Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 1 Mk. Etika Hindu Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Kelompok 1 Mk. Etika Hindu Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Kelompok 1 Mk. Etika Hindu Dalam Kehidupan Sehari-Hari
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Disusun Oleh:
Kelompok 1
II. PEMBAHASAN
Etika secara bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Menurut Oxford Dictionary (2013), etika merupakan
“moral principles that govern a person’s behaviour or the conducting of an
activity medical ethics also enter into the question”. Pengertian lain mengatakan
bahwa etika “the branch of knowledge that deals with moral principles:neither
metaphysics nor ethics is the home of religion” Etika dapat dipahami sebagai
cabang ilmu filsafat yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan dalam
kehidupan manusia kaitannya dalam menilai gerak pikiran dan rasa yang pada
seseorang dalam bertindak. Apabila dikaitkan pada komponen penilaian etika
maka meliputi a) objek yang sedang dilakukan oleh manusia. b) sumber yang
berasal dari pikiran atau filsafati. c) fungsi, sebagai sebuah penilai perbuatan
manusia. d) sifat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman
(Ansori, 2014).
Etika dalam hal ini bukan suatu tambahan sumber ajaran moral melainkan
merupakan suatu filsafat atau pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran dan
pandangan moral. Etika merupakan sebuah ilmu bukan sebuah ajaran, etika dan
ajaran moral tidak setingkat yang mengatakan bahwa bagaimana seseorang harus
hidup adalah ajaran moral bukan dari ajaran etika. Etika dapat memahami
mengapa seseorang harus mengikuti ajaran moral atau bagaimana seseorang
dalam mengambil sikap yang bertanggungjawab dengan berbagai ajaran moral
(Suseno, 1997:14). Etika merupakan hal penting kaitannya dalam bersikap
terhadap orang lain, maupun dalam mengambil suatu keputusan. Etika menjadi
sebuah landasan penting dalam kehidupan karena dapat mempertimbangkan suatu
sikap dan perilaku secara mendalam dan kritis. Etika dalam kehidupan berkaitan
dengan nilai dan masalah pada norma yang sesuai atau yang tidak sesuai dengan
norma. Suatu kebaikan akan dilawankan dengan kejahatan, dan etika berkaitan
dengan prinsip dasar terhadap pembenaran benara atau salah.
Secara umum, etika merujuk pada aturan, norma, kaidah, atau tata cara
yang menjadi pedoman atau asas bagi individu dalam bertindak dan berperilaku.
Penerapan norma ini erat kaitannya dengan penilaian baik dan buruk terhadap
individu dalam konteks sosial. Dengan demikian, etika menjadi ilmu yang
mempertimbangkan nilai-nilai terkait dengan akhlak individu, termasuk
pertimbangan tentang benar dan salah. Jenis etika yang bermacam-macam dapat
ditemui dalam berbagai konteks, seperti etika pertemanan, etika profesi atau kerja,
etika dalam rumah tangga, etika bisnis, dan lain sebagainya. Etika menjadi
penting bagi setiap individu dan memiliki peran krusial dalam bersosialisasi,
menciptakan kondisi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh konkret
dari etika dalam kehidupan sehari-hari adalah tindakan seperti memberikan salam
saat berkunjung ke rumah orang, meminta maaf setelah melakukan kesalahan, dan
mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan ketika seseorang
memberikan bantuan atau pertolongan. Etika menjadi landasan moral yang
membantu membentuk norma-norma perilaku dalam masyarakat.
2.2 Pengaruh Nilai Dalam Pembentukan Etika
Dalam mengungkap bagaimana Etika Hindu tentu tidak akan terlepas dari
teori filsafat etika dan nilai melalui pembahasan utama yang disebut dengan
Aksiologi. Aksiologi berasal dari kata Yunani axios berarti nilai, berharga, dan
logos berarti uraian, teori. Aksiologi adalah istilah modern untuk ilmu atau teori
nilai. Aksiologi menyelidiki nilai dalam hal hakikatnya, ukurannya, dan status
metafisinya (Mudhofir, 2014:42). Aksiologi dari pandangan di atas jelas
merupakan cabang filsafat tentang teori atau uraian mengenai nilai. Aksiologi
adalah cabang filsafat yang berupaya menjawab persoalan “Apa nilai itu” (Knight,
2007:47). Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai dan
etika yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff,2004:319)
Aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika. Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo (2007),
aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai
dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam
Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value
and valuation (Suriasumantri 1990).
