Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN

DI KAWASAN PERKOTAAN
(KASUS: JALAN MALIOBORO – JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA)

Niki Anneke R. Nasution


nikianneke@yahoo.com

Dyah Widiyastuti
dwidiyastuti@ugm.ac.id

Joni Purwohandoyo
joni_4778@yahoo.com

Abstract
The variety function of Malioboro should be able to meet all importance aspect, including
pedestrian as one of the important aspect. If we are looking to the high intensity of pedestrian in
Malioboro, sufficient and accessible of facility should be meet the pedestrian's need. This research
aims: (1) To identify the pedestrian characteristic and (2) To identify the pedestrian’s need and its
availability in study location. The method used is descriptive qualitative, namely analyze the
pedestrian’s facilities and its characteristics by described observations data, questionnaire,
documentation and supported by literature and government official documents. The results showed that
the pedestrian in Malioboro is dominated by non-local citizen of Yogyakarta City, most of them is
college students and mainly come to shopping. Weekend is the peak visiting time in Malioboro and most
visitor use motorcycles. In terms of design, pedestrian facilities on both side of Malioboro Street to
Margo Mulyo Street are meet the standards, but in terms of the availability and function have not
sufficient to meet the pedestrian’s need.

Keywords: pedestrian, facility, Malioboro

Abstrak
Keberagaman fungsi Kawasan Malioboro harus dapat memperhatikan semua aspek
kepentingan, termasuk kepentingan pedestrian. Tingginya intensitas pedestrian yang berkunjung ke
Kawasan Malioboro harus diimbangi dengan ketersediaan fasilitas pedestrian yang memadai dan mudah
diakses. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi karakteristik pedestrian dan (2) Mengidentifikasi
kebutuhan dan ketersediaan fasilitas pedestrian di lokasi kajian. Metode yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, yakni menganalisis karakteristik dan fasilitas pedestrian dengan mendeskripsikan
data hasil observasi, kuesioner, dokumentasi, serta didukung dengan literatur dan dokumen resmi
pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang pedestrian di lokasi kajian didominasi oleh
penduduk non lokal Kota Yogyakarta yang berstatus sebagai mahasiswa dan memiliki aktivitas utama
untuk belanja. Kunjungan pedestrian mencapai puncaknya saat weekend dan mayoritas menggunakan
sepeda motor menuju kawasan ini. Kondisi fasilitas pedestrian di kedua ruas Jalan Malioboro hingga
Jalan Margo Mulyo sebagian besar memenuhi standar dari segi desainnya, namun dari segi ketersediaan
dan fungsinya belum memadai sehingga belum memenuhi kebutuhan pedestrian.

Kata kunci: pedestrian, fasilitas, Malioboro

1
PENDAHULUAN Malioboro. Salah satunya rencana ini dapat
ditempuh dengan pembatasan jumlah kendaraan
Kawasan Malioboro merupakan salah satu yang akan berlalu-lalang di sekitar Kawasan
pusat pertumbuhan di Kota Yogyakarta. Sebagai Malioboro agar area parkir yang berada di jalur
jantung Kota Yogyakarta, Kawasan Malioboro pedestrian dapat dihilangkan. Kedua jalan di
menjadi pusat kegiatan kepemerintahan, Kawasan Malioboro yakni Jalan Malioboro dan
perdagangan, jasa, pariwisata, dan budaya. Jalan Margo Mulyo termasuk target area
Keberadaan fungsi Kawasan Malioboro yang pedestrian berdasarkan RTRW Kota Yogyakarta
beragam menyebabkan peningkatan jumlah Tahun 2010 – 2029.
pengunjung. Pengunjung yang dimaksud dapat Berbagai gangguan atau hambatan pada
berasal dari dalam maupun luar kota yang fasilitas pedestrian menyebabkan kebutuhan
menggunakan moda transportasi pribadi atau pedestrian di Kawasan Malioboro belum
umum (bermotor atau tidak bermotor), bahkan terpenuhi atau belum dapat digunakan dengan
berjalan kaki. Keberagaman fungsi Kawasan baik. Berdasarkan gambaran di atas, penelitian
Malioboro juga harus memperhatikan semua ini dilakukan untuk menilai fasilitas pedestrian
aspek kepentingan, termasuk kepentingan khususnya di jalur pedestrian Jalan Malioboro
pedestrian. Pedestrian dapat bermakna pejalan dan Jalan Margo Mulyo yang terdiri atas dua
kaki, yaitu orang yang sedang berjalan kaki di tujuan yakni (1) Mengidentifikasi karakteristik
ruang lalu lintas jalan (Permen PU No. pedestrian di lokasi kajian dan (2)
03/PRT/M/2014). Mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan
Pentingnya peran Kawasan Malioboro fasilitas pedestrian di lokasi kajian.
dapat ditinjau dari upaya penyediaan fasilitas Menurut Rubenstein (1987), karakteristik
bagi pedestrian. Akan tetapi, kenyataannya kini pedestrian dapat dilihat berdasarkan sarana
jalur pedestrian Kawasan Malioboro terlihat perjalanannya yang terbagi atas:
semakin beralih fungsi menjadi area parkir a) Pedestrian penuh. Tipe ini menggunakan
kendaraan pengunjung dan kegiatan PKL, moda jalan kaki sebagai moda utama dari
bahkan kedua kegiatan tersebut telah tempat asal ke tempat tujuan.
mengganggu fasilitas pedestrian bagi b) Pedestrian pemakai kendaraan umum. Tipe
penyandang cacat (difabel) (Harian Jogja, ini menggunakan moda jalan kaki sebagai
2013). Sejak tahun 1995 jalur pedestrian di moda antara dari tempat asal ke tempat
Kawasan Malioboro telah dipadati aktivitas kendaraan umum, atau pada jalur
PKL (Lulie, 1995). Selain itu, penelitian Ulfah perpindahan rute kendaraan umum, atau
(2003) menyebutkan bahwa kesemerawutan tempat pemberhentian kendaraan umum
trotoar di Kawasan Malioboro juga telah menuju tempat tujuan akhir.
menyebabkan gangguan ketertiban. c) Pedestrian pemakai kendaraan pribadi dan
Kondisi-kondisi di atas membuktikan kendaraan umum. Tipe ini menggunakan
bahwa jalur pedestrian di Kawasan Malioboro moda jalan kaki sebagai moda antara dari
semakin buruk, terutama menyebabkan tempat parkir kendaraan pribadi menuju
gangguan saat berjalan kaki sehingga pedestrian tempat kendaraan umum dan dari tempat
harus turun ke badan jalan dan bersaing dengan parkir kendaraan umum menuju tujuan akhir
kendaraan bermotor lainnya. Aribowo (2008) perjalanan.
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa d) Pedestrian pemakai kendaraan pribadi
fasilitas pendukung pedestrian (vegetasi, penuh. Tipe ini menggunakan moda jalan
bangku, tempat sampah, telepon umum, papan kaki sebagai moda antara dari tempat parkir
informasi, lampu, dan sign) di Kawasan kendaraan pribadi ke tempat tujuan akhir.
Malioboro dinilai cukup lengkap dalam kondisi
kurang baik, kecuali lampu penerangan dan Rubenstein (1978) juga menjelaskan bahwa
halte. pedestrian dapat dibedakan berdasarkan
Guna mengembalikan kenyamanan kepentingan perjalanan yang terbagi atas:
pedestrian, terdapat rencana untuk mengarahkan a) Perjalanan terminal berpandangan bahwa
Kawasan Malioboro menjadi kawasan perjalanan dilakukan antara asal dengan area
pedestrian yang menjadi satu kesatuan dalam transportasi, seperti tempat parkir dan halte
kebijakan revitalisasi Stasiun Tugu dan bus.

