MAKALAH ASWAJA - fx-1

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

MAKALAH ASWAJA

IMPLEMENTASI ASWAJA DALAM DAKWAH BERBANGSA DAN


BERNEGARA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ASWAJA
Dosen Pengampu Muhammadun, M.Si

DISUSUN OLEH:
Yakiyatul Fakhiroh (22051378)
Rukaya (22051376)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUNAN PANDANARAN
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aswaja merupakan pemahaman teologis (Akidah) Islam yang diyakini
oleh sebagian besar umat Islam sebagai pemahaman yang benar yang telah
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Aswaja atau
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah merupakan ajaran islam yang mengacu pada
pengamalan ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Quran, Hadits, serta ijma' ulama
yang diwariskan melalui tradisi dan sejarah keislaman di Indonesia. Sebagai
pandangan keagamaan mayoritas, Aswaja merupakan pondasi utama dalam
memahami dan menjalankan ajaran Islam di tengah masyarakat Indonesia yang
memiliki keberagaman budaya dan suku bangsa.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, upaya mengajarkan
islam perlu dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan
mengedepankan semangat persatuan serta keutuhan NKRI. Dakwah dalam
berbangsa dan bernegara bertujuan memperkokoh jati diri umat Muslim sebagai
warga negara yang baik dan bertanggung jawab, serta mendorong terciptanya
masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan sosial. Oleh karena itu,
implementasi Aswaja dalam dakwah berbangsa dan bernegara menjadi sangat
penting untuk memberikan sumbangsih positif dalam pembangunan bangsa dan
negara.
Implementasi Aswaja dalam dakwah berbangsa dan bernegara merupakan
sebuah topik yang penting dalam konteks kehidupan beragama di Indonesia.
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis peran serta pentingnya
Aswaja dalam dakwah demi membangun bangsa dan negara yang berkeadilan,
beradab, dan damai. Melalui pemahaman yang jelas mengenai prinsip-prinsip
Aswaja dalam dakwah serta landasan hukum yang mengikatnya, diharapkan
implementasi Aswaja dapat membawa manfaat nyata dalam pembangunan bangsa
dan menjaga persatuan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aswaja dalam konteks berbangsa dan
bernegara?
2. Apa saja prinsip-prinsip aswaja dalam berbangsa dan bernegara?
3. Bagaimana implementasi paham aswaja dalam konsep berbangsa dan
bernegara?
4. Apa saja Tantangan dan Hambatan dalam Mengimplementasikan Aswaja
dalam Dakwah berbangsa dan bernegara?
5. Bagaimana cara/strategi untuk Pengembangan dan Pembumian Aswaja
dalam Dakwah Berbangsa dan Bernegara?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian Aswaja dalam konteks berbangsa dan bernegara
2. Mengetahui prinsip-prinsip aswaja dalam konteks berbangsa dan
bernegara
3. Menganalisis implementasi paham aswaja dalam konsep berbangsa dan
bernegara
4. Mengetahui tantangan dalam mengimplementasikan Aswaja dalam
dakwah berbangsa dan bernegara
5. Mengetahui cara/strategi untuk pengembangan dan pembumian Aswaja
dalam dakwah Berbangsa dan Bernegara
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara


Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Aswaja (Ahlussunnah
Waljama'ah) merupakan sebuah akidah yang muncul dari pemikiran Abu
Hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Aswaja tidak membatasi diri
dari kehidupan bernegara, bahkan fiqih siyasah menjadi dasar bagi para ulama
untuk mengonsep korelasi hukum Islam dengan prinsip kebangsaan dan
kenegaraan .
Aswaja memiliki manifestasi yang sangat terkait dengan kedudukan
negara yang didirikan atas dasar tanggung jawab bersama sebagai sebuah
bangsa, sikap terhadap kedudukan pemimpin, dan etika ketika pemimpin perlu
diingatkan atas kesalahannya. Manifestasi Aswaja terhadap kehidupan
bernegara terdiri dari tiga hal, yaitu:
1. Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib
dipelihara dan dipertahankan eksistensinya.
2. Penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada
kedudukan yang sesuai yaitu, harus ditempatkan pada kedudukan yang
terhormat dan ditaati, selam tidak menyelewengkan, memerintah ke arah
yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah SWT.
3. Etika ketika pemimpin perlu diingatkan atas kesalahannya. Cara
memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya.
Ketiga menifestasi Aswaja dalam konteks kehidupan bernegara yang
juga menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama memainkan peran penting
untuk memperkuat suatu bangsa. NU sebagai civil society telah
mempraktikkan bagaimana agama dan nasionalisme tidak bertentangan,
bahkan saling memperkuat sehingga nasionalisme tidak kering dan
mempunyai pijakan moral, sedangkan agama tidak kehilangan pijakan
dakwahnya.1
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang
diajarkan dalam Aswaja termasuk sikap at-tawassuth, al-itidal, at-tawazun, at-
tasamuh, dan amar maruf nahi mungkar. Nilai-nilai ini diyakini dapat
membawa umatnya baik secara individual maupun komunal ke jalan yang
benar, sejahtera lahir dan batin, selamat di dunia dan di akhirat serta diridhoi
Allah SWT, termasuk cara kebersamaan hidup berbangsa dan bernegara yang
diliputi dengan kedamaian.2
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Aswaja an-
Nahdliyah juga menekankan pentingnya model Aswaja dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dilaksanakan dan disimbolkan
dengan Bhineka Tunggal Ika, sebagai wujud dari kemajemukan.3

B. Prinsip-Prinsip Aswaja dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara


Dalam konteks berbangsa dan bernegara, prinsip-prinsip Aswaja
(Ahlussunnah Waljama'ah) memiliki implikasi yang sangat terkait dengan
kehidupan bernegara. Berikut adalah beberapa konsep utama prinsip-prinsip
Aswaja dalam konteks berbangsa dan bernegara :
1. Tawasuth
Tawasuth ialah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak
cenderung ke kanan atau ke kiri. Dalam konteks berbangsa dan bernegara,
pemikiran moderat ini sangat urgen menjadi semangat dalam
mengakomodir beragam kepentingan dan perselisihan, lalu berikhtiar
mencari solusi yang paling ashlah (terbaik).

1
Fathoni Ahmad, “Wujud Karakter Aswaja dalam Kehidupan Bernegara” , 30 Agustus 2018, :
https://nu.or.id/fragmen/wujud-karakter-aswaja-dalam-kehidupan-bernegara-8Zbyg

2
Noor Rohman, “Ahlussunnah Waljama’ah dan Keindonesiaan”, 2014
https://dakwah.unisnu.ac.id/ahlus-sunnah-wal-jamaah-dan-keindonesiaan
3
Ahmad Halid, “Aswaja Dan Negara Cara Aswaja An-Nahdliyah Berbangsa Dan Bernegara
(Berdasar Pada Risalah Jaam’iyah Nahdatul Ulama Dan Historis Perjuangan Pesantren)”, Widina
Bhakti Persada Bandung 2023, hal. 10
Menurut KH. Said Agil Siradj, Ahlussunnah Waljamaah adalah
orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup
semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi,
menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya Ahlussunnah Waljamaah
harus diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah Waljamaah bukan
sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara berpikir
tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi
tabi‟in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam
menyikapi situasi politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan
berarti bahwa Ahlussunnah Waljamaah sebagai manhaj al-fikr adalah
produk yang bebas dari realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang
melingkupinya.
Sikap tawasuth menjadi landasan bagi manusia dan warga NU
khususnya untuk tidak ikut terlibat dalam sebuah pertentangan dan
pertikaian, sebab dalam setiap pertikaian akan ada nilai penting yang
terabaikan yaitu kemanusiaan. Oleh sebab itu pada saat perang dingin
antara blok barat dan blok timur di masa lalu, Indonesia mencetuskan diri
membentuk gerakan Non-Blok yang akhirnya tidak ikut menyeret
Indonesia ke medan perang yang lebih besar.4
Contoh-contoh sikap tawasuth adalah Aswaja juga mengandung
ajaran tentang sikap menghargai mayoritas dan perbedaan. Oleh karenanya,
NU sebagai penganut Aswaja lebih apresiatif terhadap paradigma
demokrasi. Bagi NU, perbedaan di tengah umat merupakan keniscayaan.
Karena itu harus disikapi secara arif dengan mengedepankan musyawarah.
Tidak boleh disikapi secara radikal dan ekstrem hanya karena keyakinan
atas kebenaran sepihak. Dalam Aswaja dikenal dengan prinsip al-Sawad al-
A’dham, berdasarkan hadits Nabi: fa idza raiytum ikhtilafan fa’alaykum bi
sawad al-a’dzam (jika kalian menjumpai perbedaan, ikutilah golongan yang
terbanyak). Prinsip al-Sawad al-A’dhom ini didasarkan atas asumsi populer

