Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 45

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM RESPIRASI: TB PARU

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal bedah 1
Dosen Pengampu: Ns. H. Asep Solihat, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Asep Ramdan k
2. Ayesha Nilam P
3. Dela Rijkiaji
4. M. Syahrul K

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN INDONESIA (STKINDO)

WIRAUTAMA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW beserta para
sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupan akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Asuhan keperawatan pada system respiratori: TB paru.” Tidak lupa
juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. H. Asep Solihat, S.Kep., M.Kep. selaku
dosen pengampu Keperawatan Medikal Bedah I yang telah memberikam tugas ini sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa
menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Cianjur, 04 September 2023

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3

A. Latar Belakang................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5

A. Pengertian TB Paru...........................................................................................................5

B. Etiologi TB paru...............................................................................................................5

C. Patofisiologi Klinik..........................................................................................................7

D. Pencegahaan TB paru.......................................................................................................8

E. Pemeriksaan penunjang.....................................................................................................8

F. Penatalaksanaan.................................................................................................................9

G. Terapi medik....................................................................................................................10

H. WOC/Partway keperawatan TB paru...............................................................................11

I. Asuhan Keperawatan.......................................................................................................12

BAB III PENUTUP..................................................................................................................43

A. Kesimpulanan................................................................................................................43

B. Saran..............................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi dan
berpotensi serius terutama pada organ paru-paru. Penyakit ini menjadi 1 dari 10
penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Infeksi penyakit tuberkulosis
mulai meningkat pada tahun 1985, sebagian karena munculnya HIV, virus penyebab
AIDS. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga penderitanya
tidak dapat melawan kuman TBC. Bakteri penyebab TBC menyebar dari orang ke
orang melalui droplet yang dilepaskan ke udara melalui batuk dan bersin. Di
Indonesia sendiri, kasus TBC terbilang cukup tinggi. Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) mencatat pada tahun 2020 terdapat 351.936 kasus tuberkulosis yang
mana sebagian besar penderitanya berusia produktif.
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian
akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang
9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia
dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-
turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah ini sebagai


berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan TB paru ?
2. Bagaimana etiologi pada TB paru ?
3. Bagaimana manifestasi klinik pada TB paru ?
4. Bagaimana patofisiologi klinik pada TB paru ?
5. Bagaimana pencegahan TB paru ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada TB paru ?
a. Labolatorium
b. Radiologi
c. Diagnostic lainnya
7. Bagaimana penatalaksanaan pada TB paru ?
8. Bagaimana cara terapi medis pada TB paru ?
9. Bagaimana WOC/Patway keperawatan pada TB paru ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada sistem respirasi dengan TB paru ?
a. Pengkajian
b. Analisis Data
c. Diagnosis Keperawatan
d. Intervensi Keperawatan
e. Implementasi Keperawatan
f. Evaluasi Keperawatan

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I, menambah wawasan, dan memperluas pengetahuan serta mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan TB paru di kalangan masyarakat maupun di
fasilitas kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam paru-paru
dan mengakibatkan pengidapnya mengalami sesak napas disertai batuk kronis. TB
paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri, 2009).
Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan tuberculosis (TB) sebagai suatu
infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru dengan gejala yang sangat bervariasi.

B. Etiologi TB paru
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam usus sapi yang menderita mastitis tuberculosis
usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) dan diudara yang berasal
dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
(Wim de jong)
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini
dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun-tahun. (Patrick Davey)
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada system pernapasan yang vital. Basil
mikobakterium masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas sampai alveoli
dan terjadilah infeksi primer. Kemudian, dikelenjar getah bening terjadilah primer
komplek yang disebut tuberculosis primer.
Dalam sebagian kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami
penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium pada usia 1-3 tahun. Sedangkan, Post primer
tuberculosis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh
penularan ulang.
C. Manifesti Klinis/Tanda dan gejala
Deteksi dan diagnosis TB dicapai melalui temuan pemeriksaan subjektif dan
hasil pengujian objektif. Diagnosis sulit karena TB menyerupai banyak penyakit lain
dan dapat terjadi bersama dengan penyakit paru lainnya. Perawat dan penyedia
layanan kesehatan lainnya harus memiliki kecurigaan tingkat tinggi pada klien dengan
risiko-tinggi TB.
Riwayat klien meliputi pengkajian kemungkinan paparan baru atau lama
terhadap TB dan juga pekerjaan klien, aktivitas harian klien, dan perjalanan atau
riwayat tinggal dinegara denga insiden TB yang tinggi. Riwayat paparan TB sangat
penting, tetapi sebagian besar klien tidak menyadari paparan ini. Disarankan untuk
menentukan apakah klien pernah diperiksa TB sebelumnya dan mendapatkan hasil
pemeriksaan tersebut. Temuan yang khas untuk TB paru dapat dilihat sebagai berikut :
Gejala Paru

a. Dispnea
b. Batuk nonproduktif atau produktif
c. Hemoptisis
d. Nyeri dada yang berupa pleuritic atau nyeri dada tumpul
e. Sesak dada
f. Crackles dapat ditemukan pada auskultasi

Gejala Umum

a. Rasa lelah
b. Anoreksia (Hilang nafsu makan)
c. Kehilangan berat badan
d. Demam rendah diikuti menggigil dan berkeringat (sering pada malam hari)

Berikut ada beberapa tanda dan gejala lain :

a. Sistemik : Malaise, anoreksia, berat badan menurun dan keluar keringat malam.
b. Akut : Demam tinggi seperti flu dan menggigil.
c. Milier : Demam akut, sesak nafas, dan sianosis atau kulit kuning.
d. Respiratorik : Batuk lama lebih dari 2 minggu, sputum yang mucoid, atau
mukopurulen, nyeri dada, batuk darah,
D. Patofisiologi Klinik

1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri tb dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhapad bakteri tb. Penularan Tuberkulosis Paru terjadi karena
kuman yang dibatukkan atau dibersinkan keluar dalam bentuk droplet nuclei.
Inhalasi Mycobacterium tuberculosis ke organ paru terjadi fagositosis oleh
makrofag alveolus paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan
sekretnya.
2. Tuberkulosis Sekunder
Tuberkulosis sekunder terjadi apabila daya tahan tubuh menurun, pecandu
alcohol, silicosis dan pada penderita diabetes mellitus dan AIDS.
Patofisiologi TB paru
Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan, pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi melalui udara yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel dari orang
terinfeksi. Basil tubekel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas
1-3 gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung vertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan peyakit. Setelah berada dalam
alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak memfagosit bakteri ditempat ini, namun tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal
atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu,
sehingga membentuk sel epiteloit yang dikelilingi foist. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10-20 jam.

