Professional Documents
Culture Documents
Vanny Elvahira - R
Vanny Elvahira - R
NPM : 211000090
Mata Kuliah : Kejahatan Bisnis/R
Dosen Pengampu : Maman Budiman, S.H., M.H
ANALISIS KASUS
• KASUS JIWASRAYA
1. Kronologi Kasus
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami tekanan likuiditas (tekanan dalam
kemampuan atau daya dari suatu Perusahaan untuk membayar kewajiban utang
dan jangka pendek) yang telah terjadi sejak awal 2000-an. Jiwasraya memiliki
ekuitas (hak pemilik terhadap asset Perusahaan setelah dilurangi liabilitas
(kewajiban) dalam neraca) perseroan tercatat negatif Rp23,93 triliun pada
September 2019 dan Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,98 triliun untuk
Kembali sehat.
Isu utama dari kaus Jiwasraya ini adalah adanya defisit yang disebabkan julah aset
perusahaan yang jauh lebih rendah dari kewajibannya. Pada tahun 2006 dan 2007,
Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan audit kepada
Jiwasraya untuk laporan keuangan pada tahun tersebut dengan pendapat
disclaimer, dan menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negative Rp3,29 triliun.
Setelah itu, di bawah kepemimpinan Asmawi Syam pada bulan Mei 2018, direksi
baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian
BUMN. Dengan indikasi kejanggalan hasil audot Kantor Akuntan Publik (KAP)
PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan
keuangan interim (laporan keuangan yang pada umumnya hanya dibuat pada
akhir tahun dari susunan secara bulanan, triwulan, atau periode lainnya untuk
diterbitkan) dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.
• KASUS ASABRI
1) Kronologi Kasus
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer
Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan
keuangan dan dana investasi oleh Asabri. Ia menyebutkan pada tahun 2012 hingga
2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi
Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan
investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan
Lukman Purnomosidi.
Mereka bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri
dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman
dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja
portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik. Setelah saham-saham tersebut menjadi
milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan
oleh Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi
Asabri.
Dengan transaksi itu, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan
likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan
menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri. Ini
karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah
harga perolehan saham- saham tersebut.
Pada saat itu, Budi Said memang diiming-imingi harga diskon emas Antam.
Sehingga harga yang ditawarkan Eksi Anggraeni ke Budi Said jauh lebih murah
dibandingkan harga resmi yang dirilis Antam. Kemudian disepakati pembelian
emas batangan sebanyak 7.071 kilogram antara saksi Budi Said dengan Eksi
Anggraeni. Namun belakangan, emas batangan yang diterima hanya sebanyak
5.935 kilogram. Sedangkan selisihnya 1.136 kilogram tidak pernah diterima Budi.
Padahal menurut pengakuan Budi Said, uang telah diserahkan ke PT Antam. Budi
Said menyebut, saat itu dirinya tertarik membeli emas Antam lantaran tergiur
dengan program potongan harga yang dijelaskan terdakwa.
Karena dirinya merasa telah ditipu oknum marketing Antam, Budi Said kemudian
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hakim PN kemudian
memenangkan gugatan yang dilayangkan Budi Said dan memerintahkan Antam
mengirimkan kekurangan emas. Antam kemudian mengajukan banding atas
putusan PN Surabaya tersebut. Antam menegaskan tidak pernah menerapkan
harga diskon dan hanya bertransaksi dengan harga yang dikeluarkan secara resmi
oleh perusahaan.
Antam menilai gugatan ini tidak masuk akal dan tidak berdasar. Sementara harga
diskon merupakan klaim Budi Said yang mengaku diiming-imingi pegawai
Antam. Antam melalui kuasa hukumnya mengatakan bahwa ada beberapa
kejanggalan dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang memenangkan
gugatan 1,1 ton emas Budi Said. Kuasa Hukum Antam, Harry Ponto dari Kantor
Advokat Kailimang & Ponto, menyayangkan PN Surabaya yang malah
menghukum Antam yang merupakan anak PT Inalum (Persero) yang merupakan
badan usaha milik negara (BUMN). Menurutnya, ada hal-hal janggal yang
ditemukan selama proses persidangan.