4
Riki Herman dan Usman, “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Ahlussunnah Wal-Jama’ah-Nu
Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di SMK Diponegoro Depok Yogyakarta”, Hal. 20
sebagaimana dalam hadits: “La tajtami’u ummati ‘ala al-dlalalah” (umatku
tidak akan bersepakat atas kesesatan).
2. Tasammuh
Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang berarti toleransi yang
mempunyai arti bermurah hati, kata lain dari tasamuh adalah 'tasahul' yang
memiliki arti bermudah mudahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata toleransi adalah suatu sikap menghargai pendirian orang lain (seperti
pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian diri sendiri.
Menurut Mujamil Qomar dalam buku NU Liberal “Sikap tasamuh
adalah sikap toleran terhadap wujudnya perbedaan pandangan baik
menyangkut keagamaan, seperti: soal khilafiyah, masalah kemasyarakatan,
dan kebudayaan. NU menyadari benar bahwa orang lain tidak bisa dipaksa
mengikuti pandangannya sehingga tidak perlu dihujat, dilecehkan, dan
dicaci maki, tetapi pandangan orang lain itu dihargai dan dihormati selama
tidak menyangkut masalah yang prinsipil”.5
Dasar dari sikap toleransi adalah kasih sayang. Adanya kasih
sayang dari sesama akan mendorong seseorang untuk menghargai dan
menghormati orang lain. Adapun tujuan dan sikap toleransi adalah
menghindari kekerasan dan menciptakan kerukunan dan kedamaian hidup
bersama orang lain. Dari sikap tasamuh inilah, Ahlussunnah waljamaah
merumuskan konsep persaudaraan (ukhuwwah) universal. Hal ini meliputi
ukhuwwah islamiyyah (persaudaan keislaman), ukhuwwah wathaniyyah
(persaudaraan kebangsaaan) dan ukhuwwah basyariyyah atau insâniyyah
(persaudaraan kemanusiaan). Persaudaraan universal untuk menciptakan
keharmonisan kehidupan di muka bumi ini, merupakan implementasi dari
firman Allah SWT:6