E. Pencegahaan TB paru
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tb paru BTA+
2. Masschest Ex-ray, yaitu pemeriksaan masal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya karyawan rumah sakit atau puskesmas atau balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan dan siswa-siswi pesantren.
3. Vaksinasi BCG, yaitu reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi BCG
langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah
penyuntikan.
4. Kemoprokfilaksis, yaitu dengan menggunakan INH 5mg/kg bb selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis pad masyarakat
ditingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau LSM.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi


melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies miko bacterium yang satu
dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT (obat anti tuberculosis) dan
percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen miko
bacterium.
Labolatorium darah rutin: LED (laju endap darah) normal / meningkat,
limfositosis
2. Pemeriksaan radiology: rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB:
- Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment apical lobus bawah
- Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan millie
3. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat di
diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.

G. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan terapi: asupan nutrisi adekuat / mencukupi


b. Kemoterapi yang mencakup pemberian:
1) Isoniazid (INH) sebagai bakterisideial terhadap baksil yang tumbuh aktif. Obat
ini diberikan selama 18-24 bulan dan dengan dosis 10-20mg/kg berat
badan/hari melalui oral.
2) Kombinasi antara NH, rifampicin, dan pyrazinamide yang diberikan selama 6
bulan.
3) Obat tambahan, antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan
ethambutol.
4) Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan ddengan obat anti TB untuk
mengurangi repon peradangan, misalnya pada meningitis.
c. Pembedahan dilakukan jika kemoterapi idak berhasil. Tindakan ini dilakukan
dengan mengangkat jaringan paru yang rusak.
d. Penccegahan dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi basil TB serta mempertahankan asupan nutrisi yang memadai.
Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi basil TB Virulen.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaiu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan atau 6-9 bulan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Jenis obat utama yang digunakan adalah :


a) Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu atau BB > 60 kg : 600
mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, dosis intermiten 600 mg /
kali
b) INH
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali seminggu, 15
mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari, untuk dewasa intermiten 600
mg/kali
c) Pirazinamid
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35mg/kg BB tiga kali seminggu, 50 mg/kg
BB dua kali seminggu atau BB > 60 kg : 1500 mg, dan BB 40-60 kg : 1000
mg, BB < 40 kg : 750 mg
d) Streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau BB > 60 kg : 1000 mg, BB 40-60 kg : 750 mg, BB <
40 kg : sesuai BB
e) Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3
kali seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau BB> 60 kg : 1500 mg, BB
40-60 kg: 1000 mg, BB < 40 kg : 750 mg, Dosis intermiten 40 mg/kg BB/ kali
(Nanda NIC-NOC 2015).
2. Obat tambahan
Kanamisin, kuinolon, obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin, asam
klavulanat, derivat rifampisin dan INH (Nanda NIC- NOC 2015). Pengobatan TB
memerlukan waktu yang lebih lama daripada pengobatan infeksi bakteri lainnya.
Antibiotik yang dikonsumsi selama 3-9 bulan secara teratur. Jenis obat dan
lamanya tergantung pada usia, tingkat keparahan penyakit, resiko resistansi
antibiotik, bentuk TB (aktif/laten). Umumnya pengobatan TB laten hanya satu
jenis antibiotik saja, sedangkan untuk TB aktif membutuhkan kombinasi dari
beberapa antibotik. Obat yang sering digunakan adalah isoniazid, rifampisin,
etambutol, dan pirazinamida (Syamsudin,2013)

H. Terapi medik

Klien yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, tanpa penyakit TB aktif,


dianggap memiliki infeksi TB laten. Klien ini biasanya memiliki reaksi positif
terhadap uji kulit tuberculin, namun tanpa gejala. Mereka dengan infeksi TB laten
tidak menginfeksi dan tidak dapat menyebarkan infeksi TB keorang lain, tetapi sekitar
10% akan mengalami penyakit TB aktif dimasa depan. Kemoprofilaksis dapat
membantu klien menghindari TB aktif, dan juga mencegah infeksi awal pada orang
yang baru terpapar. Rekomendasi saat ini untuk klien dengan infeksi TB laten adalah
meminum isoniazid selama 6 atau 9 bulan atau rifampin selama 4 bulan.
Perawatan Mandiri
Penanganan TB merupakan proses yang panjang, perawat di klinik dan
fasilitas kesehatan masyarakat sering kali bertanggung jawab untuk pemeriksaan dan
pemantauan tindak lanjut, termasuk :
1. Menentukan kepatuhan minum obat
2. Memahami aksi farmakologis dari obat
3. Mengamati efek samping yang tidak diinginkan
4. Mengumpulkan specimen sputum tindak lanjut
5. Mendapatkan rontgen dada serial, dan
6. Mengamati adanya perbaikan atau pemburukan dari temuan pemeriksaan awal,
semuanya merupakan bagian dari tindak lanjut yang sedang berlangsung.
Memberikan informasi yang lengkap dan dukungan terus-menerus akan
membantu klien memahami proses pemulihan jangka panjang. Makin banyak
informasi yang klien miliki dan makin banyak kontrol personal yang klien miliki,
maka kepatuhan klien akan makin baik.

