Universitas Sumatera Utara

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 137

PENYELESAIAN HUTANG KREDIT ANTARA KOPERASI

KARYAWAN DENGAN ANGGOTA KOPERASI KARYAWAN YANG


TELAH PENSIUN (STUDI PADA KOPERASI KARYAWAN PT. PLN
(PERSERO) CABANG BINJAI)

TESIS

OLEH :

TIESA SALEH
157011020

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Salah satu bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh anggota koperasi


terhadap pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai ialah
adanya pengingkaran janji oleh pihak Anggota Koperasi yang mana pembayaran
kembali dari pinjaman tesebut beserta bunga dan biaya administarsi yang
terhutang oleh pihak kedua atau nasabah tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
Disebut wanprestasi jika melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian, dalam hal
wanprestasi dilakukan oleh Anggota Koperasi yang telah pensiun yang mana
dalam Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai apabila karyawan
telah pensiun dapat menjadi Anggota Luar Biasa Koperasi. Wanprestasi yang
dilakukan oleh anggota koperasi karyawan yang telah pensiun akibatnya sangat
merugikan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai namun untuk
menuntut kerugian akibat wanprestasi tersebut sangat sulit dilakukan. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana hubungan hukum antara Koperasi
Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dengan karyawannya yang telah
pensiun? Bagaimana perlindungan terhadap Koperasi Karyawan PT. PLN
(Persero) Cabang Binjai dengan Karyawan yang telah pensiun dalam Perjanjian
Pembiayaan? Bagaimana penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota Koperasi
Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai yang telah pensiun melakukan
wanprestasi?
Jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Penelitian dengan metode yuridis normatif ialah dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statue approach), penelitian hukum doktriner yang
mengacu kepada norma-norma hukum. Dengan Sifat penelitian deskriptif analitis
dengan menggunakan Data sekunder. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode berpikir deduktif.
Hubungan hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang
Binjai dengan karyawannya yang telah pensiun timbul dari keanggotaan
berdasarkan Pasal 5 Anggaran dasar Kopkarlin ayat (6). Untuk melindungi
koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dalam pemberian kredit
atau pinjaman kepada karyawan yang telah pensiun ditandatangani Perjanjian
kredit yang dibuat antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai
selaku kreditur dengan Anggota koperasi selaku debitur dituangkan dalam akta
dibawah tangan bermaterai yang mengikat kedua belah pihak. Penyelesaian
hutang kredit dalam hal anggota koperasi karyawan PT. PLN (Persero) cabang
Binjai melakukan wanprestasi yaitu Koperasi karyawan PT. PLN (persero) cabang
Binjai akan memberikan peringatan maupun teguran secara lisan kepada anggota
biasa dan anggota luar biasa Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) cabang
Binjai. Hal tersebut bertujuan agar peminjam dapat menyelesaikan kewajibannya
sebagaimana mestinya. Apabila tidak dapat diselesaikan maka Koperasi
Karyawan PT. PLN (Persero) cabang Binjai akan memanggil anggota koperasi
yang telah pensiun untuk bertemu dan mengambil cara musyawarah agar hutang
pinjaman selesai. Selanjutnya bila tidak juga ada itikad baik dari anggota koperasi
yang kreditnya macet tersebut maka pihak Koperasi Karyawan PT. PLN Cabang
Binjai dapat melakukan gugatan melalui Pengadilan.
Kata Kunci : penyelesaian hutang kredit, koperasi karyawan, PT. PLN
(Persero) Cabang Binjai, karyawan yang telah pensiun

Universitas Sumatera Utara


i
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan


kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, hidayah, karunia, dan
ridho-Nya lah akhirnya penulis mampu menyelesaikan tesis serta pendidikan di
sekolah Pasca sarjana program studi Magister Kenotariatan (M.Kn) ini.
Tiada henti-hentinya penulis selalu mengucapkan rasa syukur kepada
Allah S.W.T, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat
menyelesaikan studi dan penulisan tesis yang berjudul “PENYELESAIAN
HUTANG KREDIT ANTARA KOPERASI KARYAWAN DENGAN
ANGGOTA KOPERASI KARYAWAN YANG TELAH PENSIUN (STUDI
PADA KOPERASI KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) CABANG BINJAI)
serta shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad S.A.W
yang telah membawa manusia dari zaman Jahiliah ke zaman Islamiah, sehingga
manusia dapat mengenal kebaikan, dapat membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, serta mengajarkan manusia untuk mengenal Allah sang pencipta
kehidupan dan kematian.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan
untuk penyempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang yang telah
berjasa tiada batasnya yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih,
mensuport tanpa imbalan dan henti-hentinya, membantu tanpa mengharapkan
balasan, berjuang dalam mendidik, membimbing, dan menyemangati tanpa batas
adalah orang tua penulis yaitu : Irsal Saleh, SE dan Hariati, penulis ucapkan
jutaan terimakasih kepada orang tua, semoga setiap amalan kebaikan yang penulis
lakukan juga dicatatkan untuk kedua orang tua dan adik penulis, Aamiin ya rabbal
Alamin.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini juga tiada kesempurnaan tanpa
adanya bimbingan, masukan, kritikan dan arahan-arahan para pembimbing dan
para penguji, dan oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih sebanyak-

Universitas Sumatera Utara


iii
banyaknya kepada para pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. BISMAR
NASUTION, SH, MH., selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.
MAHMUL SIREGAR, S.H., M.Hum, selaku anggota komisi pembimbing, dan
Bapak NOTARIS SUPRAYITNO, selaku anggota komisi pembimbing, serta
para penguji yaitu Bapak Prof. Dr. MUHAMMAD YAMIN, SH, MS,
CN,selaku dosen penguji tesis dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN.,
M.Hum, selaku dosen penguji tesis.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih juga kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH.,CN.,M.Hum, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Para Professor dan Guru Besar serta Staff Pengajar dan juga kepada seluruh
Karyawan Biro Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
6. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2015, khususnya Group C
stambuk 2015 yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam berdiskusi
mengenai perkuliahan dan saling memberi dukungan.
7. Kepada saudara kandung Renzi Saleh dan Unityasa Saleh yang
memberikan dukungan penuh terhadap penyelesaian tesis ini.
8. Sahabat-sahabat terbaik Rahma Sari, Zaki Alyamani, Muhammad
Faisal Nasution, Winni Utari, Mila Lailyana, Indah Firmaja yang
selalu mendukung dalam doa, dan mensuport tanpa henti.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga tesis
ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berguna baik
bagi penulis, bagi Perseroan, bagi Notaris, dunia Akademik, dan seluruh pihak
yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.

Medan, 5 Januari 2015

Tiesa Saleh

Universitas Sumatera Utara


iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I . IDENTITAS PRIBADI

Nama : Tiesa Saleh

Tempa/Tanggal Lahir : Medan, 24 Oktober 1992

Alamat : Jalan Binjai KM. 11 Sukabumi Baru


No.171

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 25 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Ayah : Irsal Saleh, SE

Nama Ibu : Hariati

II. PENDIDIKAN

1. SD Kartika 1-2 Medan (1998 - 2004)

2. SMP Kartika 1-1 (2004 - 2007)

3. SMA Negeri 4 Medan (2007 - 2010)

4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2010 - 2014)

5. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera


Utara (2015 - 2017)

Universitas Sumatera Utara


v
DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………… i
ABSTRACT …………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………. v
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------- --- vi
BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------- - 1
A. Latar belakang --------------------------------------------------------- -- 1
B. Rumusan masalah ----------------------------------------------------- - 12
C. Tujuan penelitian ------------------------------------------------------ - 13
D. Manfaat penelitian ----------------------------------------------------- - 13
E. Keaslian penelitian ----------------------------------------------------- 14
F. Kerangka teori dan Konsepsi ----------------------------------------- 16
1. Kerangka Teori ------------------------------------------------------ 16
2. Konsepsi--------------------------------------------------------------- 23
G. Metode penelitian ------------------------------------------------------- 25
1. Jenis dan Sifat Penelitian ----------------------------------------- 26
2. Sumber data penelitian--- ------------------------------------------ 28
3. Teknik pengumpulan data------------------------------------------ 29
4. Analisa data -------------------------------------------------------------- 30

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA KOPERASI


KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) CABANG BINJAI
DENGAN KARYAWANNYA YANG TELAH
PENSIUNAN...................................................................................... 33
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian.......................................... 33
1. Pengertian Perjanjian ......................................................... 33
2. Syarat Sahnya Perjanjian ................................................... 36
3. Asas-asas Perjanjian........................................................... 46
4. Jenis-Jenis Perjanjian ......................................................... 49
B. Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia .................................................................................... 53
1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi............................ 53
2. Jenis-Jenis Koperasi ........................................................... 60
3. Kepengurusan Koperasi..................................................... 62
C. Sejarah berdirinya serta Struktur Kepengurusan
Koperasi PT. PLN (Persero) Cabang Binjai .......................... 66
1. Sejarah Berdirinya Koperasi ............................................. 66
2. Visi dan Misi ...................................................................... 67
3. Landasan, Azas dan Tujuan............................................... 67
4. Usaha................................................................................... 68
5. Struktur Organisasi Koperas Karyawan PT. PLN
(persero) Cabang Binjai ..................................................... 69
D. Hubungan Hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN
(Persero) Cabang Binjai dengan Karyawannya telah
Pensiun.. ....................................................................................... 72

Universitas Sumatera Utara


vi
BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP KOPERASI
KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) CABANG BINJAI
DENGAN KARYAWAN YANG TELAH PENSIUN
DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN ..................................... 79
A. Perjanjian Pembiayaan Koperasi PT. PLN (Persero)
Cabang Binjai ............................................................................... 79
B. Faktor-Faktor terjadinya Kredit Macet Koperasi
Karyawaan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai........................... 86
C. Perlindungan terhadap Koperasi Karyawan PT. PLN
(Persero) Cabang Binjai dengan Karyawan yang telah
Pensiun dalam Perjanjian Pembiayaan ....................................... 90

BAB IV PENYELESAIAN HUTANG KREDIT DALAM HAL


ANGGOTA KOPERASI KARYAWAN PT. PLN
(PERSERO) CABANG BINJAI MELAKUKAN
WANPRESTASI................................................................................ 98
A. Wanprestasi Anggota Koperasi Karyawan PT. PLN
(Persero) Cabang Binjai Dalam Perjanjian Pembiayaan ........ 98
B. Penyelesaian Sengketa Para Pihak Dalam Perjanjian
Pembiayaan Koperasi................................................................ 107
C. Penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota koperasi
karyawan PT. PLN (Persero) cabang Binjai melakukan
wanprestasi................................................................................. 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 121


A. Kesimpulan ................................................................................ 121
B. Saran ........................................................................................... 122

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi Indonesia diharapkan dapat

meningkatkan eksistensinya dan berperan lebih aktif dalam pembangunan. Hal ini

sesuai dengan penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa

perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Dengan demikian bangun perekonomian yang sesuai diterapkan di Indonesia

adalah koperasi.

Koperasi pada dasarnya bagi bangsa Indonesia merupakan suatu bentuk

badan kemasyarakatan yang sesuai dengan beberapa kegiatan tradisional

masyarakat Indonesia. Koperasi bukan saja sebagai organisasi masyarakat tetapi

juga perusahaan yang dapat berjalan sekaligus dan saling mengisi yang hidup

dalam kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dewasa ini banyak koperasi yang

mengesampingkan prinsip-prinsip koperasi dalam praktek sehari-hari karena ingin

mendapatkan pengakuan dari masyarakat lingkungannya yaitu di tempat koperasi

yang bersangkutan beroperasi.

Koperasi adalah sebuah organisasi masyarakat seperti yang di kemukakan

oleh Ivan Emilianoft bahwa “Koperasi adalah organisasi masyarakat sebab

hubungan antara anggota dengan anggota dalam koperasi merupakan usaha

bersama (joint venture) berbeda dengan hubungan antara suatu badan usaha

dengan pasar”.1

1
Ima Suwandi, Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial, (Ujung Pandang :
Penerbit Bharata Karya Aksara, 1986), hal. 3.

1 Universitas Sumatera Utara


2

Secara umum yang dimaksud dengan koperasi adalah suatu badan usaha

bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang

umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar

persamaan hak, kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi), Koperasi adalah

badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi,

dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan

usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial,

dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.

Secara etimoligis pengertian koperasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu,

co dan operation, yang mengandung arti bekerjasama untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-

orang atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai

anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk

mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggota. Koperasi adalah juga

gerakan yang terorganisasi yang didorong oleh cita-cita rakyat mencapai

masyarakat yang maju, adil dan makmur seperti yang diamanatkan oleh UUD

1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Dan

“Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.

Berdasarkan UU Perkoperasian Pasal 3 menyatakan bahwa koperasi di

Indonesia berasaskan pada asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan ini adalah asas

yang memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah

Universitas Sumatera Utara


3

berurat-berakar dalam jiwa bangsa Indonesia.2 Sesuai dengan jiwa kepribadian

bangsa Indonesia, koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya

terdapat kepribadian sebagai pencerminan kehidupan yang dipengaruhi oleh

keadaan, tempat tinggal, lingkungan waktu, dengan suatu ciri khas adanya unsur

Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kegotongroyongan dalam arti bekerja sama, saling

bantu-membantu, kekeluargaan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Dengan menganut asas kekeluargaan telah mencerminkan adanya

kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu dalam

koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta pemilikan

dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban

bagi kepentingan bersama.3 Asas kekeluargaan tersebut memiliki suatu

karakteristik khas bangsa Indonesia, yaitu kerjasama atau kegotongroyongan. Di

dalam kerjasama atau kegotongroyongan tersebut tercermin bahwa di dalam

koperasi telah terdapat kesadaran dan keinsyafan semangat kerjasama dan

tanggung jawab bersama terhadap akibat dari karya, yang dalam hal bertitik berat

pada kepentingan kebahagiaan bersama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul.

Dengan demikian maka kedudukan koperasi akan semakin kuat dan

pelaksanaan kerjanya akan semakin lancar karena para anggotanya dukung-

mendukung dan dengan penuh kegairahan kerja serta tanggung jawab berjuang

mencapai tujuan koperasi. 4

Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat dikarenakan koperasi

ini telah mendapat tempat yang pasti. Dasar hukum koperasi di Indonesia semula

2
R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma , Hukum
Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 37.
3
G. Kartasapoetra, A. G. Kartasapoetra , Bambang S., dan A. Setiady, Koperasi Indoesia,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 18.
4
Ibid, hal 18

Universitas Sumatera Utara


4

diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. Akan

tetapi ditahun 2012 telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun

2012 tentang Perkoperasian. Seiring berlakunya peraturan baru ditengah

penerapannya terjadi ketidak sesuaian antara undang-undang yang baru dengan

yang lama. Dimana Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian

sangat bertolak belakang dengan Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 yang

menganut azas kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan dalam Undang-

Undang yang baru koperasi diarahkan untuk menjadi lembaga usaha seperti

Perseroan Terbatas (PT) yang cenderung kapitalis.

Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan

oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 karena

melanggar jati diri koperasi dan akan mendorong pada pengertian koperasi yang

salah. Koperasi sebagai sekumpulan orang dan pengertian koperasi menurut

Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diterjemahkan dalam basis pengertian

sebagai asosiasi berbasis modal (capital base association) yang berarti tidak ada

bedanya dengan model perusahaan swasta kapitalistik. Jadi jelas, Undang-Undang

tersebut memang melanggar jati diri koperasi dan secara filosofis tentu

menyimpang dari dasar alasan adanya koperasi dan cacat secara epistemologis

bahkan secara ontologis akan berpotensi menggeser bentuk koperasi menjadi

korporasi. 5 Didalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013

dalam putusannya antara lain memutuskan sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian bertentangan


dengan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tidak
mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat.
5
Namsudamhar, http://namsudamhcar.blogspot.co.id/2016/03/alasan-pembatalan-uud-
no-17-tahun-2012.html, diakses pada tanggal 1 Juni 2017, Pukul 23.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara


5

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian berlaku untuk


sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru.

Pembatalan Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian

dan mengembalikan Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian

menjadi pedoman kembali koperasi dalam bertindak sesuai dengan aturan undang-

undang yang berlaku. Di samping itu khusus pada koperasi simpan pinjam

terdapat landasan hukum yang diatur dalan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun

1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.

Tujuan koperasi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 UU No.25/1992

tentang Perkoperasian, yaitu memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian

nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam rangka mewujudkan misinya, Koperasi tak henti-hentinya berusaha

mengembangkan dan memberdayakan diri agar tumbuh menjadi kuat dan mandiri

sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada khususnya.

Menurut Umar Burhan, simpan pinjam adalah suatu usaha yang

menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dalam

bentuk pinjaman kepada anggota dalam jumlah dan waktu tertentu sesuai dengan

bunga yang telah disepakati. 6 Koperasi simpan-pinjam melindungi anggotanya

dari rentenir dan pemerintah berusaha memperbesar usaha koperasi dengan

memberikan pinjaman modal kepada koperasi, sehingga koperasi terhindar dari

tangan rentenir melalui pinjaman dari koperasi dengan bunga-bunga yang ringan.

6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


6

Anggota- anggota koperasi harus diberi penyuluhan dan bimbingan agar

meminjam uang hanya untuk keperluan yang betul-betul mendesak sifatnya.

Meminjam uang hanya untuk keperluan yang betul-betul mendesak sifatnya.

Kegiatan usaha Koperasi Simpan-Pinjam dijalankan oleh sekumpulan orang yang

disebut unit simpan pinjam. Yang dimaksud dengan unit simpan pinjam adalah

unit koperasi yang bergerak dibidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari

kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.

Adanya hubungan pinjam-meminjam tersebut diawali dengan pembuatan

kesepakatan antara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian

lisan dapat pula dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian utang-piutang dalam

perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan akta dibawah tangan, ada pula yang

dibuat dengan akta notaris.

Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban

untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi.

Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para

pihak tidak jarang pula debitur (nasabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau

tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya,

hal ini disebut wanprestasi.

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah

ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan

Universitas Sumatera Utara


7

yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena

undang-undang.7

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih

terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak

terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.

Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu: “ingkar janji,

cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

Dengan adanya bermacam-macam istilah mengenai wanprestsi ini, telah

menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”. Ada

beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi

pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.

Wirjono Prodjodikoro, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan

suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus

dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia

dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan

pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”.8

R. Subekti, mengemukakan bahwa “Wanprestasi” itu adalah kelalaian

atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana


yang diperjanjikan.
3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

7
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia.Cetakan Kesatu (Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti. 1999). Hal 11
8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur,) hal 17.

Universitas Sumatera Utara


8

4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat

dilakukan. 9

Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa apabila debitur “karena

kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu

wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena

dabitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena

salahnya.10

Menurut M.Yahya Harahap bahwa “wanprestasi” dapat dimaksudkan juga

sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksanakan

tidak selayaknya.11 Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak

memenuhi atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau

yang telah mereka buat maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut telah

melakukan perbuatan wanprestasi.

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari

wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang dikatakan

melakukan wanprestasi bilamana : “tidak memberikan prestasi sama sekali,

terlambat memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang

telah ditetapkan dalam pejanjian”.

Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan

suatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prestasi

merupakan isi dari suatu perjanjian, apabila debitur tidak memenuhi prestasi

sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.

9
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet KeII, (Jakarta : Pembimbing Masa, 1970), Hal 50
10
Ibid, hal 50
11
M.yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hal 60.

Universitas Sumatera Utara


9

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang

melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang

dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan

ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang

dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Pemberian kredit oleh Koperasi Simpan Pinjam, sebagaimana dilakukan

pada pemberian kredit bank, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola Koperasi

Simpan Pinjam untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman, yaitu:

1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian;

2. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur

(dalam perjanjian kredit untuk koperasi disebut dengan anggota) untuk

melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan;

3. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan lembaga dan

masyarakat yang mempercayakan dananya pada Koperasi Simpan Pinjam;

Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor,

maka sebelum memberikan kredit, harus dilakukan penilaian yang seksama

terhadap watak (character), kemampuan (capacity to create sources of funding),

modal (capital), agunan (collateral), wewenang untuk meminjam (competence to

borrow) dan prospek usaha debitor tersebut (condition of economy and sector of

business).12

12
Kasmir, 2002, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal 104-105.

Universitas Sumatera Utara


10

Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seseorang nasabah tidak

mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.13 Suatu kredit

digolongkan sebagai kredit bermasalah ialah kredit-kredit yang tergolong sebagai

kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Istilah kredit bermasalah

telah digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem

loan yang merupakan istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional.

