LP Adhf

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN ADHF (ACUTE DECOMPENSATED
HEART FAILURE) DI RUANG

oleh
BAB 1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung didefinisikan sebagai organ penting yang bertugas untuk


memompakan darah yang mengandung oksigen dan nutrien ke seluruh tubuh
(Ramli dan Karani, 2018). Jantung normal terdiri dari empat ruang yaitu dua
jantung atas dinamakan atrium dan dua jantung di bawahnya dinamakan ventrikel.
Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan
kiri yang disebut septum. Darah akan dipompa pada seluruh ruang jantung dengan
bantuan keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan
mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup yang dimaksud yaitu katup
trikuspid (diantara atrium kanan dan ventrikel kanan), katup pulmonal (diantara
ventrikel kanan dan arteri pulmonal), katup mitral (diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri), dan katup aorta (diantara ventrikel kiri dan aorta) (Iung dan
Vahanian, 2014).
Jantung memiliki lima pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari
dan ke jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah
dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah ke jantung sebelah
kanan, kemudian darah masuk ke atrium kanan. Selanjutnya katup tricuspid
mengalirkan darah dari atrium kanan menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-
paru melalui katup pulmonal. Darah vena melepaskan karbondioksida dan
mengalami oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah tersebut menjadi berwarna
merah. Darah merah kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena
pulmonalis. Dari atrium kiri darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral
dan selanjutnya dipompakan ke aorta. Tekanan arteri yang dihasilkan dari
kontraksi ventrikel kiri paru dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel
kiri berkontraksi maksimal, ventrikel akan mengalami relaksasi dan darah dari
atrium kiri akan mengalir ke ventrikel kiri. Tekanan arteri akan segera turun saat
ventrikel terisi darah dan tekanan tersebut dinamakan tekanan darah diastolik
(Constanzo, 2012).
Gambar 1. Anatomi Jantung Manusia

Jumlah darah yang mengalir dalam sirkulasi pada orang dewasa mencapai
5-6 liter. Darah bersirkulasi dalam dua sistem yaitu sistem sirkulasi sistemik dan
pulmonal. Sistem sirkulasi dimulai ketika darah mengandung banyak oksigen
yang berasal dari paru, dipompa keluar oleh jantung melalui ventrikel kiri ke
aorta, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui arteri hingga mencapai pembuluh
darah kapiler. Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi yang disebut
dengan vasomotion sehingga darah mengalir secara intermittent. Aliran tersebut
menyebabkan terjadinya pertukaran zat melalui dinding kapiler yang terdiri dari
selapis sel endotel. Ujung kapiler yang membawa darah teroksigenasi disebut
arteriole sedangkan ujung kapiler yang membawa darah terdeoksigenasi disebut
venule. Darah dari arteriole mengalir menuju venule, selanjutnya mengalir sampai
ke vena besar (v.cava superior dan v.cava inferior) dan kembali ke atrium kanan.
Darah dari atrium kanan selanjutnya memasuki ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis. Darah mengalir ke kapiler paru sehingga terjadi pertukaran zat dan
cairan di dalam paru-paru, hal tersebut menghasilkan darah yang teroksigenasi.
Darah yang teroksigenasi ini kemudian dialirkan melalui vena pulmonalis (kanan
dan kiri), menuju ke atrium kiri dan selanjutnya memasuki ventrikel kiri melalui
katup mitral (bikuspidalis). Darah dari ventrikel kiri kemudian masuk ke aorta
untuk dialirkan ke seluruh tubuh (Constanzo, 2012).

