Professional Documents
Culture Documents
Makalah Akhlak Dalam Keluarga
Makalah Akhlak Dalam Keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau
mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada
semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk
disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi
keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri
merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya
memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena
terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada
orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka
dari itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat
berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu
keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa
bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun
hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para
suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada
istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah
tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg paling utama harus
menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai pimpinan.
Kemudian ia di haruskan utk mendidik anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga
mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT
َيا َأُّيَها اَّلِذ ْيَن آَم ُنوا ُقوا َأْنُفَس ُك ْم َو َأْهِلْيُك ْم َن اًرا َو ُقْو ُد َه ا الَّن اُس َو اْلِح َج اَر ُة َع َلْيَه ا َم َالِئَك ٌة ِغ َالٌظ ِش َداٌد َال َيْعُص ْو َن َهللا َم ا َأَم َر ُهْم
َو َيْفَع ُلْو َن َم ا ُيْؤ َم ُرْو َن
“Wahai orang – orang yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka
yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg keras,
yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para
pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah
berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan
calon kekasih atau terganggu
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa
perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Bagaimana Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia?
2. Bagaimana Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga?
3. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri?
4. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak?
5. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua?
6. Bagaimana Membangun Keluarga Sakinah?
7. Bagaimana Larangan kekerasan dalam rumah tangga?
C. Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk Mengetahui Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia
2. Untuk Mengetahui Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga
3. Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri
4. Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak
5. Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua
6. Untuk Mengetahui Membangun Keluarga Sakinah
7. Untuk Mengetahui Larangan kekerasan dalam rumah tangga
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan Perkawinan
a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia
b. Pemeliharaan terhadap keturunan
c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
d. Menjaga ketenteraman jiwa
e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan
َو ْلَيْخ َش ٱَّلِذ يَن َلْو َتَر ُك و۟ا ِم ْن َخ ْلِفِه ْم ُذ ِّرَّيًة ِض َٰع ًفا َخ اُفو۟ا َع َلْيِهْم َفْلَيَّتُقو۟ا ٱَهَّلل َو ْلَيُقوُلو۟ا َقْو اًل َسِد يًدا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan
keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-
nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka
berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa’:9)
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan
lemah. Lemah dalam hal ini adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti lemah
mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman
akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi, semua orang tua harus memperhatikan semua
aspek perkembangan anak, baik dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental,
maupun masalah akidah atau keimananya.
Oleh karena itu, para orang tua hendaklah bertakwa kepada Allah, berlaku lemah lembut
kepada anak, karena sangat membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak.
Keadaan anak ditentukan oleh cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya.
Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain:
a. Orang tua sebagai panutan
b. Orang tua sebagai motivator anak
c. Orang tua sebagai cermin utama anak
d. Orang tua sebagai fasilitator anak
َو َو َّصْيَنا اِإْل ْنَس اَن ِبَو اِلَد ْيِه َح َم َلْتُه ُأُّم ُه َو ْهًنا َع َلى َو ْهٍن َو ِفَص اُلُه ِفي َعاَم ْيِن َأِن اْشُك ْر ِلي َو ِلَو اِلَد ْيَك ِإَلَّي اْلَم ِص يُر
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (QS.Al-Luqman:14)
Menurut ukuran secara umum, si orang tua tidak sampai akan menganiaya kepada anaknya.
Kalaulah itu terjadi penaniayaan orang tua kepada anaknya adalah disebakan perbuatan si
anak itu sendiri yang menyebabkan marah dan penganiayaan orang tua kepada anaknya.
Didalam kasus demikian seandainya si orang tua marah kepada anaknya dan berbuat aniaya
sehingga ia tiada ridha kepada anaknya, Allah SWT pun tidak meridhai si anak tersebut
lantaran orang tua
c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah
Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak.
Dalam hal berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada
anaknya, si anak pun akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-
kata yang kasar, si anakpun akan mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan
oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai insting menir yang lebih mudah ditiru
adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama ibunya. Agar anak berlaku
lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari
oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak
kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan
mempergunakan kata-kata mulia. Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik
kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil".
d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia
Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal
ini menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang
diriwayatkan oleh Abu Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama
Nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa
kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang aku untuk berbuat sesuatu kebaikan
kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada empat hal :”mendoakan dan
memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji keduanya, memuliakan
teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada mendapatkan kasih
sayang kecuali karena kedua orang tua”.
