Kti Aprilia

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator

Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa

kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan

nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,

terjatuh, dll di setiap 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya mampu

menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan

masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari

sisi aksesibilitas maupun kualitas.

AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390

menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI

yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 AKI kembali

menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup

(Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah tahun 2016 menurun dari tahun

sebelumnya yaitu dari 619 kasus pada tahun 2015 menjadi 602 kasus di tahun 2016.

Penurunan tersebut melampui target dari yang telah ditargetkan yaitu 117 per 100.000

kelahiran hidup, namun tercapai 109,65 per 100.000 kelahiran hidup (Utami, 2017).

Berbeda dengan kondisi AKI di Kabupaten Cilacap pada tahun 2016 yang masih
2

tergolong tinggi. Sejak awal Januari 2016 hingga saat ini, angka kematian ibu di

Cilacap tercatat sebanyak 21 kasus, sedang tahun lalu 2015 tercatat sebanyak 26

kasus (Arin, 2016).

Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas sebesar

48,65%, kemudian pada waktu hamil sebesar 25,75% dan pada waktu persalinan

sebesar 25,60%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal

terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar 65,12%, kemudian pada

kelompok umur > 35 tahun sebesar 28,89% dan pada kelompok umur < 20 tahun

sebesar 5,99% (Lestari, 2014). Penyebab kematian ibu pada tahun 2013 adalah

perdarahan (30,3%), hipertensi (27,1%), Infeksi (7,3%) sedangkan partus lama

merupakan penyumbang kematian ibu terendah (1,8%). Sementara itu penyebab lain-

lain juga berperan cukup besar dalam kematian ibu (40,8%) seperti kondisi penyakit

kanker, ginjal, jantung, tuberkulosis dan penyakit yang diderita oleh ibu (Depkes RI,

2014).

Proses persalinan merupakan suatu fisiologi yang akan dilaui oleh seorang

calon ibu. Terdapat beberapa faktor yang berperan pada proses persalinan yaitu

power, passage, passenger, psikologis, dan penolong. Proses persalinan terdiri dari 4

kala yaitu kala I, kala II, kala III, kala IV. Persalinan kala I merupakan tahap

persalinan dimana terjadi kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya pelunakan

dan peregangan dari servik, fase ini akan berlangsung selama ± 13-14 jam pada

primipara dan ± 6-7 jam pada multipara. Fase ini berakhir jika servik telah membuka

lengkap yaitu 10 cm (Hamranani, 2016).


3

Persalinan kala I dikatakan memanjang apabila telah berlangsung lebih dari 24

jam pada primi dan 18 jam pada multi. kala I fase laten yang memanjang, uterus

cenderung berada pada status hypertonik, ini dapat mengakibatkan kontraksi tidak

adekuat dan hanya ringan (kurang dari 15 mm Hg pada layar monitor), oleh karena

itu kontraksi uterus menjadi tidak efektif. Fase aktif memanjang apabila kualitas dan

durasi kontraksinya bagus tetapi tiba-tiba yang terjadi dilatasi lemah maka kontraksi

menjadi jarang dan lemah serta dilatasi dapat berhenti (Pillitteri, 2002: 566).

Persalinan kala I lama dapat mengakibatkan janin mengalami trauma, kerusakan

hipoksik, asfiksia serta peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal sedangkan

pada ibu mengakibatkan penurunan semangat, kelelahan, infeksi dan resiko ruptur

uterus (David, 2007: 175).

Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya persalinan meliputi faktor ibu,

faktor janin, dan faktor jalan lahir. Faktor ibu meliputi usia, his dan paritas. Faktor

janin meliputi sikap, letak, malposisi dan malpresentasi, janin besar, dan kelainan

kongenital seperti hidrosefalus. Sedangkan faktor jalan lahir meliputi panggul sempit,

tumor pada pelvis, kelainan pada serviks dan vagina (Prawirohardjo dalam Ardhiyanti

dan Susanti, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Yuliasari (2013) didapatkan hasil

bahwa usia ibu yang berisiko pada partus lama yaitu 97 (56,4%), menurut paritas

tertinggi pada paritas beresiko sebanyak 88 (51,2%) dan menurut kejadian janin besar

pada partus lama tertinggi sebanyak 65 (37,8%). Hasil uji statistik menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara umur ibu dan paritas dengan partus lama

Studi pendahuluan di BPM Ny. S Jl. Kokosan Kelurahan Cilacap Selatan,

diketahui bahwa dari jumlah pasien melahirkan dari bulan Januari 2017 sampai
4

dengan Juni 2017 sebanyak 104 pasien, didapatkan pasien dengan kala I lama

sebanyak 53 pasien. Maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya persalinan kala I lama.

Berdasarkan fenomena di atas bahwa masih banyaknya ibu bersalin dengan

Kala I lama di RSUD Cilacap Tahun 2017, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Persalinan kala I Lama di BPM Ny. S Jl. Kokosan Kelurahan Cilacap Selatan Tahun

2017”.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya

persalinan kala I lama di BPM Ny. S Jl. Kokosan Kelurahan Cilacap Selatan tahun

2017?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN

I.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya persalinan kala I lama di BPM Ny. S Jl.Kokosan

Kelurahan Cilacap Selatan.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran usia pada ibu bersalin di BPM Ny. S Jl.Kokosan

Kelurahan Cilacap Selatan tahun 2017.


5

b. Mengetahui gambaran paritas pada ibu bersalin di BPM Ny. S Jl.Kokosan

Kelurahan Cilacap Selatan tahun 2017

c. Mengetahui gambaran umur kehamilan pada ibu bersalin di BPM Ny. S

Jl.Kokosan Kelurahan Cilacap Selatan tahun 2017

d. Mengetahui gambaran kejadian persalinan kala I lama pada ibu bersalin di

BPM Ny. S Jl.Kokosan Kelurahan Cilacap Selatan tahun 2017

e. Mengetahui hubungan usia, paritas dan umur kehamilan dengan kejadian

persalinan kala I lama pada ibu bersalin di BPM Ny. S Jl.Kokosan

Kelurahan Cilacap Selatan tahun 2017.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

I.4.1. Manfaat teoritis

a. Mengembangkan dan menerapkan ilmu kebidanan sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya tentang faktor

faktor yang berhubungan pada kejadian persalinan kala I lama.

b. Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk mengembangkan penelitian

selanjutnya.

I.4.2. Manfaat praktis

a. Bagi ibu bersalin, diharapkan dengan adanya penelitian ini, ibu dapat

mengetahui faktor faktor apa saja yang berhubungan pada persalinan kala

I lama sehingga nantinya ibu dapat lebih siap dalam menghadapi

persalinan.
6

f. BPM Ny. S, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam

pemberian edukasi bagi ibu yang akan bersalin khususnya tentang faktor

faktor yang berhubungan dengan kejadian persalinan Kala I lama sehingga

morbiditas dan mortalisa dapat diminimalkan.

g. Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti

tentang faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian persalinan kala I

lama yang nantinya dapat diterapkan saat mengabdi di masyarakat.


BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

2.1. KERANGKA TEORI

2.1.1. Landasan Teori

2.1.1.1. Persalinan Kala I Lama

a. Anatomi

Gambar 2.1. Uterus Normal (Sumber : Qualtieri, 2013)

Kusmiyati (2010) menjelaskan bahwa uterus merupakan suatu organ

muskular berbentuk seperti pir yang terletak di antara kandung kencing

dan rektum. Fungsi dari uterus adalah:

1) Setiap bulan, berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan

ditandai adanya perubahan dan pelepasan dari endometirum.

2) Selama kehamilan sebagai tempat implantasi, retensi dan nutrisi

konseptus.

3) Saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan

pembukaan servik, isi konsepsi dikeluarkan.


8

Scott (2002) menjelaskan bahwa uterus terdiri atas dua bagian

utama yaitu servik dan korpus uteri.

