio Jogja adalah masyarakat program acaranya dibuat menarik dan unik
dalam kategori SES BC yang disesuaikan kekinian namun tidak meninggalkan kearifan
dengan karakter masyarakat Yogyakarta lokal, seperti Icipagi, Warganet (Warta &
serta karakteristik terhadap pandangan musik Gagasan Netijen), Informasi Hangat (I-Ngat).
Indonesia dari usia 17 – 35 tahun. Target yang
lebih spesifik adalah Pendengar yang berjiwa Plant Investment
muda, aktif, energik, mengikuti perkembangan Salah satau perangkat pendukung
terkini dan yang pasti adalah cinta dan bangga kegiatan siaran radio adalah pemancar atau
terhadap musik Indonesia. c). Positioning : transmisi serta menara antenna pemancar.
meskipun inti dari siaran radio terletak pada Menara atau tower antena pemancar I-Radio
music and talk namun I-Radio Jogja tidak terpaku Jogja adalah memiliki ukuran tinggi free stand
pada dua hal pokok tersebut. I-Radio Jogja 80 meter yang berada di tower kampus Sekolah
memposisikan sebagai stasiun radio yang tidak Tinggi Teknik “AKPRIND” Yogyakarta.
bersifat menghibur saja dengan program acara Dengan kekuatan pemancar maksimal 8000
musik dan talk show, namun juga menjadikan watt dan ukuran ketinggian antena 80 meter
244 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 235-248
Abstract
This study aims to analyze the communication styles developed in the Minangkabau, Javanese, and Bugis
communities. This research uses qualitative methods of data collection techniques in-depth interviews (in-depth),
observation (observation), documentation, and literature. Interviews and observations were carried out in three
important cities: Padang (to examine the communication styles of the Minangkabau community), Surakarta (to
examine the communication styles of the Javanese people), and Makassar (to examine the communication
styles of the Buginese people). The results of this study describe the style of communication developed in the
Minangkabau, Javanese, and Bugis communities by emphasizing four aspects: (a) the tendency to use nouns or
verbs (nouniness and verbiness), (b) the use of passive or active sentences, (c) the use of direct or indirect ways of
expressing ideas, and (d) the use of words or sentences when you find yourself having different positions of opinion
or views with other people who are partners in conversation. The differences in the four aspects of communication
style can be assessed as an implication of the culture of the three Minang, Javanese, and Bugis communities.
Keywords: Culture; Communication Style; Minangkabau People; Javanese Society; The Bugis Community.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis gaya komunikasi yang berkembang di masyarakat Minangkabau, Jawa,
dan Bugis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif teknik pengumpulan data wawancara mendalam
(in-depth), pengamatan (obsevasi), dokumentasi, dan literatur. Wawancara dan observasi dilakukan di tiga
kota penting: Padang (untuk mencermati gaya komunikasi masyarakat Minangkabau), Surakarta (untuk
mencermati gaya komunikasi masyarakat Jawa), dan Makassar (untuk mencermati gaya komunikasi
masyarakat Bugis). Hasil peneltian ini mendeskripsikan gaya komunikasi yang berkembang di masyarakat
Minangkabau, Jawa, dan Bugis dengan memberikan titik berat pada empat aspek: (a) kecenderungan
dalam penggunaan kata benda atau kata kerja (nouniness and verbiness), (b) penggunaan kalimat pasif atau
aktif, (c) penggunaan cara pengutaraan gagasan secara langsung (direct) ataukah tidak langsung (indirect),
dan (d) penggunaan kata-kata atau kalimat ketika mendapati diri berbeda posisi pendapat atau pandangan
dengan orang lain yang menjadi partner dalam berbincang. Perbedaan di keempat aspek gaya komunikasi
tersebut dapat dinilai sebagai implikasi dari kebudayaan dari ketiga masyarakat Minang, Jawa dan Bugis.
Kata kunci: Kebudayaan; Gaya Komunikasi; Masyarakat Minangkabau; Masyarakat Jawa; Masyarakat
Bugis.
Gaya komunikasi (communication style) ini pewarisan yang dimaksud tidak selalu
merupakan cara dengan mana seseorang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu
berinteraksi dan bertukar informasi dengan secara sistematis namun bersifat alamiah seperti
orang lain. Setiap individu menjalani kehidupan misalnya yang banyak sekali terjadi ketika
bermasyarakat bersama dengan orang lain generasi yang lebih muda berinteraksi dengan
dan karenanya menjadi warga atau bagian dari orang-orang dari generasi yang lebih tua atau
kelompok masyarakat di dalam mana orang sebaliknya. Menurut Cloud (2013), kebudayaan
bersangkutan berada (Karell, 2018). Pemahaman merupakan “....sets of human behavior that
mengenai gaya komunikasi sangat diperlukan are passed down from one generation to the
dalam jalinan komunikasi untuk menuju next. This transmission of culture isn’t always
harmoni hubungan; baik hubungan internal di purposeful, and may take place anywhere that
antara sesama warga kelompok masyarakat young people can interact with older people.”
maupun hubungan dengan orang atau warga dari Para peneliti terdahulu seperti Taylor –
kelompok masyarakat lain. Jalinan komunikasi seorang antropolog Inggris 1832-1917 – (Prinz,
terjadi antara orang dari masyarakat atau 2011) menggunakan konsep kebudayaan
budaya yang satu (misalnya masyarakat Jawa) (culture) sebagai “the full range of learned
dengan orang dari masyarakat lain (misalnya human behavior patterns” yang kompleksitas
masyarakat Minangkabau atau Bugis). Arti cakupannya termasuk hal-hal seperti “....
penting dari komunikasi adalah tercipta knowledge, belief, art, law, morals, custom,
pemahaman bersama (mutual understanding) and any other capabilities and habits acquired
untuk tindakan bersama (mutual action) dalam by man as a member of society.” Antropolog
jalinan komunikasi yang bersifat konvergen. generasi berikutnya seperti Geertz (Prinz, 2011)
Nilai-nilai kebudayaan yang melatarbelakangi membahas kebudayaan dengan memberikan
orang yang terlibat dalam jalinan komunikasi penekanan pada persoalan pola-pola transmisi
harus diperhatikan. Dengan pemahaman yang bersifat historis mengenai makna-makna yang
memadai, diharapkan adanya saling pengertian, terkemas dalam berbagai bentuk simbol; atau
dapat dikurangi atau dihindari kesalahpahaman dalam kata-kata Geertz kebudayaan notabene
(misunderstanding) dan/atau salah persepsi adalah: “.... an historically transmitted pattern
(misperception). Hal ini urgen untuk membantu of meanings embodied in symbols.” Definisi
memperkokoh harmoni dan persatuan nasional. lain dari Malinowski (Prinz, 2011) mengatakan
Harmoni dan persatuan mensyaratkan adanya bahwa kebudayaan merupakan “.... a well
saling pengertian dan saling memahami di organized unity divided into two fundamental
antara individu dan/atau masyarakat dengan aspects—a body of artifacts and a system
latarbelakang kebudayaan yang berbeda-beda. of customs.” Definisi dari Malinowski ini
Konsep kebudayaan merupakan konsep memberikan penegasan mengenai dua sifat dari
yang tidak mudah untuk didefinisikan. Hal kebudayaan yakni artifak (mewujud secara fisik)
demikian dikarenakan adanya banyak sekali dan non-artifak (tidak mewujud secara fisik) –
kalangan peneliti menggunakan konsep ini berupa nilai serta kebiasaan-kebiasaan, dan dapat
dengan pemahaman masing-masing sesuai diamati melalui perilaku serta praktik kehidupan
dengan bidang keilmuan yang ditekuni. Dari masyarakat sehari-hari. Koentjaraningrat (1974)
kalangan ilmu antropologi, misalnya, konsep merupakan perintis ilmu antrologi di Indonesia,
kebudayaan sering dimaknai sebagai perangkat mengemukakan bahwa konsep kebudayaan,
perilaku manusia yang terwariskan dari suatu terutama bagi kalangan ilmu sosial, memiliki
generasi ke generasi berikutnya. Dalam kaitan cakupan arti yang juga sangat luas yakni meliputi
Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...251
“seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya pada (atau dianut oleh) masing-masing warga
manusia .....” Menurut Koentjaraningrat, terdapat masyarakat etnis bersangkutan termasuk gaya
tujuh aspek kebudayaan (Koentjaraningrat komunikasi (communication style). Kebudayaan
menyebutnya sebagai unsur-unsur): (1) Sistem merupakan suatu entitas yang dipelajari
religi dan upacara keagamaan, (2) Sistem yang karena itu setiap orang menggunakan
dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengalaman dan nilai-nilai sosial-budaya
pengetahuan, (4) Bahasa: suatu aspek yang paling masyarakat di dalam mana orang bersangkutan
dekat dengan komunikasi serta gaya komunikasi, menjadi warganya sebagai acuan nilai dalam
(5) Kesenian, (6) Sistem mata pencaharian menjalin komunikasi dengan orang lain.
hidup, dan (7) Sistem tehnologi dan peralatan. Hal demikian menguatkan pandangan bahwa
Konsep komunikasi kerapkali dipahami perbedaan-perbedaan dalam latarbelakang
sebagai proses jalinan hubungan interaksi kebudayaan memungkinkan adanya perbedaan-
antar manusia dengan menggunakan lambang- perbedaan dalam gaya berkomunikasi; atau
lambang atau simbol termasuk dan terutama dengan kata lain kebudayaan membawa
adalah lambang-lambang bahasa. Proses jalinan dampak pada gaya komunikasi. Terkait dengan
yang dimaksud melibatkan setidaknya dua pihak hal ini Giri (2006) mengemukakan penegasan
partisipan yang saling bertukar lambing atau pesan bahwa antara komunikasi dengan kebudayaan
antara komunikator (pemrakarsa penyampai merupakan dua entitas yang saling berpengaruh
pesan) dan komunikan (penerima pesan); satu terhadap yang lain atau mengutip kata-kata
dengan pengertian terdapat pergantian peran di Giri: “Communication and cuture have a great
antara keduanya dalam suatu jalinan komunikasi influence on each other.” Aadanya perbedaan-
dan/atau interaksi sosial yang berproses dalam perbedaan-perbedaan dalam gaya komunikasi
sistem sosial dengan perangkat nilai-niai sosial di antara berbagai kelompok masyarakat
dan kebudayaan yang melingkupi. Pemahaman disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya.
tersebut memberikan suatu perspektif Dalam literatur dan khazanah teori
pandangan bahwa persoalan komunikasi komunikasi konsep gaya komunikasi
sebenarnya adalah juga persoalan kebudayaan. (communication style) sering dimaknai sebagai
Artinya, penggunaan lambang-lambang atau kecenderungan umum dalam berkomunikasi
simbol dalam proses jalinan interaksi di antara terutama komunikasi antar pribadi yang
para pelibat (participants) merupakan unsur merupakan pola pengorganisasian hubungan
dari proses kebudayaan yang lebih besar. interaksi dengan menggunakan lambang-
Pandangan demikian membawa konsekuensi lambang bahasa verbal maupun nonverbal
bahwa komunikasi merupakan perekat bagi (Panisoara et.al, 2015; Norton, 1983; Klopf
para pihak yang terlibat dalam proses jalinan dan Cambara, 1981). Mencermati pemaknaan
interaksi. Individu (atau mungkin kelompok) demikian maka dapat dikatakan bahwa konteks
warga masyarakat Jawa menjalin interaksi gaya komunikasi lebih terletak terutama pada
dengan individua atau kelompok warga komunikasi antar pribadi, terutama sekali yang
masyarakat Minangkabau atau mungkin dengan berlangsung secara verbal dan teristimewa
individua tau kelompok warga masyarakat Bugis dalam jalinan komunikasi antar budaya.
untuk kepentingan atau urusan-urusan tertentu Hall, Gudykunst, membahas cara
di samping dengan individu atau kelompok pandang mengenai gaya komunikasi
masyarakat Jawa sendiri. Dalam konteks demikian dengan menggolongkannya ke dalam dua
maka dapat dipahami arti penting dari kebiasaan- kecenderungan umum yakni high context
kebiasaan serta nilai-nilai sosial-budaya yang ada dan low context culture dengan berpijak pada
252 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261
keyakinan bahwa kebudayaan dapat dicermati ini sebagai objek karena ketiganya adalah
melalui bentuk dan/atau sifat dari penyampaian sama-sama tergolong masyarakat ras Melayu.
pesan dalam jalinan komunikasi warga Gaya komunikasi dicermati melalui empat
masyarakat (Yang, 2016). Gaya komunikasi aspek: (a) kecenderungan dalam penggunaan
high context ditandai antara lain oleh sifat atau kata benda atau kata kerja (nouniness and
kecenderungan berkata-kata dalam bahasa verbiness), (b) penggunaan kalimat pasif atau
yang tidak langsung (indirect), penuh perasaan aktif, (c) penggunaan cara pengutaraan gagasan
banyak melibatkan emotional intelligence, lebih secara langsung (direct) ataukah tidak langsung
banyak mengemukakan gambaran-gambaran (indirect), (d) penggunaan kata-kata atau kalimat
atau alasan-alasan, dan kerapkali menggunakan ketika mendapati diri berbeda posisi pendapat
diam (silence) sebagai bahasa; sementara gaya atau pandangan dengan orang lain yang menjadi
low context ditandai oleh sifat-sifat sebaliknya partner berkomunikasi. Tambahan aspek terakhir
seperti cenderung lebih bersifat terbuka, menjadi kebaruan (novelty) dari penelitian ini.
langsung, dan menunjukkan posisi pendapat
(contentious), dan kerapkali disertai upaya Metode Penelitian
mempengaruhi (implisit ataupun eksplisit). Penelitian ini menggunakan pendekatan
Mulkeen (2016) menawarkan contoh kualitatif interpretif, bertolak dari filsafat
unsur atau aspek dari gaya komunikasi yang fenomenologi yang memandang pengalaman,
diyakininya sebagai konsekeunsi atau dampak terutama sekali pengalaman dari orang pertama
dari kebudayaan yakni (a) kecenderunan (pengalaman langsung dari pelaku yakni orang-
dalam penggunaan kata benda atau kata kerja orang atau warga atau anggota masyarakat
(nouniness and verbiness), (b) kecenderungan yang diamati) sebagai unsur pokok dari sumber
dalam penggunaan kalimat pasif ataukah kalimat pengetahuan (Bhattacherjee, 2012; Smith,
aktif, dan (c) kecenderungan penggunaan cara 2013). Sebagaimana dikatakan Smith (2013),
pengutaraan gagasan secara langsung (direct, kata fenomenologi secara harfiah berarti studi
low context) ataukah tidak langsung (indirect, mengenai gejala (phenomena) – yakni gejala
high context). Unsur yang dicontohkan oleh yang menjadi objek penyelidikan. Smith
Mulkeen ini masih dapat diteruskan atau mengatakan bahwa fenomenologi “ .....studies
diperpanjang misalnya dengan menambahkan conscious experience as experienced from
kemungkinan bagaimana kecenderungan umum the subjective or first person point of view.”
diri berbeda posisi baik dalam hal pendapat, Paradigma konstruktivisme ini dipilih terutama
pandangan, data/informasi/fakta mengenai karena penelitian ini pada dasarnya adalah
persoalan yang saling diperbincangkan, penelitian mengenai manusia (masyarakat)
kecenderungan umum kata-kata yang digunakan dengan kebudayaannya yang unik – khususnya
ketika seseorang menemukan diri keliru atau yakni gaya komunikasi di ketiga kelompok
salah, dan bagaimana kecenderungan umum masyarakat atau budaya Jawa, Minang dan Bugis
kata-kata atau bahasa yang digunakan ketika – yang memiliki perbedaan maupun kesamaan.
seseorang menemukan bahwa orang lain dengan Metode studi kasus (case study) bersifat
siapa dirinya menjalin komunikasi ternyata jamak (multiple-cases study) digunakan dalam
salah termasuk ketika ada orang lain (mungkin penelitian ini untuk membandingkan tiga kasus
orang banyak) sedang ada bersamanya. yang berbeda yakni tiga kelompok masyarakat
Bertolak dari latarbelakang itu, maka dengan kebudayaannya masing-masing: yakni
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masyarakat Minangkabau, masyarakat Jawa
kecenderungan persamaan dan perbedaan dan masyarakat Bugis. Gaya komunikasi
gaya komunikasi khususnya masyarakat Jawa, ketiga kelompok masyarakat ini diteliti
masyarakat Minangkabau, dan masyarakat Bugis. dan kemudian dibandingkan, diidentifikasi
Alasan pemilihan ketiga kelompok masyarakat perbedaan serta persamaan yang ada dengan
Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...253
titik berat empat aspek sebagaimana sudah Kecenderungan penggunaan kata kerja - kata
dikemukakan sebelumnya. Keunikan dari studi benda
kasus sebagai suatu metode penelitian ilmiah, Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam
seperti dikatakan oleh Fidel (1983), adalah percakapan sehari-hari, warga masyarakat
bahwa metode ini bersifat penelitian lapangan Minangkabau lebih sering menggunakan kata
ini diarahkan secara khusus untuk mencermati kerja dibandingkan dengan kata benda dalam
gejala sebagaimana adanya tanpa ada intervensi memulai percakapan. Hal demikian terlihat
yang signifikan dari peneiti. Perolehan dari dari percakapan dalam kehidupan sehari-hari
metode ini terutama adalah untuk menghasilkan seperti misalnya sebagai berikut: “Makanlah
pemahaman yang komprehensif dan holistik kue mangkuk itu, enaknya saat masih panas
mengenai gejala/kasus yang ditelti dan sekaligus begitu”. “Jangan mengikuti apa kata orang
juga menghasilkan proposisi ilmiah teoritis terus, yang punya hidup kita, ya kita yang tahu.”
berkenaan dengan gejala-gejala yang dicermati. Dalam kaitan ini seorang sumber Ans. (54,
Pengumpulan data dengan teknik wawancara L) menjelaskan bahwa pada dasarnya orang
mendalam (in-depth interview), observasi, dan Minang memang lebih banyak menggunakan
pemanfaatan bahan-bahan dokumen dan literatur. kata kerja dibanding dengan kata benda. Hal
Wawancara melibatkan 25 orang di ketiga kota: demikian disebabkan oleh karakter dari orang
Padang (8 orang masyarakat Minangkabau), Minangkabau yang berpegang pada prinsip
Surakarta atau Solo (10 orang masyarakat Jawa), mengutamakan kontribusi untuk sesama di
dan Makassar (7 orang masyarakat Bugis). samping kenyataan bahwa orang Minang
memiliki kebiasaan merantau dan berdagang.
Informan diambil secara purposive terutama
Lebih tepatnya Ans, menuturkan bahwa Orang
maximum variation sampling untuk masing-
Minang lebih banyak menggunakan kata kerja
masing klompok masyarakat atau budaya,
[terutama di bagian awal penuturan]; hal ini
dengan mempertimbangkan latarbelakang
mungkin karena sifat orang Minang yang
sumber. Untuk kepentingan analisis dan validitas
punya prinsip untuk berkontribusi dahulu baru
data, digunakan tehnik triangulasi terutama
mengharap imbalan kemudian; dan orang kita itu
triangulasi sumber. Analisis dilakukan dengan
[orang Minang – pen.] suke mengayomi sesama.
melakukan reduksi data serta pengelompokan
Kemudian kebiasaan merantau dan berdagang
data berdasar kecenderungan atau tema;
membuat orang Minang memiliki pola
pemberian interpretasi terhadap kecenderungan-
bertutur lebih banyak menggunakan kata kerja.
kecenderungan data untuk dapat dibuatkan
kesimpulan mengacu pada tujuan penelitian. Kecenderungan penggunaan kalimat aktif-
pasif
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan masyarakat
Gaya komunikasi masyarakat Minangkabau Minangkabau lebih sering menggunakan kalimat
Secara geografis, masyarakat Minangkabau aktif dibandingkan dengan kalimat pasif. Dapat
menempati wilayah budaya Minangkabau, dikatakan bahwa hal demikian merupakan
tepatnya di Provinsi Sumatera Barat yang konsekuensi dari lebih banyaknya penggunaan
berpusat di Kota Padang. Masyarakat kata kerja dibanding dengan kata benda.
Minangkabau dikenal senang merantau. Penggunaan kalimat aktif banyak sekali dijumpai
Masyarakat Minang sebenarnya kedapatan dalam kalimat berita, termasuk yang menyangkut
di seluruh penjuru negeri bahkan juga di luar diri sendiri maupun orang atau sesuatu yang lain
negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: sebagai pokok kalimat. Penuturan dengan gaya
254 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261
demikian sangat lazim dijumpai di kalangan Masyarakat Minang. Pantun dan kemudian juga
masyarakat Minang. Sebagai contoh, ketika Gurindam merupakan bentuk-bentuk keindahan
seseorang menceriterakan bahwa dirinya sudah serta ketinggian budaya Minang dalam bertutur
melamar pekerjaan ke sana dan ke mari termasuk kata yang kesemuanya bersifat tidak langsug.
melamar di perkebunan kelapa sawit maka kalimat Adr. kemudian menambahkan sebagai berikut.
yang digunakan kurang-lebih sebagai berikut: Orang Minang itu arif dan bijaksana, punya
“Sudah banyak saya melamar pekerjaan; perasaan yang mendalam, dan sangat menunjung
ini di perkebunan sawit saya [juga] lamar; tapi tinggi adat dan sopan-santun. Karena ini maka
ya itu harus siap di pelosok kampong. Kemaren orang Minang banyak memakai kiasan, cenderung
anak-anak itu [mem]bantu ibu mengisi rapor tersamar atau mungkin menyindir supaya tidak
yang setumpuk itu, untung ada yang mau bantu.” ada kesan lansung [frontal] dan kasar. Orang
Lebih lanjut dalam kalimat ajakan atau Minang tau dengan kato nan ampek, yang
menjawab pertanyaan ternyata kalimat aktif kato malereang itu lah penerapan kiasan yang
juga lebih sering digunakan. Seorang informan sebenarnya. Fer. (50 th. ), sejalan dengan Adr.
Dsr. (23 th.) menjelaskan hal ini dengan menjelaskan hal tersebut dengan mengatakan:
mengkaitkannya dengan kebiasaan-kebiasaan Orang kita [orang Minang – pen.] kalau
yang berkembang dalam masyarakat Minang. berbicara itu penuh akan isyarat, [tidak
“Kalau untuk penggunaan kalimat aktif [ataukah] langsung – pen.] – jadi hati-hati kalau
pasif itu sama saja – ya apa yang biasa dipakai berbicara kepada orang lain, dan tidak bisa
itu yang diucapkan,” demikian Dsr. menjelaskan. sembarangan saja. Orang Minang itu kan tau
tenggang rasa, tau dengan [perasaan] malu.
Kalimat Lansung atau Tidak Langsung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Respon Terhadap Perbedaan Pendapat
masyarakat Minang cenderung memiliki gaya Dalam percakapan sehari-hari, nampak
komunikasi tidak langsung (indirect). Hal kecenderungan bahwa masyarakat Minangkabau
demikian sangat erat terkait dengan kebiasaan cenderung kuat dalam mempertahankan apa
berbalas pantun dalam masyarakat Minangkabau. yang mereka yakini benar. Hal ini memengaruhi
Kecenderungan seperti ini memberikan situasi komunikasi yang ada, seperti jika
isyarat bahwa bagi masyarakat Minangkabau, memiliki perbedaan pendapat dengan
komunikasi merupakan suatu proses yang lawan bicara. Data yang berhasil dihimpun
kompleks. Hal ini juga menandai sifat budaya menunjukkan bahwa mempertahankan pendapat
Minang yang cenderung high context meminjam atau keyakinan (berargumen) sangat mewarnai
istilah Hall dan juga Gudykunst sebagaimana jalinan komunikasi antar pribadi di kalangan
dikemukakan di bagian awal. Gaya komunikasi warga masyarakat Minangkabau. Sepintas hal
tidak langsung ini bagi masyarakat Minang ini merupakan gejala paradoksal dengan yang
dijumpai dalam beberapa bentuk termasuk sebelumnya dikatakan bahwa masyarakat Minang
pengibaratan, penghalusan dan juga sindiran. cenderung berhati-hati yang mengutamakan
Adr. (63 th. – pensiunan PNS) menjelaskan kearifan. Dalam konteks ini, sebagaimana
hal ini dengan menunjukkan sifat orang Minang nampak melalui banyak kenyataan, diarahkan
yang suka mengutamakan kearifan sehingga untuk mencapai kesepakatan (kemufakatan);
kehati-hatian dalam berbicara merupakan hal “Sebenarnya orang Minang itu bukannya
tidak suka dengan si X, tapi orang-orang
yang sangat penting dalam jalinan hubungan yang ada dibelakangnya itu [orang-orang
dengan orang lain. Hal demikian tersosialisasikan di belakang X]; jadi si X bisa disuruh-suruh
secara turun-temurun sehinga mewarnai budaya seperti pembantu saja (W, 21 th., mhsw).”
Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...255
W. (21 th.) menjelaskan hal ini dengan Sejalan dengan Wd. Sumber lain Prt. (48
menunjuk tujuan berdebat yakni untuk th.) mengatakan bahwa orang Jawa terutama
mencari kebenaran untuk disepakati dan hal di wilayah Solo dan Yogyakarta dan sekitarnya
ini merupakan kebiasaan yang sudah lama sangat memperhatikan partner berbicara dalam
terwariskan secara turun-temurun dari generasi menjalin komunikasi termasuk kemungkinan
ke generasi baik yang mengambil konteks adat perubahan wajah serta intonasi dan bahasa
(sambah kato) maupun konteks informal seperti tubuh. “Karena hal demikian maka agak sulit
di warung-warung (ota lapau). “Urang minang sebenarnya mengatakan sesuatu bahwa orang
Jawa begini atau begitu dalam berkomunikasi,”
tu suko berdebat, berhujjah mancari suatu
demikian Prt. mengemukakan penjelasan.
kebenaran atau kesepakatan, jadi kalau ado nan
“Walau demikian dala, banyak hal orang
taraso alun sasuai, pasti disemba juo tu sampai
Jawa bisa menampakkan kejelasan dalam
ado kesepakatan baduo”, demikian kata Adr.
bersikap sehingga kecenderungan penggunaan
kata kerja mungkin dapat dikatakan lebih
Gaya Komunikasi Masyarakat Jawa menonjol dibandingkan dengan kata benda.
Kecenderungan Penggunaan Kata Kerja - Kalimat bernuansa perintah: ‘Selesaikan
Kata Benda dulu urusan itu, kemudian beritahu saya
Masyarakat Jawa, sangat mementingkan tentang perkembangnnya’ nampaknya lebih
keseimbangan dan harmoni. Tidak mudah lazim digunakan oleh orang Jawa dalam
mengidentifikasi kecenderungan penggunaan berkomunikasi dibandingkan misalnya dengan:
kata benda dan kata kerja dalam jalinan ‘Urusan itu selesaikan dulu, dan kemudian
komunikasi. Kendati demikian kalau harus perkembangnnya beritahukan kepada saya,”
dikatakan mana yang lebih sering digunakan
antara kedua jenis kata tersebut maka ada kesan Kecenderungan Penggunaan Kalimat Aktif-
bahwa kata kerja, untuk berbagai konteks, Pasif
lebih banyak digunakan. Hal ini terlihat dalam Tidak mudah membuat generalisasi
kalimat berita mengenai berapa lama waktu mengenai kecenderungan masyarakat Jawa
yang dibutuhkan untuk penyelesaian sebuah dalam menggunakan kalimat aktif ataukah
pasif dalam percakapan sehari-hari. Seringkali
pekerjaan maka kalimat yang digunakan kurang
warga masyarakat Jawa menggunakan kalimat
lebih: “Butuh waktu tiga bulan untuk dapat
aktif namun seringkali juga kalimat pasif juga
menyelesaikan proyek itu”, walau memang
lazim digunakan. Ada kesan bahwa perbedaan
kalimat lain seperti: “Proyek itu butuh waktu antara penggunaan kalimat aktif atau pasif
tiga bulan untuk menyelesaikannya” juga sering tidak terlalu menyolok. Yang lebih menyolok
digunakan. Berkenaan dengan hal ini seorang sebenarnya adalah penggunaan kata-kata yang
informan Wd. (52 th.) mengatakan sebagai berikut: bersifat memperhalus (eufemisme) dan kalimat
“Orang Jawa memang suka bekerja
keras; tetapi ada keseimbangan termasuk yang bersifat campuran antara bahasa Indonesia
penghargaan terhadap materi (benda), dengan bahasa Jawa. Dalam kehidupan sehari-
bahkan juga hal-hal bersifat non-materi hari, apabila terjadi perbincangan antara dua
seperti kepuasan batin serta ekspresi orang yang relatif sederajat maka kecenderungan
penghambaan. Karena hal tersebut maka
sesungguhnya agak sukar mengatakan penggunaan kalimat kurang lebih akan sebagai
segala sesuatu secara hitam-putih berikut: “Pak Lurah telah menyuruh orang
berkenaan dengan kebudayaan Jawa untuk memperbaiki tanggul saluran yang jebol
termasuk dalam hal gaya berkomunikasi” karena hujan semalam.” Atau, dalam konteks
256 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261
atau urusan lain mungkin akan bernuansa Kalimat Langsung atau Tidak Langsung
sebagai berikut: “Pak Hadi meminta saya Hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk menambah lagi persediaan semen supaya masyarakat Jawa lebih sering menggunakan
tidak terjadi keterlambatan dalam pengerjaan kalimat tidak langsung dibandingkan dengan
bangunan itu.” Kedua kalimat sebagaimana kalimat langsung. Penghargaan yang tinggi
baru saja dikemukakan tadi merupakan terhadap keseimbangan dan keharmonisan
kalimat aktif. Kalimat pasif juga sangat lazim mengharuskan orang Jawa lebih cermat dalam
mengemukakan pikiran dalam suatu jalinan
digunakan oleh orang Jawa dalam percakapan
komunikasi dengan orang lain. Di samping itu
sehari-hari. Kalimat yang dimaksud misalnya
kecenderungan sikap rela mengalah demi tetap
sebagai berikut: ”Pekan lalu saya diajak makan
terjaminnya kebersamaan juga seringkali muncul
siang oleh Bu Halimah di rumah makan itu.” dalam perbincangan dalam kehidupan sehari-
Atau kalimat pasif lain seperti: “Nama itu hari. Hal-hal seperti pilihan kata (diksi) dan
sudah dimasukkan ke dalam daftar pemesan.” rumusan serta sifat kalimat yang digunakan dalam
Te r k a i t kalimat aktif-pasif, M. berkomunikasi sehari-hari biasanya diharapkan
(60, L., pengamat budaya) menjelaskan untuk tidak membuat orang lain menjadi
agak panjang lebar sebagai berikut. tersinggung atau tersakiti hatinya, atau menjadi
Penggunaan kalimat aktif atau pasif agak dipermalukan. Kalimat bersifat langsung lebih
bergantung pada siapa berkomunikasi dengan banyak dijumpai dalam kalimat perintah misalnya
siapa. Kalau komunikasi berlangsung antara oleh orangtua kepada anak atau oleh majikan
dua orang teman atau dua orang yang memiliki kepada buruh. M. (60, L, pengamat budaya)
hubungan akrab maka kalimat aktif lebih sering menjelaskan hal demikian sebagai berikut.
digunakan; tetapi apabila tidak demikian maka Kebudayaan masyarakat Jawa sangat kaya
kalimat pasif yang digunakan. Dengan demikian akan simbol. Karena itu di dalam berkomunikasi,
yang lebih sering digunakan adalah kata-kata, termasuk bertutur, masyarakat Jawa lebih sering
bersifat simbolik dan tidak bersifat langsung.
misalnya, “Ibu menyuruh saya ke sini untuk
Termasuk berkomunikasi tidak langsung
memberikan mangga ini,” dan bukan “Saya
adalah apa yang dikenal luas sebagai sindiran.
disuruh Ibu ke sini untuk memberikan mangga
Eufemisme [penghalusan makna] merupakan
ini.” Tetapi apabila percakapan berlangsung
sebagian dari unsur membangun kalimat tidak
di antara orang yang tidak begitu akrab atau langsung. Apabila hendak mengemukakan
percakapan dengan orang yang sangat dihormati saran supaya seseorang [partner berkomunikasi
maka hal sebaliknya yang terjadi. Hal demikian – pen.] segera pergi atau pulang karena waktu
menandai sikap kehati-hatian menjalin hubungan sudah terlalu sore maka orang bersangkutan
komunikasi walau penggunaan kedua jenis cenderung akan memilih kata-kata kurang lebih:
kalimat tadi juga agak sumir [perbedaan kurang “Iya ... hal ini mungkin dapat kita bicarakan
signifikan]. Yang lebih menyolok sebenarnya lebih lanjut nanti;” dan bukan misalnya
adalah penggunaan kata-kata bersifat eufemistik “Wah ... maaf sudah sore ini rupanya ya ... “
(menghaluskan) serta pilihan kata atau kalimat
dalam tingkat halus (krama) sehingga seringkali, Respon Terhadap Perbedaan Pendapat
walau tidak selalu, terjadi penggunaan bahasa Hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang bersifat campuran antara bahasa Jawa masyarakat Jawa sangat menghargai
halus dengan bahasa Indonesia seperti misalnya: keseimbangan dan menjunjung tinggi harmoni
“Inggih ... Bapak tinggal paring dhawuh saja” (Iya termasuk yang berkaitan dengan jalinan
.... Bapak tinggal beri perintah kepada saya saja). hubungan dengan orang lain dan berkomunikasi.
Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...257
Orang Bugis bukan hanya terbuka tetapi Kalimat Langsung atau Tidak Langsung
juga pemberani. Lautan luas, ombak yang Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
bergulung-gulung, dan udara yang panas; semua masyarakat Bugis cenderung berbicara dengan
merupakan bagian dari kehidupan orang Bugis. kalimat langsung (direct) terutama apabila
perbincangan menyangkut hal yang bersifat
Kecenderungan Penggunaan Kalimat Aktif- umum – menyangkut isu publik, persoalan
setempat (lokal), dan kepentingan bersama serta
Pasif
urusan pekerjaan. Inilah sebabnya maka sering
Hasil peneilitian menunjukkan bahwa warga
muncul anggapan yang bersifat stereotipik
masyarakat Bugis pada umumnya lebih banyak
walau tidak selalu benar bahwa orang Bugis
menggunakan kalimat aktif dibandingkan cenderung temparemen. Ada hal yang menarik
dengan kalimat pasif dalam percakapan sehari- dalam hubungan ini; yakni ketika perbincangan
hari. Hal demikian dapat dikatakan sebagai menyangkut urusan pribadi dan/atau hal sensitif
konsekuensi dari lebih seringnya digunakan kata maka biasanya kedua partisipan komunikasi
kerja dibanding dengan kata benda. Kalimat cenderung saling menunggu, saling menjaga diri.
sebagaimana dicontohkan di atas menguatkan Dalam kaitan ini nampaknya berlaku semacam
pandangan demikian. Juga, contoh kalimat dalil bahwa semakin sensitif isu/persoalan
lain, ketika seseorang menceriterakan perihal yang saling diperbincangkan maka akan
bahwa titipan sudah disampaikan maka kalimat semakin ketat pula partisipan komunikasi saling
yang digunakan cenderung: “Sudah ki; saya menjaga diri (bersikap hati-hati). Seperti dalam
sudah sampaikan itu titipan kemarin kepada kutipan wawancara langsung yang dilakukan
beliau. Beliau yang menerima langsung.” pada informan (R. 20 th., pemilik kedai kopi),
“Saya mau bikin kedai kopi tapi sudah
Sn. (46 th.) ketika diwawancari mengenai hal terlalu banyak di sini. Orang Makassar lebih
ini menjelaskan panjang-lebar sebagai berikut. pilih beli makanan ringan harga 30 ribu dari
“Kita orang Bugis mewarisi tradisi dan pada beli makanan berat seharga 30 ribu;
kebudayaan yang bersifat terbuka. Pekerjaan itu riil. Target bisnis sebenarnya itu. Lihat
atau profesi sebagai pasompe (nelayan- Maichi itu; kenapa dia bisa laris seperti itu”.
pedagang) membuat orang Bugis menjadi Dari wawancara dapat dilihat bahwa kalimat
pemberani tetapi juga akomodatif terhadap
perubahan tetapi sekaligus juga menjaga yang disampaikan orang Bugis cenderung lugas,
nilai-nilai kebudayaan atau adat kebiasaan tegas, dan langsung pada inti permasalahan.
yang menginspirasi atau mungkin mendorong Mereka menghindari penggunaan kalimat yang
perubahan. Bertemunya agama dengan adat melingkar berbelit-belit atau menggunakan
kebiasaan merupakan contoh nyata untuk
hal ini. Kota Makassar berkembang menjadi perumpamaan dan basa-basi yang berkepanjangan.
kota besar metropolitan, namun ajaran-ajaran
agama Islam serta nilai-nilai tradisional juga Respon Terhadap Perbedaan Pendapat
terpelihara. Penyebutan seseorang dengan Penelitian ini menunjukkan bahwa
gelar kebangsawanan seperti puang atau penggunaan kalimat yang lebih sering dijumpai
karaeng tidak lagi sesering dulu digunakan,
dan orang Bugis sekarang lebih menghargai dalam bercakapan sehari-hari di kalangan
prestasi dibandingkan dengan gelar yang masyarakat Bugis berkenaan dengan adanya
diperoleh dari keturunan. Ini artinya orang perbedaan pendapat diwarnai oleh sifat kokoh
Bugis lebih berkarakter aktif bukan pasif. dalam mempertahankan keyakinan. Bahkan
Hal demikian berkonsekuensi kepada
cara bertutur [gaya komunikasi – pen.] apabila komunikasi dilakukan oleh dua orang yang
orang Bugis modern sekarang: terbuka memiliki kelas sosial berbeda maka cenderung
dan banyak menggunakan kalimat aktif.” terjadi dominasi oleh orang dari kelas yang lebih
Pawito et al. Nilai budaya dan Gaya Komunikasi Warga ...259
tinggi terhadap kelas sosial yang lebih rendah. sangat kuat berpegang pada adat; dan adat
Hal ini memengaruhi situasi komunikasi yang Minangkabau sejauh ini tetap kokoh terjaga oleh
ada, termasuk misalnya apabila ternyata terdapat tiga pilar utama yang disebut dengan Tali nan
perbedaan pendapat dengan partner berbicara. Tigo Sapilin: Alim-ulama, cerdik-pandai, dan
Partisipan komunikasi berasal dari kelas sosial Ninik-mamak (Nasar, 2017; Anindya, 2014).
yang sama maka, sebagaimana nampak dari Ha sil pe ne litia n da n pe mba h a s a n
observasi dan wawancara, terlihat bahwa ada memperlihatkan empat aspek penting gaya
kecenderungan untuk masing-masing partisipan komunikasi: penggunaan kata benda dan
mempertahankan pendapat dan/atau pandangan- kata kerja, penggunaan kalimat aktif dan
pandangannya sehingga terjadi semacam kalimat pasif, penggunaan kalimat langsung
perdebatan. Seorang sumber Sn. (48, PNS) atau tidak langsung, dan kecenderungan
menjelaskan: Pada umumnya orang Bugis sangat sika p ke tika me nda pa ti dir i be r b e d a
menjunjung tinggi upaya pencarian kebenaran pendapat atau pandangan dengan orang lain.
juga harkat dan kehormatan. Orang Bugis juga
sangat menghormati para tokoh masyarakat dan Simpulan
pemuka agama. Karena itu maka orang Bugis Bertolak dari data hasil penelitian dan
kerapkali terlibat dalam diskusi yang diwarnai pembahasan, dapat disimpulkan bahwa, kendati
ketegangan dengan aksentuasi yang kuat apabila masyarakat Minangkabau, masyarakat Jawa dan
perbincangan menyangkut persoalan-persoalan masyaraka Bugis sebenarnya tergolong ke dalam
penting menyangkut kehidupan bersama di kelompok yang sama yakni masyarakat Melayu
antara sesama warga. Tetapi apabila ada orang yang karenanya memiliki kesamaan-kesamaan
yang diketahui luas berasal dari kalangan di sana-sini dalam hal gaya komunikasi; namun
yang lebih terpandang terlibat dalam diskusi demikian terdapat perbedaan-perbedaan sampai
maka kecenderungan asimetris terjadi. Dalam tingkat tertentu terkait dengan empat aspek
situasi demikian maka partisipan dari kalangan penting gaya komunikasi: penggunaan kata
kebanyakan lebih banyak mendengar. Hal ini lebih benda dan kata kerja, penggunaan kalimat aktif
dikarenakan untuk pemberian penghormatan. dan kalimat pasif, penggunaan kalimat langsung
Hasil penelitian menunjukkan beberapa atau tidak langsung, dan kecenderungan
p e r b e d a a n bahw a masyarakat Mina ng sikap ketika mendapati diri berbeda
merupakan kelompok masyarakat etnis tergolong pendapat atau pandangan dengan orang lain.
10 besar di Indonesia, secara adat kawasan Dalam hubungan ini orang Minangkabau
huni masyarakat Minangkabau meliputi tiga terkesan lebih banyak menggunakan kata kerja,
daratan utama (disebut dalam bahasa Minang lebih banyak menggunakan kalimat aktif, lebih
Luhak Nan Tigo) yaitu Luhak Agam (Kabupaten sering berbicara secara tidak langsung (in-
Agam dan Kota Bukittinggi), Luhak Tanah Data direct) – dalam arti kurang bersifat to the point,
(Kabupaten Tanah Datar, Sijunjung, Padang dan lebih memilih sikap menguji pendapat
Pariaman hingga Sawahlunto) dan Luhak Limo dengan berargumen sampai titik tertentu dengan
Puluah (Kabupaten Lima Puluh Kota dan partner berbicara untuk mencapai kebenaran,
Kota Payakumbuh). Banyak warga masyarakat untuk mengingatkan satu dengan lain, dan untuk
Minangkabau menekuni sektor bisnis dan mencapai kesepakatan. Agak berbeda dengan
perdagangan. Banyak masyarakat Minang asli orang Minang, gaya komunikasi orang Jawa
pergi merantau untuk mencari penghidupan cenderung ditandai oleh relatif keberimbangan
yang lebih baik dan menjadi ajang berbakti dalam penggunaan kata kerja dan kata benda;
kepada kampung-halaman. Masyarakat Minang begitu juga dalam hal penggunaan kalimat
260 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 249-261
Abstract
Tourism management in Gunungkidul Regency is still a lot of conflicts, including conflict management in
Watugupit, Purwosari Regency, and Buges Beach, Panggang Regency. The purpose of this study is to find
a communication conflict management model that is applied in dealing with communication conflicts in
community-based tourism development in managing tourism potential in Gunungkidul and to analyze the
role of stakeholders in developing tourism potential in Gunungkidul. This research method uses qualitative
research with a case study method. The results of the study found an innovative communication conflict
management model consisting of three stages, namely planning, implementation, and evaluation. Innovation
in managing conflict communication is needed with efforts that have dimensions of novelty and usefulness so
that it is expected to have an impact on more concrete efforts and build community participation sustainably.
The role of the Tourism Office as the person in charge of managing tourism potential in Gunungkidul is not
optimal in dealing with the communication conflicts that occur and the local community is not much involved
in designing, making decisions, or implementing policies in tourism management. This research contributes to
the form of a conflict management model that can be applied to the tourism office in managing natural beauty
in an area.
Keywords: Communication; Conflict Management; Innovative; Tourism
Abstrak
Manajemen pariwisata di Kabupaten Gunungkidul masih banyak konflik, termasuk manajemen konflik di
Watugupit, Kabupaten Purwosari dan Pantai Buges, Kabupaten Panggang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menemukan model manajemen konflik komunikasi yang diterapkan dalam menangani konflik komunikasi
dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dalam mengelola potensi wisata di Gunungkidul dan
menganalisis peran pemangku kepentingan dalam mengembangkan potensi pariwisata di Gunungkidul. Metode
penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian menemukan
model manajemen konflik komunikasi inovatif yang terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, implementasi,
dan evaluasi. Inovasi dalam mengelola komunikasi konflik diperlukan dengan upaya yang memiliki dimensi
kebaruan dan kegunaan sehingga diharapkan berdampak pada upaya yang lebih konkret dan membangun
partisipasi masyarakat secara berkelanjutan. Peran Dinas Pariwisata sebagai penanggung jawab pengelolaan
potensi wisata di Gunungkidul tidak optimal dalam menangani konflik komunikasi yang terjadi dan masyarakat
setempat tidak banyak terlibat dalam perancangan, pengambilan keputusan atau implementasi kebijakan dalam
pengelolaan pariwisata. Penelitian ini memberikan kontribusi berupa model manajemen konflik yang dapat
diterapkan pada dinas pariwisata dalam mengelola keindahan alam di suatu daerah.
Kata kunci: Komunikasi; Manajemen Konflik; Inovatif; Pariwisata
lokal (community). Upaya yang dilakukan oleh setelah retribusi pertama terdapat pemungutan
Dinas Pariwisata untuk meningkatkan kualitas jasa dengan nominal yang sama dilakukan
destinasi wisata adalah melakukan diskusi oleh pengelola pokdarwis Pantai Gesing.
dengan mitra baik dari komunitas pengelola Konflik dalam pengelolaan pariwisata di
wisata, masyarakat sekitar maupun pihak Gunungkidul muncul karena adanya tarik ulur
swasta. Masyarakat membentuk kelompok- dalam pengelolaan dari pihak masyarakat,
kelompok yang memiliki tujuan yang sama dinas terkait maupun swasta yang memiliki
untuk mengembangkan potensi wisata di daerah andil di dalamnya. Sengketa dalam pengelolaan
mereka. Kelompok sadar wisata ini mengelola yang terjadi mengindikasikan adanya sikap
potensi wisata dengan modal dan pengetahuan dari masyarakat yang belum siap dalam
yang minim sehingga berjalan secara lamban. upaya pengembangan sektor kepariwisataan.
Menurut data yang disampaikan Dinas Dinas Pariwisata yang menangani potensi-
Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, masih potensi wisata di Gunungkidul terus berupaya
ada beberapa destinasi wisata yang bermasalah memberikan pendampingan untuk peningkatan
dalam pengelolaan. Konflik yang terjadi di kapasitas sumber daya manusia (SDM)
beberapa objek wisata melibatkan sejumlah dalam pengelolaan. Kesadaran Pemerintah
operator atau kelompok sadar wisata (pokdarwis) Daerah (Pemda) dinilai terlambat untuk
yang masing-masing mengklaim memiliki merangkul masyarakat lokal. Pemda datang
hak untuk memandu wisatawan yang datang. dengan regulasi dan menuntut Pokdarwis
Konflik juga terjadi di objek wisata Watugupit untuk mematuhinya sehingga menimbulkan
yang melibatkan dua desa. Objek wisata ketegangan tersendiri antara masyarakat
Watugupit merupakan salah satu primadona sebagai pengelola langsung dengan Pemda.
pariwisata Gunungkidul saat ini yang berada Kebijakan Perda yang mengatur pengelolaan
di antara dua desa menjadikan permasalahan pariwisata di Gunungkidul membutuhkan
tersendiri dalam pengembangannya. Persaingan partisipasi masyarakat untuk menjalankannya.
dalam pengelolaan objek wisata menjadi Proses sosialisasi di masyarakat maupun
konflik yang menyebabkan masyarakat di kelompok pengelola objek wisata sering
dua desa tersebut berselisih. Permasalahan melahirkan perbedaan yang mendasar, dimana
juga terlihat pada pengelolaan objek wisata penduduk asli merasa lebih kuat dan punya
Pantai Gesing antara Dinas Pariwisata dan andil besar dalam mengembangkan objek wisata
Pokdarwis setempat. Konflik terjadi karena tersebut. Selain itu, hal yang menjadi penghambat
adanya larangan pihak pengelola dan Pokdarwis implementasi kebijakan (Jupir, 2013), yaitu:
dalam melakukan pemungutan jasa wisata oleh 1) belum tersedianya sumber daya pendukung
Dinas Pariwisata (Dispar) Gunungkidul. Hal ini implementasi, 2) belum ada alokasi yang jelas,
dinilai sebagai keputusan sepihak dengan tidak 3) belum optimalnya komunikasi dan koordinasi,
mempertimbangkan unsur masyarakat yang dan 4) adanya kondisi eksternal (politik, sosial,
telah merasa melakukan perintisan kawasan dan ekonomi) yang tidak dapat dikendalikan.
objek wisata yang kini menjadi daerah tujuan Dalam mengembangkan potensi wisata
wisata. Permasalahan di Pantai Gesing terlihat semua lapisan pun harus dapat saling
dari banyaknya wisatawan yang mengeluhkan mendukung baik mulai dari pemerintahan
adanya double retribusi yang diterapkan sampai ke masyarakat untuk saling mengerti dan
di objek wisata tersebut. Dinas Pariwisata mendukung. Potensi wisata dapat memberikan
memberlakukan retribusi masuk kawasan damoak positif, seperti adanya upaya dalam
objek Pantai Gesing, sedangkan dua kilometer pelestarian lingkungan, pelestarian nilai
264 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
Berdasarkan latar belakang di atas tujuan mengikat hubungan sesama dan sebaliknya
penelitian ini untuk menemukan model dapat menimbulkan kesenjangan dan konflik
manajemen konflik komunikasi yang diterapkan yang berkepanjangan. Konflik sosial dalam
d a l a m m e n ghadapi konflik kom un ika si proses komunikasi sering ditimbukan akibat
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat pesan yang disampaikan dalam setiap aktivitas
dalam mengelola potensi wisata di Gunungkidul pertukaran pesan, baik dalam komunikasi
dan menganalisis peran stakeholders dalam interpesonal, antarpersona, kelompok, media
mengembangkan potensi wisata di Gunungkidul. maupun dalam bentuk komunikasi massa.