Hadist ini menunjukkan cara kita berbuat baik kepada ibu dan ayah kita, apabila beliau-beliau
itu sudah tiada yaitu:
a. Mendoakan ayah ibu yang telah tiada itu dan meminta ampun kepada Alloh SWT dari
segala dosa orang tua kita.
b. Menepati janji kedua ibu bapak. Kalau sewaktu hidup orang tua mempunyai janji
kepada seseorang, maka anaknya harus berusaha menunaikan menepati janji tersebut.
Umpamanya beliau akan naik haj, yang belum sampai melaksanakannya, maka kewajiban
anaknya menunaikan haji orang tua tersebut.
c. Memuliakan teman-teman kedua orang tua. Diwaktu hidupnya ibu atau ayah
mempunyai teman akrab, ibu atau ayah saling tolong-menolong dengan temannya dalam
bermasyarakat. Maka untuk berbuat kebajikan kepada kedua orang tua kita yang telah tiada,
selain tersebut di atas, kita harus memuliakan teman ayah dan ibu semasa ia masih hidup.
d. Bersilalaturrahmi kepada orang yang kita mempunyai hubungan karena kedua orang
tua. Maka terhadap orang yang dipertemukan oleh ayah atau ibu sewaktu masih hidup, maka
hal itu termasuk berbuat baik kepada ibu dan bapak kita yang sudah meninggal dunia.
Akhlak anak terhadap kedua orang tua menurut al-Ghazali masih relevan bagi pemuda Islam
pada masa sekarang, karena berdasarkan atas al-Qur'an dan Hadits. Akan tetapi anak yang
diterlantarkan orang tua sejak kecil, membuat mereka tidak dapat menghayati tanggung
jawab orang tua terhadapnya, tanggung jawab anak terhadap orang tua terhadap anak dan
akan menyebabkan mereka tidak berbuat baik kepada orang tua. Sayangilah, cintailah,
hormatilah, patuhlah kepadanya rendahkan dirimu, sopanlah kepadanya. Oleh karena itu
orang tua dan anak harus sama-sama memperhatikan tanggung jawab dan haknya masing-
masing, antara hak-hak orang tua terhadap anak dan sebaliknya, supaya akhlak atau etika
anak terhadap kedua orang tua berjalan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama.
F. Membangun Keluarga Sakinah
Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia sejahtera, penuh
dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan tahun namun aroma cinta
kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami isteri. Allah berfirman dalam surah Ar-
Rum ayat : 21 “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri
dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara
kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.
Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah.
Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam
diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak
mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan
mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga,
dan gerasi penerus.
Dalam bahasa Arab “Sakinah” sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta penuh kasih
sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi setiap Muslim.
“Mawaddah” sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada pasangan dan
keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus
mendapatkan cobaan dalam dinamika rumah tangganya. “Wa Rahmah” terdiri dari dua kata,
yaitu “Wa” yang berarti dan, dan “Rahmah” yang berarti Rahmat, karunia, berkah, dan
anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga senantiasa berada di jalan yang benar
dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah SWT
Bagaimana agar pernikahan tetap romantis ? Ada 3 faktor yang harus diperhatikan;
a. Selesaikan kejengkelan- kekesalan, dalam interaksi suami isteri baik masa lalu maupun
saat sekarang
b. Hubungan romantis suami isteri sangat prioritas dalam kehidupan (sediakan waktu
untuk berdua-duaan) saling bercerita, ungkapkan perasaan menyenangkan/kemesraan ketika
baru menikah
c. Buat kegiatan baru yang menyenangkan atau bervariasi
اْسَتْو ُصوا ِبالِّنَس اِء َفِإَّن اْلَم ْر َأَة ُخ ِلَقْت ِم ْن ِض َلٍع َو ِإَّن َأْع َو َج َش ْي ٍء ِفي الِّض َلِع َأْعاَل ُه َفِإْن َذ َهْبَت ُتِقيُم ُه َك َس ْر َتُه َو ِإْن َتَر ْك َت ُه َلْم َي َز ْل
َأْع َو َج
َفاْسَتْو ُصوا ِبالِّنَس اِء
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah
bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya
(membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni
tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita)
dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu)
َم ا اْج َتَم َع َقْو ٌم ِفي َبْيٍت ِم ْن ُبُيوِت ِهللا َيْتُلوَن ِكَتاَب ِهللا َو َيَتَداَر ُسوَنُه َبْيَنُهْم ِإَّال َنَز َلْت َع َلْيِهُم الَّسِكْيَنُة
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah
(masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka,
kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah
(ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi
mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca
maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah
akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Setiap manusia selalu menginginkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah, untuk
itu apa saja sih yang harus dilakukan untuk mencapai keluarga yang di impikan. ikuti yuk tips
dari keluarga sakinah ini :
1. Jangan Melihat ke Belakang
Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk
pasangan. Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah
mewarnai rumah tangga. Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk
yang pernah terjadi. Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah
melakukan kesalahan dan berhak untuk menjadi lebih baik. Termasuk, jangan mengingat-
ingat lagi mantan orang yang dicintai saat belum menikah dulu. Tidak ada gunanya dan
hanya menghalangi kebahagiaan untuk hadir dalam kehidupan Bunda dan Sista.
