Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

ISSN 2442-6954 (Cetak) DOI: dx.doi.org/10.31292/jb.v4i1.

218
ISSN 2580-2151 (Online)

DINAMIKA DAN TANTANGAN PENGGUNAAN DAN


PEMANFAATAN TANAH DI WILAYAH PULAU KECIL
The Dynamics and Challenges of Land Use and Utilization on Small Island

Sukmo Pinuji1, Muh Arif Suhattanto1, Tjahjo Arianto1


1
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Jl. Tata Bumi No 5, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
*Email: sukmo.pinuji@stpn.ac.id; suhatt@yahoo.com;
tjahjoarianto@gmail.com

Abstract: Small island land resource management has specific characteristic, differ from its main island, due
to its geographical characteristic. Moreover, small Island is also vulnerable due to climate changes. Located
on Sumenep District, East Java, Masalembu is one of the example of inhabited small island in Indonesia,
represent the dynamic and land use management in small island area. This research use DPSIR (drivers,
pressures, states, impacts, and responses) method to capture those dynamics. The results show that the
dynamics of land use and utilization in Masalembu are described as follow: (i) land use and utilization
activities are highly influenced by economic growth, climate change due to the fluctuation of marine
products, and population growth; (ii) climate change, together with exploitation of marine resources,
resulting the decrease of marine products, thus drive the population to start and to cultivate the land for
improving their income. In the long run, land products from agriculture and farming sectors become
competitive commodities beside fisheries; (iii) the absence of zonation, strategic, and action plans on land
use and utilization control giving the consequences of unstructured, unplanned, and unsustainable land use
and utilization.

Keywords: small island, sustainable small island, DPSIR, small island spatial planning.

Intisari: Pengelolaan sumberdaya tanah di pulau kecil memiliki ciri khusus yang berbeda dengan pulau
induk, terkait karakteristik geografisnya. Selain itu, pulau kecil juga memiliki kerentanan terhadap
fenomena perubahan iklim. Masalembu, merupakan salah satu contoh dari ribuan pulau kecil berpenghuni
di Indonesia yang dapat mewakili gambaran dinamika pengelolaan dan pemanfaatan lahan di wilayah pulau
kecil. Penelitian ini menggunakan metode DPSIR (drivers, pressures, states, impacts, dan responses) untuk
menangkap gambaran dinamika tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika penggunaan dan
pemanfaatan lahan di Pulau Masalembu dapat dilihat sebagai berikut: (i) aktivitas penduduk atas tanah
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, perubahan iklim yang menyebabkan pasang surutnya
hasil perikanan laut, dan pertumbuhan penduduk baik yang terjadi karena kelahiran maupun migrasi; (ii)
perubahan iklim serta eksploitasi sumberdaya laut yang berlebihan sehingga tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan ekonomi masyarakat, menjadi faktor pendorong masyarakat untuk mulai memanfaatkan tanah
sebagai alternatif penghasilan, yang kemudian beralih menjadi komoditas unggulan, serta (iii) tidak adanya
rencana zonasi dan rencana strategis penggunaan dan pemanfaatan tanah membuat pola-pola penggunaan
dan pemanfaatannya menjadi tidak terstruktur dan terencana, serta tidak memenuhi prinsip sustainability.

Kata Kunci: pulau kecil, sustainable small island, DPSIR, tata ruang pulau kecil.

Naskah Diterima: 16 Maret 2018 Direview: 13 April 2018 Disetujui: 08 Mei 2018
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 103

A. Pendahuluan yang berat dalam mengelola pulau-pulau kecil


yang ada di wilayah NKRI untuk menjamin
Pulau kecil memiliki karakteristik
keberlangsungannya.
yang spesifik jika dibandingkan dengan
Dalam dunia internasional, tahun
wilayah daratan pada umumnya. Selain luas
1992, United Nations telah menetapkan 57
wilayahnya yang terbatas, pulau kecil juga
negara yang termasuk ke dalam Small Island
memiliki kerentanan yang disebabkan oleh
Developing States (SIDS), dan sejak tahun
kondisi geografisnya, baik dari segi biofisik
2015, SIDS merupakan salah satu bagian dari
maupun sosial-ekonomi (Abeyratne 1999;
agenda Sustainable Development Goals yang
Briguglio 1995; Velde, Green, Vanclooster
ditetapkan oleh UN. Meskipun Indonesia
& Clothier 2007). Pada umumnya, pulau
memiliki 16.056 pulau yang terdaftar dalam
kecil memiliki ketergantungan yang tinggi
daftar UN2, dimana sebagian besarnya
dengan wilayah daratan induknya baik
merupakan pulau kecil dan berpenghuni (data
dari segi ekonomi, sosial, dan pelayanan
terakhir yang diperoleh menyebutkan bahwa
kemasyarakatan seperti fasilitas kesehatan,
sebanyak 2.342 pulau kecil berpenghuni, dan
pendidikan, administrasi pemerintahan,
tersebar di 18 provinsi), Indonesia bukanlah
dan lain sebagainya (Huang 1997; Kerr 2005;
bagian dari SIDS. Dengan jumlah sebanyak
Sutton & Payne 1993). Selain itu, pulau kecil
tersebut, penataan dan pelembagaan
juga memiliki kerentanan terhadap bencana
wilayah pulau kecil menjadi penting untuk
alam dan perubahan iklim, baik yang bersifat
dilakukan, dan tidak hanya sebatas pada
lokal maupun global, yang akan berpengaruh
wilayah laut dan sumber daya lautan, tetapi
terhadap kelangsungan kehidupan ekosistem
juga sumberdaya daratan yang mereka miliki.
pada aras lokal. Perubahan iklim akan
Mengingat karakteristik geografis wilayah
berakibat pada naiknya air laut, intrusi air laut
NKRI yang merupakan wilayah kepulauan,
ke dalam air tanah yang akan mengganggu
sangatlah penting untuk mengafiliasi kondisi
stabilitas sumber air bersih bagi ekosistem,
khusus tersebut dalam melakukan penataan
termasuk pula berpengaruh pada ekosistem
pertanahan di wilayah khusus pulau-pulau
laut dan hasil tangkapan ikan yang merupakan
kecil.
sumber mata pencaharian bagi sebagian besar
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
penduduk pulau kecil. Selain itu, pulau kecil
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
juga memiliki kerentanan terhadap eksploitasi
Pulau-Pulau Kecil mendeskripsikan pulau
sumberdaya alam, baik daratan maupun
kecil sebagai wilayah pulau yang memiliki
lautan, yang akan berpengaruh terhadap
luas kurang dari atau sama dengan 2000
stabilitas ekosistem yang merupakan kunci
km2 beserta seluruh kesatuan ekosistemnya.
dari keberlangsungan sebuah pulau kecil.
Pengelolaan wilayah pulau kecil tersebut
Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia,
yang merupakan wilayah negara kepulauan,
memiliki 111 pulau kecil terluar yang menjadi yang digunakan sebagai batas penanda wilayah
penanda batas wilayah NKRI1, memiliki tugas NKRI.
2 Jumlah ini bertambah 2.590 pulau dari data
tahun 2012 sebanyak 13.466 pulau. Indonesia
1 Ditetapkan melalui Keppres Nomor 6 Tahun melakukan pendaftaran dan pendataan pulau
2017 tentang Penetapan Pulau Kecil Terluar. dalam konferensi ke-11 UNCSGN (United
Pada mulanya, melalui PP Nomor 38 Tahun Nations Conference on the Standardization of
2002 yang diubah dengan PP Nomor 37 Tahun Geographical Names), yang diadakan setiap 5
2008, Indonesia memiliki 92 pulau terluar tahun sekali.
104 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