1) Serviks uteri

Servik uteri merupakan bagian terbawah uterus, yang terdiri dari pars

vaginalis dan pars supravaginalis. Komponen utama dalam servik uteri adalah

oto polos, jaringan ikat kolagen dan glikosamin dan elastin. Bagian luar di

dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri dengan lubang ostium uteri

externum, yang dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks , dan ostium

uteri internum.

2) Korpus uteri

Korpus uteri terdiri dari: paling luar lapisan serosa/ peritoneum yang

melekat pada ligamentum latum uteri di intra abdomen, tengah lapisan

muskular / miometrium berupa oto polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah

serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan

endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai

siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intra

abdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas

vesica urinaria.

Organ yang menghubungkan antara kavum uteri dan kanalis servikalis

ke dalam vagina disebut ostium uteri eksternum. Isthmus adalah bagian

uterus antar korpus dan servik uteri, yang diliputi oleh peritoneum viserale.

Isthmus, akan melebar selama kehamilan dan disebut segmen bawah rahim.

Organ yang berbatasan dengan uterus adalah sebelah atas adalah rongga

rahim berhubungan dengan tuba falopi dan sebelah bawah: berbatasan

dengan saluran kanalis servikalis.


9

Gambar 2.1 Urutan Perkembangan Segmen dan Cincin Uterus pada


Kehamilan
(Sumber : Siswosudarmo & Emilia, 2010; h.114)

Siswosudarmo & Emilia (2010: 114), segmen bawah yang pasif pada

korpus uteri diturunkan dari istmus, cincin retraksi fisiologis berkembang

pada batas segmen atas dan bawah uterus. Cincin retraksi patologis

berkembanng dari cincin fisiologis (Ko = korpus, Se = serviks, I =

isthmus, OIA = ostium internum anatomikum, OIH = ostium internum

histologikum, OE = ostium eksternum, CRF = cincin retraksi fisiologis,

CRP = cincin retraksi patologis, SA = segmen aktif, SP = segmen pasif,

OIO = ostium Internum yang mengalami obliterasasi).

Sari (2011), selama memasuki fase aktif, uterus berubah menjadi dua

bagian yang berbeda. Yaitu Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen

Bawah Rahim (SBR). Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi

lebih tebal ketika persalinan maju, dibentuk oleh corpus uteri. Dan segmen

bawah analog dengan istmus uterus yang melebar dan menipis. Segmen

bawah secara bertahap terbentuk ketika umur kehamilan tua dan kemudian

menipis sekali pada saat proses persalinan. Segmen atas memegang

peranan yang aktif karena berkontraksi dan dindingnya bertambah tebal


10

dengan majunya persalinan karena diregang. Jadi secara singkat segmen

atas berkontraksi, menjadi tebal dan mendorong anak keluar, sedangkan

segmen bawah dan cerviks mengadakan relaksasi dan dilatasi dan menjadi

saluran yang tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.

Prawirohardjo (2009: 299), setiap kontraksi pemanjangan uterus

berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horisontal. Dengan

perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada proses persalinan.

1) Pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan kolumna

vertebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat

terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke

bawah dan menuju ke panggul.

2) Memanjangnya uterus, serabut longitudinal di tarik tegang dan karena

segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang

fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini

merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot

segmen bawah dan serviks.

Cunningham et.al., (2005:276-277) menyatakan bahwa selama

persalinan aktif, uterus berubah menjadi dua bagian yang berbeda.

Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika

persalinan maju. Bagian bawah, yang terdiri dari segmen bawah uterus

dan serviks, relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini

berkembang menjadi jalan yang berdinding jauh lebih tipis untuk janin.

Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan
11

menipis keluar pada perempuan yang tidak hamil; pembentukannya tidak

hanya merupakan fenomena persalinan. Segmen bawah secara bertahap

terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali

pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat

dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum pecah.

Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi

segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus

merupakan bagian uterus yang berkontraksi secara aktif; segmen bawah

adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.

Pengertian persalinan

Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran

hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan

sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri

dengan kelahiran plasenta (Varney, 2007, Hlm. 672)

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar,

1998, h.91).

Persalinan adalah proses dimana bayi, placenta dan selaput ketuban

keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi

pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai

dengan penyulit (APN, 2004; 2).


12

b. Sebab-sebab mulainya persalinan

Oxorn (2010, h.103) menjelaskan bahwa sebab-sebab mulainya

persalinan dan kenapa persalinan terjadi lebih kurang pada umur

kehamilan minggu tidak diketahui dengan pasti. Beberapa teori

dikemukakan untuk menjelaskan fenomena ini :

1. Diduga persalinan mulai apabila uterus telah teregang sampai pada

derajat tertentu. Dengan demikian dapat diterangkan teradinya

persalinan yang awal pada kehamilan kembar dan hydramnion.

2. Tekanan bagian terendah janin pada cervix dan segmen bawah

rahim, demikian pula pada plexus nervosus di sekitar cervix dan

vagina, merangsang permulaan persalinan.

3. Siklus menstruasi berulang setiap 4 minggu, dan persalinan

biasanya mulai pada akhir minggu ke-40 atau 10 siklus menstruasi.

4. Begitu kehamilan mencapai cukup bulan, setiap faktor emosional

dan fisik dapat memulai persalinan. Stimuli yang demikian antara

lain adalah jatuh, kejadian-kejadian dalam perut misalnya diarrhea,

enema dan minyak kastor, atau shock mental.

5. Beberapa orang percaya bahwa ada hormon khusus yang dihasilkan

oleh plasenta apabila kehamilan sudah cukup bulan yang

bertanggungjawab atas mulainya persalinan.

6. Bertambah tuanya placenta yang mengakibatkan penurunan kadar

estrogen dan progesterone dalam darah diduga menyebabkan

dimulainya persalinan. Ini serupa dengan siklus menstruasi. Dengan


13

matinya corpus luteum maka kadar estrogen dan progesterone

dalam darah turun dan beberapa hari kemudian terjadi menstruasi

c. Tahap-tahap persalinan

Tahap-tahap dalam persalinan adalah sebagai berikut :

1) Tahap pertama persalinan

Tahap 1 persalinan memiliki 3 bagian: bukaan ringan, bukaan

aktif, dan bukaan terakhir. Di dalam bukaan ringan, kontraksi biasanya

terasa ringan dan singkat saja (sekitar 30 detik) dan datang lagi setiap

15 sampai 20 menit. Kontraksi ini dirasakan di bagian bawah perut

atau di punggung. Kontraksi bisa terasa sedikit sakit, seperti kram

menstruasi atau diare ringan. Atau bisa juga tidak menyakitkan sama

sekali selain terasa hanya seperti ditekan atau mengencang. Ibu

biasanya masih bisa berjalan-jalan, bercakap-cakap dan bekerja selama

kontraksi-kontraksi ringan ini (Klein & Thomson, 2010, h.224).

Gejala paling khas menjelang persalinan adalah rasa mulas. Perut

terasa seperti kram, mirip saat menstruasi. Ada juga yang merasa

mual, kembung, dan nyeri punggung. Bahkan ada yang diare atau

pusing. Menjelang persalinan, sistem pencernaan Ibu akan melambat.

Lebih baik Ibu makan makanan ringan saja seperti sup, sereal, atau roti

dan banyak minum air putih. Membukanya jalan lahir memang diawali

rasa mules. Dari rasa yang tak beraturan datangnya, sampai akhirnya

Ibu akan merasakannya tiap 5 menit (Nuryanto, 2011).

2) Tahap kedua
14

Tahap dua adalah bagian dari persalinan ketika ibu mendorong

keluaa bayinya dari rahim untuk turun ke vagina, lalu melahirkannya

bayinya keluar. Tahap dua dimulai ketika servik terbuka sepenuhnya

dan berakhir ketika bayi sudah berada di luar tubuh ibunya (Klein &

Thompson, 2010; h.260).

