Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Suryanto, E.

Apakah Nikel Indonesia Memiliki Keunggulan Daya Saing di Pasar Internasional?

Edy Suryano
Prodi Pendidikan Ekonomi, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia
E-mail corresponding author: edysuryanto@students.unnes.ac.id

Abstract – International trade is one of the fundamental ways to


Ecoplan overcome the unequal distribution of goods or services to meet each
country's needs. Nickel is a non-renewable natural resource, but its
Vol. 5 No. 2, October 2022, hlm existence is always needed in various countries. Indonesia's decision to
110-119 ban nickel ore in 2014 impacted the scarcity of nickel in importing
countries. This study aims to analyze the competitiveness of Indonesian
ISSN p: 2620-6102 nickel ore commodities in the international market. Three variants of the
e: 2615-5575 approach in the form of X/M Ratio analysis techniques, Revealed
Comparative Advantage (RCA), and Trade Specialization Index (TSP)
are used to determine the value of competitiveness in the global market.
Keywords: comparative
advantage; nickel ore;
This study uses secondary data in the form of time series data with a
international trade; span of the last five years to describe the comparative advantage of
Indonesian. Indonesian nickel ore from time to time. Meanwhile, in 2016 and 2020,
it did not have an advantage due to the export ban policy by the
Indonesian government. The Trade Specialization Index (TSP) approach
found that in 2017, 2018, and 2019 Indonesia was at the stage of
maturation of nickel ore exporters. This study suggests that the
Indonesian government should optimize the production of nickel ore
products that have been added to compete in the global market.
Furthermore, the government must also be able to attract foreign
investment to establish an iron ore smelter in Indonesia.

Abstrak – Perdagangan internasional merupakan salah satu cara penting untuk mengatasi ketidakmerataan
distribusi barang atau jasa demi memenuhi kebutuhan disetiap negara. Nikel merupakan salah satu sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui namun keberadaanya selalu dibutuhkan di berbagai negara.
Keputusan Indonesia memberlakukan larangan bijih nikel sejak tahun 2014 yang berdampak pada
kelangkaan nikel di negara importir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing komoditas bijih
nikel Indonesia dipasar internasional. Tiga varian pendekatan berupa teknik analisis Rasio X/M, Revealed
Comparative Advantage (RCA), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk mengetahui
nilai daya saing dipasar global. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series dengan
rentang lima tahun terakhir digunakan untuk mendeskripsikan keunggulan komparatif bijih nikel Indonesia
dari waktu ke waktu. Sementara pada tahun 2016 dan 2020 tidak memiliki keunggulan karena kebijakan
larangan ekspor oleh pemerintah Indonesia. Pendekatan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) menemukan
bahwa pada tahun 2017, 2018 dan 2019 Indonesia berada pada tahap pematangan eksportir bijih nikel.
Saran dalam penelitian ini agar pemerintah Indonesia harus mengoptimalkan produksi bijih nikel produk
yang memiliki tambah sehingga bisa bersaing di pasar global. Lebih lanjut pemerintah juga harus mampu
menarik investasi asing agar mau mendirikan smelter bijih besi di Indonesia.

Kata Kunci : revealed comparative advantage; bijih nikel; perdagangan internasional, Indonesia.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan pasar konsumen meliputi Cina,
Amerika dan Jepang (Panova et al., 2021). Nikel merupakan bahan mentah bukan hasil dari proses produksi
melainkan dihasilkan dari proses pelapukan dan pengkayaan mineral pada batuan yang tersimpan disuatu
wilayah tertentu dan merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Menurut oleh Ito et al.,
(2021) mengungkapkan bahwa endapan Ni laterit dalam skala besar banyak ditemukan di Pulau Sulawesi
dan berkembang dengan baik pada kondisi iklim lembab dan panas.