Gambar 2. Sistem Sirkulasi


1.2 Definisi
Acute Decompensated Heart Failure atau gagal jantung akut
terdekompensasi adalah gagal jantung tiba-tiba atau dekompensasi dari gagal
jantung kronis dengan gejala yang membutuhkan rawat inap. ADHF mungkin
disebabkan oleh disfungsi kardiak sebagai hasil dari disfungsi otot miokardial atau
kerugian yang ditandai oleh dilatasi ventrikuler kiri atau hipertrofi. Disfungsi
dapat menimbulkan gejala seperti sistolik primer, diastolik atau campuran. Gejala
klinis dapat sangat bervariasi selama masa proses penyakit dan tidak dapat
berkorelasi dengan perubahan fungsi jantung yang mendasarinya. ADHF
seringkali mengalami perburukan dan sering menjadi fatal, namun disfungsi
miokardial dan mengembalikan bentuk dapat meningkat secara spontan atau
sebagai hasil dari terapi. ADHF adalah gejala klinis yang ditandai oleh
ketidakadekuatan perfusi oksigen, saat istirahat atau selama stress, disebabkan
oleh disfungsi kardiak (Texas Children’s Hospital, 2017).
Penyakit gagal jantung sering juga disebut dekompensasi kordis,
inssufisiensi jantung, atau inkompeten jantung. Kegagalan jantung adalah ketika
jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Kegagalan jantung dibagi atas kegagalan jantung akut yang
timbulnya sangat cepat, sebagai akibat dari serangan infark miokard, ditandai
dengan sinkope, syok, henti jantung dan kematian mendadak dan kegagalan
jantung kronis berkembang secara perlahan dan disertai tanda yang ringan karena
jantung dapat mengadakan kompensasi (Baradero, 2008).

1.3 Klasifikasi ADHF


a. Hangat dan kering: merupakan disfungsi ventrikel asimptomatik (tekanan
pengisian normal dan perfusi yang memadai) fokus utama adalah pada
pencegahan perkembangan penyakit dan dekompensasi.
b. Hangat dan lembab: yang paling sering tejadi dan dapat ditandai dengan
peningkatan tekanan pengisian dan edema paru dengan perfusi yang memadai.
c. Dingin dan lembab: ditandai dengan tekanan pengisian perfusi yang tinggi dan
buruk. Pasien dengan kondisi ini seringkali memerlukan manajemen perawatan
intensif.
d. Dingin dan kering: kondisi ini digambarkan sebagai adanya tekanan pengisian
normal dengan perfusi yang buruk. Pasien dengan kondisi ini memerlukan
perawatan agresif untuk meminimalkan beban kerja miokardium.

1.4 Etiologi
ADHF dapat disebabkan dari malformasi kardiak kongenital atau dari
struktur normal jantung. Pada malformasi kardiak kongenital, pasien mungkin
mengalami kelebihan volume sekunder dari kiri ke kanan (dari ventrikuler septal
defect atau arteriosis duktus patent) atau atrioventikuler atau insufisiensi katup
semilunar, tekanan berlebih dari obstruksi sisi kanan atau kiri, atau penyakit
jantung kongenital kompleks seperti ventrikel tunggal atau transposisi dari arteri
besar. Pada struktur normal jantung, kardiomiopati primer dapat menjadi dilatasi,
hipertrofi, atau restriktif. Kardiomiopati sekunder dapat disebabkan oleh
aritmogenik, iskemik, toksisk, infiltrasi, atau agen infeksius (Texas Children’s
Hospital, 2017). Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan:
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna
mengakibatkan isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac
output) menurun.
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.
c. Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam
ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan
meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru
akan menurun kembali.
d. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan.
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input)
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke
dalam ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada ADHF (Texax Children’s
Hospital, 2017) yaitu:
a. Sistem pernafasan: peningkatan frekuensi napas, takipnea atau dispnea saat
beristirahat atau dengan aktivitas minimal, wheezing.
b. Sistem kardiovaskuler: cacat jantung bawaan (CHDs) dengan atau tanpa
intervensi operatif. Dapat termasuk cacat duktus untuk sistemik atau perfusi
pulmonar atau CHDs dengan peningkatan aliran darah dari kiri ke kanan,
penggunaan pengobatan rutin.
c. Nutrisional: kehilangan berat badan atau penambahan berat badan
d. Gastrointestinal: mual dan/atau muntah
e. Genitourinaria: penurunan urin output
f. Aktivitas: pola tidur (tidur tidak nyenyak atau tidur berlebihan)