dilakukan dalam bentuk penyusunan Rencana peternakan, kawasan ekonomi dan


Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau perdagangan, serta kawasan penyangga sebagai
Kecil (RSWP-3-K), Rencana Zonasi Wilayah buffer ekosistem untuk menjaga keberlanjutan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), daya dukung tanah di masa depan. Rencana
Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan alokasi tanah yang berkelanjutan serta dapat
Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3K), dan Rencana mengakomodasi kepen-tingan mitigasi dan
Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- adaptasi terhadap perubahan iklim sangat
Pulau Kecil (RAPWP-3K), yang berlaku penting untuk diterapkan. Di lain pihak,
selama 20 tahun dan ditinjau setiap 5 tahun sampai saat ini, belum disusun rencana
sekali. Dalam implementasinya, Undang- strategis, rencana zonasi, dan rencana aksi
Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengamanatkan peruntukan dan penggunaan tanah. Untuk
bahwa penyusunan RZWP-3-K merupakan tujuan tersebut, perlu dilakukan rencana
kewenangan pemerintah provinsi, termasuk identifikasi terhadap dinamika penggunaan
juga pengelolaan dan pengawasannya. dan pemanfaatan tanah di wilayah pulau
Meskipun begitu, implementasi di lapangan kecil, yang dapat dikategorisasikan baik secara
belum dapat berjalan dengan maksimal, ekonomi, sosial, maupun dalam konteks
terkendala oleh beberapa faktor baik kelestarian lingkungan hidup.
yang bersifat institusional kelembagaan, Untuk memudahkan sistematika berpikir
sumberdaya maupun peraturan. Di lain dalam melakukan analisis, dalam menelaah
pihak, tuntutan untuk melakukan pengaturan dinamika penggunaan tanah digunakan
terhadap pemanfaatan dan penggunaan tanah metode DPSIR yang dikembangkan oleh
yang mencakup prinsip sustainable baik secara European Environment Agency (EEA) dan
ekonomi, sosial maupun lingkungan sangat sudah luas digunakan untuk melakukan
perlu untuk segera dilakukan. analisis terkait lingkungan hidup dan daya
Tulisan ini bermaksud untuk menguraikan dukung lingkungan (Giupponi 2002). Metode
dinamika dan tantangan dalam pengaturan DPSIR dilakukan dengan menguraikan driving
penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah force (faktor penyebab), pressure (tekanan/
pulau kecil. Penelitian dilakukan dalam bentuk faktor pendorong/katalis yang mempercepat
studi kasus, dengan mengambil sampel di perubahan kondisi suatu keadaan), states
Pulau Masalembu, Kabupaten Sumenep, (kondisi awal), impact (dampak dari
Provinsi Jawa Timur. Fokus pembahasan perubahan tersebut), serta responses (respon
ditujukan pada keberagaman kondisi sosial dari stakeholder/subjek terkait terhadap
ekonomi masyarakat, kondisi fisik geografis, perubahan tersebut). Dengan menguraikan
serta bagaimana konfigurasi tersebut permasalahan dan kompleksitas penggunaan
berpengaruh terhadap pola-pola penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah Pulau
dan pemanfaatan tanah di wilayah tersebut. Masalembu ini, analisis terhadap dinamika
Seperti halnya pulau kecil lainnya, Pulau yang ada serta rekomendasi serta strategi
Masalembu memiliki beberapa masalah untuk menghadapinya dapat lebih mudah
terkait dengan terbatasnya kondisi geografis dirumuskan secara komprehensif dan
yang dimiliki. Dengan luas wilayah yang hanya sistematis.
sebesar 3,18 km2, Masalembu harus menyokong Secara visual, framework konseptual dari
kebutuhan atas tanah yang terbagi menjadi metode DPSIR ditunjukkan oleh Gambar 1
wilayah permukiman, pertanian/perkebunan, berikut.
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 105