2
b) Perjalanan fungsional berpandangan bahwa pejalan kaki yang ingin berbelanja kadang
perjalanan dilakukan untuk mencapai tujuan menghabiskan waktu 2 jam atau lebih.
tertentu, seperti dari atau ke tempat kerja,
sekolah, belanja, dan lain-lain. 2) Faktor kenyamanan
c) Perjalanan rekreasional berpandangan Dua faktor yang dapat mempengaruhi
bahwa perjalanan dilakukan dalam rangka kenyamanan adalah cuaca dan jenis aktivitas.
mengisi waktu luang, misalnya menikmati Cuaca yang terlalu panas atau hujan akan
pemandangan. mengurangi minat seseorang untuk berjalan kaki
sehingga kenyamanan berjalan kaki dapat
Penjabaran klasifikasi pedestrian dicapai saat cuaca cerah namun tidak terlalu
berdasarkan sarana perjalanan di atas dijelaskan panas. Jenis aktivitas juga akan mempengaruhi
bahwa akan berhubungan dengan penggunaan lamanya waktu yang dihabiskan untuk berjalan
moda transportasi. Warpani (1990) menjelaskan kaki. Semakin nyaman suatu aktivitas maka
lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi semakin lama pula waktu yang diperlukan.
pemilihan moda transportasi, termasuk berjalan
kaki. Faktor tersebut berupa tujuan dan jarak 3) Faktor ketersediaan kendaraan bermotor
perjalanan. Tujuan perjalanan yang Ketersediaan moda transportasi yang
dimaksudkan yaitu zona tujuan yang akan memadai dapat mendorong seseorang untuk
dicapai. Seseorang akan cenderung memilih berjalan kaki dengan jarak yang lebih jauh, baik
moda transportasi yang tidak terlalu padat transportasi umum maupun pribadi. Selain itu,
penumpang. Jarak perjalanan yang dimaksudkan ketersediaan dan kemudahan mengakses moda
adalah jarak fisik udara, jarak fisik yang diukur transportasi umum, jaringan jalan yang baik,
sepanjang lintasan yang dilalui, dan jarak yang sarana parkir yang memadai, lokasi
diukur dengan waktu perjalanan seseorang. penyeberangan, dan pola penggunaan lahan
Semakin dekat jarak dari zona asal ke zona campuran turut serta mempengaruhi aktivitas
tujuan maka biasanya seseorang cenderung berjalan kaki.
menggunakan moda transportasi yang
sederhana, termasuk berjalan kaki. Bruton 4) Faktor pola tata guna tanah
(1975) dalam Warpani (1990) beranggapan Kota yang memiliki penggunaan lahan
bahwa komponen lama waktu tempuh antara yang beragam (campuran) akan menghasilkan
kedua tempat merupakan faktor yang paling jarak tempuh pedestrian yang lebih panjang
berpengaruh terhadap pilihan moda transportasi. dibandingkan kota dengan satu penggunaan
Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan lahan saja atau kurang beragam, misalnya kota
Permukiman (ENCLOSURE) yang ditulis oleh di Eropa yang memiliki penggunaan lahan yang
Indraswara (2007) mengemukakan empat faktor lebih beragam dibandingkan kota di Amerika.
utama yang mempengaruhi sejauh mana Pedestrian dapat menempuh jarak hingga 500 m
seseorang akan berjalan kaki menurut pada kawasan perbelanjaan dan membutuhkan
Untermann (1984). Keempat faktor tersebut fasilitas pedestrian (misalnya tempat duduk serta
adalah waktu, kenyamanan, ketersediaan kios atau kafe makanan dan minuman ringan)
kendaraan bermotor, dan pola tata guna tanah. untuk mendukung perjalanan dengan jarak lebih
dari 500 m.
1) Faktor waktu
Faktor waktu memiliki keterkaitan yang Permen PU No. 03/PRT/M/2014
erat dengan kepentingan seseorang saat berjalan menerjemahkan fasilitas pedestrian sebagai
kaki. Kepentingan yang ingin dicapai akan prasarana dan sarana pedestrian yang harus
mempengaruhi cepat atau lamanya seseorang mampu menunjang kelancaran, kemudahan, dan
berjalan kaki. Misalnya pejalan kaki dengan kemandirian para pedestrian, termasuk
kepentingan untuk berbelanja akan memerlukan pedestrian yang memiliki keterbatasan fisik,
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan lansia, ibu hamil, maupun anak kecil. Prasarana
pejalan kaki yang memiliki kepentingan untuk pedestrian terbagi atas:
rekreasi. Pejalan kaki yang memiliki
kepentingan untuk rekreasi juga akan
menempuh jarak yang relatif jauh, sedangkan
3
(a) Jalur pedestrian (trotoar) pedestrian harus memperhitungkan luasan
(b) Penyeberangan: fasilitas yang akan dibangun.
- Sebidang: zebra cross dan pelican cross
- Tidak sebidang: jembatan penyeberangan c) Memberikan kemudahan dalam
dan terowongan menyeberang jalan
Desain zebra cross yang memberikan rasa
Sementara sarana pedestrian terdiri atas perabot aman dan nyaman sangat diperlukan bagi
atau pelengkap pedestrian. Sarana tersebut pedestrian usia kanak-kanak, lansia, dan
antara lain: manula.
a) Jalur hijau
b) Lampu penerangan
c) Tempat duduk METODE PENELITIAN
d) Pagar pengaman
e) Tempat sampah Lokasi penelitian berada di Jalan
f) Perambuan dan signage (papan informasi) Malioboro dan Jalan Margo Mulyo. Populasi
g) Halte/shelter bus dan lapak tunggu dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian,
h) Telepon umum yakni populasi segmen trotoar dan populasi
i) Rak sepeda responden (pedestrian). Trotoar di Jalan
j) Leretan Malioboro dan Jalan Margo Mulyo dibagi
menjadi 6 segmen ruas timur dan 6 segmen ruas
Ruang yang dibutuhkan oleh satu barat untuk mempermudah proses pengamatan.
pedestrian normal dengan keadaan bergerak Selain itu, pembagian segmen trotoar juga
sekaligus membawa barang memiliki lebar dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan di
minimum 0,75–0,9 m x 1,8 m atau luas kedua jalan yang cukup variatif sehingga dapat
minimum 1,35–1,62 m2. Sementara pedestrian menimbulkan perbedaan karakteristik
berkebutuhan khusus harus memiliki lebar pedestrian maupun keberadaan fasilitasnya.
minimum sebesar 1,5 m x 1, 5 m. Publikasi Trotoar yang digunakan dalam penelitian ini
Project for Public Spaces (PPS) tahun 2009 berada pada bagian luar koridor bangunan
dalam Yulianto (2011) mengemukakan tiga (pertokoan, perkantoran, dan bangunan lainnya).
fungsi utama keberadaan ruang pedestrian Pemilihan responden yang berupa pedestrian
dalam suatu kawasan, yaitu: (pejalan kaki) menggunakan teknik accidental
sampling pada kedua belas segmen trotoar.
a) Meningkatkan akses aliran pedestrian Responden yang diperoleh dalam penelitian ini
Peningkatan akses aliran pedestrian dapat sebanyak 429 pedestrian.
ditempuh dengan memberikan space atau ruang Data yang dikumpulkan meliputi data
yang lebih luas atau lebar kepada pedestrian baik primer dan sekunder. Data primer diperoleh
secara individu maupun kelompok sehingga melalui observasi, kuesioner, dan dokumentasi.
akan terwujud rasa nyaman tanpa terganggu atau Data sekunder diperoleh melalui studi literatur
mengganggu pedestrian lainnya. Ruang untuk dan institusional. Data primer dari kuesioner
pedestrian dapat diwujudkan dengan penentuan pedestrian diolah dengan menggunakan analisis
lebar maksimum dan minimum trotoar yang statistik deskriptif. Data sekunder mendukung
mempertimbangkan jumlah pedestrian yang hasil olahan dan analisis data primer yang
biasa menggunakan trotoar pada waktu puncak. dikembangkan dengan teknik analisis deskriptif
kualitatif. Data-data disajikan dalam bentuk
b) Menyediakan ruang untuk fasilitas tabulasi silang (matriks), grafik, dan foto.
pedestrian
Ruang pedestrian di dalam trotoar
seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN
penampung pergerakan pedestrian tapi juga
harus mampu menyediakan berbagai kebutuhan Karakteristik Pedestrian
pedestrian seperti tempat duduk, pepohonan, Keberadaan pedestrian yang berstatus
dan shelter bus. Dengan demikian, penetapan sebagai mahasiswa memiliki proporsi yang
lebar trotoar yang akan digunakan sebagai ruang paling dominan yakni sebesar 46,6%. Mayoritas

