Professional Documents
Culture Documents
Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
Disusun Oleh :
20170520255
A. Pendahuluan................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
C. Tujuan Peneltian........................................................................................................... 3
D. Literature Review......................................................................................................... 4
E. Kerangka Teori............................................................................................................. 6
F. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional.............................................................. 12
G. Metodologi Penelitian.................................................................................................. 13
Daftar Pustaka................................................................................................................... 15
ii
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Sesuai apa yang
termaktub dalam Undang – Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar 1945.
Rakyat memegang otoritas tertinggi dalam negara sehingga secara langsung dapat memantau
penyelenggaraan pemerintah. Menurut Mirriam Budiardjo demokrasi Indonesia adalah
demokrasi Pancasila yang memiliki corak khas, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. (Miriam Budiardjo, 2009)
Menurut Robet Dahl dalam Ramlan Surbakti dkk, konsekuensi logis demokrasi adalah
adanya pemilihan umum (pemilu) sebagai suatu sistematika dan cara yang digunakan untuk
mendapatkan kekuasaan. (Surbakti, Supriyanto, & Asy’ari, 2011). Untuk menduduki jabatan
politis yang memiliki otoritas, rakyat terlebih dahulu mengikuti pemilu untuk dipilih secara
langsung oleh rakyat lainnya. Setiap rakyat memiliki hak yang sama dalam hal dipilih dan
memilih.
Di Indonesia pemilu dilaksanakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, kepala
daerah, dan anggota legislatif baik ditingkat pusat maupun daerah. Untuk menduduki jabatan
tersebut diperlukan sebuah kendaraan yang disebut partai politik. Parta politik adalah suatu
kelompok terorganisir yang anggota – anggotanya mempunyai orientasi, nilai – nilai dan cita cita
yang sama (Mirriam Budiardjo, 2009). Tujuan ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik.
Sistem pemilu yang digunakan di Indonesia adalah sistem proporsianal terbuka. Dimana
pemenang pemilu adalah yang mendapat suara terbanyak. Pemilih dapat menentukan pilihannya
dengan langsung memilih konstituennya, tidak harus memilih partainya. Dalam pemilihan
legislatif sistem pemilu proporsional terbuka mendorong caleg untuk membranding atau
meningkatkan elektabiltasnya. Hal ini dilakukan karena pemilih tidak cenderung lagi memilih
partai tetapi lebih memilih personal dari calonnya.
1
meningkatkan elektabilitas maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan
juga populer. (Ferianto, 2016). Setiap objek pilihan dalam hal ini calon legislatif harus
memenuhi kriteria – kriteria pemilih. Setiap kelompok masyarakat memiliki kriteria – kriteria
yang sangat heterogen. Ada yang memandangnya secara religiulitas dan juga yang
memandangnya secara adat istiadat dan kebudayaan.
Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan elektabilitas adalah dengan
menunjukkan gelar kebangsawanan. Menurut penelitian Umi Kulsum eksistensi kalangan
bangsawan merupakan golongan masyarakat yang disegani baik di dalam pemerintahan atau di
masyarakat luas (Kalsum, 2009). Hal inilah yang dicoba oleh para politisi untuk mendapatkan
dukungan yang luas dari masyarakat. Strata sosial (kelas atas) yang dimiliki oleh kalangan
bangsawan menjadi sebuah peluang yang besar untuk menarik dukungan atas dirinya dalam
pemilu.
Budaya promordialisme yang masih dijunjung tinggi dan diwariskan ke generasi penerus
juga merupakan faktor pendukung dari masalah ini. Bagi masyarakat tradisional bangsawan
diasumsikan sebagai salah satu manifestasi tuhan sehingga apa yang diputuskan tidak
mengandung suatu kesalahan. Penghormatan dan ketundukan masyarakat terhadap bangsawan
(raja) terkadang tidak dipandang sesuai dengan kualitas dan kapabilitasnya. Hal ini mengakar
kuat dalam masyarakat jawa khususnya masyarakat di Yogyakarta.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada dua keraton atau kerajaan yang masih sangat
berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Yaitu Keraton Kesultanan Yogyakarta dan
Keraton Pakualaman. Bahkan, sultan dari kedua kerajaan ini secara otmatis menempati jabatan
politis yang strategis yaitu gubernur dan wakil gubernur. Kerabat keraton (bangsawan) sering
terlibat dalam perpolitikan nasional. Karena posisi mereka yang cukup dihormati oleh
masyarakat menjadikan hal ini sebagai modal menjadi politisi.
