Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Manna Rafflesia, 8/2 (April 2022) P-ISSN: 2356-4547

https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006


Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
Article History:
Manna Rafflesia
ISSN: 2356-4547 (Print), 2721-0006 (Online)
Submitted : 07/02/2023
Reviewed : 15/02/2023
Vol. 9, No. 2, April 2023, (358-377), https://s.id/Man_Raf Accepted : 01/03/2023
Published By: Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu Published : 30/04/2023

SIKAP DAN TINDAKAN ORANG KRISTEN TERHADAP


ANCAMAN POLITIK IDENTITAS DAN INTOLERANSI:
SEBUAH KAJIAN TEOLOGI PRAKTIS
Yonatan Alex Arifianto1*), Suhadi Suhadi 2, Samuel Purdaryanto3
1
Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala, Salatiga
2
Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup
3
Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Bengkulu
*)
Email Correspondence: arifianto.alex@sttsangkakala.ac.id

Abstract: Unfortunately, the big national problem through disputes that lead to the horizontal
disintegration of the nation occurs in Indonesia. However, this happened because people
wanted to be pitted against power-greedy individuals by sacrificing harmony to reduce
diversity and pluralism. Using descriptive qualitative methods in this research, it can be
concluded that the responsibility of believers or the church, in general, is within the
phenomenology of identity politics. Believers can create harmony and strengthen it through
attitudes in public spaces. This aligns with the ideals of Indonesian independence, which does
not see the SARA background. Likewise, pluralism must be maintained and guarded by actions
that do not offend excessive sentiments of human identity. Therefore mutual respect and
respect are separate ways to strengthen harmony so that the Indonesian nation is comfortable
and becomes a place of peace for the next generation.

Keywords: Identity Politics, Tolerance, Pluralism, Harmony, Disintegration of the nation

Abstraksi: Persoalan bangsa yang besar lewat perselisihan yang menimbulkan disintegrasi bangsa secara
horizontal sangat disayangkan terjadi di Indonesia. Namun hal itu terjadi karena masyarakat
mau di adu domba dengan oknum serakah kekuasaan dengan mengorbankan kerukunan
bertujuan mereduksi keberagaman dan kemajemukan. Menggunakan metode kualitatif
deskritif penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab orang percaya atau gereja
secara umum yang berada dalam fenomenologi politik identitas. Orang percaya dapat
menciptakan kerukunan dan memperkokoh melalui sikap di ruang publik. Hal itu selaras
dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tidak melihat latar belakang SARA. Begitu juga
kemajemukan harus tetap dijaga dan dikawal dengan tindakan yang tidak menyinggung
sentimen berlebihan dari identitas manusia. Oleh karena itu saling menghargai dan
menghormati menjadi cara tersendiri untuk memperkokoh kerukunan supaya bangsa Indonesia
ini nyaman dan menjadi tempat kedamaian bagi generasi selanjutnya.

Kata kunci: Politik Identitas, Toleransi, Kemajemukan, Kerukunan, Disintegrasi bangsa

Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 370


Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
PENDAHULUAN sering dikaitkan dengan organisasi
Bangsa Indonesia yang merdeka masyarakat, dan dilatarbelakangi adanya
dari penjajahan, dan yang berdikari kuat perbedaan suku, agama, ras dan jenis
serta mampu bertahan sampai didetik ini kelamin dari pasangan calon kepala
merupakan bangsa yang penuh adab dan daerah yang tidak bisa diterima.1 Maka
nilai gotong royong, dan toleransi yang sebagai anak bangsa menyatakan dengan
kuat. Sebab negara Indoensia tegas bahwa politik identitas yang
berlandasan nilai berbangsa yang sudah dilatarbelakngi oleh apapun tidak bisa
disepakati lewat filosofi Pancasila. mengagalkan kemajemukan bangsa.
Filosofi tersebut menaungi keberagaman Walaupun fakta dilapangan adanya
serta banyakanya perbedaan disegala politik identitas dijadikan senjata bagi
aspek anak bangsa. Oleh karena itu politikus ataupun orang yang
keberadaan filosofi tersebut adalah mengatasnamakan ajaran dan adat yang
modal besar untuk menjaga keutuhan mana aksinya bertujuan untuk pergantian
bangsa, dan juga merupakan tekad yang kekuasaan pemerintahan. Dimana
besar untuk berdiri bagi bangsa dalam sarananya mengunakan pemilu yang
mempertahankan kemerdekaan serta dilakukan di Indonesia. Melalui
membela keutuhan negara Kesatuan mekanisme pemilihan secara langsung
Replublik Indonesia dengan semangat para politikus ini menyuarakan konten
kebersamaan dalam perbedaan. Begitu politik identitas menjadi target untuk
juga Indonesia mendapatkan predikat mencari massa demi kepentingan
negara yang majemuk dengan pribadinya. Maka masyarakat yang
keramahan dan tepo slira dalam rentan akan hoax dan lemahnya literasi
bermasyarakat, hal itu ditandai dengan berpolitik. Bahkan kebersamaan atau
sikap dan tindakan yang mengarah solidaritas yang tinggi terhadap
kepada nilai persaudaraan, toleran dan menjadikan politik identitas sebagai
hidup dalam damai antar pemeluk momentum yang pas dari salah satu alat
beragama dalam multikultural dan dan sarana politiknya untuk memikat
pluralitas. Walaupun sering terdengar demi mendulang suara. Politik identitas
adanya indikator dari suara sumbang dan sering menggunakan isu-isu tentang
riak-riak pertikaian dalam konflik keadilan dan pembangunan daerah,
beragama seperti yang terjadi beberapa bahkan ketertimpangan pembangunan
tahun silam di kota Ambon konflik dan termarjinalnya masyarakat sebagai
horizontal antar agama. namun sejauh “jualan” utama para politikus politik
ini dapat diminimalisir atas dasar identitas.