Konflik dapat menjadi hasil dari
Konflik Komunikasi ketidakseimbangan kekuatan struktural atau
Konflik berasal dari kata latin Configere jika salah satu pihak yang terlibat tampaknya
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, mengendalikan semua kekuatan. CBT dapat
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial menjadi penyebab konflik karena salah satu
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) pemangku kepentingan memonopoli sumber
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan daya baru. Selain itu, penyebab konflik dalam
pihak lain dengan menghancurkannya atau CBT dapat berasal dari perbedaan di antara
membuatnya tidak berdaya. Shetach (2009; 83)
anggota masyarakat, kurangnya suara pilih yang
menyebutkan konflik terjadi sebagai bagian dari
tidak didengar atau diperhitungkan dalam proses
proses komunikasi dan tidak negatif atau positif.
pengambilan keputusan tentang bagaimana
Konflik dapat dimaknai positif atau negatif
mengelola atau menggunakan CBT sebagai
tergantung pada sikap orang yang mengalaminya.
sumber daya, dan penyebaran pekerjaan dan
Pada sikap yang negatif, konflik sering diartikan
waktu untuk membangun dan memperkenalkan
sebagai perselisihan yang mengakibatkan
pr oduk CBT Plumme r ( 2006: 5 0 1 ) .
dua orang atau lebih saling mengtalahkan
sehingga salah satu atau kedua-duanya merasa Thomas menjelaskan lima simpul kompetisi,
terganggu. Pada sikap yang positif, konflik kolaborasi, kompromi, penghindaran, dan
sering diartikan sebagai perselisihan antara dua akomodasi. Kelima pilihan manajemen
orang atau lebih yang saling berjuang mencapai konflik ini diposisikan dan diklasifikasikan
tujuan tanpa harus bekerjasama. Konflik dalam kaitannya dengan tingkat ketegasan
positif tidak menimbulkan adanya perasaan dan kerja sama mereka. Melalui manajemen
terganggu salah satu atau kedua belah pihak. konflik, pelaku konflik dapat memiliki sikap
Komunikasi sebagai salah satu dari positif terhadap konflik yang sedang terjadi.
banyak variabel yang membentuk konflik Mengelola konflik bertujuan untuk menciptakan
(Putnam, 2006). Proses komunikasi sebagai situasi fungsional bagi pencapaian tujuan
salah satu sumber konflik. Hubungan antara bersama. Berdasarkan Puspita (2018:71) model
komunikasi dan konflik memiliki empat jenis manajemen konflik dapat dibedakan menjadi
yaitu, komunikasi sebagai variabel, sebagai enam bentuk, yaitu: (1) model integratif; (2)
proses, sebagai interpretatif, dan sebagai pola model interaktif; (3) stimulasi; (4) distributif; (5)
dialektika. Menurut Edwin B. Elippo (dalam pengurangan konflik; dan (6) model manajemen
Usman, 2001), komunikasi mendorong orang- konflik yang inovatif (Curcija, 2016).
orang lain untuk menafsirkan suatu ide dengan Sebagai sarana manajemen konflik,
cara yang diinginkan oleh si pembicara atau perencanaan pariwisata harus memasukkan
penulis. Pesan akan berpengaruh di masyarakat, konsensus di antara para pemangku kepentingan
karena melalui komunikasi manusia dapat tentang arah pembangunan yang sesuai.
266 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
dari masyarakat setempat yang berpartisipasi 2019, Dinas Pariwisata mulai menetapkan
langsung dalam pengelolaan objek wisata. retribusi resmi untuk memasuki objek wisata di
Menurut Maleong (2001: 157) adalah sumber desa Girikarto. Penetapan retribusi ini menjadi
data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen inti permasalahan dalam konflik ini. Penarikan
tertulis, arsip maupun yang lainnya pada instansi retribusi dari Dinas Pariwisata bekerjasama dengan
yang berhubungan dengan penelitian. Data Pemerintah Desa sebagai petugas dan pengelola
sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui retribusi tersebut. Pihak pokdarwis dalam hal ini
laporan-laporan, buku-buku, atau data yang Pak Surgiyono selaku ketua pokdarwis merasa
diolah, seperti data yang telah dipublikasikan keberatan dengan tidak diikutsertakannya
baik dalam bentuk surat kabar dan literatur pokdarwis dalam mengelola retribusi tersebut.
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Konflik yang terjadi pada pengelolaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan pariwisata dengan objek wisata Pantai Buges
adalah melalui observasi, wawancara mendalam dipetakan ke dalam permasalahan konflik yang
dan dokumentasi. Validitas data dalam penelitian berbeda. Pemetaan konflik di objek wisata Pantai
ini menggunakan triangulasi data. Tringulasi Buges desa Girikarto, Panggang berdasarkan
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang pemetaan diatas dapat dilihat secara garis besar
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data dalam dua permasalahan, yaitu; (1) Konflik
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai antara Pokdarwis dengan Pemerintah Kabupaten
pembanding terhadap data itu. Data yang telah Gunungkidul. (2) Konflik antara kelompok
terkumpul dari hasil penelitian, baik yang sadar wisata (Pokdarwis) dengan anggotanya.
diperoleh kuesioner atau angket, interview,
observasi dan dokumentasi diolah secara Isu dan Pemetaan Konflik Komunikasi di
kuantitatif dan juga kualitatif dengan cara reduksi, Objek Wisata Watugupit
display, dan verifikasi data dan dibandingkan Objek wisata Watugupit sejak awal
dengan hasil observasi dan wawancara. dikelola langsung oleh Dinas Pariwisata
Gunungkidul. Pengembangan objek wisata ini
Hasil Penelitian dan Pembahasan mulai berkembang dan dikenalkan secara luas
Isu dan Pemetaan Konflik Komunikasi di ke masyarakat umum pada akhir 2017. Melihat
Objek Wisata Pantai Buges antusiasme wisatawan yang mulai meningkat
Objek wisata Pantai Buron dan Gesing dan disertai pembangunan fasilitas, Pemkab
(Buges) mulai dikembangkan pada akhir tahun mulai memberlakukan penarikan retribusi untuk
2016. Pada awalnya Pantai Gesing merupakan masuk ke wilayah objek wisata Paralayang
salah satu pantai untuk singgah nelayan yang Watugupit ini. Penarikan retribusi di objek
melaut. Sekelompok masyarakat sekitar yang wisata Watugupit tertuang dalam Peraturan
melihat potensi Gesing sebagai objek wisata Daerah (perda) Kabupaten Gunungkidul
berinisiatif untuk mengembangkan infrastruktur Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Perubahan
sebagai pendukung. Seiring berjalannya waktu, Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten
dengan adanya pengembangan objek wisata Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2012 Tentang
oleh Pokdarwis dan masyarakat sekitar, jumlah Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga.
wisatawan mulai meningkat. Peningkatan Dalam mengembangkan objek
wisatawan yang datang sebagai salah satu wisata Watugupit, pemerintah kabupaten
pertimbangan Pemkab Gunungkidul untuk mengikutsertakan masyarakat sekitar untuk
menerapkan perda penarikan retribusi terkait berpartisipasi dalam pengelolaannya. Pos
kegiatan pariwisata. Pada tanggal 1 Januari penarikan retribusi menuju objek wisata
268 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
Paralayang Watugupit terdapat di dua tempat perbedaan dalam pemaknaan pesan yang
dan dua desa yang berbeda, yaitu desa Giricahyo menimbulkan pertentangan dari pihak
dan desa Girijati. Banyaknya wisatawan yang pokdarwis. Pokdarwis tetap melakukan pungutan
berkunjung dari arah Bantul, dimana melewati terhadap wisatawan yang datang dan tidak
pos penjagaan retribusi di desa Girijati memperdulikan perda. Hal ini mengakibatkan
membuat permasalahan tersendiri. Adanya wisatawan yang datang harus membayar retribusi
kecemburuan masyarakat desa Giricahyo yang dua kali untuk masuk ke wilayah pantai Buges.
melihat banyaknya wisatawan yang melalui pos Adanya pertentangan yang terjadi akibat proses
retribusi tersebut. Pada awalnya konflik tersebut komunikasi yang berjalan tidak baik antara
melibatkan masyarakat antar dua desa yaitu pokdarwis dengan Pemkab mengakibatkan
Giricahyo dan Girijati sebagai pengelola objek konflik dalam mengelola wisata Pantai Buges.
wisata Paralayang Watugupit terkait retribusi. Proses komunikasi antara pokdarwis dengan
Dalam perkembangannya permasalahan Pemerintah Desa Girikarto yang sudah terputus
tersebut ikut menyeret Pemerintah Daerah menimbulkan kecurigaan dan pertentangan.
Kabupaten Gunungkidul sebagai pemilik lahan Ketidakterbukaan informasi dari kedua belah
sekaligus pengelola objek wisata tersebut. pihak merupakan hambatan dari kegiatan
komunikasi dalam mengelola potensi wisata
Dinamika Konflik Komunikasi di Objek pantai Buges. Informasi yang diperoleh oleh
Wisata Pantai Buges Pemerintah Desa Girikarto tidak disampaikan
Sejak penetapan Pokdarwis Alam Asri secara langsung ke pokdarwis begitu pula
sebagai kelompok sadar wisata di kawasan sebaliknya. Hal ini mengakibatkan ketika adanya
Pantai Gesing, pokdarwis mulai membangun kesepakatan yang dijalin oleh perangkat desa
sarana dan prasarana. Setelah membangun Girikarto mengenai pengelolaan pantai Buges
fasilitas penunjang, pokdarwis mulai melakukan tidak disampaikan langsung kepada pokdarwis.
penarikan retribusi untuk memasuki kawasan Konflik di pantai Buges mulai memuncak
wisata Pantai Buron dan Gesing. Sebelum perda menjelang libur lebaran 2019. Setelah adanya
terkait retribusi ditetapkan, Pemkab melakukan pemasangan portal yang dilakukan oleh petugas
koordinasi dengan pihak pokdarwis dan pemdes desa dan anggota Polsek setempat, konflik
Girikarto untuk memperkirakan kondisi di masih terjadi di Pantai Gesing. Beberapa
pantai Buges. Dalam koordinasi yang yang anggota pokdarwis melakukan perusakan
sudah dilakukan, pihak pokdarwis pada awalnya gapura masuk menuju Pantai Gesing. Dalam
menerima kebijakan yang akan diberlakukan konflik yang terjadi saat itu, beberapa anggota
oleh pemkab Gunungkidul apabila anggota diamankan oleh polisi setempat. Walaupun
pokdarwis diikutsertakan dan dilibarkan dalam sudah diminimalisir, tetapi konflik yang terjadi
pelaksanaannya, akan tetapi pihak pemerintah pada hari kedua lebaran tersebut berdampak
desa dan pokdarwis memiliki perbedaan pendapat. langsung kepada wisatawan yang datang.
Penerapan retribusi sesuai perda no 2 tahun Setelah konflik yang memanas pada bulan
2018 tentang perubahan ketiga atas peraturan Juni 2019, pihak pemerintah desa yang telah
daerah kabupaten Gunungkidul nomor 6 Tahun ditunjuk langsung oleh Dinas Pariwisata
2012 tentang retribusi tempat rekreasi dan olah berusaha melakukan negosiasi dengan Sargiyono
raga dilakukan serentak pada tanggal 1 Januari selaku ketua Pokdarwis. Dalam negosiasi
2019 di objek wisata pantai Buges dan menjadi tersebut, pihak pemerintah desa menawarkan
gejolak bagi pengelola maupun wisatawan yang kesepakatan mengenai pembagian hasil dalam
datang. Proses sosialisasi Perda menimbulkan pengelolaan objek wisata di Pantai Gesing.
Anggun et al. Manajemen Konflik Komunikasi dalam ... 269
Bapak Sargiyono merasa pembagian tersebut merasa bahwa Pak Sargiyono sebagai ketua
tidak adil dikarenakan tidak adanya partisipasi hanya mementingkan kepentingan pribadinya.
pemerintah desa dalam pengembangan AD/ART yang sudah disusun dari kesepakatan
pariwisata di Pantai Gesing secara langsung. bersama tidak dilaksanakan oleh ketua.
Tindak lanjut yang dilakukan oleh
Pemerintah daerah dengan adanya konflik Dinamika Konflik Komunikasi di Objek
yang terjadi dan berdampak langsung kepada Wisata Watugupit
wisatawan adalah dilakukannya kembali Penetapan retribusi di Watugupit dilakukan
mediasi antar pihak-pihak yang terkait. Guna pada awal tahun 2018. Pembangunan dan
menyelesaikan konflik komunikasi yang terjadi perbaikan sarana-prasarana di objek Wisata
di pantai Buges, pemerintah Desa Girikarto Paralayang Watugupit dilakukan oleh Dinas
menyerahkan penyelesaian kepada Pemkab Pariwisata untuk membuat nyaman wisatawan.
Gunungkidul. Permasalahan konflik sosial di Masyarakat sekitar turut serta berpartisipasi
pantai Buges hingga saat ini belum menemukan dalam pengembangan objek wisata Paralayang
titik temu. Komunikasi yang dijalin oleh seluruh Watugupit. Akan tetapi, geografis objek
stakeholders dalam pengelolaan wisata pantai wisata ini berada di dua desa yang berbeda.
Buges hingga saat ini belum menemukan Banyaknya wisatawan yang berkunjung dari
strategi yang tepat untuk menyelesaikan konflik arah Bantul, dimana melewati pos penjagaan
yang terjadi. Dalam setiap kesempatan yang ada retribusi di desa Girijati membuat permasalahan
untuk berdialog, masing-masing pihak lebih tersendiri. Adanya kecemburuan masyarakat
mementingkan kepentingan masing-masing. Desa Giricahyo yang melihat banyaknya
Opsi yang diberikan oleh Pemkab Gunungkidul wisatawan yang melalui pos retribusi tersebut.
tidak menyelesaikan permasalahan yang ada. Ketimpangan perolehan hasil yang diperoleh
Dinamika konflik komunikasi juga terlihat masyarakat dari dua desa tersebut menjadi
dalam internal organisasi pokdarwis Alam Asri. pemicu konflik yang terjadi. Perselisihan terjadi
Pokdarwis ini pada awalnya dibentuk karena antar masyarakat dan melibatkan perangkat
adanya kepedulian masyarakat sekitar untuk desa masing-masing. Negosiasi awal antara
mengembangkan potensi wisata di pantai Buron masyarakat Giricahyo dan Girijati dihasilkan
dan Gesing dengan diketuai oleh Aris Sargiyono. perjanjian adanya kerjasama antara masyarakat
Anggota dari pokdarwis ini juga merupakan di dua desa tersebut. Perwakilan masyarakat
masyarakat sekitar pantai dan pelaku usaha yang bertugas sebagai petugas retribusi dari
yang sudah berdiri di pantai Gesing cukup lama. desa Giricahyo ikut melakukan penarikan
Pokdarwis Alam Asri memiliki struktur di pos retribusi Girijati. Hal ini juga berlaku
organisasi yang lengkap dan memiliki Anggaran pada masyarakat Girijati yang mengirimkan
Dasar (AD) atau Anggaran Rumah Tangga perwakilannya untuk berjaga di pos Giricahyo.
(ART) yang mengatur kegiatan mereka. Hasil negosiasi ini hanya berjalan selama
Kepengurusan pokdarwis secara resmi hanya satu minggu. Batalnya perjanjian yang telah
bertahan beberapa bulan setelah diresmikan disepakati oleh masyarakat Giricahyo dan
oleh Dinas Pariwisata. Banyak pengurus yang Girijati, menjadikan konflik kembali terjadi.
mengundurkan diri dikarenakan visi misi yang Konflik yang terjadi ini tidak menemui
ditetapkan saat awal pembentukan tidak sesuai titik temu dikarenakan adanya perdebatan
dengan pelaksanaannya. Pengurus pokdarwis yang terjadi baik di masyarakatnya maupun di
Alam Asri banyak yang mengundurkan diri atau pemerintah desa masing-masing. Hal ini juga
memilih tidak aktif sebagai pengurus. Mereka diperparah dengan adanya laporan intimidasi
270 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
dari masyarakat Girijati terhadap masyarakat pantai Buges, perbedaan kepentingan terjadi
Giricahyo yang bertugas di pos retribusi mereka. antara masyarakat desa Girikarto yang tergabung
Dalam perkembangannya, penanganan konflik dalam pokdarwis dengan pemerintah kabupaten
di mediatori oleh pihak kecamatan dan Dinas mengenai pengelolaan obwis pantai Buges.
Pariwisata. Pertemuan-pertemuan dilakukan Pihak-pihak yang berkonflik menyampaikan
secara formal dan informal. Dinas Pariwisata naratif pesan yang berkaitan dengan kepentingan
selaku pengelola objek wisata Paralayang mereka masing-masing terkait kebijakan yang ada.
Watugupit mencoba memediasi masyarakat Masing-masing pihak memiliki gaya
Giricahyo dan Girijati terkait retribusi masuk. komunikasi sendiri. Gaya komunikasi
yang dilakukan oleh bapak Sargiyo yang
Dalam dialog dan negosiasi yang dilakukan oleh
mengatasnamakan pokdarwis terlihat dominan
Pemkab Gunungkidul dihasilkan kesepakatan
dalam menyampaikan pesan baik dalam
bersama untuk mengelola retribusi masuk objek
berdialog dengan Pemerintah kabupaten
wisata Paralayang Watugupit. Kesepakatan maupun menyampaikan narasi kepentingannya
yang diambil yaitu adanya pembagian tugas dengan masyarakat. Sebagai komunikator pak
antara masyarakat dua desa di pos yang Sargiyono melakukan komunikasi secara agresif.
terdapat di masing-masing wilayahnya. Gaya komunkasi yang dilakukan oleh Dinas
Pariwisata berbeda dengan Pak Sargiyo. Dinas
Aktor Konflik Komunikasi di di Objek Wisata pariwisata (dispar) sebagai komunikator yang
Pantai Buges dan Watugupit bersikap ramah tamah dan sopan saat sedang
Adapun aktor-aktor yang terlibat dalam menyampaikan pesan kepada penerima pesan.
konflik ini dapat dikelompokkan sebagai berikut, Sebagai bagian dari lembaga pemerintahan,
(1) Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), (2) dispar menggunakan gaya komunikasi yang
Masyarakat Desa Girikarto, (3) Pemerintah berstruktur dengan memanfaatkan pesan verbal
Kabupaten Gunungkidul yang dibagi menjadi secara tertulis maupun lisan untuk memantapkan
beberapa pihak, yaitu Pemerintah Desa perintah yang harus dilaksanakan, akan tetapi
Girikarto, Dinas Pariwisata Gunungkidul, dalam pelemparan pesan kurang dapat membaca
dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. perubahan-perubahan yang tejadi di masyarakat.
Konflik yang terjadi di objek wisata Pemdes Girikarto sebagai bagian dari lembaga
Paralayang Watugupi melibatkan beberapa pemerintah yang memiliki kepentingan di Pantai
Buges mempunyai gaya komunikasi yang pasif
orang atau aktor-aktor didalamnya yang
dalam menanggulangi konflik yang ada. Sebagai
dikelompokkan sebagai berikut; (1) Masyarakat
komunikator mereka lebih sering menghindari
Giricahyo, (2) Masyarakat Girijati, (3)
secara langsung dengan pihak yang bersebrangan.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam hal
Persepsi dalam penyampaian pesan
ini dibagi menjadi Pemerintah Desa Giricahyo, yang dilakukan selama proses komunikasi
Pemerintah Desa Girijati, Pemerintah Kecamatan merupakan bagian dari konflik yang terjadi.
Purwosari, dan Dinas Pariwisata Gunungkidul. Perbedaan persepsi dalam pemaknaan pesan
yang disampaikan oleh stakeholders dalam
Penyebab K onflik Komunikasi konflik ini disebabkan faktor oleh politik dan
di Objek Wisata Pantai Buges, yaitu: ekonomi. Berkembangnya pariwisata di Pantai
Faktor Perbedaan Kepentingan: Buges menjadi salah satu tempat untuk mencari
Perbedaan kepentingan pada masalah, nafkah bagi para penduduk Desa Girikarto.
pemaknaan komunikasi dalam hubungan sosial Dalam perkembangannya menimbulkan konflik
menimbulkan konflik komunikasi. Dalam konflik di dalam masyarakat untuk memperbutkan serta
yang terjadi pada pengelolaan objek wisata mempertahankan potensi ekonomi di pantai Buges.
Anggun et al. Manajemen Konflik Komunikasi dalam ... 271
Faktor Perbedaan Nilai asumsi yang salah dan lebih percaya pada kabar
Konflik internal yang terjadi di internal burung. Perangkat Desa Giricahyo dan Girijati
organisasi pokdarwis Alam Asri dikarenakan yang sering tidak mau bertemu secara langsung
adanya perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi menjadi salah satu penyebab konflik yang terjadi
antara kesatuan organisasi tersebut. Perbedaan tidak diatasi secepatnya. Salah satu pihak memilih
tujuan yang diharapkan oleh beberapa pengurus menghindar untuk menyelesaikan konflik
dengan ketua terlihat dalam pelaksanaan menyebabkan tidak tersampaikannya pesan
aktivitas pokdarwis Alam Asri. Pengurus dari pihak lain. Pertukaran pesan tidak terjadi
merasa mempunyai hak untuk ikut andil dikarenakan interaksi tidak terjalin dua arah.
dalam menentukan program dan aktivitas yang
dilakukan oleh pokdarwis. Dalam pengelolaan Bentuk Konflik Komunikasi di Objek
pokdarwis komunikasi antara ketua dan pengurus Wisata Pantai Buges dan Watugupit
tidak berjalan semestinya. Program-program Konflik vertikal yang terjadi dalam
yang dilaksanakan dilakukan sesuai dengan pengembangan objek wisata pantai Buges
kebijakan yang diambil oleh ketua, sedangkan yaitu antara pihak pokdarwis berhadapan
pengurus tidak dilibatkan dalam pengambilan dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
keputusan mengenai kebijakan tersebut. Gunungkidul dalam hal ini Pemerintah Desa
Perbedaan nilai memicu terjadinya konflik Girikarto dan Dinas Pariwisata Gunungkidul.
dalam komunikasi manakala masing-masing Akar permasalahan yang menyebabkan konflik
yang terlibat dalam komunikasi gagal untuk vertikal ini terjadi yaitu adanya ketidakpuasan
menerima adanya perbedaan nilai tersebut. Hal yang dirasakan oleh pihak Pokdarwis terhadap
ini terlihat dengan adanya ide dan pendapat Pemkab Gunungkidul, baik mengenai sikap
yang berseberangan dalam kepengurusan maupun kebijakan yang diambil oleh pihak
dan mengakibatkan banyaknya pengurus Pemkab dalam menanganai konflik pengelolaan
yang memilih untuk mengundurkan diri. pantai Buges mengenai retribusi masuk ke
objek wisata. Konflik horizontal didalam
Penyebab Konflik Komunikasi di permasalahan ini terjadi antara masyarakat
Objek Wisata Watugupit¸ yaitu: dengan kelompok sadar wisata (Pokdarwis)
Konflik Kepentingan. dan antara pengurus dan anggota pokdarwis
Dalam konflik yang terjadi pada pengelolaan Alam Asri di objek wisata pantai Buges.
objek wisata Paralayang Watugupit, perbedaan Konflik yang terjadi dalam pengelolaan
kepentingan terjadi antara masyarakat Desa objek wisata Paralayang Watugupit ini timbul
Giricahyo dan Desa Girijati yang tergabung pertentangan secara horizontal. Pertentangan
dalam kelompok- kelompok yang masing- dikarenakan kedudukan kedua kelompok yang
masing mengklaim berhak ikut serta berseberangan masih dalam derajat ataupun
mengelola objek wisata tersebut. Proses setatus yang setara antara satu dengan lainnya.
komunikasi dalam menyampaikan pesan Konflik horizontal ini diawali dengan adanya
mengenai kepentingan masing-masing pihak klaim masyarakat Desa Giricahyo mengenai
dikarenakan adanya faktor-faktor yang geografis tempat objek wisata Paralayang
menghambat dalam kegiatan komunikasi Watugupit berada di desa tersebut sehingga
untuk mengelola objek wisata Watugupit. masyarakat mengklaim berhak atas pengelolaan
Adanya kesalahpahaman dalam perbedaan retribusi masuk objek wisata namun mendapat
hasil yang didapat oleh masyarakat Desa Gicahyo penolakan dari pihak masyarakat desa Girijati.
menjadi pemicu konflik yang terjadi. Kegagalan Masyarakat Girijati juga mengklaim jalan menuju
komunikasi dapat membuat seseorang membuat ke objek wisata tersebut melewati wilayah itu.