Macam-macam teori tentang nilai sangat tergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan
hirarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang
tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang
tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang
nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu
itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia, hal ini
bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu
itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, hal ini merupakan pandangan
dari paham objektivisme. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai
macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan
manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-golongkan
nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung pada sudut
pandangnya masing-masing (Kaelan, 2002: 121).
Dalam konteks etika Hindu, Dharma adalah konsep sentral yang merinci
tugas dan tanggung jawab moral setiap individu sesuai dengan posisinya dalam
masyarakat. Swami Vivekananda dengan tepat menyatakan bahwa Dharma adalah
"sikap atau perilaku yang memenuhi tugas dan tanggung jawab seseorang sesuai
dengan posisinya." Artinya, Dharma menuntun setiap individu untuk memahami
dan melaksanakan peran serta tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran
(Vohra, 2016).
Dharma terdiri dari dua aspek utama, yaitu svadharma dan samanya
dharma. Svadharma merujuk pada kewajiban dan tanggung jawab unik yang
terkait dengan peran sosial, pekerjaan, atau status individu. sedangkan samanya
dharma mengacu pada tugas dan tanggung jawab umum yang berlaku untuk
semua individu. Sebagai contoh, seorang guru memiliki svadharma untuk
mendidik murid-muridnya dengan sebaik-baiknya, sementara samanya dharma
dari setiap individu adalah menjaga kebenaran dan keadilan (Rao, 2017). Dharma
tidak hanya sebuah konsep teoritis, tetapi menjadi landasan praktis bagi tindakan
sehari-hari individu Hindu. Misalnya, dalam konteks pekerjaan, seorang dokter
memiliki svadharma untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
pasien-pasiennya. Samanya dharma-nya melibatkan etika medis yang berkaitan
dengan kejujuran dalam memberikan informasi kepada pasien dan kepatuhan
terhadap kode etik profesi. Sebagai contoh lainnya, seorang petani diarahkan oleh
svadharma-nya untuk merawat dan mengelola tanahnya dengan penuh tanggung
jawab, sementara samanya dharma melibatkan sikap hormat dan kesederhanaan
dalam berinteraksi dengan sesama petani dan masyarakat setempat.
Dharma juga terwujud dalam kehidupan keluarga. Seorang orangtua
memiliki svadharma untuk mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai moral dan
etika yang benar. Samanya dharma-nya melibatkan kasih sayang, pengertian, dan
pengorbanan demi kesejahteraan keluarga. Dengan memahami dan mengamalkan
Dharma, individu Hindu diharapkan dapat mencapai keselarasan dalam kehidupan
sehari-hari. Konsep ini memberikan landasan moral yang kokoh untuk
menghadapi tantangan dan membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri
dan masyarakat. Sebagai suatu sikap atau perilaku, Dharma bukan hanya tentang
memenuhi tugas dan tanggung jawab, tetapi juga menciptakan kedamaian batin
dan kontribusi positif bagi dunia sekitar. Dengan demikian, penerapan Dharma
dalam tindakan sehari-hari menjadi suatu upaya yang kontinu menuju kehidupan
yang bermakna dan bertanggung jawab dalam perspektif etika Hindu.
b. Karma: Hukum Tindakan dan Konsekuensi
Konsep Karma menunjukkan bahwa setiap tindakan, baik baik maupun
buruk, akan menghasilkan konsekuensi. Wahyuningsih (2019:57) menyebutkan
bahwa dalam Bhagavad Gita menjelaskan, "Setiap tindakan yang kita lakukan
membawa konsekuensi, baik dalam kehidupan ini atau kehidupan setelahnya."
Oleh karena itu, Hindu diajarkan untuk bertindak positif, karena karma baik akan
membawa kebahagiaan dan kesejahteraan. Keterkaitan Dharma dan Karma dalam
Etika Hindu merupakan pandangan holistik terhadap tindakan dan konsekuensi.
Dalam etika Hindu, konsep Dharma dan Karma saling terkait erat, menciptakan
suatu pandangan holistik tentang tindakan, tanggung jawab moral, dan
konsekuensinya. Dharma, sebagai prinsip dasar yang menuntun individu untuk
memahami dan mematuhi tanggung jawab moralnya, memberikan landasan bagi
pelaksanaan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai etika Hindu. Dharma
memberikan panduan tentang apa yang dianggap benar dan pantas dilakukan
dalam berbagai konteks kehidupan. Misalnya, seorang pekerja memiliki Dharma
untuk bekerja dengan integritas, memberikan kontribusi maksimal, dan
menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab. Dalam konteks ini, Dharma
menciptakan suatu kerangka kerja moral yang membimbing individu untuk
bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang dihormati dalam masyarakat Hindu.