kesepahaman nilai moralitas Pancasila Iming-iming dari konten politik
dan Bhinneka Tunggal Ika yang sudah identitas ini masuk dalam propaganda
mengakar kuat dalam pribadi masyarakat mereka yang mana ini adalah tujuan
bangsa. Namun saat ini dalam awal supaya mereka terpilih. Sebab
pemberitaan nasional dan berbagai politik identitas menjadi alat yang sangat
media sosial yang seringkali di blow up kuat dalam wacana politik mereka, dan
adalah tindakan dengan konflik dan terlebih banyak masyarakat dipengaruhi
kepentingan golongan mengatas- oleh ambisi para elit lokal maupun
namakan agama yang mana hal itu politisikus daerah yang tidak bisa
berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada. menerima perbedaan untuk tampil
Bahkan juga sering terjadi konflik yang sebagai pemimpin, hal ini memang
melebar dan merugikan banyak korban merupakan masalah yang selalu muncul
antara kelompok-kelompok yang
akibatnya menciderai rasa persatuan 1
sesama anak bangsa. Adanya Dina Lestari, “Pilkada DKI Jakarta 2017 :
Dinamika Politik Identitas Di Indonesia,” JUPE :
perselisihan yang seringkali Jurnal Pendidikan Mandala 4, no. 4 (2019): 12–
mengkaitkan isu golongan dalam hal ini 16, https://doi.org/10.36312/jupe.v4i4.677.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 371
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
disetiap pemilihan kepala Daerah. Sebab trand keberhasilan dari sarana politik
propaganda politik identitas memang identitas ini menunjukan hasil
diakui tidak selalu gampang untuk signifikansi dalam mengakumulasi
dijelaskan. suara pemilih. Namun, di sisi lain sikap
Selain propaganda adanya arogansi dan nilai dari politik identitas sarat
para politikus menyulut pertikaian dengan eksklusif sehingga merasa diri
dengan menyetujui setiap tindakannya paling benar, merasa paling berpengaruh
sebagai bagian atas nama agama. yang dimana rasa tersebut menjadi
Sehingga arogansi yang tidak melihat indikator perselisihan dan berujung
bingkai besar dari kesatuan pancasila, menimbulkan perpecahan antar
melahirkan disintegrasi sesama anak kelompok di tengah-tengah masyarakat,
bangsa. Sebab faktanya ada konflik bahkan sistem dalam negara Indonesia
dalam dunia maya di flatform media yaitu demokrasi yang dikelolah dengan
sosial ramai akan komentar yang tidak sehat. Standar pendidikan politik
bernada merendahkan manusia dan yang dinilai sangat buruk dan tidak
menghujat keyakinan.2 Hal itu mencerminkan kebersamaan maka
dipengaruhi dengan sikap arogansi dan pendidikan politik yang ditunjukan bagi
keserakahan yang mencederai rakyat Indonesia tidak maksimal untuk
kerukunan. Fakta yang tidak bisa membangun SDM dalam
dipungkiri yang terjadi saat ini adalah, mengaktualisasikan perpolitikan yang
banyak aktor politikus lokal dan tokoh semuanya itu mengarah kepada
politik nasional menggunakan isu politik kehidupan berkeadilan.5 Tantangan lain
identitas ini secara intens berkelanjutan yang cukup serius dihadapi bangsa ini
dan masif atau menyeluruh dalam terhadap keutuhan dan multikultural
pembagian kekuasaan.3 datang dari berbagai gerakan sempalan
Kekuasan untuk menguasai yang mengatasnamakan agama dengan
manusia dan segala yang terkait dengan politik indentitasnya masing-masing.6
jabatan menjadi tujuan utamanya. Hal itu Bahkan persoalan di Indonesia
menjadi sebuah kecenderungan yang fenomenologi politik identitas lebih
dapat menimbulkan disintegrasi dan terkait dengan masalah etnisitas, sebagai
konflik bangsa sebab apapun yang pola utama membangun kekuatan politik
dilakukan dalam memobilisasikan rasa selanjutnya peran keagamaan
identitas bahasa, suku ataupun agama dimunculkan untuk menselaraskan iman.
maupun golongan merupakan tindakan Lalu diutarakan nilai dari ideologi yang
pembajakan terhadap nilai dan sistem sama baik dari dasar adat istiadat
dari keberadaan yang sesungguhnya dari maupun agama menjadi lokomotif
Indonesia sebagai suatu bangsa yang meninggikan politik identitas. Terlebih
terkenal dengan kemajemu-kannya.4 adanya kepentingan-kepentingan lokal
Memang politik identitas dalam yang diwakili pada umumnya oleh para
muatan kampanye sangat berperan elit politikus yang haus akan kekuasaan
penting. Hal itu dimana ada signifikansi dengan artikulasinya dan ide masing-
masing demi mangakumulasi suara
2
Zahrotunnimah Zahrotunnimah, “Pola untuk menang. Alasan dan dasar politik
Operasionalisasi Politik Identitas Di Indonesia,”
’Adalah 2, no. 11 (2018): 1–13,
5
https://doi.org/10.15408/adalah.v2i11.9438. Fitria Wulan Dhani, “Komunikasi Politik
3
Muhtar Haboddin, “Menguatnya Politik Berbasis Politik Identitas Dalam Kampanye
Identitas Di Ranah Lokal,” Journal of Pilkada,” Metacommunication: Journal of
Government and Politics 3, no. 1 (2012): 109– Communication Studies 4, no. 1 (2019): 143–50,
26, https://doi.org/10.18196/jgp.2012.0007. https://doi.org/10.20527/mc.v4i1.6360.