Muncul dua politisi besar yang mencoba menunjukkan identitas kebangsawanannya. Dua
politisi ini berasal dari masing – masing keraton yang ada di Yogyakarta. Gusti Kanjeng Ratu
(GKR) Hemas yang merupakan istri dari Sri Sultan Hamengkubuwono X yang merupakan
sulatan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo
yang diberikan gelar bangsawan oleh Keraton Pakualaman. GKR Hemas bertarung untuk
2
merebutkan kursi DPD yang mewakili daerah konstituen Yogyakarta dan KRMT Roy Suryo
untuk merebutkan kursi DPR RI Dapil Yogyakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas menujukkan bahwa gelar bangsawan
mampu mengantarkan GKR Hemas mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan DPD pada
tahun 2019. Sedangkan KRMT Roy Suryo yang juga menjadi calon legislatif DPR RI Dapil
Yogyakarta namun gagal menang dalam pemilu tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
menentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengaruh gelar bangsawan terhadap elektabilitas dalam
kontestasi pemilu 2019
b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan gelar bangsawan dapat
meningkatkan elektabilitas dalam kontestasi pemilu 2019
2. Manfaat
a. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan dalam
pemilu
b. Bagi Partai Politik
Dapat digunakan sebagai referensi dalam menyusun strategi pemenangan partai
dalam pemilu.
3
D. LITERATURE REVIEW
Penelitian ini menggunakan 15 literature review dari artikel yang berbeda tentu saja
berkaitan dengan tema penelitian, yaitu pengaruh gelar bangsawan dan elektabilitas. Dari
berbagai artikel yang telah dibaca dan melakukan teknik taxanomi, peneliti membagi menjadi
dua kelompok bahasan. Kelompok pertama berisikan berbagi literature tentang keterlibatan
bangsawan dalam pilkada dan kelompok kedua adalah tentang elektabilitas.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Utomo juga menyebutkan bahwa kaum
bangsawan berpolitik menggunakan simbol-simbol keningratan keraton sebagai alat untuk
pencitraan politik dan agar dianggap “tinggi” oleh masyarakat Cirebon. Tetapi cara semacam ini
masih banyak berpengaruh pada pemilih tradisional (para abdi dalem, keturunannya, dan para
warga atau masyarakat sekitar keraton), karena mereka pemilih tradisional masihlah
menganggap tinggi para bangsawan keraton Cirebon (Utomo, 2017).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Basir dengan judul Bangsawan
dalam Pilkada (studi kasus pemilihan kepala daerah di Bone) lain juga menunjukkan hal yang
sama. Bangsawan tidak lepas dari sistem patron klien yang mengikat semua pengikutnya dengan
memberatkan pengikutnya sehingga tidak lepas dengan dirinya. Meskipun masyarakat mengerti
tentang pentingnya itelektualitas dan kapabilitas dalam memilih pemimpian akan tetapi sistem
kekerabatan masih sangat dominan untuk menentukan pilihannya (Basir, 2016).
Disisi lain, hasil penelitian yang dilakukan oleh Ernawati berbeda dengan sebelumnya. Di
dalam penelitiannya disebutkan bahwa dominasi keterpilihan bangsawan dalam kontestasi
pemilu mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena internal kaum bangsawan yang
4
terpecah karena perebutan suara dan juga dominasi pengusaha dan mantan kades yang semakin
kuat (Ernawati, 2019).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh M. Tahir, Fitriani, dan Nahruddin menyebutkan
bahwa adanya praktik liberaliasasi Bangunan kontruksi habitus Andi serta masyarakat dalam
struktur sosial di pinrang saling terkait dan politik yang menampilkan kembali para aktor lokal
yakni para bangsawan ini justru berimplikasi pada keretakan di tubuh bangsawan itu sendiri dan
berujung pada konflik yang terjadi di arena pilkada (Tahir et al., 2017).
Eksistensi bangsawan di dalam pemerintahan juga masih dihargai oleh masyarakat lokal.