Gambar 1. Skema Konseptual Model DPSIR (Smeeth & serta pusat aktivitas ekonomi bagi Kecamatan
Weterings, 1999)
Masalembu. Pulau ini dapat dicapai melalui 2
(dua) pelabuhan, yaitu dari Pelabuhan Tanjung
Perak di Surabaya dan Pelabuhan Kalianget
di Sumenep. Tiga kapal perintis yang dikelola
oleh Pelni melayani jalur pemberangkatan dari
dan ke Masalembu setiap 5 (lima) hari sekali,
yang sangat tergantung pada kondisi cuaca
Penggunaan metode DPSIR ini sangat
dan kondisi perairan di sekitar Masalembu.
bermanfaat dalam menentukan strategi
Dari kedua pelabuhan tersebut, Masalembu
penyelesaian masalah lingkungan, guna
dapat dicapai dengan 10 – 12 jam perjalanan,
mengambil keputusan berdasarkan hasil
tergantung pada kondisi cuaca. Lokasi wilayah
formulasi hubungan antara aktivitas manusia
penelitian Pulau Masalembu dapat dilihat pada
yang terdiri dari beberapa sektor dengan
Gambar 3 berikut.
lingkungan hidup, yang dipandang sebagai
sebuah rantai keterikatan (Giupponi 2002). Hal Gambar 3. Lokasi Penelitian.
tersebut digambarkan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Hubungan dan Keterkaitan antara Komponen


DPSIR dalam Pengambilan Keputusan untuk Berbagai
Permasatanah Lingkungan (Giupponi 2002)

Akses utama Masalembu adalah dengan


Surabaya dan Sumenep. Suplai bahan pokok
dan kebutuhan ekonomi lainnya dipasok
terutama dari Surabaya. Selain itu, hasil bumi
B. Dinamika Penggunaan dan dari Masalembu, seperti cengkih, pisang,
Pemanfaatan Tanah di Masalembu kelapa, dan ternak sapi dikirim keluar pulau
melalui Kalianget, Tanjung Perak, dan Batu
Licin, Kalimantan.
1. Sekilas tentang Masalembu
Seluruh penduduk Pulau Masalembu
Masalembu merupakan sebuah kecamatan
adalah para pendatang yang kebanyakan
yang termasuk dalam wilayah administratif
berasal dari pulau-pulau besar di sekitarnya,
Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.
seperti Jawa, Madura, Kalimantan, dan
Kecamatan Masalembu terdiri dari 3 (tiga) pulau,
Sulawesi. Tak heran jika Masalembu menonjol
yaitu Pulau Masalembu, Pulau Masakambing,
dengan kondisi multi-etnisnya. Terdapat
dan Pulau Karamian. Lokasi pulau tersebut
3 (tiga) etnis yang paling dominan yang
terletak di perairan Laut Jawa, di antara Pulau
menghuni pulau ini, yang semuanya terkenal
Kalimantan dan Sulawesi. Pulau Masalembu,
dengan budaya melaut dan merantau:
yang memiliki luas wilayah sebesar 3.18 km2,
Madura (dengan persentase 75% dari total
adalah yang paling besar di antara ketiga pulau
penduduk), Bugis (15%), dan Mandar (10%).
tersebut, dan merupakan pusat pemerintahan
106 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Sisanya adalah perantau dari Pulau Jawa, reklasifikasi dan generalisasi penggunaan tanah.
Sulawesi, dan sekitarnya. Mata pencaharian Pada peta yang ditunjukkan di Gambar
utama penduduk Masalembu adalah nelayan, 4 dapat dilihat bahwa penggunaan paling
meskipun saat ini sudah mulai bergeser pada dominan dari wilayah tersebut adalah untuk
perkebunan (kelapa, cabe jamu, dan cengkih). perkebunan, diikuti dengan permukiman.
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, Wilayah permukiman terutama terkonsentrasi
komoditas perkebunan serta peternakan di wilayah pesisir pantai di bagian selatan pulau,
menjadi ‘primadona baru’ bagi masyarakat yang juga merupakan pintu masuk menuju
Masalembu, ketika harga pasaran untuk Pulau Masalembu, dengan adanya dermaga
komoditas ini mulai bernilai ekonomi tinggi di tempat tersebut. Wilayah sekitar dermaga
di pasaran. Komoditas lain yang menonjol dari di pesisir selatan pulau juga merupakan pusat
Masalembu adalah sapi. Beternak sapi, bagi kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan dan
etnis Madura, selain memiliki nilai tambah fasilitas umum. Semakin ke tengah ke arah
ekonomi, juga merupakan bagian dari budaya utara, kontur tanah semakin tinggi. Wilayah
mereka sejak dulu. Sapi dari Pulau Masalembu tengah didominasi oleh pegunungan berbatu,
memiliki pasaran yang bagus dan dipasok dan merupakan kawasan dengan sumber air
secara rutin ke wilayah Kalimantan. Pada bersih bagi seluruh pulau. Penduduk dengan
tahun 2016, tercatat sejumlah 5000 ekor sapi etnis Madura, yang rata-rata selain bekerja
telah diperdagangkan ke luar pulau, terutama sebagai nelayan juga berdagang, menjadi
ke Kalimantan melalui pelabuhan Batu Licin. penghuni mayoritas daerah pesisir selatan.
Semakin ke tengah, suku Mandar dan Bugis,
2. Pemanfaatan Ruang di Pulau yang lebih banyak melakukan aktivitas
Masalembu berkebun, mendiami daerah di wilayah
Untuk mendeskripsikan pemanfaatan ruang pegunungan di bagian tengah pulau. Di wilayah
di Pulau Masalembu, dilakukan kategorisasi Masalembu, etnis tertentu biasanya menghuni
penggunaan tanah menjadi 4 (empat) kelas, yaitu wilayah tertentu pula, sehingga dapat kita
wilayah hutan, permukiman, padang rumput, jumpai beberapa perkampungan yang dinamai
dan perkebunan. Visualisasi penggunaan tanah berdasarkan mayoritas etnis yang ada di sana,
dapat dilihat pada Gambar 4. seperti Kampung Mandar, Kampung Bugis,
dan Kampung Raas.
Gambar 4. Peta Penggunaan Tanah di Pulau Masalembu Perkebunan di wilayah Masalembu
didominasi dengan komoditas kelapa, cengkih,
dan cabe jamu. Pada dekade tahun 1990 kelapa
dan cabe jamu menjadi komoditas utama
Masalembu. Selain bertani, masyarakat mulai
beralih ke perkebunan. Hutan dan tanah kosong
mulai dikonversi untuk menanam kelapa,
cabe jamu, dan cengkih. Dalam waktu yang
bersamaan, masyarakat juga mulai menyadari
arti penting tanah, dan tanah mulai memiliki
nilai ekonomi tinggi bagi mereka. Penduduk
mulai memandang tanah sebagai komoditas
Sumber: Peta RBI Skala 1:25.000 dengan dilakukan yang memiliki nilai investasi tinggi, dan jual
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 107