4 6
Franz Magnis Suseno, “Politik Identitas? Assyari Abdullah, “Membaca Komunikasi
Renungan Tentang Makna Kebangsaan,” Maarif Politik Gerakan Aksi Bela Islam 212: Antara
13, no. 2 (2018): 7–13, Politik Identitas Dan Ijtihad Politik Alternatif,”
https://doi.org/10.47651/mrf.v13i2.18. An-Nida’ 41, no. 2 (2017): 202–12.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 372
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
identitas yang dimainkan tersebut Politik identitas dan toleransi telah
banyak dipengaruhi oleh ambisius dan menjadi topik yang dibahas baik dari sisi
kepentingan pribadi para elit lokal untuk hukum maupun agama serta kebangsaan
tampil sebagai pemimpin, dan juga dan menjadi pembahasan riset supaya
merupakan persoalan yang kompleks menemukan akar masalah dan memberi
bagi komunikasi antar masyarakat, yang solusi bagi masyarakat dalam
menimbulkan konflik-konflik menghadapinya. Salah satunya adalah
kepentingan. Akibat adanya agenda dan riset yang dilakukan oleh Obet Nego
kepentingan pribadi maupun golongan yang mengkaji tentang Teologi
yang diunggulkan dari pada rasa multikultural dan kemajemukan sebagai
kebersamaan yang menghargai dasar makluk sosial dalam meresponi
7
perbedaan. politik identitas tersebut dan juga
Politik identitas yang sebagai counter terhadap meningkatnya
diaktualisasikan para politikus dengan eskalasi politik identitas di negara
memanfaatkan isu-isu SARA memang Indonesia. Kesimpulan dari kajian
sangat berpotensi mematik konflik dan tersebut adalah trend politik identitas di
perpecahan serta disintegrasi bangsa dalam praktiknya, sangat memperalat
yang masif. Hal ini dipicu oleh masih „kelompok-kelompok‟ partikular demi
kuatnya sikap kepentingan pribadi kepentingan para elite-elite politik yang
dengan sentimen-sentimen kedaerahan, tidak memiliki nilai menghargai
primordialisme serta rendahnya toleransi kebersamaan dan bertanggungjawab
tentu hal itu merupakan masalah yang demi keutuhan bangsa. Trend politik
sangat serius yang harus segera diatasi identitas tersebut kemudian direspon
untuk mencegah disintegrasi bangsa dan dengan teologi multikultural yang mana
konflik horizontal dalam masyarakat dinyatakan sebagai peran kebersamaan
majemuk.8 Bahkan politik identitas dan persatuan dari berbagai pluralitas
khususnya mengunakan narasi agama untuk menghadirkan persatuan, keadilan
sebagai tujuan politik memang tidak dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
pernah mati dalam arena politik di negeri Politik identitas yang menjadi alat
ini. Seperti halnya momentum pemilihan kendaraan dalam panggung politik untuk
kepala Daerah yang disertai terjadinya meraih simpati dan dukungan massa,
konflik disintegrasi sesama anak bangsa selalu berakhir pada benturan-benturan
dan terpecahnya masyarakat di tengah-tengah masyarakat. Strategi
membedakan SARA adalah fakta yang dan cara berpolitik dengan intrik SARA
tidak bisa disangkal bagi politik identitas tersebut dapat mengorbankan rakyat
dimunculkan dalam perpolitikan sendiri sehingga berakibat disintegrasi
tersebut. Terlebih ketika identitas agama, bangsa.10 Begitu juga dengan Sukron
yang suci dalam membangun Romadhon dan Try Subakti melakukan
kemanusiaan dimunculkan untuk penelitian yang sama, menyusun kajian
kepentingan golongan dalam kekuatan tentang analisis terhadap politik identitas
politik maka dampak dari keberagaman dan toleransi dengan judul toleransi dan
dan keutuhan berketuhanan yang Maha politik identitas: Studi tentang perilaku
Esa akan tergores dari ulah segelintir politik kebangsaan di Indonesia. Dimana
orang.9 riset tersebut menyatakan bahwa dalam
keberagaman dalam berbagai macam
sektor, mendorong orang Indonesia
7
Abdullah.
8 10
Debora Sanur L, “Rekonsiliasi Politik Identitas Obet Nego, “Teologi Multikultural Sebagai
di Indonesia,” Majalah Info Singkat (Jakarta, Respon Terhadap Meningkatnya Eskalasi Politik
Mei 2017), 2 Identitas Di Indonesia,” PASCA: Jurnal Teologi
9
Endang Sari, “Kebangkitan Politik Identitas Dan Pendidikan Agama Kristen 16, no. 2
Islam Pada Arena Pemilihan Gubernur Jakarta,” (November 5, 2020): 121–39,
Kritis 2, no. 2 (2016): 145–56. https://doi.org/10.46494/psc.v16i2.109.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 373
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
khususnya orang percaya untuk penulisan bertujuan pada hasil dari
mengedepankan nilai-nilai kesimpulan.12 Oleh karenanya penelitian
kebangsaan. Bangsa Indonesia dapat ini memilih metode kualitatif deskriptif.
menjadi role model dalam menjalankan Kajian kualitatif ini mempergunakan
sisstem pemerintahan yang memiliki data deskriptif yaitu hasil kajian dari
latar belakang beragam dan dinamis. studi pustaka terhadap pelbagai literatur
Sehingga gagasan tentang toleransi yang relevan dan seiring dengan
dan politik identitas menjadi langkah pembahasan dalam artikel ini.
solutif dalam menyelesaikan dari Penelitian ini juga
berbagai macam konflik kelompok mengutamakan penggalian teks Alkitab
kepentingan.11 Namun pada beberapa yang dapat mendukung penulisan artikel
riset sebelumnya tersebut belum ada ini. Pembahasan diawali dengan
pembahasan tentang ancaman politik pemahaman tentang hakikat politik
identitas dan hilangnya toleransi sebagai identitas dan ancamannya, dilanjutkan
kajian memperkokoh kerukunan sesama kepada nilai toleransi dalam nilai dan
anak bangsa. Oleh karenanya penelitian moral Alkitabiah. Sehingga atas dasar
ini disusun untuk memberikan deskripsi dan situasi fenomenologi politik
cara praksis sikap dan tindakan orang identitas tersebut dilakukan analisis
percaya yang dapat memberikan dampak terhadap peran serta tidnakan orang
ekspresi iman Kristen dalam percaya merespon ancaman politik
bermasyarakat dan juga ruang virtual indentitas sebagai aktualisasi yang dapat
demi menjaga keutuhan bangsa. umat percaya lakukan dalam
Kajian ini merespon pelbagai memperkokoh rasa persaudaraan yang
fenomena yang terjadi di bangsa ini bermuatan besar kerukunan baik di
dimana terkait dengan model politik dunia nyata bermasyarakat maupun di
identitas yang sering dimuncukan dan ruang virtual saat ini. Sehingga dapat
juga ditampilkan di Indonesia, yang disimpulkan solusi praksis penerapannya
berdampak terhadap sikap dan tindakan sebagai bagian dari perintah Yesus yang
orang percaya merespon sebagai bentuk menerapkan orang percaya sebagai
memperkokoh spritual dan nilai terang dan garam dunia.