1.6 Patofisiologi
Pada beberapa kasus, dekompensasi kordis dapat terjadi karena penggunaan
darah yang berlebihan oleh jaringan (high output failure). Cardiac Output yang
tidak cukup (forward failure) sering diikuti oleh penghambatan pada system vena
(backward failure) karena kegagalan ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan
darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah normal saat diastole. Ini dihasilkan
saat peningkatan volume darah dalam ventrikel saat akhir diastole, peningkatan
end-diastolic pressure pada jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
Pada permulaan kemacetan, sejumlah respon adaptif local diberikan untuk
mengatur Cardiac Output yang normal, yaitu reaksi neurohumoral dimana pada
awalnya akan terjadi peningkatan aktivitas system saraf simpatik. Catecholamines
menyebabkan kontraksi yang lebih bertenaga pada otot jantung dan meningkatkan
heart rate. Kelebihan kerja yang membebani jantung dapat menyebabkan
peningkatan keperluan dalam bentuk yang bermacam-macam dari remodeling
termasuk hipertrofi dan dilatasi.
Pada kasus ruang jantung mendapat tekanan berlebih (hipertensi, valvular
stenosis), hipertrofi dicirikan dengan peningkatan diameter pada serat otot dimana
dinding ventrikel bertambah tanpa diikuti peningkatan ukuran ruang. Keperluan
oksigen meningkat pada miokardium yang hipertrofi, meningkatkan masa sel
miokardia dan meningkatkan tekanan dinding ventrikel. Oleh karena capillary
beds pada miokardial tidak selalu meningkat dengan cukup untuk mendapatkan
tambahan oksigen pada otot yang hipertrofi menyebabkan miokardium mudah
mengalami iskemia.
Peningkatan beban kerja jantung pada berbagai tipe mempengaruhi
perkembangan dilatasi jantung atau perluasan chambers, ketika aktivitas simpatik
meningkat dan mioist yang hipertrofi membuktikan ketidakmampuan untuk
mengalirkan darah dari vena ke jantung. Saat kegagalan jantung terjadi, tekanan
akhir diastolic meningkat, menyebabkan serat otot jantung meregang yang
akhirnya meningkatkan volume rongga jantung. Sesuai dengan hubungan Frank-
Straling, pemanjangan serat ini diawali dengan kontraksi yang lebih keras
sehingga Cardiac Output (CO) meningkat. Bila ventrikel yang terdilatasi mampu
untuk mengatur CO pada level yang diperlukan tubuh, pasien dikatakan pada
compensated heart failure. Sebaliknya, dilatasi jantung seperti hipertrofi memberi
efek pengurangan pada jantung. Peningkatan dilatasi dihasilkan pada peningkatan
tekanan dinding pada ruang yang terpengaruh, yang menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen pada miokardium. Seiring waktu, miokard yang gagal tidak
mampu lagi untuk mendorong darah ke tubuh (fase decompensasi heart failure).
Pada pasien dengan gagal jantung kiri ini dihasilkan kemacetan sirkulasi
pulmonary pasif. Saat kegagalan ventrikel berlangsung, tekanan hidostatik pada
pulmonary vasculature meningkat menyebabkan kebocoran cairan dan eritrosit
masuk ke jaringan interstisial dan rongga paru sehingga menyebabkan pulmonary
edema. Kemacetan sirkulasi pulmonal juga meningkatkan resistensi pembuluh
pulmonary sehingga beban kerja pada sisi kanan jantung meningkat. Peningkatan
beban, bila berlangsung dan severe, bisa menyebabkan jantung kanan gagal
memompa. Kegagalan sisi kanan jantung mempengaruhi perkembangan
kemacetan sistemik vena, dan edema jaringan.
Saat jantung gagal, perubahan sistemik juga terjadi agar CO mendekati
normal. Penurunan output ventrikel kiri berhubungan dengan penurunan perfusion
ginjal yang selanjutnya menyebabkan aktivasi local pada system rennin-
angiotensin yang menyebabkan tubulus ginjal menyerap air dan sodium. Kejadian
ini kadang disebut secondary hyperaldosteronism.
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat
dilihat:
a. Meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik
b. Meningkatkan beban awal akibat aktivasi system rennin-angiotensin
aldosteron
c. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon konpensatorik ini mencerminkan usaha untuk


mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya
gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan
medulla adrenal. Denyut jantung dan dan kekuatan kontraksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteria perifer untuk
menstabilkan tekanan arteria, redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran
darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada
gagal jantung akan memulai peristiwa :
a. Penurunan aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus
b. Pelepasan rennin dan apparatus juksta glomerulus
c. Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
f. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul
g. Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertofi
miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi meningkatan
jumlah sarkomer dalam sel miokardium yang tergantung dari jenis beban
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban
volume seperti pada regurgitasi aorta yang ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya tebal dinding jantung

1.8 Pemeriksanaan Diagnostik

Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis:

a. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan
guna mengkaji kompensasi seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium
fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta
tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
b. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik
pada penyakit jantung kotoner
c. Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran
jantung
d. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.untuk
menyajikan data tentang fungsi jantung
e. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular
f. Kateterisasi jantung: Tekanan Abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
g. Foto polos dada : Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonal. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda
pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel

1.9 Penatalaksanaan Medis

Tindakan medis untuk gangguan ini meliputi foto thorax sinar-x, EKG,
ekokardiogram, dan katerisasi jantung. Obat-obatan yang diperlukan adalah terapi
digitalis dan terapi diuretik (Bardero dkk, 2008).
a. Terapi digitalis
Terapi digitalis adalah terapi utama untuk kegagalan jantung kongetif
karena sangat efektif untuk memperbaiki fungsi miokardium, obat ini
memperkuat kontraksi otot-otot jantung. Sehingga curah jantung dapat
meningkat dan suplai darah pada ginjal juga membaik. Digitalis juga dapat
mengurangi kecepatan jantung sehingga ventriel sempat berelaksasi dan
mengisi darah yang cukup. Biasanya dokter memberi digitalis dalam dosis
tinggi dalam waktu yang singkat (digitalizing atau loading). Pasien harus
diamati dengan ketat terhadap tanda toksisitas digitalis. Gejala dan tanda
toksisitas digitalis:
1) Efek kardiovaskuler: bradikardia, takikardia, denyutan ektopik
2) Efek gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, diare, nyeri abdomen
3) Efek neurologis: sakit kepala, penglihatan ganda, penglihatan kabur,
mengantuk, bingung, gelisah, otot-otot lemah.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan toksisitas digitalis adalah:


a) Hipokalemia. Kurang kalium (dibawah 4,0-5,4 mEq/L), akan membuat otot
miokardium menjadi excitable dan timbul disritmia. Pasien dapat
mengalami kekurangan kalium lewat muntah, diare, dan pemberian obat
diuretik.
b) Gangguan hati dan ginjal. Metabolisme obat-obatan dilakukan oleh hepar
dan diekskresikan oleh ginjal.