272 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
berkonflik yaitu dengan cara masing-masing perasangka negatif dalam benak pihak-pihak
individu maupun kelompok dalam masyarakat yang terlibat seperti Pemkab Gunungkidul,
saling menjaga dan menarik diri dari pertikaian pengelola pokdarwis maupun masyarakat Desa
dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat Girikarto itu sendiri. Komunikasi verbal yang
secara umum dibandingkan kepentingan- mengarah pada kekerasan juga banyak dilakukan.
kepentingan kelompok semata. Kolaborasi Tindakan tersebut banyak terjadi dalam
terlihat dimana Dispar Gunungkidul sebagai mediasi yang dilakukan secara formal maupun
pengelola objek wisata Paralayang Watugupit informal baik melalui tatap muka langsung
dan adanya pembagian tugas antara masyarakat ataupun komunikasi melalui chat massanger.
desa Giricahyo dan Girijati di masing-masing
TPR masuk objek wisata Paralayang Watugupit. Dampak Konflik Komunikasi di Objek
Wisata Watugupit
Dampak Konflik Komunikasi di Objek Dampak positif yang ditimbulkan adalah
Wisata Pantai Buges tuntasnya permasalahan, adanya berbagai
Dampak positif yang ditimbulkan adalah kesepakatan yang telah terjalin diantara
memungkinkan adanya penyesuaian kembali kelompok yang berkonflik dalam pengelolaan
norma-norma, nilai-nilai, serta hubungan- objek wisata Paralayang Watugupit, terdapat
hubungan sosial. Hubungan sosial dalam berbagai kesepakatan yang menunjukkan
pengelolaan pantai Buges dapat disesuaikan bahwa konflik yang terjadi dapat diselesaikan.
kembali dengan norma-norma dan nilai-nilai Menciptakan Integrasi yang Harmonis,
sesuai dengan kearifan lokal dalam masyarakat. kesepakatan untuk mengakhiri konflik
Sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan menciptakan integrasi yang harmonis yang dapat
antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, dibangun oleh setiap kelompok yang bertikai.
dimana kekuatan dari masing-masing kelompok Memunculkan kompromi baru, dengan adanya
dapat disesuaikan dengan fungsinya masing- konflik yang terjadi dan perjanjian sehingga
masing untuk mengembangkan potensi-potensi pengelolaannya dilakukan secara bersama.
wisata di pantai Buges. Memunculkan sebuah Dampak negatif dalam konflik komunikasi
kompromi baru, sebuah kompromi baru akan yang terjadi yaitu terjadinya perpecahan diantara
muncul dengan mengikutsertakan seluruh aspek kelompok masyarakat di dua desa tersebut saling
baik dari lembaga terkait, pokdarwis yang curiga. Konflik komunikasi dalam pengelolaan
berada di lapangan dan masyarakat berpartisipasi Paralayang Watugupit mengenai pembagian
dalam pengelolaan objek wisata pantai Buges. tugas retribusi masuk apabila tidak kunjung usai
Dampak negatif dalam konflik komunikasi akan berdampak pada timbulnya benih-benih
dapat mengakibatkan antara lain, perpecahan permusuhan dalam masyarakat dua desa tersebut
di masyarakat dalam banyak hal dan peristiwa. yang dapat mengakibatkan konflik semakin
Konflik komunikasi yang terjadi dalam meluas. Adanya perasangka negatif yang timbul
pengelolaan objek wisata pantai Buges dalam benak masyarakat desa Giricahyo dan
berdampak pada berkurangnya tingkat kerukunan Girikarto dikarenakan konflik komunikasi.
dalam masyarakat bahkan terjadi sikap saling Dalam konflik komunikasi, pesan memegang
curiga. Apabila konflik tidak kunjung usai peranan penting dalam meningkatkan
akan berdampak pada timbulnya benih-benih pertentangan dan mungkin juga perselisihan
permusuhan dalam masyarakat yang justru dapat yang muncul di dalamnya. Konflik masyarakat
mengakibatkan konflik semakin meluas. Konflik yang terjadi dalam pengelolaan pariwisata di
komunikasi yang terjadi menimbulkan adanya Gunungkidul memperlihatkan suatu proses
274 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
interaksi dan komunikasi yang komunikatif permasalahan yang ada. Persuasi yang dilakukan
dalam sistem sosial budaya. Konflik pengelolaan oleh Pemda terhadap pokdarwis tersebut tidak
pariwisata yang terjadi di Gunungkidul di berjalan sebagaimana semestinya. Interaksi
sebabkan karena kurangnya perhatian yang terjalin dalam pengelolaan pariwisata di
Pemerintah Daerah terhadap peran masyarakat Buges tidak memperlihatkan adanya komunikasi
sekitar atau pokdarwis yang telah terlebih dua arah yang baik. Proses komunikasi yang
dahulu mengembangkan potensi wisata di dilakukan dalam konflik pengelolaan objek
daerah tersebut. Kurangnya komunikasi wisata Pantai Buges dan Watugupit menimbulkan
oleh Pemerintah Daerah dengan masyarakat pola aksi-reaksi yang berbeda. Konflik yang
ditunjukkan dari kurangnya tingkat partisipasi terjadi dalam pengelolaan pariwisata di
masyarakat sebelum menjalankan kebijakan Gunungkidul banyak terjadi dikarenakan
penyelengaraan pemerintah dan pembangunan di distribusi manfaat yang tidak merata atau suara
wilayah objek wisata dalam hal ini pantai Buges. yang tidak sama dalam tujuan pembangunan.
Langkah persuasi Pemda untuk meningkatkan Strategi kolaborasi tidak dapat dijalankan
partisipasi masyarakat lokal masih banyak oleh Pemda Gunungkidul dalam menyelesaikan
hambatan. Keberhasilan persuasi Pemda terhadap permasalahan di salah satu konflik yang
masyarakat lokal di objek wisata Pantai Buges berlangsung. Gagalnya proses komunikasi
dan Watugupit berbeda. Pemda Gunungkidul untuk berdialog menyamakan tujuan dalam
dikatakan berhasil mengajak masyarakat
mengembangkan potensi wisata di Pantai Buges
Girijati dan Giricahyo untuk bersama-sama
memperlihatkan manajemen konflik yang
mengelola objek wisata Watugupit, tetapi hal
dilakukan oleh Pemda kurang tepat. Putnam
ini tidak berlaku di objek wisata Pantai Buges.
(2006; 2) menjelaskan bahwa konflik membentuk
Hasil penelitian ini menunjukkan konflik
aspek-aspek tertentu dalam masyarakat terutama
dalam pengelolaan objek wisata pantai Buges
yang berhubungan dengan interaksi sosial seperti
sangat beragam. Konflik yang terjadi dikarenakan
bentuk-bentuk pertentangan dan perjuangan,
polemik adanya double retribusi di objek
sehingga secara keseluruhan konflik dan
wisata pantai Buges setelah adanya penetapan
komunikasi berkait dengan hubungan resiprokal.
Perda nomor 2 tahun 2018 mengenai pungutan
retribusi. Sedangkan konflik yang terjadi di Narasi yang diberikan oleh masing-masing
objek wisata Paralayang Watugupit dikarenakan aktor berbeda baik dalam konflik yang terjadi di
adanya kecemburuan yang terjadi antara dua Pantai Buges maupun di Watugupit. Narasi yang
desa dalam pemungutan retribusi masuk objek disampaikan oleh pak Sargiyono sebagai ketua
wisata Paralayang. Adanya permasalahan dalam pokdarwis dalam konflik dengan Pemda yaitu
komunikasi menjadi hal utama dalam proses sebagai pihak yang terdzolimi dengan adanya
manajemen konflik di pantai Buges dan Watugupit. kebijakan Perda tersebut. Hal ini bertolak
Pemda Gunungkidul dan pokdarwis Alam belakang dengan narasi yang disampaikan
Asri sebagai pengelola pantai Buges tidak dapat oleh Dispar dan Pemdes Girikarto sebagai
mengelola potensi wisata yang ada secara baik. lembaga pemerintahan Gunungkidul. Mereka
Partisipasi dalam pengelolaan potensi wisata melakukan negosiasi untuk menyertakan pihak
tidak hanya dilakukan satu pihak, tetapi seluruh pokdarwis dalam menjalankan kebijakan
pihak yang terkait. Keterlambatan Pemda untuk tersebut. Narasi yang disampaikan oleh
berpartisipasi dari awal dalam mengembangkan masing-masing pihak menimbulkan persepsi
potensi wisata yang ada menjadi salah satu yang berbeda mengenai konflik yang terjadi.
Anggun et al. Manajemen Konflik Komunikasi dalam ... 275
Dalam konflik pengelolaan Watugupit, Buges secara penuh. Dinas Pariwisata yang
masyarakat Giricahyo dan Girijati melihat nilai- mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan
nilai sosial untuk mencapai tujuan mereka. objek wisata menekankan kekuataan yang
Pemda Gunungkidul dalam hal ini Dinas dimilikinya dalam menyelesaikan konflik.
Pariwisata dan pemerintah kecamatan memiliki Hambatan terlihat dari tidak dapat
kekuasaan untuk mengatur kebijakan yang dilakukannya kolaborasi dalam pengelolaan
diambil guna mengedepankan kepentingan pariwisata di pantai Buges. Hambatan atau
bersama. Dalam interaksi sosial, power memiliki noise dalam permasalahan pantai Buges terjadi
tupoksi yang sangat menentukan (Tjabolo, 2017). sejak awal pembentukan pokdarwis dan adanya
Dialog yang dilakukan dalam konflik perubahan perangkat desa. Informasi yang
Watugupit dapat menyelesaikan masalah disampaikan kepada Pemdes tidak dilakukan
yang terjadi antara masyarakat dua desa. secara transparan oleh ketua pengelola pokdarwis
Adanya social trust dari masyarakat dan begitu pula sebaliknya sehingga menimbulkan
penyampaian kontrak sosial yang dijalin oleh persepsi yang berbeda. Dalam proses penyelesaian
Pemda Gunungkidul dikarenakan komunikasi konflik, Pemdes merasa tertekan dan tidak
dalam menyamakan persepsi tujuan bersama memiliki pilihan lain. Seperti yang diungkapkan
dilakukan dengan baik. Dispar dan Pemerintah oleh Coser, konflik merupakan kondisi dominasi
Kecamatan Purwosari dapat mengubah struktural, kelompok yang berada di dalam
persepsi kecemburuan sosial dari masing- struktur dengan berbagai perangkat kewenangan
masing desa menjadi kesempatan bekerjasama mampu mengarahkan berbagai bentuk kebijkan
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. dan aturan main di luar struktur wewenang
Dalam proses manajemen konflik diperlukan tersebut. Dinas Pariwisata mempunyai
adanya strategi yang membangunan konsensus, kewenangan dalam melakukan kebijakan yang
sebuah alternatif untuk ketidaksetaraan sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
yang melekat dalam bentuk konfrontasi Munculnya konflik pada dasarnya
atau permusuhan dari negosiasi pemangku disebabkan oleh adaya hubungan yang tidak
kepentingan. Dalam kasus konflik pengelolaan terjalin dengan baik dan harmonis. Hal ini
wisata pantai Buges, peneliti melihat menyebabkan pesan dari salah satu pihak
pendekatan manajemen konflik berdasarkan dapat dimaknai dalam maksud yang berbeda
pembangunan konsensus multi-stakeholders oleh pihak yang lain, sehingga menciptakan
memiliki banyak manfaat jika diterapkan missing link dalam hubungan tersebut. Solusi
dalam penanganan konflik yang terjadi. untuk mencegah terciptanya potensi konflik di
Coser menyatakan konflik adalah sebagai semua tingkat ialah dengan cara menghadirkan
suatu yang inheren dalam sistem masyarakat suasana komunikasi yang representatif,
yang tidak lepas dari fakta hubungan kekuasaan nyaman, dan harmonis baik secara individual,
dalam sistem sosial dan sifat kekuasaan yang kelompok, maupun dengan komunitas dalam
mendominasi dan diperebutkan. Hubungan pengelolaan potensi wisata di Gunungkidul.
kekuasaan dalam sistem sosial menciptakan Nilai-nilai kearifan lokal yang masih banyak
steering problem. Hal ini terlihat dalam konflik melekat di masyarakat Gunungkidul merupakan
di pantai Buges dimana Dinas Pariwisata salah satu strategi komunikasi yang dapat
Gunungkidul menyampaikan kepada kepala digunakan untuk melakukan pendekatan kepada
desa Girikarto apabila tidak dapat mengatasi masyarakat. Perasaan dihargai merupakan salah
permasalahan dengan pokdarwis, dinas satu nilai dalam pertukaran sosial yang dijalin
akan mengambil alih pengelolaan pantai dengan adanya reward dan bagian dalam CBT.
276 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 262-279
Pemetaan Model Manajemen Konflik dapat memberikan dampak pada upaya yang
Komunikasi dalam Pengembangan CBT di lebih kongkrit dan membangun partisipasi
Pantai Buges dan Watugupit Gunungkidul masyarakat secara berkesinambungan. Inovasi
Manajemen konflik meliputi kegiatan yang diciptakan dengan menggunakan
seperti: menstimulasi konflik, mengurangi kerangka kerja empat langkah yang terdiri
atau menurunkan konflik, dan mengendalikan dari reduce, eliminate, raise, create adalah
konflik. Konflik yang terjadi dalam pengelolaan dengan mengidentifikasi faktor-faktor apa
pariwisata di pantai Gesing dan Watugupit pada saja yang harus dikurangi, dihapuskan,
dasarnya, disebabkan perbedaan kepentingan, ditambah, dan diciptakan dalam manajemen
perbedaan tujuan, perbedaan pendapat, dan konflik komunikasi untu mengembangan
perbedaan inisiatif dari masing-masing pariwisata di Gunungkidul terutama di
kelompok. Dalam penelitian ini, alternatif model Pantai Buges dan Watugupit. Penyelesaian
pengelolaan konflik yang dapat diterapkan dalam konflik komunikasi dengan model inovatif
kasus konflik di Gunungkidul terutama pantai dapat dilakukan dengan beberapa hal, yaitu:
Buges dan Watugupit menggunakan model Identifikasi peluang. Stakeholders
manajemen konflik inovatif. Inovasi dalam dapat melihat peluang yang terdapat di objek
pengelolaan konflik komunikasi diperlukan wisata pantai Buges dan Watugupit dimana
dengan upaya-upaya yang berdimensi kebaruan dapat dikelola secara bersama. Membangun
dan kebermanfaatan sehingga diharapkan rasa kepedulian dan saling memiliki potensi
Anggun et al. Manajemen Konflik Komunikasi dalam ... 277
Puspita, Weni. (2018). Manajemen Konflik Usman, Ridwan. (2001). Konflik dalam
(Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, Perspektif Komunikasi: Suatu Tinjauan
dan Pendidikan). Yogykarta: Deepublish. Teoretis. Mediator: Jurnal Komunikasi, 2(1).
Putnam Linda L. (2006). Definition and Approach Yang, J., Ryan, C., & Zhang, L. (2013). Social
conflict in communities impacted by tourism.
to Conflict and Communication. The SAGE
Tourism Management: Elsevier, 35, 82-93.
handbook of conflict communication: Young, J. C., Thompson, D. B. A., Moore, P.,
integrating theory, research, and practice. MacGugan, A., Watt, A., & Redpath, S.
hal 1-32. Thousand Oaks, CA: Sage. M. (2016). A conflict management tool for
Tjabolo, Siti Asiah. (2017). Manajemen Konflik conservation agencies. Journal of Applied
Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pustaka Cendekia. Ecology: Wiley Network, 53(3), 705–711.
Implementasi Integrated Marketing Communications Vasektomi
dalam Upaya Peningkatan Akseptor Kb Pria Lestari
Basuki1, Panji Dwi Ashrianto2
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
1,2
Abstract
KB Paradigm already shifting from population control and fertility decline to the health of reproduction
by concerning about the rights of reproduction and gender equality. One of the attempt or effort is men
participation in KB whether it is by condor or vasectomy. The socialization of MOP Method is not easy.
Many contradictions come from both man and wife. Religion aspect also becomes one of consideration. The
aim of this research is to discover the implementation of marketing communication of vasectomy method
in Pekalongan. The research method is collecting data through observation. The research result shows that
MOP socialisation was almost never been done before. There’s also no amount of target of participants. KIE
implementation by applying the marketing communication for MOP gains a better response from counselor
team and society. GerebekPasar was effective to create public’s opinion. GerebegPasar is a counseling held
in public places such as market. Marketing team was equipped with brochures and loudspeaker to gain the
response from market visitors. People were enthusiast and not hesitate to ask about MOP. Counseling also
effective to create public opinion because it attended by clergy, doctors and MOP participants who give
satisfying amount of information. Face to face communication were effective for behavioral change because
each participant candidates could ask effectively. Motivation using persona creates linkage between the
officer and MOP participant candidates. After this KIE activity, there are six couple who join this program.
Keywords: GerebegPasar; Integrated Marketing Communication; Vasectomy
Abstrak
Paradigma KB sudah bergeser dari pengendalian populasi dan penurunan fertilitas ke kesehatan reproduksi
dengan memperhatikan hak reproduksi dan kesetaraan gender. Salah satu upaya atau upayanya adalah
partisipasi laki-laki dalam KB baik itu dengan cara condor maupun vasektomi. Sosialisasi Metode MOP
memang tidak mudah. Banyak kontradiksi datang dari suami dan istri. Aspek agama juga menjadi salah
satu pertimbangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi komunikasi pemasaran
metode vasektomi di Kota Pekalongan. Metode penelitian adalah pengumpulan data melalui observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi MOP hampir tidak pernah dilakukan sebelumnya. Target
peserta juga tidak ada. Penerapan KIE dengan menerapkan komunikasi pemasaran untuk MOP mendapatkan
respon yang lebih baik dari tim konselor dan masyarakat. GerebekPasar efektif untuk menciptakan opini
publik. GerebegPasar merupakan penyuluhan yang diadakan di tempat-tempat umum seperti pasar. Tim
marketing dilengkapi dengan brosur dan loudspeaker untuk mendapatkan respon dari pengunjung pasar.
Masyarakat sangat antusias dan tidak sungkan untuk bertanya tentang MOP. Penyuluhan juga efektif
untuk menciptakan opini publik karena dihadiri oleh ulama, dokter dan peserta MOP yang memberikan
informasi yang memuaskan. Komunikasi tatap muka efektif untuk perubahan perilaku karena setiap calon
peserta dapat bertanya secara efektif. Motivasi menggunakan persona menciptakan keterkaitan antara
petugas dan calon peserta MOP. Usai kegiatan KIE ini, ada enam pasangan yang mengikuti program ini.
Kata kunci: Vasektomi; Komunikasi Pemasaran Terintegrasi; GerebegPasar
Salah satu upaya untuk meningkatkan Kepersertaan KB pria masih masih sangat
k e se j a h t e r a a n (ekonom i, pendidika n, rendah. Banyak faktor baik yang datang dari istri,
kesehatan) adalah penggalakan program suami, atau masyarakat, bahkan pemerintah.
keluarga berencana (KB). Seperti dinyatakan Banyak istri yang takut suaminya akan selingkuh
dalam Undang-Undang No. 52 tahun 2009 jika ikut vasektomi. Sementara laki-laki (suami)
tentang Perkembangan Kependudukan dan takut kehilangan kejantanan, kenikmatan. Opini
Pembangunan Keluarga bahwa pembangunan masyarakat masih negatif yaitu memahami
keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga
vasektomi adalah dikebiri dan dilarang agama.
berkualitas yang hidup dalam lingkungan
Fatwa MUI melalui ijtima ulama ke IV 2012
yang sehat. Undang-Undang ini mendukung
program KB sebagai salah satu upaya untuk di Tasikmalaya memutuskan bahwa vasektomi
mewujudkan keluarga sehat dan berkualitas. tidak halal secara mutlak. Artinya diperbolehkan
K o n f e r e n si Internasional tenta ng jika tidak menyalahi syariat, tidak menimbulkan
Kependudukan dan Pembangunan tahun kemandulan permanen, ada jaminan dapat
1994 di Mesir telah menyepakati perubahan direkanalisasi kembali dan tidak membahayakan
paradigma KB yaitu dari pengendalian populasi bagi yang bersangkutan. Paradigma baru
bergeser ke paradigma kesehatan reproduksi program Keluarga Berencana Nasional telah
dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan berubah dari mewujudkan Norma Keluarga
kesetaraan gender. Paradigma baru ini menuntut Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi
kesadaran kaum laki-laki akan kewajibannya untuk mewujudkan “Mewujudkan Keluarga
turut serta menjamin atau mewujudkan Berkualitas”. Keluarga berkualitas adalah
kesehatan reproduksi perempuan (istri). sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah
Sejak saat itu kepesertaan KB oleh pria terus
anak ideal, berwawasan ke depan, bertanggung
menggema. Di beberapa negara perkembangan
jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada TuhanYang
kepersertaan KB pria cukup menggembirakan.
Sebagai contoh di Malaysia tahun 1998 Maha Esa. Pencegahan kematian dan kesakitan
(16,8%), Bangladesh tahun 1997 (13,9%). merupakan alasan utama diperlukan pelayanan
Sedangkan sasaran KB pria di Indonesia tahun Keluarga Berencana. Salah satu pesan kunci
2007 masih sekitar 4,5% (Wahyuni, 2013:81). dalam rencana strategi nasional adalah “Making
Menurut dr. Widi Atmoko, perkembangan Pregnancy Saver”. Setiap kehamilan adalah
metode kontrasepsi pria cukup penting karena kehamilan yang dinginkan dan direncanakan.
lebih dari 40% perempuan tidak mencapai target Partisipasi pria atau suami dalam KB adalah
dalam program keluarga berencana. Sekitar 80 tangggung jawa pria atau suami dalam dalam
juta perempuan mengalami kehamilan yang meningkatkan kesehatan reproduksi wanita atau
tidak diinginkan setiap tahun. Kontrasepsi wanita istri sekaligus mewujudkan keluarga berkualitas.
banyak didominasi metode hormonal (suntik, Para pria atau suami harus ditumbuhkan
pil atau oral). Sementara mereka tidak tertib kesadarannya bahwa akan tanggung jawabnya
yang pada akhirnya memicu laju pertumbuhan.
pada keberhasilan KB mereka dan tidak
Disamping itu kontrasepsi yang dipakai wanita
melempar tanggung jawab tersebut pada wanita/
kurang mendukung kesehatan reproduksi:
seperti metode IUD dapat menimbulkan istri mereka. Mereka harus sadar akan prinsip
perdarahan, metode hormonal berpengaruh pada kesetaraan gender dalam ber-KB. Mereka
horman-horman lain dalam tubuh. Sementara harus sadar bahwa kaum wanita atau istri sudah
vasektomi merupakan metode kontrasepsi menanggung beban luar biasa mulai dari hamil,
yang efektif, mudah, cepat, dan aman. Selain melahirkan, menyususi, merawat anak-anak.
itu kepesertaan vasektomi mendukung Tidak sepantasnya jika penggunaaan metode
kesehatan reproduksi wanita (Atmoko, 2013). kontrasepsi juga menjadi tanggung jawabnya.