110
Suryanto, E.

Nikel termasuk sumber daya alam yang langka sehingga menyebabkan berbagai negara yang tidak
memiliki sumber daya ini harus melakukan impor dari negara produsen. Sementara negara produsen harus
menjaga agar tidak terjadi kelangkaan mengingat nikel merupakan salah satu sumber daya yang tidak dapat
perbaharui. Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam diperkirakan memiliki kandungan nikel
yang melimpah. Merujuk pada pemetaan Badan Geologi pada tahun 2020, Indonesia memiliki sumber daya
bijih nikel sebesar 11.887 juta ton (tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, hipotetik
228 juta ton) dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton (terbukti 3.360 juta ton dan terikira 986 juta ton).
Selain itu Indonesia juga telah menjadi negara eksportir bijih nikel ke beberapa negara seperti pada Tabel
berikut.
Tabel 1. Nilai dan Negara Tujuan Ekspor Nikel Indonesia
Kuantitas
No Tahun Negara Nilai
(Kilogram)
1. *) data tidak tersedia *) data tidak tersedia *)data tidak
2016 tersedia
Nilai Total 0
2. China 4,754,828,000 $149,971,505
2017
3. Ukraine 127,900,000 $5,217,933
Nilai Total $155,189,438
4. China 19,259,478,000 $611,883,269
5. 2018 Japan 55,000,000 $1,804,000
6. Ukraine 449,980,000 $14,339,265
Nilai Total $628,026,534
7. China 31,153,893,000 $1,051,604,330
8. 2019 Japan 50,800,000 $1,721,104
9. Ukraine 1,175,480,000 $43,687,090
Nilai Total $1,097,012,524
10. 2020 Australia 1,404 $116
Nilai Total $116
11. China 36 $41
2021
12. Japan 29 $1
Nilai Total $42
Sumber: Comtrade UN, 2022

Farrokhpay et al., (2019) menyatakan nikel merupakan logam penting yang bersumber dari sulfida dan
laterit secara global dengan konsumsi sekitar 2 juta ton per tahun. Dengan nilai guna yang tinggi dan
penggunaan dalam jumlah besar telah mendorong tingginya nilai permintaan nikel di pasar internasional.
Ketersediaan nikel yang terbatas menyebabkan berbagai negara harus melakukan perdagangan antar
negara. Dalam hal inilah Indonesia berperan sebagai produsen yang melakukan kegiatan ekspor bijih nikel
ke berbagai negara. Indonesia dapat dikatakan sebagai negara dengan sistemm perekonomian terbuka,
karenan Indonesia melakukan hubungan internasional dengan melakukan transaksi atau perdagangan
internasional dengan negara lainnya (Mardiana et al., 2021). Terciptanya perdagangan bebas akan
memberikan keuntungan dan peran yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara,
terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah
(Rahayu & Sugianto, 2020).
Menurut teori perdagangan klasik suatu negara akan melakukan perdagangan antar negara karena alasan
keterbatasan faktor produksi. Lebih lanjut teori keunggulan komparatif (comparative advantage)
mendasarkan perbedaan faktor produksi sebagai alasan utama bagi suatu negara untuk melakukan
perdagangan internasional (Nizar, 2013). Apabila negara tersebut dapat memproduksi suatu komoditas
dengan lebih murah dan efisien maka negara dapat melakukan ekspor karena negara tersebut memiliki
comparative advantage, sebaliknya suatu negara dapat melakukan impor dengan perbandingan melakukan