Obat pilihan untuk kegagalan jantung kongestif adalah digoksin


(Lanoxin). Respon terhadap obat perlu dikaji, seperti edema, berat badan
menurun, keluaran cairan lebih banyak daripada asupan, dan tidak ada dispnea
atau sianosis.

b. Terapi Diuretik
Diuretik diberikan hanya apabila tanda-tanda kegagalan jantung tidak
membaik setelah digitalis dan pengurangan natrium diberikan. Tujuan terapi
diuretik adalah mengurangi beban jantung dengan mengurangi olume cairan
yang berlebihan dan dapat mengurangi preload. Obat diuretik pilihan untuk
kegagalan jantung adalah Thiasides. Obat ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan elektrolit sehingga perlu dipantau kimia darahnya. Efek
samping yang paling sering ditemukan yaitu hipokalemia. Apabilia Thiasides
tidak efektif, antagonis aldosteron oran seperti aldactone atau dyrenium dapat
diberikan bersama dengan Thiasides. Obat-obat diuretik yang juga sering
dipakai adalah lasix atau edecrin.
c. Obat-obat lain
Vasodilator diberikan untuk mengurangi afterload dengan mengurangi
tahanan terhadap pengosongan ventrikel. Obat-obatan yang sering dipakai
adalah Apresoline, Minipres, Penyekat saluran kalsium karena mempunyai
efek vasodilatasi seperti Nifedine, Kaptopril (capoten) adalah obat
antihipertensif yang juga mempunyai efek vasodilatasi serta dapat menekan
keluarnya aldosteron.

Selain terapi diatas, pasien diberi terapi oksigen, diet rendah garam, dan
pembatasan aktivitas dan istirahat baring selama serangan akut, kemudian
aktivitas diseimbangkan dengan istirahat.
2.1 Clinical Pathway

Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)


penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung

Menurunnya kontraktilitas Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat

Palpitasi dan takikardi


Menurunnya isi
Menurunnya kekuatan
sekuncup Kegagalan jantung berkompensasi
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung


Gagal ventrikel kiri
Gagal ventrikel kanan
Kongesti paru
Penurunan sirkulai O2 ke
Kongesti visera & jaringan perifer
Cairan darah perifer jaringan & meningkatnya
Cairan terdorong ke
tidak terangkut energy yang digunakan untuk
dalam paru
Pembesaran vena di hepar bernafas

Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Kelebihan Penimbunan


Mudah Edema pada
abdomen volume cairan cairan dalam
lelah & bronkus
alveoli
letih
Distensi abdomen Batuk
Edema paru
Acites Intoleransi
aktifitas Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Dispneu & ortopneu

Gangguan
pertukaran gas
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas,
adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas,
kaji adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas/istirahat
- Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
- Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2) Sirkulasi
- Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
- Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah,
posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur
sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik,
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler
lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels,
ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya
pada ekstremitas.
3) Integritas ego
- Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan
dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
- Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4) Eliminasi
- Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5) Nutrisi
- Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
- Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6) Higiene
- Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
perawatan diri.
- Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7) Neurosensori
- Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
- Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
8) Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
- Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9) Pernapasan
- Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
- Tanda :
 Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
 Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
 Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
 Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
 Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
 Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10) Interaksi sosial
- Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang
biasa dilakukan.