kerukunan termasuk di dalamnya
bagaimana jalan keluar yang ditawarkan HASIL
nilai dan moral Alkitab untuk mengatasi Hasil penelitian ini
fenomena tersebut yang sangat memberikan temuan-temuan berkaitan
meresahkan dan memicu konflik dengan ancaman politik identitas dan
horizontal. hilangnya toleransi. Adapun hasil dari
penelitian yang didapat melalui studi
METODE literatur. diharapkan memberikan
Artikel ini mengunakan metode kontribusi yang aktif dan berkelanjutan,
penelitian deskriptif kualitatif yang mana khususnya berkenaan dengan sikap
seperti yang dinyatakan oleh Zaluchu orang percaya sebagai pribadi yang
bahwa penelitian deskriptif lebih terarah terpanggil menjadi terang dan garam
kepada kajian-kajian kebenaran yang dunia untuk mempertahankan dan
memuat sifat relatif dan interpretatif. memperkokoh kerukunan dengan
Metode ini juga lebih mengarah kepada melawan setiap politik identitas yang
analisis teori yang mendasar dan kuat mengataskan namakan SARA. Hasil
untuk dimunculkan sebagai dasar penelitian dari artikel ini dapat
11 12
Sukron Romadhon and Try Subakti, “Toleransi Sonny Eli Zaluchu, “Strategi Penelitian
Dan Politik Identitas: Studi Tentang Perilaku Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian
Politik Kebangsaan Di Indonesia,” As-Shahifah: Agama,” Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan
Journal of Constitutional Law and Governance Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 1 (2020): 28–
2, no. 2 (2022): 91–115. 38, https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.167.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 374
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
memberikan dampak dan kontribusi bagi Pemaknaan makna dan tujuan dari
pemahaman kepada orang percaya untuk politik identitas sebagai kendaraan dan
menghindari dan melawan dengan bijak sarana berpolitik praktis sebagai tujuan
setiap orang yang mengunakan politik petarungan perebutan kekuasaan politik
identitas. sangat dimungkinkan dan kian muncul
mengemuka dalam praktek politik di
PEMBAHASAN kehidupan sehari-hari yang saat ini
Hakikat dan Fenomenologi Politik sering diberitakan dan dilihat dari
Identitas oknum-oknum yang mengataskan
14
Politik identitas yang dilakukan SARA. Oleh sebab itu pemaknaan dan
dalam setiap jenjang pemilu secara sifat dari politik identitas seperti yang
umum dikaitkan dengan segala dinyatakan oleh Agnes Heller dalam
aktualisasi dari politikus dalam gerakan kutipan Muhtar Haboddin, yang
sosial mengatasnamakan kepentingan, mendefinisikan politik identitas sebagai
baik yang dilakukan secara personal gerakan politik yang diaktualisasikan
maupun komunal untuk mendapat suara dalam masyarakat umum yang fokus
dalam pemilu dan juga mengarah pada perhatiannya adalah perbedaan-
personal branding yaitu pengakuan yang perbedaan yang ada di masyarakat
lebih luas dari masyarakat luas sebagai sebagai suatu kategori politik yang
bagian dari penguasaan wilayah. utama. Hal itu diutamakan dengan
Memang banyak peran para politikus memunculkan pola-pola intoleransi,
dalam melancarkan aksinya demi suara. kekerasan verbal sampai pada kekerasan
Terlebih adanya sikap dan nilai politik fisik dan juga pertentangan etika dan
yang mengatasnamakan identitas ini moral dalam kehidupan.15 Lebih jauh
gayung bersambut dengan kelompok dalam bukunya Politik Identitas, Rozi
sosial yang memiliki pengalaman yang dkk menguraikan problematika dan
tidak enak akibat merasa diintimidasi paradigma keetnisan akan menjadi
baik ide, pendapat maupun tujuan bumerang bagi persatuan. Begitu juga
sampai didiskriminasi oleh negara dan dengan Donald L Morowitz dalam
pemerintah dalam menyelenggarakan tulisan Muhtar Haboddin
sistem pemerintahan yang tidak suka mengungkapkan bahwa politik identitas
dengan aktivitas dari sebuah gerakan adalah memberikan garis yang tegas
yang juga mengatasnamakan SARA. bagi keberagaman populasi dimana
Politik identitas merupakan usaha para ketegasan itu untuk menentukan siapa
oknum manusia serakah dengan yang akan disertakan sebagai gerbong
memanfaatkan manusia dan sumber dan kendaraan menuju kepentinagan
dayanya secara politis yang pribadi maupun kepentingan golongan
mengutamakan kepentingan pribadi dan siapa yang akan ditolak. Karena
maupun kepentingan komunal yang garis-garis penentuan tersebut tampak
didasarkan pada adanya persamaan permanen yang didasari dari
identitas yang melekat mencakup ras, keberagaman dan keunikan manusia,
etnis, dan gender, maupun agama seta maka status sebagai anggota bukan
melibatkan kelompok persamaan anggota dengan serta merta tampak
tertentu. Sehingga politik ini kerap bersifat permanen.16
digunakan untuk membawa perubahan,13 Peran kepetingan manusia dalam
namun beresiko terhadap nilai mendapatkan kekuasaan memang
kemanusian yang adil dan juga
bertentangan dengan harkat dan martabat 14
Haboddin, “Menguatnya Politik Identitas Di
manusia. Ranah Lokal.”
15
Syafuan Rozi et al., Politik Identitas (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2019), 1.
13 16
Zahrotunnimah, “Pola Operasionalisasi Politik Haboddin, “Menguatnya Politik Identitas Di
Identitas Di Indonesia.” Ranah Lokal.”
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 375
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
dilakukan berbagai cara supaya manusia yang tidak bisa membawa
kepentingan personal maupun komunal keadilan sosial tanpa deskriminasi
dapat tercapai. Seperti yang terjadi SARA.
beberapa pemilu, politik identitas
menjadi cara untuk memuncaki Nilai dan Moral Ajaran Yesus sebagai
kekuasaan. Bahkan sikap dari identitas sikap kerukunan dalam
ini digunakan sebagai provokator adu kemajemukan
domba dalam masyarakat. Untuk itu Kemajemukan serta sikap dari
sejatinya orang percaya dan gereja hadir toleransi di negara Indonesia dibangun
dan bergumul dengan tantangan- oleh para pendiri bangsa di atas sikap
tantangannya yang semakin komplek persatuan. Dimana adanya perbedaan
dalam membedakan manusia dengan ciri SARA justru menjadi kekuatan bagi
khas like dan dislike. Yang mana saat negara karena melaluinya kekurangan
ini gereja berada di tengah situasi yang ada menjadi saling terlengkapi.
menguatnya secara besar-besaran politik Perbedaan sejatinya memberi
identitas yang dimunculkan demi kesempatan kepada bangsa Indonesia
kekuasaan, dimana mengorbankan untuk dapat belajar banyak perkara dan
kepercayaan kepada Tuhan sebagai sikap baik antara lain: kerendahan hati,
sarana dan alat pencapaian kekuasaan menghargai dan memahami pandangan
untuk mengusasi sesama anak bangsa. orang lain, ketulusan dalam mengasihi
Gereja juga berhadapan dengan para dan sikap baik lain yang dapat
politikus yang memiliki sikap dan nilai terbangun dengan penuh damai dan
moral yang rendah dan juga lemahnya kasih. Kemajemukan dan toleransi saling
integritas, kredibilitas serta identitas, menghargai adalah sebagai berkah ketika
dari para pemimpin atau tokoh agama bangsa ini dapat mengelolanya dengan
yang mau diperalat untuk memperoleh baik.18 Terlebih nilai tersebut dapat
keuntungan pribadi maupun menjadi tujuan bermasyarakat dalam
golongannya serta diperalat demi mengaktualisasi sebagai gaya hidup
keinginan untuk berkuasa. dalam kerukunan.