beli tanah, yang dulu belum marak, mulai sapi di Masalembu. Beternak sapi bagi suku
terjadi. Investasi tanah ini terutama dilakukan Madura merupakan bagian dari budaya
untuk melakukan ekspansi kebun kelapa, di mereka, karena selain memiliki nilai ekonomi
samping pula sebagai padang penggembalaan juga merupakan lambang status sosial. Sapi
ternak dan sumber pakan ternak sapi. Masalembu dianggap memiliki kualitas yang
Meskipun sektor perkebunan dilakukan bagus, sehingga para pedagang berani membeli
secara intensif di wilayah Masalembu, dengan harga tinggi, dan para peternak
pengelolaan perkebunan masih dilakukan memperoleh keuntungan yang tinggi pula. Hal
secara tradisional. Masyarakat Masalembu, ini kemudian menjadi daya tarik ekonomi bagi
yang memiliki latar belakang nelayan dan penduduk Masalembu lainnya, sehingga sapi
kurang memiliki pengalaman dalam bercocok kemudian mulai diternakkan secara intensif di
tanam dan mengelola pertanian secara Masalembu. Ditambah dengan menurunnya
otodidak. Tidak adanya pendampingan dari kualitas dan kuantitas hasil perkebunan, serta
pemerintahdalam hal perkebunandan bercocok menurunnya harga komoditas perkebunan di
tanam sehingga pola pengelolaan tanah pasaran, masyarakat mulai mengembangkan
mereka cenderung over eksploitatif, dengan ternak sapi. Tidak hanya suku Madura, tapi
mengoptimalkan penggunaan pupuk dan penduduk dari etnis lain juga mulai beternak
bahan kimia lainnya yang dapat memberikan sapi.
hasil panen dalam kuantitas yang banyak. Di Pulau Masalembu juga banyak ditemui
Sebagai konsekuensinya, terjadi degenerasi padang penggembalaan sebagai tempat
kualitas tanah yang berdampak langsung pada bagi penduduk untuk menggembalakan
menurunnya kualitas dan kuantitas tanaman ternaknya seperti sapi dan kambing. Padang
perkebunan yang sudah dirasakan oleh penggembalaan ini sebenarnya adalah tanah
masyarakat sejak 5 tahun terakhir. Kualitas pemerintah, yang dulu direncanakan untuk
dan kuantitas panen seperti kelapa, cabe jamu, pembangunan bandara. Karena pembangunan
dan pisang menurun, ditambah pula dengan bandara tersebut tertunda, akhirnya padang
adanya hama yang menyebabkan panenan tersebut menjadi tanah terlantar yang
tidak sebagus dulu, yang menyebabkan ditumbuhi oleh rumput.
menurunnya pendapatan para petani dari Semakin intensifnya kegiatan perkebunan
sektor perkebunan. Penggunaan bahan kimia dan peternakan di Masalembu, selain
yang berlebihan tersebut, selain menyebabkan dipengaruhi oleh pasar yang menjanjikan,
chemical pollution yang akan berpengaruh juga dikarenakan karena banyak masyarakat
terhadap kualitas tanah, dikhawatirkan juga yang tidak dapat lagi menggantungkan
akan menyebabkan pencemaran air tanah. Hal mata pencaharian mereka semata dari
ini dapat berdampak serius mengingat bahwa sektor nelayan. Masyarakat Masalembu
air tanah merupakan satu-satunya sumber air menyebutkan bahwa hasil tangkapan ikan
bersih yang digunakan oleh penduduk pulau sekarang menurun banyak jika dibandingkan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. tahun-tahun sebelumnya, sebagai akibat dari
Pola pertanian di Masalembu juga eksploitasi penangkapan ikan yang dilakukan
memiliki keunikan tersendiri, terkait dengan oleh kapal-kapal besar dan pola penangkapan
aktivitas beternak sapi yang merupakan yang tidak memenuhi kaidah sustainability.
bagian dari sistem sosial mereka. Pada Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan
mulanya, hanya etnis Madura yang beternak cuaca yang tak menentu di perairan pulau
108 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Jawa, yang menyebabkan musim tangkapan pada kebutuhan masa depan.


