1 SM

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Acc untuk publikasi

Retno Sunu Astuti/26/12/2022

MODAL SOSIAL DALAM KESIAPSIAGAAN BENCANA ERUPSI


GUNUNG MERAPI DI KALURAHAN ARGOMULYO KECAMATAN
CANGKRINGAN
Nanda Kusumaningsih, Retno Sunu Astuti, Amni Zarkasyi Rahman

Departemen Administrassi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitass Diponegoro

Jl. Dr Antonius Suroyo, Kampus Universitass Diponegoro Tembalang Semarang


Telepon (024)74605407 Faksimile (024)74605407
Laman : http://www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.acc.id

ABSTRACT
One of the efforts to reduce the risk of the dangers of Mount Merapi is to make policies related
to relocation. Relocation must be carried out for people who are included in the Disaster Prone
Area (KRB) III of Mount Merapi. However, there are still three hamlets in KRB III Merapi that
do not want to be relocated, namely Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul and Srunen hamlets in
Glagaharjo village Cangkringan district. The community's refusal to relocate will have a
negative impact because Mount Merapi has a high potential for danger. Disaster preparedness
management is needed by paying attention to social capital in the community. So that it can
strengthen internal factors in society in facing the dangers of Merapi. This study used a
qualitative method using purposive sampling in determining the subject. The techniques used
for data collection are interviews, observation, and documentation on primary and secondary
data. Then analyzed with an interactive model, namely data reduction, data presentation and
conclusions. The results of the study found that there is social capital in the form of trust, norms
and social networks. These three things make the people on the slopes of Mount Merapi more
resilient and ready to face the disaster of the eruption of Mount Merapi that will occur. While
habitual factors, individual roles, education and socio-economic class are the driving factors.
It is recommended to expand the network, especially to private parties and agencies related to
livestock rescue and care.

Keywords: Social capital, Disaster preparedness, Disaster prone areas


ABSTRAK
Salah satu upaya mengurangi risiko bahaya gunung Merapi adalah dengan membuat kebijakan
terkait relokasi. Relokasi wajib dilakukan pada masyarakarat yang termasuk dalam Kawasan
Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Namun tiga dusun dalam KRB III Merapi masih
tidak mau direlokasi yaitu dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen di Kalurahan
Glagaharjo Kapanewon Cangkringan. Penolakan relokasi ini akan berdampak buruk karena
Gunung Merapi memiliki potensi bahaya yang tinggi. Dibutuhkan manajemen bencana
kesiapsiagaan dengan memperhatikan modal sosial pada masyarakat. Sehingga dapat
memperkuat faktor internal dalam masyarakat dalam menghadapi bahaya Merapi. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan purposive sampling dalam
menentukan subjek. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah wawancara,
observasi, dan dokumentasi pada data primer dan sekunder. Lalu dianalisis dengan model
interaktif yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasil penelitian menemukan
bahwa adanya modal sosial berupa kepercayaan (trust), norma dan jaringan sosial. Ketiga hal
tersebut yang membuat masyarakat lereng gunung merapi menjadi lebih tangguh dan siap
dalam menghadapi bencana erupsi gunung merapi yang akan terjadi. Sementara faktor
kebiasaan, peran individu, Pendidikan serta kelas social ekonomi menjadi faktor pendorong.
Disarankan untuk perluasan jaringan terutama ke pihak swasta serta dinas yang terkait dengan
penyelamatan, perawatan hewan ternak serta terkait penyedian kebutuhan masyarakat terkait
kegiatan kesiapsiagaan bencana erupsi gunung Merapi.