Sejauh ini diyakini bahwa adanya Di dalam Perjanjian Baru, sikap
politisasi identitas yang hidup dalam kerukunan telah Yesus
mengatasnamakan SARA tidak pernah ajarkan dan teladankan secara nyata
dapat menyelesaikan masalah, justru dalam kehidupan pengikut-Nya. Secara
memperburuk kondisi kemajemukan jelas juga di dalam Injil Matius tentang
bangsa serta nilai toleransi yang sudah pernyataan Yesus terhadap jebakan
dibangun menjadi runtuh akibat syawat kaum Farisi berkaitan dengan membayar
politik yang berdasarkan kekuasaan dan pajak. Kaum Farisi merupakan kaum
keserakahan semata. Dampak besar juga pemimpin spiritual Yahudi yang
terjadi mempengaruhi sistem berkembang padamasa Bait Allah ke-2,
pemerintahan dan keamanan bangsa, sekitar abad ke 2 SM. Menurut para ahli,
sebab hal itu mencederai demokrasi kaum Farisi adalah perkembangan dari
bangsa, dan merugikan bangsa.17 Oleh kelompok Hasidim. Kelompok Hasidim
karena itu penguatan politik yang yang diungkapkan Manafe dengan
berdasarkan identitas yang merugikan mengkutip karya George Foot More
keadilan manusia merupakan potret diri adalah kelompok yang menganggap diri
dari pergulatan politikus yang sengaja mereka sebagai orang beragama yang
bernaluri rakus dari sebuah potret saleh. Kelompok Hasidim

17 18
Kurnia Sondang Lumban Gaol, “Tinjauan Etis Abd Mu‟id Aris Shofa, “Memaknai Kembali
Kristen Terhadap Politisasi Agama Di Multikulturalisme Indonesia Dalam Bingkai
Indonesia,” Missio Ecclesiae 5, no. 1 (2016): 35– Pancasila,” JPK (Jurnal Pancasila Dan
51, https://doi.org/10.52157/me.v5i1.57. Kewarganegaraan) 1, no. 1 (2016): 34–40.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 376
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
memisahkandiri dari orang biasa.19 dalam pengajarannya adalah cerita
Mereka sangat bertentangan dengan tentang perumpamaan orang Samaria
pemerintahan romawi dan menginginkan yang sangat baik dan berhati mulia (Luk.
pernyataan Yesus yang menolak atau 10:25-37). Dimana tokoh cerita tersebut
mendukung menjadi bumerang bagi berlatar belakang kebencian orang
Yesus terhadap masyarakat Israel yang Yahudi kepada orang Samaria.
marah kepada pemerintahan Romawi Kebencian terhadap perkawinan silang
dengan adanya pajak yang besar. Dan dan tempat penyembahan yang berbeda
juga menjadi pesakitan bagi Yesus bila dari orang Yahudi yaitu gunung gerizim.
melarang membayar pajak terhadap Sebab Samaria telah membangun
kaisar (Mat. 22: 15-22). Pertanyaan yang kepercayaan yang dianggap sebagai
menjebak ingin melibatkan politik pengejawantahan kebenaran sejati
Identitas dari masyarakat Yahudi untuk melalui peribadatan di Gunung Gerizim.
menentang Yesus menjadi alasan orang Adanya perbedaan regligi dan
farisi ini. percampuran suku menjadikan Konflik
Di dalam Injil Yohanes adanya bernarasi kebencian ini tidak pernah
pertemuan Yesus dengan wanita Samaria selesai dan turun secara generasional,
yang memiliki banyak suami di sumur sehingga membawa narasi kebencian
Yakub menjadi bukti bahwa kehendak diantara kedua komunitas bangsa itu
Yesus untuk berkomunikasi membangun berasal dari sejarah yang panjang.20
nilai moderat dan toleransi yang tidak Namun dalam kisah tersebut
menghakimi kepercayaan wanita menjabarkan kasih dan ketegasan Tuhan
Samaria yang menyembah di gunung bahwa sesama manusia adalah ciptaan
Gerizim. Sejatinya percakapan itu Tuhan yang harus dihargai dan
mencerminkan kedewasaan wanita dihormati tanpa melihat latar belakang
Samaria untuk terbuka akan sejarah. Sebab semua orang tanpa ada
kehidupannya. Terlebih dalam pembatasan baik dari warna kulit, ras,
komunikasi yang mengarah kepada suku, kelompok atau batasan lainnya.