4
mahasiswa ini berada pada rata-rata rentang usia merupakan wisatawan dari luar negeri. Dari
19 – 23 tahun (terlihat pada Tabel 1). Kondisi ini 46,9% tersebut, sebanyak 41,3% merupakan
dapat dipengaruhi oleh fungsi Kota Yogyakarta penduduk lokal Pulau Jawa. Dengan demikian,
sebagai kota pelajar sekaligus lokasi Kawasan pedestrian yang merupakan penduduk lokal
Malioboro yang berada dalam wilayah yang (asli) Kota Yogyakarta yang berkunjung ke
memiliki banyak perguruan tinggi sehingga Kawasan Malioboro memiliki proporsi yang
besar peluangnya dikunjungi oleh mahasiswa. tidak begitu dominan bila dibandingkan dengan
Buktinya dari 46,6% mahasiswa, sebesar 87% wisatawan dari luar Kota Yogyakarta.
merupakan mahasiswa dari perguruan tinggi Setiap pedestrian memiliki titik awal
yang berada dalam D.I. Yogyakarta dan sisanya pergerakan. Pergerakan yang berawal dari
berasal dari perguruan tinggi luar D.I. dalam Provinsi D.I. Yogyakarta, khususnya dari
Yogyakarta seperti di D.K.I. Jakarta, Provinsi dalam Kota Yogyakarta, lebih tinggi
Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi dibandingkan dengan pergerakan yang berawal
Jawa Timur. dari luar Provinsi D.I. Yogyakarta. Tingginya
proporsi pergerakan dari dalam Kota
Tabel 1. Proporsi Status Sosial (Pekerjaan) Yogyakarta tersebut dipengaruhi oleh mayoritas
Pedestrian Berdasarkan Kelompok Usia pedestrian yang merupakan penduduk non lokal
Kota Yogyakarta juga memulai aktivitasnya dari
Proporsi Kelompok Usia (%)
dalam Provinsi D.I. Yogyakarta. Alasan yang
Status Sosial
melatarbelakanginya ialah karena pengaruh
Total
13 – 15