111
Suryanto, E.

produksi sendiri lebih mahal comparative disadvantage. Sementara teori perdagangan modern Heckscher
– Ohlin (H – O) telah menyempurnakan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dengan
mendasarkan bahwa dalam melakukan perdagangan antar negara suatu negara akan cenderung melakukan
spesialisasi diantara negara – negara yang memiliki keunggulan komparatif. Suatu negara akan melakukan
ekspor komoditas apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif melimpah dengan biaya
lebih murah. Sementara apabila negara dapat melakukan impor suatu komoditas tertentu apabila memiliki
faktor produksi yang relatif sedikit dan biaya yang mahal.
Tujuan dari perdagangan antar negara bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan tetapi juga untuk
mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi menyerap tenaga kerja hingga meningkatkan keterampilan
teknologi manusia sebagai hasil dari perluasan pasar dan peningkatan produksi (Putu et al., 2021). Akan
tetapi hampir seluruhnya sumber daya nikel Indonesia baik dalam bentuk bijih nikel, feronikel maupun
nikel kasar digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor (Satriawan, 2015). Meskipun Indonesia telah
melakukan pelarangan ekspor bijih nikel pada tahun 2014 dalam dalam rangka untuk menjaga lingkungan
agar tidak terjadi kelangkaan (Siahaan et al., 2021) serta mendorong pendirian perusahaan smelter bijih
nikel di Indonesia akan tetapi kebijakan tersebut belum terlaksana dengan optimal dan justru berdampak
pada ketidakpastian subsatansial atas pasokan bagi negara importir. Meskipun sebenarnya larangan ini
sangat dimungkinkan membuat Indonesia menghadapi masalah hukum dagang internasional (Prasetiyo,
2017).
Perdagangan internasional merupakan salah satu cara penting untuk mengatasi ketidakmerataan
distribusi barang atau jasa demi memenuhi kebutuhan disetiap negara. Sehingga penting untuk bisa
memperlajari nilai daya saing suatu produk seperti nikel untuk memastikan keamanan pasokan sumber daya
nikel dan pemeliharaan lingkungan perdagangan yang baik (Zhou et al., n.d.)(Zhou, et al., 2022). Nikel
merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki penting dan dibutuhkan diberbagai negara. Pasokan
dan permintaan nikel saat ini tidak seimbang di seluruh rantai industri yang menimbulkan hambatan
berkembangnya mata rantai industri nikel (Zhou et al., 2022). (Wang et al., 2022) mengungkapkan bahwa
pesatnya pertumbuhan industri kendaraan energi baru, ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan
sumber daya nikel secara global.
Pemerintah Indonesia menetapkan kembali ketentuan ekspor nikel dengan menerbitkan Peraturan
Kementerian ESDM Nomor 5 dan 6 Tahun 2017. Selanjutnya pemerintah melakukan perubahan atas
peraturan tersebut dengan melakukan percepatan larangan ekspor bijih yang semula akan diberlakukan pada
tahun 2022 namun sudah diberlakukan pada awal tahun 2020. Peraturan ini merupakan bentuk ketegasan
pemerintah Indonesia memicu meskipun keputusan ini telah membuat negara importir bijih nikel khususnya
di kawasan Uni Eropa merasa dirugikan (Putri, 2021). Dimana keputusan yang diambil Indonesia tentang
larangan bijih nikel sejak tahun 2014 yang berdampak pada harga bijih nikel yang semakin tidak stabil
(Widiatedja, 2021)
Ketidak seimbangan penawaran dan permintaan dapat menyebabkan masalah keamanan mengenai
pasokan sumber daya nikel, dan kekurangan pasokan sumber daya nikel akan membahayakan
perkembangan rantai industri. Fluktuasi harga nikel berjangka yang cukup besar akhir – akhir ini membuat
harga perdagangan nikel menjadi fokus perhatian pembuat kebijakan. Temuan oleh Asia telah memiliki
peran vital dalam perdagangan nikel (Zheng et al., 2022). Permintaan di negara – negara berkembang ini
memiliki potensi untuk meningkat pesat untuk bahan – bahan ini melalui percepatan industrialisasi serta
melalui populasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, daerah-daerah tersebut berpotensi
mengalami peningkatan konsumsi material (van Vuuren et al., 1999 ; Nakajima et al., 2018). Namun
Adanya perubahan beraturan secara berkala akan berdampak pada kinerja ekspor bijih nikel Indonesia
terutama pada nilai indeks keunggulan komparatif. Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar harus
mampu mengenali komoditas ekspor yang unggul. Terlebih bahwa dengan mengetahui keunggulan
kompetitif menjadi sangat penting untuk menentukan arah masa depan suatu negara (Hanafi et al., 2019).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing komoditas bijih nikel Indonesia di pasar
internasional dengan teknik analisis Rasio X/M, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Indeks
Spesialisasi Perdagangan (ISP).

112
Suryanto, E.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan pendekatan model analisis dengan teknik
analisis Rasio X/M, Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
yang selanjutnya dideskripsikan dengan tujuan memberikan gambaran terkait dengan fenomena masalah
dalam penelitian. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan mengakes website
Comtrade UN pada https://comtrade.un.org/ dan Trade Map pada https://www.trademap.org/ dengan kode
komoditi 2604 dan klasifikasi nickel ores and concentrates yatu Bijih Nikel dan Konsentrate. Selanjutnya
peneliti menggunakan data time series dengan rentang waktu 2016 sampai dengan 2020 agar memberikan
gambaran terkait keunggulan komparatif bijih nikel dari waktu ke waktu. Berikut merupakan tiga varian
teknik yang digunakan dalam penelitian ini:
Pertama rasio X/M dapat diketahui dengan rumus :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟
Rasio X/M =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟

Sebagai acuan bahwa komoditas suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila
nilai indeks rasio X/M > 1, sebaliknya apabila nilai indeks < 1 bermakna bahwa komoditas tidak memiliki
keunggulan komparatif.