Kemudian, tindakan yang dijalankan sesuai dengan Dharma menghasilkan
konsekuensi yang dikenal sebagai Karma. Konsep Karma menyiratkan bahwa
setiap tindakan, baik baik maupun buruk, akan menghasilkan akibat atau hasil
yang sesuai. Jika individu menjalankan tindakan positif dan bermanfaat, individu
diyakinkan bahwa akan memperoleh hasil yang positif pula, baik dalam
kehidupan ini maupun kehidupan setelahnya. Sebagai contoh konkrit,
pertimbangkan seorang individu yang secara sukarela memberikan bantuan
kepada sesama yang membutuhkan. Dalam pandangan etika Hindu, tindakan
tersebut sesuai dengan Dharma, karena mencerminkan nilai-nilai kebaikan dan
kasih sayang. Konsekuensinya, atau Karma yang dihasilkan, mungkin mencakup
rasa kepuasan batin, hubungan yang lebih baik dengan masyarakat sekitar, atau
bahkan perbaikan kondisi kehidupan di kehidupan mendatang. Dengan demikian,
keterkaitan antara Dharma dan Karma menciptakan suatu siklus moral di mana
tindakan yang dilandaskan pada nilai-nilai etika Hindu menghasilkan konsekuensi
yang sesuai. Pandangan ini mendorong penganut Hindu untuk menjalani
kehidupan dengan kesadaran moral yang tinggi, menciptakan dampak positif
dalam diri sendiri.
Pada tingkat yang lebih mendalam, keterkaitan antara Dharma dan Karma
menciptakan suatu filosofi hidup bagi penganut Hindu. Dharma, sebagai kompas
moral, memandu individu untuk menjalani kehidupan sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab. Konsep ini diperkaya dengan pengertian bahwa setiap tindakan,
baik kecil maupun besar, akan membawa konsekuensi sesuai dengan hukum
Karma. Seorang pedagang yang menjalankan Dharma-nya dengan kejujuran
dalam berdagang, misalnya, mungkin akan mengalami konsekuensi positif berupa
kepercayaan pelanggan, kesejahteraan bisnis, atau bahkan keberuntungan di masa
mendatang. Sebaliknya, tindakan yang melanggar Dharma, seperti penipuan atau
ketidakjujuran, dapat mengakibatkan konsekuensi yang merugikan. Penting untuk
dicatat bahwa dalam konteks Hindu, konsep Karma tidak hanya terbatas pada
hasil atau pahala materi. Karma juga dapat memengaruhi perkembangan spiritual
individu, memandu individu menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang
diri dan alam semesta.
Contoh nyata dapat ditemukan dalam sikap sehari-hari, seperti sikap welas
asih terhadap sesama, penghormatan terhadap makhluk hidup, dan kepedulian
terhadap lingkungan. Dalam kerangka etika Hindu, tindakan-tindakan ini
dianggap sebagai bentuk Dharma yang dapat membawa konsekuensi positif dalam
pencarian spiritual dan menciptakan harmoni dengan alam semesta. Seiring
individu terus mengembangkan pemahaman tentang Dharma dan Karma, secara
alami menjadi lebih bertanggung jawab dalam tindakan. Menjalani kehidupan
yang sejalan dengan prinsip-prinsip moral, dan menciptakan lingkungan yang
positif. Dengan demikian, keterkaitan Dharma dan Karma tidak hanya
menciptakan kerangka etika, tetapi juga memperkaya perjalanan spiritual dan
memberikan arti yang mendalam pada setiap langkah
c. Ahimsa dalam Etika Hindu: Cinta Tanpa Kekerasan
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Brahman. I Made Adi. 2017. Korelasi Ajaran Cadu Sakti Dengan Catur Yoga.
Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama Vol. 3, No.2.
Iryana, Wahyu. Budi Sujati, Galun Eka Gemini. 2022. Refleksi Ajaran Ahimsa
Mahatma Gandi. Guna Widya: Jurnal Pendidikan Hindu Fakultas Dharma
Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Vol. 9, No 2.
Sivananda, Swami. 2003. Intisari Ajaran Hindu. Alih Bahasa oleh Yayasan
Sanatana Dharmasrama. Surabaya: Paramita.
Suseno, Franz Magnis. 1991. Berfilsafat dari Konteks. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.