16 – 18

19 – 23

24 – 64
Tahun
Tahun

Tahun

Tahun

Tahun

Tahun

Tahun
7 – 12
0–6

(Pekerjaan)
peran Kota Yogyakarta dan sekitarnya sebagai

Dokter 0 0 0 0 0 0,2 0 0,2 kota pelajar sehingga mayoritas pedestrian yang


DPRD 0 0 0 0 0 0,2 0 0,2 berkunjung ke Kawasan Malioboro merupakan
Guru dan
Dosen
0 0 0 0 0 0,5 0 0,5 mahasiswa atau karyawan swasta (bukan
Karyawan
BUMN
0 0 0 0 0 0,5 0 0,5 penduduk lokal Kota Yogyakarta) yang
Karyawan
0 0 0 0,9 6,3 16,8 0 24 memiliki tempat tinggal sementara di sekitar
Swasta
Mahasiswa 0 0 0 4,2 35,4 7 0 46,6 Kota Yogyakarta. Alasan kedua, pedestrian
Pelajar 0 0 6,1 8,4 1,6 0 0 16,1 merupakan penduduk non lokal Kota
Perangkat
0 0 0 0 0 0,2 0 0,2 Yogyakarta yang memiliki penginapan atau
Desa
Petani 0 0 0 0 0,5 0 0 0,5 melakukan kegiatan lainnya di Kota Yogyakarta
PNS 0 0 0 0 0,2 1,6 0 1,9 sebelum ke Kawasan Malioboro.
Tidak
Bekerja
0 0 0 0,2 1,2 1,2 0,2 2,8 Merujuk pada teori Miro (2005) yang
TNI-Polri 0 0 0 0 0 0,2 0 0,2 membagi basis perjalanan menjadi home based
Wiraswasta 0 0 0 0 0,9 5,4 0 6,3
13, dan non home based, mayoritas pedestrian
Total 0 0 6,1 46,2 33,8 0,2 100*
8 memiliki perjalanan home based. Dari total 429
*Jumlah responden: 429 pedestrian pedestrian yang ada, sebanyak 392 pedestrian
Sumber: Hasil Olahan, 2015
bergerak dari tempat tinggalnya atau home
based (baik tempat tinggal permanen maupun
Mayoritas pedestrian merupakan
sementara) seperti rumah, penginapan, atau
penduduk luar Kota Yogyakarta (termasuk luar
kontrakan/kostan/asrama. Sementara hanya 37
provinsi D.I. Yogyakarta, luar Pulau Jawa,
pedestrian saja yang termasuk pedestrian non
hingga luar negara). Dari 53,1% pedestrian yang
home based yakni bergerak dari tempat wisata,
berdomisili asal di dalam Provinsi D.I.
tempat kerja (kantor), fasilitas sosial (masjid dan
Yogyakarta, hanya 86 pedestrian saja yang
rumah sakit), maupun fasilitas pendidikan
merupakan penduduk lokal Kota Yogyakarta
(sekolah dan kampus).
Sementara sisanya merupakan penduduk lokal
Sebagian besar pedestrian yang bergerak
Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul,
dari kontrakan/kostan/asrama merupakan
Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten
mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan
Kulonprogo. Proporsi penduduk non lokal Kota
dan memiliki tempat tinggal sementara di dalam
Yogyakarta semakin bertambah tinggi
Provinsi D.I. Yogyakarta. Akan tetapi, proporsi
dikarenakan sebanyak 46,9% pedestrian
mahasiswa yang memiliki kontrakan/kostan/
merupakan penduduk lokal dari dalam dan luar
asrama di luar Kota Yogyakarta (masih di dalam
Pulau Jawa, bahkan beberapa pedestrian