Kedua nilai indeks RCA dapat diketahui dengan rumus :

𝑋𝑖𝑗 /𝑋𝑖𝑡
RCAij =
𝑊𝑗 /𝑊𝑡
Keterangan
RCAij = Nilai Analisis RCA (Daya Saing) Bijih Nikel Indonesia
Xij = Nilai ekspor komoditas Bijih Nikel Indonesia
Xit = Total nilai ekspor komoditas Indonesia
Wj = Nilai ekspor komoditas Bijih Nikel Dunia
Wt = Total nilai ekspor komoditas Dunia

Sebagai acuan komoditas suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif dengan syarat nilai
indeks > 1 bermakna bahwa komoditas memiliki keunggulan komparatif dan sebaliknya apabila nilai indeks
< 1 bermakna bahwa komoditas tidak memiliki keunggulan komparatif.

Ketiga nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dapat diketahui dengan rumus:
𝑋𝑖𝑎 − 𝑀𝑖𝑎
ISP =
𝑋𝑖𝑎 + 𝑀𝑖𝑎
Keterangan:
ISP = Indeks Spesialisasi Perdagangan
Xia = volume atau nilai ekspor komoditas bijih nikel
Mia = volume atau nilai impor komoditas bijih nikel

Sebagai acuan suatu negara dapat dikatakan cenderung menjadi negara eksportir apabila nilai indeks ISP ≥
0,5, dan sebaliknya negara tersebut akan cenderung sebagai negara importir apabila nilai indeks ISP ISP <
0,5 sampai mendekati 0 dengan rentang nilai 0 sampai degan 1.

113
Suryanto, E.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Fokus utama dalam pembahasan ini adalah menganalisis daya saing komoditas bijih nikel Indonesia.
Adapun analisis dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan meliputi Rasio X/M, Revealed
Comparative Advantage (RCA), dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP).
Analisis Rasio X/M
Tabel 2. Nilai Rasio X/M
No Tahun Nilai Ekspor Nilai Impor Nilai Rasio Keterangan
1. 2016 *) data tidak tersedia $26,818 0 < 1; kurang dari 1
2. 2017 $155,189,438 $38,343 4047,399473 > 1; lebih dari 1
3. 2018 $628,026,534 $744 844121,6855 > 1; lebih dari 1
4. 2019 $1,097,012,524 $4,355,820 251,8498294 > 1; lebih dari 1
5. 2020 $116 $23,361 0,004965541 < 1; kurang dari 1
Sumber : data penelitian diolah, 2021

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pada nilai rasio pada tahun 2016 dan 2020 menunjukkan
bahwa negara Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif atas komoditas bijih nikel. Sementara
berbeda dengan pada tahun 2017, 2018 dan 2019 yang menunjukkan keunggulan komparatif dengan nilai
rasio lebih dari > 1. (Gnidchenko & Salnikov, 2015) menyatakan bahwa dari kebijakan yang pernah diambil
pemerintah Indonesia pada tahun 2014 tentang larangan ekspor bijih nikel dalam keadaan mentah (belum
diproses) menunjukkan bahwa keputusan tersebut sangat mempengaruhi harga nikel dunia. Dari hal
tersebut bermakna bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif Indonesia dalam perdagangan nikel.
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)

Tabel 3. Nilai Ekspor Nikel dan Total Ekspor Komoditas Indonesia


Nilai ekspor komoditas Bijih Nikel Indonesia Total nilai ekspor komoditas Indonesia
No Kuantitas
Tahun Nilai Nilai Keterangan
(Kilogram)

1. 2016 *) data tidak tersedia *) data tidak tersedia $144,489,796,418 Dunia


2. 2017 4,882,728,000 $155.189.438 $168,810,042,930 Dunia
3. 2018 19,764,458,000 $628.026.534 $180,215,034,437 Dunia
4. 2019 32,380,173,000 $1.097.012.524 $167,682,997,529 Dunia
5. 2020 1,404 $116 $163,306,485,250 Dunia
Sumber: Comtrade UN, 2021

Tabel 4. Nilai Ekspor Komoditas Bijih Nikel dan Total Nilai Ekspor Komoditas Dunia
Nilai Ekspor Seluruh Komoditas di Dunia Nilai Ekspor Seluruh Komoditas di
No Dunia
Tahun Nilai Keterangan Nilai Keterangan
1. 2016 $2.073.276 Dunia $15.925.700.112 Dunia
2. 2017 $2.356.814 Dunia $17.562.797.123 Dunia
3. 2018 $2.867.000 Dunia $19.325.994.809 Dunia
4. 2019 $3.922.122 Dunia $18.736.223.963 Dunia
5. 2020 $3.458.510 Dunia $17.271.017.748 Dunia
Sumber: Trade Map, 2021