ikan juga berubah. Para nelayan Masalembu,
yang kebanyakan adalah nelayan tradisional, 3. Pengaruh Pemanfaatan Ruang terhadap
merasakan bahwa sektor nelayan tidak dapat Dinamika Penggunaan Tanah
dijadikan sebagai sumber mata pencaharian Untuk dapat memahami secara lebih
utama bagi mereka. jelas tentang dinamika penggunaan tanah
Dalam deskripsi pola pemanfaatan tanah yang terjadi di Pulau Masalembu, digunakan
di wilayah Masalembu tersebut, dapat dilihat metode DPSIR. Metode ini merupakan
bahwa penggunaan tanah paling dominan merupakan metode yang umum digunakan
adalah untuk perkebunan, pertanian, dalam melakukan evaluasi lingkungan
peternakan dan permukiman (perumahan, hidup, dan dikembangkan oleh European
perdagangan, pusat layanan masyarakat/ Environmental Agency (EEA), European Union
fasilitas umum maupun untuk keperluan (EU) dan European Commission (EC) pada
industri). Sektor permukiman dan aktivitas tahun 1999 (Jago-on et.al. 2009; Lin, Xue & Lu
ekonomi terutama berpusat di sekitar 2007). Metode ini merupakan pengembangan
dermaga di wilayah selatan pulau, sementara dari metode PSR (Pressure-Status-Response)
perkebunan dan pertanian terutama terletak yang dikembangkan oleh Organization for
di wilayah tengah. Pemerintah setempat Economic Cooperation and Development
maupun warga masyarakat sebenarnya sudah (OECD) pada tahun 1993, dan diadopsi oleh
mulai menyadari adanya ancaman konflik EEA menjadi DPSIR (driver-pressure-status-
kepentingan spasial terkait dengan penggunaan impact-response). Metode DPSIR telah
dan pemanfaatan tanah. Masyarakat juga banyak digunakan untuk melakukan analisis
sudah menyadari adanya ancaman degradasi terhadap berbagai macam permasalahan
kualitas tanah yang dapat mengurangi daya lingkungan, karena dianggap dapat dijadikan
dukung tanah terutama yang dirasakan oleh sebagai framework yang lebih komprehensif
sektor pertanian dan perkebunan. Meskipun dalam melakukan analisis terhadap hubungan
begitu, sampai saat ini belum ada pengaturan sebab-akibat (driver-D dan impact-I) terhadap
tertentu terkait zonasi penggunaan tanah di berbagai macam permasalahan lingkungan.
wilayah Masalembu, termasuk juga peraturan Dalam metode ini, permasalahan lingkungan
terkait penggunaan pemanfaatan tanah yang ditempatkan sebagai variabel untuk
bersifat sustainable. Sistem masyarakat juga menunjukkan sebab-akibat dan hubungannya
tidak memiliki pengaturan ataupun kebijakan dengan aktivitas manusia yang menyebabkan
yang bersifat lokalitas (kearifan lokal) terkait tekanan (pressure-P) kepada lingkungan,
dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah. perubahan atas kondisi awal (state-S) dan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga belum respon lingkungan atas perubahan tersebut
memiliki rencana aksi maupun rencana (response-R) (Jago-on et al. 2009).
zonasi terkait penggunaan pemanfaatan tanah Dalam contoh Pulau Masalembu, pola
di wilayah Masalembu. Selain itu, kontrol penggunaan tanah yang ada saat ini sangat
terhadap penggunaan dan pemanfaatan berpengaruhterahadapdinamikadanperubahan
tanah dalam melakukan pengelolaan dan yang ada. Dengan memahami secara lebih
pemanfaatan tanah, masyarakat masih mendalam mengenai drivers, pressures, states,
berpegang kepada memperoleh keuntungan impacts dan responses, kita akan dapat lebih
ekonomi sebesar-besarnya, tanpa berorientasi memahami bagaimana dinamika penggunaan
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 109

tanah di pulau kecil, khususnya Masalembu. (pertumbuhan penduduk alami), memberikan


Analisis ini akan sangat berguna untuk konsekuensi terhadap kebutuhan tanah
digunakan sebagai bahan dalam pengambilan yang semakin luas. Tidak hanya digunakan
rumusan kebijakan pengembangan Rencana sebagai wilayah permukiman, tetapi juga
Strategis, Rencana Zonasi, dan Rencana Aksi untuk pengembangan wilayah untuk kegiatan
bagi penataan penggunaan dan peruntukan ekonomi, seperti pasar, lokasi industri, pusat
tanah di wilayah pulau kecil. Analisis DPSIR pelayanan masyarakat dan fasilitas umum,
untuk penggunaan tanah Pulau Masalembu sektor jasa dan lain sebagainya.
dapat dilihat pada Gambar 5. Selain itu, pertumbuhan ekonomi
secara global juga berpengaruh terhadap
Gambar 5. Analisis DPSIR untuk Dinamika Penggunaan
dan Pemanfaatan Tanah di Wilayah Pulau Masalembu meningkatnya aktivitas ekonomi di
Masalembu, dan berlangsung secara
simultan dengan pertumbuhan penduduk.
Bertambahnya penduduk akan semakin
menarik para pendatang untuk bermigrasi ke
Pulau Masalembu dan membuka lapangan
kerja di sana sebagai pedagang, buruh, maupun
pegawai. Selain itu, migrasi musiman yang
terjadi saat musim tangkap ikan juga berperan
serta dalam meningkatnya aktivitas ekonomi
di Masalembu. Pada saat musim tangkap
ikan yang biasanya pada bulan April sampai
Desember (dengan puncak penangkapan
pada bulan Agustus – Oktober), para nelayan
musiman (pocokan) yang kebanyakan
berasal dari Sulawesi, Lamongan, Gresik, dan
sekitarnya berdatangan ke Masalembu dan
bekerja sebagai buruh nelayan pada kapal
penangkapan ikan.

Pressure (tekanan)
Drivers (faktor pendorong) Definisi mengenai pressures (tekanan)
Drivers (faktor pendorong) merupakan dalam analisis ini adalah segala aktivitas
suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya manusia yang memberikan tekanan ataupun
perubahan, biasanya berupa pertumbuhan mempercepat terjadinya perubahan terhadap
ekonomi dan sosial yang bersifat global kondisi awal lingkungan (Giupponi 2002).
(Giupponi 2002; Jago-on et al. 2009). Faktor Semakin berjalannya waktu, masyarakat
utama yang berperan sebagai drivers dalam semakin merasakan bahwa menangkap ikan
pola penggunaan dan pemanfaatan tanah yang (sektor nelayan) tidak dapat memenuhi
ada saat ini adalah pertumbuhan penduduk kebutuhan hidup mereka. Selain karena hasil
dan pertumbuhan ekonomi. tangkapan yang menurun (akibat eksploitasi
Pertumbuhan penduduk, baik yang sumberdaya laut yang tidak memperhitungkan
berasal dari faktor migrasi maupun kelahiran keberlangsungan di masa datang), cuaca
110 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