Istilah dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai juga bagi istilah kredit bermasalah

adalah nonperforming loan.14

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau non-performing loan itu

dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian

kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah

penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai

kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor, sedangkan penyelesaian kredit

adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.

Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan

Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara

(DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif

Penyelesaian sengketa.

Begitu pula perjanjian yang dilakukan oleh pihak Koperasi Karyawan PLN

(Persero) Cabang Binjai. Dalam hal tertentu Koperasi Karyawan PLN (Persero)

Cabang Binjai dapat disebut sebagai pihak kreditur yakni ketika berhak menerima

pembayaran sejumlah uang dari nasabah yang melakukan kredit atas pinjaman

13
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis,( Penerbit
Djambatan, Jakarta 1997), hal 131
14
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia ( Segi Hukum Perbankan, ISBN 979-
8458-02-08, diterbitkan oleh Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal : 3

Universitas Sumatera Utara


11

yang telah diberikan dari pihak Koperasi Karyawan PLN (Persero) Cabang Binjai

yang sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian yang telah disepakati. Dan pihak

kedua disebut sebagai debitor ketika wajib melunasi kredit yang telah didapat dari

pihak kreditor. Koperasi Karyawan PLN (Persero) Cabang Binjai menganalogikan

perjanjian yang dilaksanakan tersebut adalah perjanjian kredit. sebelum

melakukan perjanjian harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Perjanjian yang dibuat antara Koperasi Karyawan PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan anggota koperasi dibuat secara bawah tangan antara kedua belah

pihak. Anggota Koperasi Biasa dan Anggota Koperasi Luar biasa memberikan

Kuasa kepada Pihak Koperasi Karyawan PLN (Persero) untuk memotong gaji dan

memotong Gaji Pensiun dari anggota sebesar kesepakatan yang ada dalam

perjanjian yang mereka buat guna menjamin pelunasan hutang.

Salah satu bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh anggota koperasi

terhadap pihak Koperasi Karyawan PLN (Persero) Cabang Binjai ialah adanya

pengingkaran janji oleh pihak anggota koperasi yang mana pembayaran kembali

dari pinjaman tersebut beserta bunga dan biaya administarsi yang terhutang oleh

pihak kedua atau nasabah tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Disebut

wanprestasi jika melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian, dalam hal

wanprestasi dilakukan oleh anggota koperasi yang telah pensiun yang mana dalam

Koperasi Karyawan PLN (Koperasi) Cabang Binjai apabila karyawan telah

pensiun dapat menjadi anggota Luar biasa koperasi. Wanprestasi yang dilakukan

oleh anggota koperasi karyawan yang telah pensiun akibatnya sangat merugikan

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai namun untuk menuntut

kerugian akibat wanprestasi tersebut sangat sulit dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


12

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka judul yang akan diangkat adalah

“Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi Karyawan dengan Anggota

Koperasi Karyawan Yang Telah Pensiun (Studi Pada Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai)”.

Uraian dengan judul sebagaimana disebutkan diatas, penting dilakukan

dalam suatu penelitiaan tesis ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Dalam perjanjian kredit dibawah tangan yang buat antara Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dengan anggota koperasi

tidak menimbulkan sanksi hukum yang pasti bagi para pihak dalam

melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.

2. Terdapat kerugian yang cukup besar dialami oleh Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai dikarenakan anggota koperasi yang tidak

menyelesaikan kewajibannya dalam perjanjian kredit yang dilakukan.

3. Kerugian yang dialami oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dapat berakibat koperasi mengalami pailit karena sudah

tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya lagi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan untuk lebih memfokuskan

diri dalam membahas masalah penelitian, maka diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai dengan karyawannya yang telah pensiun?

Universitas Sumatera Utara


13

2. Bagaimana perlindungan terhadap Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan Karyawan yang telah pensiun dalam Perjanjian

Pembiayaan?

3. Bagaimana penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai yang telah pensiun

melakukan wanprestasi?

C. Tujuan Penelitian

Perumusan tujuan penulisan selalu berkaitan erat dalam menjawab

permasalahan yang menjadi fokus penulisan,sehingga penulisan hukum yang akan

akan dilaksanakan tetap terarah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai dengan karyawannya yang telah pensiun.

2. Untuk mengetahui perlindungan terhadap Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai dengan karyawan yang telah pensiun dalam

Perjanjian Pembiayaan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai yang telah pensiun

melakukan wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

Pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, Pengkoperasian dan

Universitas Sumatera Utara


14

hukum Perjanjian, khususnya mengenai penyelesaian Hutang kredit macet apabila

karyawan atau anggota koperasinya telah pensiun.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan

akademisi dan kalangan praktisi hukum khususnya dikalangan Pekoperasian,

pihak pemberi pinjaman/kreditur, debitur/anggota koperasi serta pihak ketiga guna

mengantisipasi permasalahan yang muncul di kemudian hari apabila adanya

Hutang kredit macet apabila karyawan atau anggota koperasinya telah pensiun.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik hasil –

hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan di Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang

membicarakan masalah “Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi Karyawan

dengan Anggota Koperasi Karyawan Yang Telah Pensiun (Studi Pada Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai)”.

Dari hasil penulusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut

“Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi Karyawan dengan Anggota

Koperasi Karyawan Yang Telah Pensiun (Studi Pada Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai)” yang pernah dilakukan oleh mahasiswa Program

Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

yaitu :

1. Tesis yang berjudul : “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Pemberian

Kredit Koperasi Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Koperasi Pegawai

Negeri Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I Medan.

Universitas Sumatera Utara


15

Penelitian ini dilakukan oleh Gernalia Nova Panggabean, Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara ( NIM : 117011061). Dengan rumusan

Masalah :

a. Apa Dasar Hukum Pemberian Kredit Koperasi?

b. Bagaimana kedudukan para pihak dalam Perjanjian Pemberian

Kredit Koperasi Pegawai Ngeri sipil?

c. Bagaimana Perlindungan Hukum Koperasi bila terjadi wanprestasi

oleh anggota?

2. Tesis yang berjudul : “Penyelesaian Kredit Macet dalam Pemberian Kredit

Usaha Tani melalui Koperasi di Kabupaten Bengkalis”. Penelitian ini

dilakukan oleh Husnalita ( NIM. 117017068). Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Dengan Rumusan Masalah :

a. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Tani melalui

Koperasi di Kabupaten Bengkalis?

b. Apakah Faktor yang menyebabkan Kredit Macet di Bengkalis

melalui Koperasi?

c. Bagaimana Penyelesian Kredit Macet oleh Koperasi di Bengkalis?

Berdasarkan peninjauan yang telah dilakukan, maka sejauh yang

diketahui, penelitian tentang: “Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi

Karyawan dengan Anggota Koperasi Karyawan Yang Telah Pensiun (Studi

Pada Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai)”, belum pernah

dilakukan baik dilihat dari judul maupun dari subtansi permasalahan. Penelitian

tentang Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai dengan Anggota Koperasi Karyawan Yang telah Pensiun

Universitas Sumatera Utara


16

tidak terdapat penelitian yang sama. Sehingga penelitian ini adalah asli adanya.

Artinya, secara akademik penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,

teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 15 Teori berguna

untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu

terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang

dapat menunjukkan ketidak benarannya.

Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekuragan

pada pengetahuan peneliti. 16 Konsep teori menurut M. Solly Lubis ialah :

“Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun

permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan,

pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan

masukan eksternal bagi peneliti. 17

Teori yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

a. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum dikemukakan oleh Roscoe Pound.18 Teori

kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang mengetahui

15
M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, ( Bandung : Mandar Maju,1994 ), hal 80,
16
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta, IND-HLL-
CO, 1990), hal. 67.
17
M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian,( Mandar Maju, Bandung, 1994), hal. 80.
18
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar lmu Hukum, (Jakarta, Kencana Pranada Media Group,
2008) hal. 158.

Universitas Sumatera Utara


17

yang mana dan seberapa besar hak dan kewajibannya. Kepastian bukan hanya

berupa pasal-pasal dalam Undang-undang melainkan juga adanya konsistensi

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim

lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.19

Menurut Utrecht, Kepastian Hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan

adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang

boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.20

Menurut Sudikno Mertokusomo : Kepastian hukum adalah jaminan bahwa

hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya

dan putusan dapat dilaksanakan, walau kepastian hukum erat kaitannya dengan

keadilan namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum,

mengikat setiap orang, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis dan

tidak menyama ratakan. 21

Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting

adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan.

Apakah hukum itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah

diluar pengutamaan kepastian hukum22.

19
Ibid, hal 159
20
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999), Hal. 24
21
Soedikno Mertokusomo,”Mengenal Hukum Suatu Pengantar” (Yogyakarta : Liberty,
2002), hal 160
22
Soerjono soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah
Sosial, Bandung, Alumni, 1982), hlm 21.

Universitas Sumatera Utara


18

Menurut M. Solly Lubis : Kepastian hukum ialah kejelasan peraturan

hukum mengenai hak, kewajiban dan status seseorang atau suatu badan hukum.

Kepastian hak, kewajiban dan kepastian status ini mendatangkan ketertiban,

keteraturan, ketenangan bagi yang bersangkutan, karena dengan adanya kejelasan

seperti diatur oleh hukum, maka seseorang tahu benar bagaimana status atau

kedudukannya, seberapa jauh hak maupun kewajibannya dalam kedudukan

tersebut.23

Menurut pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada

pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu

sendiri, kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari

perundang-undangan, berdasarkan pendapatnya tersebut. Maka menurut Gustav

Rudbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam

masyarakat harus slalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.

Kepastian hukum dikemukankan oleh Jan M. Otto sebagaimana yang

dikutip oleh Bernard Arief Sidharta, yaitu kepastian hukum dalam situasi tertentu

mensyaratkan sebagai berikut :

1) Tersedia aturan-aturan hukumyang jelas atau jernih, konsisten dan mudah


diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan Negara.
2) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan
hukum secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.
3) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena
itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.
4) Bahwa hakim-hakim (peradilan)yang mendiri dan tidak berpihak
menerapkan aturan-aturan hukumitu secara konsisten sewaktu mereka
menyelesaiakan sengketa hokum, dan
5) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan. 24

23
M.Solly Lubis,”Serba-serbi Politik dan Hukum” (Jakarta : PT.Sofmedia, 2011), hal 54,
24
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung, Mandar Maju,
2006,) hal 85.

Universitas Sumatera Utara


19

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan

bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat, aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum

adalah hukum yang lahir dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian

hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya

(realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara Negara

dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

Kepastian Hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya

membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan

hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan

atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.25

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu.26

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan

akhirnya menimbulkan keresahan, tetapi terlalu menitik beratkan kepada

kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan

akan menimbulkan rasa tidak adil, apapun yang terjadi peraturannya adalah

25
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis),( Penerbit
Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002), hal 82-83
26
Peter Mahmud Marzuki,” Pengantar Ilmu Hukum”, ( Jakarta : Kencana Prenada
MediaGroup, 2008 ), hal 137

Universitas Sumatera Utara


20

demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa

kejam apabila dilaksanakan secara ketat.

Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan

sebagai berikut: Aturan yang mengatur koperasi karyawan dapat memberikan

kredit dengan anggota yang telah pensiun harusnya ada peraturan yang mengatur

nya lebih lanjut, Pemberian Kredit oleh Koperasi Karyawan dengan anggota

karyawan yang telah pensiun dibuat dengan perjanjian bawah tangan, dimana

perjanjian bawah tangan ini sebenarnya berdasarkan hukum yang berlaku,

perjanjian bawah tangan merupakan bukti yang tidak sempurna sehingga perlu

lagi dibuktikan dengan pembuktian lain. Dalam masyarakat sekarang ini bahwa

perjanjian yang dibuat para pihak antara koperasi karyawan dan anggota

karyawan yang telah pensiun sudah merupakan alat bukti yang kuat. Wanprestasi

yang dilakukan oleh anggota koperasi karyawan yang telah pensiun akibatnya

sangat merugikan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai namun

untuk menuntut kerugian akibat wanprestasi tersebut sangat sulit dilakukan.

b. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara

terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang

demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam

masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang

menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.27

27
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000). hal.
53.

Universitas Sumatera Utara


21

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia. 28

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya

ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.29

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-

subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Perlindungan Hukum Preventif


Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.
2) Perlindungan Hukum Represif.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. 30

Teori perlindungan hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan

sebagai berikut: Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum

kepada pihak koperasi karyawan PT. PLN (Persero) cabang Binjai apabila terjadi

wanprestasi, Pemberian kuasa pemotongan gaji karyawan dan gaji pensiunan

28
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004) hal. 3.
29
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta;
magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), hal. 14.
30
Ibid, hal. 20.

Universitas Sumatera Utara


22

karyawan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai apakah sudah

melindungi kepentingan Koperasi dalam pemberian pinjaman, Pemberian jaminan

tambahan apakah diperlukan untuk melindungi kepentingan koperasi dalam

pemberian pinjaman kepada karyawan yang telah pensiun.

c. Teori Penyelesaian Sengketa

Teori Penyelesaian sengketa merupaka teori yang mengkaji dan

menganalisis tentang kategori atau penggolongan sengketa atau penggolongan

sengketa atau pertentangan yang timbul dalam masyarakat, faktor penyebab

terjadinya sengketa dan cara-cara atau strategi yang digunakan untuk mengakhiri

sengketa tersebut. teori ini dikembangkan dan dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf,

Dean G. Pruitt, Jeffrey Z. Rubin, Simon Fisher, Laura Nader, dan Harrt F. Todd

Jr. Ruang lingkup teori penyelesaian sengketa meliputi jenis-jenis sengketa, faktor

penyebab timbulnya sengketa, dan strategi didalam penyelesaian sengketa. 31

Terdapat perbedaan mendasar antara bentuk penyelesaian sengketa melalui

pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Perbedaan pertama,

ialah kedua bentuk penyelesaian sengketa secara hukum tersebut merupakan

aturan hukum (regelen recht). Kedua, ialah tidak semua aturan hukum berisikan

hukum sanksi (santie-recht).

Kedua penyelesaian sengketa melalui pengadilan memiliki sanksi hukum

yang bersifat otonom, sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,

sanksinya bersifat heteronom. Dikatakan bersifat otonom, oleh karena upaya

paksa jika putusan pengadilan tidak dilaksanakan oleh para pihak, ada pada

lembaga peradilan (Peradilan Umum), antara lainnya melalui aparat penegak

31
Redaksi Berita Transparansi, http://beritatransparansi.com/pengertian-teori-legislasi-teori-pluralisme-hukum-
teori-penyelesaian-sengketa-teori-kewenangan-teori-perlawanan-teori-perlindungan-hukum-dan-teori-efektivitas-hukum/,
diakses Pada Tanggal 15 Januari 2017, Pukul 23.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


23

hukum, lembaga pemasyarakatan, dan lainlainnya. Penyelesaian sengketa di luar

pengadilan bersifat heteronom dalam penegakan hukumnya, oleh karena putusan

arbitrase maupun putusan alternatif penyelesaian sengketa membutuhkan

penguatannya lebih lanjut melalui lembaga peradilan. Ada pihak lain yang turut

menguatkan kekuatan hukum memaksa dari putusan arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa.

Jadi menurut teori ini pemberian kredit untuk pelunasan kredit lain perlu

mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian, keadilan

serta ketertiban hukum. Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya

kepastian hukum dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam

pergaulan kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu

terhadap pihak yang lain. Van Apeldoorn juga sependapat dimana, dengan adanya

kepastian hukum berarti ada perlindungan hukum.32

Didalam Penelitian tesis ini menggunakan teori penyelesaian sengketa

karena untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa bila terjadi wan

prstasi dalam pemberian pinjaman dari Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan anggota koperasi yang mana anggota koperasi tersebut

termasuk anggota luar biasa dimana Penyelesaian kredit macet itu dapat diberikan

secara adil antara pihak kreditur dan Debitur.

2. Konsepsi

Suatu kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin akan diteliti akan tetapi

32
E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat
dan Antinomi Nilai, (Buku Kompas, Jakarta, 2007) , hal 91-92.

Universitas Sumatera Utara


24

merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya

dinamakan

fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam fakta

tersebut.33

Melaksanakan penelitian ini, perlu disusun serangkaian operasional dan

beberapa konsep yang akan dipergunakan dalam penulisan ini, dengan tujuan

untuk mencegah terjadinya salah pengertian dan sebagainya.

a. Koperasi adalah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar

persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan

agama dan politik secara sukarela masuk, untuk sekedar memenuhi

kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.34

b. Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi. 35

c. Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain

yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau

modal perusahaan yang berasal dari kreditor. 36

d. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas

prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.37

e. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang

piutang.38

f. Debitur atau sipihak berhutang atau nasabah adalah pihak yang

mengadakan pinjaman ke bank dengan menggunakan jaminan. Debitur


33
Soerjono Soekanto, ‘Pengantar Penelitian Hukum” ( Jakarta : UI Press, 1989 ). hal 132
34
Hendrojogi, Koperasi azas-azas, Teori dan Praktek, (Jakarta, Pt. Raja Grafindo, 2004),
hal 22
35
Pasal 17, undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang pengkoperasian
36
S. Munawir. 2004. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ke-4, (Liberty, Yogyakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2004). Hal 4
37
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Andi, Yogyakarta, 2000), hlm. 1
38
Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Universitas Sumatera Utara


25

adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima

sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali pada

masa yang akan datang.39

g. Wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian,

berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.

Barangkali daslam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan

janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk

wanprestasi”40

h. Pensiun adalah suatu penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang

bekas pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai

penghidupan selanjutnya, agar ia tidak terlantar apabila tidak berdaya lagi

untuk mencari pengahasilan lain. 41

G. Metode Penelitian

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai

usaha untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan. Usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah yang disebut

dengan metodologi penelitian. 42 Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu

“methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka

39
Weddly,http://accounting-bank.blogspot.com/2011/03/debitur-dan-kreditur.html diakses
tanggal 06 Januari 2017, Pukul 20.00 WIB
40
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur,1995) hal 17
41
Djatmika, Sastra dan Marsono. Hukum Kepegawaian di Indonesia. (Jakarta:
Djambatan, 1995) hal 235
42
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
UGM, 1973), hal.5.

Universitas Sumatera Utara


26

metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.43

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai

tujuan tertentu di dalam penulisan tesis ini. Hal ini agar terhindar dari suatu

penilaian bahwa penulisan tesis dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa

didukung dengan data yang lengkap. Penulisan sebagai salah satu jenis karya tulis

ilmiah yang membutuhkan data-data yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat

dipercaya. Untuk memperoleh data-data sebagaimana yang dimaksud maka

dilakukan suatu metode tertentu, karena setiap cabang ilmu pengetahuan

mempunyai metode penulisan tersendiri.

Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian

diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis data yang dilakukan dengan

memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian hukum dibedakan dalam dua bentuk, yakni penelitian

kepustakaan (library resarch) atau penelitian yuridis normatif dan penelitian

lapangan (field research).44 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum

yuridis normatif ialah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan

(statue approach), penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-

norma hukum.45 Maka penelitian ini menekankan kepada sumber-sumber bahan

sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, yang

43
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 1997), hal. 16.
44
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), hal. 12
45
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997),
hal. 39

Universitas Sumatera Utara


27

memfokuskan pengumpulan semua perundang-undangan yang terkait di dalam

buku, melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan pengaturan hukum dan implikasi pelaksanaannya di Indonesia maupun

hukum yang diputuskan melalui proses penelitian.

Penelitian hukum normatif bertujuan untuk mengetahui apakah hukum

yang saat ini berlaku sebagai aturan umum atau khusus dalam mengatur

kewenangan Koperasi Karyawan PLN (Persero) Cabang Binjai memberi kredit

kepada karyawan telah pensiun dan bagaimana pelindungan terhadap koperasi

apabila anggota karyawan yang telah pensiun itu melakukan wanprestasi terhadap

kredit yang diberikan kepadanya serta bagaimana hukum mengatur penyelesaian

sengketa apaila terjadi wanprestasi antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan Anggota Koperasi yang telah pensiun.

Untuk itu, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan konseptual

(conceptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi

penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam

ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika

menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas

ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,

maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan, yaitu tentang

Penyelesaian Hutang Kredit Antara Koperasi Karyawan dengan Anggota

Koperasi Karyawan Yang Telah Pensiun (Studi Pada Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai).