5
Mujamil Qomar, NU “LIBERAL” DARI TRADISIONALISME AHLUSSUNNAHN KE
UNIVERSALISME ISLAM, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 92.
6
Riki Herman dan Usman, “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Ahlussunnah Wal-Jama’ah-Nu
Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di SMK Diponegoro Depok Yogyakarta”, Hal. 21
‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َجَع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو ۚا ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهّٰللا‬
ٌ ‫َاْتٰق ىُك ْۗم ِاَّن َهّٰللا َع ِلْيٌم َخ ِب‬
‫ْير‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. (QS. Al-hujurat; 13).”
Beberapa contoh perilaku tasamuh yaitu: Berlapang dada dalam
menerima semua perbedaan, karena perbedaan adalah Rahmat Allah
swt,Tidak membeda-bedakan (mendiskriminasi) teman yang berbeda
keyakinan, Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama),
Memberikan kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama), Tidak
mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah,
Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan
dalam hal Duniawi, Menghormati orang lain yang sedang beribadah, Tidak
membenci dan menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau
pendapat dengan kita.
Beberapa fungsi bersikap tasamuh (toleransi): Berlapang dada dalam
segala perbedaan, Menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap
sesama, Menghindarkan dari tindakan kekerasan dan kekacauan,
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan tenggang rasa terhadap
sesama manusia, Mempererat persatuan dan kesatuan serta persaudaraan di
antara manusia, Meningkatkan derajat manusia, baik di hadapan orang lain
ataupun di hadapan Allah SWT., Menjaga dan menghormati kewajiban dan
hak orang lain, Menjaga norma-norma agama, sosial, dan adat istiadat,
Menumbuhkan sikap bertanggung jawab terhadap kehidupan di lingkungan
masyarakat.
3. Tawazun
Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah (mengabdi) baik
kepada Allah SWT. Yang dikaitkan dengan kehidupan masyarakat,
kehidupan sesama manusia, maupun kepada lingkungan. Menyelaraskan
kepentingan masalalu, masa kini, dan masa mendatang.
Firman Allah SWT:
‫لَقْد َاْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيٰن ِت َو َاْنَز ْلَنا َم َع ُهُم اْلِكٰت َب َو اْلِم ْيَز اَن ِلَيُقْو َم الَّناُس ِباْلِقْس ِۚط‬

Artinya: “Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa


bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-
kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan.” (QS al-Hadid: 25)
Sesuai dengan Firman Allah, manusia memiliki tiga potensi, yaitu
al jasad (jasmani), al-aql (akal), dan ar-ruh (ruhani). Islam menghendaki
ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang).
Perintah untuk menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada
QS.55:7-9
Ketiga potensi tersebut membutuhkan makanannya masing-
masing, yaitu sebagai berikut:
a. Jasmani
Jasmani atau fisik adalah amanah dari Allah swt, karena itu harus
kita jaga Dalam sebuah hadits dikatakan Mu’min yang kuat itu lebih baik
atau disukai Allah daripada mu’min yang lemah.” (HR Muslim), maka
jasmani pun harus dipenuhi kebutuhannya agar menjadi kuat.
Kebutuhannya adalah makanan, yaitu makanan yang halalan thoyyiban
(halal dan baik) (QS.80:24,2:168), beristirahat (QS.78:9), kebutuhan
biologis (QS.30:20- 21) dan hal-hal lain yang menjadikan jasmani kuat.
b. Akal
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal. Akal
pulalah yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk-makhluk
lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenali hakikat sesuatu,
mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam
memanfaatkan kekayaan alam yang oleh Allah diperuntukkan baginya
supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil-
ardhi (wakil Allah di atas bumi) (QS.2:30;33:72). Kebutuhan akal adalah
ilmu (QS.3:190) untuk pemenuhan sarana kehidupannya.
c. Ruh (hati)
Kebutuhannya adalah dzikrullah (QS.13:28;62:9-10). Pemenuhan
kebutuhan ruhani sangat penting, agar ruh/jiwa tetap memiliki
semangat hidup, tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut jiwa akan mati
dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan
kepadanya.
Dengan seimbang, manusia dapat meraih kebahagiaan hakiki
yang merupakan nikmat Allah, karena pelaksanaan syariah sesuai
dengan fitrahnya. Untuk skala ketawazunan akan menempatkan umat
islam menjadi umat pertengahan/ ummatan wasaton (Q.S. 2:143), yaitu
umat yang seimbang.7