Mom’s Journal (2011) menjelaskan bahwa pada tahap

pengeluaran janin, rasa mulas terkordinir, kuat, cepat dan lebih lama,

kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun masuk ruang panggul

sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara

reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Ibu merasa seperti mau

buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waku mengedan,

kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang.

Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh seluruh

badan janin. Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah

perineum. Daerah perineum bersifat elastis, tapi bila dokter/bidan

memperkirakan perlu dilakukan pengguntingan di daerah perineum

(episiotomi), maka tindakan ini akan dilakukan dengan tujuan

mencegah perobekan paksa daerah perineum akibat tekanan bayi.

Klein & Thomson (2010, h.264-272) menjelaskan bahwa

tindakan yang dilakukan bidan dalam membantu ibu melahirkan

secara aman dalam tahap ini adalah :

a) Memeriksa tanda-tanda fisik ibu dan bayinya.

b) Mendukung ibu untuk mendorong / mengejan.


15

c) Perhatikan perdarahan yang selama mendorong.

2) Tahap ketiga

Nuryanto (2011) menjelaskan bahwa setelah bayi lahir, masih

ada tahap selanjutnya, yaitu mengeluarkan plasenta atau ari-ari. Jangan

takut, dokter tetap ada di sisi Ibu untuk mengeluarkan ari-ari secara

alami atau dengan bantuan suntikan.

a) Mengeluarkan plasenta

Dengan bantuan suntikan, proses mengeluarkan plasenta bisa

berlangsung 5-15 menit. Tapi jika dilakukan secara alami, akan

berlangsung 1 jam. Proses ini diikuti kontraksi lagi, tapi tidak

sedahsyat saat menjelang persalinan. Untuk memeriksa apakah

seluruh plasenta sudah terlepas dari dinding rahim atau belum,

dokter atau bidan akan menekan perut Ibu dan menarik perlahan-

lahan tali pusar agar plasenta bisa keluar. Setelah seluruh plasenta

beserta tali pusar keluar, barulah tubuh Ibu dibersihkan (Nuryanto,

2011).

Siswosudarmo & Emilia (2010, h.138) menjelaskan bahwa

manajemen tahap III terdiri dari beberapa macam, yaitu sebagai

berikut :

(1) Pasasat Kutzner, tali pusat ditegangkan, tekan di atas simfisis,

bila tali pusat tidak masuk artinya plasenta telah lepas.


16

(2) Parasat Strassman, tali pusat ditegangkan, fundus uteri diketok,

bila terasa getaran pada tali pusat, plasenta belum lepas.

(3) Parasat Klein, ibu disuruh mengejan supaya tali pusat turun,

bila setelah mengejan tali pusat masuk lagi, berarti plasenta

belum lepas.

(4) Manajemen Aktif tahap III merupakan manajamen kala III

yang dianjurkan saat ini dengan tujuan menghasilkan kontraksi

uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu

Kala III persalinan dan mengurangi kehilangan darah

dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

b) Inisiasi dini

Idealnya, saat bayi lahir, Ibu meminta dokter meletakkan bayi

di atas tubuh Ibu sambil mencoba menyusui. Keinginan ini bisa

Ibu masukkan dalam rencana persalinan dan diskusikan dengan

dokter.Langsung menyusui setelah bayi lahir adalah cara terbaik

untuk membangun ikatan batin dengan bayi.

Roesli (2008; 20-22) menjelaskan tentang tatalaksana Inisiasi

Menyusu Dini secara umum adalah sebagai berikut :

(1) Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya kecuali

kedua tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan

kulit bayi sebaiknya dibiarkan.

(2) Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu, biarkan kulit bayi

melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini
17

dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal

selesai. Keduanya diselimuti, jika perlu gunakan topi bayi.

(3) Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu. Ibu dapat merangsang

bayi dengan sentuhan lembut tetapi tidak mamaksakan bayi ke

putting susu.