Universitas Sumatera Utara


28

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan penulisan tesis

ini adalah bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian

juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan

objek penelitian. 46

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian,

sedangkan data sekunder data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Adapun

sumber data dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan

dengan cara mengadakan wawancara dengan Koperasi Karyawan dan

beberapa Anggota Koperasi Karyawan yang telah pensiun yaitu :

1) Ketua Koperasi

2) Manager

3) Karyawan yang telah Pensiun

b. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan-bahan hukum yang

terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, berupa: Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan

dasar, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, Undang-Undang No. 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan

46
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) hal. 105-106.

Universitas Sumatera Utara


29

peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan

permasalahan.

2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya ilmiah, buku-buku dan lain sebagainya.

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

seperti kamus, ensiklopedia, dan seterusnya.47

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya

serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini

diperoleh melalui Studi Kepustakaan, Menurut Bambang Waluyo, “sebagai

penelitian hukum yang bersifat normatif, teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Librabry

Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literature

kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel, dan sumber

lainnya yang relevan dengan penelitian”. 48

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara,

yaitu penelitian kepustakaan (library reseacrh) dan penelitian lapangan (field

research), yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan cara melaksanakan

wawancara dengan beberapa orang Pengurus Koperasi Karwan PLN

47
Ibid. Hlm. 13
48
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hal.
14.

Universitas Sumatera Utara


30

(Persero) Cabang Binjai dan anggota Karyawan yang telah pensiun telah

ditentukan sebagai narasumber/informan, yaitu:

1) Ketua Koperasi

2) Manager

3) 5 orang karyawan yang telah Pensiun

b. Teknik pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan cara mengunjungi

perpustakaan, yang dalam hal ini dilakukan di perpustakaan Fakultas

Hukum USU dan Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, untuk selanjutnya

melakukan penelurusan terhadap referensi hukum berupa buku-buku,

majalah, skripsi, tesis, dan juga karya ilmiah lainnya serta melakukan

penelusuruan terhadap peraturan perundang-udangan, terutama berupa

arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori-teori,

dalil atau hukum-hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang

Universitas Sumatera Utara


31

dapat diceritakan kepada orang lain. Pelaksanaan analisis data dalam penelitian

ini, terdapat 3 (tiga) aspek kegiatan yang penting untuk dilakukan, yaitu:

a. Menulis catatan.

b. Mengidentifikasi konsep-konsep.

c. Mengembangkan batasan konsep dan teori.

Proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa

tahapan, yaitu:

a. Analisis data

Analisis data dilakukan semenjak data diperoleh di lapangan. Dari analisa

data diperoleh tema dan rumusan hipotesa. Untuk menuju pada tema dan

mendapatkan rumusan hipotesa, tentu saja harus berpatokan pada tujuan

penelitian dan rumusan masalahnya. Analisis dan interpretasi data merupakan

tahapan yang penting, karena di dalam analisis data dilakukan kegiatan

pengolahan data, yang terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi data.

b. Reduksi data

Reduksi data merupakan kegiatan proses pengurangan data dan juga

penambahan data. Dalam mereduksi data dapat terjadi pengurangan data dan juga

penambahan data yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti

sehingga dihasilkan data yang sempurna.

c. Penyajian data

Setelah proses reduksi data, maka tahapan selanjutnya adalah penyajian

data. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun

berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.

d. Interpretasi data

Universitas Sumatera Utara


32

Setelah melalui tahapan penyajian data, maka tahap selanjutnya adalah

proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud

yang tidak sekedar melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau

menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan.

e. Penarikan kesimpulan/verifikasi.

Tahapan terakhir dari analisis data adalah penarikan kesimpulan/ verifikasi,

tahap ini merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang

diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan mudah difahami, serta

dilakukan dengan cara berulangkali melakukan peninjauan mengenai kebenaran

dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya

terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada. Analisis data kualitatif

dalam penelitian ini yaitu dengan cara menguraikan, menjabarkan, menjelaskan

dan menganalisis permasalahan dalam bentuk uraian–uraian kalimat.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

HUBUNGAN HUKUM ANTARA KOPERASI KARYAWAN PT. PLN

(PERSERO) CABANG BINJAI DENGAN KARYAWANNYA YANG

TELAH PENSIUN

A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

5. Pengertian Perjanjian

Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari

perkataan overeenkomst dalam bahasa Belanda. Kata overeenkomst tersebut lazim

diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313

KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat

bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.49

Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena

adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari

perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau

dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang

memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut

pendapat yang banyak dianut (communis opinion cloctortinz) perjanjian adalah

perbuatan hukum berdasarkan kata Perjanjian merupakan terjemahan dari

oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming

yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata

49
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985),
hal. 97

33 Universitas Sumatera Utara


34

sepakat) sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula

dengan Sudikno, “perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau

lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.50

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana

seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.51 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah

suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau

saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 52

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan

perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

seorang lain atau lebih.53 Sehingga di dalam prakteknya menimbulkan berbagai

keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat kurang lengkap, namun di

lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang perjanjian menurut KUH

Perdata tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian

akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi

(debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut

(kreditor).

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah

proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran

oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai

kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah

pihak. Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas pada Pasal 1313 KUH

50
Ibid., hal. 97-98
51
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hal. 36
52
R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Bina Cipta, 1987),
hal. 49
53
Sri Sofwan Masjchoen, Op. Cit., hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


35

Perdata, ternyata mendapat kritik dan para sarjana hukum karena masih

mengandung ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib

berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi

tersebut (kreditor). Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal

1313 BW).

Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

a. Perbuatan Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang


Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau
tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi
para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya
suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-
hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang
diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian
ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya
sendiri. Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi
para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan
konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut
dibuat.54

Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai

kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus

menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling

penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-

syarat atau ketentuan yang disepakati. 55

Masing-masing pihak yang dimaksud adalah pihak-pihak yang langsung

terlibat dalam perjanjian tersebut biasanya terbagi atas perorangan dan badan

usaha. Badan usaha sendiri juga dibagi yaitu badan usaha yang berbadan hukum
54
Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),
(Jakarta: Sinar grafika, 2007), Hal. 124.
55
Ibid, hal. 120,

Universitas Sumatera Utara


36

dan badan usaha yang tidak berbadan hukum. Perorangan adalah setiap orang yang

dalam melakukan perbuatan hukum bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri,

sedangkan usaha perorangan dalam melakukan perbuatan hukum ia diwakili oleh

pemiliknya yang hanya seorang bertindak baik untuk dan atas namanya sendiri

juga untuk dan atas nama usahanya. Pada dasarnya antara perorangan dengan

usaha perorangan tidak terdapat perbedaan, karena keduanya tidak ada pemisahan

harta kekayaan artinya harta kekayaan pribadi juga merupakan harta kekayaan

perusahaannya. Badan usaha adalah suatu badan yang menjalankan usaha/

kegiatan perusahaan, sedangkan perusahaan pengertiannya lebih condong kepada

jenis usaha/ kegiatan dan suatu badan usaha. Suatu Badan usaha dianggap sebagai

suatu badan hukum diatur sesuai ketentuan Undang-undang.

Hakekat dan suatu Perjanjian pada saat perancangan suatu perjanjian

adalah Perumusan tentang adanya kesepakatan atau kesesuaian kehendak

(consensus ad idern); rumusan tentang adanya janji-janji yang dibuat oleh masing-

masing pihak sebagai imbalan atas janji-janji atau untuk kepentingan pihak yang

lain, walaupun selalu ada kemungkinan dibuatnya kontrak yang berisi perjanjian

sepihak. Namun dianjurkan untuk selalu memahami perjanjian sehingga prestasi

harus dilakukan oleh salah satu pihak selalu dipahami sebagai imbalan atas

prestasi yang akan dilakukan oleh pihak lain; Perumusan tentang pihak-pihak

pembuat perjanjian dan informasi tentang kemampuan hukum dan para pihak

untuk melakukan tindakan hukum dan mengikatkan di dalam kontrak dan

perumusan tentang objek dan nilai ekonomis perjanjian yang menjadi causa dan

transaksi diantara para pihak; Penggunaan bentuk, wujud dan format tertentu

(sesuai keinginan para pihak).

Universitas Sumatera Utara


37

6. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi

4 syarat, yaitu:

a. Adanya kata sepakat;


b. Kecakapan untuk membuat perjanjian;
c. Adanya suatu hal tertentu;
d. Adanya causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek

suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif syarat ketiga dan

keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu

disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai

berikut:

a. Kata sepakat

Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, Maksudnya memberikan

persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak

dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki

pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu. Menurut Subekti, yang dimaksud

dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang

dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua

kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan

dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa

tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian

tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah

Universitas Sumatera Utara


38

tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian

itu atau berlakulah ia sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya.56

J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara

dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus

dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia

menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak

saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan,

harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain. 57

Di dalam KUHPerdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi

di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila

sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan

atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat

antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada

paksaan, kekhilafan dan penipuan.

Menurut Soebekti, yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau

paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). 58 Selanjutnya kekhilafan

terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang

diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek

perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang

itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan.

Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan

keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat

56
Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 4
57
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1993), hal. 129
58
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1996), hal. 23-24.

Universitas Sumatera Utara


39

unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian

suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan

maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah

satu pihak.

Asas kesepakatan ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUH Perdata

dinyatakan bahwa, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: sepakat

mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu

hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Pada saat ini ada kecendrungan

mewujudkan perjanjian konsensuil dalam bentuk perjanjian tertulis baik di bawah

tangan maupun dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah

pembuktian jika dalam pelaksanaannya nanti salah satu pihak melakukan

pelanggaran.

Menurut asas ini perjanjian sudah lahir atau terbentuk ketika para pihak

mencapai kata sepakat mengenai pokok perjanjian. Walaupun undang-undang

telah menetapkan bahwa sahnya suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis

(seperti perjanjian perdamaian) atau dibuat dengan akta oleh pejabat berwenang

seperti akta jual beli tanah) semua ini merupakan pengecualian. Bentuk

konsensualisme adalah suatu yang dibuat secara tertulis, salah satunya dengan

adanya pembubuhan tanda tangan dari para pihak yang melakukan perjanjian

tersebut. Tanda tangan berfungsi sebagai bentuk kesepakatan dan bentuk

persetujuan atas tempat, waktu dan isi perjanjian yang dibuat. Tanda tangan juga

berkaitan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat suatu perjanjian sebagai

bukti atas suatu peristiwa. 59

59
Dhean, http://www.dheanbj.com/2012/09/asas-asas-hukum-perjanjian.html?m=1
,DheanBJ, terakhir di akses 24 Mei 2017, pukul 15.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


40

Penyesuaian kehendak antara dua pihak menimbulkan perikatan, karena

hukum hanya mengatur perbuatan nyata dari pada manusia. Dengan kata lain

adanya kesesuaian saja antara dua orang belum melahirkan perjanjian, karena

kehendak itu harus dinyatakan, harus nyata bagi yang lain, dan harus dapat di

mengerti pihak lain. 60 Kehendak itu harus saling betemu dan untuk saling ketemu

harus dinyatakan.

Kesepakatan yang merupakan kehendak para pihak dibentuk oleh dua

unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod; offerte;

offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk

mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup esensilia perjanjian yang akan

ditutup.61 Tawaran adalah pernyataan mengenai syarat-syarat yang dikehendaki

oleh penawar supaya mengikat. Jika tawaran itu diterima sebagaimana adanya,

maka persetujuan itu tercapai. 62 Orang yang ditawari itu tidak dapat menerima

tawaran, kecuali jika ia mengetahui adanya tawaran itu. Dengan kata lain, suatu

tawaran harus dikomunikasikan dengan pihak lain.63

Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai

kekuatan hukum adalah harus ada kepastian penawaran dan keinginan

untuk terikat. Agar penawaran mengikat seketika apabila ada penerimaan maka

dalam penawaran itu harus dimuat dengan tegas tentang persetujuannya.

Penerimaan (aanvarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan

setuju dari pihak lain yang ditawari. 64 Penerimaan harus terjadi saat tawaran itu

masih terbuka. Penerimaan harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawar itu.
60
J. Satrio, Op.it. hal 165
61
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 157
62
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hal. 108
63
Ibid., hal.111
64
Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hal. 162

Universitas Sumatera Utara


41

Sebagaimana telah diketahui, adanya syarat-syarat lain akan berlaku sebagai

penolakan. Penerimaan merupakan penyempurnaan perjanjian dan oleh karena

itu, tempat dimana penerimaan itu dilaksanakan merupakan tempat terjadinya

perjanjia. 65

Cara melakukan penerimaan boleh dinyatakan dengan kata-kata lisan atau

tulisan, atau dapat dinyatakan dengan perbuatan misalnya pihak yang ditawari itu

melaksanakan suatu perbuatan khusus yang diperlukan oleh pihak yang

menawarkan.66 Sebagai ketentuan umum, penerimaan harus dikomunikasikan

dengan pihak yang menawarkan. Tidak ada perjanjian sampai pihak yang

menawarkan mengetahui bahwa tawarannya telah diterima. Selain itu,

penerimaan harus dikomunikasikan oleh pihak yang ditawari sendiri atau

wakilnya yang sah. Tidak seperti pembatalan, penerimaan tidak dapat

dikomunikasikan oleh pihak ketiga yang tidak sah, walaupun dapat dipercaya.67

Adapun menurut A. Qirom Syamsudin, Asas konsensualisme mengandung

arti bahwa dalam satu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang

membuat perjanjian itu, tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali

perjanjian yang bersifat formal. 68 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa,

perjanjian itu sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat mengenai pokok

perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan bahwa perjanjian tidaklah

sah tanpa adanya kesepakatan dari para pihak.

65
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hal.115
66
Ibid,
67
Ibid, hal. 116
68
A Qirom Syamsuddin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
Liberty, Yogyakarta, 1985, hal 20.

Universitas Sumatera Utara


42

Sepakat itu inti sebenarnya adalah suatu penawaran yang disampaikan

kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya

tersebut. Dalam hal pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran menerima

penawaran yang dibeikan, maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika

pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran tidak menyetujui penawaran

yang disampaikan tersebut, maka ia dapat melakukan penawaran balik, yang

memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat dipenuhi atau yang sesuai

dengan kehendak yang dilaksanakan dan diterima olehnya. Dalam hal demikian

maka kesepakatan belum tercapai. Saat penerimaan yang paling akhir dari

serangkaian penawaran atau bahkan tawar menawar yang disampaikan dan

dimajukan oleh para pihak adalah sat tercapainya kesepkatan. Hal ini adalah benar

untuk perjanjian konsensuil, dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat

peneriamaan dari penawaranyang disampaikan terakhir. Dengan kata lain suatu

suatu penawaran dan persetujuan itu bisa datang dari kedua belah pihak secara

timbal balik.

b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak)

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah

cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang

tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk

membuat suatu perjanjian. Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan

bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian:

1) Orang yang belum dewasa

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan

Universitas Sumatera Utara


43

3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan

semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH

Perdata, dinyatakan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai

umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin”. Apabila

perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu)

tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.69

Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian terhadap

anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang

Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18

tahun atau telah menikah. Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur

untuk kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21

tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak.

Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak untuk keperluan

khusus (telah diatur dalam undang-undang tertentu) maka usia yang dipakai adalah

dua puluh satu tahun atau telah menikah mendasarkan Pasal 1330 KUH Perdata.

Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan 345,

bunyinya sebagai berikut: Pasal 433: Setiap orang dewasa, yang selalu berada

dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawa

pengampuan, walaupun jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirnya.

69
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 78.

Universitas Sumatera Utara


44

Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.

Pasal 345: hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari

kekuasaan orang tuanya. Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang

perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang

kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan

tertentu, diatur pula dalam Pasal 108 KUH Perdata disebutkan bahwa seorang

perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan

bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya. Namun hal ini sudah tidak berlaku

dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni

Pasal 31 yang menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak

dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup

bersama dalam masyarakat. Soebekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan,

perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat

oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar

akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari

sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti

mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang

sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.

c. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah

objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian

yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan

sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUH Perdata

Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu

Universitas Sumatera Utara


45

hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan

jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari

ditentukan (Pasal 1333 ayat 2).

d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang

mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu

perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.70

Sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab

yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pada Pasal 1337 KUH Perdata

menentukan bahwa suatu sebab atau klausa yang halal adalah apabila tidak

dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan

berakibat perjanjian itu batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat subyektif

dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi

apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif

mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan

pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap

menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui

perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa yang

memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah

menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan yang menurut

hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh

pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka

70
Sri Soedewi Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum JAminan dan
Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 319

Universitas Sumatera Utara


46

perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu

perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang

mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah

gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti

itu disebut null and void. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif

mengakibatkan suat perjanjian batal demi hukum.

3. Asas-Asas Perjanjian

Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan

latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau

ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Dengan demikian, asas

hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam hukum

positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan

hakim yang merupakan ciri-ciri umum dari peraturan konkrit tersebut. Dalam

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi, dalam

pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian, yaitu: asas kebebasan

berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta sunt-servanda. Di samping asas-

asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas kepribadian.

a. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting

dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum

biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua

Universitas Sumatera Utara


47

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 KUH

Perdata yang menerangkan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian. Kebebasan

berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas

dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, sebagaimana yang

dikemukakan Ahmadi Miru, di antaranya:

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;


2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.71

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin

kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat

Buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga

para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap

pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.72 Asas ini dapat ditemukan dalam

Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata

penyebutnya tugas sedangkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata ditemukan dalam

istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi

kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk

menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan

mengadakan perjanjian.

b. Asas konsensualisme

71
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2007), hal. 4.
72
Ibid, hal. 4

Universitas Sumatera Utara


48

Ada kalanya menetapkan perjanjian itu harus diadakan secara tertulis atau

dengan akta Notaris. 73 Akan tetapi hal ini ada pengecualiannya yaitu undang-

undang menetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam

perjanjian karena adanya ancaman batal apabila perjanjian tersebut tidak

memenuhi syarat-syarat yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata, seperti

perjanjian hibah harus dengan akta Perjanjian yang telah terbentuk dengan

tercapainya kata sepakat (consensus) di antara para pihak. Perjanjian ini tidak

memerlukan formalitas lain lagi sehingga dikatakan juga perjanjian ini sebagai

perjanjian bebas bentuk. Jika perjanjian ini dituangkan dalam bentuk tertulis, maka

tulisan itu hanya merupakan alat bukti saja dan bukan syarat untuk terjadinya

perjanjian. Perjanjian tersebut dinamakan perjanjian konsensuil.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam

kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” pada

akhir Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah

oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang. Dan kalimat

ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk di dalamnya “hakim” untuk

mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut.

Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum. Asas ini dapat

dipertahankan sepenuhnya dalam hal:

1) Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang;

2) Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

d. Asas itikad baik

73
Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, hal. 113

Universitas Sumatera Utara


49

Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi debitur

maupun bagi kreditur. Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui

dalam hukum benda (pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian

seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) (pengertian obyektif). 74

Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih. Seorang

pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak mengetahui

tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang dibelinya, dalam arti

cacat mengenai asal-usulnya. Sedangkan pengertian itikad baik dalam Pasal 1338

ayat (3) KUH Perdata adalah bahwa dalam pelaksanaan perjanjian harus berjalan

dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Ketentuan Pasal

1338 ayat (3) KUH Perdata juga memberikan kekuasaan pada hakim untuk

mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian jangan sampai pelaksanaan itu melanggar

kepatutan dan keadilan.

e. Asas kepribadian

Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana yang

terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH

Perdata. Pada Pasal 1315 disebutkan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji

daripada untuk dirinya. Selanjutnya Pasal 1340 menyatakan bahwa perjanjian-

perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu

tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal

74
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), hal. 42.

Universitas Sumatera Utara


50

yang diatur klaim Pasal 1317. Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para

pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain.Maka asas ini

dinamakan asas kepribadian.

4. Jenis-jenis Perjanjian

Mengenai perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturan-

peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan

peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak

dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan

perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk

mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk

perjanjian itu:

a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur

dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli,

tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

b. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam

hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu dan ketentuan-ketentuan

yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-

masing pihak. 75

Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam,

yaitu:

a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

b. Perikatan untuk berbuat sesuatu

c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.

75
R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, (Bandung: Tarsito,
1978), hal. 10

Universitas Sumatera Utara


51

Lebih lanjut penjelasan dari perikatan di atas, adalah sebagai berikut:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang Ketentuan

ini, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238.

Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual beli, tukar menukar,

penghibahan, sewa menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain.

2) Perikatan untuk berbuat sesuatu, Hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUH

Perdata yang menyatakan bahwa: tiap perikatan untuk berbuat sesuatu,

atau untuk tidak berbuat sesuatu, apa si berutang tidak memenuhi

kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban

memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Sebagai contoh

perjanjian ini adalah perjanjian hutang.

3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu Hal ini diatur dalam Pasal 1240

KUH Perdata, sebagai contoh perjanjian ini adalah: perjanjian untuk tidak

mendirikan rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan

perusahaan sejenis, dan lain-lain.

Setelah membagi bentuk perjanjian berdasarkan pengaturan dalam

KUHPerdata atau diluar KUHPerdata dan macam Perjanjian dilihat dari lainnya:

a. Perikatan bersyarat, adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu


kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak
terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu
barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu
perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada
suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan
(ospchoriende voorwade). Suatu contoh saya berjanji pada seseorang untuk
membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian, di sini dapat dikatakan
bahwa jual beli itu akan hanya terjadi kalau saya lulus dari ujian. membagi
lagi macam- macam perjanjian yang dilihat dari bentuknya, yaitu:
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshcpaling),
perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang
pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak
akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan

Universitas Sumatera Utara


52

datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya,


misalnya meninggalnya seseorang.
c. Perikatan yang memperbolehkan memilih (alternatif) adalah suatu
perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan
kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia
boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau satu
juta rupiah.
d. Perikatan tanggung menanggung (hooldelijk atau solidair) ini adalah suatu
perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang
berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau
sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang
dari satu orang. Tetapi perikatan semacam belakangan ini, sedikit sekali
terdapat dalam praktek.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu
perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya
membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau
maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan
tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke
permukaan. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh
beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu
pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh
sekalian ahliwarisnya.
f. Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk mencegah
jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya,
dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya.
Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang
sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula
sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.
Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman apabila
perjanjian telah sebahagian dipenuhi.76

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut

berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang


menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya
perjanjian jual-beli.
b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian dengan
cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah
satu pihak saja. Misalnya: hibah. Pasal 1314 KUH Perdata, “Suatu
persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu persetujuan
dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu persetujuan atas
beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masingmasing pihak

76
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1982) hal. 35.

Universitas Sumatera Utara


53

memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.


Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara
kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
c. Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling
banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V s/d
XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum
yaitu perjanjian-perjanjian yang tdiak diatur di dalam KUH Perdata,
tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas.
Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas
kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di
dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah
perjanjian sewa beli.
d. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya
atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah
perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan)
e. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah
perjanjian di mana diantara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.
f. Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.77

B. Koperasi Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia.

1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi

Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata – kata Latin yaitu

Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini,

dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Co dan Operation, yang dalam

bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative Vereneging yang berarti

bekerja dengan bersama orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.78

77
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit, hal. 90-93.
78
Sutantya Rahardja Hadikusumah, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo Persada,
Jakerta : 2000, hlm. 1

Universitas Sumatera Utara


54

Dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.79 Kata CoOperation

kemudian diangkat dan dikenal dengan istilah ekonomi sebagai Kooperasi yang

dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah koperasi,

yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. 80

Oleh karena itu koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut : “Koperasi

adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang –

orang atau badan – badan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebaga

anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan

menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah

para anggotanya.”

Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian memberikan

definisi tentang Koperasi bahwa : “Koperasi adalah badan usaha yang

beranggotakan orang – orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya

berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang

berdasarkan asas kekeluargaan.”

Pada penjelasan tersebut koperasi memiliki ciri – ciri khusus yaitu :

a. Beberapa orang disatukan oleh kepentingan ekonomi yang sama.


b. Tujuan mereka, baik bersama dengan tindakan perseorangan adalah
memajukan kesejahteraan bersama dengan tindakan bersama secara
kekeluargaan.
c. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah badan usaha yang dimiliki, dibiayai,
dan dikelola bersama.
d. Tujuan utama badan usaha itu adalah meningkatkan kesejahteraan semua
anggota perkumpulan.81

79
Andjar Pachta, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan
Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008, hlm 15
80
Ibid
81
Abdulkadir Muhammad, Hukum Koperasi, Alumni, Bandung, 1982, hlm 120

Universitas Sumatera Utara


55

Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat

beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama yaitu :

a. Merupakan perkumpulan modal orang, bukan semata perkumpulan modal.


b. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam bentuk
kegiatan sosial, menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi.
c. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi.
d. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk
kepentingan kesejahteraan koperasi.
e. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong royong.
f. Netral.
g. Demokratis
h. Menghindari persaingan antar anggota.
i. Merupakan suatu system (terintegrasi dan terorganisasi).
j. Sukarela.
k. Mandiri dan kepercayaan diri.
l. Keuntungan dan manfaat sama, propordional dengan jasa yang diberikan.
m. Pendidikan
n. Moral.
o. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan satu prinsip yang
tetap sama, yaitu prinsip – prinsip koperasi. 82

Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tertuang tujuan

koperasi Indonesia seperti berikut : “Memajukan kesejahteraan anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan

perekonomian nasioanal dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil,

dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945”

Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian diuraikan fungsi

dan peran koperasi Indonesia seperti berikut:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi


anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.

82
Andjar Pachta,op.cit, hlm 20

Universitas Sumatera Utara


56

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional


yang merupakan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.83

Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 diuraikan mengenain prinsip Koperasi

bahwa :

a. Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :

1) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.

2) pembagian dilakukan secara demokratis

3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil dan sebanding

dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota.

4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.

5) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.

6) kemandirian.

b. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula

prinsip koperasi sebagai berikut :

1) pendidikan perkoperasian

2) kerja sama antar koperasi.

Penjelasan dari Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa

prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan

dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip

tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai

gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.

Menurut Andjar Pachta dalam bukunya Hukum Koperasi Indonesia

Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Prinsip koperasi merupakan

83
Ibid, hlm 40

Universitas Sumatera Utara


57

esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas

serta jati diri dari koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat

dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya: 84

a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi

Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh

dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga mengandung arti bahwa

seorang anggota koperasi dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan

syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka

mengandung arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak terdapat pembatasan

atau diskriminasi dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Koperasi terbuka untuk

setiap warga Negara Indonesia, artinya keanggotaan koperasi Indonesia tidak

mengenal perbedaan jenis kelamin, agama atau kepercayaan, suku, status ekonomi

maupun golongan atau paham yang dianutnya. Menjadi anggota koperasi harus

dengan penuh kesadaran dan keyakinan bahwa melalui koperasi akan

diperolehnya manfaat yang akan mampu menaikkan taraf hidupnya, baik secara

material maupun secara mental spiritual.

b. Adanya prinsip demokrasi

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas

kehendak dan keputusan para anggotanya. Karena pada prinsipnya para anggota

itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi, dan

koperasi Indonesia adalah milik anggota dan untuk anggota. Sehingga koperasi di

dalam kegiatan usahanya harus berusaha melayani anggota dengan sebaik –

baiknya. Oleh karena itu pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi

84
Ibid, hlm 48 - 52

Universitas Sumatera Utara


58

setiap usahanya harus berusaha melayani anggota dengan sebaik – baiknya. Oleh

karena itu pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi setiap anggota.

Anggota berhak pula melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan koperasi.

Anggota koperasi mempunyai hak suara yang sama di dalam Rapat Anggota

Koperasi, yang membicarakan dan memutuskan segala kebijaksanaan dan

ketentuan – ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pengurus koperasi. Rapat

Anggota Koperasi ini adalah merupakan sendi dasar kehidupan koperasi.

c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas

kekeluargaan

Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata – mata atas dasar modal yang

dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha

mereka terhadap koperasi. Meskipun sisa hasil usaha yang berupa keuntungan itu

tidak sebesar jika menjalankan perusahaan non koperasi, tetapi keuntungan

tersebut diharapkan nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan

anggota dan juga untuk dana cadangan, dana social, dana pendidikan serta

lainnya. Pada koperasi pemula yang masih memerlukan tambahan modal usaha,

sisa hasil usaha yang didapat biasanya tidak dibagikan kepada para anggota, tetapi

digunakan untuk menambah modal usaha koperasi bersangkutan.

d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.

Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi

koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiatan usahanya. Modal

untuk kemanfaatan anggotanya, bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh

karena itu, balas jasa terhadap modal yang mereka berikan kepada para anggota

juga terbatas, tidak didasarkan semata – mata atas besarnya modal yang diberikan

Universitas Sumatera Utara


59

kepada koperasi. Terbatas di sini dimaksudnya adalah wajar, dalam arti tidak

melebihi besarnya suku bunga yang berlaku.

e. Prinsip kemandirian dari koperasi.

Mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa

bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada

pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Kemandirian ini

terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi,

swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak

untuk mengelola diri sendiri. Tanpa adanya modal kepercayaan atau keyakinan

akan kemampuan dan kekuatan sendiri ini, niscaya tidak mungkin timbul suatu

kegiatan dalam koperasi. Untuk itu, setiap kegiatan koperasi Indonesia selalu

harus mendasarkan kepada prinsip swadaya, swakerta dan swasembada. Swadaya

artinya koperasi Indonesia harus berusaha untuk dapat berdiri tegak di atas

kekuatannya sendiri, baik kekuatan modal usaha maupun mental spiritual dari

para anggota koperasi. Swakerta artinya buatan sendiri. Dengan perinsip swakerta

ini koperasi diharapkan dapat melaksanakan sendiri segala kegiatannya dengan

menggunakan alat – alat buatan sendiri atau mengutamakan memakai barang –

barang buatan bangsa sendiri. Sedangkan swasembada mempunyai arti

kemampuan sendiri. Sifat ini menghendaki anggota koperasi dan masyarakat,

dapat mencukupi kebutuhan sendiri dengan kemampuanya sendiri. Meskipun

untuk itu dalam pelaksanaannya koperasi harus melakukan kerja sama dengan

badan – badan usaha lainnnya.

f. Prinsip pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi.

Universitas Sumatera Utara


60

Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi

merupakan prinsip koperasi yang penting dalam meningkatkan kemampuan,

memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan

tujuan koperasi. Kerja sama ini dapat dilakukan antar koperasi baik di tingkat

lokal, regional, nasional, maupun di tingkat internasional. Dengan pendidikan ini

diharapkan para anggota memiliki pengertian tentang seluk-beluk dan lika-liku

koperasi, dan dari pengertian yang diperoleh tersebut akan tumbuh kesadaran

berkoperasi dan kesetiaan pada koperasi pada diri dan jiwa para anggota koperasi,

yang dapat meningkatkan taraf partisipasi anggota terhadap koperasi. Sedangkan

kerjasama antar koperasi ini akan dapat memperkuat dan memperkokoh koperasi

sebagai suatu badan usaha ekonomi, sehingga dapat mewujudkan keinginan dari

ketentuan Pasal 33 UUD 1945 di mana koperasi sebagai sokoguru perekonomian

bangsa Indonesia.

2. Jenis-Jenis Koperasi

Jenis – jenis koperasi menurut Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992

menyatakan Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Koperasi sekunder, menurut penjelasan dari undang – undang tersebut adalah

meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer

dan / atau koperasi sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan

efisiensi, koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun

berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder

dalam berbagai tingkatan seperti yang selama ini dikenal sebagai Pusat,

Universitas Sumatera Utara


61

Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur

sendiri oleh koperasi yang bersangkutan.85

Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 tahun 1967

tentang Pokok – Pokok Koperasi Indonesia beserta penjelasannnya, maka dapat

diketahui adanya empat tingkatan organisasi koperasi yang didasarkan atau

disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat tingkatan

koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :

a. Induk Koperasi, terdiri dari sekurang – kurangnya 3 (tiga) gabungan


koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini daerah kerjanya adalah
Ibukota Negara Republik Indonesia (tingkat Nasional).
b. Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pusat
Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini daerah kerjanya
adalah daerah tingkat I (tingkat Provinsi).
c. Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer
yang berbadan hukum. Pusat koperasi ini daerah kerjanya adalah Daerah
Tingkat II (tingkat Kabupaten).
d. Koperasi Primer, terdiri dari sekurang –kurangnya 20 (dua puluh) orang
telah memenuhi syarat – syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan
dalam undang – undang.86

Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi

tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai

wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah, dengan

tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah. Adanya kerjasama yang baik di

dalam organisasi koperasi dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah atau dari

tingkat atas sampai bawah, akan dapat memajukan usaha koperasi secara

keseluruhan.87

Pemusatan koperasi menjadi empat tingkat organisasi dalam kesatuan

yang tak dapat dipisah – pisahkan ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :

85
Sutantya Hadhikusuma, op.cit, hlm 60
86
Ibid
87
Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di
dalam Perkembangan, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta : 1986, hlm 61

Universitas Sumatera Utara


62

a. Menghilangkan atau menekan kemungkinan persaingan yang tidak sehat


di antara koperasi-koperasi yang ada.
b. Di antara koperasi-koperasi tersebut, ada hubungan saling melengkapi
dalam suasana asas kekeluargaan, beban diperingan, biaya usaha dapat
dikurangi, dan harga dapat ditekan serendah mungkin.
c. Dengan bekerjanya asas kebebasan yang bertanggung jawab (subsidaritas)
dijamin sehatnya sektor koperasi dari sudut kehidupan organisasi dan
usaha:
1) Koperasi Primer atau salah satu tingkat organisasi lain yang kuat,
dapat terus maju dengan tenaganya sendiri dan menjadi dasar yang
sehat bagi tingkat organisasi di atasnya, sedangkan yang lemah dibantu
oleh tingkat organisasi di atasnya (permodalan, administrasi dan
manajemen).
2) Masalah-masalah dalam koperasi dapat diatasi dalam lingkungan kerja
samanya sendiri, dan ini berarti berkurangnya atau hilangnya
ketergantungan pada perusahaan atau badan lain di luarnya atau
bahkan dari sektor lain. 88

Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis

koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi

anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut mengenai jenis koperasi

ini diuraikan seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen,

Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi jasa. Untuk koperasi –

koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota

ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu koperasi tersendiri.

3. Kepengurusan Koperasi

Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara

bebas dari para calon anggota, tanpa adanya paksaan apapun dan oleh siapapun.

Di dalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat di antara sesame

anggota koperasi, serta adanya jalinan hubungan koordinasi yang harmonis antar

sesama anggota tanpa memandang perbedaan keturunan, politik dan agama.

Anggota – anggota inilah yang mempunyai kewenangan penuh dalam koperasi.

88
Tom Gunadi, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar
1945, Angkasa, Bandung : 1981, hlm. 244

Universitas Sumatera Utara


63

Setiap orang yang merasa mempunyai kepentingan dan kebutuhan sama

dan mempunyai kesadaran berkoperasi, boleh ikut serta menjadi anggota koperasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan koperasi dikenal adanya

sifat bebas, sukarela, dan terbuka. Pada pasal 19 ayat (1) UU Perkoperasian,

dinyatakan bahwa : “Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan

kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Ketentuan ini menunjukkan

bahwa factor kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi merupakan tolak ukur

untuk menentukan diterima atau tidaknya seseorang / badan hukum koperasi

menjadi anggota koperasi baik untuk Koperasi Primer maupun Koperasi

Sekunder.”

Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa :

“Yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga Negara

Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi

persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar.”

Hal tersebut dimaksudkan sebagai konsekuensi dari koperasi yang

berstatus badan hukum (rechts person). Namun demikian ketentuan ini tidak

menutup bagi para pelajar, siswa atau yang dipersamakan dan dianggap belum

mampu untuk melakukan tindakan – tindakan hukum, untuk membentuk badan

usaha koperasi. Mereka dapat membentuk badan usaha koperasi namun demikian

koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan hukum dan statusnya hanya

sebagai koperasi tercatat.

Kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam

ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi


b. Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi

Universitas Sumatera Utara


64

c. Mematuhi hasil Keputusan – Keputusan Rapat Anggota Koperasi


d. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi
e. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas
kekeluargaan
f. Menghadiri rapat anggota dan ambil bagian secara aktif dalam rapat
tersebut
g. Memanfaatkan fasilitas – fasilitas usaha koperasi
h. Berlaku jujur dan tidak melakukan tindakan – tindakan yang dapat
merugikan koperasi
i. Bertanggung jawab dalam hutang – hutang koperasi.

Hak dari setiap anggota koperasi seperti yang tercantum pada ketentuan

Pasal 20 ayat (2) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hadir di dalam Rapat Anggota


b. Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota
c. Memberikan suara di dalam Rapat Anggota
d. Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus atau
sebagai Pengawas)
e. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Rapat
Anggota
f. Mengemukakan pendapat dan / atau saran kepada pengurus di luar Rapat
Anggota, baik diminta maupun tidak
g. Mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha
h. Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara
sesama anggota dalam koperasi
i. Menerima pengembalian uang simpanan sebagai anggota
j. Menerima bonus dan / atau bunga atas modal saham, obligasi, dan
sebagainya
k. Menerima kembali modal saham, obligasi jika anggota tersebut
mengundurkan diri sebagai anggota koperasi tersebut bubar
l. Mengundurkan diri sebagai anggota koperasi
m. Mendapat keterangan – keterangan tentang perkembangan dari koperasi

Ketentuan pengenai perangkat organisasi koperasi diatur dalam Pasal 21

beserta Penjelasannya, terdiri dari :

a. Rapat Anggota

Menurut Pasal 23 UU Perkoperasian Rapat Anggota Koperasi

menentukan:

1) Anggaran Dasar

Universitas Sumatera Utara


65

2) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha

koperasi

3) Pemilihan, pengangkutan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas

4) Rencana kerja, rencana pendapatan dan belanja koperasi serta

pengesahan laporan keuangan

5) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan

tugasnya

6) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU)

7) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi

b. Pengurus Koperasi

Mengenai tugas dan kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan Pasal

30 UU Perkoperasian adalah seperti berikut :

1) Mengelola koperasi dan usaha koperasi.

2) Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana

anggaran pendapatan dan belanja koperasi.

3) Menyelenggarakan rapat anggota.

4) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas.

5) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

6) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.

7) Memutuskan dalam penerimaan dan penolakan anggota baru, serta

pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Universitas Sumatera Utara


66

8) Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan serta

kemanfaatan koperasi, sesuai tanggung jawabnya dan sesuai

keputusan rapat anggota.

c. Pengawas Koperasi Indonesia

Tugas dan wewenang pengawas di dalam UU Perkoperasian dalam Pasal

39 antara lain seperti berikut :

1) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengelolaan koperasi.

2) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

3) Meneliti catatan yang ada pada koperasi.

4) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.

5) Merahasiakan hasil pengawsannya terhadap pihak ketiga.

Pertanggungjawaban dari Koperasi sebagai badan hukum yang melakukan

perbuatan melawan hukum adalah dapat digugat atas perbuatan melawan hukum

yang dilakukan oleh orgaannya sebagai organ (als zodenig door de

organ).89Mengenai sanksi-sanksi yang diberikan oleh pengurus yang tidak

memenuhi kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai secara khusus pada bab XIX pasal 41 bahwa

anggota Koperasi yang tidak aktif dalam kegiatan usaha tidak mendapatkan

bagian SHU. Selanjutnya pada Pasal 42 diatur bahwa jika tindakan Pengurus oleh

Rapat Anggota dinilai merugikan Koperasi, maka anggota Koperasi dapat

diberhentikan dari kedudukan sebagai Pengurus. Pengurus yang bersangkutan

harus mengganti kerugian yang diderita oleh koperasi.

89
Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung : Alumni, 1991) hlm. 218

Universitas Sumatera Utara


67

C. Sejarah Berdirinya Serta Struktur Kepengurusan Koperasi

Karyawan PT PLN (Persero) Cabang Binjai

1. Sejarah berdirinya koperasi

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai yang disingkat

dengan nama Kopkarlin Kodya Binjai adalah sebuah badan usaha yang didirikan.

Koperasi berkedudukan di Jalan Tengku Amir Hamzah Nomor 37, Keluarahan

Pahlawan, Kecamatan Binjai Utara, Kotamadaya Binjai, Provinsi Sumatera Utara.

Koperasi didirikan pada tanggal 12 Maret 1995, oleh Notaris Zonarita, SH dengan

nomor akta Pendirian 07. Serta tercatat resmi di Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah sebagai Badan Hukum No. 96/BH/II.13/2007 pada tanggal

02 Mei 2007, yang semakin memperkokohkan berdirinya koperasi dan dapat

diakui dikalangan anggota sendiri maupun oleh pihak lain.

Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) Cabang Binjai merupakan koperasi

yang mampu bersaing dengan badan usaha lainnya, dengan tetap berpegang teguh

pada azas dan tujuan koperasi yang merupakan badan usaha bersama atas azas

kekeluargaan. Dengan semangat untuk menjadi koperasi terdepan dan maju di

Indonesia, selalu berusaha melakukan pengembangan dan berinovasi dalam

pelayanan sebagai upaya untuk memberikan kepuasan kepada anggota,

pelanggan/customer, dan mitra/partner kami. 90

2. Visi dan Misi

Visi Kopkarlin Kota Binjai yaitu Membangun gerakan Koperasi sebagai

jati diri yang berpedoman pada watak, sifat dan ciri-ciri untuk mencapai

kesejahteraan seluruh anggota.

90
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 24 Maret 2017, pukul 13.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


68

Misi dari Kopkarlin Kota Binjai yaitu :

a. Menciptakan semangat memiliki dan mengembangkan serta

mengendalikan kegiatan usaha oleh anggotanya sendiri;

b. Mewujudkan nilai-nilai swadya, demokrasi, kebersamaan, keadilan

dan etis untuk kenyamaan setiap anggota;

c. Menjalankan kegiatan usaha atas dasar prinsip-prinsip koperasi untuk

mendaptkan Sisa Hasil Usaha (SHU) Optimal;

d. Meningkatkan hubungan harmonis dan dinamis secara profesional

dengan manegement PT. PLN (Persero) demi kelangsungan

pengembangan Kokarlin dan menambah kesejahteraan anggota;

3. Landasan, Azas dan Tujuan

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berazaskan Kekeluargaan dan Kegotongroyong. Adapun tujuan dari Koperasi

adalah :

a. Mengembangkan ideologi kehidupan perkoperasian;

b. Mengembangkan kesejahteraan anggota khusunya dan Masyarakat

adil dan Makmur berdasar Pancasila;

c. Ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasar

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

d. Mengingat kesadaran anggota untuk menyimpan pada koperasi

secara teratur;

Universitas Sumatera Utara


69

e. Meningkatkan pengetahuan anggota melalui penyuluhan, latihan

dan pendidikan tentang perkoperasian maupun keterampilan

lainnya.

4. Usaha

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka koperasi menyelenggarakan usaha-

usaha sebagai berikut :

a. Menyediakan barang-barang kebutuhan pokok anggota;

b. Mengadakan usaha kerja sama dengan koperasi maupun badan

usaha lainnya yang saling menguntungkan dan untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota;

c. Mengadakan usaha pertokoan;

d. Mengadakan usaha simpan pinjam;

e. Mengadakan usaha Instalateur;

f. Mengadikan usaha Leveransir;

g. Mengadakan usaha pelatihan tenaga kerjja dan memanfatkan jasa

tenaga kerja;

5. Struktur Organisasi Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) Cabang

Binjai

Dalam menjalankan program-programnya Koperasi Karyawan PT. PLN

(persero) Cabang Binjai mempunyai beberapa bagian, antara lain :

a. Pengurus, Berdasarkan Pasal 12 Anggaran Dasar Kopkarlin mempunyai

tugas :

1) Memimpin organisasi dan perusahaan koperasi;

Universitas Sumatera Utara


70

2) Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama koperasi;

3) Mewakili koperasi dihadapan dan diluar pengadilan;

4) Mengelola koperasi dan usahanya;

5) Mengajukan Rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja

koperasi;

6) Menyelenggarakan rapat anggota;

7) Mengajukan laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan

tugas;

8) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan investasi secara tertib;

9) Memelihara buku daftar anggota, daftar pengurus dan buku organisasi.

b. Pengawas, beradasarkan Pasal 19 Anggaran Dasar Perkoperasian :

1) Koperasi berkewajiban untuk mengadakan pengawasan atas dirinya;

2) Pengawasan itu dijalankan oleh pengawas yang terdiri dari sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang anggota koperasi yang tidak termasuk

golongan

3) Pengurus dan dipilih untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, Dalam hal

koperasi telah mengangkat manager (pengelola), pengawas diadakan

secara tetap, tidak mengurangi arti pengawas sebagai perangkat

organisasi, mengingat bahwa pengelolaan usaha oleh manager tidak

mengurangi tanggungjawab pengurus kepada rapat anggota, namun

ruang lingkup dan frekuensi pengawas dapat diatur sebagaimana

ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Khusus.

4) Dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat

terbuka dan melindungi pihak yang berkepentingan, koperasi dapat

Universitas Sumatera Utara


71

meminta jasa audit kepada akuntan publik/koperasi jasa audit (KJA),

juga jasa konsultasi dan pelatihan;

c. Dewan Penasehat, dalam pasal 20 Anggran dasar koperasi, yaitu :

1) Bagi kepentingan koperasi, rapat anggota dapat membentuk dewan

penasehat;

2) Rapat anggota dapat mengangkat anggota bukan yang mempunyai

pengetahuan tentang koperasi dan keahlian dalam perusahaan koperasi

untuk menjadi dewan penasehat;

3) Anggota dewan penasehat tidak menerima gaji, akan tetapi dapat

diberi uang jasa yang disetujui oleh rapat anggota;

4) Anggota-anggota dewan penasehat tidak mempunyai hak suara dalam

rapat anggota atau rapat pengurus;

5) Dewan penasehat memberi saran/anjuran kepada pengurus untuk

kemajuan koperasi baik diminta maupun tidak.

d. Manager, Pasal 23 AD koperasi mempuyai tugas :

1) Mengkoordinir menyusun rencana kerja dan anggaran masing-masing

bagian yang berada dibawah tanggungjawabnya untuk disampaikan

kepada pengurus;

2) Mengikuti Rapat pembahasan rencana kerja dan anggaran koperasi

secara keseluruhan dengan pengurus dan membantu menyelesaikan

naskah rencana kerja dan anggaran tersebut agar siap disajikan dalam

rapat anggota;

3) Menyusun perencanaan yang tepat (feasibility study) dalam rangka

pembukaan usaha-usaha baru;

Universitas Sumatera Utara


72

4) Melaksanakan tugas-tugas bidang usaha sesuai dengan rencana kerja

dan anggaran yang disetujui rapat anggota serta mengarahkannya pada

penggarisan yang dilakukan pengurus;

5) Memimpin dan mengkoordinasi para karyawan dalam pelaksanaan

tugas sehari-hari;

6) Melaksanakan tugas-tugas pengurus yang telah dipercayakan

kepadanya yaitu menandatangani surat-surat keluar yang menyangkut

soal-soal penawaran, pembelian dan penjualan barang, bertindak untuk

dan atas nama pengurus menandatangani perjanjian jual beli dengan

anggota dan masyarakat, mencari dan mengikuti informasi dasar.

Sampai pada bulan Mei 2017 jumlah anggota Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai berjumlah 358 anggota dengan rincian 303 anggota

biasa dan 55 Anggota luar biasa Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai. 91

D. Hubungan Hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan Karyawannya Yang telah Pensiun

Hubungan hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan Anggota Koperasi yaitu hubungan keorganisasian, dimana koperasi

berperan sebagai organisasi yang dioperasikan oleh orang-seorang demi

kepentingan bersama.92 Hubungan antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan karyawannya yang telah pensiun berdasarkan Pasal 5

Anggaran dasar Kopkarlin ayat (5) yang berbunyi : “Koperasi dapat menerima

91
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
92
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Juli 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


73

anggota luar biasa”. Ketentuan lebih lanjut tentang Anggota luar biasa diatur

dalam surat Keputusan Nomor 010.K/Kokarlin-Alb—lb/BJI/2013.

Berdasarkan Surat Keputusan Nomor 010.K/Kokarlin-Alb—lb/BJI/2013

pasal 2 sebagaimana dimaksud dalam perubahan anggaran dasar Kokarlin No.

772/PAD/KWK.2/IX/1996 tanggal 09 September 1996 BAB IV Pasal 4 ayat (6),

maka syarat-syarat bagi anggota luar biasa dapat dipenuhi sebagai berikut :

1. Tenaga Kerja dari perusahaan mitra kerja PT. PLN (persero) area Binjai

dan/atau pemilik perusahaan sebagai mitra kerja PT. PLN (Persero)

Sumatera Utara. Anggota luar biasa ini berjumlah 203 orang pada tahun

2015. 93

2. Masyarakat disekitar kotamadya Binjai dan/atau propinsi Sumatera Utara

pada umumnya dengan keharusan sebagai penjamin adalah Pegawai PT.

PLN (Persero) Sumatera Utara dan masih terdaftar sebagai anggota

Kokarlin aktif. Anggota luar biasa ini berjumlah 37 orang pada tahun

2015. 94

3. Pegawai PT. PLN (Persero) yang pensiun dan beralih menjadi anggota

luar biasa. Dalam hal ini beralihnya keanggotaan dari anggota biasa ke

anggota luar biasa yaitu harus melakukan pengisian formulir permohonan

untuk menjadi anggota luar biasa kepada pengurus. Anggota luar biasa ini

berjumlah 21 orang pada tahun 2015. 95

93
Berdasarkan data laporan pertanggungjawaban Pengurus tahun 2015 Koperasi karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Binjai
94
Berdasarkan data laporan pertanggungjawaban Pengurus tahun 2015 Koperasi karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Binjai 2015
95
Berdasarkan data laporan pertanggungjawaban Pengurus tahun 2015 Koperasi karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Binjai 2015

Universitas Sumatera Utara


74

4. Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) anggota luar biasa tidak

punya hak suara, hak dipilih dan memilih.

Hak dan kewajiban anggota luar biasa berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) dan

(2) yaitu :

1. Setiap anggota luar biasa yang memenuhi ketentuan dan syarat berhak :

a. Medapatkan pelayanan dan penyelenggaraan bidang usaha;

i. Simpan Pinjam;

ii. Simpanan Sukarela;

iii. Usaha kerjasama dengan badan usaha lainnya;

b. Mendapat informasi tentang kemajuan dan perkembangan kokarlin

melalui pengurus dan kuas pengurus yang ditunjuk.

2. Setiap anggota biasa berkewajiban :

a. Memenuhi kewajiban-kewajiban dalam membayar simpanan

pokok, simpanan wajib, angsuran pembiayaan melalui pemotongan

upah/gaji dan memberikan kuasa kepada Manajemen perusahaan

dan/atau pembayaran langsung kepada kokarlin dan/atau melalui

transfer rekening atas nama kokarlin PT. PLN (Persero) cabang

Binjai;

b. Anggota luar biasa dapat menitipkan kewajiban kepada kepada

anggota sebagai penjamin dan/atau membayar langsung dan/atau

melalui transfer;

c. Menerima sanksi-sanksi yang diberlakukan Kokarlin bilamana ayat

1 huruf (a) dan (b) bila tidak dipenuhi sesuai kesepakatan dalam

perjanjian pembiayaan.

Universitas Sumatera Utara


75

Berdasarkan pasal 5 Surat Keputusan Nomor 010.K/Kokarlin-Alb—

lb/BJI/2013 menyebutkan :

1. Setiap anggota yang memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 4, maka

hak-hak dalam mengajukan pelayanan bidang usaha ditetapkan sebagai

berikut :

a. Telah terdaftar atau masuk menjadi anggota minimal 3 (tiga) bulan,

dalam hal ini setelah terdaftar menjadi anggota luar biasa,

b. Pengajuan Permohonan pembiayaan disetujui maksimal Rp. 3.000.000,-

2. Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bilamana masa keanggotan lebih dari

1 (satu) tahun dapat diberikan pelayanan sebagai berikut :

a. Permohonan pengajuan maksimal Rp. 5.000.000,- dan/atau tidak

melebihi 35% dari penghasilan yang diterima dari perusahaan;

b. Permohonan pengajuan maksimal Rp 10.000.000,- bagi anggota luar

biasa dan sebagai penjamin adalah anggota yang bertanggungjawab

sepenuhnya;

3. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) pengurus

dapat memberikan kebijakan dalam menetapkan nilai pembiayaan dan

masa angsuran yang dibutuhkan anggota luar biasa berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan atas dasar persetujuan mnajemen perusahaan

dimana anggota luar biasa bekerja dan/atau anggota sebagai penjamin.

Berkaitan dengan hubungan hukum antara Kopkarlin dengan karyawan

yang telah pensiun adanya pemberian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.

Perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat di temui landasannya pada

Universitas Sumatera Utara


76

ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan: “Tiap-tiap perikatan

dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena Undang-undang.”

Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata, yang menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dimana satu orang atau lebih mengikat diri terhadap satu orang lain atau lebih.”

Kebutuhan dana bagi seseorang merupakan pemandangan sehari-hari, baik

dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, maupun dalam hal

berusaha di dalam bidang bisnis. Dilain pihak banyak juga orang atau kumpulan

orang-orang atau lembaga maupun badan hukum yang justru kelebihan dana

meskipun hanya bersifat sementara. Sehingga dana yang berlebihan tersebut perlu

diinvestasikan dengan cara yang paling menguntungkan secara ekonomis maupun

sosial. Untuk mempertemukan keduanya terciptalah suatu institusi yang akan

bertindak selaku kreditur yang menyediakan dana bagi debitur.

Disinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. Pada

dasarnya perjanjian utang piutang dapat di berikan kepada siapa saja yang

memiliki kemampuan untuk melalui perjanjian utang piutang antara kreditur dan

debitur. Setelah perjanjian itu disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri

kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur dengan

hak menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan

bunga yang disepakati oleh para pihak.

Dapat dikatakan dasar timbulnya kredit menurut undang-undang

perbankan adalah perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan debitur,

sehingga kredit memiliki arti yang khusus yaitu meminjamkan uang. Dalam pasal

1754 KUHPerdata dikatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam adalah

Universitas Sumatera Utara


77

persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu

jumlah tertentu dengan syarat bahwa pihak akan mengembalikan sejumlah yang

sama. Demikian bahwa perjanjian kredit merupakan suatu jenis perjanjian

tersendiri.

Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam buku Ke- III

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata perjanjian dapat diartikan sebagai

suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana

dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lainnya.

Sedangkan pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu yang telah ditetapkan.

Istilah perjanjian kredit dapat dilihat dalam instruksi pemerintah yang

ditujukan kepada masyarakat bank yang menyatakan bahwa dalam setiap

pemberian kredit bentuk apapun bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit.

Untuk memperoleh pinjaman pembiayaan dikoperasi Karyawan PT.PLN

(Persero) Cabang Binjai, karyawan yang telah pensiun harus memenuhi beberapa

persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu :

1. Pas foto 3 x 4 sebanyak dua lembar


2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (suami istri)
3. Foto copy kartu keluarga
4. Foto Copy buku nikah

Universitas Sumatera Utara


78

5. Meterai Rp. 6000,-96

Syarat-syarat untuk mengajukan pinjaman diatas telah dipenuhi syarat lain

yang harus dipenuhi anggota karyawan yang telah pensiun :

1. Tidak ada tunggakan pada kredit yang lain;

2. Iuran anggota telah di penuhi (lancar);

3. Mengajukan Permohonan pinjaman;97

Setelah syarat pengajuan pinjaman telah dipenuhi maka anggota koperasi

menunggu konfirmasi pinjaman mereka apakah peromohonan pinjaman disetujui

ataupun permohonan pinjaman mereka ditolak. Jangka waktu tunggu permohonan

tersebut paling lama seminggu dari mulai permohonan diterima Koperasi

Karyawan PT. PLN (persero) Cabang Binjai.

Apabila permohonan pinjaman karyawan disetujui maka dilakukan

penandatanganan perjanjian pembiayaan yang ditandatangani oleh Pihak pertama

diwakili Ketua Kokarlin PT. PLN (persero) Cabang Binjai dan Pihak kedua

ditandatangani oleh debitur atau karyawan yang telah pensiun.98

96
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
97
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
98
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP KOPERASI KARYAWAN PT. PLN
(PERSERO) CABANG BINJAI DENGAN KARYAWAN YANG TELAH
PENSIUN DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN

A. Perjanjian Pembiayaan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai” bahwa untuk memperoleh kredit atau pinjaman dengan

jaminan fidusia dari Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai maka

antara pemohon kredit dengan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai harus melalui perjanjian kredit, sehingga diperlukan tahapan-tahapan dalam

prosedur terbentuknya perjanjian kredit. 99

Setiap pemohon kredit yang bermaksud untuk memperoleh kredit atau

pinjaman harus datang ke kantor Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai” serta menyampaikan maksud dan tujuan mengajukan permohonan kredit

kepada Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai. Pemohon kredit

diharapkan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya tentang maksud dan

tujuan mengajukan permohonan kredit tersebut.100

Manager Koperasi Karayawan PLN (Persero) Cabang Binjai “ akan

memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada pemohon kredit yang akan

99
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
100
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

79

Universitas Sumatera Utara


80

mengajukan kredit tersebut tentang segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh

calon debitur.101

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur untuk

memperoleh kredit dari Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

adalah sebagai berikut:102

1. Sebagai anggota biasa dan anggota luar biasa Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai.

2. Bersedia melunasi pinjaman, membayar bunga, membayar ongkos-

ongkos pinjaman yang berlaku tepat pada waktu yang telah ditentukan

Pemohon kredit yang bersedia memenuhi persyaratan untuk mengajukan

kredit tersebut maka kepada pemohon kredit akan diberikan formulir

permohonan kredit yang sebelumnya telah dipersiapkan terlebih dahulu

oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai, dan pemohon

kredit tinggal mengisi bagian-bagian formulir yang masih kosong.

Blangko atau formulir permohonan kredit tersebut berisi :

a. Identitas pemohon kredit

1) Nama

2) Alamat

3) Pekerjaan

b. Besarnya jumlah uang yang akan dipinjam

c. Jangka waktu pengembalian dengan angsuran.

101
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
102
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


81

Pihak yang melakukan perjanjian tentunya harus memenuhi syarat sahnya

perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, salah satunya terkait dengan hal ini adalah kecakapan untuk membuat

suatu perikatan. Kecakapan bertindak berkaitan dengan masalah kedewasaan dari

orang yang akan melakukan tindakan hukum. Nasabah dari Koperasi Karyawan

PT. PLN (Persero) Cabang Binjai secara keseluruhan sudah dapat dikatakan

memenuhi syarat kedewasaan, hal ini terlihat dari surat permohonan kredit dan

perjanjian kredit yang harus ditandatangani oleh suami atau isteri sehingga dengan

demikian nasabah di Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

memenuhi syarat kecakapan.

Tingkat kedewasaan ini dapat diukur dari ketentuan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 39 ayat (1) butir a yang menyatakan bahwa

batas dewasa adalah usia 18 tahun atau sudah menikah sehingga jika dikaitkan

dengan perjanjian maka batas kedewasaan tersebut dapat digunakan untuk

membuat perjanjian dihadapan notaris, bahkan seorang wanita yang telah

bersuami diperbolehkan untuk mengadakan perjanjian sejak dikeluarkannya Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 sehingga ketentuan dalam Pasal

108 BW yang memandang seorang wanita yang telah bersuami tidak cakap untuk

mengadakan perjanjian sudah tidak berlaku lagi karena sudah dicabut oleh

ketentuan Pasal 31 sub 2 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Undang

Undang Perkawinan.

Dalam pengusulan pemberian kredit yang dilakukan oleh manager

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai. kepada Ketua Koperasi

Universitas Sumatera Utara


82

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai ternyata disetujui maka Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai akan menandatangani blangko data

calon peminjam Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dan

selanjutnya akan membentuk kesepakatan dalam perjanjian kredit yang bentuk

dan isinya sudah dibuat oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai, sedangkan pemohon kredit hanya tinggal menerima atau menolak isi

perjanjian yang telah dibuat sepihak oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai, dan apabila pemohon kredit menerima perjanjian kredit tersebut

maka debitur harus menandatangani perjanjian kredit tersebut.