282 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 280-294
Sementara penggunaan metode kontrasepsi untuk finansial telah menjadi daya tarik orang
wanita lebih beresiko pada kesehatan reproduksi untuk mengapresiasi keberadaan kelompok
daripada metode kontrasepsi pada kaum pria. ini. Paling tidak nama KB Lanang sudah
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa familiar ditengah-tengah masyarakat Surabaya.
pendidikan kesehatan berkorelasi positip Pemberian uang saku dapat dijadikan
terhadap penerimaan vasektomi (Hardiani,2013: daya tarik tersendiri yang dalam istilah
Wahyuni,2013). Artinya informasi yang cukup komunikasi pemasaran disebut merchandise.
tentang vasektomi telah merubah sikap tentang Di Kota Surabaya, uang 100.000 rupiah
vasektomi dan berujung pada peningkatan akseptor ternyata menjadi daya tarik tersendiri yang
vasektomi. Informasi yang cukup memadahi dapat mengubah perilaku dengan cepat.
telah mampu merubah pandangan tentang Beberapa peserta vasektomi (KB Lanang) rela
vasektomi (sebagai metode yang positif). Untuk mengikuti vasektomi karena tergiur pemberian
uang 100 ribu rupiah. Karakter peserta KB
itu permasalahan yang muncul adalah bagaimana
Lanang di Surabaya banyak dipengaruhi faktor
model Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
kemiskinan. Di Kabupaten Badung diberikan
yang tepat sehingga pesan penting vasektomi
uang saku sebesar 2.700.000 rupiah sebagai uang
dapat diterima tanpa unsur keterpaksaan.
pengganti kerja karena mereka dalam beberapa
Ada dua kasus yang menarik tentang
hari pasca vasektomi diharuskan beristirahat
keberhasilan KIE vasektomi yaitu di Kota total. Karakter peserta vasektomi di Badung
Surabaya dan di kabupaten Badung. Pemerintah banyak diwarnai kegagalan KB sang istri.
Kota Surabaya mampu meraih MDGs Award Kepesertaan vasektomi di Kota Pekalongan
tahun 2013 untuk kategori kesehatan reproduksi kecil sekali. Data BPS Jateng (jateng.bps.go.id)
dengan program Keberhasilan pemerintah dalam melaporkan bahwa jumlah akseptor vasektomi
membina kelompok Vasektomi. Di kabupaten tahun 2014 Kota Pekalongan 111 (terendah ke
Badung ada bidan yang memperoleh penghargaan dua setelah Kota Magelang). Prosentase dari
sebagai bidan teladan nasional karena peserta vasektomi di Jawa Tengah (52.296) yaitu
ketekunannya sebagai penyemangat KB pria. sangat kecil sekali (0,002%). Data BPMP2AKB
Dari hasil penelitian di dua lokasi tersebut (Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan
diketahui bahwa untuk meningkatkan peserta Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana)
jumlah peserta KB Pria Lestari mereka tidak Kota Pekalongan tahun 2015 perolehan
mengandalkan satu bentuk komunikasi peserta KB melampui target 113,6 % (7.066
pemasaran saja. Mereka mengembangkan peserta dari target 6.250 peserta). Namun
strategi alternatif lain dengan sangat kreatif demikian dari jumlah tersebut peserta MOP
yaitu memadukan seluruh bentuk komunikasi (vasektomi) hanya 10 (http://m.beritasatu.com/
pemasaran. Hasilnya adalah opini publik com/kesra. 24 januari 2016). Ini menunjukkan
tentang MOP terbentuk dan perubahan perilaku kepesertaan MOP sangat sangat rendah sekali.
yang ditandai meningkatnya peserta KB Pria Kota Pekalongan merupakan kota pesisir
Lestari yang cukup signifikan. Model ini dimana banyak penduduknya yang bekerja
perlu diadopsi untuk daerah lain yang ingin sebagai nelayan. Ciri perkampungan nelayan
meningkatkan jumlah peserta KB Pria Lestari. adalah tingkat kelahiran tinggi, kumuh,
Keberadaan kelompok KB Pria Lestari dan identik dengan kemiskinan. Untuk
juga punya peran besar untuk menjadi itu pemerintah pekalongan menetapkan
daya tarik kepesertaan vasektomi. Aktifitas Kelurahan Bandengan sebagai kampung KB.
kelompok ini selain melakukan sosialisasi Kelurahan tersebut betul-betul menggambarkan
juga berbagai bantuan baik pelatihan maupun kampung nelayan syarat dengan ciri-cirinya.
Basuki, Panji. Implementasi Integrated Marketing ... 283
Setelah ditelusuri ada beberapa hal yang Kesimpulan penelitian tersebut adalah partisipasi
menyebabkan rendahnya kepesertaan MOP. pria dalam mengikuti program KB hanya
1). Kehalalan MOP menurut agama. Hal ini meningkat 0,4% (sangat minim). Laki-laki
wajar karena Kota Pekalongan terkenal religius. lebih menyerahkan pada pasangannya dalam
2) tidak ada upaya khusus dalam KIE MOP. merencakan program KB. Upaya yang dilakukan
Informasi KIE hanya disampaikan sekilas lewat pemerintah Lumajang adalah sangat normatif
penyuluhan sehingga opini publik tidak terbentuk. yaitu mengkoordinasikan instansi terkait.
Bahkan masyarakat hampir tidak mengenal Penelitian ini juga relevan dengan
istilah vasektomi. Hal ini berbeda sekali dengan penelitian Wahyuni (2013) berjudul hubungan
di Kota Surabaya. 3) KIE hanya dilakukan
Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB Pria
dengan face to face pada kasus-kasus khusus.
Tentang Vasektomi Serta Dukungan Keluarga
Penelitian ini mengujicobakan kasus
dengan Partisipasi Pria dalam Vasektomi Di
keberhasilan KIE Vasektomi di Kota Surabaya
dan Kabupaten Badung di Kota Pekalongan. Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng
Untuk itu permasalahan dalam penelitian ini Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana rendahnya partisipasi pria sebagai akseptor
efektifitas implementasi komunikasi pemasaran vasektomi. Di sisi lain paradigma program KB
terpadu pada KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) sudah bergeser dari pengendalian populasi dan
metode vasektomi sebagai upaya peningkatan penurunan fertilitas ke pendekatan kesehatan
akseptor KB Pria Lestari di Kota Pekalongan?” reproduksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Kajian Pustaka dilakukan untuk mengetahui mengetahui pengaruh pengetahuan, sikap tentang
roadmap penelitian KB pria vasektomi vasektomi serta dukungan keluarga terhadap
yang pernah dilakukan. Dengan demikian partisipasi pria dalam vasektomi. Metode yang
penelitian ini dapat mengambil celah pada digunakan adalah survai dengan jumlah sampel
bidang dan subyek ataupun tema yang belum 87 dan analisis data menggunakan Regresi
pernah dilakukan. Atau bahkan penelitian Logistik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
dapat merupakan kelanjutan dari penelitian- bahwa pengetahua, sikap, dan dukungan keluarga
penelitian sebelumnya. Kajian literatur dapat berpengaruh signifikan terhap opartisipasi pria
memperlihatkan posisi dari penelitian ini dalam vasektomi. Saran dari penelitian ini adalah
dari penelitian-penelitian yang sudah ada. petugas lapangan KB diharapkan agar lebih
Penelitian terdahulu yang relevan meningkatkan promosi pelayanan vasektomi
dengan penelitian ini adalah penelitian
melalui pemberian pendidikan KB dalam
Purwanti (2011) yang berjudul Upaya
bentuk penyuluhan dan pendekatan keluarga
Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Keluarga
mengenai pentingnya kontrasepsi vasektomi.
Berencana dan Kesehatan Reproduksi
Penelitian ini relevan dengan peneltian
sebagai Wujud Kesetaraan Gender. Penelitian
Hardiani dan Pertiwi (2013) berjudul Pendidikan
tersebut ditujukan untuk mendeskripsikan
u p a y a - u p a y a pem erintah K abupa te n Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang
Lumajang dalam meningkatkan partisipasi Vasektomi. Penelitian tersebut dilatarbelakangi
pria dalam KB dan kesehatan reproduksi. oleh masih didominasinya penggunaaan
Pendekatan yang digunakan adalah yuridis kontrasepsi oleh kelompok wanita terutama
sosiologi (sociolegal research), yaitu tidak kontrasepsi hormona. Padahal banyak dari
semata-mata mengkaji aturan tentang kesamaan mereka yang tidak patuh atruran penggunaan
hak dan kewajiban pria- wanita dalam KB dan yang akhirnya dapat memicu ledakan penduduk.
kesehatan reproduksi, tetapi juga melihat langsung Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk
bagaimana kehidupan masyarakat sebenarnya. mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan
284 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 280-294
terhadap sikap suami tentang vasektomi. Award dari Kemenkes untuk bidan teladan
Dengan metode survei yaitu menggunakan dalam sosialisasi vasektomi. Metode yang
92 sampel dan teknik analisis data uji Mann digunakan adalah analisis kasus dengan teknik
Whittney U Test diketahui bahwa 82,6 % dari pengumpulan data wawancara mendalam
kelompok suami memiliki sikap positip setelah dan FGD. Hasil penelitian adalah bahwa
pemberian intervensi pendidikan kesehatan untuk meningkatan jumlah peserta KB Pria
tentang vasektomi. Saran dari peneltian ini Lestari mereka menggunakan berbagai bentuk
adalah agar petugas kesehatan menerapkan komunikasi pemasaran. Hal ini dilakukan untuk
dan mengembangkan program pendidikan menciptakan opini dan perolehan perubahan
kesehatan tentang vasektomi bagi suami. perilaku. Penggunaan berbagai bentuk
Penelitian Sukeni (2009) yang berjudul komunikasi pemasaran dalam mempromosikan
Hegemoni Negara dan Resistensi Perempuan produk di sebut komunikasi pemasaran terpadu.
dalam Keluarga Berencana di Kecamatan
Tejakula Kabupaten Buleleng Bali relevan Teori Perencanaan Pesan (Charles Berger)
dengan penelitian ini. Tujuan penelitian Salah satu tujuan komunikasi dalam perspektif
tersebut adalah untuk mengetahui kesetaraan positivistik adalah mengubah sikap ataupun
gender dalam pelaksanaan program KB dalam perilaku. Perspektif ini berpandangan bahwa
meminimalkan efek samping bagi akseptor. Data melaui pesan maka sikap dan perilaku seseorang
digali dengan wawancara mendalam dan studi dapat diubah. Namun demikian mengubah sikap
dokumen. Analisis data secara kualitatif. Hasil dan perilaku bukan persoalan yang sederhana.
penelitian menyebutkan bahwa hegemoni negara Komunikator perlu merencanakan atau mendisain
telah mengantarkan program KB mencapai strategi pesan, cara penyampaian, media yang
kesuksesan dalam upaya mengurangi jumlah digunakan agar pesan komunikasi menjadi
penduduk secara bertahap dan telah berhasil efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
mengubah pandangan masyarakat bahwa banyak Charles Berger menawarkan Teori Rencana
anak banyak rejeki menjadi keluarga kecil yang (Theory of Planning), sebagai salah satu teori
berorientasi kepada sumberdaya yang berkualitas. yang cukup terkenal dalam ilmu komunikasi.
Saran dari penelitian ini supaya program KB Teori ini menjelaskan bahwa rencana adalah
terus diperbaiki dalam upaya meminimalkan efek representatif kognitif secara hirarkhi dari
samping demi mewujudkan kesehatan keluarga urutan tindakan yang diarahkan pada tujuan.
serta kesetaraan gender dala akseptor KB. Dengan kata lain, rencana adalah gambaran
Peneliti pernah melakukan penelitian sejenis mental (mental images) dari sejumlah langkah
Basuki dan Panji Dwi Ashrianto tahun 2015 yang yang akan ditempuh untuk mencapai sesuatu
berjudul Strategi Kreatif Komunikasi Informasi tujuan. Langkah-langkah itu bersifat hirarkhi
Edukasi (KIE) metode Vasektomi dalam Upaya atau berjenjang karena tindakan tertentu harus
Peningkatan Peserta KB Pria Lestari : Analisis dilakukan lebih dulu baru tindakan lain dapat
Kasus di Kota Surabaya dan Kabupaten Badung. dilakukan. Perencaan adalah proses menetapkan
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk berbagai rencana tindakan (Morissan, 2009:115)
mengetahui strategi KIE yang dikembangkan Banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas
di kota Surabaya sehingga memperoleh MDGs dan efisiensi dalam proses komunikasi.
Award 2013 kategori kesehatan ibu dan anak Pertama, tingkat kesulitan pesan yang akan
dengan program unggulan perintisan dan disampaikan. Kedua, tingkat pengetahuan dan
pemberdayaan kelompok KB Pria Vasektomi. pengalaman audien terhadap obyek yang akan
Kasus di Badung adalah perolehan Srikandi diinformasikan. Ketiga, tingkat kebutuhan
Basuki, Panji. Implementasi Integrated Marketing ... 285
audiens akan informasi yang akan disampaikan. masing-masing yang terlibat. Logika ini
Keempat, opini publik (negatif atau positif) bertujuan merancang pesan yang sopan, pantas,
terhadap informasi pesan yang akan disampaikan. sesuai norma yang berlaku dan disetujui kedua
Dan masih banyak faktor lagi yang harus belah pihak; 3) Logika retorika, adalah logika
dicermati agar tujuan komunikasi tercapai. yang memandang komunikasi sebagai suatu
Komunikasi disatu sisi merupakan bagian cara untuk mengubah aturan melalui negosiasi.
penting untuk mencapai tujuan. Namun demikian Pesan yang dirancang bersifat lentur atau
komunikasi merupakan proses tersendiri yang fleksibel, memiliki pemahaman yang terpusat
membutuhkan managerial dengan baik agar proses pada lawan bicara. Komunikator cenderung
tersebut efektif dan efisien. Banyak komponen membingkai ulang situasi yang dihadapi agar
yang harus dipersiapkan yaitu komunikator, tujuan (termasuk persuasi dan kesopanan) dapat
pesan, komunikan, media, noise. Masing diintegrasikan dalam satu kesatuan yang bulat.
masing komponen harus dicermati kelebihan Dalam KIE metode vasektomi, pesan harus
dan kekurangan. Masing-masing komponen dirancang dengan kreatif agar pesan komunikasi
sama pentingnya karena masing-masing saling efektif dan efisien. Tujuan akhir dari aktivitas
terkait dalam proses penyampaian pesan. ini adalah perubahan opini terhadap vasektomi
Keberhasilan komunikasi bersifat kontektual, dan perubahan perilaku.maka dari itu bentuk
yaitu dipengaruhi ruang dan waktu. Untuk komunikasi yang cocok adalah persuasif. Pesan
itu keberhasilan rencana komunikasi dalam komunikasi harus berpusat pada komunikan
suatu kurun waktu atau pada wilayah tertentu yaitu masyarakat yang menjadi sasaran
belum tentu berhasil untuk diterapkan pada vasektomi. Untuk itu dalam merancang pesan
waktu atau kelompok yang berbeda. Jika komunikasi harus memperhatikan karakter
akan menggunakan perencanaan yang sudah dari khalayak sasaran. Pada penelitian ini
ada, agar tujuan komunikasi berhasil maka khalayak sasaran adalah masyarakat pantai
perencanaan tersebut harus diperbaharui dengan tingkat kelahiran tinggi, hidup dalam
d i se su a i k a n dengan konteks yang a da . kemiskinan, keyakinan agama sangat kuat.
Teori ini dipertajam oleh Barbara O’Keefe
yang merumuskan Teori Logika Pesan (Message Teori Kemungkinan Elaborasi (Richard Petty
Design Logic Theory) untuk menjelaskan & John Cacioppo)
bagaimana proses berpikir yang terjadi sehingga Teori Kemungkinan Elaborasi (Elaboration
muncul pesan (Morissan, 2009:119). O’Keefe Likelihood Theory) pa da da sa r nya a d a la h
mengemukakan tiga logika dalam merancang teori mengenai persuasi. Teori ini mencoba
pesan yaitu: 1) Logika ekspresif, logika yang memperkirakan kapan dan bagaimana seseorang
memandang komunikasi sebagai suatu cara akan dapat atau tidak dapat pendapat atau
untuk mengekspresikan diri dan menyatakan perilakunya setelah mendapat terpaan informasi.
perasaan/pikiran. Pesan yang terdapat dalam Teori ini menjelaskan berbagai cara yang dilakukan
logika ini adalah bersifat terbuka dan reaktif. orang ketika ia mengevaluasi informasi yang
Dalam hal ini, logika ekspresif bersifat self- diterimanya. Terkadang seseorang mengevaluasi
centered atau terpusat pada diri komunikator; 2) suatu informasi dengan cara yang rumit dengan
Logika konvensional, yaitu logika yang melihat menggunakan pemikiran kritis, terkadang
komunikasi suatu permainan yang dimainkan menggunakan pemikiran yang sederhana.
dengan mengikuti sejumlah aturan dan norma Terkadang orang sangat memikirkan argumen,
yang diterima termasuk hak dan tanggungjawab namun terkadang tidak (Morissan, 2009:59).
286 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 280-294
Menurut teori ini, cara orang memproses Orang yang mempunyai keterlibatan rendah
suatu informasi terdiri atas dua cara. Pertama, terhadap suatu produk atau isu biasanya tidak
membawa informasi itu melalui jalur sentral menggunakan pemikiran kritis untuk sampai
(central route). Kedua, seseorang membawa tahapan penerimaan informasi. Seseorang lebih
informasi ke jalur pinggiran (peripherial route). terpengaruh oleh lib service dari penyampaian
Jalur sentral, yaitu jalur yang membutuhkan informasi seperti ketertarikan pada pada salesgirl
pemikiran kritis (elaboration), sifatnya yang cantik dan bukan berpikir nilai lebih dari
sangat mendetail atau rinci. Pada jalur ini suatu merk produk. Orang dalam keterlibatan
seseorang secara aktif memikirkan informasi rendah menganggap semua merek untuk jenis
itu dan mempertimbangkankannya dengan produk yang sama mempunyai fungsi yang sama.
memperhatikan informasi lain yang sudah dimiliki Teori Elaborasi ini memberikan prediksi
atau dicarinya. Seseorang mempertimbangkan apakah seseorang akan memberikan pemikiran
dengan penuh hati-hati untuk sampai pada kritisnya terhadap produk atau isu atau tidak.
penerimaan informasi tersebut. Pada jalur ini Tingkat keterlibatan tinggi (kedekatan isu atau
dibutuhkan waktu panjang untuk menerima tingkat pentingnya produk) dapat memprediksi
informasi. Hasilnya adalah perubahan pandangan bahwa seseorang memberikan pemikiran
bersifat lebih permanen dan biasanya diikuti oleh kritisnya. Demikian sebaliknya, keterlibatan
perubahan perilaku. Orang yang mempunyai yang rendah pada produk dapat diprediksi bawa
keterlibatan tinggi pada suatu isu atau produk, informasi yang disampaikan tidak akan dikritisi.
kecenderungan akan menggunakan pemikiran Selain tingkat keterlibatan, teori elaborasi
juga bisa dipakai untuk memprediksi tingkat
kritis. Setiap informasi yang diperoleh akah
penerimaan berdasarkan tingkat resiko
dielaborasi sedemikian sehingga meyakinkan
dari produk atau isu negatif yang menerpa
seseorang untuk menerima atau tidak menerima
produk. Produk dalam kategori tersebut
produk tersebut (setuju atau tak setuju terhadap
akan melibatkan pemikiran kritis (elaborasi).
isu). Orang yang punya keterlibatan tinggi
Demikian sebaliknya, produk yang tak
pada produk tidak sekedar memperhatikan
beresiko atau tidak sedang mengalami
fungsi produk tetapi lebih berpikir kekhasan
krisis image tidak membutuhkan pemikiran
(nilai lebih yang membedakan) padai produk kritis untuk sampai pada tahapan penerimaa
tersebut. Keunggulan dan kekurangan akan Teori Elaborasi dapat digunakan untuk
dikritisi sedemikian rupa untuk sampai merancang pesan komunikasi. Jika keterlibatan
tahap penerimaan. Dia tidak terpengaruh calon audien terhadap produk atau tinggi maka
oleh aspek-aspek pemanis dari informasi. hal-hal yang bersifat inti perlu ditonjolkan.
Jika informasi berbentuk iklan, seseorang Demikian halnya untuk produk-produk
tidak mudah dipengaruhi oleh layout iklan, yang mempunyai resiko tinggu atau sedang
tampilan iklan, penggunaan artis (lib service). dalam krisis image. Jika keterlibatan calon
Jalur pinggiran, adalah jalur yang tidak audience terhadap produk atau isu rendah
membutuhkan pemikiran kritis (non-elaboration), maka aspek-aspek periferial dapat ditonjolkan.
sifatnya tambahan/bukan pokok. Seseorang Metode vasektomi yang mempunyai opini
yang mengolah informasi melalui jalur periferial negatif merupakan produk yang menuntut
biasanya kurang kritis terhadap informasi yang calon pengguna menggunakan pemikiran kritis.
yang diterima. Dampaknya adalah perubahan Maka pesan-pesan yang akan disampaikan tidak
yang terjadi bersifat temporal (sementara). bisa sekedar mengandalkan pada aspek-aspek
Pengaruhnya terhadap perilaku juga minimal. periferial. Pesan harus dirancang pada sapek
Basuki, Panji. Implementasi Integrated Marketing ... 287
sentral yaitu menjawab opini negatif dari metode Teori ini dapat dipakai untuk membedah
vasektomi. Penggunaan nara sumber seperti stategi KIE vasektomi yang mengalami
dokter, tokoh agama, testimoni pengguna adalah kesulitan. Opini negatif tentang vasektomi
hal penting untuk menjawab aspek inti sepeerti harus dipetakan terlebih dahulu. Jawabannya
pengebirian, haram, membuat tidak jantan. adalah pendapat bahwa vasektomi tidak lain
proses pengebirian sehingga mengganggu aspek
Teori Keseimbangan (Heider) kejantanan seperti tidak bisa ereksi, mengurangi
Teori Keseimbangan (Balance Theory) kenikmatan. Isu negatif lainnya adalah aspek
memandang manusia selalu menjaga halal atau haram terhadap vasektomi. Isu negatif
keseimbangan antara kepercayaan yang ada
ini harus dijawab dengan pesan komunikasi yang
pada dirinya dengan evaluasi. Artinya orang
meyakinkan dan dapat diterima. Penggunaan
akan mencari keseimbangan jika informasi yang
testimoni dan penjelasan ulama yang dipercaya
diterimanya tidak sesuai dengan kepercayaan
yang selama ini diyakininya. Dalam teori ini bisa dipakai sebagai sumber informasi
ada 3 elemen penting yang harus ada agar untuk membangun kepercayaan tersebut.
proses keseimbangan bisa tercapai. Elemen
pertama adalah orang yang pernah merasakan, Komunikasi Pemasaran Terpadu
elemen kedua sikap terhadap objek, dan elemen Pemasaran menurut definisi dari AMA
ketiga adalan obyek lain yang berhubungan (American Marketing Association) diartikan
dengan obyek pertama (Sutisna, 2002:107) sebagai fungsi organisasi dan serangkaian
Teori ini melihat bahwa pandangan negatif proses menciptakan, mengomunikasikannya,
seseorang terhadap suatu objek atau pendapat dan menyampaikan nilai bagi para pelanggan
bisa diubah dengan menghadirkan bukti positif sera mengelola relasi pelanggan sedemikian
pada obyek tersebut. Bukti positif bisa mereduksi rupa sehingga memberikan manfaat bagi
penilaian negatif. Kepercayaan bisa dibangun organisasi dan para stakeholdernya. Pemasaran
yang pada akhirnya perilaku pun berubah (marketing) merupakan managemen dari beberapa
seiring menguatnya kepercayaan. Teori ini bisa komponen yang terkenal dengan marketing
dipakai untuk membangun citra atau bahkan mix yaitu product, price, place, dan promotion
untuk memperbaiki situasi krisis kepercayaan. (4P). Pada awalnya konsep pemasaran lebih
Salah satu contoh penggunaan teori adalah berorientasi pada kepentingan produsen. Namun
saat salah satu produk susu kena isu lemak dalam perkembangannya pemasaran sebagai
babi. Kepercayaan pasa produk susu formula
proses managemen lebih berorientasi pada
jatuh. Salah satu cara yang diupayakan untuk
kepentingan konsumen. Hal ini terjadi karena
memulihkan kepercayaan adalah memberikan
tingkat persaingan produk semakin tinggi dan
bukti bahwa susu formula sudah bebas dari
lemak babi. Para perancang pesan komunikasi konsumen semakain melek (kosmopolitan).