C. Implementasi Paham Aswaja dalam Konsep Berbangsa dan Bernegara


Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai sebuah akidah yang
muncul dari pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi
tidak membatasi diri dari kehidupan bernegara. Bahkan fiqih siyasah menjadi
dasar bagi para ulama untuk mengonsep korelasi hukum Islam dengan prinsip
kebangsaan dan kenegaraan. Menurut KH Achmad Siddiq dalam bukunya
Khittah Nahdliyyah menjelaskan perwujudan atau manisfestasi Ahlussunnah
wal Jamaah dalam konteks kehidupan bernegara. Manifestasi tersebut sangat
terkait dengan kedudukan negara yang didirikan atas dasar tanggung bersama
sebagai sebuah bangsa (nation), sikap terhadap kedudukan pemimpin, dan
etika ketika pemimpin perlu diingatkan atas kesalahannya.

7
https://eightishad.wordpress.com/2013/05/02/materi-mentoring-tawazun, Febri_fransiska 05- 02-
13
Ketiga menifestasi Aswaja dalam konteks kehidupan bernegara juga
menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama memainkan peran penting untuk
memperkuat suatu bangsa. NU sebagai civil society telah mempraktikkan
bagaimana agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling
memperkuat sehingga nasionalisme tidak kering dan mempunyai pijakan
moral, sedangkan agama tidak kehilangan pijakan dakwahnya.8
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu negara yaitu:
1. Prinsip Syura (Musyawarah)
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy-Syura 42: 36-39 yang
artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya
Menurut ayat di atas, merupakan ajaran yang setara dengan iman
kepada Allah (iman billah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar (ijtinabul
kaba’ir), memberi ma‟af setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan
shalat, memberikan sedekah, dan lain sebagainya. Seakan-akan musyawarah
merupakan suatu bagian integral dan hakekat Iman dan Islam.9
2. Al-’Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam
terutama bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan (hukkam)
terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini didasarkan kepada QS An-
Nisa’ 4:58 yang artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
8
Fathoni, "Wujud Karakter Aswaja dalam Kehidupan Bernegara", 2018,
https://nu.or.id/fragmen/wujud-karakter-aswaja-dalam-kehidupan-bernegara-8Zbyg
9
Asep Saefuddin, Membumikan Aswaja, Surabya: Khalista, 2012, hlmn. 177
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
3. Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat)
agar dapat melakukan hak-hak mereka. Hak-hak tersebut dalam syari‟at
dikemas dalam al-Ushul alKhams (lima prinsip pokok) yang menjadi
kebutuhan primer (dharuri) bagi setiap insan. Kelima prinsip tersebut
adalah: a) Hifzhun Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dimiliki
warga negara (rakyat). b) Hifzhud Din, yaitu jaminan kepada warga negara
untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya. c) Hifzhul Mal, yaitu
jaminan terhadap keselamatan harta benda yang dimiliki oleh warga
negara. d) Hifzhun Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis
keturunan setiap warga negara. e) Hifzhul „lrdh, yaitu jaminan terhadap
harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga
negara. Kelima prinsip di atas beserta uraian dalam era sekarang ini lebih
menyerupai Hak Asasi Manusia (HAM).10
4. Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)
Semua warga negara haruslah mendapat perlakuan yang sama.
Semua warga negara memiliki kewajiban dan hak yang sama pula. Sistem
kasta atau pemihakan terhadap golongan, ras, jenis kelamin atau pemeluk
agama tertentu tidaklah dibenarkan. Harus kita akui, bahwa istilah
“demokrasi” tidak pernah dijumpai dalam bahasa Al-Qur‟an maupun
wacana hukum Islam klasik. Istilah tersebut diadopsi dari para negarawan
di Eropa. Namun, harus diakui bahwa nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya banyak menyerupai prinsip-prinsip yang harus ditegakkan
dalam berbangsa dan bernegara menurut Aswaja. Dalam era globalisasi di
mana kondisi percaturan politik dan kehidupan umat manusia banyak
mengalami perubahan yang mendasar, misalnya kalau dulu dikenal

10
Wahid, Abd dkk Militansi Aswaja dan Dinamika Pemikiran Islam, Aswaja Center UnismaI.
(Visipress Offset. Malang) 2011 hlm 21
komunitas kabilah, saat ini sudah tidak dikenallagi bahkan kondisi umat
manusia sudah menjadi “perkampungan dunia”, maka demokrasi harus
dapat ditegakkan11.