ekstrem juga sering menyebabkan masyarakat dan peternakan mereka. Penggunaan pupuk
Masalembu tidak dapat turun untuk melaut. artifisial dan pestisida yang berlebihan, tidak
Hal ini kemudian mulai mendorong masyarakat adanya sistem pergiliran tanaman, tidak adanya
Masalembu untuk bertani/berkebun. sistem perkebunan dan peternakan komunal,
Sejalan dengan hal tersebut, peternakan irigasi yang baik, cadangan pakan yang
di Masalembu juga semakin berkembang. memadai dan lain sebagainya, menyebabkan
Seperti halnya sektor perkebunan, peternakan perkebunan dan peternakan di Masalembu
(sapi) juga memberikan keuntungan yang mengalami penurunan baik dalam bentuk
menjanjikan bagi masyarakat. Berkembangnya kuantitas maupun kualitas. Hal ini berdampak
ternak sapi ini setidaknya memberikan 3 dengan menurunnya pendapatan masyarakat
(tiga) konsekuensi dalam penggunaan dan dalam sektor ini, yang malah semakin memicu
pemanfaatan tanah, yaitu (1) penyediaan tempat masyarakat untuk semakin mengeksploitasi
untuk pemeliharaan sapi yang memenuhi tanah mereka secara lebih intensif dan tidak
persyaratan lingkungan dan kesehatan (2) terukur.
penyediaan pakan yang membutuhkan tanah,
dan (3) pengelolaan limbah peternakan. Ketiga State (perubahan atas keadaan awal)
hal ini kemudian yang berpengaruh terhadap Dalam analisis DPSIR, state didefinisikan
pemanfaatan tanah yang digunakan untuk sebagai kualitas lingkungan seperti air,
mendukung peternakan di Masalembu. tanah, udara, dan lain sebagainya. State
Dalam ekosistem pulau kecil yang merupakan konsekuensi dari pressures yang
memiliki keterbatasan ketersediaan mendorong manusia untuk melakukan
tanah, rencana pengembangan dan zonasi kegiatan yang berdampak pada berubahnya
pemanfaatan tanah sangatlah penting untuk kualitas lingkungan untuk memenuhi
mencapai pembangunan dan pengelolaan kebutuhan (Giupponi 2002). Dalam kasus
yang berkelanjutan. Meskipun begitu, Masalembu, akibat dari naiknya tekanan
Masalembu, dan juga banyak pulau kecil ekonomi akibat menurunnya harga komoditas
berpenghuni lainnya, belum memiliki perkebunan serta kualitas dan kuantitasnya,
rencana pengembangan tersebut. Selain itu, serta menurunnya hasil tangkapan ikan,
sistem masyarakat sendiri belum memiliki masyarakat kemudian mulai beralih untuk
nilai ataupun norma yang berkaitan dengan memanfaatkan sumber daya tanah sebagai
pemanfaatan dan pelestarian lingkungan sumber mata pencaharian. Perkebunan dan
pulau yang dapat menjamin keberlangsungan peternakan mulai dikembangkan secara
ekosistem dan daya dukung lingkungan. masif dan intensif. Ditambah dengan mulai
Demikian juga dalam pengelolaan perkebunan, meningkatnya harga pasaran komoditas
pertanian, dan peternakan dilaksanakan secara perkebunan dan peternakan, masyarakat
otodidak oleh masyarakat yang sebagian besar mulai bergeser untuk menjadikan kedua hal
tidak memiliki pengalaman dalam pengolahan tersebut sebagai mata pencaharian utama yang
tanah. Dengan tidak adanya pendampingan lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan
dari pemerintah ataupun pendidikan yang perikanan. Hal ini juga mendorong masyarakat
memadai tentang sistem perkebunan yang untuk berinvestasi dalam bentuk tanah,
sustainable, masyarakat tidak mengindahkan yang berimbas pada naiknya nilai tanah di
keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup masyarakat. Dengan tidak adanya pengaturan
saat melakukan pengelolaan perkebunan zonasi pemanfaatan dan penggunaan tanah
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 111