mencoba cari tahu penyebab krisis. Ditemukan Pada hakekatnya pemasaran adalah proses
jawaban bahwa sumber krisis adalah lemak babi pertukaran yang dilakukan oleh dua belah pihak
yang oleh kalangan muslim adalah hukumnya atas dasar kesepakatan atau persetujuan bersama.
haram atau dilarang untuk dikonsumsi. Untuk Salah satu aktifitas penting dalam
mengembalikan kepercayaan para perancang pemasaran adalah komunikasi pemasaran
komunikasi menggunakan otoritas yaitu para (promosi). Komunikasi pemasaran adalah proses
ulama. Saat itu para ulama diminta minum susu menyampaikan informasi produk dari produsen
formula sebagai bukti bahwa susu formula sudah pada konsumen. Melalui aktifitas ini maka
terbebas dari lemak babi. Upaya ini sangat berhasil paling tidak merek produk terinformasikan
dalam mengembalikan kepercayaan publik. dan masyarakat menyadari akan keberadaan
288 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 280-294
2016 yang mencapai 5.137 peserta (www.rkb. Peran serta kader dalam sosialisasi
pekalongankota.go.id). Jumlah peserta KB di program KB juga relative tinggi, terlihat
wilayah Kota Pekalongan dalam setiap tahunnya dari jumlah kader yang terdaftar di wilayah
memang terus terjadi peningkatan. Meski diawal kota pekalongan yang cukup banyak. Dalam
tahun terkadang peningkatan jumlah peserta menjalankan perannya, para kader tidak
tidak terlalu signifikan, namun karena sosialisasi hanya mengandalkan kegiatan-kegiatan
dan kesadaran masyarakat terhadap program tertentu, tetapi juga pada kegiatan sehari-hari.
tersebut diakhir tahun bisa mencapai target. Kegiatan sosialisasi di lakukan dengan aktifitas
Realisasi target pencapaian peserta program sehari-hari ibu-ibu pada umumnya, misalkan
keluarga berencana di wilayah Kota pekalongan aktifitas berbelanja, posyandu dan sebagainya.
hingga akhir tahun 2015, melampaui target yang Sosialisasi massa yang dilakukan di
ditetapkan 6.250 akseptor tercapai 113,06 persen, wilayah Kota Pekalongan, selain bertujuan
atau mencapai 7.066 akseptor KB. Peserta KB meningkatkan pemahaman dan kepesertaan KB,
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang atau MKJP juga bertujuan untuk meningkatkan peran serta
mencapai 630 atau 24,55 persen dan non MKJP pria. Berdasarkan data yang telah disebutkan
1.936, dengan rician, pencapaian KB IUD diatas menunjukan peran serta pria sangat kecil
sebesar 280 dari target 805 atau 34,78 persen. sekali dalam program KB. Umumnya pria hanya
MOW tercapai 59 dari target 218 atau 27,6 menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom,
persen, MOP 6 dari target 16 atau 37.5 persen. sedangkan vasektomi belum menjadi prioritas
Sedangkan kondom tercapai 261 dari target 757 metode kontrasepsi pria. Ada banyak hal yang
atau 37,48 persen. KB Implan dari target 864 melatar belakangi hal ini, kendala utama yaitu
tercapai 285 atau 32,99 persen/ pil dari target masalah agama. Kota pekalongan yang dikenal
1.137 tercapai 350 30,73 persen. Yang paling sebagai kota santri, memiliki masayarakat
banyak diminati masyarakat hingga saat ini dengan tingkat religiuitas yang tinggi, masih
adalah KB dengan metode suntik yang mencapai berpegang teguh pada prinsip agama yang
99,03 persen dari target 1.338 telah tercapai 1.325. tidak memperbolehkan melakukan tidakan
Pencapaian tersebut didapatkan dari berbagai penghambatan dalam memperoleh keturunan.
program yang dilakukan oleh BMP2AKB dan Dukungan dari tokoh agama juga masih sangat
semua stakeholdernya. Program KIE yang paling kurang. Tokoh agama masih banyak yang belum
sering dilakukan adalah kunjungan rutin dari rumah sepakat dengan KIE sehingga masyarakat masih
ke rumah baik oleh Penyuluh KB ataupun kader. takut dalam hal kehalalan metode vasektomi ini.
Kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan Hal lain yang menjadi kendala metode
kunjungan, terlebih dahulu tim mengadakan pra vasektomi, yaitu pandangan masyarakat
konseling yang bertujuan menentukan target tentang vasektomi ini masih sangat tabu,
yang sesuai dengan kriteria. Penentuan target sehingga masyarakat yang sudah melakukan
ini berdasarkan hasil observasi dan masukan vasektomipun masih malu-malu untuk
dari para kader. Sedangkan untuk penyuluhan mengakui bahwa dirinya adalah peserta KB
massa masih menginduk pada kegiatan-kegiatan vasektomi. Hal ini berkaitan juga dengan
yang dilakukan oleh masyarakat, seperti rumor yang berkembang dimasyarakat tentang
PKK, Pengajian dan sebagainya, karena tidak akibat dari vasektomi yang dapat menyebabkan
adanya anggaran khusus untuk melakukan pria tidak jantan lagi dan sebagainya. Rumor
mobilisasi massa. Untuk kalangan remaja, tersebut belum terjawab, sehingga KIE yang
sosialisasi juga dilakukan dengan mencari rutin mutlak dilakukan untuk meluruskan
kegiatan yang sesuai dengan aktifitas mereka. stigma masyarakat tentang KB Vasektomi.
Basuki, Panji. Implementasi Integrated Marketing ... 291
Kendala yang terahir yaitu tentang KIE pertama ini dilakukan di kelurahan
kebijakan pemerintah kota pekalongan yang Bandengan yang merupakan kawasan pesisir
belum memprioritaskan Vasektomi sebagai pantai dengan mayoritas penduduk bermata
metode kontrasepsi untuk pria. Hal ini juga pe nc a ha r ia n se ba ga i ne la ya n. KI E in i
disebabkan jumlah anggaran yang masih sangat menghadirkan narasumber dari tenaga medis,
kecil. Untuk melakukan tindakan vasektomi yaitu dokter yang bertugas melakukan tindakan
vasektomi, tokoh ulama, dan akseptor vasektomi
pemerintah hanya menyediakan biaya sebesar
untuk memberikan testimoni terkait keikut
Rp. 250.000 per orang, padahal Perwalnya
sertaannya dalam vasektomi. Dalam KIE ini
adalah RP 400.000, sehingga plafon yang ada
dijelaskan berbagai hal terkait vasektomi, dari apa
tidak mencukupi. Biaya tersebut belum termasuk itu vasektomi, kelebihan dan kekurangan serta
insentif yang diberikan kepada akseptor. bagaimana tindakan vasektomi dilakukan. Selain
Implementasi KIE yang dilakukan pada itu tokoh ulama menjelaskan pula vasektomi dari
wilayah Kota Pekalongan, mengadopsi metode sisi agama, tentang bagaimana vasektomi dalam
yang ada di Kota Surabaya dan Badung, pandangan islam. Tujuan dari KIE ini adalah
Bali. Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan memberikan pemahaman yang benar baik sesuai
melakukan serangkaian sosialiasi KIE secara medis ataupun non medis tentang Vasektomi.
massa dan Gerebek pasar. Sebelum melakukan Metode yang digunakan dalam KIE disesuaikan
kegiatan tersebut, terlebih dahulu dilakukan dengan karakter masyarakat yang dituju.
koordinasi awal dengan berbagai unsur yang Ceramah dan testimoni masih menjadi metode
terlibat, seperti PLKB, Kader, akseptor KB, utama. Ceramah yang dilakukan menggunakan
bahasa yang sederhana yang mudah dipahami
tokoh ulama, dan tenaga medis. Koordinasi
oleh masyarakat bahkan yang hanya lulusan
yang dilakukan bertujuan untuk menentukan
Sekolah Dasar. Selain ceramah, penyampaian
metode yang digunakan dan sasaran mana
testimoni oleh akseptor juga menjadi bagian
saja yang akan dituju. Hal ini merupakan yang penting dalam memberikan keyakinan
aplikasi dari riset pasar dan segmentasi pasar pada calon akseptor. KIE dengan motode
dalam proses komunikasi pemasaran. riset ceramah seperti dibahas di atas, dilakukan
pasar digunakan untuk menentukan strategi lebih dari satu kali untuk semakin membuka
pemasaran dan faktor penentuan sedangkan pemahaman masyarakat dan memperluas target
segmentasi pasar yaitu menentukan pasar sasaran. selain itu KIE ini juga dilakukan untuk
yang homogen dengan menyeleksi pasar memetakan persoalan yang terjadi yang menjadi
yang ditentukan. Penentuan pasar ini penting kendala dalam pelaksanaan program KB.
karena kita tidak mungkin memasarkan suatu Dari hasil evaluasi yang dilakukan kepada
produk atau ide kepada semua kalangan. masyarakat setelah KIE selesai dilaksanakan,
dipe r ole h da ta ba hwa pe nje la sa n y a n g
Kegiatan pertama yang dilakukan yaitu KIE
disampaikan oleh petugas mudah dipahami
massa yang dapat dilakukan secara langsung
karena menggunakan bahasa yang sederhana
maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam
dan disertai dengan ilustrasi menggunakan alat
jumlah besar. Kegiatan komunikasi, informasi peraga. Sebelum KIE dilakukan, masyarakat
dan edukasi dilakukan dengan memberikan mengungkapkan belum ada gambaran tentang
penerangan massa melalui tatap muka langsung. apa sebenarnya vasektomi itu. namun setelah
Dengan penerangan, motivasi diharapkan mendapat pelayanan KIE mereka menjadi
meningkat sehingga terjadi peningkatan paham dan mengerti, selain itu mereka bersedia
pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku menginformasikan perihal vasektomi ini kepada
masyarakat dalam berKB khususnya vasektomi. yang lain yang belum mendapat pelayanan KIE.
292 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 280-294
Abstract
Garbage has been a world problem for a long time. The attention of the global community is now focused on the
amount of waste, especially plastic waste that is scattered all over the sea and pollutes the ecosystem. Indonesia
is a country with the second-largest amount of plastic waste pollution to the sea in the world. PT. Coca Cola
is the number 1 contributor to plastic bottle waste in Indonesia and the world. PT Coca Cola has carried out
many CSR activities to manage plastic bottle waste with a vision of a world without waste 2030, the program
is Ecobrick Training which is given to three target schools. After implementing the Ecobrick training program,
the impact of environmental changes has not been seen. The purpose of this study was to evaluate the Planning,
Implementation, and Evaluation of PT Coca Cola Bottling Indonesia Central Java’s Ecobrick Training CSR
Program in managing plastic waste. The method used in this research is a descriptive qualitative evaluation
study. Data collection was carried out by interview, field observation, and documentation study. Data analysis
techniques using data analysis techniques Miles and Huberman. The theories used are planning theory and
behavior change theory. The results of this study indicate that CSR Ecobrick Training does not provide benefits
for the future. The CSR program planning process does not follow the correct CSR program planning standards.
The planning of CSR programs at Coca Cola has not followed the correct CSR standards, namely not doing
research, not conducting evaluation, and reporting. This study found a more targeted ecobrick training program-
planning model, namely research, planning, executing, measuring, or evaluation (measure, and reporting).
Keywords: Behavior Change; CSR Program; CIPP Evaluation Model
Abstrak
Sampah telah menjadi masalah dunia sejak dahulu, dan hingga saat ini perhatian masyarakat global tertuju
pada banyaknya sampah, terutama sampah plastik yang tersebar di penjuru laut dan mencemari ekosistem.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. PT.
Coca Cola adalah penyumbang sampah botol plastik nomor 1 di Indonesia dan dunia. PT Coca Cola telah
banyak melakukan kegiatan CSR untuk mengelola sampah botol plastik dengan visi world without waste
2030, yaitu program pelatihan Ecobrick yang diberikan ke tiga sekolah binaan. Adanya program pelatihan
Ecobrick nyatanya belum memberikan dampak perubahan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program CSR pelatihan Ecobrick PT Coca Cola Bottling Indonesia
Central Java dalam mengelola sampah plastik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dengan studi evaluasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan, dan
studi dokumentasi. Teknik analisis data dengan menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR Pelatihan Ecobrick tidak memberi manfaat untuk masa
depan. Proses perencanaan program CSR tidak mengikuti standar perencanaan pembuatan program CSR
yang benar. Perencanaan Program CSR di Coca Cola belum mengikuti standar pembuatan CSR yang benar,
yaitu tidak melakukan riset terlebih, tidak melakukan evaluasi dan pelaporan. Penelitian ini menemukan
model perencanaan program Pelatihan Ecobrick yang lebih tepat sasaran, yaitu penelitian (research),
perencanaan (plan), pelaksanaan (execute), pengukuran atau evaluasi (measure), dan pelaporan (report).
Kata kunci: Perubahan Perilaku; Program CSR; Model Evaluasi CIPP
Pendahuluan
masalah sampah plastik, dengan melakukan
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar gerakan pantai tanpa plastik, kampanye tanpa
187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan pla stik, bahkan ke me nte r ia n- ke me nt r ia n
3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola membuat Gerakan Satu Juta Tumbler Generasi
dengan baik. Masyarakat kemudian menyoroti Tanpa Plastik. Gerakan yang bertujuan
295
296 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 295-306
sampah plastik lainnya adalah Danone (1.843), memberikan beasiswa kepada siswa dan siswi
Nestle (2.950), Mondelez (1.664), Unilever yang kurang mampu tetapi berpersetasi, Coca
(1.230), P&G (1.324), Mars (678) dan Perfetti Cola juga memberikan pelatihan sepak bola
(1.085) (Ane, Ed: Abduk Rozak, 2019). pada para siswa di sekolah tersebut, mulai dari
Coca Cola Indonesia menyadari produksi pemberian seragam untuk team sepak bola,
sampah yang dihasilkan, sehingga ingin sepatu bola, bola beserta pelatih sepak bola, Coca
melakukan tindakan redemption sebagai bentuk Cola juga memberikan pelatihan penanaman
tanggungjawab sosial terhadap lingkungan pohon terhadap sekolah tersebut, mengajarkan
dengan melakukan program CSR (Corporat para siswa untuk belajar cara membuat pupuk,
Social Responsibility). Kesadaran PT Coca membibit tanaman serta memelihara bibit
Cola Indonesia tertuang dalam program pohon. Coca Cola juga memberikan bantuan
World Without Waste 2030. Program World wastafel dan uang dalam bentuk bahan bangunan
Without Waste 2030 merupakan inisiatif dan untuk membuat tempat cuci tangan yang
menjadi prioritas bagi Coca Cola di Indonesia. digunakan oleh para siswaa di sekolah tersebut,
Untuk di ASEAN dan di seluruh dunia, Coca Coca Cola juga memberikan bantuan tempat
Cola percaya bahwa permasalahan limbah sampah untuk masing masing sekolah binaan.
kemasan plastik dapat diselesaikan dengan Program CSR pelatihan Ecobrick sudah
baik (advertorial CNN Indonesia, 2019). dilakukan pada bulan September 2019 dengan
Program Corporate Social Responsibility mengedukasi siswa siswi di beberapa sekolah
di Coca Cola Bootling Indonesia Central Java dasar binaan di tingkat zone one. Sekolah yang
adalah Pelatihan Ecobrick, di mana program menjadi target sasaran program CSR Coca Cola
ini didesain untuk menginspirasikan perubahan adalah SD Samban 01, SD Samban 02, SD
perilaku kepada generasi muda mengenai Harjosari 01. Program CSR Pelatihan Ecobrick
pengelolaan sampah kemasan botol plastik. Di dilaksanakan dalam satu hari pelaksanaan
harapkan dengan pelaksanaan Pelatihan Ecobrick, dengan jumlah peserta ada 45 anak dan
masyarakat dapat mengurangi sampah plastik. enam pendamping guru dari ketiga sekolah.
Program CSR Pelatihan Ecobrick juga Program CSR pelatihan Ecobrick sudah
dilakukan oleh delapan cabang Coca Cola di selesai dilaksanakan oleh PT Coca Cola, akan
Indonesia, namun penelitian ini memfokuskan tetapi belum terlihat dampak dari perubahan
penelitian terhadap Coca Cola Semarang Jawa lingkungan setelah melakukan program
Tengah, karena target sasaran program CSR CSR Pelatihan Ecobrick. Jika dilihat dari
pelatihan Ecobrick yang berada di Semarang Jawa target sasaranya, program pelatihan Ecobrick
Tengah adalah anak-anak Sekolah Dasar Negeri ini sebetulnya terlalu berat jika di lakukan
Binaan di area ring satu (zone one), sedangkan oleh anak anak di tingkat sekolah dasar.
tujuh cabang Coca Cola yang lainya menargetkan Hasil penelitian prasurvei ditemukan bahwa
pelatihan ini untuk siswa sekolah menegah atas evaluasi dan monitoring program pelatihan
sampai dengan mahasiswa. Tujuan dari program Ecobrick masih belum dilakukan oleh pihak
pelatihan Ecobrick Coca Cola Semarang adalah PT Coca Cola Bottling Indonesia Central Java.
ingin mengajarkan tentang kesadaran akan Komunikasi sosialisasi tentang pengelolaan
budaya sehat dan peduli lingkungan sejak dini. sampah plastik ternyata belum banyak diterima
Sekolah dasar yang menjadi binaan Coca oleh masyarakat, dan selama ini sosialisasi
Cola Semarang tidak hanya diberikan pelatihan tentang pengelolaan sampah plastik hanya
Ecobrick, tetapi terdapat program lainnya dilakukan di ring satu atau di sekitar pabrik
juga diberikan secara berkelanjutan seperti, PT Coca Cola saja belum tersampaikan kepada
298 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 295-306
masyarakat luas. Dari permasalahan diatas dapat Terdapat jenis-Jenis Corporate Social
di simpulkan rumusan masalah: “Bagaimana Responsibility (CSR). Menurut Carroll
Evaluasi Program CSR pelatihan Ecobrick PT (1979) mengklasifikasikan tanggung jawab
Coca Cola Bottling Indonesia Central Java dalam sosial perusahaan ke dalam empat kategori,
mengelola sampah plastik?”. Tujuan penelitian yaitu economic responsibilities, legal
untuk mengevaluasi perencanaan, pelaksanaan, responsibilities, ethical responsibilities,
dan evaluasi program CSR pelatihan Ecobrick dan discretionary responsibilities.
PT Coca Cola Bottling Indonesia Central
Java dalam mengelola sampah plastik. Teori Perencanaan
Menurut Cangara (2013:45), perencanaan
Konsep Dasar Corporate Social Responsibility komunikasi adalah suatu usaha yang sistematis
John Elkington pada tahun 1997 dalam dan kontinu dalam mengorganisir aktivitas
(Wibisono, 2007) melalui bukunya “Cannibals manusia terhadap upaya menggunakan
with Fork, the Triple Bottom Line of Twentieth sumber daya komunikasi secara efisien guna
Century Business”. Elkington mengembangkan merealisasikan kebijaksanaan komunikasi. Model
konsep triple bottom line dalam istilah economic Perencanaan Komunikasi Lima Langkah Model
prosperity, environmental quality dan social perencanaan komunikasi lima langkah,
justice. Elkington memberikan pandangan terdiri atas lima tahap, yakni: Penelitian,
bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan, Perencanaan, Pengukuran, dan Pelaporan
harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar
profit, perusahaan juga mesti memperhatikan Teori Perubahan Perilaku
dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan Perilaku manusia menurut Notoatmojo
masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif (2007:118) adalah semua tindakan atau aktivitas
dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). dari manusia itu sendiri yang mempunyai
CSR dikenal stakeholder. Menurut Rhenald bentangan yang sangat luas baik yang dapat
Kasali (1994) dalam bukunya Managemen Public diamati langsung maupun yang tidak dapat
Relation, stakeholder adalah setiap kelompok diamati. Menurut Soekidjo Notoatmojo (1997:
yang berada di dalam maupun di luar perusahaan 120-121) perilaku dapat dibedakan menjadi dua
yang mempunyai peran dalam menentukan macam, yaitu: perilaku pasif dan perilaku aktif
keberhasilan suatu peruahaan. Hal ini terkait
Sustainable Development. Pembangunan Model Evaluasi CIPP
berkelanjutan menurut Emil Salim (1982) Evaluasi konteks (context) dimaksud
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan untuk menilai kebutuhan, masalah, aset
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan peluang guna membantu pembuat
dan aspirasi manusia. Menurut Kementerian kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas.
Lingkungan Hidup (1990) pembangunan Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk
(yang pada dasarnya lebih berorientasi menilai alternatif pendekatan, rencana tindak,
ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan
berdasarkan tiga kriteria yaitu: (1) Tidak ada program dalam memenuhi kebutuhan kelompok
pemborosan penggunaan sumber daya alam sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan.
atau depletion of natural resources; (2) Tidak Evaluasi proses (process) ditujukan
ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; untuk menilai implementasi dari rencana
(3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan yang telah ditetapkan guna membantu para
useable resources ataupun replaceable resource. pelaksana dalam menjalankan kegiatan.
Sutin, Basuki. Evaluasi Program Corporate Social ...299
Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan yang berupa catatan, transkip, buku, surat
tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai kabar, majalah internal Coca Cola, notulen
hasil yang dicapai (Stufflebeam et. al., 2003). rapat Public Affair Community Sustainability,
(Stufflebeam, H McKee and B McKee, foto pada saat pembuatan ecobrick, (Arikunto,
2003:118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan 1998:236). Menurut Moleong (2005:217-218)
dalam berbagai bidang. Nana Sudjana dan Teknik analisis data pada penelitian
Ibrahim (2004:246) menterjemahkan masing- adalah proses penyederhanaan data ke
masing sebagai berikut: 1) Context: situasi atau dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
latar belakang yang mempengaruhi perencanaan diimplementasikan. Pada penelitian ini analisis
program pembinaan; 2) Input: kualitas masukan data dilakukan menggunakan model Miles
yang dapat menunjang ketercapaian program dan Huberman yang terdiri dari empat hal
pembinaan; 3) Process: pelaksanaan program utama yaitu (Miles dan Hubberman, 1992:15).
dan penggunaan fasilitas sesuai dengan apayang Proses data yang dilakukan dengan
telah direncanakan; 4) Product: hasil yang dicapai menggunakan beberapa tahap diantaranya; (1)
dalam penyelenggaraan program tersebut. pengumpulan data, yaitu data yang diperoleh dari
hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
Metode Penelitian dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri
Peneliti menggunakan metode deskriptif dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi; (2)
reduksi data , yaitu proses pemilihan, pemusatan,
kualitatif. Menurut Moleong (2005:4),
perhatian pada langkah-langkah penyederhanaan
pendekatan deskriptif kualitatif yaitu
dan transformasi data kasar yang muncul dari
pendekatan penelitian dimana data-data yang
catatan tertulis dilapangan (Burhan Bungin,
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-
2003:70); (3) penyajian data, yaitu data dibatasi
gambar dan bukan angka. Data-data tersebut
sebagaimana sekumpulan informan yang
dapat diperoleh dari hasil wawancara, catatan
tersusun dan memberikan kemungkinan adanya
lapangan, foto, video tape, dokumentasi pribadi,
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan;
catatan, atau memo dan dokumentasi lainnya.
(4) penarikan kesimpulan, merupakan langkah
Teknik pengumpulan data dalam penelitian akhir dalam pembuatan suatu laporan. Penarikan
ini menggunakan: (1) Wawancara (interview), kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
menurut Moleong (2005:186) menyatakan memahami makna, keteraturan pola-pola
wawancara adalah percakapan dengan maksut penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang Hasil Penelitian Dan Pembahasan
mengajukan pertanyaan dan terwawancara Program CSR Pelatihan Ecobrick
(interviewer) yang memberikan jawaban atas Program Pelatihan Ecobrick ini di dilakukan
pertanyaan itu (Burhan Bungin, 2003:155). (2) oleh Coca Cola dengan tujuan mengajarkan
Observasi Lapangan (pengamatan), menurut budaya sehat dan peduli lingkungan. Program
W. Gulo (2002:116) merupakan metode ini diberikan ke masyarakat lingkungan
pengumpulan data dengan mencatat informasi pabrik Coca Cola Bawen Semarang yaitu para
sebagaimana yang mereka saksikan selama siswa SD di lingkungan zone one perusahaan.
penelitian. Observasi dilakukan di PT Coca Menurut Pelaksanaan (implementasi) dalam
Cola Bootling Indonesia, di Lokasi 3 Sekolah CSR dirumuskan oleh Hadi (2011) mengenai
SD Binaan. (3) Dokumentasi, yaitu merupakan diagram tahapan pelaksanaan CSR, yaitu
pencarian data mengenai hal-hal atau variabel perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
300 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 295-306
melakukan perubahan perilaku budaya sehat dibuat maka dilanjutkan pelaksanaan (execute),
dan peduli lingkungan, tetapi jika mengajarkan laludilakukan engukuran/evaluasi (measure)
siswa untuk membuat karya yang bernilai dan terakhir membuat pelaporan (report).
ekonomi sepertinya kurang tepat sasaran, karena Evaluasi tidak dilakukan oleh pihak
belum saatnya siswa membuat karya yang Public Affair Communication and Sustainbility
brenilai ekonomi. Lebih tepat jika pelatihan ini yang tidak membuat laporan Program
diberikan kepada orang dewasa yang memahami Pelatihan Ecobrick baik secara tertulis
tujuan pelatihan dan hasil karyanya mempunyai yang seharusnya dilaporkan kepada Coca
nilai ekonomi, dan dapat menjadi penghasilan. Cola Indonesia, National Office Jakarta.
Model perencanaan ini adalah melengkapi Pada pelaksanaan pelatihan Ecobrick
model perencanaan Cangara 2013. Sebaiknya terdapat sedikit perubahan yaitu pada saat praktek
dalam melaksanakan program benar-benar pembuatan Ecobrick ada keterlibatan dari para
melakukan tahapan-tahapan baku dalam guru pendamping dari masing-masing sekolah
pembuatan program CSR. Di mulai dengan yang ikut membantu dalam pembuatan Ecobrick.
melakukan riset terlebih dahulu, sehingga Dan hasil evaluasi terhadap perubahan
program dapat sesuai dengan kebutuhan perilaku dari siswa siswi ketiga Sekolah Dasar
masyarakat ataupun perusahaan. Tahapan Harjosari 01, Sekolah Dasar Samban 01 dan
selanjutnya adalah planning yang di dalamnya Sekolah Dasar Samban 02, ternyata tidak banyak
ada strategi tentang pemilihan atau penentuan dari siswa siswi yang merubah perilaku budaya
sumber (komunikator), pesan, media, sasaran sehat dan peduli lingkungan, karena target segment
(segmen), dan efek yang diharapkan. Di yang sebetulnya tidak sesuai untuk siswa SD,
lanjutkan dengan tahapan evaluasi yang dan lebih tepatt diberikan kepada Ibu-ibu PKK.
disesuaikan dengan tujuan awal program. Rekomendasi penelitian ini untuk pihak
Tahap terakhir adalah tahapan pelaporam atau PT Coca Cola Bottling Indonesia Central Java.
report, dalam membuat program CSR harus Dalam tahapan perencanaan program harus
membuat laporan tertulis dan dilaporkan kepada melakukan riset atau penelitian terlebih dahulu,
top management sebagai bentuk pertanggung sehingga program sesuai dan mempunyi dampak
jawaban sudah melaksanakan program dan di masyarakat. Tahapan planning harus dibuat
pengeluaran budget untuk program tersebut. dengan tepat agar tujuan perusahaan dapat
tercapai. Tahapan evaluasi secara berkala harus
dilaksanakan sebagai bentuk tanggungjawab
Simpulan
dari penyelesaian program. Tahapan report harus
Simpulan penelitian Evaluasi Program
dibuat dan dipertanggungjawabkan ke pimpinan
CSR Pelatihan Ecobrick PT Coca Cola Bottling
baik tertulis atau lisan. Saran bagi pihak SD
Indonesia Central Java dalam mengelola sampah,
Samban 01, SD Samban 02 dan SD Harjosari 01,
pada tahap perencanaan terdapat perbedaan diharapankan dapat selalu aktif dalam melaporkan
informasi terkait dengan proses pembuatan perubahan dampak setelah siswa siswi mengikuti
program CSR Pelatihan Ecobrick. Perbedaan dan melaksanakan program pelatihan Ecobrick
statment diutarakan oleh pihak sekolah yang dan mengajak Coca Cola untuk bekerjasama
menerima program pelatihan Ecobrick yaitu sd SD terkait dengan pelatihan lain, bukan sekedar
Samban 01, SD Samban 02 dan SD Harjosari 01. menerima program yang tidak ada kelanjutanya.
Perencanaan program CSR Pelatihan Penelitian ini menemukan model perencanaan
Ecobrick tidak melalui tahapan Riset terlebih program Pelatihan Ecobrick yang lebih tepat
dahulu. Tahapannya meliputi penelitian sasaran, yaitu penelitian (research), perencanaan
(research), perencanaan (plan) (segmen), dan (plan), pelaksanaan (execute), pengukuran atau
efek yang diharapkan. Setelah perencanaan evaluasi (measure), dan pelaporan (report).
306 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 295-306
Abstract
This study aims to determine the extent of the influence and effectiveness of rebranding Public Relations
(PR) of the Government of the Special Province of Yogyakarta to the new image of Malioboro in the eyes of
visitors. The formulation of the problem in this study is whether there is an effect between the effectiveness
of rebranding the PR of the Yogyakarta Special Region Province Government on the new image of
Malioboro. While the purpose of this study was to determine the effect of rebranding effectiveness from
the Public Relations of the Yogyakarta Special Province Government on the new image of Malioboro. The
number of samples was 60 respondents with incidental sampling through a Likert scale questionnaire. Data
analysis used descriptive percentages, product-moment correlation tests, and coefficient of determination
tests. The results showed there was a positive effect of rebranding conducted by the PR Government
of the Special Region of Yogyakarta province with a new image of Malioboro in the eyes of visitors.
Keywords: New Image; Public Relation; Rebranding
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dan efektivitas rebranding Humas Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap citra baru Malioboro di mata pengunjung. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh antara efektifitas rebranding Humas Pemerintah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap citra baru Malioboro. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh efektivitas rebranding dari Humas Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada citra baru Malioboro. Jumlah sampel sebanyak 60 responden dengan Incidental sampling melalui
kuesioner skala likert. Analisis data menggunakan deskriptif persentase, uji korelasi product-moment, dan uji
koefisiensi determinasi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh positif rebranding yang dilakukan oleh
Humas Pemerinah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan citra baru Malioboro di mata pengunjung.
Kata kunci: Citra Baru; Hubungan Masyarakat; Branding Ulang
307
308 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 307-313
Stasiun Tugu hingga nol kilometer Yogyakarta Dalam melakukan rebranding, bagian
terdapat lebih dari 10 bangunan budaya Humas Pemerintah Provinsi Daerah
bersejarah yang hingga saat ini masih kokoh Istimewa Yogyakarta hendaknya berperan lebih
berdiri dan bisa dinikmati oleh pengunjung. dominan dalam usaha untuk membangun dan
Berbagai fasilitas pendukung lain juga mempertahankan reputasi serta citra melalui
tersedia untuk memanjakan para pengunjung komunikasi hubungan masyarakat yang baik dan
kawasan Malioboro. Mulai dari fasilitas bermanfaat antara pemerintah dan masyarakat
transportasi umum hingga fasilitas lain seperti atau pengunjung. Kegiatan rebranding bukan
tempat duduk dan pelican crossing. Fasilitas hanya bertujuan agar Kawasan Malioboro disukai
transportasi umum seperti bus TransJogja dapat pengunjung, tetapi bagaimana pengunjung
digunakan ketika hendak pergi atau pindah mendapatkan kenyamanan dan rasa aman
dari kawasan Stasiun Tugu menuju Pasar sehingga menjadikan Kawasan Malioboro
Beringharjo atau nol kilometer Yogyakarta,
sebagai salah satu destinasi favorit mereka.
pengunjung juga bisa menaiki transportasi
Keberhasilan rebranding citra baru
umum bus TransJogja dengan menunggu di
Malioboro tentu saja sangat bergantung pada
halte yang telah disediakan. Untuk fasilitas
peran kinerja Humas Pemerintah Provinsi
pelican crossing sendiri, ditempatkan dekat
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tentunya pada
dengan halte bus TransJogja agar memudahkan
saat hendak melakukan rebranding, Bagian
pengunjung saat ingin menyebrangi jalan raya.
Humas Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta perlu melakukan beberapa langkah
Yogyakarta (DIY) memang sengaja mempercantik
sebelum menetapkan citra baru yang akan
Kawasan Malioboro untuk menambah daya tarik
diluncurkan. Dengan demikian nantinya citra
para wisatawan, selain itu juga bertujuan untuk
yang ingin dibangun dapat cocok dan sesuai
merubah citra lama atau melakukan rebranding
dengan masyarakat ataupun pengunjung.
Kawasan Malioboro dengan harapan agar dapat
Optimalisasi fungsi dan peran Humas juga
menarik perhatian wisatawan atau setidaknya
sangat diperlukan agar rebranding yang
memiliki label yang melekat pada pengunjungnya
dilakukan sesuai rencana dan berhasil seperti
(Amalia & Murwatiningsih, 2016).
yang diinginkan (Wahyudin & Erlandia, 2018).
Rebranding merupakan hal yang penting
Tentu saja untuk menanamkan suatu
bagi pemerintah untuk meningkatkan daya
tarik wisatawan di suatu tempat atau objek citra baru dimulai dengan cara sederhana
wisata. Branding tujuan wisata, berdasarkan yaitu mengenalkan hal baru tersebut. Citra
kekayaan daerah, kemungkinan menciptakan merupakan representasi dari keseluruhan
harapan dari calon wisatawan, karena tawaran persepsi dan dibentuk dari informasi dan
wisata didasarkan pada sesuatu yang dapat pengalaman masa lalu terhadap hal itu. Citra
ditawarkan oleh wilayah tersebut. Supaya dapat juga merupakan seperangkat keyakinan,
menciptakan pengalaman positif dari wisatawan ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang
yang datang dan memberikan peluang untuk terhadap sesuatu. Kotler mengatakan bahwa
datang kembali secara tidak langsung melakukan sikap dan tindakan seseorang terhadap sesuatu
pemasaran dari mulut ke mulut (Lestari, 2019). sangat ditentukan oleh citra (Budianto, 2019).
Inggit, Virginia. Efektivitas Rebranding Humas ...309
Memperkenalkan citra baru bisa dilakukan kompetitornya (Kaikati, 2003). Menurut Keller
secara langsung atau melalui media massa. (2006) yang disajikan oleh Muzellec dan
Misalnya melalui berbagai acara pertunjukan yang Lambkin (2006) rebranding itu bertingkat.
juga bertujuan mengenalkan citra baru Kawasan Hal ini dapat membantu perusahaan dalam
Malioboro. Selain itu, bisa juga melalui media memahami tentang rebranding dalam konteks
massa dan media sosial, sehingga pengunjung yang lebih sederhana, yaitu dalam tiga tingkat
atau masyarakat tanpa sadar akan mengenal brand hierarchy, yaitu: 1) Corporate rebranding,
citra baru Kawasan Malioboro (Yahya, 2016). yang berarti penanaman kembali corporate
Berbagai hal juga dapat dilakukan identity secara keseluruhan, yang sering kali
Humas Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa mengindikasikan perubahan besar dalam level
Yogyakarta dalam memperkenalkan citra baru strategis atau re-positioning; 2) Business unit
Kawasan Malioboro diantaranya representasi rebranding, yang berarti sebuah situasi dimana
Kawasan Malioboro sebagai ruang publik, subsidiary atau devisi dalam suatu perusahaan
menjadi penghubung utama berbagai interaksi besar diberikan nama yang berbeda sebagai
manusia, dan juga menjadi bagian penting identitas yang berbeda dari perusahaan induknya;
yang membentuk karakter masyarakat dan 3) Product level rebranding, dimana praktek
sekaligus menjadi cerminan dari budaya di
rebranding lebih kepada pergantian nama produk.
suatu wilayah (Trianingsih & Hidayah, 2014).
Citra Kawasan Malioboro baru hingga saat
Revolutionery Rebranding
ini terus digencarkan dengan harapan semakin
Muz e lle c da n La mbkin ( 2 0 0 6 )
meluas dan dikenalnya citra baru Kawasan
menyatakan bahwa terdapat dua dimensi
Malioboro yang ramah dan aman bagi pengunjung
dasar dari rebranding, yaitu evolutionary dan
(Miladiyah & Slamet, 2014). Dengan demikian
revolutionary rebranding. Penelitian ini hanya
maka harus meningkatkan jumlah pengunjung
dengan kepuasan tinggi karena suatu citra baru menekankan pada revolutionary rebranding
dari Kawasan Malioboro yang diciptakan. saja, Muzellec dan Lambkin (2006) menyatakan
Berdasarkan latar belakang diatas maka bahwa revolutionary rebranding menguraikan
penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana suatu perubahan besar, yang pada dasarnya
pengaruh dan efektivitas rebranding Humas mengartikan kembali perusahaan. Revolutionary
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rebranding biasanya dilambangkan oleh suatu
terhadap citra baru Malioboro di mata pengunjung. penggantian nama, dengan demikian variabel
ini digunakan sebagai sebuah pengidentifikasian
Teori Perspektif Fungsional untuk kasus-kasus revolutionary rebranding.
Menurut EM. Griffin, teori perspektif La ngka h- la ngka h pe r usa ha a n y a n g
fungsional adalah pendekatan perspektif yang melakukan rebranding sama dengan langkah-
menjelaskan, menggambarkan dan memprediksi langkah dalam membangun sebuah brand.
kinerja kelompok tugas ketika empat fungsi Proses rebranding terdiri dari empat tahap,
komunikasi terpenuhi. Keempat fungsi tersebut yaitu: 1) Repositioning, perubahan posisi merek
adalah (1) analisis masalah, (2) tujuan pengaturan, dibenak konsumen; 2) Renaming, perubahan
(3) identifikasi alternatif, dan (4) evaluasi positif nama. Renaming dilakukan sebagai cara
dan negatif karakteristik masing-masing alternatif. untuk mengirimkan sinyal yang kuat kepada
Rebranding adalah sebuah praktek dari stakeholder bahwa perusahaan melakukan
pembentukan nama baru yang mempresentasikan perubahan strategi, lebih memfokuskan kegiatan
perubahan posisi dalam pola pikir para pada hal tertentu serta menunjukkan perubahan
stakeholder dan pembedaan identitas dari kepemilikan; 3) Redesigning, perubahan desain.
310 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 307-313
Redesigning, adalah sebuah inti dari filosofi Mayo dan Jarvis (1981) melakukan
perusahaan atau atribut utama dari produk yang konseptualisasi model pengambilan keputusan
digambarkan ke dalam sebuah simbol. Pada proses dengan penekanan khusus pada sikap atau citra
ini dilakukan perubahan pada semua elemen suatu destinasi (Hutajulu, 2013). Dalam model
livery organisasi seperti alat tulis, brosur, iklan, tersebut, konsumen membentuk perasaannya
laporan tahunan, kantor, dan truk pengiriman, sebagai fungsi dari kepercayaan dan opini. Qu et
sesuai dengan manifestasi yang diinginkan al., (2011) membahas mengenai cognitive image,
perusahaan; 4) Relaunching, pengomunikasian unique image, dan affective image. Berdasarkan
merek baru. Relaunching, adalah pemberitaan konsep yang disajikan oleh Qu et al., (2011),
atau pemberitahuan brand baru ke dalam penelitian ini diidentifikasi cognitive image,
internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal unique image, dan affective image sebagai tiga
dapat dilakukan dengan brosur atau buletin, indikator citra destinasi atau citra baru.
internal meeting, dan juga melalui workshop
atau intranet. Sedangkan untuk eksternal dapat Metode Penelitian
melalui press relase, advertising untuk menarik Penelitian komunikasi ini menggunakan
perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat pendekatan kuantitatif. Metode survei
memfasilitasi proses adopsi dari nama dilakukan dipilih sebagai sumber data primer. Teknik
agar masyarakat mengetahui nama baru pengambilan datanya dengan kuesioner. Skor
perusahaan (Muzellec dan Lambkin, 2006); dan yang diperoleh dari kuesioner kemudian
5) Repositioning, bertujuan untuk menempatkan dianalisis dengan analisis deskriptif yang
posisi merek yang baru secara radikal di benak dituangkan dalam bentuk prosentase.
konsumen, pesaing dan stakeholder lainnya. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, tergolong
sebagai penelitian asosiatif atau hubungan
Citra Baru kausal yaitu penelitian untuk mengetahui
Citra destinasi adalah persepsi individu hubungan yang bersifat sebab akibat. Peneliti
terhadap karakteristik destinasi yang dapat menggunakan uji korelasi product moment
dipengaruhi oleh informasi promosi, media untuk mengetahui tingkat keeratan antar variable
massa serta banyak faktor lainnya (Tasci yang dinyatakan dengan koefisien korelasi (r).
dan Kozak 2006). Evaluasi kognitif merujuk
pada kepercayaan atau pengetahuan tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan
suatu objek. Komponen kognitif merupakan Hasil penelitian dapat diketahui bahwa
pengetahuan tentang objektif dari suatu tempat. rebranding yang dilakukan oleh Humas
Komponen kognitif ini berkaitan dengan pikiran Pemerintah Provindsi Daerah Istimewa
atau rasio individu yang dihubungkan dengan Yogyakarta dapat dikatakan cukup efektif
konsekuensi yang dihasilkan oleh tingkah laku dan sangat berpengaruh terhadap citra
tertentu. Hal ini berhubungan dengan belief Malioboro. Hasil analisis data yang tertera
seseorang mengenai segala sesuatu, baik negatif pada tabel 1. Berdasarkan data tersebut juga
maupun positif tentang objek sikap. Evaluasi dapat diketahui bahwa antara variabel X yaitu
afektif merupakan perasaan yang menyertai efektivitas rebranding dengan variabel Y yaitu
suatu objek. Afektif merujuk pada penghargaan citra Malioboro saling berhubungan positif.
terhadap kualitas afeksi dari lingkungan.
Menurut jawaban responden juga diketahui
Komponen afektif menjelaskan evaluasi dan
bahwa belum semua responden setuju apabila
perasaan seseorang terhadap objek. Perbedaan
rebranding yang dilakukan merubah Malioboro
dan hubungan antara citra kognitif dan afektif
telah dibahas lebih mendalam pada berbagai menjadi lebih nyaman. Namun mayoritas
model pengambilan keputusan konsumen. responden setuju apabila rebranding menjadikan
Inggit, Virginia. Efektivitas Rebranding Humas ...311
Malioboro lebih fresh dan menarik untuk positif dan negative. Jika nilai Signifikansi <
dikunjungi, bahkan banyak juga responden 0,05, maka berkorelasi (Ho ditolak); Jika nilai
yang akan menyarankan Malioboro sebagai Signifikansi > 0,05, maka tidak berkorelasi (Ho
tempat yang wajib dikunjungi ketika berada di diterima); Pedoman Derajat Hubungan; Nilai
Yogyakarta kepada teman dan sanak saudara. Person Correlation 0,00 s/d 0,20 = tidak ada
Pada analisis data, diperoleh melalui jawaban korelasi; Nilai Person Correlation 0,21 s/d 0,40 =
responden bahwa adanya pengaruh antara korelasi lemah; Nilai Person Correlation 0,41 s/d
Efektivitas Rebranding Humas Pemerintah 0,60 = korelasi sedang; Nilai Person Correlation
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 0,61 s/d 0,80 = korelasi kuat; Nilai Person
Citra Baru Malioboro. Semakin baiknya Correlation 0,81 s/d 1,00 = korelasi sempurna
efektivitas rebranding Humas Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maka citra Uji Koefisiensi Determinasi
Malioboro akan berubah meningkat menjadi Berdasarkan table 1, diketahui antara
lebih positif, karena semakin efektif rebranding variabel X, dan Y nilai signifikansi 0,491 atau
yang dilakukan akan semakin meningkat kurang dari 0,05 yang berarti berkorelasi. Pada
positif citra Malioboro di mata pengunjung. tabel 13 disajikan hasil korelasi person product
moment dengan jumlah sampel 60 responden.
Uji Korelasi Product Moment Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa
Uji kolerasi product moment korelasi Evektifitas Rebranding dengan Citra
dapat dilihat pada tabel 1. Malioboro memiliki hubungan positif 0,491.
Konsep Dasar Analisis Korelasi Hal tersebut mencerminkan bahwa adanya
Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui korelasi yang positif antara Evektifitas Rebranding
tingkat keeratan hubungan antar variabel yang Humas Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Jenis Yogyakarta dengan Citra baru Malioboro.
hubungan antar variabel X dan Y dapat bersifat Berdasarkan tabel 13 juga diketahui bahwa nilai
Abstract
Magelang City is one of the City in Central Java Province that is implementing City Branding Magelang
Kota Sejuta Bunga (MKSB) with the slogan MKSB is still considered not to realize this character. This
study aims to analyze the reality construction process that has been built in the City of Magelang since
eight years carrying out the city branding Magelang Kota Sejuta Bunga in terms of government and in
terms of reality in the people of the City of Magelang by using thought through Social Reality Construction
Theory. The method used in this research is qualitative method. The theory of social construction of reality
and the concept of city branding is the basis for discussing research results. The results showed that the
incompatibility of government understanding and communication with the people of the City of Magelang
in the City Branding Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB). Lack of detention of the people of the City of
Magelang against the construction built by the government of the City of Magelang. Thus, the City Branding
MKSB activities carried out in the City of Magelang for 8 years are considered to still need an approach
and communication to the community, especially the people of the City of Magelang. The contribution of this
research is in the form of recommendations for new strategies to the government to pay attention to important
keys in the form of attention, communication, and public concern in order to realize MKSB city branding.
Keywords: City Branding Magelang; Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB); Social Reality Construction
Theory
Abstrak
Kota Magelang merupakan salah satu Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang sedang melaksanakan
city branding Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB) dengan slogannya MKSB masih dianggap belum
mewujudkan karakter. Penelitian bertujuan untuk menganalisis proses konstruksi realita yang telah dibangun
di Kota Magelang sejak delapan tahun melaksanakan city branding Magelang Kota Sejuta Bunga dari segi
pemerintahannya dan segi secara realitas pada masyarakat Kota Magelang dengan menggunakan pemikiran
melalui Teori Konstruksi Realitas Sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Teori konstruksi sosial atas realitas dan konsep city branding menjadi landasan dalam membahas hasil
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak selarasnya pemahaman dan komunikasi pemerintah
terhadap masyarakat Kota Magelang dalam City branding Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB). Kurangnya
pemahanan masyarakat Kota Magelang terhadap konstruksi yang dibangun oleh pemerintah Kota Magelang.
Kegiatan City branding MKSB yang dilaksanakan di Kota Magelang selama 8 tahun ini dianggap masih perlu
adanya pendekatan dan komunikasi kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kota Magelang. Kontribusi
penelitian ini berupa rekomendasi stategi baru kepada pemerintah untuk memerhatikan kunci penting
berupa perhatian, komunikasi, dan kepedulian masyarakat agar dapat mewujudkan city branding MKSB.