2.2 Diagnosis Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurang ventilasi,
perfusi
b. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kurangnya volume
sekuncup, syok kardiogenik, insufisiensi katup, hipertensi.
c. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan suplai oksigen tidak
mencukupi kebutuhannya
d. Cemas yang berhubungan dengan ancaman kemarian, perubahan status
kesehatan, perubahan peran, status sosioekonomik
e. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kontraktilitas jantung
terganggu
f. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan kurang darah dalam
sirkulasi, imobilisasi, edema paru
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, ketidakseimbangan natrium
h. Konstipasi yang berhubungan dengan imobilisasi, edema gastrointestinal
i. Defisit pengetahuan (tentang sifat penyakit, pengobatan) yang
berhubungan dengan tidak ada informasi, tidak responsif terhadap
informasi.
2.3 Intervensi keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Penurunan NOC : NIC :
curah jantung Cardiac Care
berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
dengan ….x…. diharapkan tanda vital dalam batas yang 2. Catat adanya disritmia jantung
Perubahan dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
kontraktilitas dan bebas gejala gagal jantung. output
miokardial/per Kriteria Hasil: 4. Monitor status kardiovaskuler
ubahan 1. Keefektifan pompa jantung 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
inotropik. jantung
Indikator Target Skala
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
Tekanan darah Skala 5
7. Monitor balance cairan
sistol
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
Tekanan darah Skala 5
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
diastol
antiaritmia
Suara jantung Skala 5 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
abnormal kelelahan
Denyut Nadi Skala 5 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
perifer 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
Dyspnea pada saat Skala 5 ortopneu
istirahat 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
Intoleransi Skala 5
aktivitas Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Status sirkulasi 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Indikator Target Skala 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Saturasi oksigen Skala 5 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
CRT Skala 5 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
Suara napas Skala 5 aktivitas
tambahan 6. Monitor kualitas dari nadi
Edema Skala 5 7. Monitor adanya puls paradoksus
Suhu Skala 5 8. Monitor adanya puls alterans
Peningkatan berat Skala 5 9. Monitor jumlah dan irama jantung
badan 10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


nafas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Airway suction
efektif ….x…. diharapkan klien dapat menunjukkan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
berhubungan keefektifan jalan napas 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dengan Kriteria Hasil : suctioning.
penurunan 1. Respiratory status : Ventilation 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
reflek batuk, suctioning
penumpukan Indikator Target Skala 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
secret. Frekuensi Skala 5 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
pernapasan memfasilitasi suksion nasotrakeal
Irama pernapasan Skala 5
Suara napas Skala 5 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
tambahan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Penggunaan otot Skala 5 setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
bantu napas 8. Monitor status oksigen pasien
dyspnea Skala 5 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
ortopnea Skala 5 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
2. Respiratory status : Airway patency
Airway Management
Indikator Target Skala 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
Kedalaman Skala 5 thrust bila perlu
inspirasi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kemampuan Skala 5 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
mengeluarkan nafas buatan
sekret 4. Pasang mayo bila perlu
Pernapasan cuping Skala 5 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
hidung 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Batuk Skala 5 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Akumulasi sputum Skala 5 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
3. Aspiration Control 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
Indikator Target Skala keseimbangan.
Identiikasi faktor- Skala 5 12. Monitor respirasi dan status O2
faktor resiko
Mempertahankan Skala 5
kebersihan mulut
Memposisikan Skala 5
tubuh tegap saat
makan dan minum
Mempertahankan Skala 5
tubuh dalam posisi
tegak selama 3
menit setelah
makan
3. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Airway Management
berhubungan ….x…. diharapkan gangguan pertukaran gas 1. Pasang mayo bila perlu
dengan edema teratasi 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru Kriteria Hasil : 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1. Respiratory Status : Gas exchange 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5. Lakukan suction pada mayo
Indikator Target Skala 6. Berika bronkodilator bial perlu
Saturasi oksigen Skala 5 7. Berikan pelembab udara
Keseimbangan Skala 5 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
ventilasi dan keseimbangan.
perfusi 9. Monitor respirasi dan status O2
Dispnea Skala 5
Sianosis Skala 5 Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Respiratory Status : ventilation 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
Indikator Target Skala penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostals
Frekuensi Skala 5
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
pernapasan
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Irama pernapasan Skala 5
Suara napas Skala 5 hiperventilasi, cheyne stokes, biot
tambahan 5. Catat lokasi trakea
Penggunaan otot Skala 5 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
bantu napas paradoksis)
dyspnea Skala 5 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
ortopnea Skala 5 adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
4. Kelebihan NOC : NIC :
volume cairan Fluid management
berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
dengan ….x…. diharapkan keseimbangan volume cairan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
menurunnya dapat dipertahankan 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
laju filtrasi Kriteria hasil 4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
glomerulus, 1. Electrolit and acid base balance (BUN, Hmt , osmolalitas urin )
meningkatnya 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
Indikator Target Skala
produksi ADH PAP, dan PCWP
Frekuensi Skala 5
dan retensi 6. Monitor vital sign
pernapasan
natrium/air. 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
Irama pernapasan Skala 5
CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Suara napas Skala 5 8. Kaji lokasi dan luas edema
tambahan 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
Kelemahan otot Skala 5 kalori harian
mual Skala 5 10. Monitor status nutrisi
Tidak bisa istirahat Skala 5 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
2. Fluid balance dilusi dengan serum Na < 130 mEq/L
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
Indikator Target Skala memburuk
Tekanan darah Skala 5 Fluid Monitoring
Turgor kulit Skala 5 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
Kelembapan Skala 5 eliminasi
membran mukosa 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
Edema perifer Skala 5 seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
Pusing Skala 5 kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati,
dll )
3. Hydration 3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
Indikator Target Skala 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
Perfusi jaringan Skala 5 6. Monitor BP, HR, dan RR
Turgor kulit Skala 5 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
Kelembapan Skala 5 jantung
membran mukosa 8. Monitor parameter hemodinamik infasif
Warna urin keruh Skala 5 9. Catat secara akutar intake dan output
Nadi cepat dan Skala 5 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
lemah dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari edema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

5. Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas Energy Management
berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
dengan ….x…. diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktivitas
kelemahan pada klien setelah dilaksanakan tindakan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keperawatan selama di RS keterbatasan
Kriteria Hasil : 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
1. Energy Conservation 4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Indikator Target Skala secara berlebihan
Menyeimbangkan Skala 5 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
aktivitas dan 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
istirahat
Menyadari Skala 5 Activity Therapy
keterbatasan 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
energi dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Mempertahankan Skala 5 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
intake nutrisi yang mampu dilakukan
cukup 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
Melaporkan Skala 5 dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
kekuatan yang 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
cukup untuk sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
beraktivitas diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
2. Self Care : ADLs kursi roda, dll
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Indikator Target Skala 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu
Makan Skala 5 luang
Memakai baju Skala 5 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
Ke toilet Skala 5 kekurangan dalam beraktivitas
Mandi Skala 5 9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Memposisikan diri Skala 5 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
Intervensi secara umum:
a. Oksigenasi
Pasien mengalami kekurangan oksigen karena pertukaran gas terganggu
akibat edema paru. Pemberian oksigen sebanyak 2-6 liter per menit dapat
mengurangi dispnea dan kelelahan. Nilai gas darah arteri perlu dipantau, posisi
fowler juga dapat membantu ekspansi paru.
b. Memperbaiki kegiatan dan istirahat
Istirahat dan kegiatan dapat diatur sehingga kebutuhan oksigen tidak
melebihi suplai oksigen dan mengurangi beban pada jantung. Kegiatan seperti
aktivitas sehari-hari dapat disesuaikan pada dispnea dan kelelahan yang
dialami pasien. Pasien juga mengalami orthopnea dan cenderung untuk duduk
di kursi daripada berbaring di tempat tidur. Kedua kaki pasien ditinggikan
untuk mengurangi edema pitting. Ditempat tidur, posisi yang enak untuk pasien
adalah fowler untuk ekspansi paru. Pemberian obat sedatif dilakukan sangan
hati-hati karena dapat menyembunyikan tanda-tanda memberatnya kegagalan
jantung. Imobilitas di tempat tidur karena pemberian obat sedati dapat
mengakibatkan trombosis vena dan embolus.
c. Ambulasi
Ambulasi dilakukan secara perlahan untuk mencegah overloading
jantung. Peningkatan kegiatan dilakukan secara bertahap mulai dari duduk di
tempat tidur, di kursi dan jalan-jalan didaolam kamar. Jarakk jalan diatur agar
tidak membebani jantung. Setelah kegiatan, dipantau tanda-tanda dispnea,
kelelahan, dan kecepatan nadi meningkat.
d. Mempertahankan keseimbangan cairan
Pembatasan cairan tidak dilanjutkan dengan syarat pasien dapat
membatasi asupan garam atau natrium, serta mendapat obat digitalis atau