Anggota luar biasa atau karyawan yang telah pensiun Koperasi Karyawan

PT. PLN (persero) Cabang Binjai dalam hal ini menerima semua syarat yang

ditetapkan oleh koperasi baik itu Perjanjian Pembiayaan yang telah di siapkan

terlebih dahulu karena mereka membutuhkan dana pinjaman secara cepat.103

Dalam prosedur pemberian kredit Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai tidak memiliki aturan baku ataupun tertulis mengenai mekanisme

pemberian kredit yang dilakukan antara koperasi dengan anggota koperasi. 104

Perjanjian baku atau perjanjian standar dialih-bahasakan dari istilah yang

dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract” atau “standard

voorwaarder”. Dalam bahasa Jerman mempergunakan istilah “Allgemeine

Geshafts Bedingun”, “standard vertrag”, “standard konditionen”. Hukum Inggris

menyebut dengan “standard contract”. Perjanjian standar adalah perjanjian yang

103
Wawancara Jahirman, Karyawan yang telah Pensiun Koperasi Karyawan PT. PLN
(Persero), Cabang Binjai, tanggal 26 Mei 2017, pukul 11.00 WIB
104
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


83

menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap

konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha.105

Menurut Hordins definisi perjanjian baku sebagai berikut :106

“Perjanjian baku adalah konsep janji-janji tertulis disusun tanpa

membicarakan isinya lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak terbatas

perjanjian yang sifatnya tertentu.”

Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan bahwa perjanjian standar adalah

perjanjian yang di dalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam

bentuk formulir yang bermacam-macam bentuknya.107

Dari definisi tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu

perjanjian standar adalah perjanjian yang dimuat di dalamnya klausula-klausula

yang sudah dibakukan, dan dicetak dalam bentuk formulir dengan jumlah yang

banyak serta dipergunakan untuk semua perjanjian yang sama jenisnya. Suatu

perjanjian standar biasanya digunakan oleh suatu asosiasi dagang untuk membuat

perjanjian diantara sesamanya ataupun dengan pihak lain, dalam hal ini

masyarakat. Perjanjian standar bahkan diatur oleh Undang-Undang. Selain itu,

perjanjian standar juga digunakan sebagai alat untuk mengalokasikan resiko

dalam perjanjian, dalam hal ini dipergunakan untuk menentukan terlebih dahulu

pihak mana yang harus bertanggung jawab terhadap resiko yang timbul.

Mariam D. Badrulzaman menjelaskan ciri-ciri perjanjian standar adalah

sebagai berikut :

105
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992, hal, 6.
106
Hordins, dalam Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan
Permasalahannya, Bandung : Alumni, 1981, hal. 38.
107
Ibid, hal, 48.

Universitas Sumatera Utara


84

1. Isinya ditetapkan secara sepihak kreditur yang posisinya relatif kuat dari
debitur;
2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut;
3. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian
tersebut;
4. Bentuknya tertulis;
5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual. 108

Adapun perjanjian kredit Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai tersebut memuat hal-hal antara lain :

a. Identitas para pihak

b. Pernyataan kesediaan bagi debitur untuk melakukan angsuran pada tanggal

yang telah disepakati berikut jumlah yang akan dibayar pada tiap-tiap

angsuran serta kepastian untuk membayar lunas pada pengangsuran

terakhir.

c. Pernyataan kewajiban membayar bunga dari pemohon kredit berikut

besarnya bunga dan waktu pembayaran

d. Pernyataan kewajiban bagi pemohon kredit untuk membayar biaya

administrasi pada saat realisasi atau diberikannya pinjaman oleh Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

e. Pernyataan kewajiban bagi pemohon kredit untuk membayar bunga dan

denda apabila pemohon kredit lalai membayar atau mengangsur kepada

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai.

Menurut keterangan dari Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai bahwa dalam perjanjian pembiayaan di Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai, bentuk perjanjian kredit adalah secara tertulis yang

berupa perjanjian baku (standart). Perjanjian baku tersebut bentuk dan isinya

108
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit. hal, 50.

Universitas Sumatera Utara


85

ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai dan ditawarkan kepada pemohon kredit untuk disetujui

atau ditolak. Hal-hal yang kosong (belum diisi) di dalam blangko perjanjian kredit

tidak mungkin diisi sebelumnya yaitu antara lain jumlah pinjaman, bunga, dan

jangka waktu kredit. 109

Menurut keterangan Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai bahwa bentuk perjanjian kredit itu dibuat secara tertulis dan

dibakukan adalah dengan maksud untuk menjadikan kepentingan ekonomi

kreditur lebih terjamin karena melibatkan modal dari para anggota selain itu juga

praktis karena sudah tersedia naskah yang dicetak berupa formulir atau blangko

yang siap diisi dan ditandatangani oleh para pihak. 110

Menurut M. Solly Lubis : Kepastian hukum ialah kejelasan peraturan

hukum mengenai hak, kewajiban dan status seseorang atau suatu badan hukum.

Kepastian hak, kewajiban dan kepastian status ini mendatangkan ketertiban,

keteraturan, ketenangan bagi yang bersangkutan, karena dengan adanya kejelasan

seperti diatur oleh hukum, maka seseorang tahu benar bagaimana status atau

kedudukannya, seberapa jauh hak maupun kewajibannya dalam kedudukan

tersebut.111

Perjanjian pembiayaan yang dibuat belum memberikan kepastian hukum

kepada Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai karena masih

banyak pasal-pasal tambahan yang penting seharusnya dimasukan kedalam

109
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
110
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
111
M.Solly Lubis,Op.Cit, hal 54,

Universitas Sumatera Utara


86

perjanjian pembiayaan tersebut sehingga memberikan kepastian hukum dan tidak

merugikan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai kemudian hari.

B. Faktor-Faktor terjadinya Kredit Macet Koperasi Karyawaan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai

Kredit digolongkan sebagai kredit macet sejak tidak ditepatinya atau

dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit, yaitu apabila

debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan bunganya.112

Kredit macet (bad-debt) yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui


270 (dua ratus tujuh puluh) hari; atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c. Dari segi hukum atau kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar. 113

Berdasarkan kriteria yang disampaikan diatas bahwa tidak ada aturan

berapa lama tunggakan dari anggota Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dalam pembayaran angsuran itu dikatakan macet. Pada koperasi

sendiri sistem informasi Debitur (SID) tidak ada berbeda dengan perbankan yang

mana riwayat kredit nya masuk kedalam sistem informasi Debitur (SID) yang ada

pada Bank Indonesia (BI). Sehingga seandainya dia mempunyai riwayat kredit

yang tidak lancar ataupun macet di bank lain makan bank yang iningin

memberikan kredit kepada debiturnya dapat mengetahuinya.

Terjadinya kredit macet ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu

faktor yang berasal dari nasabah dan yang berasal dari bank. Bank sebagai
112
Muljono,” Eksekusi grose akta hipotek oleh bank”. ( Jakarta : Rineka Cipta, 1996 ),
hal 65
113
Surat Keputusan Direktur BI Nomor : 30/267/KEP/DIR/, tanggal 27 Februari 1998,
Pasal 4

Universitas Sumatera Utara


87

kreditur tidak terlepas dari kelemahan yang dimiliki, faktor ini tidak berdiri

sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah.114

Faktor umum kredit macet yaitu ;

a. Nasabah menyalahgunakan kredit

Setiap kredit yang diperoleh nasabah, telah diperjanjikan dalam perjanjian

kredit tentang tujuan pemakaian kreditnya. Setelah nasabah menerima kredit,

maka nasabah wajib mempergunakan sesuai dengan tujuannya. Pemakaian kredit

yang menyimpang dari pemakaiannya akan mengakibatkan nasabah tidak

mengembalikan kredit sebagaimana mestinya, sebagai contoh nasabah diberi

kredit untuk kepentingan pengangkutan karena usahanya dalam bidang angkutan

tetapi digunakan dalam bidang pertanian dengan membeli bibit pertanian, ketika

gagal panen nasabah tidak dapat membayar pelunasan kredit.115

Kredit yang diberikan, tidak digunakan oleh debitur sesuai dengan tujuan

pemberian kredit. Penggunaan kredit dialihkan baik sebagian ataupun seluruhnya

untuk tujuan lain di luar tujuan pemberian kredit.

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya

Nasabah yang telah menerima fasilitas kredit, ternyata dalam prakteknya

tidak mengelola dengan baik usaha yang dibiayai dengan kredit bank. Nasabah

tidak profesional dalam melakukan pekerjaan karena kurang menguasai secara

teknis usaha yang dijalankan. Akibatnya, hasil kerja kurang maksimal dan kurang

berkualitas sehingga mempengaruhi minat masyarakat dalam mengkonsumsi

114
Gatot Supramono, Op Cit, hal 269
115
Ibid, hal 270

Universitas Sumatera Utara


88

produk yang dihasilkannya. Keadaan ini mempengaruhi penghasilan nasabah,

sehingga berpengaruh pula terhadap kelancaran pelunasan kreditnya.116

c. Nasabah beritikad tidak baik

Nasabah mempunyai itikad buruk terhadap kredit yang telah diberikan

pihak bank, ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya untuk

mendapatkan kredit dari bank, setelah kredit diperoleh digunakan begitu saja

tanpa dapat dipertanggung jawabkan. Nasabah semacam ini sejak awal memang

sudah mempunyai etikat yang tidak baik, karena tujuannya jahat yaitu untuk

membobol bank.117

d. Terhambatnya kegiatan usaha debitur

Terjadinya suatu kondisi di mana kegiatan usaha debitur sedang dalam

keadaan sulit, produksi usaha debitur sedang menurun akibat sulitnya

mendapatkan bahan baku produksi, atau sedang sepinya permintaan pasar yang

mengakibatkan minimnya penjualan hasil produksi yang berdampak pada kondisi

keuangan debitur.

Terjadinya kredit macet pada Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai yaitu :

a. Potongan pinjaman kredit tidak langsung dari gaji yang diterima;


b. Adanya kebutuhan lain anggota koperasi sehingga pembayaran kredit
dikesampingkan;
c. Adanya itikad tidak baik dari anggota koperasi yang tidak mau
membayar kreditnya.118

Selain hal-hal yang dijelaskan diatas menjadi penyebab terjadinya kredit

macet pada Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai ada penyebab

116
Ibid, hal 270
117
Ibid,hal 271
118
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


89

lain yang mengakibatkan kredit macet terjadi di Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai, yaitu:

a. Potongan gaji yang tidak langsung membuat anggota koperasi lalai


dikarenakan gaji sudah di pergunakan untuk keperluan lain dan tidak
dapat membayar angsuran.
b. Anggota koperasi menunda kewajibannya di tanggal yang ditentukan
dengan beranggapan mampu memenuhi kewajiban angsuran pada
bulan berikutnya.
c. Anggota koperasi memang tidak beritikad baik membayar
dikarenakan uang yang dipinjamnya dialihkan atau dipergunakan oleh
orang lain, sehingga tidak merasa bertanggung jawab dengan
perjanjian kredit yang dilakukannya.119

Sebenarnya kredit macet sendiri yang terjadi pada Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai dapat dilihat dari adanya penunggakan pembayaran

dari angsuran bulan 1 (pertama), 2 (kedua), dan 3 (ketiga) ataupun sama sekali

tidak ada mambayar sama sekali angsuran kreditnya.120

Sampai bulan Mei 2017 jumlah kredit Macet telah mencapai kurang lebih

sebesar Rp. 900.000.000,- (sembilan ratus juta rupiah), sehingga saat ini Koperasi

Karyawan PT. PLN (persero) Cabang Binjai tidak dapat memberikan

kredit/pinjaman kepada anggota koperasi. 121

Dalam mencegah terjadinya kredit macet pada Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai maka koperasi melakukan beberapa cara

pencegahan :122

119
Wawancara Hariati, Pensiunan dan Anggota Luar biasa Koperasi Karyawan PT.PLN
(Persero) Cabang Binjai, tanggal 25 Mei 2017, Pukul 12.00 WIB
120
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
121
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
122
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


90

1. Koperasi tidak akan memberikan kredit kepada anggota koperasi yang

telah pensiun apabila anggota koperasi tersebut telah memiliki

pinjaman lain yang jumlah pinjamannya cukup besar.

2. Koperasi akan langsung memotong angsuran sesuai tanggal gaji yang

diterima anggota koperasi.

Bentuk pencegahan kredit macet pada Koperasi Karyawan PT. PLN

(persero) Cabang Binjai diatas merupakan pencegahan yang biasa dilakukan oleh

koperasi. Peraturan tertulis pencegahan itu sendiri tidak ada dalam Koperasi

Karyawan PT. PLN (persero) Cabang Binjai sehingga merupakan kebiasaan yang

dilakukan oleh Koperasi. 123

C. Perlindungan Terhadap Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai Dengan Karyawan Yang Telah Pensiun Dalam

Perjanjian Pembiayaan

Dalam rangka menyalurkan kredit dan guna mempermudah pengawasan

serta untuk mencapai efisiensi maka dalam pelaksanaannya kredit di Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai, tersebut memberikan kredit kepada

anggota biasa dan anggota luar biasa dengan syarat-syarat yang telah ditentukan

oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi. 124

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dalam Pemberian

pembiayaan kepada Anggota koperasi karyawan yang telah pensiun dalam

prakteknya selalu memberikan pinjaman kepada anggota koperasi yang telah

pensiun yang mengajukan pinjaman pada koperasi karena pihak Koperasi hanya

123
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
124
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


91

mengetahui pinjaman anggota koperasi karyawan pada Koperasi dan Pihak

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai hanya menanyakan kepada

anggota Karyawan apakah mereka mempunyai pinjaman di luar Koperasi. Untuk

itu ada kemungkinan anggota koperasi karyawan yang telah pensiun berbohong

dalam menjawab pertanyyan itu agar pinjamanya disetujui pihak Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai.

Demi terciptanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang

menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya

perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak-pihak atau lembaga pemberi

kredit termasuk koperasi harus melakukan penelitian terhadap debitur selaku

penerima kredit pada faktor-faktor yang harus dimiliki debitur sebelum menerima

kredit, faktor-faktor tersebut lazim disebut dengan The five C'5 of credit Analisys

sebagai ukuran untuk menganalisis kemampuan debitur tentang kesanggupan

debitur agar dapat mengembalikan pinjamanya dalam suatu permohonan kredit.

The Five C'5 Of Credit Analysis tersebut terdiri dari:125

1. Character ( watak)

Ialah keadaan watak dan sifat dari calon nasabah, baik dalam kehidupan

pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Penilaian character merupakan

penilaian terhadap kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji serta kemauan

kembali untuk membayar hutanghutangnya.

2. Capacity ( kapasitas )

Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah untuk

membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk


125
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Koperasi, (Bandung, Citra Aditya
Bakti :1991), Hal 48

Universitas Sumatera Utara


92

dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Sehingga

pada nantinya calon nasabah tersebut dapat melunasi hutang-hutangnya

dikemudian hari.

3. Capital (dana)

Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon nasabah untuk menjalankan

dan memelihara kelangsungan usahanya.Adapun penilaian terhadap kapital adalah

untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaanya.

4. Condition Of Economi (kondisi ekonomi)

Kondisi ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang mungkin

dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah. Penilaian terhadap

kondisi yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi

ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah dan bagaimana

nasabah tersebut mengatasi atau mengantisipasinya sehingga usahanya tetap hidup

dan berkembang.

5. Collateral (jaminan)

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan calon nasabah sebagai

agunan dari kredit yang akan di terimanya. Tujuan penilaian collateral adalah

untuk mengetahui sampai sejauh mana resiko tidak dipenuhinya kewajiban

financier kepada pihak pemberi kredit dapat ditutup oleh nilai agunan yang

diserahkan oleh calon nasabah . Penilaian terhadap barang agunan ini meliputi

jenis atau macam barang, nilainya, lokasinya, bukti pemilikan atau status

hukumnya.

Untuk melindungi koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

dalam pemberian kredit atau pinjaman kepada karyawan yang telah pensiun

Universitas Sumatera Utara


93

ditandatangani Perjanjian kredit yang dibuat antara Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai selaku kreditur dengan Anggota koperasi selaku debitur

dituangkan dalam akta dibawah tangan bermaterai yang mengikat kedua belah

pihak yang disebut perjanjian pembiayaan.126

Oleh karena perjanjian hanya dibuat dibawah tangan dan bermaterai maka

perjanjian tersebut sifatnya hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan

apabila terjadi sengketa diantara para pihak maka harus dibuktikan kebenarannya,

hal ini berbeda apabila perjanjian tersebut dibuat dengan akta notaris yang

mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat karena merupakan akta otentik.

Pasal-pasal yang terdapat dalam perjanjian pembiayaan juga sangat

sederhana hanya terdiri dari 6 pasal :

1. Pasal 1 berisi tentang kesediaan pihak koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang binjai memberikan pinjaman kepada anggota koperasi

karyawan yang telah pensiun dan pihak anggota koperasi bersedia

mengembalikan pinjaman dengan jangka waktu yang telah disepakati

dengan bagi hasil tertentu.

2. Pasal 2 berisi tentang pembayaran pihak karyawan yang telah pensiun ke

rekening Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai.

3. Pasal 3 berisi tentang Bilamana Pihak Bank gagal melalukan pendebitan

maka anggota koperasi yang telah pensiun wajib membayar langsung

kepada Pihak Koperasi paling lambat tanggal 5 pada bulan berjalan.

4. Pasal 4 tentang Apabila anggota koperasi yang telah pensiun telah

melakukan pembayaran transfer ke rekening Koperasi Karyawan PT. PLN

126
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


94

(Persero) Cabang Binjai maka anggota koperasi yang telah pensiun berhak

menginformasikan kepada Pihak Koperasi.

5. Pasal 5 tentang denda keterlambatan sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu

rupiah) /bulan dan sanksi keanggotaan di Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai.

6. Pasal 6 tentang apabila anggota koperasi akan melunasi sisa pembiayaan,

maka akan diperhitungkan sisa pokok pembiayaan ditambah biaya

administrasi sebesar 2% dari jumlah sisa pokok.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas perjanjian pembiayaan yang dibuat

oleh pihak Koperasi sangat sederhana sekali sehingga tidak memberikan

perlindugan kepada pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai.

Untuk melindungi Pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

dalam hal ini Pihak koperasi harus memasukan pasal tentang :

1. Apabila suatu hari terdapat keadaan tidak terpenuhinya salah satu

ketentuan dalam perjanjian kredit atau tidak terbayarnya bunga, pokok

angsuran atau kredit macet yang disebabkan tidak mampunya Anggota

Koperasi yang telah pensiun melunasi utangnya maka seluruh harta

menjadi jaminan dan dapat disita sewaktu-waktu oleh pihak Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai untuk pelunasan utangnya.

2. Atas semua fasilitas kredit yang diterima oleh Anggota Koperasi yang

telah pensiun, apabila debitor meninggal dunia maka ahli waris dari

Anggota Koperasi yang telah pensiun wajib menanggung sisa kredit yang

ada untuk melakukan pembayaran bunga, pokok angsuran kepada pihak

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai.

Universitas Sumatera Utara


95

Apabila anggota luar biasa yang diberikan pembiayaan pinjaman macet

terjadi karena anggota luar biasa Koparasi karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai meninggal dunia maka sisa hutang kredit dilunaskan dan dihitung menjadi

biaya yang dikeluarkan koperasi pada laporan akhir tahun koperasi.127

Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 833 ayat (1)

menyatakan bahwa para ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapat

hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang

meninggal. Selanjutnya Pasal 1100 KUHperdata menyatakan para ahli waris yang

telah menerima suatu warisan harus menanggung pembayaran utang, legaat,

beban-beban sebesar porsinya menurut keseimbangan sesuai dengan apa yang

diterimanya dalam warisan.

Menurut Satjipto Raharjo, ”Hukum melindungi kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara

terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang

demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam

masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang

menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.128

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-

subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif


127
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero),
Cabang Binjai, tanggal 20 Juli 2017, pukul 10.00 WIB
128
Satjipto Rahardjo, Op.Cit. hal. 53.

Universitas Sumatera Utara


96

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk


mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.
2. Perlindungan Hukum Represif.
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. 129

Untuk itu diperlukan kerangka yang kuat dan tegas dalam isi perjanjian

pembiayaan yang dibuat oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai agar dapat melindungi kepentingan pihak koperasi apabila terjadi segketa

di kemudian hari dari Pinjaman yang diberikan kepada anggota koperasi

karyawan yang telah pensiun.

Dalam hal Pembiayaan tanpa jaminan yang diberikan oleh Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai Perjanjian Pembiayaan yang

diberikan oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai selaku

kreditur tanpa adanya suatu jaminan hanya dilakukan atau diberikan kepada

anggotanya.130

Untuk Pinjaman tanpa jaminan karena pihak Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) Cabang Binjai tidak menentukan dari awal apa yang menjadi agunannya

dan dalam hal ini memang tidak menggunakan agunan, maka berdasarkan pasal

1131 dan 1132 KUHPerdata, harta kekayaan milik dari Anggota Karyawan yang

telah pensiun seluruhnya menjadi jaminan terhadap jumlah utang yang harus

dibayarkan oleh debitur. Akibatnya jika terjadi wanprestasi dari pihak debitur,

maka pihak Bank melakukan eksekusi berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPer.