prinsip penyembahan yang benar Kisah pengajaran tentang toleransi dan
tersebut tidak ada kesan menyalahkan kasih tersebut menambah nilai kebaikan
dan mengintimidasi namun mengandung bahwa sikap dan teladan yesus dalam
ajakan yang penuh kasih yang tulus akan menuangkan pengajaran tentang
jiwa yang perlu diselamatkan. Bahkan mengasihi tidak membedakan
ajakan yang dinyatakan Yesus bertentangan dengan apa yang dilakukan
mengandung kuasa sehingga dapat oleh politus saat ini. Dimana stereotip
menggerakkan jiwa wanita tersebut yang melahirkan kecurigaan yang besar
untuk menyembah Allah dengan benar dan prasangka intervensi melahirkan
(Yoh. 4:4-26) Peran Yesus terhadap sikap diskriminasi maupun menuju
kasih-Nya kepada orang Samaria intoleransi harus diluruhkan melalui
membuktikan Allah tidak membedakan kebaikan, kasih serta prilaku kepedulian
manusia. Wujid kasih Allah ini juga yang dikerjakan tanpa mengenal SARA
harusnya menjadi dasar orang percaya maka hal itu memberikan nilai pada
untuk meneladani sikap-Nya kemanusiaan yang tidak melihat
mengharagai keberagaman dan identitas sehingga membawa manusia
pluralitas. pada kebaikan dan kepedulian yang
Kisah lain yang juga dipertegas
rasa kemanusiaan dinyatakan Yesus
19 20
F S Manafe, “Sikap Kristen Dalam Arena Yonatan Arifianto, “Deskripsi Sejarah Konflik
Politik,” Missio Ecclesiae 6, no. April (2017): 1– Horizontal Orang Yahudi Dan Samaria,”
16, PASCA : Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama
https://jurnal.i3batu.ac.id/index.php/me/article/vi Kristen 16, no. 1 (2020): 33–39,
ew/66. https://doi.org/10.46494/psc.v16i1.73.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 377
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
sempurna.21 Perlu disadari bahwa sebagai
Pernyatan sikap hidup dalam nilai pribadi manusia yang memiliki naluri
toleransi juga dinyatakan ajaran Yesus mengasihi sesamanya pada hakikatnya
dalam kitab injil Yohanes 10:16 dimana adalah makhluk sosial yang sangat
Yesus mengajarkan dalam perumpamaan membutuhkan akan kerjasama dan
gembala yang baik yang mana gembala perhatian dari sesamanya. Realita sikap
yang baik diilustrasikan sedang toleransi yang ada di Negara Kesatuan
menuntun domba lain yang berasal dari Republik Indonesia membuktikan
kandang yang berbeda yang tidak masuk bahwa Indonesia memiliki keragaman
dalam kawanan. Namun domba-domba yang sangat membutuhkan nilai-nilai
yang berasal dari kandang berbeda, keluarga dan kebersamaan yang terikat
semua pada akhirnya akan hidup bersatu nilai toleransi diantara sesama anak
dan berbaur dalam kedamaian serta bangsa demi hadirnya kehidupan yang
kesejateraan bersama gembala dipercaya sejahtera aman dan harmonis. Sebab
dengan kriteria gembala yang baik sejatinya kemajemukan dan sikap
tersebut. Perumpamaan dalam toleransi merupakan fakta keragaman
pengajaran Yesus tersebut bangsa Indonesia yang harus diterima
menggambarkan bahwa Tuhan tidak dan disyukuri sebagai bagian dari
mengadakan suatu pembeda, baik secara kehendak Tuhan atas bangsa Indonesia.
SARA, namun Yesus merangkul dengan dimana pluralitas dan keberagaman
kasih domba dari „kandang yang lain.22 keyakinan tidak perlu diperdebatkan dan
Perumpamaan domba yang berasal dari dieksploitasi demi kepentingan
luar kandang tersebut mengisyaratkan kekuasaan yang mengorbankan keadilan
bahwa di luar bangsa umat pilihan dan rasa kemanusiaan. Terlebih
Tuhan yaitu bangsa Yahudi pun adalah digunakan sebagai sarana menggugat
manusia yang diciptaakan Allah yang kelompok-kelompok tertentu atau
membutuhkan tuntunan dan kasih Tuhan bahkan disingkirkan demi supremasi dan
serta membutuhkan anugerah untuk kepentingan politik dan agama tertentu
beroleh kehidupan kekal. Hal ini untuk berkuasa dalam intimidasi dan
membuktikan bahwa pengajaran tersebut persekusi kelompok atau agama
menyatakan tidak ada nya sikaf dan minoritas.24 Oleh karena itu pengajaran
prlaku eksklusivitas kelompok. Melalui Yesus yang juga jauh sebelumya
perumpamaan tersebut Tuhan dinyatakan dalam kitab Mazmur 133
mengajarkan bahwa dalam dinyatakan bahwa kerukunan juga
pandanganNya, semua manusia sama membawa kesatuan dan berkat yang
berharga dan dikasihi-Nya tanpa dicurahkan bagi semua manusia yang
kecuali.23 menghargai persaudaraan yang
diaktualisasikan setiap hari dengan
21
menghargai harkat, martabat dan juga
Yonatan Alex Arifianto and Carolina Etnasari derajat manusia tanpa deskriminasi
Anjaya, “Menggereja Yang Ramah Dalam
Ruang Virtual: Aktualisasi Iman Kristen
SARA. Dasar inilah menjadi acuan
Merawat Keragaman,” Jurnal Teologi Gracia bahwa adanya ancaman terhadap politik
Deo 4, no. 2 (2022): 219–30, identitas seharusnya tidak membawa
https://doi.org/10.46929/graciadeo.v4i2.90.
22
orang percaya untuk bersikap apatis
Adhika Tri Subowo, “Gembala Bagi Semua maupun marah dan membenci orang-
Domba: Memaknai Domba Dari Kandang Yang
Lain Dalam Yohanes 10:16 Dalam Upaya
orang yang berbeda secara SARA.
Merangkul „Sang Liyan,‟” Aradha: Journal of
Divinity, Peace and Conflict Studies 1, no. 2
(2021): 165, Misiologi, Dan Pendidikan 4, no. 1 (2019): 35–
https://doi.org/10.21460/aradha.2021.12.651. 55.
23 24
Ronald Yohanes Sinlae, “Kompetensi Dewi Magdalena Rotua, “Toleransi Agama
Pedagogik Tuhan Yesus Dalam Injil Matius Dan Motif Misi Kristen,” Missio Ecclesiae 3, no.
Pasal 5-7,” Excelsis Deo: Jurnal Teologi, 2 (2014): 145–61.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 378
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
Tanggung Jawab dan Aktualisasi Pancasila sebagai nilai yang kuat dan tak
Kerukunan Sebagai Sikap dan tergantikan oleh ideologi manapun
Tindakan Orang Percaya dalam kehidupan sehari-hari dalam
Keberadaan orang percaya yang masyarakat yang multikultural seperti
memiliki agama dan identitas diri yang bangsa Indonesia ini.27 Maka itu
sejatinya menjunjung tinggi kerukunan Pancasila mau tidak mau harus dijadikan
dan pluralitas. Sebagai pribadi yang ketetapan pilihan yang tepat yang
bergerak untuk kemajuan dan peradaban diaktualisasikan dan diimplikasikan
bangsa tidak bisa dipungkiri menghadapi disetiap market place dimana orang
pilihan-pilihan yang menentukan percaya tinggal dan berada sebagai
kemajuan bangsa tersebut atau juga bagian dari pluralisme dan panggilan
menjadi bagian dari reduksi Tuhan untuk menjadi saksi.