Penelitian yang dilakukan oleh Rismawidiawati menujukkan bahwa Keberadaaan Kedatuan
Luwu yang masih ada sampai sekarang, walaupun fungsinya tidak sama lagi seperti di masa lalu,
serta para elit yang didominasi oleh kaum bangsawan (andi) di Luwu merupakan satu gambaran
bahwa masyarakat masih tetap memercayai akan kehadiran bangsawan sebagai tokoh yang
ditakdirkan untuk menjalankan roda pemerintahan (Rismawidiawati, 2016) Selain itu, Penelitian
yang dilakukan oleh Nurfaizah menyebutkan bahwa bahwa persepsi kepemimpinan masyarakat
banten dipengaruhi dan memiliki hubungan yang kuat terhadap profil calon kepala daerah
(Nurfaizah, 2016).
5
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sari menyebutkan bahwa untuk meningkatkan
elektabilitas tim kampanye Muzakir Manaf sebagai calon Gubernur Aceh 2017 menggunakan
strategi political marketing dengan pendekatan pemasaran produk politik secara langsung kepada
calon pemilih (push political marketing), pemasaran produk politik (Muzakir Manaf) melalui
media massa (pull political marketing) dan melalui kelompok, tokoh atau organisasi yang
berpengaruh (pass political marketing) (Sari, 2017).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Aspinall dan Mas’udi juga menyebutkan bahwa
dalam pemilu di Indonesia sering menggunakan politik identitas dengan menggunakan etnis,
agama, dan lainnya untuk memobilisasi masa (Aspinall & Mas’udi, 2019). Calon kadang
menggunakan identitas sebagai senjata untuk melawan saingannya yang minoritas, seperti terjadi
pada tahun 2017 dalam Pilkada DKI Jakarta.
E. KERANGKA TEORI
1) Gelar Bangsawan
a) Pengertian
Gelar bangsawan di Indonesia adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat kraton dan
masyarakat disekitar kraton karena dianggap berjasa (Wibowo, 2014). Masyarakat kraton
mencakup orang yang memiliki garis keturuanan langsung dengan raja atau keluarga raja.
6
Selain itu juga termasuk elite atau bangsawan yang mengabdikan dirinya untuk
kepentingan kraton.
7
iv) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
v) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
vi) Anak lelaki selain putra mahkota dari permaisuri ketika masih muda: Gusti Raden
Mas (GRM)
2) Elektabilitas
Menurut Dendy Sugiono (2008, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hlm.29)
menjelaskan tentang Elektabilitas sebagai berikut:
Elektabilitas calon legislatif juga dapa diartikan sebagai tingkat ketertarikan (preferensi)
seorang pemilih kepada calon legislatif. Semakin tinngi ketertarikan maka elektabilitas caleg
juga akan menjadi naik. Elektabiltas biasanya digunakan untk mengukur potensi seorang
caleg dapat memenangkan sebuah pemilu. Tanpa memiliki elektabilitas yang baik, maka
kecil juga kemungkinan caleg tersebut mampu menduduki kursi-kursi legislative
8
masyarakat. Ada orang baik, yang memiliki kinerja tinggi dalam bidang yang ada
hubungannya dengan jabatan publik yang ingin dicapai, tapi karena tidak ada yang
memperkenalkan menjadi tidak elektabel. Sebaliknya, orang yang berprestasi tinggi dalam
bidang yang tidak ada hubungannya dengan jabatan publik, boleh jadi mempunyai
elektabilitas tinggi karena ada yang mempopulerkannya secara tepa
Bila kita memaknai beberapa pengertian elektabilitas yang tertera diatas maka dapat
dibuat suatu asumsi bahwa elektabilitas meliputi: perilaku, pribadi, sikap dan persepsi.
Perilaku berkaitan dengan tindakan–tindakan yang dilakukan, sedangkan pribadi dan sikap
berkaitan dengan perasaan dan emosi, dan persepsi berkaitan dengan tingkat pengetahuan
yang dimililki oleh manusia. Olehnya itu tingkat elektabilitas dapat diukur dengan
memperhatikan unsur pengetahuan, sikap dan dukungan yang dimiliki oleh kahalayak.