I. WOC/Partway keperawatan TB paru


Sumber: (Corwin, 2001; Soeparman, 1998 & Doengoes 2000)

J. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah segala bentuk tindakan atau kegiatan pada praktek
keperawatan yang di berikan kepada klien yang sesuai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) (Carpenito, 2009).
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai
suatu profesi yang berdasarkan perawat berperilaku caring menurut persepsi pasien
( Gaghiwu, 2013 ).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan asuhan keperawatan adalah serangkaian
praktek keperawatan yang di berikan kepada pasien sesuai dengan tugas dan aturan
yang ada.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan awal interaksi antara perawat dan pasien. Dengan
pengkajian akan didapatkan data yang nantinya akan mendukung proses
keperawatan dan pengobatan. Dengan pengkajian yang baik dan benar, kita akan
mendapatkan data yang sangat bermanfaat untuk peningkatan atau kesembuhan
pasien (Marni, 2014).
1) Identitas klien
a. Identitas Anak
Pada klien yang perlu dikaji, nama lengkap, nama panggilan,
umurdan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, anak keberapa, suku
bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal dilakukan pengkajian,
nomor medical record, diagnosa medis, dan alamat (Marni, 2014).
b. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab mencangkup, nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan ayah dan ibu, agama, hubungan dengan klien,
alamat (Marni, 2014).
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Saat di kaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh
sesak nafas, disertai batuk dan sekret susah untuk dikeluarkan.
b. Keluhan utama saat dikaji
Penyakit bronkopneumonia mulai dirasakan saat penderita
mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan
berturutturut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau,
putih,/ kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya
menggunakan otot bantu pernafasan, dada terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit
pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a) Prenatal
Ibu perlu ditanyakan apakah mengalami keluhan saat hamil,
ada tanda-tanda resiko saat hamil, berat badan saat hamil,
pemeriksaan kehamilan dan tempat pemeriksaannya, apakah
dipantau secara berkala, imunisasi yang diberikan saat
hamil,apakah usia kehamilan ibu preterm, aterm, post term
(Marni, 2014).
b) Intranatal
Ibu perlu ditanyakan riwayat kelahiran, lahir matur atau
prematur, proses melahirkan spontan atau operasi sectio
caesarea, tempat pertolongan persalinan, berat dan panjang bayi
saat lahir, APGAR skor dan obat-obatan yang di berikan pada
saat melahirkan (Marni, 2014).
c) Post Natal
Ibu perlu ditanyakan riwayat post natal, kondisi bayi saat
melahirkan (Marni, 2014 ).
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya penderita TB Paru sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat
penyakit yang dapat memicu terjadinya TB Paru.
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Biasanya penyakit dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok.

3) Pola aktivitas
Melakukan pengkajian mengenai pola aktivitas klien antara sebelum sakit
dan sesudah sakit meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat
tidur, dan aktivitas sehari-hari klien.
4) Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi yang dikaji mencangkup: jenis imunisasi, usia saat
diberikan, kapan diberikan (Marni, 2014).
5) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum dimulai dengan pemeriksaan tanda- tanda
vital yang meliputi nadi, suhu, tekanan darah, dan frekuensi
pernapasan. Keadaan umum dengan gangguan sisem pernapasan dapat
dilakukan dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh, dan menilai
kesadaran klien.
b. Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik persistem. Pada klien dengan
gangguan sistem pernapasan TB paru akan didapatkan hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut :
a) Sistem kardiovaskuler
Kemungkinan terjadi penurunan tekanan darah, terjadi takikardi,
peningkatan JVP, konjungtiva pucat, perubahan jumlah
hemoglobin, hematokrit dan leukosit, bunyi jantung S1 dan S2
mungkin meredup.
b) Sistem pernapasan
Nilai ukuran dan kesimetrisan hidung, pernapasan cuping hidung,
deformitas, warna mukosa, edema, nyeri tekan pada sinus, nilai dan
ukuran kesimetrisan dada, adanya nyeri, ekspansi paru, pola
pernapasan, penggunaan otot pernapasan tambahan, sianosis, bunyi
napas dan frekuensi napas. Biasanya pada klien TB paru aktif
ditemukan dispneu, deviasi trakea, sianosis. Ekspansi paru
berkurang pada hepar dan limpe biasanya mengalami pembesaran
bila telah terjadi komplikasi.
c) Sistem pencernaan
Kaji kesimetrisan bibir, ada tidaknya nya lesi pada bibir,
kelembaban mukosa, nyeri stomatitis, keluhan pada saat
mengunyah dan menelan. Amati bentuk abdomen, lesi, nyeri tekan,
adanya massa, bising usus. Biasanya ditemukan keluhan mual,
anoreksia, palpasi pada hepar dan limpe biasanya mengalami
pembesaran jika terjadi komplikasi.
d) Sistem perkemihan
Kaji terhadap kebutuhan dari genitalia, terjadinya perubahan pada
eliminasi BAK, jumlah urine output biasanya menurun, warna
urine, perasaan terbakar atau nyeri. Kaji adanya retensi urine dan
inkontinesia urine dengan cara palpasi abdomen bawah atau
pengamatan terhadap pola berkemih dan keluhan klien.
e) Sistem musculoskeletal
Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala
sampai anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien
bergerak. Pada klien TB ditemukan keletihan dan intoleransi
aktivitas pada saat sesak yang hebat.
f) Sistem endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid,
apakah terdapat benjolan ataupun pembengkakan.
g) Sistem persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, refleks, fungsi
syaraf kranial dan fungsi syaraf serebral. Pada klien TB paru bila
telah mengalami TB miliaris maka akan terjadi komplikasi
meningitis yang berakibat penurunan kesadaran, penurunan
sensasi, kerusakan nervus cranial, tanda kerning dan bruzinsky
serta kaku kuduk yang positif.
h) Sistem integument
Kaji keadaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
fungsi perabaan, kaji perubahan suhu tubuh. Pada klien TB paru
ditemukan adanya fluktuasi suhu pada malam hari, kulit tampak
berkeringat dan perasaan panas pada kulit
6) Data psikologis
a. Status emosi
Pengendalian emosi yang dominan, yang dirasakan saat ini, pengaruh
atas pembicaraan orang lain dan kestabilan emosi klien.
b. Konsep diri
Bagaimana klien melihat dirinya sebagai seorang pria/wanita, apa yang
disukai dan tidak disukainya, bagaimana menurutnya orang lain
menilai dirinya sendiri.
c. Pola interaksi
Yaitu Kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang
menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan
perilaku terhadap orang lain.
7) Data social
Bagaimana hubungan sosial klien dengan orang-orang sekitar di rumah
sakit,dengan keluarganya, dengan tenaga kesehatan lainnya (Nanda NIC-
NOC 2015).
8) Data spiritual
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapatkan sumber kesembuhan dari allah SWT .
9) Terapi Pengobatan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) seperti isoniazid (INH), ethambutol,
rifampisin, streptomisin (Nanda NIC-NOC 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
Pengambilan atau penentuan diagnosa keperawatan diambil dari hasil analisa
data berdasarkan pengkajian dan masalah yang dirasakan oleh klien sendiri dan
ditentukan menurut batasan karakteristik (Nanda NIC- NOC 2015). Berdasarkan
patofisiologi TB Paru telah ditemukan bahwa masalah yang akan muncul pada
klien adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebih.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler.
3. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko kurang pengetahuan orang
tua untuk menghindari pemajanan patogen.