keberagaman. Pilihan tersebut dapat Sebagai pengikut Kristus haruslah
dinyatakan sebagai sikap dan tindakan memiliki sikap dan tindakan yang
berdampak atau tidak berdampak. Hal mendukung dan ikut berkontribusi dalam
ini memiliki arti bahwa manusia menjaga kedamaian. Tidak terlibat
beragama akan selalu menghadapi disetiap kegiatan yang mencoreng
pengambilan keputusan untuk identitas manusia. Terlebih orang
berpartisipasi secara aktif dan menjadi percaya juga diharapkan harus proaktif
bagian dari kemajuan atau bersikap pasif dan mendukung penuh bangsa dan
terhadap keadaan yang hari lepas hari negara dalam mengupayakan kerukunan
adanya rongrongan terhadap kesatuan supaya terjadinya toleransi beragama
bangsa melalui politik identitas di dalam dan di negeri tercinta ini untuk generasi
negara tersebut. Sebab sejatinya kondisi yang lebih baik. Melihat dampak masif
ini muncul karena agama berada di dari politik identitas maka orang percaya
dalam sebuah ruang lingkup yang lebih berupaya dan kerja keras sangat
luas dari dirinya sendiri, yakni ruang dibutuhkan mengingat ancaman
publik. 25 Keikutsertaan orang percaya disintegrasi bangsa. Memang pluralitas
untuk berada dalam bagian kerukunan agama disatu pihak sangat berharga dan
dapat meninggalkan cara berpolitik merupakan kekayaan dan keunikan dari
yang salah dengan politik identitas, bangsa Indonesia yang besar, hal itu
karena hal itu berpotensial menimbulkan tidak dapat dipungkiri. Maka harus
masalah yang sampai kepada akar disikapi dengan bijak dan keputusan
rumput dalam kehidupan di masyarakat politik yang jauh dari SARA, agar
ketika umat beragama hidup bersama masyarakat Indonesia dapat hidup
dengan umat beragama lain di ruang dengan aman dan damai di negeri yang
publik.26 Oleh karena itu tanggung jawab tercinta ini. Hendaknya toleransi dan
tersebut diaktualisasikan sebagai warga keinginan kuat dalam masyarakat
negara Indonesia yang meyakini sistem majemuk tidak sekedar menjadi suatu
ideologi dan landasan bernegara yaitu wacana dan retorika saja tetapi harus
teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari
25
Grets Janialdi Apner Siregar, “Kehadiran dimarket place.28 Maka peran gereja
Kristiani Dalam Politik: Rekonstruksi Teologi dapat memberikan edukasi dalam
Misi Tentang Peran Kekristenan Dalam Ruang tanggung jawabnya memajukan bangsa
Publik Politis Di Indonesia,” Diegesis : Jurnal dan juga menjaga dari perpecahan dari
Teologi 6, no. 2 (2021): 1–24,
https://doi.org/10.46933/dgs.vol6i21-24.
politik identitas dengan memperat kasih
26
Paulus Sugeng Widjaja, Djoko Prasetyo Adi
27
Wibowo, and Imanuel Geovasky, “Politik Atmari Atmari, “Jalan Keluar Dari Politik
Identitas Dan Religiusitas Perdamaian Berbasis Identitas; Studi Antropologi Struktural,” in
Pancasila Di Ruang Publik,” GEMA Proceedings of Annual Conference for Muslim
TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual Dan Scholars, vol. 3, 2019, 333–42.
28
Filsafat Keilahian 6, no. 1 (2021): 95–102, Rotua, “Toleransi Agama Dan Motif Misi
https://doi.org/10.21460/gema.2021.61.658. Kristen.”
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 379
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
kepada sesama walaupun itu berbeda dalam fenomenologi politik identitas
dalam SARA. Untuk itu sikap orang percaya dapat menciptakan
menghargai dan menghormati yang kerukunan dan memperkokohnya
diteladankan Yesus diaktualisasikan melalui sikap yang menjadi berkat dalam
dalam iman Kristen. ruang publik. Hal itu juga selaras dengan
Sasaran dari edukasi warga gereja apa yang dengan cita-cita kemerdekaan
sebagai orang percaya adalah untuk Indonesia yang telah diperjuangkan oleh
mentransformasi kesadaran sebagai pejuang kemerdekaan yang tidak melihat
pribadi yang meneladani Kristus dan latar belakang SARA. Begitu juga
sebagai bagian umat dan masyarakat kemajemukan harus tetap dijaga dan
memiliki pikiran yang menghargai dikawal dengan tindakan-tindakan setiap
sesama bertujuan untuk menjadi lebih hari yang tidak pernah menyinggung
demokratis dan manusiawi dalam sentimen berlebihan dari identitas
berpolitik praktis tanpa adanya sikap manusia. Oleh karena itu saling
deskriminasi maupun intimidasi menghargai dan menghormati menjadi
identitas. Sehingga Gereja bukan anti cara tersendiri untuk memperkokoh
pluralistik dan kemajemukan di segala kerukunan supaya bangsa besar atas
bidang juga gereja tau orang percaya nama Indoensia ini memberi rasa
mendukung kebebasan warganya untuk nyaman bagi generasi selanjutnya.
berpolitik tanpa mengunakan sarana
politik identitas. Sebab kerukunan
adalah harga dari sebuah perdamaian DAFTAR PUSTAKA
yang terus diperjuangkan untuk Abdullah, Assyari. “Membaca
membawa keadilan yang berdampak dari Komunikasi Politik Gerakan Aksi
damai sejahtera kepada manusia. Bela Islam 212: Antara Politik
Kerukunan juga senjata yang dinyatakan Identitas Dan Ijtihad Politik
untuk mencounter keinginan manusia Alternatif.” An-Nida’ 41, no. 2
yang menunggangi SARA demi (2017): 202–12.
kekuasaan dan keserakahan duniawi. Arifianto, Yonatan. “Deskripsi Sejarah
Konflik Horizontal Orang Yahudi
Dan Samaria.” PASCA : Jurnal
KESIMPULAN Teologi Dan Pendidikan Agama
Pembahasan yang dikaji Kristen 16, no. 1 (2020): 33–39.
bagaimana posisi orang percaya terhadap https://doi.org/10.46494/psc.v16i1.
ancaman politik identitas dan hilangnya 73.