5
Provinsi D.I. Yogyakarta) lebih tinggi Kawasan Malioboro dapat diakses dengan
dibandingkan di dalam Kota Yogyakarta. menggunakaan transportasi pribadi Selain itu,
Sebagian besar pedestrian yang bertempat keberadaan kawasan ini dalam lingkaran sistem
tinggal di luar Provinsi D.I. Yogyakarta atau transportasi perkotaan menyebabkan kawasan
bukan wisatawan lokal memilih menginap di ini juga relatif banyak dilalui oleh transportasi
penginapan yang lokasinya berdekatan dengan umum. Lokasi Kawasan Malioboro yang dekat
Kawasan Malioboro. Proporsi ini terlihat dari dengan permukiman juga memungkinkan
jumlah pedestrian yang menginap di dalam Kota adanya pedestrian yang berkunjung tanpa
Yogyakarta lebih banyak dibandingkan luar menggunakan moda transportasi. Klasifikasi
Kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi penginapan pedestrian terkait penggunaan moda transportasi
yang memiliki jarak yang berdekatan dengan atau sarana perjalanannya pernah dikemukakan
Kawasan Malioboro disebabkan untuk oleh Rubenstein (1987). Pedestrian dalam suatu
mengurangi biaya transportasi dan mengurangi kawasan dapat diklasifikasikan menjadi
waktu tempuh menuju Kawasan Malioboro. pedestrian penuh, pedestrian berkendaraan
Penginapan yang dimaksud dapat berupa home pribadi penuh, pedestrian berkendaraan umum,
stay, mess, hotel, dan losmen. Beberapa lokasi serta pedestrian berkendaraan pribadi dan
yang menjadi tempat penginapan pedestrian umum. Pedestrian penuh ialah pejalan kaki yang
antara lain: Hotel 101, Hotel Ambarukmo, Hotel hanya berjalan kaki dari lokasi asal menuju
Arjuna, Hotel Dermaga, Hotel Ibis Malioboro, Kawasan Malioboro. Pedestrian berkendaraan
Hotel Indah, Hotel Inna Garuda, Hotel Munajat pribadi penuh merupakan pedestrian yang
26, Hotel Satya Graha, Hotel Summer Season, menggunakan moda transportasi pribadi seperti
Hotel Yogyakarta Plaza, dan beberapa sepeda, sepeda motor, dan mobil. Pedestrian
losmen/mess/home stay di sekitar Kawasan berkendaraan umum merupakan pedestrian yang
Malioboro. menggunakan moda transportasi umum seperti
Terdapat tiga motivasi atau tujuan awal andong, becak, bus pariwisata, Bus Reguler
pedestrian berkunjung ke Kawasan Malioboro, Jalur 2, Bus Reguler Jalur 4, Bus Reguler Jalur
yakni motivasi untuk rekreasi, belanja, dan 5, kereta api, taksi, dan Trans Jogja. Berdasarkan
bekerja. Tata guna lahan yang terbentuk di data hasil kuesioner, diperoleh sebanyak 9,6%
Kawasan Malioboro cukup beragam dan banyak pedestrian penuh. sebanyak 63,9% pedestrian
pula public space yang terbentuk sehingga berkendaraan pribadi penuh, dan hanya hanya
menciptakan daya tarik yang cukup kuat sebagai 26,6% pedestrian berkendaraan umum.
ruang untuk rekreasi, terutama bagi pendatang. Pedestrian berkendaraan pribadi didominasi
Alasan inilah yang melatarbelakangi perjalanan oleh penggunaaan sepeda motor sedangkan
untuk rekreasi memiliki peran yang paling pedestrian berkendaraan umum lebih
tinggi, yakni sebesar 55,76%. Di samping itu, didominasi oleh penggunaan Trans Jogja.
sebagian besar ruang di Kawasan Malioboro Pedestrian berkendaraan pribadi dan umum
diperuntukkan sebagai ruang perdagangan dan dilakukan oleh pedestrian yang menggunakan
jasa yakni sebesar 40,59% sehingga kendaraan sepeda motor atau mobil menuju
menimbulkan potensi wisata belanja yang cukup Kawasan Malioboro dan saat berada di Kawasan
tinggi pula. Ruang-ruang tersebut relatif saling Malioboro juga menggunakan andong atau
berdekatan dalam wujud bangunan pertokoan becak untuk berwisata keliling kawasan.
maupun gerobak-gerobak pedagang non Terdapat tujuh belas pola kepentingan
permanen. Kondisi ini dinilai menjadi faktor pedestrian, yakni kepentingan untuk bekerja,
pendorong para pedestrian yang bergerak bekerja dan rekreasi, belanja, belanja dan
dengan motivasi untuk belanja. Hal ini kuliner, belanja dan rekreasi, beribadah,
dibuktikan dengan cukup tingginya proporsi beristirahat, beristirahat kuliner, beristirahat dan
motivasi pedestrian untuk berbelanja yakni rekreasi, kuliner, kuliner dan rekreasi, mencari
mencapai angka 38,16%. Motivasi pedestrian penginapan, mengambil uang, mengirim surat,
untuk bekerja hanya sebesar 3,78% saja. pendidikan, pendidikan dan rekreasi, serta
Rendahnya proporsi motivasi ini disebabkan rekreasi. Kepentingan untuk belanja
oleh tidak terlalu dominannya ruang yang mendominasi dari semua pola kepentingan
diperuntukkan sebagai perkantoran. pedestrian di Kawasan Malioboro ini. Buktinya
hampir setengah dari seluruh pedestrian yang
6
berkunjung ke kawasan ini menghabiskan 1) Kebutuhan Fasilitas Pedestrian
waktunya untuk belanja, baik di Pasar Pedestrian paling membutuhkan fasilitas
Beringharjo, mall, pertokoan maupun kios-kios pendukung aktivitas berjalan kaki berupa
PKL. Kegiatan belanja berlangsung mulai pukul trotoar. Dari total keseluruhan pedestrian yang
09.00 WIB hingga 21.00 WIB yang merupakan menjadi responden, sebesar 42,89% pedestrian
jam dimulai dan diakhirinya kegiatan beranggapan ketersediaan trotoar di Kawasan
perdagangan dan jasa di Kawasan Malioboro. Malioboro merupakan fasilitas penunjang utama
Tingginya kepentingan pedestrian untuk belanja kelancaran dan kemudahan saat berjalan kaki.
dapat dipicu oleh ketersediaan penggunaan Trotoar yang dibutuhkan oleh pedestrian
lahan untuk perdagangan dan jasa yang cukup mengarah pada kualitasnya. Pedestrian
luas yakni sebesar 40,59%. Kepentingan ini membutuhkan trotoar yang benar-benar
termasuk kepentingan fungsional menurut dikhususkan untuk pedestrian saja tanpa berbagi
Rubenstein (1978). ruang yang sama untuk kegiatan lain, seperti
tempat parkir kendaraan atau lapak PKL. Selain
Fasilitas Pedestrian itu, pedestrian juga membutuhkan trotoar yang
Fungsi utama fasilitas pedestrian ialah luas, lebar, bersih, dan teduh. Spesifikasi
memberikan kemudahan dan kelancaran bagi kualitas yang diinginkan tersebut dinilai dapat
pedestrian dalam rangka memenuhi menunjang dan meningkatkan keamanan dan
kebutuhannya selama berada dalam kawasan kenyamanan pedestrian selama berada dalam
tertentu. Permen PU No. 03/PRT/M/2014 kawasan ini.
menjabarkan beberapa fungsi fasilitas Fasilitas kedua yang sangat dibutuhkan
pedestrian yang harus dicapai, antara lain: oleh pedestrian adalah tempat duduk. Sebanyak
1) Jalur penghubung antarpusat kegiatan, blok 19,35% pedestrian membutuhkan tempat duduk
ke blok, dan persil ke persil di kawasan agar merasa nyaman saat berjalan kaki. Tempat
perkotaan. duduk berfungsi sebagai sarana untuk
2) Bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem beristirahat saat kelelahan atau kepanasan.