3) Pemilu 2019
a) Pengertian
Selain itu, menurut Tricahyo dalam bukunya yang berjudul reformasi pemilu,
mendefinisikan pemilu sebagai instrument yang mewujudkan kedaulatan rakyat yang
bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta serta sarana mengartikulasikan
aspirasi dan kepentingan rakyat (2009:6)
Kemudian munurut Al-Iman pemilihan umum adalah memilih penguasa, pejabat, atau
lainnya dengan jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan
memberikan suaranya dalam pemilihan (M. AL-Iman, 2004).
Sistem pemilu legislatif dalam pemilihan umum dibagi atas tiga sistem utama, yaitu: (1)
sistem mayoritarian. Sistem mayoritarian merupakan sistem yang menyediakan satu kursi
atau single constituency dalam daerah pemilihan, dan ditentukan oleh perolehan suara
terbanyak; (2) sistem proporsional, yaitu kebalikan dari sistem mayoritarian. Setiap
9
daerah pemilihan tersedia banyak kursi dengan perolehan kursi parpol secara
proporsional dengan ketentuan jumlah suara terbanyak; dan (3) sistem semiproporsional
merupakan gabungan kedua sistem di atas.
Sedangkan untuk pemilihan eksekutif yaitu memilih presiden dan wakil presiden.
Menurut surbakti yang dikutip (Solihah, 2019) sistem dilakukan dengan dua cara, yaitu.
Pertama, pemilu secara langsung (populary elected) adalah calon yang mendapatkan suara
terbanyak ditetapkan sebagai presiden terpilih, Sedangkan dalam pemilu tidak langsung
(electoral college) adalah dilakukan melalui porsi suara wakil rakyat (DPRD Provinsi atau
DPRD Kabupaten/ Kota) yang menjadi representasi rakyat dalam pemilihan umum presiden
dengan perolehan suara lebih 50%. Calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan
sebagai pemenang dalam pemilu secara langsung. Sedangkan dalam pemilu tidak langsung.
Calon yang menempatkan 50% wakilnya yang akan terpilih menjadi presiden.
10
aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula
kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
c Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin atau rotasi
kekuasaan secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang
sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu,
pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan
sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan
diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.
d Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian
mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda
pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi
(keabsahan) politik dari rakyat. Melalui pemilu, keabsahan pemerintahan yang
berkuasa ataupemimpin politik dapat ditegakkan, begitu pula program dan
kebijakan yang dihasilkannya.
e Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta
menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat
menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang
memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat.
Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-
janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan
d) Tipe Pemberian suara dalam pemilu
Menurut (Nimmo, 2010) ada empat tipe pemberian suara dalam pemilu, yaitu :
a Tipe rasional, merupakan sikap berani seseorang dalam memutuskan pemberian
suara. Orang yang rasional selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan
dengan pilihan. Memilih pilihan-pilihan tersebut secara sadar. Menyusun
alternative-alternatif dengan cara transtitif. Pemberi suara rasional berminat
secara aktif terhadap politik.
b Tipe reaktif, memiliki ketertarikan emosional dengan partai politik sebagai
idntitas partai, yakni sebagai sumber utama atas aksi diri dan pemberi suara.
Semakin kuat ikatan parta itu, semakin dibesar-besarkan pula persepsinya.
11
c Tipe responsive, adalah pemberi suara yang mudah berubah dengan mengikuti
waktu, peristiwa politik, kondisi sesaat. Meskipun memiliki kesetiaan pada
pasrtai, tetapi afiliasi itu ternyata mempengaruhi perilakunya dalam pemberian
suara. Hubungan dengan partai politik lebih rasional ketimbang emosional.
Pemberi suara suara yang responsid lebih dipengarhi oleh faktor-faktor jangka
pendek, terutama kepentingan dalam pemilihan umum tertent, dibanding oleh
kesetiaan jangka panjang kepada kelompok atau kepada partai politik. Jadi tipe
responsive lebih bersifatsituasional.
d Tipe aktif, adalah pemberisuara yang terlibat aktif dalam menafsirkan
personalitas, peristiwa, isu, dan partai politik, dengan menetapkan dan menyusun
maupun menerima, serangkaian pilihan yang diberikan. Para pemberi suara
merumuskan citra politik tentang apa yang diperhitungkan oleh meraka dengan
berbagai varian.