Kata Kunci : Modal Sosial, Kesiapsiagaan Bencana, Kawasan Rawan Bencana

A. PENDAHULUAN tengah yaitu Gunung Merapi. Erupsi yang


terjadi di Gunung Merapi dan termasuk
Kondisi kerentanan bencana di Indonesia
paling besar terakhir terjadi pada Oktober
dipengaruhi oleh faktor geografis Indonesia
dan November tahun 2010. Erupsi ini
yang berada diantara jejeran Lempeng
menimbulkan dampak yang sangat besar
Pasifik, lempeng Indo-Australia, dan
pada penduduk sekitar merapi yaitu
Pasifik yang merupakan lempengan
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang
teraktif. Serta dijejeri dengan 400 gunung
dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman
berapi dengan 129 gunung berapi aktif yang
merupakan daerah yang paling banyak
dikenal dengan ring of fire. Maka upaya
mengalami kerugian serta korban jiwa.
manajemen bencana atau disaster
Jumlah korban erupsi di Kabupaten Sleman
management yang terintegrasi, sistematis
adalah 346 meninggal dunia, 5 hilang dan
dan menyeluruh menjadi sangat diperlukan.
121 luka berat. Serta 356.816 warga
Salah satu upaya penanggulangan bencana
mengungsi (Sumber: Laporan Tanggap
yaitu dibuatnya UU No. 24 2007 tentang
Darurat Erupsi 2010 di Kabupaten Sleman).
Penanggulangan Bencana.
Total kerugian dan kerusakan sebesar Rp.
Salah satu gunung api teraktif
5.405 trilyun terbagi dari nilai kerusakan
terletak diantara Provinsi DIY dengan Jawa
Rp 894.357 milyar dan jumlah kerugian Rp masyarakat. Modal sosial adalah
4.511 trilyun. kemampuan kelompok social atau
masyarakat yang saling memperkuat satu
Melihat dampak yang terjadi karena
sama lain yang dilakukan secara efektif
bencana Gunung Merapi, serta tidak
dalam mewujudkan tujuannya. Dengan
menentunya siklus erupsi Gunung Merapi
keragaman budaya yang dimiliki Indonesia
maka pemerintah pada membuat kebijakan
sangat mempengaruhi cara masing-masing
penanggulangan bencana yang bertujuan
daerah dalam mengurangi risiko bencana.
untuk mencegah dan mengurangi tingkat
Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis
risiko bahaya erupsi Gunung Merapi. Salah
apa saja modal sosial yang dimiliki
satu kebijakan yang ditetapkan yaitu
masyarakat sekitar gunung Merapi di KRB
Perbup No. 20/2011 tanggal 5 Mei 2011.
III kalurahan Glagaharjo Cangkringan serta
Kebijakan ini memuat peraturan tentang
faktor pendorong dan penghambat modal
relokasi wilayah pada Kawasan Rawan
sosial dalam kesiapsiagaan bencana erupsi
Bencana III Gunung Merapi. KRB III
gunung Merapi.
adalah daerah yang terletak paling dekat
dengan asal bahaya sehingga tidak B. PERUMUSAN MASALAH
diperbolehkan sebagai hunian tetap karena Dari latar belakang yang dipaparkan maka
risiko yang tinggi. permasalahan yang akan dikaji adalah :
Ada Sembilan dusun di Kapanewon 1. Bagaimana komponen modal sosial
Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi yang dimiliki masyarakat lereng
DIY yang diwajibkan untuk pindah. Namun
gunung Merapi dalam kesiapsiagaan
dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul bencana erupsi gunung Merapi di
dan Srunen tidak mau direlokasi. (Rustiono Kalurahan Glagaharjo Kapanewon
et al., 2017). Sedangkan sekarang terdapat Cangkringan?
1.317 jiwa yang tinggal diketiga dusun
2. Apa faktor pendorong dan penghambat
tersebut. Relokasi ini ternyata dipandang
modal sosial dalam kesiapsiagaan
sebagai suatu upaya memecah modal sosial
bencana erupsi Gunung Merapi di
yang selama ini telah terbangun secara
Kalurahan Glagaharjo Kapanewon
mendalam pada suatu kelompok
Cangkringan?
masyarakat yang tingal di Kawasan rawan
bencana. C. TUJUAN PENELITIAN

Dibutuhkan manajemen bencana 1. Menganalisis komponen modal


dengan memperhatikan modal sosial pada sosial yang dimiliki masyarakat
dalam tahap kesiapsiagaan bencana Dari definisi dari para ahli, dapat
erupsi gunung Merapi di Kalurahan disimpulkan bahwa administrasi publik
Glagaharjo Kapanewon adalah serangkaian kerja sama yang
Cangkringan. dilakukan oleh sekelompok orang atau
lembaga dengan mengorganisasikan dan
2. Mengidentifikasi faktor pendorong
mengkordinasikan sumber daya yang
dan penghambat modal sosial dalam
tersedia dalam memenuhi kebutuhan politik
kesiapsiagaan bencana erupsi
secara efektif dan efisien.
Gunung Merapi di Kalurahan
Glagaharjo Kapanewon  Manajemen Publik
Cangkringan.
John D. Millet (1954) dalam Syafiie
D. KERANGKA TEORI (2006: 49) yang mendefinisikan
manejemen sebagai proses kepemimpinan
 Administrasi Publik
dan pemberian arah terhadap pekerjaan
Definisi administrasi publik dalam
yang terorganisasi dalam kelompok formal
Amin Ibrahim (2009: 17) merupakan
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
upaya penyelenggaraan pemerintahan
Sedangkan George Terry dalam Syafiie
yang meliputi kegiatan manajemen
(2006:49) mengungkapkan bahwa
pemerintahan (perencanaan,
manajemen adalah suatu proses khusus
pengorganisasian, pelaksanaan,
yang terdiri dari perencanaan,
pengawasan pembangunan) dengan
pengorganisasian, pelaksanaan, dan
mekanisme kerja dan dukungan sumber
pengawasan yang dilakukan untuk
daya manusia serta dukungan administrasi
menentukan serta mencapai sasaran yang
atau tata laksananya. Sedangkan menurut
telah ditentukan melalui pemanfaatan
Definisi yang diungkapkan Felix A. Nigro
sumber daya manusia dan lainya.
dan Llyod G. Nigro menekankan adanya
Manajemen publik merupakan
kerjasama antar 3 cabang pemerintahan
bagian yang sangat penting dari
(eksekutif, legislative, yudikatif) dengan
administrasi publik, karena administrasi
pihak swasta dalam menyajikan pelayanan
publik tidak membatasi dirinya hanya pada
kepada masyarakat. Karena pada dasarnya
pelaksanaan manajemen pemerintahan saja
pemerintah tidak dapat berkerja dengan
tetapi juga mencakup aspek politik, sosial,
sendiri sehingga membutuhkan pihak-
cultural dan hukum yang berpengaruh pada
pihak lain dalam memenuhi kebutuhan
lembaga-lembaga publik. Salah satu
masyarakat.
permasalahan yang dihadapi negara
Indonesia yaitu bencana. Karena indonesia manusia yang ditopang oleh jaringan,
merupakan negara yang rawan bencana. norma-norma dan kepercayaan sosial yang
Maka dari itu salah satu kegiatan memungkinkan efektif dan efisiennya
manajemen publik oleh pemerintah adalah koordinasi dan kerjasama untuk
manajemen bencana sebagai upaya keuntungan dan kebijakan bersama.
penanggulangan bencana yang terjadi di Menurut Woolcock (2001) dalam
Indonesia.
Suyanto Prasetyo (2010:14) modal sosial
 Manajemen Bencana dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

Dalam Undang – undang Nomor 24 1. Social Bonding (Nilai, Kultur, Persepsi


Tahun 2007 tentang Penanggulangan dan Tradisi atau adat-istiadat) Social
Bencana, mendefinisikan bahwa bonding adalah tipe modal sosial dengan
penyelenggaraan penaggulangan bencana karakteristik adanya ikatan yang kuat
adalah serangkaian upaya yang meliputi (adanya perekat sosial) dalam suatu
penetapan kebijakan pembangunan yang sistem kemasyarakatan.
berisiko timbulnya bencana, kegiatan 2. Social Bridging (bisa berupa Institusi
pencegahan bencana, tanggap darurat, maupun mekanisme) Social Bridging
rehabilitasi dan rekontruksi. (jembatan sosial) merupakan suatu
Menurut Nurjanah dkk (2013 : 42) ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi
mengartikan bahwa Manajemen bencana atas berbagai macam karakteristik
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kelompoknya.
bencana serta segala aspek yang berkaitan 3. Social Linking (hubungan/jaringan
dengan bencana, terutama risiko bencana sosial) Merupakan hubungan sosial yang
dan bagaimana menghindari resiko dikarakteristikkan dengan adanya
bencana.Cara kerja manajemen bencana ini hubungan di antara beberapa level dari
melalui kegiatan – kegiatan yang ada pada kekuatan sosial maupun status sosial
tiap siklus yaitu pencegahan, mitigasi, dan yang ada dalam masyarakat.
kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta
Robert D. Putnam dalam Supratiwi,
pemulihan.
2013 mengartikan bahwa modal social
 Modal Sosial sebagai gambaran organisasi social, seperti
Cox dalam Pontoh (2010) jaringan, norma dan kepercayaan social
mengungkapkan bahwa modal sosial yang memfalitasi koordinasi dan kerja sama
adalah serangkaian proses hubungan antar yang saling menguntungkan. Komponen
modal sosial tersebut dapat dijelaskan 1. Kebiasaan
sebagai berikut: Kebiasaan adalah sesuatu yang
1. Kepercayaan (trust) telah dilakukan untuk sejak lama
dan menjadi bagian dari kehidupan
Fukuyama (1996) dalam Harini (2017)
suatu kelompok masyarakat,
kepercayaan adalah harapan yang
biasanya dari suatu negara,
tumbuh di dalam sebuah masyarakat
kebudayaan, waktu atau agama
yang ditunjukkan oleh adanya perilaku
yang sama.
jujur, teratur, dan kerjasama
berdasarkan norma-norma yang dianut 2. Kedudukan dan peranan individu
Bersama Peranan adalah sesuatu yang
2. Norma (norms) diperbuat, sesuatu tugas, sesuatu hal
yang pengaruhnya pada suatu
Norma adalah sekumpulan aturan yang
peristiwa sesuai dengan kedudukan
diharapkan dapat dipatuhi dan diikuti
oleh anggota masyarakat pada suatu sosial tertentu.

entitas sosial tertentu. Norma-norma ini 3. Pendidikan


biasanya mengandung sangsi sosial
Pendidikan adalah pembelajaran
yang dapat mencegah individu berbuat
pengetahuan, keterampilan, dan
sesuatu yang menyimpang. Aturan-
kebiasaan sekelompok orang yang
aturan tersebut biasanya tidak tertulis
diturunkan dari satu generasi ke
tapi dipahami oleh setiap anggota
generasi berikutnya melalui
masyarakatnya
pengajaran, pelatihan atau
3. Jaringan penelitian.

Salah satu kunci keberhasilan 4. Kelas sosial dan kesenjangan


membangun modal sosial terletak pula ekonomi
pada kemampuan sekelompok orang
Kelas sosial yaitu merujuk kepada
dalam suatu asosiasi atau perkumpulan
perbedaan hierarkis (atau
dalam melibatkan diri dalam suatu
stratifikasi) antara insan atau
jaringan hubungan sosial.
kelompok manusia dalam
Helpem et al (dalam Budi, 2018) masyarakat atau budaya.
menjabarkan faktor determinan yang
E. METODELOGI PENELITIAN
mendorong pembentukan modal social
sebagai berikut :
Penelitian ini menggunakan metode antar warga. Kepercayaan adalah suatu
kualitatif deskriptif di mana subyek bentuk keinginan untuk mengambil resiko
penelitian ini adalah tokoh masyarakat dalam hubungan-hubungan sosialnya yang
Kalurahan Glagaharjo Kapanewon didasari oleh perasaan yakin bahwa orang
Cangkringan, Kepala Dusun Kalitengah lain akan melakukan sesuatu seperti yang
Lor, Kepala Dusun Kalitengah Kidul dan diharapkan dan akan bertindak saling
juga Kepala Dusun Srunen. Peneliti mendukung. Kepercayaan merupakan suatu
menggunakana purposive sampling dalam hal yang penting dalam sebuah hubungan.
memilih subjek pada penelitian ini, Antar warga Glagaharjo terbentuk
Menggunakan data Primer berupa kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang
wawancara, serta data sekunder yang kuat antar warga ini terwujud dengan
didapatkan dari jurnal, buku, dokumen serta adanya musyawarah di dusun maupun
arsip yang ada. Penelitian ini dilakukan di Kalurahan saat memutuskan maupun
Kalurahan Glagaharjo Kapanewon menyelesaikan suatu hal.
Cangkringan.
Di dalam Masyarakat glagaharjo
F. HASIL DAN PEMBAHASAN terbentuk kepercayaan yang sangat kuat.
Yaitu kepercayaan antara para aktor yang
 Modal Sosial Dalam Kesiapsiagaan
terlibat dalam upaya Kesiapsiagaan di
Bencana Erupsi Gunung Merapi di
Kalurahan Glagaharjo, khususnya
Kalurahan Glagaharjo Kapanewon
kepercayaan warga dengan Komunitas
Cangkringan
Siaga Merapi dan BPBD. Hal ini dilihat
Analisis Modal Sosial dalam
dari masyarakat yang sangat berperan aktif
Kesiapsiagaan Bencana Erupsi Gunung
dalam kegiatan yang dilakukan dalam
Merapi di Kalurahan Glagaharjo
kegiatan kesiapsiagaan bencana erupsi
Kapanewon Cangkringan dilihat dari tiga
gunung Merapi. Kepercayaan antar warga
komponen modal sosial yang terdiri dari
didorong dengan ikatan yang kuat antar
kepercayaan (trust), norma (norms), dan
warga karena sama-sama berada di tanah
jaringan (networks).
kelahiran nenek moyang. Kejadian erupsi
1. Kepercayaan (trust) 2010 pun adalah sebagai pemacu

Dengan adanya ikatan yang kuat masyarakat Glagahrjo dalam menyadari

antara warga terbentuklah unsur unsur pentingnya upaya kesiapsiagaan dalam

modal social di warga Kalurahan kehidupan sehari-hari. Kesimpulannya

Glagaharjo yaitu kepercayaan yang kuat adalah adanya kepercayaan yang kuat yang
terbentuk dalam masyarakat Glagaharjo. sebuah networks. Namun networks yang
Kepercayaan ini anatara warga dengan dimiliki Kalurahan Glagaharjo tidak luas.
warga, serta kepercayaan antara warga Hanya terdapat beberapa aktor dalam
dengan Komunitas Siaga Merapi. lingkup networks Kalurahan Glagaharjo ini
, yaitu Komunitas Siaga Merapi, BPBD,
2. Norma
BPTKG dan BMKG. Namun Networks
Di dalam Masyarakat Glagaharjo
yang terjalin kuat hanya dengan Komunitas
tidak ada norma yang mengikat hanya saja
Siaga Merapi dan BPBD.
ada beberapa kebijakan yang dibuat dalam
Aktor tersebut yaitu ada Komunitas
upaya kesiapsiagaan kebencanaan. Aturan
Siaga Merapi yang berperan untuk mendata
ini tertulis pada dokumen Rencana
harta benda, ternak, pemetaan sumberdaya
Kontinjensi Benca Erupsi Marapi yang
yang dapat dipergunakan, pendataan alat
menyantumkan aturan-aturan. Aturan-
transportasi warga dan melakukan aktifitas
aturan tersebut terbagi menjadi empat
gunung merapi. sedangkan kelompok
kebijakan yaitu terkait Penyelamatan Aset
pemuda atau karangtaruna di sini berfungsi
Warga, Mobilitas Sumber Daya,
sebagai coordinator saat evakuasi. Dan
Penyelamatan Warga, dan Keamanan
untuk kelompok ternak berfungsi sebagai
Lingkungan. Tingkat kepatuhan
coordinator dalam evakuasi hewan ternak.
masyarakat pun sudah sangat tinggi.
stake holder lain yang terlibat yaitu pihak
Dalam hal kepatuhan masyarakat
BPBD, BPTKG, BMKG, pemerintah
pada peraturan yang ada, masyarakat
kabupaten, kecamatan, Desa, komunitas
Glagaharjo sudah termasuk patuh terhadap
dan relawan siaga bencana dalam kegiatan
peraturan. Hal ini dikarenakan tingkat
kesiapsiagaan. Untuk pihak BPBD dan
kesadaran yang tinggi terhadap
pemerintah ini secara rutin memberikan
keselamatan jiwa dalam menghadapi
penyuluhan, pelatihan serta pendampingan.
ancaman bahaya Merapi.
Selain itu pihak BPBD dan pemerintah
3. Jejaring memberikan bantuan perlengkapan dan alat

Kelurahan Glagaharjo sebagai yang menunjang kegiatan kesiapsiagaan

Kalurahan yang terdapat di KRB III seperti alat peringatan diri, rambu-rambu

Gunung Merapi sebagai Kalurahan Siaga titik kumpul serta tas siaga. Sedangkan

Bencana tidak terlepas dari suatu entinitas untuk BPTKG dan BMKG berperan dalam

jejaring . Kelurahan Siaga Bencana ini pemberian informasi terkait aktitivas


berada dalam suatu society dimana terdapat gunung merapi. Namun untuk jaringan
dirasa masih kurang karena belum ada berpijak dengan segala rezeki berupa
kerjasama dengan pihak swasta. hasil bumi untuk keberlangsungan hidup
manusia. Selain orang dewasa, remaja dan
 Faktor Pendorong Dan Penghambat
anak anak pun terlibat dalam acara ini.
Modal Sosial Dalam Kesiapsiagaan
Selain itu ada juga pengajian dan ibu – ibu
Bencana Erupsi Gunung Merapi Di
maupun bapak – bapak.
Kalurahan Glagaharjo Kapanewon
Cangkringan Sedangkan dalam kaitannya dengan
Kesiapsiagaan bencana erupsi masyarakat
Modal Sosial dalam Kesiapsiagaan
mempunyai kebiasaan gotong royong
Bencana Gunung Merapi di Kalurahan
untuk merawat benda benda yang terkait
Glagaharjo tentunya dipengaruhi oleh
dengan mitigasi seperti papan petunjuk
banyak faktor. Dalam penelitian ini penulis
evakuasi, tempat ronda serta alat Early
akan melakukan analisis faktor pendorong
Warning System. Selain itu juga ada
dan penghambat pelaksanaan modal sosial
kebiasaan di masyrakat yaitu simulasi
dalam Kesiapsiagaan Bencana Gunung
terkait mitigasi bencana. Kebiasan ini
Merapi di Kalurahan Glagaharjo. Adapun
bertujuan agar kemampuan masyarakat
keempat faktor yang dianalisis antara lain
dalam kesiapsiagaan bencana selalu
Kebiasaan; Kedudukan dan Peranan
terbaharui.
Individu; Pendidikan; serta Kelas Sosial
dan Kesenjangan Ekonomi; yang diuraikan 2. Faktor Kedudukan dan Peran
sebagai berikut : Individu

1. Faktor Kebiasaan Aktor yang berperan dalam upaya


kesiapsiagaan di Kalurahan Argomulyo
Unsur-unsur normatif pada
yaitu di tingkat Dusun adalah Kepala
kebudayaan terangkum ke dalam
Dusun. Karena kepala dusun ini memegang
kebiasaan masyarakat dalam melakukan
komando di dusun. Semua kegiatan
kenduri dan Mreti Desa.
kesiapsiagaan sesuai komando dari Pak
Kenduri merupakan bentuk upacara adat
dukuh. Sedangkan Pak dukuh meneruskan
dengan cara berkumpul bersama untuk
Komando dari Pak Lurah. Dalam perannya
mengutarakan doa pada sang pencipta.
sebagai komando tingkat dusun, para
Sedangkan Sedekah bumi adalah
kepala dusun di Kalurahan Glagaharjo
tradisi yang digelar sebagai bentuk rasa
kususunya Dusun Kalitengah Lor,
syukur kepada Sang Maha Kuasa karena
Kalitengah Kidul serta Serunen sudah
telah memberikan bumi tempat kita
melaksanakan dengan baik dan sesuai
dengan kewajibannya serta apa yang ditempuh maka semakin tinggi pula
ditugaskan oleh Pak Lurah. Sehingga kesadaran terhadap lingkungannya.
seluruh warga taat dengan apa yang Kondisi eksisting kualitas pendidikan di
dikomunikasikan. Dengan terwujudnya Kalurahan Glagaharjo menunjukkan bahwa
peran dari kepala dukuh ini maka dapat mayoritas masyarakat sudah menempuh
mendorong upaya kesiapsiagaan di bencana Pendidikan Menengah Atas. Hal tersebut
erupsi gunung Merapi di Kalurahan menyebabkan kesadaran masyarakat
Glagaharjo Kapanewon Cangkringan. Glagaharjo atas Kesiapsiagaan bencana
sudah tinggi. Masyarakat Glagaharjo sudah
Selain kepala dusun, kepala
terlibat secara aktif dalam kesiapsiagaan
Kalurahan pun juga sudah melaksanakan
untuk mengatasi erusi Merapi.
perannya dengan baik. Antara lain dalam
bentuk koordinasi jika ada perkembangan 4. Faktor Kelas Sosial dan Kesenjangan
status Merapi informasi dari pihak terkait Sosial
disampaikan ke Pak lurah lalu disalurkan ke Tingkat pendidikan di Glagaharjo
ketua Komunitas Siaga Merapi dan juga yang mayoritas masih berada pada jenjang
kepala dusun. Kepala Kalurahan sekolah menengah atas menciptakan kelas
Glagaharjo juga sebagai pemantau dan sosial setara. Sedangkan masyarakat yang
mengawasi tahapan mitigasi bencana yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
ada di Kalurahan Glagaharjo. tidak menutup diri dan tetap bersosialisasi
Badan Penanggulangan Bencana dengan masyarakat lain. Sebagian besar
Daerah Sleman pun juga mempunyai peran masyarkat Kalurahan Glagaharjo bekerja
di dalam upaya kesiapsiagaan bencana sebagai peternak sapi perah, petani dan
erupsi gunung Merapi di Kalurahan penambang pasir. Mmereka berada pada
Glagaharjo Kapanewon Cangkringan. kelas sosial yang hampir sama. Sementara
Peran BPBD sendiri sebagai aktor yang itu, kemampuan ekonomi Kalurahan
memberikan sosialisasi serta pelatihan Glagaharjo yang merata menyebabkan
mitigasi bencana kepada masyarakat di kesenjangan ekonomi yang tidak besar.
Kalurahan Glagaharjo. Kelas sosial yang terdapat di Kalurahan
Glagaharjo cukup seimbang. Warga
3. Faktor Pendidikan
Kalurahan Glagaharjo membuka diri
Pendidikan mampu membentuk
dengan bersosialisasi dan bermasyarakat
kepribadian dan karakteristik masyarakat.
tanpa melihat kelas sosial dan kesenjangan
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang
ekonomi yang ada.
G. KESIMPULAN gunung merapi erat dengan kebudayaan
setempat yaitu kenduri, merti desa.
Menurut temuan penelitian modal
Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh
sosial paling kuat dalam kesiapsiagaan
masyarakat. Ada arisan, pengajian, gotong
bencana erupsi gunung Merapi masyarakat
royong perawatan alat peringatan dini serta
Glagaharjo adalah kepercayaan. Di dalam
papan petunjuk secara rutin dan gotong
Masyarakat glagaharjo terbentuk
royong membersihkan desa. Dan ada ronda
kepercayaan yang sangat kuat. Yaitu
malam yang bertujuan menjaga keamanan
kepercayaan antara masyarrakat dengan
desa. Seluruh kebiasaan tersebut
masyarakat, para aktor yang terlibat dalam
mendorong terciptanya modal sosial,
upaya Kesiapsiagaan di Kalurahan
karena akan terjalin hubungan yang erat
Glagaharjo, khususnya kepercayaan warga
sesama warga. Pendidikan mayoritas
dengan Komunitas Siaga Merapi dan
masyarakat desa Glagaharjo adalah lulusan
BPBD.
SLTA. Hal tersebut berdampak pada
Unsur kedua yaitu norma, kaitannya
kesadaran masyarakat yang tingi terhadap
kesiapsiagaan bencana, ada aturan-aturan
upaya kesiapsiagaan bencana. Dan
yang tercantum pada dokumen Rencana
masyarakat sangat berkontribusi dan aktif
Kontinjensi Benca Erupsi Marapi. Seluruh
dalam kegiatan kesiapsiagaan.
warga sudah patuh terhadap peraturan yang
Lalu ada dalam hal kelas social yaitu
ada karena sudah memiliki kesadaran akan
Mayoritas mata pencaharian masyarakat
pentingnya upaya pengurangan resiko
lereng gunung merapi adalah bertenak sapi
bencana. Aspek jaringan dapat dilihat dari
perah dan tambang pasir. Hal inilah yang
Keterlibatan para stake holder yaitu pihak
menjadi faktor pendorong pembentukan
BPBD, BPTKG, BMKG, pemerintah
modal sosial karena keinginan yang kuat
kabupaten, kecamatan, Desa, komunitas
untuk tinggal di lereng merapi. Selain itu
dan relawan siaga bencana dalam kegiatan
mata pencaharian tersebut juga mendorong
kesiapsiagaan. Namun untuk jaringan
masyarakat untuk berperan aktif dalam
dirasa masih kurang karena belum ada
kegiatan kesiapsiagaan agar ternak yang
kerjasama dengan pihak swasta serta dinas
mereka miliki juga aman. Namun untuk
- dinas terkait.
penyelamatan binatang ternak masih belum
Ada beberpa factor yang
maksimal, karena belum ada kerjasama
mendorong modal social dalam
dengan dinas terkait.
kesiapsiagaan di Glagaharjo yaitu
Kebiasaan yang ada di daerah KRB III H. SARAN
Perlu adanya perluasan jaringan Keban, Yeremias T. 2014. Enam Dimensi
terutama ke pihak swasta serta dinas yang Strategis Administrasi Publik:
terkait dengan penyelamatan dan perawatan Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta:
hewan ternak. Karena hewan ternak ini GAVA MEDIA.
adalah salah satu harta serta penopang mata Kodoatie, Robert .J, dan Roestam Sjarief.
pencaharian masyarakat. Karena untuk saat 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu
ini pada kesiapsiagaan masyarakat masih
: Banjir, Kekeringan dan Tsunami.
terfokus kepada kondisi hewan ternak. Jakarta: Yarsif Watampone.
Serta Dinas Sosial serta Dinas Peternakan
Kusumasari, Bevaola. 2014. Manajemen
perlu memberikan perhatian lebih kepada
Bencana dan Kapasitas Pemerintah
Kelurahan Glagaharjo. Pemberian
Lokal. Yogyakarta: Gava Media.
perhatian lebih tersebut dalam artian
kebutuhan fasilitas dalam kesiapsiagaan Lexy J. Moleong. 2011. Metode Penelitian
bencana. Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya
DAFTAR PUSTAKA
Nurjanah, dkk. 2013. Manajemen
Buku
Bencana. Bandung: Alfabeta.
Arie Priambodo. 2013. Panduan Praktis
Pasolong, Harbani. 2007. Teori
Menghadapi Bencana.
Administrasi Publik. Bandung :
Yogyakarta:Kanisius.
Alfabeta.
Harini, Rika, dkk. 2017. Modal Sosial &
Rijanta, R, dkk. 2014. Modal Sosial dalam
Strategi Adaptasi Masyarakat
Manajemen Bencana. Yogyakarta:
Menghadapi Bencana Pesisir di
Gadjah Mada University Press.
Wilayah Pesisir Jawa. Yogyakarta:
BPFG Universitas Gajah Mada. Rozi, Syafuan dan RR. Emilia
Yustiningrum (Eds). 2016.
Ibrahim, Amin. 2009. Pokok-pokok
Memahami Erupsi Merapi :
Administrasi Publik dan
Kebijakan dan Implementasi.
Implementasinya. Bandung: PT
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Refika Aditama.
Soehatman Ramli. 2010. Pedoman Praktis
Inayah. 2012. Peran Modal Sosial dalam
Manajemen Bencana.Jakarta: Dian
Pembangunan. Semarang : Jurusan
Rakyat.
Administrasi Niaga Politeknik Negeri
Semarang.
Sugiono. (2014). Metode Penelitian Nasional Universitas Gajah Mada,
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Vol 24. No. 2 : 261-286.
Bandung: Alfabeta LaLone, Mary B. 2012. Neighbors Helping
Syafiie, Inu Kencana. 2010. Ilmu Neighbors: An Examination of The
Administrasi Publik. Jakarta: PT Social Capital Mobilization Process
Rineka Cipta. for Community Resilience to
Environmental Disasters. Journal or
Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi
Applied Social Science 2012 6:
Publik Kontemporer.Jakarta:Prenada
209.http://jax.sagepub.com/content/6
Media Group.
/2/209.
Usman, Sunyoto. (2018). Modal Sosial.
Lixin, Yi. Lingling, Ge. Dong, Zhao.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Junxue, Zhou. Zhanwu, Gao. 2011.
Jurnal
Analysis on Disasters Management
Budi, Setiyo. (2018). Analisis Modal Sosial System in China.
Dalam Pengelolaan Desa Wisata SpringerScience+Business Media
Nongkosawit Kota Semarang. B.V. Published online: 30 October
Journal Of Public Policy And 2011.
Management Review, Vol 7. No. 4.
Maulana, Arya, A. Sadat, A. Nastia. S,
Hardoy, Jogelina. Pandiella, Gustavo. Azhar, LM. S. Ansar....A., Rizal, M.
Barrero, Luz Stella Velasquez. 2011. 2019. Pemanfaatan Modal Sosial
Local Disaster Risk Reduction in dalam Pengutan Program Desa
Latin American Urban Areas. Tangguh Bencana. Jurnal
Environment and Urbanization 2011. Pengabdian Masyarakat Universitas
23: 401. Muhammadiyah Buton, Vol 2 No 1 :
http://eau.sagepub.com/content/23/2/ 1-13.
401.
Rustiono, Dwi. 2017. Analisis Penyebab
Istu, Maulana. 2018. Peran Pemuda Dalam Masyarakat Tetap Tinggal di
Pengurangan Resiko Bencana dan Kawasan Rawan Bencana Gunung
Implikasinya terhadap Ketahanan Merapi. Jurnal Ilmu Lingkungan
Wilayah Desa Kepuhharjo, Universitas Diponegoro, Vol 15. No.
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten 2 :135-142.
Sleman, DIY. Jurnal Ketahanan
Setyadi, Yuniawan. 2016. Komunikasi Gunung Merapi di Provinsi D.I.
Gerakan Sosial Penolakan Relokasi Yogyakarta dan Provinsi Jawa
Kawasan Rawan Bencana Gunung Tengah Tahun.
Merapi. Tesis : Institut Pertanian BNPB. 2010. Laporan Harian Tanggap
Bogor. Darurat Gunung Merapi Tanggal 6
Warayaningrum, Damayanti. 2016. Modal November 2010.
Sosial Inklusif dalam Jejaringan http://www.bnpb.go.id/userfiles/
Komunikasi Bencana. Jurnal Undang-Undang Republik Indonesia
ASPIKOM Universitas Al Azhar Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Indonesia, Vol 3, No. 1 : 33-55. Penanggulangan Bencana
Wida, Irham. 2013. Peran Modal Sosial Pemerintah Desa Glagaharjo. (2016). Data
dalam Pemulihan Tatanan Sosial dan Monografi Desa Glagaharjo
Ekonomi Pasca Erupsi Merapi 2010. Kecamatan Cangkringan Kabupaten
Skripsi Universitas Islam Negeri Sleman Semester Pertama Tahun
Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2016.
Widodo, D.R., Nugroho, S.P, dan Asteria, Peraturan Kepala Badan Nasional
D. 2017. Analisis Penyebab Penanggulangan Bencana Nomor 17
Masyarakat Tetap Tinggal di Tahun 2010 Tentang Pedoman
Kawasan Rawan Bencana Gunung Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi
Merapi (Studi di Lereng Gunung Dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
Merapi Kecamatan Cangkringan,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Yogyakarta). Jurnal Ilmu
Penyelenggaraan Penanggulangan
Lingkungan, Vol 15. No 2 : 135-142.
Bencana.
Dokumen
Sumber lain
BAPPENAS dan BNPB. 2011. Rencana
www.geospasial.bnpb.go.id
Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah Pasca Bencana Erupsi https://cangkringankec.slemankab.go.id/de
sa-glagaharjo/

You might also like