pergantian moda pergerakan lainnya. Pedestrian menilai ketersediaan tempat duduk di
3) Ruang interaksi sosial. Kawasan Malioboro belum cukup menampung
4) Pendukung keindahan dan kenyamanan jumlah pedestrian yang ada dan kebanyakan
kota. tempat duduk yang tersedia tidak layak untuk
5) Sebagai jalur evakuasi bencana. digunakan. Pedestrian membutuhkan tempat
duduk yang bersih, dan tidak terhalang PKL
Melihat fungsi Kawasan Malioboro maupun tempat parkir. Pedestrian juga
sendiri, fasilitas pedestrian yang telah membutuhkan tempat duduk yang dilengkapi
disediakan lebih berperan pada tiga fungsi di oleh peneduh sehingga dapat berlindung dari
atas yakni sebagai jalur penghubung, sistem cuaca tidak mendukung, seperti hujan atau
pergantian moda pergerakan, dan ruang panas, terutama saat siang hari.
interaksi sosial. Fungsi fasilitas sebagai jalur Fasilitas ketiga yang dibutuhkan oleh
penghubung antarpusat kegiatan sangat jelas pedestrian berupa peneduh. Peneduh dibutuhkan
terlihat di Kawasan Malioboro, terutama sebanyak 9,79% pedestrian. Walaupun tidak
antarkegiatan perdagangan dan jasa. Fungsi terlalu besar permintaan fasilitas peneduh,
fasilitas sebagai bagian dalam sistem pergantian namun melihat kondisi Kawasan Malioboro
moda pergerakan juga memiliki peluang yang secara fisik yang belum memiliki peneduh yang
tinggi di kawasan ini sebab Kawasan Malioboro memadai menyebabkan hampir sebagian besar
dilalui oleh beberapa transportasi perkotaan. pedestrian memiliki masalah saat cuaca sedang
Fungsi fasilitas sebagai ruang interaksi sosial di tidak mendukung. Pedestrian tidak memiliki
kawasan ini terlihat dari adanya beberapa tempat tempat bernaung saat kepanasan atau kehujanan.
(ruang) yang cukup luas dan terbuka bagi Pedestrian membutuhkan peneduh baik yang
masyarakat untuk bertemu dan saling berwujud atap peneduh trotoar, pepohonan,
berkomunikasi tatap muka secara langsung, taman-taman, lapak tunggu, maupun jalur hijau
salah satunya tersedia di KM 0. yang tertutup dedaunan.
Kebutuhan pedestrian atas fasilitas
pendukung moda transportasinya setidaknya
7
terdiri atas jalur khusus dan tempat parkir moda hijau sebagai pemisah/pembatas dengan jalur
baik pedestrian pengguna moda transportasi kendaraan belum tersedia. Akan tetapi, jalur
pribadi maupun umum. Sementara, pedestrian amenitas itu juga belum tersedia secara merata
yang tidak menggunakan moda transportasi atau di sepanjang kedua ruas jalan sehingga sebagian
berjalan kaki setidaknya membutuhkan lima besar jalur pedestrian di ruas barat cenderung
jenis fasilitas pendukung yang terdiri atas dirasakan lebih panas karena belum tertutup
kendaraan pendukung gratis, lampu penerangan, dengan pepohonan yang rindang.
peneduh trotoar, tempat duduk, dan trotoar.
d) Lampu Penerangan
2) Kondisi Fasilitas Pedestrian Kawasan Hasil observasi kondisi lampu penerangan
Malioboro di Jalan Malioboro hingga Jalan Margo Mulyo,
a) Jalur Pedestrian (Trotoar) khususnya pada jalur pedestrian, keberadaannya
Lebar yang dimiliki kedua ruas telah sudah tersebar cukup merata di sepanjang jalan
memenuhi standar Permen PU No. pada kedua ruas tetapi kualitas penerangannya
03/PRT/M/2014 dengan lebar minimum yang masih rendah saat malam hari. Kondisi
disyaratkan sebesar 1,8 – 3 m dalam kawasan penerangan saat malam hari dinilai masih
yang memiliki intensitas pedestrian yang tinggi. kurang memadai dikarenakan banyak lampu
Hanya beberapa trotoar saja yang memiliki penerangan dalam kondisi redup hingga padam
pembatas berupa kerb seperti trotoar di depan sehingga suasana jalur pedestrian cenderung
Kompleks Benteng Vredeburg dan Istana gelap. Kondisi ini tentu tidak memberikan rasa
Kepresidenan D.I. Yogyakarta. Seluruh trotoar aman dan nyaman mengingat padatnya aktivitas
di ruas timur terbuat dari bahan paving block pada jalur pedestrian sehingga tumbuhnya
berbentuk persegi, sedangkan ruas barat perasaan khawatir adanya tindak kriminal.
berbahan aspal, kecuali trotoar di depan Istana
Kepresidenan D.I. Yogyakarta yang juga dari e) Tempat Duduk
bahan paving block. Berdasarkan hasil Lebar dan panjang semua tempat duduk
observasi, turunan/tanjakan pada trotoar dalam yang ada sudah memenuhi standar Permen PU
kondisi landai tetapi belum disertai dengan No. 03/PRT/M/2014. Semua tempat duduk juga
tanda pemberitahuan/peringatan. Keberadaan telah memiliki unsur bahan metal dan beton
turunan/tanjakan yang landai dapat menunjang cetak sehingga lebih kokoh. Akan tetapi, bila
keamanan dan kenyamanan pedestrian saat meninjau lokasi keberadaannya belum
berjalan kaki. Kondisi trotoar di kedua ruas memenuhi standar karena semua tempat duduk
relatif kotor disebabkan banyaknya sampah masih berada di dalam jalur pedestrian.
yang berserakan dan sisa-sisa makanan dari Berdasarkan hasil observasi, tempat duduk yang
lapak PKL yang berjualan di dalam trotoar. tersedia tidak tersebar secara merata di seluruh
jalur pedestrian.
b) Jalur Penyeberangan
Secara keseluruhan kondisi kedua jalur f) Pengaman
penyeberangan di ruas Jalan Malioboro hingga Berdasarkan hasil observasi, jalur
Jalan Margo Mulyo sudah memenuhi standar pedestrian di kedua jalan memiliki dua tipe
Permen PU No. 03/PRT/M/2014 ditinjau dari pengaman yakni batu dan pegangan pengaman.
lebarnya yang sudah melebihi batas minimum Kedua tipe pengaman hanya tersedia di titik-titk
sebesar 1,5 m, dilengkapi marka, terletak di tertentu saja sehingga fungsi utama sarana ini
persimpangan atau beberapa lokasi-lokasi belum terlalu nyata. Ditinjau dari bentuknya,
keramaian, serta keberadaan timer sebenarnya kedua sarana pengaman belum
penyeberangan jalan pada pelican cross. Timer memenuhi standar karena bentuk ideal yang
yang dimiliki pelican cross dengan lama waktu disarankan berupa pagar pengaman.
penyeberangan selama 9 detik dan 14 detik.
g) Tempat Sampah
c) Jalur Hijau Tempat sampah yang teridentifikasi
Jalur hijau di Jalan Malioboro hingga Jalan berbentuk permanen dan tidak permanen.
Margo Mulyo hanya tersedia sebagai jalur Tempat sampah permanen dilengkapi dengan
amenitas yang berisi peneduh, sedangkan jalur beton sehingga lebih kokoh dan tidak mudah
8
rusak. Tempat sampah tidak permanen terbuat j) Telepon umum
dari bahan plastik, anyaman, bahkan ban. Kondisi telepon umum dalam keadaan
Kondisi sebagian besar tempat sampah yang ada yang sangat buruk dikarenakan sudah tidak
cukup kotor, bahkan beberapa terlihat sudah berfungsi lagi. Kondisinya semakin bertambah
tidak layak lagi untuk digunakan. Kondisi ini tidak layak disebabkan tumpukkan sampah yang
semakin mengurangi unsur estetika atau berada di sekitar telepon umum sehingga terlihat
keindahan Kawasan Malioboro. menyerupai TPS.