1. Definisi Konseptual
Definisi konseptual adalah suatu pemikiran yang berusaha untuk menjelaskan mengenai
pembatasan pengertian antara konsep satu dengan lain. Definisi konseptual juga
merupakan penggambaran hubungan konsep-konsep khusus yang menentukan variable
yang saling berhubungan. Adapun definisi konseptual pada peneliian ini yaitu;
a. Gelar Bangsawan adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat kraton dan
masyarakat disekitar kraton karena dianggap berjasa.
b. Elektabilitas adalah tingkat ketertarikan pemilih terhadap calon legislatif yang
disesauaikan dengan kriteria pilihan.
c. Pemilu adalah sistem yang berlaku untuk prtarungan politik , baik pertarungan
politik pada kandidat maupun partai
2. Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan bagian yang terpenting dalam proses penelitian. Definisi
operasional akan memberikan petunjuk dalam mengukur suatu variable dalam melakukan
kegiatan penelitian. Melalui definisi operasional maka, akan ditentukan indicator variable
12
dan bagaimana mengukur indicator tersebut. Adapun definisi operasinal dalam penelitian
ini adalah :
1) Gelar Bangsawan
a. Sebagai simbolis
b. Sebagai filosofis
2) Elektabilitas
a. unsur pengetahuan
b. sikap
c. dukungan yang dimiliki oleh kahalayak
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendektaan kualitatif studi kasus. Penelitian kasus adalah
suatu proses pengumpulan data dan informasi secara mendalam, mendetail, intensif, holistic,
dan sistematis tentang orang, kejadian, sosial setting, atau kelompok dengan menggunakan
berbagai metode dan teknik serta banyak sumber informasi untuk memahami secara efektif
bagaimana orang, kejadian, latar alami (sosial setting) itu beroperasi sesuai konteksnya
(Yusuf, 2014).
2. Lokasi Peneletian
Penelitian ini dilakukan di Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi 4
kabupaten dan satu kota yaitu : Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon
Progo, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta.
3. Unit Analisa
13
Berdasarkan Pembahasan diatas yang menjadi unit analisa dari penelitian ini adalah
Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari setiap kabupaten. Selain itu yang menjadi unit analisa
yaitu tim kampanye dari GKR Hemas sebagai calon anggota DPD dan juga tim
kampenye Roy Suryo sebagai calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat.
4. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah semua data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang
diucapkan secara lisan melalui wawancara. Informan adalah sumber data yang
berupa orang. Orang dalam penelitian ini dipilih dengan harapan dapat
memberikan keterangan yang diperlukan untuk melengkapi atau memperjelas
jawaban dari responden secara langsung (Arikunto, 2010: 22).
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari kajian-kajian yang telah
dilakukan sebelumnya untuk digunakan sebagai pendukung dalam analisa kasus-
kasus yang terjadi sehingga memperkuat studi dalam penelitian ini. Data sekunder
dalam penelitian ini meliputi kajian dokumentasi; berita media massa dalam
mempublikasikan kasus-kasus yang terjadi serta kajian-kajian penelitian terdahulu
yang tentunya berhubungan dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara menjadi penting dalam sebuah penelitian kualitatif karena
akan menggali informasi yang di transformasikan dalam bentuk kata-kata.
Wawancara merupakan suatu percakapan dengan memiliki tujuan tertentu yang
dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai penanya dan pihak
yang diwawancarai (narasumber) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan
(Putra, 2018).
b. Studi Dokumentasi
Selain menggunakan metode wawancara, peneliti juga menggunakan
metode dokumentasi. Dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu catatan tertulis
atau bergambar yang berkaitan dengan sesuatu hal yang telah terjadi, serta
merupakan suatu fakta-fakta dan data yang tersimpan dalam berbagai bahan yang
14
berbentuk dokumentasi. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara menyelidiki
data seperti dari dokumen, catatan, file, atau hal-hal lain yang sudah di
dokumentasikan (Djaelani, 2013).
6. Teknik Analisi Data
Teknik analisa data dalam penelitian kualitatif menjadikan obyektivitas data
sebagai instrument dengan memberikan kesempatan luas kepada obyek untuk
menyampaikan informasi. Artinya peneliti tidak memiliki hak untuk melakukan treatment
dengan mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu ataupun menyampaikan
informasi keluar dari obyek yang diteliti. Analisis data lebih mengarah untuk
mengorganisasikan suatu temuan yang kemudian mengkonstruksikan temuan tersebut
kedalam bentuk satuan yang dapat dikelola menjadi informasi-informasi penting. Dari
analisis ini kemudian akan diperoleh kesimpulan makna terhadap obyek penelitian,
sehingga bermanfaat dalam penguatan data penelitian yang sedang dilakukan.