Dengan menggunakan kedua pasal tersebut pihak Koperasi Karyawan PT. PLN
129
Muchsin, Op.cit, hal. 20
130
Wawancara Syaiful Anwar Siregar, Pensiunan Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, Tanggal 26 Mei 2017, Pukul 09.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


97

(Persero) Cabang Binjai melakukan penilaian terhadap nilai ekonomi seluruh

harta maupun barang-barang berharga milik debitur yang wanprestasi sebagai

pelunasan dari sisa prestasinya yang belum terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
PENYELESAIAN HUTANG KREDIT DALAM HAL ANGGOTA
KOPERASI KARYAWAN PT. PLN (PERSERO) CABANG BINJAI
MELAKUKAN WANPRESTASI

A. Wanprestasi Anggota Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai Dalam Perjanjian Pembiayaan

1. Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi

Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi

buruk. Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau

lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian

yang dibuat antara kreditur dan debitur.131 Pengertian mengenai wanprestasi belum

mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai

untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah

mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di

berbagai istilah yaitu ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain

sebagainya. Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini,

telah menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”.

Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi

pendapat tentang pengertian mengenai wanprestasi tersebut. Wirjono Prodjodikoro

mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum

perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu

perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan

janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.”132

131
Abdul R Saliman, 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Kencana, Jakarta, hal.15.
132
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur, 1999), hal.17.

98

Universitas Sumatera Utara


99

R. Subekti mengemukakan bahwa “wanprestasi” itu adalah kelalaian atau

kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:

a. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.


b. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana
yang diperjanjikan.
c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.
d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan. 133

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang

melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang

dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan

ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang

dirugikan karena wanprestasi tersebut. Dasar hukum wanprestasi yaitu: Pasal 1238

KUHPerdata: “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta

sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan

ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang

ditentukan”. Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga

karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun

telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu

yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya

dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur


yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi
prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. 134

133
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Kedua, (Jakarta: Pembimbing Masa, 1970), hal.
50.

Universitas Sumatera Utara


100

Menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:135

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana

dijanjikannya;

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu

perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan

dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Menurut Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Si berutang adalah

lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah

dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si

berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

3. Pengaturan Wanprestasi

Dalam KUHPerdata Pasal 1235 KUHPerdata: “dalam tiap perikatan untuk

memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban si berhutang untuk menyerahkan

kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak

keluarga yang baik, sampai pada saat penyerahan.” Penyerahan menurut Pasal

1235 KUHPerdata dapat berupa penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis.

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan ada

unsur kelalaian dan salah, maka ada akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur

bisa menimpa debitur, sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata dan

Pasal 1243 KUHPerdata, juga diatur pada Pasal 1237 KUHPerdata. Pasal 1236

134
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1999), hal.84.
135
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


101

KUHPerdata: “si berhutang adalah wajib untuk memberikan ganti biaya, rugi dan

bunga kepada si berhutang, apabila ia telah membawa didinya dalam keadaan

tidak mampu menyerahkan bendanya, atau telah tidak merawat sepatutnya guna

menyelamatkannya”. Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, rugi dan

bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila

si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya,

atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”. Pasal 1236

KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata berupa ganti rugi dalam arti:

a. Sebagai pengganti dari kewajiban prestasi perikatannya.

b. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya atau disertai ganti rugi atas

dasar cacat tersembunyi.

c. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita kreditur.

d. Tuntutan keduanya sekaligus baik kewajiban prestasi pokok maupun ganti

rugi keterlambatannya.

4. Sebab Terjadinya Wanprestasi

Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan

dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang

dibebani kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau

kewajiban (wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua

kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni :

a. Karena kesalahan, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.

Universitas Sumatera Utara


102

Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian.136

Dikatakan orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia

sebenarnya dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik

dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat

dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan

keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.

Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur

kesengajaan yang merugikan itu pada diri debitur yang dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau kerugian

itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah

peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa

dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. 137 Disini

debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai

orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan

munculnya kerugian tersebut.138 Dengan demikian kesalahan disini berkaitan

dengan masalah “dapat menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain) dan

“dapat menduga” (akan timbulnya kerugian). 139

b. Karena keadaan memaksa (overmacht / force majure) , diluar

kemampuan debitur,debitur tidak bersalah.

Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh

pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa

136
J. Satrio, Op. cit, hal. 90.
137
Ibid, hal. 91.
138
Ibid.
139
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


103

mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu

membuat perikatan.140 Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat

timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih

dahulu.141 Dalam hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan

dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau

peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan

(perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali. 142

Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena

keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.

Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda

yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena

perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan

diatas. Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa

menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total.

Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi

prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap. 143

Unsur –unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah :

a. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda


yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap
b. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.
c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan
karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.144

140
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 27.
141
Ibid. Hal. 31.
142
Ibid. Hal. 27.
143
Ibid
144
Ibid

Universitas Sumatera Utara


104

Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya

wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai

keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang

bersifat objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa

(overmachtsleer) ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari

janji (beding) pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu.145 Dalam

hal benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak

hanya kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus,

tetapi prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. 146 Pada awalnya dahulu

hanya dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu

dalam perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa

yang bersifat subjektif.

a. Keadaan memaksa yang bersifat objektif

Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin dapat

dipenuhi oleh siapapun.147 Menurut ajaran ini debitur baru bisa mengemukakan

adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang dalam kedudukan

debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana mestinya).148 Jadi keadaan

memaksa tersebut ada jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi

prestasi yang berupa benda objek perikatan itu. Oleh karena itu ukurannya

“orang” (pada umumnya) tidak bisa dak bisa berprestasi, sehingga

kepribadiannya, kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai

sebagai ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada umumnya dan karenanya

145
J. Satrio, Op. cit. hal. 254
146
Ibid.
147
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 28.
148
J. Satrio, Op.Cit

Universitas Sumatera Utara


105

dikatakan memakai ukuran objektif. 149 Dasar ajaran ini adalah ketidakmungkinan.

Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan istilah “absolute overmacht”

apabila benda objek perikatan itu musnah diluar kesalahan debitur.150 Marsch and

soulsby juga menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan

apabila setelah perjanjian dibuat terjadi perubahan dalam hukum yang

mengakibatkan bahwa perjanjian yang telah dibuat itu menjadi melawan hukum

jika dilaksanakan.151 Dalam keadaan yang seperti ini secara otomatis keadaan

memaksa tersebut mengakhiri perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi.

Dengan kata lain perikatan menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat

tetap.152

b. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif

Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu sendiri,

menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada perbuatan atau

kemampuan debitur.153 Salah seorang sarjana yang terkenal mengembangkan teori

tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut pendapatnya keadaan

memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala n yang berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai dengan perjanjian

tersebut.154 Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang

bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran “debitur pada umumnya”(objektif),

tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang dipakai sebagai ukuran

adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari
149
Ibid. Hal. 255.
150
Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.
151
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 29.
152
Ibid.
153
Ibid.
154
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 263, dikutip dari
V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat,
Tjeenk Willink, Zwolle, 1948, hal. 122

Universitas Sumatera Utara


106

pertimbangan “debitur yang bersangkutan dengan semua ciri-cirinya” atau dengan

perkataan lain kecakapan, tingkat sosial, kemampuan ekonomis debitur yang

bersangkutan turut diperhitungkan.155

Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. Menurut ajaran ini debitur itu

masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau

menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah “relatieve overmacht”.

Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara.156 Oleh karenanya perikatan

tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan pelaksanaan prestasi oleh

debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan pelaksanaan prestasi tersebutB

sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi diteruskan.

Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah

diuraikan di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan

secara umum dalam undang-undang.157 Karena itu hakim berwenang menilai fakta

yang terjadi (wanprestasi) bahwa debitur sedang dalam keadaan memaksa

(overmacht) atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat dibebani

kewajiban atas resiko atau tidak atas wanprestasi tersebut.

Dalam hal terjadi wanprestasi ini menurut anggota luar biasa Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai ia tidak melakukan pembayaran

angsuran sesuai dengan jadwal angsuran yang telah disepkati dalam perjanjian

pembiayaan karena uang yang yang harusnya di peruntukan untuk pembayaran

155
Ibid. Hal. 263.
156
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 30
157
Ibid, Hal 31

Universitas Sumatera Utara


107

dialihkan untuk kebutuhan lainnya, sehingga lama kelamaan angsuran yang ada

pada koperasi menjadi bermasalah.158

B. Penyelesaian Sengketa Para Pihak Dalam Perjanjian Pembiayaan

Koperasi

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa

dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni jalur litigasi/pengadilan dan jalur

non litigasi/alternatif penyelesaian di luar pengadilan.

1. Jalur Litigasi/Pengadilan

Lembaga peradilan di Indonesia adalah penyelenggara kekuasaan

kehakiman, yaitu kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. 159

Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara

hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang

merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kebebasan kekuasaan

kehakiman yang penyelenggaraannya diserahkan pada badan-badan peradilan

merupakan salah satu ciri khas negara hukum. Pada hakekatnya kebebasan ini

merupakan sifat pembawaan dari pada setiap peradilan, hanya batas dan isi

kebebasannya dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan

sebagainya.

158
Wawancara Jami’ah, Anggota luar biasa Koperasi Karyawan PT. PLN Cabang Binjai
yang telah Pensiun, tanggal 29 Mei 2017, pukul 13.00 WIB
159
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Universitas Sumatera Utara


108

Tuntutan akan perlunya kekuasaan kehakiman yang bebas dan terlepas

dari pengaruh kekuasaan yang lainnya adalah tuntutan yang selalu bergema dalam

kehidupan ketatanegaraan Indonesia dari waktu ke waktu, betapa pentingnya

kekuasaan kehakiman yang bebas ini tidak dapat dipisahkan dari ketentuan

konstitusional yang mengharuskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

bukan negara kekuasaan. Berdasarkan konsepsi negara hukum sebagaimana

dikemukakan, maka dalam praktek ketatanegaraan Indonesia harus secara tegas

meniadakan dan melarang kekuasaan pemerintah untuk membatasi atau

mengurangi wewenang kekuasaan kehakiman yang merdeka yang telah dijamin

dalam konstitusi tersebut.160

Hingga sekarang masyarakat masih memandang keberadaan peradilan

sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tetap dibutuhkan. Tempat dan

kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih dapat

diandalkan, antara lain peranannya adalah:161

a. Sebagai katup penekan (pressure valve) atas segala pelanggaran hukum,


ketertiban masyarakat dan pelanggaran ketertiban umum.
b. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai the last resort atau
tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan sehingga peradilan masih
tetap diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan
keadilan (to enforce the truth and enforce justice).
Selain menjamin perlakuan yang adil kepada para pihak, kesempatan

untuk di dengar, menyelesaikan sengketa dan menjaga ketertiban umum,

peradilan juga memiliki kebaikan atau keuntungan dalam membawa nilai-nilai

masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa. Jadi

peradilan tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk

160
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998),
hal 19.
161
Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution & Arbitrase: Proses Pelembagaan dan
Aspek Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hal 64-65.

Universitas Sumatera Utara


109

ketertiban umum yang tertuang dalam undang-undang, baik secara eksplisit

maupun implisit. 162

Terlepas dari fungsi lembaga peradilan seperti yang dicita-citakan oleh

masyarakat sebagai tonggak untuk mencapai keadilan dan juga seiring dengan

perkembangan zaman yang semakin pesat sehingga munculnya sebuah konflik

membutuhkan penanganan yang cepat dan baik, lembaga peradilan kadang

kadang tidak mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.

Banyak masukan dan kritikan yang dilontarkan kepada lembaga peradilan yang

berkaitan dengan kinerjanya. Kritik yang muncul terhadap peradilan bukan hanya

gejala yang tumbuh di Indonesia, melainkan terjadi di seluruh dunia. Pada negara-

negara industri maju, kritik yang dilontarkan masyarakat pencari keadilan juga

senada dengan yang terjadi di Indonesia.

Masih banyak kritik yang dapat dideskripsikan akan tetapi dari deskripsi

yang diutarakan di atas sudah dapat memberikan gambaran mengenai kegoyahan

keberadaan peradilan sebagai kekuasaan kehakiman. Meskipun kedudukan dan

keberadaannya adalah sebagai kepastian dalam mencari kebenaran dan keadilan,

namun kepercayaan masyarakat terhadapnya telah berkurang, tak perlu gusar dan

responsif terkait isu-isu dan kritik-kritik di atas karena dibalik itu semua adalah

keinginan untuk memiliki suatu lembaga peradilan yang dihormati, kokoh dan

mandiri. Akibatnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan untuk

menyelesaikan sengketanya. Padahal kepercayaan masyarakat terhadap hukum

merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat tegaknya hukum. Jika di suatu

negara terjadi tingkat kepercayaan publik terhadap hukum rendah dengan segala

162
Ibid., hal 24.

Universitas Sumatera Utara


110

perangkatnya akan berakibat buruk bagi berbagai aspek kehidupan masyarakat

negara itu. 163

Berkaitan dengan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan

lembaga peradilan, faktor kredibilitas aparat peradilan adalah permasalahan intern

yang dihadapi penyelenggara kekuasaan kehakiman aparat peradilan dianggap

tidak terpelajar dan ahli dalam hukum, oleh karena itu profesionalisme mutlak

diperlukan untuk mengangkat kredibilitas seluruh aparat peradilan.

Berdasarkan itulah kalangan dunia perdagangan selalu takut untuk

berperkara dihadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk setiap sistem

negara, baik negara yang maju maupun masih berstatus negara berkembang. Para

pedagang pada umumnya takut untuk berperkara bertahun-tahun. Keadaan ini

dirasakan semua negara. Tetapi lebih lagi dalam keadaan sistem peradilan di

negara Indonesia, berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun

lamanya.164

2. Jalur Non Litigasi/Alternatif Penyelesaian Di Luar Pengadilan

Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka

tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa di antara para pihak yang terlibat.

Sengketa muncul dikarenakan berbagai sebab dan alasan yang

melatarbelakanginya, terutama karena adanya conflict of interest di antara para

pihak. Sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang terlibat karena

aktifitasnya dalam bidang bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.

163
Amzulian Rifa’I, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Mimbar Hukum No. 61 Tahun
2003, halaman 38.
164
Sudargo Gautama, Undang-undang Arbitrase Baru, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1999), hal 2-4.

Universitas Sumatera Utara


111

Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna menyelesaikan masalah di

atas adalah dengan digunakannya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif,

efisien, disertai biaya murah. Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa yang

efektif, efisien serta biaya murah merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda

lagi realisasinya guna terwujudnya kepercayaan para pihak (produsen dan

konsumen) pada sistem usaha waralaba. Pentingnya mekanisme penyelesaian

sengketa yang efektif, efisien dan berbiaya murah agar segera diterapkan,

dilatarbelakangi kenyataan bahwa transaksi electronic commerce sangat rentan

terhadap lahirnya berbagai sengketa/masalah diantara para pihak, sebagai akibat

dari saling berjauhannya domisili para pihak yang bertransaksi serta bahasa,

budaya dan sistem hukum yang berbeda. Di samping itu, adanya keinginan untuk

menyelesaikan setiap sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa

alternatif (alternative dispute resolution), dilatarbelakangi masih banyaknya

ditemukan berbagai kelemahan dari penyelesaian sengketa melalui sistem

peradilan (litigasi), seperti:

a. Litigasi memaksa para pihak berada pada posisi yang ekstrim dan
memerlukan pembelaan;
b. Litigasi mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, sehingga
mendorong para pihak untuk melakukan penyeledikan terhadap
kelemahan-kelemahan pihak lainnya;
c. Proses litigasi memakan waktu yang lama dan memakan biaya yang
mahal;
d. Hakim seringkali bertindak tidak netral dan kurang mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang mendasari penyelesaian suatu
masalah hukum baru.165
Pada awalnya bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dipergunakan

selalu berorientasi pada bagaimana supaya memperoleh kemenangan. Oleh karena

kemenangan yang menjadi tujuan utama, para pihak cenderung berupaya

165
Imamulhadi, Penyelesaian Sengketa Dalam Perdagangan Secara Elektronik, (Jakarta:
Elips Project, 2001), hal 80.

Universitas Sumatera Utara


112

mempergunakan berbagai cara untuk mendapatkannya, sekalipun melalui cara

cara melawan hukum. Akibatnya apabila salah satu pihak memperoleh

kemenangan tidak jarang hubungan diantara pihak-pihak yang bersengketa

menjadi buruk bahkan berubah menjadi permusuhan. Dalam perkembangannya,

bentuk-bentuk penyelesaian yang berorientasi pada kemenangan tidak lagi

menjadi pilihan utama, bahkan sedapat mungkin dihindari. Pihak-pihak lebih

mendahulukan kompromi dalam setiap penyelesaian sengketa yang muncul di

antara mereka dengan harapan melalui kompromi tidak ada pihak yang merasa

dikalahkan/dirugikan.

Upaya manusia untuk menemukan cara-cara penyelesaian yang lebih

mendahulukan kompromi, dimulai pada saat melihat bentuk-bentuk penyelesaian

yang dipergunakan pada saat itu (terutama lembaga peradilan) menunjukkan

berbagai kelemahan/kekurangan, seperti biaya tinggi, lamanya proses

pemeriksaan dan sebagainya. Akibat semakin meningkatnya efek negatif dari

lembaga pengadilan, maka mulailah muncul suatu pergerakan dikalangan

pengamat hukum untuk mulai memperhatikan bentuk-bentuk penyelesaian hukum

lain atau dikenal dengan alternatif lain dalam menyelesaikan sengketa.

Ada banyak bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang dikenal. Namun

lazimnya penyelesaian sengketa alternatif yang dilaksanakan di Indonesia adalah

seperti yang tertera dalam UU Arbitrase. Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase

mendefinisikan alternatif penyelesaian sengketa yaitu lembaga penyelesaian

sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni

penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi atau penilaian ahli. Sayangnya Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase tidak

Universitas Sumatera Utara


113

menyertakan musyawarah. Hukum adat di Indonesia sudah biasa dilakukan oleh

warga untuk menyelesaikan suatu perselisihan, hanya saja istilah yang digunakan

berbeda. Istilah yang dikenal dalam hukum adat tersebut adalah musyawarah

untuk mufakat yang pada hakekatnya sama dengan melakukan negosiasi, mediasi

dan arbitrase. 166

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas maka pada dasarnya kalangan

dunia bisnis akan menggunakan jalur non litigasi/ alternatif penyelesaian di luar

pengadilan dalam menyelesaikan sengketa antara para pihak. Demikian pula

dalam bisnis waralaba, penyelesaian sengketa dalam bisnis waralaba

menggunakan musyawarah dan apabila tidak terdapat mufakat maka dalam

penyelesaian sengketa tersebut akan menyelesaikan sengketa dengan

menggunakan cara arbitrase dengan jasa arbitrator.

Pilihan penyelesaian sengketa dengan menggunakan musyawarah dan

dengan arbitrase di atas merupakan pilihan kedua belah pihak, karena dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan dengan cara

bagaimana penyelesaian sengketa dilakukan.

Dalam perjanjian pembiayaan Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai ini tidak di tuliskan dalam pasal perjanjian pembiayaan seandainya

terjadi sengketa antara pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan karyawan yang telah pensiun.167 Perlindungan hukum terhadap

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dalam hal ini tidak ada

karena klausul dalam perjanjian pembiayaan tidak ada memuat pasal penyelesaian

sengketa. Seharusnya pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai
166
Suyud Margono, Op.Cit., halaman 81.
167
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


114

membuat klausul dalam perjanjian pembiayaan tentang penyelesaian sengketa

apabila terjadi dikemudian hari.

Untuk itu Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai membuat

jelas pasal yang menyangkut penyelesaian sengketa dalam perjanjian pembiayaan

baik dari tahapan penyelesaian sengketa melalui musyawarah sampai seandainya

tidak terdapat kesepakatan antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan Karyawan yang telah pensiun dengan cara musyawarah ini maka

Pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dapat mengajukan

tuntutan ke pengadilan (litigasi) agar kepentingan dari pihak Koperasi lebih

terlindungi.

Klausul penyelesaian sengketa dalam hal melalui jalur litigasi pengadilan

ini juga harus memuat tempat kedudukan dimana Pengadilannya berada agar

seandainya apabila terjadi sengketa Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan Karyawan yang telah pensiun sudah tahu dimana mereka

harus menyelesaikannya.

C. Penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota koperasi karyawan PT.

PLN (Persero) cabang Binjai melakukan wanprestasi.

Sistem pembayaran hutang kredit antara Anggota Koperasi dengan

Koperasi Karyawan PT.PLN (Persero) Cabang Binjai dijelaskan pada Pasal 2

Perjanjian Pembiayaan yang dilakukan yaitu berisi tentang pembayaran pihak

Anggota Koperasi kerekening Koperasi Karyawan PT.PLN (Persero) Cabang

Binjai. Pada Pasal 3 dalam Perjanjian Pembiayan dijelaskan juga bilamana Pihak

Bank gagal melakukan pendebitan maka Anggota Koperasi wajib membayar

langsung kepada Pihak Koperasi paling lambat tanggal 5 pada bulan berjalan.

Universitas Sumatera Utara


115

Dengan demikian telah dijelaskan cara pembayaran sebagaimana mestinya yang

dilakukan oleh Anggota Koperasi sebagai peminjam kepada Koperasi Karyawan

PT.PLN (Persero) Cabang Binjai sebagai yang pemberi pinjaman..

Jumlah anggota yang meminjam dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 1 pinjaman anggota koperasi Tahun 2015

NAMA Jumlah anggota yang 2015


meminjam
ANGGOTA BIASA 86 orang Rp 331.506.478
ANGGOTA LUAR BIASA 72 orang Rp 140.243.055
Berdasarkan laporan Rapat Anggota Tahunan Koperasi Karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Binjai tahun 2015

Tabel 2 Pembiayaan yang macet anggota koperasi


NAMA Jumlah anggota yang 2015
menunggak/macet
ANGGOTA BIASA 21 orang Rp. 188.066.778,-

ANGGOTA LUAR BIASA 5 orang RP. 26.896.556,-


Berdasarkan laporan Rapat Anggota Tahunan Koperasi Karyawan
PT.PLN (Persero) Cabang Binjai tahun 2015

Dapat dilihat berdasarkan laporan anggota tahunan Koperasi Karyawan

PT.PLN (Persero) Cabang Binjai untuk anggota biasa dan anggota luar biasa yang

telah pensiun jumlah nya sangat banyak. Melihat banyaknya jumlah pinjaman

yang macet dari laporan rapat anggota tahunan Koperasi Karyawan PT.PLN

(Persero) Cabang Binjai tahun 2015 anggota biasa dan luar biasa tidak terlalu

peduli dengan kondisi yang ada, mereka berpikir apabila mereka melakukan

pinjaman masih ada dana yang bisa mereka pinjam.168 Kerugian akibat macetnya

kredit anggota biasa dan anggota luar biasa sampai pada tahun 2017 ini

mengakibatkan pihak koperasi tidak dapat memberikan pinjaman kepada para

168
Wawancara Hariati, Pensiunan Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai, tanggal 04
April 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


116

anggotanya sampai keuangan koperasi dan jumlah kredit macet di koperasi

karyawan PT. PLN cabang Binjai teratasi. 169

Penyelesaian hutang kredit pada koperasi karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai dengan karyawan yang telah pensiun (debitur) dilakukan dengan

berbagai cara bagaimana prospek dari nasabah tersebut. Penyelesaian kredit

biasanya dilakukan dengan cara negosiasi. 170

Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) Cabang Binjai akan memberikan

peringatan maupun teguran secara lisan kepada debitur agar dapat melaksanakan

kewajiban pembayaran kredit utama berupa angsuran kredit, demi memperbaiki

status kreditnya. Apabila sudah kembali normal maka pihak Koperasi karyawan

PT. PLN (persero) cabang Binjai akan melanjutkan proses pembayaran angsuran.

Apabila terguran tidak mendapatkan hasil, maka pihak Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai akan menggunakan tahap kedua,

yaitu memberi surat peringatan kepada nasabah.

Adapun isi dari surat tersebut berupa:

1. Pemberitahuan mengenai jatuh tempo pembayaran kredit


2. Total kewajiban/hutang debitur yang harus dibayar
3. Perintah untuk membayar kewajiban/hutang sesuai dengan jumlah yang
tertera
4. Batas waktu bagi debitur untuk melaksanakan pembayaran.171

Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai akan memberikan

surat peringatan sebanyak tiga kali berturut-turut. Apabila pihak debitur tetap

169
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB
170
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB
171
Wawancara Siti Maria Nasution, Ketua Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang
Binjai, tanggal 20 Maret 2017, pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


117

tidak beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya, maka pihak Koperasi akan

melakukan upaya penyelamatan kredit. 172

Upaya penyelamatan kredit dalam Koperasi Karyawan PT. PLN (persero)

cabang Binjai dapat dilakukan dengan melakukan perundingan Dalam hal

perundingan, Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai akan

memanggil kembali pihak debitur untuk merundingkan solusi untuk meringankan

beban kredit debitur yang diharapkan bisa memberi peluang untuk melakukan

pembayaran kredit tersebut.

Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai dalam penyelamatan

kredit macet akan melakukan:173

1. Reschedulling (memperpanjang jangka waktu kredit/angsuran)

Dalam hal ini nasabah diberikan keringanan dalam hal jangka waktu, yang

diharapkan nasabah bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memenuhi

kewajibannya. Perpanjangan waktu & angsuran biasanya diberikan sesuai

kapasitas nasabah setelah melakukan perundingan sebelumnya.

Perpanjangan waktu diberikan maksimal 12 bulan untuk kredit tanpa

jaminan sedangkan dengan jaminan tergantung dari jumlah tunggakan,

kemampuan debitur dan dari jaminan debitur karena dari tahun ketahun barang

akan mengalami penurunan harga.

Dalam hal ini pernah dilakukan Koperasi Karyawan PT. PLN Cabang

Binjai dengan karyawan yang telah pensiun dengan Nomor perjanjian pembiayaan

No. 145.SP./KOPKARLIN/BJI/2014, dalam hal ini karyawan yang telah pensiun

172
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
173
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


118

meminjam pinjaman sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), dan jangka waktu

10 bulan dan angsuran sebesar Rp. 660.000,- (enam ratus enam puluh ribu rupiah)

karena tidak bisa membayar angsuran sesuai dengan perjanjian pembiayaan yang

telah ditandatangani maka Karywan PT.PLN Cabang Binjai yang telah pensiun

meminta permohonan perpanjangan jangka waktu kreditnya. Untuk penyelamatan

kredit ini pada tahun 2016 hingga 2017 berjumlah 2 (dua) orang. 174

2. Reconditioning (persyaratan kembali).

Persyaratan kembali merupakan perubahan persyaratan yang ada dalam

perjanjian, baik jangka waktu, jadwal pembayaran, maupun syarat yang lain

namun tidak merubah jumlah hutang debitur. Dalam Koperasi Karyawan PT. PLN

(persero) cabang Binjai yang dirubah adalah penurunan suku bunga, agar nasabah

bisa lebih fokus membayar angsuran pokok dengan jangka waku yang telah

ditentukan. Apabila nasabah meminta penghapusan suku bunga, pihak Koperasi

Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai bisa saja mengabulkan hal tersebut

namun jangka waktu yang diberikan lebih cepat dari penurunan suku bunga.

Semua hal tersebut tidak lepas dari negosiasi, karena segala solusi yang terjadi

antara pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai dan nasabah

adalah hasil dari negosiasi. Untuk penyelamatan kredit ini pada tahun 2016 hingga

2017 belum pernah dilakukan. 175

3. Restructuring (penataan ulang)

174
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
175
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


119

Tindakan koperasi kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah

dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha

yang dibiayai memang masih layak.

Dalam penataan ulang (Restructuring) ini pernah terjadi antara Koperasi

Karyawan PT. PLN Cabang Binjai dengan karyawan yang telah pensiun dengan

Nomor perjanjian pembiayaan No. 67.SP./KOPKARLIN/BJI/2015, dalam hal ini

karyawan yang telah pensiun meminjam pinjaman sebesar Rp. 10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah), dan jangka waktu 10 bulan dan angsuran sebesar Rp.

1.320.000,- (satu juta ratus enam puluh ribu rupiah) karena Anggota luar masih

membutuhkan dana untuk keperluan lain maka dilakukan penambahan modal atau

pinjaman lain. Untuk penyelamatan kredit ini pada tahun 2016 hingga 2017

berjumlah 2 (dua) orang. 176

Penyelesaian diatas merupakan langkah alternatif yang sering dilakukan

oleh Koperasi Karyawan PT. PLN (persero) cabang Binjai. Dikoperasi ini tidak

pernah berniat untuk menggunakan penyelesaian yang bersifat litigasi. Karena

pada dasarnya koperasi berasaskan asas kekeluargaan, sehingga koperasi

dikatakan usaha bersama, yang harus mencerminkan ketentuan-ketentuan seperti

lazimnya dalam suatu kehidupan keluarga. Oleh karena itu, Koperasi Karyawan

PT. PLN (persero) cabang Binjai lebih memprioritaskan segala permasalahan

harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Untuk penyelesaiaan tersebut Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai hanya berdasarkan kebiasaan yang sering dilakukan pada koperasi

176
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


120

tersebut, karena tidak ada pedoman atau peraturan tertulis Koperasi dalam

penyelamatan kredit yang bermasalah.

Apabila anggota Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

yang melakukan tunggakan kredit ataupun macet cara-cara musyawarah dan

mufakat dijadikan solusi terbaik bagi kedua belah pihak untuk mendapatkan solusi

terbaik hal ini digunakan apabila anggota koperasi masih mempunyai niat baik

untuk menyelesaikan kreditnya. 177

Apabila anggota Koperasi yang telah pensiun itu tidak mempunyai itikad

yang baik dan jumlah pinjaman besar maka Koperasi Karyawan PT. PLN

(persero) cabang Binjai akan melakukan penyelesaian melalui jalur litigasi

tersebut agar anggota koperasi dapat melunasi hutang kreditnya cara ini

merupakan cara terakhir yang digunakan koperasi apabila anggota koperasi sudah

tidak dapat lagi menyelesaikan dengan jalur musyawarah. Sampai saat ini belum

ada penyelesaian kredit macet di pengadilan antara koperasi karyawan PLN

Cabang Binjai dengan Karyawan yang telah pensiun.178

177
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB
178
Wawancara Puspa Sari, Manager Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero), Cabang Binjai,
tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian bab-bab disebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hubungan hukum antara Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan karyawannya yang telah pensiun timbul dari keanggotaan

berdasarkan Pasal 5 Anggaran dasar Kopkarlin ayat (5) yang berbunyi :

“Koperasi dapat menerima anggota luar biasa” dengan cara pensiunan

mengajukan permohonan untuk menjadi anggota luar biasa dengan mengisi

formulir pendaftaran menjadi anggota luar biasa. Setelah menjadi anggota

luar biasa Koperasi PT. PLN (Persero) Cabang Binjai maka karyawan yang

telah pensiun dapat diberikan pinjaman dengan melaksanakan perjanjian

kredit sesuai dengan Anggaran dasar Koperasi yang telah ditentukan untuk

anggota luar biasa. Dengan demikian hubungan hukum antara koperasi

tersebut dengan karyawan PT.PLN (Persero) yang telah pensiun lahir dari

keanggotaan dan dari perjanjian kredit yang dilakukan.

2. Untuk melindungi koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

dalam pemberian kredit atau pinjaman kepada karyawan yang telah pensiun

ditandatangani Perjanjian kredit yang dibuat antara Koperasi Karyawan PT.

PLN (Persero) Cabang Binjai selaku kreditur dengan Anggota koperasi

selaku debitur dituangkan dalam akta dibawah tangan bermaterai yang

mengikat kedua belah pihak. Dalam pelaksanaannya bentuk dari Perjanjian

Pembiayaan tersebut isi dari perjanjiaan pembiayaan tidak dapat melindungi

121

Universitas Sumatera Utara


122

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) cabang Binjai karena pasal-pasal

dalam perjanjian sangat sederhana.

3. Penyelesaian hutang kredit dalam hal anggota koperasi karyawan PT. PLN

(Persero) cabang Binjai melakukan wanprestasi yaitu Koperasi karyawan

PT. PLN (persero) cabang Binjai akan memberikan peringatan maupun

teguran secara lisan kepada anggota biasa dan anggota luar biasa Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) cabang Binjai. Hal tersebut bertujuan agar

peminjam dapat menyelesaikan kewajibannya sebagaimana mestinya.

Apabila tidak dapat diselesaikan maka Koperasi Karyawan PT. PLN

(Persero) cabang Binjai akan memanggil anggota koperasi yang telah

pensiun untuk bertemu dan mengambil cara musyawarah agar hutang

pinjaman selesai. Selanjutnya bila tidak juga ada itikad baik dari anggota

koperasi yang kreditnya macet tersebut maka pihak Koperasi Karyawan PT.

PLN Cabang Binjai dapat melakukan gugatan melalui Pengadilan.

Penyelesaiaan perjanjian kredit Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero)

Cabang Binjai hanya berdasarkan kebiasaan yang sering dilakukan pada

koperasi tersebut, karena tidak ada pedoman atau peraturan tertulis Koperasi

dalam penyelesaian kredit.

B. SARAN

1. Seharusnya Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dalam

pelaksanaan pemberian pinjaman kepada anggota koperasi dibuat aturan

tertulis yang mengatur para pihak. Agar tidak menimbulkan kredit macet

dikemudian hari ketika Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang

Binjai dengan anggota koperasi melakukan perjanjian kredit.

Universitas Sumatera Utara


123

2. Seharusnya Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai dalam

membuat Perjanjian Pembiayaan harusnya memperbaiki pasal- pasal dalam

perjanjian kredit yang akan dilakukan agar dapat melindungi kepentingan

Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai agar koperasi tidak

mengalami kerugian kemudian hari dan akan lebih baik bagi Koperasi

Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai membuat perjanjian kredit

tidak dalam bentuk dibawah tangan agar memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum bagi para pihak.

3. Seharusnya Pihak Koperasi Karyawan PT. PLN (Persero) Cabang Binjai

membuat pedoman atau peraturan tertulis tentang penyelesaian sengketa

kredit macet agar dapat menjadi Standart Operasional Prosedure (SOP) dari

Koperasi ketika terjadi wanprestasi dalam perjanjian kredit yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdulkadir, Muhammad, Hukum Koperasi, Alumni, Bandung, 1982

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis),
Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002

Ali, Chaidir, Badan Hukum, Alumni, Bandung : 1991

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009

Arief, Bernard Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung,


Mandar Maju, 2006

Darmosoegondo, Soesanto, Falsafah Pancasila, Alumni, Bandung, 1977

Darus, Mariam Badrulzaman , Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 2005

_______________________., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya


Bakti, Bandung, 2001

_____________________, Perjanjian Kredit Koperasi, Bandung, Citra Aditya


Bakti :1991

Djarab, Hendermin, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase Di Indonesia, Bandung:


PT Citra Aditya Bakti, 2001

Emerzon, Joni, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, 2002

Fernando, E. M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum


Kodrat dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta, 2007

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003

Gautama, Sudargo, Undang-undang Arbitrase Baru, Bandung: PT Citra Aditya


Bakti, 1999

Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang – Undang


Dasar 1945, Angkasa, Bandung : 1981

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas


Psikologi UGM, 1973

124

Universitas Sumatera Utara


125

Hendrojogi, Koperasi azas-azas, Teori dan Praktek, Jakarta, PT. Raja Grafindo,
2004

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Hukum


Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia), Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006

Imamulhadi, Penyelesaian Sengketa Dalam Perdagangan Secara Elektronik,


Jakarta: Elips Project, 2001

Kadir, Abdul Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia.Cetakan Kesatu,


Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1999

Kartasapoetra, A. G. , Bambang S., dan A. Setiady, Koperasi Indoesia, Jakarta :


Rineka Cipta, 2003

Kasmir, 2002, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama, 1997

Mahmud, Peter Marzuki, Pengantar lmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media
Group, 2008

Mansjurdin Nurdin, Permasalahan Utama Perbankan Swasta Nasional Dewasa


Ini dan Upaya Penanggulangannya (Makalah pada Kongres Perbanas
XII/1994, Jakarta, 26 Mei 1994

Mertokusomo, Soedikno,”Mengenal Hukum Suatu Pengantar”, Yogyakarta :


Liberty, 2002

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,


1985

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada, 2007

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,


Surakarta; magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret, 2003

Muljono,” Eksekusi grose akta hipotek oleh bank”, Jakarta : Rineka Cipta, 1996

Munawir, S.. 2004. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ke-4, Liberty, Yogyakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2004

Universitas Sumatera Utara


126

Pachta, Andjar, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian,


dan Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008

Patrik, Purwahid, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian,


Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 1986

Pradjoto , “Versi Bank BUMN : Mekanisme Pemberian Kredit dan Penyelesaian


Kredit Bermasalah,” (Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Solusi
Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan Hambatan dalam Penyaluran
Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006)

Pramono, Nindyo, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan


KoperasiIndonesia di dalam Perkembangan, Taman Pustaka Kristen,
Yogyakarta : 1986

Prawiranata, Iwan R., Penerapan Prudent Banking Management Dalam Strategi


Pengelolaan Kredit, Jakarta : ISEI, 1994

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur, 1999

Rahardja, R.T. Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma , Hukum


Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005

_____________________, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo Persada,


Jakerta : 2000

Rahardjo, Satjipto, Ilmu hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000

Remi, Sutan Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang


bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia ( Segi Hukum
Perbankan, ISBN 979-8458-02-08, diterbitkan oleh Institut Bankir
Indonesia, Jakarta, 1993

_________________, “Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang


bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia”. Jakarta :
Pustaka Utama Grafiti Pers, 2009

Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding


(MoU), Jakarta: Sinar grafika, 2007

Saliman, Abdul R, 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Kencana, Jakarta

Sastra, Djatmika, dan Marsono. Hukum Kepegawaian di Indonesia. Jakarta:


Djambatan, 1995

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1993

Universitas Sumatera Utara


127

_________, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1999

Setiawan, R., Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Bina Cipta,


1987

Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta; Magister Ilmu Hukum


Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004

Sinungan, Mucdarsyah, Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya, Yogyakarta:


Tograf, 1990

Soedewi , Sri Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum


JAminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty, 1980

Soekanto, Soerjono, ‘Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta : UI Press, 1989

________________, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan, Jakarta:


Rajawali Pers, 2013

________________, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta,


IND-HLL-CO, 1990

________________, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-


Masalah Sosial, Bandung, Alumni, 1982

Solly, M. Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, Bandung : Mandar Maju,1994

_____________,”Serba-serbi Politik dan Hukum”, Jakarta : PT.Sofmedia, 2011

Sri redjeki hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan, Jakarta : Sinar Grafika,
1992

Subekti R., Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982

________, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1992

________, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa, 1996

_________, Hukurn Pembuktian, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001

_________, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2001

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,


1998

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada,


1997

Universitas Sumatera Utara


128

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis,


Penerbit Djambatan, Jakarta 1997

Suryodiningrat, R. M., Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung:


Tarsito, 1978

Suwandi, Ima, Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial, Ujung


Pandang : Penerbit Bharata Karya Aksara, 1986

Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution & Arbitrase: Proses


Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000

Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika,


1996

Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis: Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta:


Rajawali Press, 2001

Wiraatmadja, Rasjim, dkk. Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit


Bermasalah Jakarta : InfoBank, 1997

Yahya, M. Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1982

Yudha, Agus Hernoko, Hukum Perjanjiann, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak


Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010

B. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992

Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 tahun

1999

Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996

C. Internet

Universitas Sumatera Utara


129

Andika Prasetya, Sejarah Perkembangan Koperasi Di Indonesia,

http://andikaprasetya11.blogspot.com/2013/10/sejarah-perkembangan-koperasi-

di.html

Wikipedia Bahasa Indonesia, Koperasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi

http://accounting-bank.blogspot.com/2011/03/debitur-dan-kreditur.html

David Jananto, Pengertian Koperasi Simpan Pinjam,

http://satriyadavid1.blogspot.com/

Lisa, Bab II Landasan Teori, http://lisafitri2008.blogspot.com/2008/11/bab-ii-

landasan-teori.html

Namsudamhar, http://namsudamhcar.blogspot.co.id/2016/03/alasan-pembatalan-

uud-no-17-tahun-2012.html,

Tania, Jenis-Jenis Koperasi, http://taniaanjani.blogspot.com/2012/10/jenis-jenis-

koperasi.html

Universitas Sumatera Utara

You might also like