h) Perambuan dan Signage (Papan Informasi) k) Sarana Berkebutuhan Khusus


Perambuan yang ada di ruang pedestrian Ruang disabilitas yang tersedia berbentuk
berupa rambu untuk memberikan perlindungan leretan berbahan paving block berwarna kuning
pada pedestrian seperti rambu khusus pedestrian dengan tekstur yang lebih kasar dibandingkan
dan rambu kendaraan bermotor dilarang pada jalur pedestrian normal. Leretan ini belum
melintas, berhenti, atau parkir. Berdasarkan dilengkapi dengan jalur pemandu berupa bunyi-
hasil observasi, jumlah perambuan yang tersedia bunyian maupun pegangan. Posisinya berada di
mencapai 62 tiang yang tersebar pada titik-titik tengah-tengah jalur pedestrian sehingga sangat
tertentu, baik pada jalur pedestrian maupun membahayakan keselamatan pedestrian
median jalan. Signage (papan informasi) yang disabilitas. Kondisi ini semakin buruk
tersedia di ruang pedestrian berwujud peta mengingat jalur pedestrian kawasan ini tidak
obyek-obyek atau tempat penting di sekitar pernah sepi pengunjung maupun aktivitas
Kawasan Malioboro dan papan penamaan atau lainnya, seperti parkir motor dan lapak PKL.
arah lokasi. Keseluruhan signage yang berwujud Beberapa leretan juga sudah tidak utuh
peta ini terletak pada jalur pedestrian di ruas bentuknya dan teksturnya juga mulai hilang.
timur.