toleransi memang diyakini bahwa Arifianto, Yonatan Alex, and Carolina
pergumulan dan sikap gereja dengan Etnasari Anjaya. “Menggereja
dirinya sendiri yang selalu berada dalam Yang Ramah Dalam Ruang Virtual:
bayang-bayang politisasi. Gereja harus Aktualisasi Iman Kristen Merawat
bersikap tegas untuk membawa pesan Keragaman.” Jurnal Teologi
damai. Sebab sejatinya orang percaya Gracia Deo 4, no. 2 (2022): 219–
ataupun gereja pada umumnya dalam 30.
upaya menghadirkan keadilan sosial dan https://doi.org/10.46929/graciadeo.
perdamaian serta kemajuan bangsa v4i2.90.
harus disertai sikap yang meneladani apa Atmari, Atmari. “Jalan Keluar Dari
yang Yesus telah lakukan bagi dunia. Politik Identitas; Studi Antropologi
Karena memperkokoh kerukunan ini Struktural.” In Proceedings of
menunjukan jati diri sebagai terang dan Annual Conference for Muslim
garam dunia harus dituntut berdampak Scholars, 3:333–42, 2019.
untuk ambil bagian sebagai warga Dhani, Fitria Wulan. “Komunikasi
negara yang bebas dari politik identitas. Politik Berbasis Politik Identitas
Untuk itu tanggung jawab yang berada Dalam Kampanye Pilkada.”
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 380
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
Metacommunication: Journal of Pabottingi, and Muridan S Widjojo.
Communication Studies 4, no. 1 Politik Identitas. Jakarta: PT Bumi
(2019): 143–50. Aksara, 2019.
https://doi.org/10.20527/mc.v4i1.63 Sari, Endang. “Kebangkitan Politik
60. Identitas Islam Pada Arena
Haboddin, Muhtar. “Menguatnya Politik Pemilihan Gubernur Jakarta.” Kritis
Identitas Di Ranah Lokal.” Journal 2, no. 2 (2016): 145–56.
of Government and Politics 3, no. 1 Shofa, Abd Mu‟id Aris. “Memaknai
(2012): 109–26. Kembali Multikulturalisme
https://doi.org/10.18196/jgp.2012.0 Indonesia Dalam Bingkai
007. Pancasila.” JPK (Jurnal Pancasila
Lestari, Dina. “Pilkada DKI Jakarta Dan Kewarganegaraan) 1, no. 1
2017 : Dinamika Politik Identitas (2016): 34–40.
Di Indonesia.” JUPE : Jurnal Sinlae, Ronald Yohanes. “Kompetensi
Pendidikan Mandala 4, no. 4 Pedagogik Tuhan Yesus Dalam
(2019): 12–16. Injil Matius Pasal 5-7.” Excelsis
https://doi.org/10.36312/jupe.v4i4.6 Deo: Jurnal Teologi, Misiologi,
77. Dan Pendidikan 4, no. 1 (2019):
Lumban Gaol, Kurnia Sondang. 35–55.
“Tinjauan Etis Kristen Terhadap Siregar, Grets Janialdi Apner.
Politisasi Agama Di Indonesia.” “Kehadiran Kristiani Dalam Politik:
Missio Ecclesiae 5, no. 1 (2016): Rekonstruksi Teologi Misi Tentang
35–51. Peran Kekristenan Dalam Ruang
https://doi.org/10.52157/me.v5i1.57 Publik Politis Di Indonesia.”
. Diegesis : Jurnal Teologi 6, no. 2
Manafe, F S. “Sikap Kristen Dalam (2021): 1–24.
Arena Politik.” Missio Ecclesiae 6, https://doi.org/10.46933/dgs.vol6i2
no. April (2017): 1–16. 1-24.
https://jurnal.i3batu.ac.id/index.php Subowo, Adhika Tri. “Gembala Bagi
/me/article/view/66. Semua Domba: Memaknai Domba
Nego, Obet. “Teologi Multikultural Dari Kandang Yang Lain Dalam
Sebagai Respon Terhadap Yohanes 10:16 Dalam Upaya
Meningkatnya Eskalasi Politik Merangkul „Sang Liyan.‟” Aradha:
Identitas Di Indonesia.” PASCA: Journal of Divinity, Peace and
Jurnal Teologi Dan Pendidikan Conflict Studies 1, no. 2 (2021):
Agama Kristen 16, no. 2 165.
(November 5, 2020): 121–39. https://doi.org/10.21460/aradha.202
https://doi.org/10.46494/psc.v16i2. 1.12.651.
109. Suseno, Franz Magnis. “Politik
Romadhon, Sukron, and Try Subakti. Identitas? Renungan Tentang
“Toleransi Dan Politik Identitas: Makna Kebangsaan.” Maarif 13,
Studi Tentang Perilaku Politik no. 2 (2018): 7–13.
Kebangsaan Di Indonesia.” As- https://doi.org/10.47651/mrf.v13i2.
Shahifah: Journal of Constitutional 18.
Law and Governance 2, no. 2 Widjaja, Paulus Sugeng, Djoko Prasetyo
(2022): 91–115. Adi Wibowo, and Imanuel
Rotua, Dewi Magdalena. “Toleransi Geovasky. “Politik Identitas Dan
Agama Dan Motif Misi Kristen.” Religiusitas Perdamaian Berbasis
Missio Ecclesiae 3, no. 2 (2014): Pancasila Di Ruang Publik.” GEMA
145–61. TEOLOGIKA: Jurnal Teologi
Rozi, Syafuan, Firman Noor, Irine Kontekstual Dan Filsafat Keilahian
Hiraswari Gayatri, Mochtar 6, no. 1 (2021): 95–102.
Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 381
Manna Rafflesia, 9/2 (April 2023) P-ISSN: 2356-4547
https://s.id/Man_Raf E-ISSN: 2721-0006
https://doi.org/10.21460/gema.2021
.61.658.
Zahrotunnimah, Zahrotunnimah. “Pola
Operasionalisasi Politik Identitas Di
Indonesia.” ’Adalah 2, no. 11
(2018): 1–13.
https://doi.org/10.15408/adalah.v2i
11.9438.
Zaluchu, Sonny Eli. “Strategi Penelitian
Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam
Penelitian Agama.” Evangelikal:
Jurnal Teologi Injili Dan
Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 1
(2020): 28–38.
https://doi.org/10.46445/ejti.v4i1.16
7.

Copyright (c) 2023 Manna Rafflesia | 382

You might also like