di wilayah Masalembu, masyarakat tidak dalam rencana zonasi, rencana strategis dan
memiliki perencanaan maupun pengaturan rencana aksi perubahan penggunaan tanah
dalam mengelola sumberdaya tanah. Ditambah menjadikan Masalembu tidak memiliki
pula dengan tidak adanya latar belakang mekanisme kontrol dalam manajemen
agraris dalam kultur nelayan, masyarakat sumberdaya, baik darat maupun laut. Hal ini
cenderung melakukan pengelolaan tanah berimbas kepada pemanfaatan tanah yang
secara eksploitatif dan tidak memperhatikan tidak terkontrol, dan berorientasi semata pada
keberlanjutan secara sustainable. kepentingan ekonomi.
Meningkatnya komoditas perkebunan juga
berimbas pada meningkatnya penggunaan Impact (dampak yang terjadi)
pupuk dan pestisida untuk meningkatkan Pertumbuhan ekonomi, yang diikuti oleh
hasil kebun. Akan tetapi, dengan tidak adanya menurunnya harga komoditas di beberapa
kontrol penggunaan bahan kimia dalam sektor perkebunan di Masalembu berdampak
dosis dan takaran yang tepat, hal ini justru pada semakin intensifnya praktek eksploitasi
menyebabkan masyarakat menggunakannya tanah di wilayah tersebut. Lebih lanjut, hal ini
secara berlebihan. Dalam jangka waktu memberikan dampak pada merosotnya daya
pendek, hal ini terlihat mampu meningkatkan dukung tanah di wilayah serta meningkatnya
kualitas dan kuantitas hasil perkebunan. kebutuhan masyarakat atas tanah untuk
Akan tetapi, dalam jangka waktu panjang, hal melakukan ekspansi perkebunan dan
ini menyebabkan kualitas dan daya dukung peternakan. Hal ini menimbulkan dampak
tanah yang menurun akibat adanya polusi pada semakin menurunnya kualitas dan
tanah, yang justru menyebabkan hasil panen kuantitas hasil pertanian dan perkebunan.
menurun. Lebih lanjut, hal ini dapat pula berakibat
Di sektor peternakan, masyarakat juga terhadap ancaman terhadap menurunnya
mulai secara intensif mengembangkan ternak kualitas air tanah yang terjadi karena polusi
sapi yang berdampak kepada penggunaan tanah bahan kimia dari limbah perkebunan dan
untuk rumput. Di Masalembu, selain berkebun, peternakan. Dalam jangka panjang, hal ini
umum dijumpai masyarakat membudidayakan akan berakibat kepada kualitas ekosistem
rumput untuk pakan ternak yang dilakukan pulau kecil yang memiliki keterbatasan sumber
dengan intensif. Penggunaan pupuk kimia daya alam dan memerlukan pengelolaan secara
untuk meningkatkan produksi rumput sangat berkelanjutan.
umum dijumpai. Selain itu, masyarakat juga
menanam tanaman pertanian seperti kacang, Responses (respon terhadap dampak).
kedelai, dan jagung yang tujuan utamanya Dalam analisis DPSIR, respon merupakan
adalah digunakan sebagai pakan ternak. usaha yang dilakukan oleh masyarakat (baik
Tidak adanya pembinaan dari Pemerintah masyarakat lokal maupun pemerintah/
terkait pengelolaan pertanian, perkebunan, pembuat kebijakan) dalam menyelesaikan
dan peternakan yang berkelanjutan semakin permasalahan seperti yang terdeskripsikan
mendorong masyarakat untuk melakukan dalam keempat komponen lain. Responses
eksploitasi sumberdaya tanah secala lebih dapat berupa peninjauan kebijakan maupun
lanjut. planning action yang bertujuan untuk
Selain itu, tidak adanya perencanaan dan menyelesaikan permasalahan lingkungan
pengaturan dari Pemerintah yang tertuang (Giupponi, 2002). Dalam kasus Masalembu,
112 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

beberapa responses dapat didefinisikan sebagai sebagai wilayah yang biasanya terpencil,
berikut: maka penting dipertimbangkan untuk
(i) Penyusunan Rencana Zonasi, Rencana mendesain suatu mekanisme monitoring
Strategis, Rencana Aksi Pengelolaan dan evaluasi yang berbasis partisipatif.
Penggunaan Pemanfaatan Tanah. (ii) Penyuluhan dan pembinaan kepada
Perencanaan penggunaan dan penduduk lokal terkait sustainable farming
pemanfaatan tanah merupakan hal practice.
mendasar dalam melakukan pengelolaan Tidak adanya pengetahuan yang memadai
wilayah pulau kecil yang berkelanjutan. tentang praktik sustainable farming,
Dengan adanya rencana zonasi, rencana yang salah satunya disebabkan karena
strategis, dan rencana aksi tersebut, lemahnya kultur agraris bagi masyarakat
satuan wilayah pulau kecil dapat dikelola pulau kecil merupakan salah satu
secara efektif dan efisien berdasarkan faktor pendorong yang menyebabkan
prinsip sustainable, baik dari segi eksploitasi sumberdaya daratan berjalan
ekonomi, sosial maupun lingkungan. secara terus menerus. Oleh karena itu,
Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, pembekalan dan pendampingan terhadap
serta ciri dan kondisi fisik geografis yang praktek pertanian dan peternakan yang
spesifik merupakan pertimbangan penting berkelanjutan sangat penting dilakukan
dalam penyusunan dokumen-dokumen oleh pemerintah. Dengan hal ini,
tersebut. Selain itu, faktor eksternal diharapkan bahwa masyarakat dapat
seperti kemampuan adaptasi dan mitigasi meningkatkan taraf hidup mereka melalui
terhadap perubahan iklim dan pemanasan aktivitas ekonomi di bidang perkebunan,
global juga merupakan salah satu faktor pertanian, dan peternakan dengan
penting yang perlu dipertimbangkan. tidak melakukan aktivitas yang bersifat
Dalam penyusunan dokumen perencanaan eksploitatif terhadap sumber daya alam.
tersebut, sangat penting untuk (iii) Peningkatan ekonomi masyarakat melalui
mempertimbangkan hasil identifikasi peningkatan nilai produk perkebunan
dan analisis terhadap drivers, pressures, dan peternakan melalui diversifikasi hasil
impacts dan states dalam analisis DPSIR pertanian.
yang telah diuraiakan di atas. Hal ini Salah satu permasalahan yang dihadapi
penting dilakukan supaya perumusan oleh masyarakat Masalembu adalah
solusi melalui kebijakan dan action tidak adanya teknologi post-processing
planning dapat mempertimbangkan secara untuk hasil perkebunan, peternakan,
komprehensif hubungan antara aktivitas pertanian, maupun perikanan. Masyarakat
manusia, faktor yang mendasarinya, serta menjual hasil produksi mereka dalam
dampaknya terhadap lingkungan hidup. bentuk mentah, serta tidak ada teknologi
Selain perencanaan yang tertuang dalam penyimpanan untuk mengantisipasi ketika
dokumen rencana strategis, rencana hasil panen melimpah maupun ketika terjadi
aksi dan rencana zonasi tersebut, yang musim paceklik. Dengan lokasi geografis
tidak kalah penting untuk diperhatikan yang terpencil dan hanya mengandalkan
juga adalah masalah monitoring dan transportasi laut untuk dapat menjual
evaluasi pelaksanaannya. Mengingat hasil produksi ke luar daerah, kelimpahan
bahwa pulau kecil memiliki karakteristik maupun kekurangan hasil panen merupakan
Sukmo Pinuji, Muh Arif Suhattanto, Tjahjo Arianto, Dinamika dan Tantangan ... 104-116 113