Kata kunci: City Branding Magelang; Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB); Teori Konstruksi Realitas
Sosial
sangat penting dalam pembuatan sebuah city Fokus teori-teori dalam paradigma ini adalah
branding Karena hal tersebut juga menjadi pola interaksi antarindividu yang prosesnya
pembeda dengan city branding yang telah melibatkan makna, peran, aturan, dan nilai-nilai
ada sebelumnya; dan d) Ambassadorship, hal budaya. Menurut James Carey, social construction
yang penting dari suatu city branding adalah umumnya dipahami dengan menggabungkan
menarik orang untuk hadir dan tinggal di empat tahapan: 1) Construction, Aktor sosial
sebuah Kota. Menginsipirasi orang-orang mengembangkan konsep bagaimana itu menjadi
untuk datang dan ingin tinggal di kota tersebut. kenyataan. Pengetahuan biasanya masih bersifat
tidak kelihatan atau invisible; 2) Maintenance,
Kota orang perlu aktif memelihara konstruksi
Kota adalah pusat kehidupan yang dapat sosial agar tetap terus berjalan. Jika tidak
dilihat dari berbagai macam sudut pandang relevan lagi, konstruksi sosial tersebut mencair
pendekatan. Aspek tersebut memberikan dan diabaikan. Jadi, makna sosial berubah
g a m b a r a n b a hw a kota m enjadi te mpa t atau mencair kalau tidak dijaga; 3) Repair,
masyarakat berperilaku untuk mengisi aktifitas perbaikan aktor sosial (social actors). Orang
perlu memperbaiki konstruksi karena aspek-
kehidupannya sehari-hari. Dengan perilaku
aspeknya mungkin dilupakan, berubah seiring
tersebut dapat dilihat melalui sosiologi maupun
perjalanan waktu; dan 4) Change, ada beberapa
antropologinya, atau dapat juga dilihat dari aspek
kali, konstruksi yang berjalan dalam satu waktu
fisik perkotaan yang memberikan kontribusi
mengirimkan pesan yang tak lagi didukung.
pada perilaku (manusia dan struktur sosialnya).
Jadi perlu perubahan untuk generasi berikutnya.
Pada bagian lain, Nas (1986:14) menegaskan,
Teori konstruksi realita sosial pada
bahwa kota itu adalah suatu lingkungan
penelitian ini melihat bagaimana fenomena city
material buatan manusia, suatu pusat produksi,
branding yang terjadi di Kota Magelang dalam
suatu komunitas sosial, suatu komunitas keseharian mengkonstruksi realita sosial melalui
budaya, dan suatu masyarakat terkontrol. sebuah kemapuan individu dalam memahami
lingkungan sosialnya, dan bagaimana kota
Teori Kontruksi Realita Sosial Magelang menciptakan atau mengkonstruksi
Konstruksi Sosial atas Realitas (Social potensi yang ada demi mewujudkan City
Construction of Reality) didefinisikan sebagai branding yang berlangsung di Kota Magelang.
proses sosial melalui tindakan dan interaksi Asumsi dasar dari pemikiran konstruktivisme,
dimana individu atau sekelompok individu, yaitu: pertama, suatu kejadian realita tidak
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas hadir dengan sendirinya secara objektif, tetapi
yang dimiliki dan dialami bersama secara diketahui dan dipahami melalui pengalaman.
subjektif. Konstruksi sosial merupakan teori Kedua, realitas dipahami dengan menggunakan
sosiologi kontemporer, yang dicetuskan oleh kategori bahasa secara situasional yang tumbuh
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Berger dan berkembang dari interaksi sosial di dalam
dan Luckman berpendapat bahwa institusi suatu kelompok sosial pada saat dan tempat
masyarakat tercipta dan dipertahankan atau tertentu. Ketiga, bagaimana suatu realitas
diubah melalui tindakan dan interaksi manusia, dapat dipahami, ditentukan pada konvensi
walaupun masyarakat dan institusi sosial terlihat (kesepakatan) komunikasi yang dilakukan
nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya pada saat itu. Keempat, pemahaman dengan
semua dibentuk dalam definisi subjektif realitas yang tersusun secara sosial membentuk
melalui proses interaksi (Sulaiman, 2016). beberapa aspek penting lain dari kehidupan
318 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 314-327
(Sendjaja, 1994:325-326). Hal tersebut memiliki branding MKSB Kota Magelang. Data sekunder
arti ketika kita berpikir dan berperilaku dalam pada penelitian ini diperoleh dari buku serta materi
kehidupan bermasyarakat pada kehidupan tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian.
s e h a r i - h a r i , pada dasarnya merupa ka n Data-data tersebut digunakan sebagai refrensi
persoalan tentang bagaimana kita memahami untuk mendukung data primer dalam melakukan
realitas yang kita hadapi di lingkungan sosial. penelitian. Teknik pengumpulan data yang
Penjelasan Berger dan Luckman tentang digunakan adalah melalui observasi, wawancara
Teori ini yaitu diwujudkan dengan sebutan mendalam dan dokumentasi terkati city branding
sebuah momen. Momen itu memiliki tiga MKSB Kota Magelang. Teknik analisis data
tahapan dealetika konstruksi realitas didalamnya (Noveline, Lestari, & Susilo, 2014) dilakukan
yang terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dengan: mereduksi data dengan membatasi
dan internalisasi. Kesimpulan dari penjelasan dengan permasalahan penelitian; menyajikan
Berger dan Luckman (Bungin, 2008) menilai data dalam bentuk deskriptif, serta penarikan
bahwa realitas tidak dibentuk secara alami, kesimpulan mengenai city branding MKSB.
tetapi sebaliknya, dibentuk dan dikonstruksi.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk Hasil Penelitian dan Pembahasan
mengananlisis proses penciptaan brand di Branding daerah yang dilakukan oleh
Kota Magelang, menganalisa fenomena city Kota Magelang memiliki tujuan untuk
branding yang terjadi di Kota Magelang mempromosikan daerah beserta brand daerah,
dalam keseharian mengkonstruksi realita
meningkatan kunjungan wisata maupun bisnis
sosial melalui sebuah kemampuan individu
di Daerah dan meningkatkan citra (image) dan
dalam memahami lingkungan sosialnya, dan
daya saing Daerah. Penetapan branding daerah
mengidentifikasi bagaimana Kota Magelang
yang sedang terlaksana di Kota Magelang
menciptakan atau mengkonstruksi potensi
dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan dan
yang ada demi mewujudkan City branding
konsistensi Walikota dan Wakil Walikota dalam
y a n g b e r l a ngsung di K ota Mage la ng.
menerapkan Magelang Kota Sejuta Bunga sebagai
Metode Penelitian Branding di Daerah; dan memberikan payung
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah hukum dalam pelaksanaan Branding di Daerah.
penelitian kualitatif dengan menggunakan Kota Magelang, memiliki berbagai potensi
metode analisis deskriptif dengan pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan city
konstruktivisme. Penelitian deskriptif adalah branding. Budaya, kuliner dan kawasan menjadi
penelitian yang memaparkan situasi atau potensi yang dimanfaatkan untuk menyukseskan
peristiwa, dan tidak mencari atau menjelaskan city branding MKSB di Kota Magelang. Hasil
hubungan, tidak menguji hipotesis atau yang diperoleh peneliti melalui berbagai sumber
m e m b u a t p rediksi. B eberapa penulis dibagi menjadi kedalam 3 aspek, aspek fisik,
memperluas penelitian deskriptif kepada aspek ekonomi dan aspek sosial budaya.
segala penelitian selain penelitian historis
dan eksperimental (Rakhmat, 2001:36). Aspek Fisik, Ekonomi, dan Sosial Budaya
Sumber data primer adalah sumber data yang City Branding M KSB Kot a M age la ng
diperoleh langsung dari responden atau objek Pelaksanaan MKSB dalam aspek Fisik
yang diteliti. Data primer dikumpulkan dari yang terkonstruksi adalah 6 (enam) sasaran
para responden kunci (key respondents) antara yaitu tertatanya kawasan (district) kampung
lain keterangan atau informasi dari masyarakat organik, terwujudnya peningkatan pengelolaan
setempat yang berpartisipasi langsung dalam city lingkungan hidup, tertatanya kawasan (district)
Gladi et al. Konstruksi Realita Sosial City Branding ...319
Kota Magelang. Dengan kata lain maksud dan Magelang Moncer Serius. Hasil wawancara
tujuan dari Konstruksi city branding MKSB ini bisa menjadi garis merah pemerintah Kota
yang dibangun oleh pemerintah diterima Magelang dalam memberikan trobosan-trobosan
oleh stakeholder. Komunikasi pemerintah baru dalam usaha mewujudkan City branding
terhadap masyarakat mendapatkan feedback di Kota Magelang. Komunikasi pemerintah
dan respond dan keikutsertaan dalam mencoba terhadap masyarakatnya perlu waktu intensif.
menjaga lingkungan agar Kota Magelang tetap Sebelum program Magelang Moncer Serius
indah dan nyaman. Namun, masih banyak ini dimunculkan, secara realitas yang diterima
masyarakat Kota Magelang yang masih masyarakat atau masyarakat memaknai city
belum paham dengan city branding Kota branding MKSB di Kota Magelang memiliki
Magelang. Beberapa dari masyarakat Kota beragam pendapat, namun peneliti melihat
Magelang masih bingung terhadap karakter berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
Kota Magelang. Beberapa narasumber masih peneliti laksanakan, sebagian besar masyarakat
melihat Kota Magelang sebagai Magelang Kota Kota Magelang yang peneliti pilih secara acak
Harapan, Magelang sebagai Kota Jasa, dan dengan mengesampingkan pendidikan masih
yang terbaru Magelang Moncer Serius. Mereka belum dapat memiliki satu pemikiran dengan
tidak memahami maksud dari pemerintah. pemerintah Kota Magelang. Sebagian masyarakat
Secara realitas peneliti melihat terlalu yang memang dilibatkan dan memiliki peranlah
banyak slogan lama yang masih digunakan baik yang mempunyai kesamaan memaknai city
oleh masyarakat dan oleh pemerintah itu sendiri. branding Kota Magelang dengan pemerintah.
Slogan slogan baru untuk jenis kegiatan lain Penelitian ini menggunakan teori konstruksi
muncul membuat masyarakat sulit membedakan. sosial Peter Berger. Titik tekan teori konstruksi
Peneliti memberikan pertanyaan secara spontan realitas sosial adalah membahas proses bagaimana
kepada beberapa masyarakat Kota Magelang individu membangun pemahaman bersama
tentang tagline beberapa Kota, ketika sampai pada mengenai makna. Sesuai dengan pusat perhatian
Kota Magelang, masih banyak yang menjawab dari konstruksi sosial adalah membangun
Magelang Kota Jasa, Magelang Kota Harapan, sesuatu, memiliki sesuatu, atau menciptakan
Magelang Kota Sejuta Bunga, Magelang Kota sesuatu menjadi ada dari yang sebelumnya
Bunga, Magelang Kota Tua dan Magelang tidak ada. Hasil analisa social construction city
MoncerSerius. Pada spontan wawancara ini, branding MKSB di Kota Magelang menurut
peneliti menemukan beberapa masyarakat James W. Carey, adalah sebagai berikut:
Kota Magelang menyebutkan Magelang
Moncer Serius sebagai tagline Kota Magelang. Konstruksi (Construction)
Peneliti melihat program yang diadakan Dalam mengkonstruksi city branding MKSB
pemerintah guna meningkatkan wisatawan ini di Kota Magelang peneliti menganalisa dengan
justru membuat masyarakat Kota Magelang memasukan tahapan konstruksi yang dilakukan
bingung terhadap karakter yang dibangun oleh pemerintah dengan menggunakan 3 tahap
pada program city branding Kota Magelang. Kavaratziz, secara konseptual, structural dan
Be b e r a p a masyarakat yang pe ne liti operasionalnya. Pada tahap Konseptual city
wawancara secara acak mengangap Moncer branding Kota Magelang sebagai Kota Sejuta
Serius sebagai tagline baru Kota Magelang. Bunga, ide city branding tersebut muncul melalui
Hal ini bisa terjadi dikarenakan memang ide Wali Kota Magelang Ir. H. Sigit Widyonindito,
masih baru terpublis dan masih kurangnya M.T. yang disampaikan kepada pemerintahan
sosialisai pemahaman mengenai progam Kota Magelang. Beliau ingin Magelang yang
322 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 314-327
dahulu kala ketika jaman Belanda masih Masterplan Magelang Kota Sejuta Bunga
menduduki Magelang sudah dikenal secara luas (MKSB) periode selanjutnya yakni tahun 2019-
dengan sebutan Tuin Van Java (Taman di Pulau 2023 yang terintegrasi dengan perencanaan yang
Jawa), Paradijs Van Java (Surganya Pulau Jawa) termuat dalam RPJMD Kota Magelang Tahun
dan Het Central Park Van Java (Taman di Tengah 2016-2021 dan RPJMD Kota Magelang Tahun
Pulau Jawa) kembali menjadi karakter bagi Kota 2022-2027 sehingga sinergitas antar dokumen
Magelang melalui city branding Kota Magelang. perencanaan tersebut bisa tercapai yang
Usaha-usaha dibangun di Kota Magelang didukung oleh seluruh perangkat daerah dan
berawal dari menyusun masterplan city stakeholders terkait dalam rangka pelaksanaan
branding Kota Magelang per periode. Periode dan pengembangan City branding Magelang
2011-2014 merupakan periode pertama sejak Kota Sejuta Bunga (MKSB). Tidak hanya Kota
beliau menjabat sebagai Kota Magelang. Pada Magelang kaya akan tumbuhan Bunga yang
periode ini merupakan periode awal perubahan bermekaran, maksud dari Sejuta bunga pada
dari branding Magelang sebagai Magelang city branding MKSB adalah sebagai kota yang
Kota Harapan ke Magelang Kota Sejuta Bunga. nyaman bagi masyarakat Kota Magelang, Kota
Tahun-tahun ini merupakan tahun dimana yang memiliki keindahan lingkungan yang
pemerintahan Kota Magelang mengatur dan didalamnya berisi kebersihan dan sejuk udaranya.
mewujudkan city branding Kota Magelang, Kedua, tahap Struktural, peneliti melihat
berbagai pro dan kontra diberikan untuk keterkaitan interaksi secara realitas antara
mengkritik Kota Magelang, namun hingga saat masyarakat Kota Magelang, pemerintah Kota
ini Kota Magelang mampu bertahan dan terus Magelang dan Komunitas (berbagai UKM,
memberikan yang terbaik dalam mewujudkan Komunitas Toea Kota Magelang) di Kota
Kota Magelang menjadi Kota Sejuta Bunga. Magelang dalam memaknai city branding yang
Periode selanjutnya yaitu Masterplan City sedang berlangsung di Kota Magelang. Proses
branding MKSB periode 2014-2018 adalah interaksi terlihat antar pelaku city branding.
melanjutkan, memperbaiki, dan menambahkan Interaksi terlihat pada berbagai kesempatan,
segala bentuk untuk mewujudkan tujuan pe ne liti me liha t pe me r inta h Ma ge la n g
city branding Kota Magelang. Pada periode mengomunikasikan berbagai informasi baru
ini pemerintahan Kota Magelang mulai seputar perkembangan city branding Kota
menambahkan sasaran- sasaran seperti yang telah Magelang. Interaksi terjadi ketika saling
disebutkan dalam hasil penelitian. Pada periode memberikan pendapat sehingga terbentuk
ini Kota Magelang semakin terlihat wujudnya interaksi sosial dalam melaksanakan program
sesuai dengan yang diharapkan. Tahun 2018 city branding di Kota Magelang. Pada tahap
merupakan tahun akhir pelaksanaan dokumen struktural ini terjadi dialektika komunikasi antar
Masterplan Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB) pelaku city branding. Bukti terjadi dialektika
Tahun 2014-2018 sehingga telah dievaluasi atau komunikasi dibuktikan dengan interaksi antar
direview secara keseluruhan bagaimana capaian individu kepada orang banyak (masyarakat)
rencana aksi pembangunan fisik, ekonomi yang saling memaknai. Sarana interaksi sosial
dan sosial budaya terkait dengan pencapaian yang digunakan oleh pemerintah adalah dengan
Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB). mengadakan sosialisasi, Focus Group Discussion
Berdasarkan uraian tersebut, maka (FGD) seperti yang peneliti hadiri pada tanggal
p e n y u su n a n Masterplan C ity B ra nding 28 dan 29 November 2019, selain pertemuan
Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB) Tahun resmi, kunjungan atau monitoring lapangan yang
2014-2018 yang akan menjadi bahan masukan dilakukan oleh pemerintahan Kota Magelang
dalam perumusan kebijakan dan penyusunan juga sebagai sarana dalam berkomunikasi.
Gladi et al. Konstruksi Realita Sosial City Branding ...323
K e t i g a , tahap O perasional, pene liti Kota Magelang dan pemerintah Kota Magelang
menganalisa konstruksi-konstruksi realitas memaknai city branding Magelang Kota Sejuta
yang sudah dibangun dan berlangsung dalam Bunga di Kota Magelang. Selain itu bentuk
membangun dan melaksanakan city branding sosialisasi yang diberikan oleh penyelenggara
Magelang Kota Sejuta Bunga (MKSB). Peneliti dalam hal ini pemerintahan yang memberikan
menemukan berbagai macam bangunan yang berbagai himbauan kepada masyrakat untuk
memang disesuaikan dan diatur dengan rapi dan ikut serta dalam menyukseskan city branding
indah. Seperti taman-taman Kota yang dibangun Kota Magelang. Himbauan itu berupa wajib
pada lokasi tertentu. Pada tahap ini peneliti tanam tanaman di setiap rumah, dan instansi
melihat usaha pemerintah dalam mewujudkan yang ada di Kota Magelang, wajib saling
dan mempublikasikan segala macam bentuk menjaga dan memelihara segala bentuk
atau konstruksi yang telah dibangun untuk konstruksi city branding, dan sampaikan
city branding Kota Magelang. Pemerintah gagasan dan ide kepada pemerintahan mengenai
dan masyarakat bersama mempublikasikan city branding Kota Magelang. Fenomena
bentuk keindahan Kota Magelang. yang terjadi tersebut, memberikan sebuah
Teori konstruksi sosial atas realita berusaha proses pengetahuan yang timbul dari realitas
melihat bagaimana fenomena keseharian yang ada, bagaimana seorang individu atau
mengkonstruksi realita sosial melalui sebuah masyarakat memandang dan memaknai
kemampuan dalam memahami lingkungan maksud pemerintah dalam mewujudkan city
sosial. Satu hal yang penting (Bungin, 2017) branding Kota Magelang. Ragam makna
tentang konstruksi sosial adalah bahwa nilai timbul berasal dari masyarakat yang memaknai
dan norma dikonstruksi secara objektif. city branding MKSB di Kota Magelang.
Kegiatan city branding Kota Magelang yang Masyarakat Kota Magelang memaknai
sedang berlangsung sejak tahun 2011 hingga city branding Kota Magelang dengan berbagai
saat ini tentunya melibatkan masyarakat dan pendapat. Beberapa masyarakat membangun
komunitas yang ada di Kota Magelang yang makna yang sama dengan pemerintah, namun
dilakukan dalam rangka mempromosikan hasil yang didapat setelah melaksanakan
Kota Magelang. Kegiatan ini seperti program penelitian ditemukan bahwa masih banyak
AYO KE MAGELANG! yang setiap tahunnya masyarakat Kota Magelang yang memaknai
diadakan dan pada tahun ini Program MONCER berbeda city branding yang dikonstruksi oleh
SERIUS, dimana pada kegiatan Program Moncer pemerintah. Proses tersebut dapat dipahami
Serius dimaksudkan untuk memperkenalkan melalui penjelasan Berger dan Luckman
dan menonjolkan karakter masyarakat Kota (Bungin, 2008: 15), yang mengatakan bahwa
Magelang yang Modern, Cerdas, Sejahtera terjadi dialektika antara individu dalam
dan Religius memberikan makna intrinsik menciptakan masyarakat dan masyarakat
baik bagi penyelenggara maupun masyarakat, menciptakan individu. Proses dialektika ini
terutama para wisatawan yang berkunjung. terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan
Fenomena yang terjadi tersebut, memberikan internalisasi. Proses dialektis mempunyai tiga
sebuah proses pengetahuan yang timbul dari tahapan, Berger menyebutnya sebagai momen.
realitas yang ada, bagaimana seorang individu Dapat disimpulkan bahwa penjelasan Berger
(masyarakat) memandang kegiatan ini sebagai dan Luckman (Bungin, 2008) tersebut menilai
kegiatan city branding Kota Magelang yang realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak
sedang berlangsung dan dilakukan secara juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan,
berulang. Kemudian bagaimana masyarakat tetapi sebaliknya, dibentuk dan dikonstruksi.
324 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 314-327
Makna tersebut hadir dikarenakan lainnya seperti wisata gunung Tidar, wisata
proses internalisasi yang diterima dan proses bermain, wisata kuliner, wisata religious, wisata
obyektivasi yang dirasakan pada wujud dan pendidikan. Kota Magelang yang memiliki
suasana city branding MKSB yang timbul. area kecil ini atau termasuk dalam Kota kecil
Internalisasi yang diterima oleh beberapa ini, meskipun kecil namun memiliki berbagai
masyarakat Kota Magelang adalah berdasarkan macam hal yang dapat disuguhkan. Tidak hanya
ungkapan pemerintah sendiri, nama kegiatan keindahgan dan kenyaman saja yang ditawarkan
yang dibuat oleh pemerintah dan berdasarkan namun berbagai aktivitas didalamnya juga
wujud Kota Magelang sehingga membentuk dapat dijadikan andalan oleh Kota Magelang.
makna yang berbeda-beda pada masyarakat Kota Differentiation, keunikan yang dimiliki
Magelang. Proses obyektivasi yang dirasakan oleh Kota kecil ini adalah area wisata yang
oleh masyarakat memperkuat pengetahuan yang berada didalam Kota dan memiliki jarak yang
telah didapat oleh masyarakat Kota Magelang. tidak jauh dari pusat kota. Wisata yang menjadi
Sugiarsono (2009) dalam membuat sebuah pembeda dengan city branding yang telah ada
city branding, terdapat beberapa kriteria yang sebelumnya dan pada kota lainnya adalah Kota
harus dipenuhi, diantaranya adalah attributes, Magelang yang dikenal sebagai kota kecil atau
message, differentiation, dan ambassadorship. masuk dalam golongan Kota kecil ini memiliki
Kota Magelang telah memenuhi kriteria wisata yang lengkap dalam satu area. Hal ini
menurut Sugiarsono tersebut, hal itu dapat juga yang menjadi alasan Kota Magelang
dibuktikan sebagai berikut: Attributes, Kota menduduki peringkat pertama untuk tiga
Magelang masih dalam proses membentuk kategori sekaligus, yakni Rating Kota Menuju
karakter, daya Tarik, gaya, dan personalitas kota,
Cerdas (Smart City), Rating Pengembangan dan
dalam prosesnya karakter Kota Magelang yang
Pengelolaan Kota dan Rating Kesiapan Integrasi
sejuk, bersih, nyaman dan indah mulai terlihat
(Inegration Readiness). Peringkat untuk
sebagai karakter Kota Magelang. Magelang
kategori Smart City, Kota Magelang masuk
membuktikan dengan mekarnya berbagai
kategori kota kecil dengan berpendudukan
tanaman dan membuat daya tarik wisatawan
kurang dari dua ratus ribu, mengalahkan
bahkan media massa. City branding yang dibuat
Bontang, Pariaman, Padang, Panjang dan Pare-
harus sesuai dengan karakter, serta potensi yang
Pare. Sedangkan untuk rating Pengembangan
dimiliki oleh Kota, sehingga city branding
dan Pengelolaan Kota, Kota Magelang
yang dibuat dapat mewakili potensi dari Kota
bersanding dengan Surabaya (Kota besar) dan
itu sendiri. City branding MKSB merupakan
branding yang sesuai dengan potensi yang Samarinda (Kota sedang), dan bersanding
dimiliki oleh Kota Magelang, dengan hawa yang dengan Semareanag (Kota besar) dan Samarinda
sejuk membuat tanaman yang ditanam di Kota (Kota sedang) untuk rating kesiapan Integrasi.
Magelang tumbuh dan bermekaran dengan indah. Ambassadorship, ambassador khusus
Message, pesan dari City branding yang ditunjuk sebagai ambasador Kota
Ma g e l a n g Kota S ejuta B unga ada la h Magelang belum ada, namun pemerintah kota
menggambarkan atau membuat sebuah taman Magelang yakin dengan suasana nyaman,
dengan keindahan didalamnya untuk dinikmati sejuk yang dimiliki oleh Kota Magelang dan
baik warga Kota Magelang maupun wisatawan guyup rukun masyarakat Kota Magelang
yang datang ke Kota Magelang. Selain suasana dapat menjadi daya Tarik Kota Magelang,
dan keindahan Kota Magelang, Kota Magelang ditambah dengan berbagai macam destinasi
juga menyuguhkan berbagai tawaran menarik wisata yang dimiliki oleh Kota Magelang.
326 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 17 Nomor 3, Desember 2019, halaman 314-327