i) Lapak Tunggu dan Halte KESIMPULAN


Sebagian besar lapak tunggu tidak dapat
digunakan pedestrian dikarenakan 1. Ruang pedestrian di Jalan Malioboro hingga
peletakkannya yang sejajar dengan lapak PKL Jalan Margo Mulyo didominasi oleh
koridor atau terhalang oleh parkir sepeda motor. mahasiswa dengan rentang usia 19 – 23
Dengan demikian, pedestrian tidak dapat tahun yang memiliki aktivitas untuk belanja
berlindung di bawah lapak tunggu dalam kondisi ke Kawasan Malioboro. Kawasan Malioboro
cuaca yang tidak mendukung. Selain itu, hanya lebih dipadati oleh pedestrian yang bukan
sebagian kecil saja lapak tunggu yang merupakan penduduk lokal Kota
dilengkapi dengan atap/kanopi penutup berupa Yogyakarta, namun memiliki tempat tinggal
vegetasi (dedaunan). sementara di dalam Provinsi D.I.
Halte Trans Jogja yang disediakan Yogyakarta dengan mayoritas memiliki
berjumlah tiga sarana yang dilengkapi dengan basis perjalanan home based. Kunjungan
tempat duduk, kipas angin, mesin otomatis pedestrian mencapai puncaknya saat
pembayaran, petugas, tempat sampah, dan weekend dengan proporsi penggunaan moda
peralatan lainnya yang semakin meningkatkan sepeda motor yang sangat tinggi (dominan)
rasa keamanan dan kenyamanan pedestrian. sehingga tidak heran Kawasan Malioboro
Akan tetapi, ruang halte yang didesain tersebut sangat dipadati oleh parkir sepeda motor.
masih terlalu sempit bila dibandingkan dengan 2. Kondisi fasilitas pedestrian di kedua ruas
jumlah pedestrian yang menggunakan Trans Jalan Malioboro hingga Jalan Margo Mulyo
Jogja dari atau menuju Jalan Malioboro dan sebagian besar memenuhi standar dari segi
Jalan Margo Mulyo. Kondisi ini terlihat dari desainnya. Akan tetapi, dari segi
padatnya antrian pedestrian hingga memenuhi ketersediaan dan fungsinya berada dalam
beberapa bagian ruang jalur pedestrian, terutama kondisi yang tidak memadai dan terdapat
saat siang hari dan sore menjelang malam hari. banyak hambatan penggunaannya. Fasilitas
yang tersedia cenderung tidak merata dan
sebagian besar terpusat pada ruas timur.
Pemerintah Kota Yogyakarta dan D.I.
9
Yogyakarta bersama-sama dalam Pemerintah RI. (2014). Peraturan Menteri
melakukan pengembangan Kawasan Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014
Malioboro, khususnya penataan ulang tentang Pedoman Perencanaan,
Kawasan Malioboro pada ruang pedestrian Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana
sejak tahun 2015 hingga 2020. dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di
Kawasan Perkotaan. Jakarta: Menteri
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Rubenstein, H. M. (1978). Central City Malls.
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Aribowo, M.A. (2008). Penataan Jalur Pejalan
Rubenstein, H. M. (1987). A Guide to Site and
Kaki pada Koridor Jalan Malioboro
Landscape Construction Planning. New
Berdasarkan Persepsi dan Preferensi
York: John Wiley & Sons, Inc.
Pengunjung. Tugas Akhir. Semarang:
Ulfah, R. N. (2003). Studi Identifikasi Bentuk
Fakultas Teknik UNDIP.
dan Tingkat Partisipasi Pedagang serta
Harian Jogja. (2013). Fasilitas Difabel di
Pengaruhnya dalam Penataan Ruang
Malioboro Terhalang Parkir & PKL, Harian
Aktivitas PKL (Studi Kasus: PKL
Jogja. Diakses tanggal 17 September 2014,
Malioboro). Tugas Akhir. Semarang:
dari
Fakultas Teknik UNDIP.
http://wargaberdaya.wordpress.com/2013/0
Pemerintah Kota Yogyakarta. (2010). Peraturan
4/10/fasilitas-difabel-di-malioboro-
Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2010
terhalang-parkir-pkl/
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Indraswara, M. S. (2007). Kajian Kenyamanan
(RTRW) Kota Yogyakarta Tahun 2010–
Jalur Pedestrian pada Jalan Imam Barjo,
2029. Yogyakarta: Pemerintah Kota
Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota
Yogyakarta.
dan Permukiman ENCLOSURE, 6 (2), hal.
Warpani, S. (1990). Merencanakan Sistem
59–69.
Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB.
Lulie (1995). Karakteristik dan Analisis
Yulianto, A. (2011). Pergerakan dan Fasilitas
Kebutuhan Fasilitas Pejalan Kaki Studi
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan
Kasus di Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Kabupaten Sumedang. Tesis. Yogyakarta:
Tesis. Bandung: Magister Teknik Sipil ITB.
Fakultas Teknik UGM.
Miro, F. (2005). Perencanaan Transportasi untuk
Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

10

You might also like