3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses mendifisikan tujuan organisasi, membuat
setrategi untuk mencapai tujuan itu dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi dan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa
(Feriyanto dan triana 2015).
Berikut ini adalah perencanaan tindakan asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan pada klien TB paru. (Nanda NIC-NOC 2015).
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Mukus
Berlebih.

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektif Setelah dilakukan Airway Suction 1.Pengeluaran sulit
an bersihan tindakan 1. Pastikan jika secret terlalu
jalan nafas keperawatan 3x24 kebutuhan kental maka perlu
berhubungan diharapkan oral / tracheal dilakukan suction.
dengan mukus ketidakefektifan suctioning. 2. Penurunan bunyi
berlebih jalan nafas bisa 2. Auskultasi nafas dan
teratasi dengan suara napas menunjukan
kriteria : sebelum dan atelectasis ronkhi,
1.Mendemonstrasi sesudah mengi, menunjukan
kan batuk efektif suctioning. akumulasi
dan suara napas 3. Informasikan secret/ketidakmamp
bersih, tidak ada pada klien dan uan untuk
sianosis dan keluarga membersihkan jalan
dyspneu tentang napas yang dapat
(mampu suctioning menimbulkan
mengeluarkan 4. Minta klien penggunaan otot
sputum, napas dalam aksesori pernapasan
mampu bernapas sebelum dan peningkatan
dengan mudah, suction kerja pernapasan.
tidak ada pursed dilakukan 3. Penjelasan terkait
lips). 5. Berikan O2 tindakan yang akan
2. Menunjukan dengan dilakukan agar klien
jalan napas yang menggunakan dan keluarga
paten (klien tidak nasal untuk mengalami prosedur
merasa tercekik, memfasilitasi tindakan dan
irama napas, suction tujuannya.
frekuensi napas nasotrakeal 4. Merupakan
dalam rentang 6. Gunakan alat prosedur awal
normal, tidak ada yang steril sebelum
suara napas setiap dilakukannya
abnormal) melakukan suction agar klien
3. Mampu tindakan mampu menahan
mengidentifikasika 7. Anjurkan napas ketika suction
n dan mencegah pasien untuk dilakukan.
faktor yang istirahat dan 5. Memenuhi
menghambat jalan napas dalam kebutuhan oksigen
nafas. setelah kateter ketika suction
dikeluarkan dilakukan/mencegah
dari naso klien kekurangan
trakeal oksigen.
8. Monitor status 6. Meminimalisir
oksigen masuknya
pasien. mikroorganisme ke
9. Ajarkan dalam tubuh klien.
keluarga 7. Nafas dalam
bagaimana memungkinkan
cara ekspansi paru
melakukan maksimal dan
suction. penekanan kuat
10. Hentikan untuk batuk dan
suction dan pengeluaran.
berikan 8. Pastikan terapi
oksigen bila oksigenasi tetap
pasien terpasang untuk
menunjukan mempertahankan
bradikardi,ata pemberian terapi
u peningkatan oksigen.
saturasi O2, 9. Pasien dalam
dll. kondisi sesak
Airway cenderung bernapas
Management melalui mulut,
penumpukan secret
jika tidak
11.Buka jalan ditindaklanjuti maka
napas, mengakibatkan
gunakan teknik sumbatan pada jalan
chin lift atau napas.
jaw thrust bila 10.Tindakan suction
perlu dilakukan jika
12. Posisikan diperlukan, maka
pasien untuk hentikan tindakan
memaksimalk jika tidak ada tanda-
an ventilasi tanda sumbatan jalan
13. Identifikasi napas.
pasien 11.Teknik
perlunya membuka jalan
pemasangan napas dilakukan
alat jalan
jika jalan napas
napas buatan.
klien tertutup atau
Pasang mayo
adanya sumbatan
bila perlu
12.Posisi
14. Lakukan
ini membiarkan
fisioterapi
paru- paru
dada jika
berkembang secara
perlu.keluarka
maksimal.
n secret
13. Jika semua
dengan batur
Tindakan
dan suction.
pembebasan jalan
15. Auskultasi
napas tidak
suara nafas,
berhasil dilakukan
catat adanya
maka pemasangan
suara
alat jalan napas
tambahan.
buatan efektif
16. Lakukan
untuk pembebasan
suction pada
jalan napas.
mayo
14. Pengeluaran
17. Berikan
bronkodilator secret perlu
bila perlu adanya
18. Berikan perangsang
pelembab atau dorongan,
udara kassa untuk itu, tindakan
basah Nacl batuk efektif,
lembab. suction, dan
19. Atur intake fisioterapi dada
untuk cairan adalah
mengoptimalk tindakan untuk
an mempermudah
keseimbangan. pengeluaran
20. Monitor secret.
respirasi dan 15. Penurunan
status O2 bunyi napas dan
menunjukan
atelectasis ronkhi,
mengi,
menunjukan
akumulasi
secret/ketidakmam
puan untuk
membersihkan
jalan napas yang
dapat
menimbulkan
penggunaan otot
aksesori pernapasan
dan peningkatan
kerja pernapasan.
16. JIka klien
terpasang alat
bantu pembebasan
jalan napas maka
tindakan
suctioning
dilakukan pada alat
bantu atau mayo.
17. Jika
diperlukan klien
dibantu dengan
bribkhodilator
untuk membantu
proses pernapasan
18. Mencegah
terjadinya iritasi
19. Cairan tubuh
akan banyak
dikeluarkan melalui
proses pernapasan
untuk itu diperlukan
cairan untuk
mengoptimalkan
kebutuhan cairan
didalam tubuh.
20. Monitoring
dilakukan untuk
mengetahui
perubahan status
pernapasan, setelah
dilakukan tindakan
pengefektifan
bersihan jalan napas
dan pembebasan
jalan napas.
(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar kapiler.