(4) Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-

tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat

berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih.

Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu.

Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kutlit

ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun bayi telah

berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum

menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam,

biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya

sampai berhasil menyusu pertama.

(5) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan

kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan.

(6) Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap

setelah satu jam atau menyusu awal selesai.

(7) Rawat gabung, ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar.
18

B. KERANGKA TEORI

Klasifikasi ruptur
perineum :
Faktor Ibu : 1. Robekan I
1. Paritas 2. Robekan II
2. Meneran 3. Robekan III
4. Robekan IV

Faktor Janin :
1. BBL
2. Presentasi muka Ruptur
3. Presentasi dahi Perineum
4. Presentasi bokong

Faktor Persalinan
Pervaginam :
1. Vakum ekstrasi Tanda dan gejala :
2. Ekstrasi cunam / forsep 1) Kulit perineum mulai melebar
3. Persalinan presipitatus dan tegang.
2) Kulit perineum berwarna pucat
dan mengkilap.
3) Ada perdarahan keluar dari
Faktor Penolong lubang vulva, merupakan
Persalinan indikasi robekan pada mukosa
vagina.
4) Bila kulit perineum pada garis
tengah mulai robek, di antara
fourchette dan sfingter ani.

Bagan 2.1
Keranga Teori
Sumber : Prawirohardjo (2009), Oxorn & Forte (2010), Cunningham, (2005),
JHPIEGO (2008), Siswosudarmo & Emilia (2010) dan (Depkes RI,
2004).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP

Klasifikasi ruptur
perineum :
1. Robekan I
2. Robekan II
Faktor Ibu 3. Robekan III
4. Robekan IV

Faktor Janin

Ruptur
Perineum
Faktor Persalinan
Pervaginam

Faktor Penolong
Persalinan

Keterangan:

: Area yang diteliti

: Area yang tidak diteliti akan dikontrol dalam sampel

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

B. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel independen (variabel bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga


20

dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi

variabel lain (Hidayat, 2009, h.78). Variabel independen dalam penelitian ini

adalah faktor-faktor yang berhubungan pada kejadian ruptur perineum,

meliputi : faktor ibu, faktor janin, faktor persalinan pervaginam, dan

faktorpenolong persalinan.

2. Variabel dependen (Variabel terikat)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel

bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2009, h.78). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah ruptur perineum.

C. DEFINISI OPERASIONAL

No Definisi Parameter &


Variabel Alat Ukur Skala
Operasional Kategori
1.
Variabel bebas :
Faktor-faktor Faktor Hasil ukur Diukur Ordinal
yang predisposisi dikategorikan menggunakan
berhubungan yang menjadi : Check list
pada kejadian berhubungan 1) Faktor ibu = 1
ruptur perineum pada kejadian 2) Faktor janin =2
ruptur perium 3) faktor persalinan
yang meliputi : pervaginam, = 3
faktor ibu, faktor 4) Faktor penolong
janin, faktor persalinan = 4
persalinan
pervaginam, dan
faktorpenolong
persalinan

2. Variabel
terikat : Robeknya Hasil ukur Diukur dengan Ordinal
Ruptur perineum pada dikategorikan menggunakan
perineum ruang berbentuk menjadi : check list dan
jajaran genjang 1) Ruptur observasi
21

yang terletak di perineum= 1 langsung


bawah dasar 2) Tidak ruptur
panggul yang perineum = 2
terjadi secara
alami tanpa
tindakan pada
saat persalinan
karena perineum
tidak kuat
menahan
regangan pada
saat janin lewat

D. HIPOTESIS

1. Ho : Tidak terdapat hubungan faktor ibu dengan ruptur perineum di

Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011.

Ha : Terdapat hubungan faktor ibu dengan ruptur perineum di Desa

Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011

2. Ho : Tidak terdapat hubungan faktor janin dengan ruptur perineum di

Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011.