114
Suryanto, E.

Tabel 5. Hasil Perhitungan RCA


No Tahun Nilai Indeks Taraf RCA Hasil
1. 2016 - - Tidak ada Ekspor
2. 2017 6,850657499 >1 ; lebih dari 1 Berdaya saing
3. 2018 23,49098023 >1 ; lebih dari 1 Berdaya saing
4. 2019 31,25241102 >1 ; lebih dari 1 Berdaya saing
5. 2020 0,000003547 <1 ; kurang dari 1 Tidak Berdaya saing
Sumber : data penelitian diolah, 2021
Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2016 tidak ditemukan kegiatan
ekspor bijih nikel. Selanjutnya pada tahun 2017, 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa nilai indeks RCA >
1 lebih dari satu yang bermakna dalam tiga tahun komoditas nikel Indonesia memiliki daya saing.
Sementara pada tahun 2020 menunjukkan nilai indek RCA < 1 yang bermakna bahwa pada tahun tersebut
komoditas nikel Indonesia tidak memiliki daya saing.
Hasil tersebut bermakna bahwa pada tahun 2016 Indonesia tidak ditemukan melakukan kegiatan ekspor
nikel hal ini menyebabkan perhitungan RCA tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya isu larangan
ekspor bijih nikel yang telah direncanakan tahun 2014 dimana produksi nikel anjlok sampai dengan tahun
2016 yang disebabkan oleh fasilitas smelter yang belum matang.
Pada tahun 2017 komoditas bijih nikel Indonesia memiliki daya saing dengan nilai indeks 6,850 > 1.
Hal ini turut di pengaruhi oleh kebijakan pemerintah tentang kegiatan ekspor mineral mentah melalui
Peraturan Kementerian ESDM nomor 5 dan 6 tahun 2017. Peraturan Kementerian ESDM nomor 5
menerangkan bahwa nikel dengan kadar rendah dapat di jual negeri dengan syarat kebutuhan nasional telah
terpenuni. Nikel yang dimaksid memiliki kadar bawah 1,7% dan bauksit kadar rendah di bawah 42% wajib
diserap oleh fasilitas pemurnian minimum 30% dari kapasitas input smelter. Sementara Peratuan
Kementerian ESDM nomor 6 nikel yang dapat diekspor adalah jenis mineral logam yang telah memenuhi
batasan minimum pengolahan/nikel dengan kadar <1,7%. Namun dampak dari kebijakan Permen ESDM
nomor 6 tahun 2017 tersebut berdampak pada harga nikel yang anjlok dari harga US$12.000 / Ton menjadi
US$ 9.800/Ton dimana kondisi ini tidak sebanding dengan biaya produksi perusahaan smelter di Indonesia
(Contesa et al., 2018).
Pada tahun 2018 dan 2019 komoditas bijih nikel memiliki daya saing dengan nilai indeks 23,490 > 1
dan 31.252 > 1 dengan negara tujuan ekspor meliputi China, Jepang dan Ukraina dengan total nila $
628,026,534 pada tahun 2018 dan meningkat tajam di tahun 2019 menjadi sebesar $1,097,012,524. Selain
itu Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor nikel yang menguasai 37,2% perdagangan dunia (Azis &
Abrianti, 2021). Pelonggaran kebijakan Peraturan Kementerian ESDM Nomor 5 dan 6 Tahun 2017
berdampak pada peningkatan nilai ekspor di tahun 2018 dan 2019. Peningkatan ini sejalan dengan teori
keunggulan kompetitif dimana apabila suatu komoditas dapat bertahan di pasar bebas bermakna bahwa
produk tersebut paling diminati oleh konsumen (Destiningsih et al., 2020). Peningkatan nilai ekspor
tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan negara importir semakin meningkat atas komoditas nikel
Indonesia. Dengan adanya berspesialisasi berupa faktor produksi setidaknya satu komoditas dan semua
negara yang terlibat memperoleh keuntungan dari perdagangan (Bellino & Fratini, 2021). Bijih nikel
merupakan salah satu komoditas faktor produksi yang tidak setiap negara memiliki komoditas tersebut.
Sementara di tahun 2020 komoditas bijih besi tidak memiliki daya saing dengan nilai indeks 0,000 < 1.
Secara matematis hal ini disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor sebagai dampak dari kebijakan
pemerintah Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kementerian
ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara terkait dengan
pecepatan pelarangan ekspor bijih dikel per januari 2020.
Pemerintah harus bisa menangkap peluang atas kebijakan tersebut dengan cara menarik investasi asing
agar dapat mendirikan smelter di Indonesia sehingga bijih nikel tetap dapat diproduksi bukan dalam
keadaan metah namun menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Selain itu nikel dengan kadar rendah
akan diprioritaskan menjadi bahan baku baterai sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019

115
Suryanto, E.

Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery Untuk Transportasi Jalan.
Anbiyak & Cahyaningrum, (2021) memproyeksikan bahwa di tahun 2030 kebutuhan mencaoai 430 ribu
ton dan Indonesia menyimpan sumberdaya kobalt dalam cebakan nikel-kobalt laterit.

Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

Tabel 5. Hasil Perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)


No Tahun Nilai Ekspor Nilai Impor Nilai Rasio Keterangan
*) data tidak
1. 2016 $26,818 -1 (-) Negatif
tersedia
2. 2017 $155,189,438 $38,343 0,999 Mendekati 1
3. 2018 $628,026,534 $744 0,99 Mendekati 1
4. 2019 $1,097,012,524 $4,355,820 0,992 Mendekati 1
5. 2020 $116 $23,361 -0,99 (-) Negatif
Sumber : data penelitian diolah, 2021
Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai ISP komoditi bijih nikel Indonesia dari tahun 2017 sampai dengan
tahun 2019 sebesar 0,999 yang bermakna nilai tersebut mendekati 1, maka dapat disimpulkan bahwa
Indonesia merupakan negara pada tahap pematangan eksportir bijih nikel. Namun berbeda dengan tahun
2016 dan 2020 yang nilainya berubah menjadi negative akibat dari penurunan kinerja ekspor sebagai
dampak dari kebijakan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah. Hasil ini relevan dengan hasil penelitian
(Q. I. A, Fang-gang. O., & Xue-yong, 2017) yang mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk dari lima
negara yang mengendalikan lebih dari 80% sumberdaya bijih nikel dunia serta memiliki kapasitas ekspor
yang kuat. Sehingga menunjukkan posisi penting dalam jaringan perdagangan bijih nikel internasional.
Sebagian besar bijih nikel biasanya diproduksi untuk membuat baterai (Kim & Sumner, 2021). Meskipun
ekspor berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Bruto(Febriyanti, 2019) dan stabilitas antara
impor dan ekspor menjadi kunci dalam melakukan perdagangan antar negara. (Kartikasari & Khoirudin,
2022). Namun adanya larangan ekspor bijih nikel sebagai upaya untuk bisa dimanfaatkan dan di olah secara
mandiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih penting. Selain itu larangan ini turut menjadi salah
satu alternatif untuk menjaga ketersediaan nikel dingara eksportir karena penting untuk menetapkan tingkat
stok nikel sangat mungkin dilakukan oleh negara yang memiliki sumber daya alam yang berdaya saing
untuk menetapkan tingkat stok yang dalam rangka mengatasi kemungkinan krisis pasokan sumber daya
yang terjadi dan untuk mengatasi risiko lainnya baik (Zhou, et al., 2022).
Mengidentifikasi daya saing sangat penting bagi kinerja suatu negara terutama pada sektor
perdangangan. Saat ini berbagai negara telah berfokus pada produk yang memiliki keunggulan kompetitif
sebagai fenomena makroekonomi yang di didorong oleh variabel seperti nilai tukar, suku bunga, dan defisit
pemerintah (Kathuria, 2018). Pendekatan indeks keunggulan komparatif (RCA) telah banyak digunakan
salah satunya Maryam et al., (2018) dengan menggunakan Indeks keunggulan komparatif (RCA)
menunjukkan bahwa Brazil dan Rusia memiliki keunggulan komparatif dalam produk sumber daya alam
termasuk nikel didalamnya. Demikian pula Kathuria, (2018) indeks keunggulan komparatif (RCA) dinilai
mampu untuk menemukan keunggulan kompetetif dari industry manufaktur di India.

KESIMPULAN
Indonesia termasuk dalam negara eksportir nikel dengan pangsa pasar global. Keterbatasan sumberdaya
negara improtir menyebabkan nikel Indonesia banyak diminati oleh berbagai negara termasuk Cina, Jepang
dan Ukraina. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap daya saing bijih nikel dalam rentang waktu lima
tahun terakhir dengan tiga varian pedekatan. Hasil penelitian dengan tiga pendekatan meliputi Rasio X/M
dan Revealed Comparative Advantage (RCA) menemukan bahwa dari tahun 2017, 2018 dan 2019
komoditas bijih nikel memiliki daya saing dipasar internasional, sementara pada tahun 2016 dan 2020
komoditas bijih nikel Indonesia tidak memiliki daya saing dipasar internasional. Sementara dan Indeks