diuretik. Berat badan ditimbang setiap hari, setiap tambahan 1kg berat badan
adalah sama dengan 1 liter retensi cairan. Waktu yang baik untuk menimbang
pasien adalah pagi setelah vesika urinaria dikosongkan dan sebelum pasien
makan pagi.
e. Mempertahankan integritas kulit
Bokong yang edema cepat sekali menimbulkan ulkus dekubitus posisi
pasien perlu diubah tiap 2-3 jam untuk mengurangi tekanan pada bokong.
f. Mempertahankan nutrisi yang adekuat
Makanan harus lunak, rendah kalori, rendah garam dan serat, dan tidak
menimbulkan gas. Pasien diberi vitamin sebagai tambahan. Pasien mengalami
anoreksia karena gastrointestinal yang juga mengalami edema, ditambah
dispnea dan kelelahan. Dianjurkan pasien makan sedikit tapi sering untuk
mencegah distensi abdomen.
g. Asupan natrium
Asupan garam perlu dikurangi untuk mengendalikan edema. Banyaknya
garam dalam diet normal adalah 3-1 g/hari. Natrium yang diberikan kepada
pasien yang juga menerima obat diuretik, tidak boleh kurang dari 3g/hari
karena perlu dihindari hiponatremia. Tujuan modifikasi diet harus dijelaskan
kepada pasien dan keluarganya.
h. Memperbaiki eliminasi
Mengejan keras (manuver valsava ketika defekasi akan memberikan
beban tambahan pada jantung). Feses dapat dibuat lembut dengan pemberian
obat susu magnesia, metamucil, dan colace. Pemakaian pispot kursi
(commode) dapat juga membantu pasien yang tidak mau memakai pispot
sorong.
i. Penyuluhan kesehatan
Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah mencegah terulangnya
serangan kegagalan jantung, perlu diterangkan sifat penyakitnya, faktor-faktor
pencetus, modifikasi diet, efek samping obat-obatan, program kegiatan/istirahat
dan tanda-tanda yang perlu dilaporkan kepada dokter.
2.4 Evaluasi Keperawatan
Selama evaluasi, perawat harus membandingkan tingkah pasien dengan apa
yang disampaikan dalam hasil yang diharapkan, seperti:
a. Kecepatan pernapasan normal, tidak memerlukan terapi oksigen dan tidak
tampak bingung.
b. Dapat menoleransi kegiatan hidup sehari-hari tanpa membebani jantung
c. Dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif
d. Mempertahankan berat badan pada nilai sebelum timbulnya edema
e. Tidak ada dekubitus
f. Menerima modifikasi diet
g. Feses lunak
h. Dapat menjelaskan sifat penyakitnya, efek samping dari obat-obatan, program
kegiatan/istirahat.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius;


2000

Baradero, Mary dkk. 2008. Klien Gangguan Kardiovvaskuler: Seri Asuhan


Keperawatan. Jakarta:EGC

Kasuari. 2002.Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler


Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Kurman, Sameer dan Squire, Iain. 2017. Acute Heart Failure: Definition,
Classification and Epidemiology. Springer: Curr Heart Fail Rep (14):385-
392

Lynda Juall Carpenito. 2002. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta :


EGC

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan RI

Salah, K. 2018. NT-proBNP as a Risk Stratification tool for the Management of


Acute Decompensated Heart Failure.

Sandra M. Nettina. 2002.Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Texas Children’s Hospital. 2017. Acute Decompensated Heart Failure (ADHF):


Evidence-Based Guideline. Texas:Evidence Based Outcomes Center

You might also like