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Gangguan Setelah dilakukan Airway 1. Teknik membuka


pertukaran tindakan management jalan napas jika jalan
gas keperawatan 3x24 1. Buka jalan napas klien tertutup
berhubungan diharapkan napas, gunakan atau adanya
dengan ketidakefektifan teknik chin lift sumbatan.
perubahan jalan nafas bisa 2. Posisi ini
atau jaw thrust
membrane teratasi dengan membiarkan paru-
bila perlu
alveolar kriteria : paru berkembang
2. Posisikan
kapiler. 1.Mendemonstrasin secara maksimal.
pasien untuk
Peningkatan 3. Jika semua
memaksimalkan
ventilasi dan tindakan
ventilasi
oksigenasi yang pembebasan jalan
3. Identifikasi
adekuat napas tidak berhasil
pasien perlunya
2. Memelihara dilakukan maka
pemasangan alat
kebersihan paru- pemasangan alat
jalan napas
paru bebas dari jalan napas buatan
buatan. Pasang
tanda-tanda distress efektif untuk
mayo bila perlu.
pernapasan. pembebasan jalan
4. Lakukan
3.Mendemonstrasik napas.
fisiotrapi dada
an batuk efektif dan 4. Pengeluaran secret
bila
suara napas yang perlu adanya
perlu keluarkan
bersih, tidak ada perangsang atau
secret dengan
sianosis dan dorongan, untuk itu
batuk. tindakan batuk
dypneu ( mampu
5.Auskultasi efektif dan
mengelyaarkan
Suara napas, fisioterapi dada
sputum, mampu
catat adanya adalah tindakan
bernapas dengan
suara tambahan. untuk mempermudah
mudah tidak ada
pursed lips). 6. Lakukan pengeluaran secret.
suction pada 5. Penurunan bunyi
4. Tanda-tanda mayo. napas dan
vital dalam rentang 7. Berikan menunjukan
normal. Bronkodilator atelectasis ronkhi,
bila perlu. mengi, menunjukan
8. Berikan akumulasi
pelembab udara secret/ketidakmampu

kassa basah an untuk

NaCl membersihkan jalan

lembab. napas yang dapat

9. Atur intake menimbulkan

untuk cairan penggunaan otot


aksesori pernapasan
mengoptimalkn
dan peningkatan
keseimbangan.
kerja pernapasan.
10. Monitor
6. Jika klien
rata-rata,
terpasang alat bantu
kedalaman,
pembebasan jalan
irama dan usaha
napas maka tindakan
respirasi . Catat
suctioning dilakukan
pergerakandada,
pada alat bantu atau
amati
pada mayo.
kesimetrisan,
7. Jika diperlukan
penggunaan otot
klien dibantu dengan
tambahan,
bronchodilator untuk
retraksi
membantu proses
otot
pernapasan.
supraviavicular
8. Mencegah
dan intercostal.
terjadinya iritasi.
12. Monitor suara
9.Cairan tubuh akan
napas seperti
banyak dikeluarkan
dengkur.
melalui proses
13. Monitor pola
pernapasan untuk itu
napas :
diperlukan cairan
Bradipnea,
untuk
takipnea, mengoptimalkan
kussmaul, kebutuhan cairan
hiperventilasi, didalam tubuh.
Cheyne stokes. 10. Monitoring
14. Auskultasi dilakukan untuk
suara napas, catat mengetahui
area penurunan/ perubahan status
tidak adanya pernapasan setelah
ventilasi dan dilakukan tindakan
suara tambahan. pengefektifan
15. Tentukan bersihan jalan napas
kebutuhan dan pembebasan
suction dengan jalan napas.
mengauskultasi 11. Adanya
crakles dan perubahan fungsi
ronkhi pada jalan pernapasan dan
napas utama. penggunaan otot
16. Auskultasi tambahan
suara paru setelah menandakan kondisi
tindakan. penyakit yang berada
pada proses
penanganan penuh.
12. Bunyi napas
ronchi, mengi,
menunjukan
akumulasi
secret/ketidakmampu
an untuk
membersihkan jalan
napas yang dapat
menimbulkan
penggunaan otot
aksesori pernapasan
dan peningkatan
kerja pernapasan
13. TB paru
menyebabkan efek
luas pada paru dan
bagian kecil
bronchopneumonia
sampai inflamasi
difus luar, nekrosis,
effuse pleura, dan
fibrosis luas. Efek
pernapasan dari
ringan sampai
dispneu berat sampai
disstres pernapasan.
14. Penurunan bunyi
napas dan
menunjukan
atelectasis ronchi,
mengi, menunjukan
akumulasi
secret/ketidakmampu
an untuk
membersihkan jalan
napas yang dapat
menimbulkanpenggu
naan otot aksesori
pernapasan dan
peningkatan kerja
pernapasan.
15. Ketika ditemuan
suara napas
tambahan seperti
ronkhi dan crakles
maka ditemukan
adanya sumbatan
pada jalan napas
seperti secret, maka
diperlukan suction
untuk
mengupayakan
pembersihan jalan
napas.
16. Mengetahui
status pernapasan
setelah dilakukannya
tindakan.
(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)

3. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi.

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Hipertermia Setelah dilakukan 1. Monitor suhu 1. Pada pasien TB
berhubungan tindakan sesering paru akan
dengan reaksi keperawatan 3x24 mungkin. mengalami
inflamasi. diharapkan 2. Monitor warna perubahan suhu
ketidakefektifan dan suhu kulit. tubuh yang teratur,
jalan nafas bisa 3. Monitor untuk itu perlu
teratasi dengan tekanan darah, adanya
kriteria : nadi dan RR. pemeriksaan
1. Suhu tubuh 4. Monitor berkala,
dalam rentang penurunan monitoring suhu
normal. tingkat tubuh.
2. Nadi dan RR kesadaran. 2. Pada pasien
dalam rentang 5. Monitor yang mengalami
normal. WBC, Hb dan hipertermi
3. Tidak ada Hct. ditemukan adanya
perubahan warna 6. Monitor intake perubahan warna
kulit dan tidak ada output. kulit seperti
pusing. 7. Berikan menjadi
antipiretik. kemerahan akibat
8. Selimuti perubahan suhu,
pasien. akral akan teraba
9. Kolaborasi hangat/panas.
pemberian cairan 3. Mengetahui
intravena. perubahan tanda-
10. Kompres tanda vital.
pasien pada 4. Mengetahui
lipatan paha dan perubahan tingkat
aksila. kesadaran klien
11. Tingkatkan dan mencegah
sirkulasi udara. terjadinya
12. Berikan penurunan
pengobatan kesadaran yang
untuk mencegah tidak diketahui,
terjadinya untuk segera
menggigil. dilakukannya
tindakan
Temperature penanganan
Regulation penurunan
kesadaran.
13. Monitor suhu 5. Pada
minimal tiap 2 pemerikasaan
jam. Rencanakan darah akan
monitoring suhu ditemukan adanya
secara continue. peningkatan,
14. Monitor dikarenakan
tekanan darah, adanya proses
nadi dan RR. inflamasi didalam
15. Monitor tubuh.
warna dan suhu 6.Mengetahui dan
kulit. mempertahankan
16. Monitor keseimbangan
tanda-tanda kebutuhan vairan
hipertensi dan dalam tubuh.
hipotermi. 7. Merupakan
17. Selimuti tindakan
pasien untuk kolaborasi untuk
mencegah proses penurunan
hilangnya suhu tubuh.
kehangatan 8. Mencegah
tubuh. hipotermi atau
18. Ajarkan pada kehilangan suhu
pasien cara tubuh.
mencegah 9. Pada saat suhu
keletihan akibat tubuh meningkat,
panas. cairan tubuh akan
19. Diskusikan banyak
tentang dikeluarkan, untuk
pentingnya itu perlu adanya
pengaturan suhu tindakan
dan memaksimalkan
kemungkinan kebutuhan cairan
efek negative tubuh.
kedinginan. 10. Membantu
20. Ajarkan proses penurunan
indikasi dari suhu tubuh.
hipotermi dan 11. Pada saat
penanganan tubuh mengalami
emergency yang peningkatan suhu
diperlukan. perlu adanya
21. Berikan sirkulasi udara
antipiretik jika agar suhu tubuh
perlu. kembali normal.
Vital Sign 12. Segera lakukan
Monitoring kolaborasi
22. Monitoring pemberian obat
tekanan darah, untuk mencegah
nadi, RR. klien mengalami
23. Monitoring menggigil.
saat pasien 13. Pada pasien
berbaring, duduk TB paru akan
atau berdiri. mengalami
24. Auskultasi perubahan suhu
tekanan darah yang tidak teratur,
pada kedua untuk itu perlu
lengan dan adanya
bandingkan. pemeriksaan
25. Monitor berkala monitoring
tekanan darah, suhu tubuh.
nadi, RR 14. Akan terjadi
sebelum, selama perubahan tanda-
dan setelah tanda vital seperti
aktivitas. peningkatan
26. Monitor pola tekanan darah,
pernapasan peningkatan
abnormal. respirasi
27. Monitor suhu pernapasan, dan
warna dan peningkatan nadi.
kelembaban 15. Pada pasien
kulit. yang mengalami
28. Monitor hipertermi akan
sianosis perifer. ditemukan adanya
29. Monitor perubahan warna
adanya cushing kulit seperti
triad (tekanan kemerahan akibat
nadi yang perubahan suhu,
melebar, akral akan teraba
bradikardi). hangat/panas.
30. Peningkatan 16. Walaupun
sistolik. klien mengalami
hipertermi maka
perlu diperhatikan
dalam
penanganannya,
untuk menghindari
kehilangan suhu
tubuh berlebih dan
terjadi hipotermi.
17. Mencegah
hipotermi.
18. Upayakan
pasien tetap
tenang, pada
pasien hipertermi
sering kali
mengalami
menggigil, hal
tersebut yang akan
membuat pasien
kehilangan energy.
19. Perlu
diperhatikan
bahwa penanganan
pengingkatan suhu
tubuh juga
memperhatikan
terjadinya
kehilangan suhu
tubuh berlebih.
20. Penanganan
hipertermi dan
hipotermi akan
jauh berbeda,
untuk itu perlu di
informasikan
kepada keluarga
terkait
penanganannya.
21. Penurun suhu
tubuh.
22. Mengetahui
perubahan tanda-
tanda vital.
23.mengetahui
adanya perubahan
tanda-tanda vital
saat klien
beraktivitas.
24. Mengetahui
apakah adanya
perbedaan hasil
pemeriksaan
tekanan darah pada
lengan kiri atau
kanan.
25. Mengetahui
adanya perubahan
tanda-tanda vital
saat klien
beraktivitas.
26. Pada saat
pasien hipertemi
mengalami
menggigil akan
tejadi perubahan
pola pernapasan,
27. Pada saat
terjadi peningkatan
suhu tubuh maka
produksi keringat
akan lebih dari
biasanya karena
terjadi penguapan
kulit akan menjadi
lebih lembab.
28. Menghindari
terjadi sianosis.
29. pada saat
monitoring VS
akan diketahui
perubahan pada
cushing triad.
30. Untuk
mengetahui
tindakan yang
akan dilakukan
dalam penanganan
perubahan vital
sign.
(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakadekuatan kurang asupan makanan.