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan secara tertulis di lapangan. Reduksi data juga merupakan
bagian dari teknis analisis data. Reduksi data adalah bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, memilah, dan mengorganisasi data
dengan sedemikian rupa sehingga mendapatkan kesimpulan finalnya dapat ditarik
dan diverifikasi. Data kualitatif yang didapatkan akan lebih mudah
disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, yaitu : melalui
seleksi, menggolongkan dalam satu pola yang luas, melalui ringkasan atau uraian
singkat, dan lain-lain.
b. Penyajian Data
Miles dan Huberman dalam Praditia (2013), berpendapat bahwa
membatasi suatu penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
yang baik menjadi salah satu cara utama untuk analisis kualitatif yang valid,
dengan meliputi : grafik, jaringan, bagan, dan matrik. Semua informasi
digabungkan dalam satu bentuk padu agar mudah diraih. Penganalisis akan dapat
15
melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan
yang benar atau terus melangkah melakukan analisis dengan saran yang
dikisahkan oleh penyaji sebagai sesuatu yang berguna.
c. Menarik Kesimpulan
Miles dan Huberman dalam Praditia (2013), berpendapat bahwa penarikan
kesimpulan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan
tersebut akan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi tersebut
mungkin sesingkat pemikiran yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia
menulis serta tinjauan ulang catatan-catatan saat dilapangan. Makna-makna yang
muncul dari data yang lain harus diujikan kebenarannya, kekokohannya, dan
kecocokannya, yaitu validitasnya. Kesimpulan akhir tidak hanya terjadi diwaktu
proses pengumpulan data saja, tetapi juga perlu diverifikasi agar benar-benar
dapat dipertanggungjawabkan. Berikut skematis proses analisis data menurut
Miles dan Huberman dalam sebuah penelitian.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, E., & Mas’udi, W. (2019). The 2017 Pilkada Politics and Social Networks ( Local
Elections ) in Indonesia : Clientelism , Programmatic. 39(3). https://doi.org/10.1355/cs39-
3a
Basir, M. (2016). Bangsawan Dalam Pilkada (Studi Kasus: Pemilihan Kepala Daerah Di
kabupaten Bone) SKRIPSI (Universitas Hasanuddin; Vol. 3).
https://doi.org/https://doi.org/10.3929/ethz-b-000238666
Budiardjo, Miriam. (2009). Dasar Dasar Ilmu Politik (Edisi revi). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Budiardjo, Mirriam. (2009). Dasar Dasar Ilmu Politik (Edisi revi). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ernawati. (2019). Pasang Surut Kuasa Bangsawan dalam Proses Demokratisasi di Bone. Jurnal
Imlu Pemerintahan, 12.
Fitri, A. (2019). DINAMIKA DAN TANTANGAN JELANG PEMILU PRESIDEN TAHUN 2019
Adelia Fitri. 3(01), 113–131.
Lery, A. A. (2016). Sistem Kekerabatan Dalam Penentuan Pilihan Calon Bupati Dan Wakil
Bupati Pada Pilkada 2015. Universitas Hasanuddin.
Sari, R. yulia. (2017). Strategi Rakan Mualem dalam Meningkatkan Elektabilitas Muzakir Manaf
Sebagai Calon Gubernur Aceh pada Pilkada Tahun 2017 Ronita. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
FISIP Unsyiah, 2, 1–12.
Solihah, R. (2019). Peluang dan tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif politik. 3(1),
73–88. https://doi.org/10.14710/jiip.v3i1.3234
Surbakti, R., Supriyanto, D., & Asy’ari, H. (2011). Menyederhanakan Waktu Penyelenggaraan
Pemilu : Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah (S. Pramono, Ed.). Jakarta: Kemitraan bagi
Pembaruan Tata Pemerintahan.
Tahir, M. M., Sari, F., Razak, H., Nahruddin, Z., Studi, P., Pemerintahan, I., & Makassar, U. M.
(2017). Keterlibatan Kaum Bangsawan dalam Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) di
Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. 5(1), 163–185.
18
19