masalah yang hampir selalu dihadapi oleh dengan menurunnya kualitas dan kuantitas
masyarakat Masalembu. hasil pertanian. Dalam menentukan strategi
(iv) Partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi pengaturan penggunaan dan pemanfaatan
dalam mengelola ekosistem pulau kecil tanah, perlu juga dilakukan revitasilasi fungsi
yang berkelanjutan. dan daya dukung tanah supaya mampu
Partisipasi masyarakat memegang memenuhi kebutuhan penduduk pulau.
peranan penting dalam pengelolaan pulau Metode DPSIR, yang secara komprehensif
kecil. Dengan meningkatkan awareness menguraikan hubungan sebab – akibat antara
masyarakat dalam pengelolaan dan aktivitas manusia dan pengaruhnya terhadap
pemanfaatan sumberdaya. Didukung lingkungan, dapat digunakan sebagai alat
dengan adanya peraturan mengenai dalam merumuskan kebijakan dan strategi.
rencana zonasi, rencana aksi, dan rencana Analisis DPSIR terhadap pola penggunaan
strategis pengelolaan dan pemanfaatan dan pemanfaatan tanah di wilayah Masalembu
wilayah, partisipasi masyarakat dapat menunjukkan beberapa hal berikut: (i)
dijadikan sebagai sarana monitoring bahwa aktivitas penduduk atas tanah sangat
dan evaluasi dalam implementasinya. dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,
Pada praktiknya, pendampingan dari perubahan iklim yang menyebabkan pasang
pemerintah memiliki peranan penting, surutnya hasil perikanan laut dan pertumbuhan
dan partisipasi publik menjadi salah satu penduduk baik yang terjadi karena kelahiran
kunci utama dalam keberhasilan program maupun migrasi; (ii) perubahan iklim yang
tersebut. menyebabkan pasang surut air laut yang
tidak menentu, serta eksploitasi sumberdaya
C. Kesimpulan laut yang berlebihan dan menyebabkan hasil
Pengelolaan pulau kecil membutuhkan laut tidak lagi mencukupi untuk memenuhi
beberapa strategi khusus berkaitan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat, menjadi
kharakteristik dan kekhususan yang faktor pendorong masyarakat untuk mulai
dimilikinya. Oleh karena itu, perencanaan memanfaatkan tanah sebagai alternatif
penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya, penghasilan, dan (iii) tidak adanya rencana
termasuk pula sumberdaya tanah, zonasi dan rencana strategis penggunaan dan
memegang peranan penting dalam menjaga pemanfaatan tanah yang membuat pola-pola
keberlangsungan ekosistem pulau kecil yang penggunaan pemanfaatan tanah menjadi
mampu memenuhi kebutuhan penduduknya, tidak terstruktur dan terencana, serta tidak
baik bagi kebutuhan generasi saat ini maupun memenuhi prinsip sustainability.
generasi mendatang. Dalam kasus Masalembu, Sebagai kesimpulan, pengelolaan pulau
tiadanya dokumen rencana aksi, rencana kecil memerlukan strategi komprehensif yang
strategis dan rencana zonasi penggunaan merupakan akumulasi dari action Pemerintah
pemanfaatan tanah menyebabkan penggunaan dalam bentuk rencana zonasi, strategi dan
tanah yang tidak terencana dan terukur. rencana aksi, partisipasi masyarakat dalam
Eksploitasi tanah sudah terjadi, dan saat ini melakukan praktik pengelolaan dan pemanfaatan
tanah di Masalembu sudah mulai mengalami yang memenuhi kaidah sustainable development,
penurunan daya dukung, yang ditandai serta kemampuan dalam beradaptasi dan
114 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

mitigasi terhadap perubahan iklim. in Asian cities’, Science of the total


environment, 407(9), 3089-3104.
Daftar Pustaka Kerr, S. A 2005, ‘What is small island sustainable
Abeyratne, R. I 1999, ‘Management of the development about?’, Ocean & Coastal
environmental impact of tourism and Management, 48(7), 503-524.
air transport on small island developing Lin, T., Xue, X.-Z., & Lu, C.-Y 2007, ‘Analysis
states’, Journal of Air Transport of coastal wetland changes using the
Management, 5 (1). “DPSIR” model: a case study in Xiamen,
Briguglio, L 1995, ‘Small island developing states China’, Coastal Management, 35(2-3),
and their economic vulnerabilities’, 289-303.
World Development, 23 (9), 1615-1632. Smeets, E., & Weterings, R 1999, Environmental
Giupponi, C 2002, From the DPSIR reporting indicators: Typology and overview,
framework to a system for a dynamic European Environment Agency
and integrated decision making process. Copenhagen.
Paper presented at the MULINO Sutton, P., & Payne, A 1993, Lilliput under
International Conference on “Policies threat: the security problems of small
and tools for sustainable water island and enclave developing states.
management in the EU. Venice, Italy. Political Studies, 41(4), 579-593.
Huang, J. C. K 1997, ‘Climate change and Velde, M., Green, S., Vanclooster, M., & Clothier,
integrated coastal management: a B 2007, ‘Sustainable development
challenge for small island nations’. in small island developing states:
Ocean & Coastal Management, 37 (1), Agricultural intensification, economic
95-107. doi: http://dx.doi.org/10.1016/ development, and freshwater resources
S0964-5691 (97)00042-2 management on the coral atoll of
Jago-on, K. A. B., Kaneko, S., Fujikura, R., Tongatapu’, Ecological Economics,
Fujiwara, A., Imai, T., Matsumoto, T., 61(2), 456-468.
. . . Lee, B 2009, ‘Urbanization and
subsurface environmental issues: an
attempt at DPSIR model application

You might also like