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakseimbangan Setelah Nutrition 1. Mengindari
nutrisi kurang dari dilakukan management terjadinya alergi.
kebutuhan tubuh tindakan 1. Kaji adanya 2. Pemenuhan
berhubungan keperawatan alergi kebutuhan nutrisi
dengan 3x24 diharapkan makanan. sesuai yang
ketidakadekuatan ketidakefektifan 2. Kolaborasi diperlukan tubuh
kurang asupan jalan nafas bisa dengan ahli klien.
makanan. teratasi dengan gizi untuk 3. Memenuhi
kriteria : menentukan kebutuhan zat besi
1. Adanya jumlah kalori dalam tubuh.
peningkatan dan nutrisi 4. Sebagai
berat badan yang pertahanan tubuh,
sesuai dengan dibutuhkan meningkatkan
tujuan. pasien. system pertahanan
2. Berat badan 3.Anjurkan tubuh klien dan
ideal sesuai pasien untuk peningkatan energy.
dengan tinggi meningkatkan 5. Melancarkan pola
badan. intake Fe. eliminasi dan
3. Mampu 4. Anjurkan meningkatakan
mengidentifikasi pasien untuk proses pencernaan
kebutuhan meningkatkan makanan untuk
nutrisi protein dan mencegah
4. Tidak ada vitamin C, dan kosntipasi.
tanda-tanda berikan 6. Memberikan
malnutrisi. substansi gula. asupan nutrisi yang
5. Menunjukan 5.Yakinkan diet aman untuk klien
penungkatan yang dimakan dan sesuai dengan
fungsi mengandung kebutuhan tubuh
pengecapan dan tinggi serat. klien.
menelan. 6. Berikan 7. Klien mengetahui
6. Tidak terjadi makanan yang pentingnya
penurunan berat pilih (sudah pemenuhan
badan yang dikosultasikan kebutuhan nutrisi
berarti. degan ahli untuk dirinya.
gizi). 8. Nutrisi yang
7. Ajarkan masuk sesuai
pasien kebutuhan nutrisi
bagaimana yang diperlukan.
membuat 9. Memotivasi klien
catatan untuk meningkatkan
makanan kesadarannya dalam
harian. pemenuhan nutrisi.
8. Monitor 10.Mempertahankan
jumlah nutrisi BB Klien.
dan kandungan 11. Jika terjadi perlu
kalori. adanya proses
9. Berikan menaikan BB.
informasi 12. menciptakan
tentang lingkungan yang
kebutuhan nyaman untuk
nutrisi. meningkatkan
Nutrition selesai makan klien.
Monitoring 13.Menghindari
10. BB pasien terganggunya klien
dalam batas saat sedang makan.
normal. 14. Pada pasien
11. Monitor dengan
adanya ketidakseimbangan
penurunan nutrisi akan terjadi
berat badan. perubahan kulit,
12. Monitor turgor kulit, dan
lingkungan perubahan pada
selama makan. integument lainnya
13. Jadwalkan akibat kurangnya
pengobatan dan pemenuhan nutrisi
tindakan tidak tubuh.
selama jam 15. Mengatasi
makan. perubahan nafsu
14. Monitoring makan klien akibat
kulit kering dan mual dan muntah.
perubahan 16. Untuk
pigmentasi, selanjutnya
monitoring dikonsultasikan
turgor kulit, kepada ahli gizi
monitor dalam pemenuhan
kekeringan, zat-zat yang
rambut kusam, dibutuhkan tubuh.
dan mudah 17. Biasanya
patah. dilakukan pada
15. Monitor pasein anak untuk
mual dan mengetahui
muntah. kebutuhan nutrisi.
16. Monitor 18. Pada klien
kadar albumin, kekurangan asupan
total protein, nutrisi akan jelas
Hb, dan kadar terlihat
Ht. perubahannya pada
17. Monitor konjungtiva.
pertumbuhan 19. Terjadi jika
dan klien sangat
perkembangan. kekurangan
18. Monitor nutrisi/keracunan
pucat, dalam tubuh.
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva.
19. Catat jika
lidah berwarna
magenta
scarlet.
(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen.