2. Selalu Berpikir Objektif
Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak
suram. Ini terjadi jika Bunda dan Sista ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah
apapun itu, termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang
jernih untuk menyelesaikannya.
Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu agar pikiran
menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah merasa tenang, barulah
mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.
3. Fokus Pada Kelebihan Pasangan
Artinya, kita masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat
masih gadis mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang tampan,
baik hati, terhormat dan berkecukupan. Namun setelah menjalani rumah tangga beberapa
tahun, kita mulai tahu sifat aslinya, kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian
kita menjadi berubah. Ternyata dia posesif, ternyata dia pelupa . Fokuslah pada hal-hal baik
ini. Kalaupun tidak bisa menyingkirkan keburukannya dari depan mata, temukanlah alasan
bahwa itu dibalik itu ada hikmahnya.
4. Saling Percaya
Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya , kehidupan
rumah tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi
salah satu tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau Bunda dan
Sista selalu gelisah, curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Jangan-
jangan dia ketemu sama klien yang cantik bukan main, jangan-jangan dia melihat seseorang
yang lebih solehah dan membandingkannya dengan kita. Begitu pula jika suami berlaku
demikian. Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan
suami.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang
perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun
manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan
hidupnya. Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam
mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling
memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks
yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Bunda/Sista dan suami.
6. Hindari Pihak Ketiga
Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat
Bunda/Sista telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang
dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari
keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan,
selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah
rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain. Banyak cerita tentang
membesarnya konflik justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu
mertua, saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.
Kalau pun ingin mendapat nasehat atau memiliki sudut pandang yang berbeda, maka
mintalah pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik
akhlaknya dan yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan
nasehat.
7. Menjaga Romantisme
Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi
peduli pada soal yang satu ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan
suami-istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan
bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri
tempat-tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda.
Tentu, ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling
membutuhkan. Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami lho,
dan sebaliknya. Memberikan pujian ringan seperti “Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!”
atau “Wah, Papa tambah keren pakai dasi itu.” Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan
memberikan dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai.
8. Selalu Utamakan Komunikasi
Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya
komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud
disini bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi beda lho sama gantian bicara. Coba
ingat-ingat deh Bunda/Sista, saat pernah mengalami masalah rumah tangga, yang dilakukan
bersama suami saat itu komunikasi atau gantian bicara? Komunikasi ini dimaksudkan untuk
saling mengerti, untuk menghilangkan kan hal-hal berbau prasangka dan emosi. Menjaga
komunikasi bisa diawali dengan kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang
Bunda/Sista merasa perlu diketahui suami atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi
terbuka sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa tidak didengarkan.
9. Jaga Spiritualitas Rumah Tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seseorang rela berumah tangga adalah karena adanya
ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga
itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan. Ketika masalah nyaris tidak
menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT.
Sertakan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Dan ambil hikmahnya dari setiap masalah.
Membangun keluarga yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk menciptakan
kondisi masyarakat yang ideal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-
mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan
religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari
yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia,
budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa
dan negara.
B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan
kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah,
memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-
Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001
A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta,
Laros, 2010
Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006
Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004
Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004
Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya