Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

TOPIK 11

11.1 Pinjaman Daerah


Slide 4
Pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang
yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Sementara itu, penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah dilakukan melalui
rekening kas umum daerah.
Slide 5
Pendapatan daerah dan/atau aset daerah (barang milik daerah) tidak boleh dijadikan jaminan
pinjaman daerah. Kegiatan yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang
melekat dalam kegiatan tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah.
Slide 6
Pejabat pemerintah yang diberi kewenangan melakukan penatausahaan atas pinjaman daerah dan
obligasi daerah adalah kepala SKPKD melakukan penatausahaan atas pinjaman daerah dan obligasi
daerah.
Slide 7
Pemda wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap akhir semester tahun anggaran berjalan. Posisi
kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman terdiri dari:
a. jumlah penerimaan pinjaman
b. pembayaran pinjaman (pokok dan bunga)
c. sisa pinjaman

Slide 8
Pemda wajib membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang telah jatuh tempo.
Apabila anggaran yang tersedia dalam APBD/perubahan APBD tidak mencukupi untuk pembayaran
bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah, kepala daerah dapat melakukan pelampauan
pembayaran mendahului perubahan atau setelah perubahan APBD. Pelampauan pembayaran
bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah sebelum perubahan APBD dilaporkan kepada
DPRD -dalam pembahasan awal perubahan APBD. Pelampauan pembayaran bunga dan pokok
utang dan/atau obligasi daerah setelah perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD dalam Laporan
Realisasi Anggaran.
Kepala SKPKD melaksanakan pembayaran bunga dan cicilan pokok utang dan/atau obligasi daerah
yang jatuh tempo. Pembayaran bunga pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening
belanja bunga. Pembayaran denda pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening belanja
bunga. Pembayaran pokok pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening cicilan pokok
utang yang jatuh tempo.
Slide 9
Pengelolaan obligasi daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Kepala Daerah
sekurang-kurangnya mengatur mengenai:
a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan
pengendalian resiko
b. perencanaan dan penetapan portofolio pinjaman daerah
c. penerbitan obligasi daerah
d. penjualan obligasi daerah melalui lelang dan/atau tanpa lelang
e. pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo
f. pelunasan
g. aktivitas lain dalam rangka pengembangan pasar perdana ke pasar sekunder obligasi daerah

Penyusunan Peraturan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu. PPK-SKPD melakukan
penatausahaan atas penerimaan piutang atau tagihan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD.
Piutang atau tagihan daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya pada saat jatuh tempo,
diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Piutang daerah jenis tertentu seperti
piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah merupakan prioritas untuk didahulukan
penyelesaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Piutang daerah yang terjadi
sebagai akibat hubungan keperdataan dapat diselesaikan dengan cara damai, kecuali piutang daerah
yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.
Slide 10
Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara mutlak atau bersyarat,
kecuali cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan. Penghapusan
piutang daerah ditetapkan oleh:
a. Kepala daerah untuk jumlah sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
b. Kepala daerah dengan persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah)
Kepala SKPKD melaksanakan penagihan dan menatausahakan piutang daerah. Untuk
melaksanakan penagihan piutang daerah, kepala SKPKD menyiapkan bukti dan administrasi
penagihan.

Kepala SKPKD setiap bulan melaporkan realisasi penerimaan piutang kepada Kepala Daerah. Bukti
pembayaran piutang SKPKD dari pihak ketiga harus dipisahkan dengan bukti penerimaan kas atas
pendapatan pada tahun anggaran berjalan.

11.2 Beberapa Kendala Utama dalam Pengelolaan APBD


Slide 12
APBD merupakan perwujudan aspirasi dan keinginan masyarakat mengenai pembangunan di
daerah. Hal ini mengandung makna bahwa semua tahapan yang dimulai dari perencanaan dan
persiapan, ratifikasi, implementasi dan pelaporan serta evaluasi APBD, sebaiknya bersifat terbuka
bagi masyarakat umum. Dengan demikian, tuntutan dan kebutuhan publik menjadi bagian yang
terintegrasi dalam APBD.
Hal tersebut belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Bahkan, APBD belum dapat dikelola secara
efektif dan efisien, serta berorientasi pada pemenuhan kebutuhan publik dasar. Beberapa masalah
utama utama yang menyebabkan hal tersebut adalah:
1. Rendahnya tingkat partisipasi publik. Pemda belum menemukan suatu metode yang dapat
menjaring partisipasi publik secara efektif. Di sisi lain, sebagian masyarakat masih
mempunyai anggapan bahwa APBD adalah persoalan elit yang tidak perlu diketahui
masyarakat.
2. Kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang. Pemerintah daerah mempunyai
kewajiban untuk turut serta memberikan rangsangan (stimulus) dalam perekonomian apabila
kondisi ekonomi sedang mengalami kelesuan. Hal ini dapat dilakukan apabila APBD dikelola
secara benar. Akan tetapi, pemerintah daerah tampaknya kurang memahami hal tersebut.
Terdapat banyak kasus dimana kebijakan pemerintah daerah tidak mempunyai tujuan
menggerakkan perekonomian daerah.

3. Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Menurut Ketua BPK Anwar Nasution, dari Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2005, terdapat 44 daerah dimana terdapat pendapatan,
bagi hasil, dan dana bantuan pusat yang dikelola pemimpin daerah atau instansi di luar sistem
APBD. Jumlahnya cukup besar, Rp3,03 triliun (Jawa Pos, 30 November 2006).
Temuan lainnya, terdapat pengendapan dana daerah senilai Rp214,75 miliar pada 60 Pemda.
Pada 77 Pemerintah Daerah juga terjadi pemborosan keuangan daerah Rp170,68 miliar. dan
perusahaan daerah senilai Rp1,17 triliun yang belum jelas status hukumnya serta tidak sesuai
dengan perda. Penguasaan aset daerah dan penyertaan modal pemerintah desa pada 23
Pemda senilai Rp2,83 triliun juga dinyatakan tidak dapat ditelusuri.

11.3 Dana Kas Kecil (Petty Cash)


Slide 15
Dalam sistem pembayaran untuk pengeluaran belanja dikenal adanya dua sistem
pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung kepada pihak ketiga
(SPMU LS atau BT) dan pembayaran melalui uang muka kerja atau dana kas kecil
(SPMU BS, SPM PK atau SPM UP) yang diberikan kepada bendahara pengeluaran /
pemegang kas.
Apabila pembayaran dilakukan dengan SPM LS kepada pihak ketiga untuk barang
dan/atau jasa telah diterima, dan Pemda mengakui pengeluaran belanja tersebut sebagai
belanja, maka pengakuan belanja ini sudah benar. Akan tetapi jika pembayaran dilakukan
melalui bendahara pengelujaran atau pemegang kas (SPM BS, SPM PK atau SPM UP),
maka uang yang diberikan kepada bendahara pengeluaran / pemegang kas belum dapat
diakui sebagai belanja. Jumlah tersebut merupakan uang muka kerja atau dana kas kecil
di satuan kerja perangkat daerah. Jumlah tersebut baru diakui sebagai belanja setelah
dipertanggung jawabkan ke satuan kerja pengelola keuangan daerah. Dengan demikian
apabila Pemda mengakui belanja berdasarkan SPMU BS, SPM PK atau SPM UP perlu
melakukan penyesuaian dengan mengeliminasi belanja tersebut dari Laporan Realisaasi
Anggaran dan Laporan Arus Kas.
Slide 16
Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur dalam PP No. 58/2005 adalah memberikan
peran dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat pelaksana anggaran,
sistem pengawasan pengeluaran dan sistem pembayaran, manajemen kas dan
perencanaan keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi,
pengelolaan barang milik daerah, larangan penyitaan uang dan barang milik daerah
dan/atau yang dikuasai negara/daerah, penatausahaan dan pertanggung jawaban APBD
serta akuntansi dan pelaporan.

Sehubungan dengan hal tersebut, juga diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah
sebagai instansi pengguna anggaran dan pelaksana program. Sementara itu Peraturan
Pemerintah ini juga menetapkan posisi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai
Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian fungsi perbendaharaan akan dipusatkan di
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah. Namun demikian untuk menyelesaikan
proses pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat harus dibentuk kas kecil unit
pengguna anggaran. Pemegang kas kecil (bendahara) harus bertanggung jawab
mengelola dana yang jumlahnya lebih dibatasi.

11.4 Pengalaman Daerah dalam Penatausahaan Anggaran


Beberapa pengalaman penatausahaan anggaran di daerah menunjukkan bahwa perlu
adanya evaluasi untuk menghindari kesulitan penganggaran dan memudahkan
penyusunan anggaran di kemudian hari. Beberapa pengalaman tersebut, antara lain:
1. Terdapat kesalahan Petunjuk Penatausahaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang disajikan dalam Surat Keputusan Kepala Daerah karena
menganggarkan biaya bantuan penyelenggaraan kegiatan pada belanja barang dan
jasa.
2. Masih diperlukan evaluasi berkaitan dengan pemahaman tentang fungsi
penatausahaan dalam APBD
3. Masih adanya alokasi anggaran untuk tunjangan transportasi rapat pada APBD
Tahun 2006 di daerah merupakan kesalahan posting.

Pertanyaan dan Jawaban:


1. Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara
mutlak atau bersyarat, kecuali cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam
peraturan perundang-undangan. Bentuk penyelesaian secara mutlak atau
bersyaratnya itu bagaimana? (Shelena)
Jawab:
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Daerah, Penghapusan Secara Bersyarat dilakukan
dengan menghapus Piutang Daerah dari pembukuan Pemerintah Daerah tanpa
menghapuskan hak tagih Daerah, sedangkan Penghapusan Secara Mutlak
dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Daerah.
2. Bagaimana cara mengatasi permasalahan Rendahnya tingkat partisipasi publik
dalam hal pengelolaan APBD? (Sopia)
Jawab:
Alasan rendahnya tingkat partisipasi publik dalam pengelolaan APBD itu karena
masih sedikitnya akses dan kesempatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk
mempersoalkan kinerja pemerintah daerah.
Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
keuangan daerah, maka ruang komunikasi publik perlu disediakan. Melalui media
ini pemerintah daerah diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi
pula dengan kesempatan pemerintah daerah menggunakan hak jawab berupa
bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat. Sebaliknya
masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik tentang
pengelolaan keuangan daerah yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.

3. Adakah persyaratan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan Pinjaman Daerah?


Jawab:
Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah
sebagai berikut:

a. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum
APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah
seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana
Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi
untuk membiayai pengeluaran tertentu.
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio
kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service
Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung
dengan rumus sebagai berikut:DSCR
= (PAD + (DBH – DBHDR) + DAU) – BW ≥
2,5Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
c. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
bersumber dari Pemerintah.
d. Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan dari DPRD.
4. Pinjaman Daerah bersumber darimana?
Jawab:
Pinjaman Daerah bersumber dari:
• Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah,
penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar
Negeri;
• Pemerintah Daerah lain;
• Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai
tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
• Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan
hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
• Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran
umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.
5. Bagaimana peranan penatausahaan keuangan daerah dalam penyusunan keuangan
daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan APBD?
Jawab:
Jadi peranan penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas
pelaksanaan APBD adalah untuk melihat perkembangan volume kegiatan baik
beban Anggaran Rutin maupun Anggaran Pembangunan dari tahun ke tahun
dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Efektivitas pelaksanaan APBD
memiliki peranan yang tinggi. ntuk mencapai efektivitas pelaksanaan APBD
diperlukan suatu pengelolaan yang memadai meliputi perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain.
6. Bagaimana prosedur pinjaman daerah baik dari segi jangka pendek, menengah,
dan juga jangka Panjang?
Jawab:
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
Prosedur Pinjaman Jangka Pendek:
(1) Pemerintah Daerah mengajukan usulan pinjaman kepada calon pemberi
pinjaman.
(2) Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian atas usulan pinjaman daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pinjaman daerah jangka pendek dilakukan dengan perjanjian pinjaman yang
ditandatangani oleh Kepala Daerah/pejabat yang diberi kuasa dan pemberi
pinjaman, dengan memperhatikan persyaratan yang paling menguntungkan
Pemerintah Daerah penerima pinjaman.
Prosedur Pinjaman Jangka Menengah atau Jangka Panjang:
(1) Pemerintah Daerah wajib melaporkan rencana pinjaman yang bersumber
selain dari Pemerintah kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan
pertimbangan, dengan menyampaikan sekurang-kurangnya dokumen sebagai
berikut:
a. kerangka acuan Proyek;
b. APBD tahun bersangkutan;
c. perhitungan tentang kemampuan Daerah dalam memenuhi kewajiban
pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR);
d. rencana keuangan (financing plan) pinjaman yang akan diusulkan;
e. surat persetujuan DPRD.
(2) Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam rangka pemantauan defisit APBD dan batas kumulatif
pinjaman Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal Menteri Dalam Negeri telah memberikan pertimbangan,
Pemerintah Daerah mengajukan usulan Pinjaman Daerah kepada calon
pemberi pinjaman sesuai dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri
tersebut.
(4) Pemerintah daerah mengajukan usulan pinjaman daerah kepada calon pemberi
pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Calon pemberi Pinjaman Daerah melakukan penilaian atas usulan Pinjaman
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Pinjaman Daerah yang bersumber selain dari Pemerintah dituangkan dalam
perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pemberi
pinjaman.
(7) Perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib dilaporkan
kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
7. Dijelaskan bahwa terdapat kesalahan Petunjuk Penatausahaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang disajikan dalam Surat Keputusan Kepala
Daerah. Adakah solusi terkait permasalahan tersebut?
Jawab:
Cara mengatasi hal tersebut, BPK RI menyarankan untuk meninjau kembali SK tentang
Petunjuk Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar pada tahun
anggaran berikutnya tidak menganggarkan laagi biaya bantuan penyelenggaraan kegiatan
pada belanja barang dan jasa. Selain itu merintahkan seluruh Kepala Satuan Kerja untuk
melengkapi setiap pengelujaran dengan bukti yang lengkap dan sah.
8. Berapakah batas daerah boleh melakukan pinjaman?
Jawab:
• Batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak
melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun yang
bersangkutan.
• Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah
secara keseluruhan paling lambat bulan Agustus untuk tahun anggaran
berikutnya dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan
perekonomian nasional.
• Menteri Keuangan menetapkan pedoman pelaksanaan dan mekanisme
pemantauan serta pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah.
9. Apakah daerah dapat melakukan pinjaman dari luar negeri?
Jawab:
Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar
negeri.
10. Berikan contoh mengapa terdapat kendala bahwa APBD itu kurang berorientasi
pada tujuan jangka Panjang?
Jawab:
Misalnya dalam menentukan anggaran pembangunan, banyak proyek pemerintah daerah yang
tidak memiliki dampak berantai (multiplier effect) bagi perekonomian. Di daerah miskin,
pembangunan (fisik dan nonfisik) tidak berjalan dengan baik karena APBD defisit sehingga
hanya cukup untuk membiayai anggaran rutin. Sebaliknya, di daerah kaya yang memiliki
APBD surplus, juga menghadapi kesulitan menentukan prioritas pembangunan. Pengelolaan
APBD yang tidak efisien dapat dilihat dari dua sisi. Defisit APBD berdampak negatif bagi
perekonomian daerah karena pemerintah daerah tidak mampu memberikan stimulus bagi
perekonomian. Di sisi lain, daerah yang mempunyai APBD surplus ternyata juga tidak mampu
memberikan stimulus bagi perekonomian dengan APBD karena anggaran pembangunan tidak
dikelola dengan efisien.

You might also like