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil

Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Bersihkan 1. Menghindari


berhubungan tindakan lingkungan terjadinya
dengan faktor keperawatan 3x24 setelah dipakai penularan yang
resiko kurang diharapkan pasien lain. berasal dari pasien
pengetahuan ketidakefektifan 2. Pertahankan lain.
untuk jalan nafas bisa teknik isolasi. 2. Mencegah
menghindari teratasi dengan Batasi mikroorganisme
pemajanan kriteria : pengunjung bila lain masuk
pathogen. 1. Klien bebas dari perlu. kedalam tubuh dan
tanda dan gejala 3. Intruksikan mencegah
infeksi. pada oenularan
2. Mendeskripsikan pengunjung mikroorganisme
proses penularan untuk mencuci dari tubuh klien
penyakit, faktor tangan saat menular kepada
yang berkunjung orang lain.
mempengaruhi meninggalkan 3. Mencuci tangan
penularan serta pasien. adalah salah satu
penatalaksanaanya. 4. Gunakan cara tindakan
3. Menunjukan sabun untuk mencegah
kemampuan untuk antimikroba terjadinya
Mnecegah untuk cuci penularan.
timbulnya infeksi. tangan. 4. Menggunakan
4. Jumlah leukosit 5. Cuci tangan sabun antimikroba
dalam batas setiap sebelum lebih
normal. dan sesudah meningkatkan
5. Menunjukan tindakan terbunuhnya
perilaku hidup keperawatan . mikroba saat
sehat. 6. Gunakan mencuci tangan.
baju, sarung 5. Menghindari
tangan sebagai membawa
alat pelindung. mikroorganisme
7.Pertahankan lain dari luar dan
lingkungan menghindari
aseptic selama penularan
pemasangan mikroorganisme
alat. dari klien.
8. Ganti letak IV 6. Upaya
perifer dan line perlindungan diri
central dan dari tertularnya
dressing sesuai mikroorganisme
dengan petunjuk dari klien.
umum. 7. Mencegah klien
9. Gunakan terinfeksi
kateter mikroorganisme
intermitten lain.
untuk 8. menghindari
menurunkan peningkatan
infeksi kandung pertumbuhan
kencing. mikroorganisme,
10. Tingkatkan dan mencegah
intake nutrisi. masuknya
11. Berikan mikroorganisme
terapi antibiotic kedalam tubuh
bila perlu. melalui jaringan
12. Monitor perifer tersebut.
tanda dan gejala 9. Menghindari
infeksi sistemik terjadinya infeksi
dan local. pada genetalia dan
13. Monitor kandung
kerentangan kemih/kencing.
tehadap infeksi. 10. Sebagai
14. Batasi perlawanan
pengunjung. mikroorganisme,
15. Berikan dilakukannya
perawatan kulit upaya peningkatan
dan membrane system pertahanan
mukosa tubuh, seperti
terhadap meningkatkan
kemerahan, asupan gizi yang
panas, drainase. seimbang.
Inpeksi kondisi 11. Sebagai
lika/insisi bedah. antimikroba
16. Intruksikan didalam tubuh
pasien untuk klien untuk
minum membunuh
antibioticnya mikroorganisme
sesuai resep. didalam tubuh dan
17. Ajarkan membuat
pasien dan pertahanan tubuh.
keluarga tanda 12. Mengetahui
dan gejala jenis infeksi yang
infeksi. dialami klien.
18. Ajarkan cara 13. Untuk
menghindari mengupayakan
infeksi. mempertahanakan
19. Laporkan kondisi klien
kecurigaan terhadap penularan
infeksi. infeksi.
14. Menurunkan
resiko pengunjung
tertular/membawa
mikroorganisme
lain dari luar.
15. Keadaan kulit
yang
lembab/terdapat
jaringan terbuka
akan
meningkatkan
masuknya
mikroorganisme
melalui jaringan
terbuka, hal itu
pemicu terjadinya
resiko infeksi.
16. Beberapa
antibiotic perlu
diminum secara
berkala dan sesuai
anjuran dokter
untuk
mengupayakan
mikroorganisme
didalam tubuh
benar-benar
dimatikan.
17. Mengupayakan
penanganan segera
jika ada keluarga
yang terinfeksi.
18. Mencegah
terjadinya
penularan.
19. Meningkatkan
penanganan segera
untuk mencegah
penyebaran
infeksi.
(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik
dan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tahapan implementasi
dimulai ketika perawat menempatkan intervensi kedalam tindakan dan
mengumpulkan umpan balik dan efeknya. Umpan balik kembali muncul dalam
bentuk observasi dan komunikasi, serta memberikan data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan (Evania, 2013).

5. Evaluasi
a. Evaluasi Formatif (evaluasi proses)
Berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan dan sesuai
dengan wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencangkup jenis informasi yang di dapat pada saat wawancara,
pemeriksaan fisik, validasi dan perumusan diagnose keperawatan, dan
kemampuan tehnikal perawat (Kodim, 2015).
b. Evaluasi Sumatif
Berfokus pada respons perilaku klien merupakan pengaruh dari
intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan kriteria
hasil (Kodim, 2015).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulanan

TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penderita TB paru makin meningkat
pertahunnya, salah satu penyebabnya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam
melakukan suspek sputum, kurangnya pengetahuan/informasi tentang penularan TB
paru, serta kelalaian dalam berobat. Kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan
perhatian khusus kepada masyarakat yang terpapar oleh Mycobacterium tuberculosis
sehingga dapat meminimalisir penderita TB paru.

B. Saran

Pentingnya kita mempelajari dan mengetahui tentang asuhan keperawatan


mengenai TB paru, sebagai pengetahuan yang mungkin akan berguna bagi diri kita
sendiri. Kepada pembaca jika ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini
mohon dimaafkan dan mungkin bisa diperbaharui dengan baik.
Kami harap saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini, sekian penutup dari kami semoga dapat diterima dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Black joyce. M & Jane Hokanson Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 8.
Jakarta: Salemba Medika
Mitra Keluarga. (2022). Tuberkulosis (TBC), kenali gejala, penyebab dan cara
penularan. https://www.mitrakeluarga.com/artikel/tuberkulosis (Diakses pada
tanggal 6 September 2023)
Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogakarta: Mediaction Publishing.
Ardiansyah, Muhamad. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogyakarta :
DIVA Press.

You might also like