116
Suryanto, E.

Spesialisasi Perdagangan (ISP) menemukan bahwa pada tahun 2017, 2018 dan 2019 Indonesia berada pada
tahap pematangan eksportir bijih nikel. Dengan demikian temuan dalam penelitian ini berupa nilai daya
saing bijih nikel Indonesia berdaya saing di pasar internasional hanya pada 2017, 2018 dan 2019. Namun
seiring dengan adanya ketidakpastian kebijakan oleh pemerintah berupa perubahan peraturan menjadi salah
satu penyebab perubahan daya saing komoditas bijih nikel setiap tahunnya. Saran dalam penelitian ini
berupa pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel diharapkan dapat menangkap peluang dalam
pengoptimalan produksi bijih nikel produk yang memiliki tambah sehingga bisa bersaing dipasar global.
Lebih penting lagi agar pemerintah mampu menarik investasi asing agar mau mendirikan smelter bijih besi
di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Anbiyak, N., & Cahyaningrum, T. (2021). IDENTIFIKASI ZONA KAYA KOBALT PADA CEBAKAN
NIKEL LATERIT DI INDONESIA. Indonesian Mining Professionals Journal, 2(2).
https://doi.org/10.36986/impj.v2i2.38

Azis, V. A. A., & Abrianti, S. (2021). Analisis Terhadap Larangan Ekspor Bijih Nikel Kadar Rendah
Berdasarkan Prinsip Restriksi Kuantitatif. Hukum Pidana Dan Pembangunan …, September.

Bellino, E., & Fratini, S. M. (2021). Absolute advantages and capital mobility in international trade theory.
European Journal of the History of Economic Thought.
https://doi.org/10.1080/09672567.2021.1967418

Contesa, M., Ningrum, S., & Rahmatunnisa, M. (2018). Smelter : Inkonsistensi Kebijakan , Kendala dan
Dampak di Indonesia. Responsive, 1(1). https://doi.org/10.24198/responsive.v1i1.19095

Destiningsih, R., Sugiharti, R. R., Togar Laut, L., Nur Safiah, S., & Achsa, A. (2020). Competitiveness
identification of fisheries export in Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 530(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/530/1/012017

Farrokhpay, S., Filippov, L., & Fornasiero, D. (2019). Pre-concentration of nickel in laterite ores using
physical separation methods. Minerals Engineering, 141.
https://doi.org/10.1016/j.mineng.2019.105892

Febriyanti, D. F. (2019). PENGARUH EKSPOR DAN IMPOR TERHADAP PRODUK DOMESTIK


BRUTO INDONESIA TAHUN 2008-2017. ECOPLAN : JOURNAL OF ECONOMICS AND
DEVELOPMENT STUDIES, 2(1). https://doi.org/10.20527/ecoplan.v2i1.13

Gnidchenko, A. A., & Salnikov, V. A. (2015). Net Comparative Advantage Index: Overcoming the
Drawbacks of the Existing Indices. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.2709009

Hanafi, M., Wibisono, D., Mangkusubroto, K., Siallagan, M., & Badriyah, M. J. K. (2019). Designing
smelter industry investment competitiveness policy in Indonesia through system dynamics model.
Journal of Science and Technology Policy Management, 10(3). https://doi.org/10.1108/JSTPM-06-
2018-0064

Ito, A., Otake, T., Maulana, A., Sanematsu, K., Sufriadin, & Sato, T. (2021). Geochemical constraints on
the mobilization of Ni and critical metals in laterite deposits, Sulawesi, Indonesia: A mass-balance
approach. Resource Geology, 71(3). https://doi.org/10.1111/rge.12266

Kartikasari, D., & Khoirudin, R. (2022). Analisis Determinan Impor di Indonesia Periode 2011-2020.
Ecoplan, 5(1), 72–86.