D. Tantangan dan Hambatan dalam Mengimplementasikan Aswaja dalam


Dakwah berbangsa dan bernegara
Mengimplementasikan Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah) dalam dakwah
berbangsa dan bernegara dihadapkan pada beberapa tantangan dan hambatan.
Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Tantangan dari sisi masyarakat: Terdapat hambatan dalam mewujudkan
partisipasi yang baik dari masyarakat dalam mengimplementasikan Aswaja
dalam dakwah berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat menjadi tantangan
karena tidak semua masyarakat memiliki pemahaman yang sama terkait
dengan Aswaja.
2. Tantangan dari sisi pemahaman keagamaan: Implementasi Aswaja dalam
dakwah berbangsa dan bernegara memerlukan pemahaman yang mendalam
terkait dengan ajaran dan prinsip-prinsip Aswaja. Tantangan ini dapat muncul
jika terdapat perbedaan pemahaman di antara individu atau kelompok dalam
memahami dan mengimplementasikan Aswaja.
3. Tantangan dari sisi keberagaman: Indonesia merupakan negara dengan
keberagaman agama dan budaya yang tinggi. Mengimplementasikan Aswaja
dalam dakwah berbangsa dan bernegara memerlukan sikap toleransi dan
penghormatan terhadap keberagaman ini Tantangan ini dapat muncul jika
terdapat ketegangan atau konflik antara kelompok-kelompok agama yang
berbeda.
4. Tantangan dari sisi politik: Implementasi Aswaja dalam dakwah berbangsa
dan bernegara juga dapat dihadapkan pada tantangan dari sisi politik. Terdapat
kebijakan politik dan regulasi yang dapat mempengaruhi atau membatasi
implementasi Aswaja dalam konteks berbangsa dan bernegara.

11
Asep Saefuddin, Membumikan Aswaja, Surabya: Khalista, 2012, hlmn. 177
5. Tantangan dari sisi pendidikan: Pendidikan merupakan salah satu sarana
penting dalam mengimplementasikan Aswaja dalam dakwah berbangsa dan
bernegara. Tantangan ini dapat muncul jika terdapat keterbatasan akses
pendidikan yang merata dan kurangnya pemahaman yang mendalam terkait
dengan Aswaja di kalangan pendidik dan peserta didik.12

E. Strategi untuk Pengembangan dan Pembumian Aswaja dalam Dakwah


Berbangsa dan Bernegara
Pengembangan dan pembumian Aswaja dalam dakwah berbangsa dan
bernegara dapat dilakukan melalui beberapa strategi dan prinsip-prinsip ajaran
Aswaja. Aswaja, singkatan dari Ahlussunnah Wal Jama'ah, adalah paham yang
dianut oleh warga Nahdlatul Ulama (NU) dan memiliki karakteristik yang
moderat dan toleran.13 Berikut adalah strategi untuk pengembangan dan
pembumian Aswaja:
1. Pendidikan Aswaja: Pengembangan pendidikan Aswaja dapat menjadi strategi
deradikalisasi. Pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moderat, toleransi,
dan keseimbangan dapat membantu dalam pembumian Aswaja.
2. Diskursus Sosial-Budaya: Aswaja membuka toleransi dan keseimbangan
dalam budaya masyarakat, sehingga dapat menjadi strategi untuk
membumikan Aswaja.
3. Nilai-Nilai Ajaran Aswaja: Prinsip-prinsip ajaran Aswaja, seperti sikap
moderat, keseimbangan, toleransi, dan kebersamaan hidup berbangsa dan
bernegara, dapat menjadi strategi dalam pembumian Aswaja.
4. Manifestasi dalam Kehidupan Bernegara: Aswaja memiliki manifestasi yang
terkait dengan kedudukan negara yang didirikan atas dasar tanggung bersama
sebagai sebuah bangsa, sehingga pemahaman ini dapat dijadikan strategi
dalam pembumian Aswaja.