Ha : Terdapat hubungan faktor janin dengan ruptur perineum di Desa

Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011

3. Ho : Tidak terdapat hubungan faktor persalinan pervaginam dengan

ruptur perineum di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun

2011.

Ha : Terdapat hubungan faktor persalinan pervaginam dengan ruptur

perineum di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011

4. Ho : Tidak terdapat hubungan faktor penolong persalinan dengan ruptur

perineum di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011.


22

Ha : Terdapat hubungan faktor penolong persalinan dengan ruptur

perineum di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun 2011

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong Tahun

2011.

F. RANCANGAN PENELITIAN

1. Jenis / Desain Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode non

eksperimental dengan pendekatan waktu secara cross sectional. Hidayat

(2009, h.45), metode non eksperimental adalah metode penelitian yang tidak

memberikan intervensi kepada obyek dan hanyak mengamati kejadian yang

sudah. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang pada beberapa

populasi yang diamati pada waktu yang sama Desa Nangkod Kecamatan

Kejobong Tahun 2011.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi adalah adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono 2009: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah


23

semua ibu bersalin di Desa Nangkod Kecamatan Kejobong pada tahun

2010 yaitu sebesar 87 ibu.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009). Apabila objeknya < 100 lebih

baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi

(Arikunto 2002, h.112). Sampel yang baik adalah sampel yang

representatif mewakili populasi. Berapa jumlah anggota sampel yang akan

digunakan sebagai sumber data tergantung pada tingkat kepercayaan yang

dikehendaki. Bila dikehendaki sampel dipercaya 100% mewakili populasi,

maka jumlah anggota sampel sama dengan jumlah anggota populasi

(Sugiyono 2008, h.11).

Supaya hasil penelitian sesuai dengan tujuan, maka penentuan

sampel yang ditetapkan harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Kriteria ini berupa kriteria inklusi dan eksklusi (Saryono 2008, h. 63).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kriteria inklusi

a) Ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum.

b) Ibu bersalin yang berada di wilayah Desa Nangkod Kecamatan

Kejobong Tahun 2010

c) Ibu yang bersedia menjadi responden.

2) Kriteria eksklusi

a) Ibu bersalin yang tidak mengalami ruptur perineum.

b) Ibu bersalin yang berada di luar wilayah Desa Nangkod


24

Kecamatan Kejobong Tahun 2010

c) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden.

c. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah cara

pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi

sampel (Hidayat, 2009; h. 74).

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subyek

penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang

telah tersedia (Saryono 2008, h.77). Data sekunder dalam penelitian ini

adalah jumlah ibu bersalin yang bersalin Desa Nangkod Kecamatan

Kejobong Tahun 2010.

b. Cara pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Tahap persiapan

Tahap persiapan ini berisi beberapa kegiatan meliputi pembuatan

suatu rencana check list tentang faktor-faktor yang berhubungan pada

kejadian ruptur perineum, lalu rancangan checklist diajukan ke dosen


25

pembimbing untuk meminta persetujuan. Langkah-langkah prosedur

pengumpulan data adalah sebagai berikut:

a) Pra survey.

b) Menyusun alat ukur.

c) Mengajukan proposal penelitian.

2) Tahap pelaksanaan

Pengumpulan data dengan kuisioner, melalui tahapan sebagai

berikut: Langkah awal penulis membuat cehck list tentang faktor yang

mempengaruhi ruptur perineum. Setelah pengisian chek list dengan

melihat data sekunder dari bidan desa di Desa Nangkod Kecamatan

Kejobong, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data.

4. Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

checklist dan lembar evaluasi. Checlist adalah suatu daftar untuk men “cek”

yang berisi nama subyek dan beberapa gejala serta identitas lainnya dari

sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010, h.137).

5. Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan data

Suyanto dan Salamah (2009, h.57-59) menjelaskan bahwa sebelum

melaksanakan analisa data beberapa tahapan yang harus dilakukan adalah

sebagai berikut :

1) Cleaning

Tahapan ini dilakukan pada saat mengumpulkan data kuesioner


26

dari responden atau ketika memeriksa lembat observasi. Periksa

kembali apakah ada jawaban responden atau hasil observasi yang

ganda atau belum dijawab. Jika ada, sampaikan kepada responden

untuk diisi dan diperbaiki jawaban pada kuesioner tersebut.

2) Coding

Coding adalah tahapan memberikan kode pada jawaban responden

yang terdiri dari :

a) Memberi kode identitas responden untuk menjaga kerahasiaan

identitas responden dan mempermudah proses penelusuran biodata

responden bila diperlukan, selain itu juga untuk mempermudah

penyimpanan dalam arsip data.

b) Menetapkan kode untuk scoring jawaban responden atau hasil

observasi yang telah dilakukan.

Coding dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi ruptur perineum

1) Faktor ibu = 1

2) Faktor janin = 2

3) faktor persalinan pervaginam = 3

4) Faktor penolong persalinan = 4

b) Ruptur perineum

(1) Ruptur perineum = 1

(2) Tidak ruptur perineum = 2

3) Scoring
27

Tahap ini dilakukan setelah ditetapkan kode jawaban atau hasil

observasi sehingga setiap jawaban responden atau hasil observasi

dapat diberi skor. Tidak ada pedoman baku untuk scoring, namun

scoring harus diberikan dengan konsisten.

4) Entering

Memasukkan data yang telah diskor ke dalam komputer seperti ke

dalam program Excel atau ke dalam program Statistical Product and

Service Solutions (SPSS).

b. Analisis Data

Langkah terakhir dari suatu penelitian adalah melakukan analisis data.

Analisa data dilakukan secara bertahap dan dilakukan melalui proses

komputerisasi.

1) Analisis univariat

Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil

pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

ukuran tendensi sentral atau grafik (Sugiyono 2008, h. 99).

Untuk menghitung distribusi frekuensi pengetahuan digunakan

rumus sebagai berikut:

Keterangan :
P : Prosentase
f : Frekuensi responden
N : Jumlah seluruh responden
100 : Bilangan Tetap (Notoatmodjo 2002, h. 189)
28

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi

dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif

(Saryono 2009, h. 100). Analisis untuk menguji hipotesis asosiatif atau

hubungan bila datanya berbentuk ordinal adalah dengan menggunakan

tekni statistik korelasi Spearman Rank (Sugiyono 2008, h. 11). Dalam

penelitian ini, analisi ini digunakan untuk mengetahui hubungan

faktor-faktor yang berhubungan pada kejadian ruptur perineum.

Selanjutnya analisa data dilakukan dengan komputerisasi.

Rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Keterangan :
ρ = Koefisien korelasi Spearman Rank
n = Jumlah sampel (Sugiyono, 2008, h.107)

Interpretasi hasil rank spearman perlu dibandingkan dengan tabel

nilai-nilai rho. Apabila rho hitung lebih besar dari rho tabel untuk taraf

kesalahan 5% maupun 1%, maka berarti Ha diterima dan Ho ditolak

(Sugiyono 2008, h. 108).

6. Etika Penelitian

Etika penelitian melindungi dan menjamin kerahasiaan responden

sebelum dilakukan penelitian peneliti meminta perijinan sesuai dengan

prosuder yang berlaku di Kabupaten Purwokerto. Setelah perijinan didapat,

peneliti melakukan pendekatan dengan responden, setelah itu memberikan


29

penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan jaminan kerahasiaan. Responden

yang dipilih diberikan penjelasan mengenai maksud, tujuan, manfaat dan

jaminan kerahasiaan. Apabila responden bersedia maka diminta mengisi surat

perseutujuan (Informed concent) dan apabila responden tidak bersedia maka

tidak ada paksaan bagi responden untuk ikut dalam penelitian ini. Lembar

persetujuan ditandatangai saat responden dalam keadaan tenang dengan waktu

yang cukup untuk berfikir dan memahami.

7. Jadwal Penelitian

Terlampir.

You might also like