Kathuria, L. M. (2018). Comparative advantages in clothing exports: India faces threat from competing
nations. Competitiveness Review, 28(5). https://doi.org/10.1108/CR-01-2017-0010

117
Suryanto, E.

Kim, K., & Sumner, A. (2021). Bringing state-owned entities back into the industrial policy debate: The
case of Indonesia. Structural Change and Economic Dynamics, 59.
https://doi.org/10.1016/j.strueco.2021.10.002

Mardiana, M., Anisa, S. N., & Yuda, D. (2021). Produk Domestik Bruto dan Kurs Sebagai Determinan
Impor Pupuk Indonesia. SOROT, 16(1). https://doi.org/10.31258/sorot.16.1.35-45

Maryam, J., Banday, U. J., & Mittal, A. (2018). Trade intensity and revealed comparative advantage: an
analysis of Intra-BRICS trade. International Journal of Emerging Markets, 13(5).
https://doi.org/10.1108/IJoEM-09-2017-0365

Nakajima, K., Daigo, I., Nansai, K., Matsubae, K., Takayanagi, W., Tomita, M., & Matsuno, Y. (2018).
Global distribution of material consumption: Nickel, copper, and iron. Resources, Conservation and
Recycling, 133. https://doi.org/10.1016/j.resconrec.2017.08.029

Nizar, M. A. (2013). PENGARUH PARIWISATA TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL


DI INDONESIA. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, 8(3 (September)).

Panova, Y., Aubakirov, Y., & Arbag, H. (2021). Selection of sorption materials for the extraction of nickel
and cobalt from the ore of the Gornostaevskoye deposit. Chemical Bulletin of Kazakh National
University, 3. https://doi.org/10.15328/cb1180

Prasetiyo, P. (2017). Tidak sederhana mewujudkan industri pengolahan nikel laterit kadar rendah di
Indonesia sehubungan dengan Undang-Undang Minerba 2009. Jurnal Teknologi Mineral Dan
Batubara, 12(3). https://doi.org/10.30556/jtmb.vol12.no3.2016.139

Putri, D. D. (2021). PROHIBITION OF EXPORTING NICKEL ORE TO THE EUROPEAN UNION IN


INTERNATIONAL TRADE LAW. 1(February), 1–5.

Putu, D., Kasih, D., Ketut, N., Dharmawan, S., Suksma, M., & Devi, P. (2021). Kedudukan Negara sebagai
Pembeli dalam Perspektif Hukum Perdagangan Internasional. 3, 354–369.

Q. I. A, Fang-gang. O., & Xue-yong, L. I. U. (2017). Study on International Nickel Ores Trade Evolution
Rule based on Complex Network. Resources & Industries, 18(6), 92.

Rahayu, S. W., & Sugianto, F. (2020). IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN DISKRIMINASI PELARANGAN
EKSPOR DAN IMPOR MINYAK KELAPA SAWIT DAN BIJIH NIKEL TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 16(2).
https://doi.org/10.30996/dih.v16i2.3439

Satriawan, G. (2015). Kebijakan Indonesia Dalam Melarang Ekspor Mineral Mentah Tahun 2009-2014
(Studi Kasus: Larangan Ekspor Mineral Mentah Nikel ke Tiongkok). Jom FISIP, 2(2).

Siahaan, D. M. T., Sagio, I., & Purwanti, E. (2021). Export Restrictions of Indonesian Nickel Ore Based
on the Perspective of Quantitative Restriction Principles in General Agreement on Tariffs and Trade.
Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 21(3). https://doi.org/10.30641/dejure.2021.v21.409-418

van Vuuren, D. P., Strengers, B. J., & de Vries, H. J. M. (1999). Long-term perspectives on world metal
use-a system-dynamics model. Resources Policy, 25(4). https://doi.org/10.1016/S0301-
4207(99)00031-8

Wang, X., Wang, A., Zhong, W., Zhu, D., & Wang, C. (2022). Analysis of international nickel flow based
on the industrial chain. Resources Policy, 77, 102729.

Widiatedja, I. G. N. P. (2021). Indonesia’s export ban on nickel ore: Does it violate the world trade
organization (wto) rules? Journal of World Trade, 55(4). https://doi.org/10.54648/trad2021028

Zheng, S., Zhou, X., Zhao, P., Xing, W., Han, Y., Hao, H., & Luo, W. (2022). Impact of countries’ role on
trade prices from a nickel chain perspective: Based on complex network and panel regression
analysis. Resources Policy, 78, 102930.

118
Suryanto, E.

Zhou, X., ZHANG, H. U. A., Zheng, S., Xing, W., Yang, H., & Zhao, Y. (n.d.). A Study on the
Transmission of Trade Behavior of Global Nickel Products from the Perspective of the Industrial
Chain. Available at SSRN 4140005.

Zhou, X., Zheng, S., Zhang, H., Liu, Q., Xing, W., Li, X., Han, Y., & Zhao, P. (2022). Risk Transmission
of Trade Price Fluctuations from a Nickel Chain Perspective: Based on Systematic Risk Entropy and
Granger Causality Networks. Entropy, 24(9), 1221.

119

You might also like