12
https://balitbangda.surakarta.go.id/eriset/uploads/riset//
KESIMPULAN_DAN_REKOMENDASI_LAP_AKHIR_MONEV_PARTISIPASI_MASY_KOT
A_SURAKARTA_AGUSTUS_2022.pdf
13
Ngainun Naim, PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ASWAJA SEBAGAI STRATEGI
DERADIKALISASI, jilid 23 No. 1 2015,
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/issue/view/58
KESIMPULAN
Aswaja (Ahlussunnah Waljama'ah) merupakan sebuah akidah yang
muncul dari pemikiran Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
Aswaja tidak membatasi diri dari kehidupan bernegara, bahkan fiqih siyasah
menjadi dasar bagi para ulama untuk mengonsep korelasi hukum Islam
dengan prinsip kebangsaan dan kenegaraan . beberapa konsep utama prinsip-
prinsip Aswaja:Tawasuth,Tasammuh dan tawazun.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang
diajarkan dalam Aswaja termasuk sikap at-tawassuth, al-itidal, at-tawazun, at-
tasamuh, dan amar maruf nahi mungkar. Menifestasi Aswaja dalam konteks
kehidupan bernegara juga menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama
memainkan peran penting untuk memperkuat suatu bangsa. Syura
(musyawarah), al-Adl (keadilan), al-Hurriyah (kebebasan), al-Musawah
(kesetaraan derajat).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Fathoni “Wujud Karakter Aswaja dalam Kehidupan Bernegara” , 30


Agustus 2018, : https://nu.or.id/fragmen/wujud-karakter-aswaja-dalam-
kehidupan-bernegara-8Zbyg
Halid, Ahmad “Aswaja Dan Negara Cara Aswaja An-Nahdliyah Berbangsa Dan
Bernegara (Berdasar Pada Risalah Jaam’iyah Nahdatul Ulama Dan
Historis Perjuangan Pesantren)”, Widina Bhakti Persada Bandung 2023,
hal. 10
Herman, Riki dan Usman, “Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah-Nu Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di SMK Diponegoro
Depok Yogyakarta”, Hal. 20
https://balitbangda.surakarta.go.id/eriset/uploads/riset//
KESIMPULAN_DAN_REKOMENDASI_LAP_AKHIR_MONEV_PAR
TISIPASI_MASY_KOTA_SURAKARTA_AGUSTUS_2022.pdf
https://eightishad.wordpress.com/2013/05/02/materi-mentoring-tawazun,
Febri_fransiska 05- 02-13
Naim, Ngainun PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ASWAJA SEBAGAI
STRATEGI DERADIKALISASI, jilid 23 No. 1 2015,
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/issue/view/58
Qomar, Mujamil NU “LIBERAL” DARI TRADISIONALISME AHLUSSUNNAHN
KE UNIVERSALISME ISLAM, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 92.
Rohman, Noor “Ahlussunnah Waljama’ah dan Keindonesiaan”, 2014
https://dakwah.unisnu.ac.id/ahlus-sunnah-wal-jamaah-dan-keindonesiaan
Saefuddin, Asep. Membumikan Aswaja, Surabya: Khalista, 2012, hlmn. 177
Wahid, Abd dkk Militansi Aswaja dan Dinamika Pemikiran Islam, Aswaja Center
UnismaI. (Visipress Offset. Malang) 2011 hlm 21

You might also like